Professional Documents
Culture Documents
Re Far at Graves Edit
Re Far at Graves Edit
GRAVES’ DISEASE
I. PENDAHULUAN
Penyakit Graves adalah penyakit otoimun dimana tiroid terlalu aktif,
menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan
metabolisme serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan
kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk
tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih
sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih
dari gambaran tirotoksikosis,goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy
(pretibial myxedema) 1,2,3
Penyakit Graves adalah nama dari Robert J. Graves untuk dokter yang
pertama kali menggambarkannya di Irlandia. Dia yang pertama mengidentifikasi
gejala-gejala goiter, palpitasi dan exopthalmus pada tahun 1835. Penyakit ini juga
disebut sebagai penyakit Basedow yang dinamai oleh Adolph Jerman Karl van
Basedow, pada tahun 1840. Dia tidak tahu bahwa Graves telah menggambarkan
penyakit yang sama beberapa tahun sebelumnya. Istilah penyakit Basedow ini
lebih sering digunakan di benua Eropa, jika di Amerika, ini disebut penyakit
Graves.1,2,4
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari hipertiroid (60-90%
dari semua kasus), Kurang lebih 15% penderita mempunyai predisposisi genetik,
dengan kurang lebih 50% dari penderita mempunyai autoantibodi tiroid dalam
sirkulasi darah. Angka kejadian pada wanita sebanyak 5 kali lipat daripada laki-
laki dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun (perempuan: laki-laki dari kejadian
1
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
2
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
3
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
Gambar 1. Hormon tiroid (T3 dan T4) yang diproduksi oleh Kelenjar Tiroid
dipicu oleh TSH yang terbentuk di Kelenjar hipofisis. (dikutip dari
referensi no.8)
Kelenjar tiroid pada manusia terletak tepat di depan trakea. Sel-sel yang
memproduksi hormon tiroid tersusun dalam folikel-folikel dan
mengkonsentrasikan iodin yang digunakan untuk sintesis hormon tiroid. Hormon
yang bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3). Kelenjar paratiroid
menempel pada tiroid dan memproduksi hormon paratiroid (Parathormon ; PTH).
PTH penting dalam pengontrolan metabolisme kalsium dan fosfat. Sel-Sel
parafolikuler terletak dalam tiroid tersebar di antara folikel. Sel-Sel ini
memproduksi kalsitonin yang menghambat resorpsi kalsium tulang.7
Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikuler atau sel C
yang mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan
metabolisme. T3 selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil
deiodinasi dari T4 di jaringan perifer. T3 dan T4 disimpan terikat pada 3 protein
yang berbeda : glikopreotein tiroglobulin di dalam koloid dari folikel, prealbumin
4
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya sedikit T3 dan T4 yang tidak terikat
terdapat dalam sirkulasi darah.2
Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (thyroid-stimulating
hormone) dan adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH
(Thyrotropin-releasing hormone) dari hipothalamus. TSH disekresi dalam
sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada kelenjar tiroid. TSH mengontrol
produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi oleh T3, peningkatan
konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi respons adenohipofisis terhadap
TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun dan sebagai
akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negatif). Sekresi TRH juga
dapat dimodifikasi tidak hanya oleh T3 secara negatif (umpan balik) tetapi juga
melalui pengaruh persarafan.2
V. PATOGENESIS
5
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
kelenjar tiroid, tetapi akan mencegah TSI dan TSH dari mengikat dan
merangsang reseptor.1
Penyakit Graves’ ditandai dengan adanya baik sel B maupun sel T limfosit
yang mudah tersensitisasi oleh paling sedikit 4 autoantigen tiroid yaitu reseptor
7
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
8
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
9
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
Gambar 5. Presentasi Klinis Graves’ Disease (dikutip dari referensi no. 10)
Pernapasan - Dispnea
Gastrointestinal - motilitas usus meningkat dengan peningkatan frekuensi
buang air besar
Ophthalmologic - Tearing, sensasi berpasir di mata, fotofobia, nyeri mata,
mata menonjol (exopthalmus) , diplopia, kehilangan penglihatan
Ginjal - Poliuria, polidipsia
Hematologi - Mudah memar
Metabolik - Panas intoleransi, penurunan berat badan meskipun nafsu
makan meningkat.
Endokrin / reproduksi - periode menstruasi yang tidak teratur, penurunan
volume menstruasi, ginekomastia, impotensi
Psikiatri - Gelisah, cemas, lekas marah, insomnia
VII. DIAGNOSIS
A. Anamnesis + Pemeriksaan Fisis
Dokter kadang-kadang dapat mendiagnosa penyakit Graves hanya
berdasarkan pemeriksaan fisik dan riwayat medis.8 Hipertiroidisme penyakit
Graves menyebabkan berbagai gejala. Diagnosis Graves’ dapat ditegakkan apabila
3
didapatkan hipertiroid yang disertai exopthalmus. Tanda lainnya yang
merupakan diagnosis penyakit Graves’ adalah pretibial myxedema, gangguan
kulit yang langka dengan tingkat terjadinya 1-4% , yang menyebabkan kental,
kulit kemerahan pada kaki bagian bawah. Jenis gondok (pembesaran kelenjar
tiroid) yaitu dari jenis difus (yaitu, menyebar ke seluruh kelenjar). Fenomena ini
11
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
juga terjadi dengan penyebab lain dari hipertiroidisme, meskipun penyakit Graves
adalah penyebab paling umum dari gondok menyebar. Sebuah gondok besar akan
terlihat oleh mata telanjang, tapi gondok yang lebih kecil mungkin hanya
diketahui dengan pemeriksaan fisik. Pada kesempatan itu, gondok tidak terdeteksi
secara klinis tetapi dapat dilihat hanya dengan CT atau pemeriksaan USG tiroid.1
B. Laboratorium
12
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
ditegakkan apabila FT3 meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid
sick syndrome atau pada penderita yang mendapatkan terapi dopamine atau
kortikosteroid.3
Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan
exopthalmus harus dilakukan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan
uptake, maka diagnosis Graves’ disease dan toxic nodular goiter dapat ditegakkan.
Radioiodine uptake yang rendah didapatkan pada hipertiroidism yang baik,
tiroiditis subakut, tiroiditis Hashimoto fase akut, pengobatan dengan levotyroxin,
yang jarang yaitu struma ovarii.3
Tjokroprawiro membuat 3 kriteria diagnostic Penyakit Graves’ yaitu : 3
a) Diagnosis dengan penyakit Graves’ : struma, gejala umum, gejala
kardiovaskular
b) Diagnosis klinis penyakit Graves’ : diagnosis dengan Indeks Wayne >
20 atau Indeks New Castle > 40
Indeks Wayne
13
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
14
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
Hasil tes fungsi hati harus diperoleh untuk memantau toksisitas hati yang
disebabkan oleh thioamides (obat antitiroid). 12
C. Radiologi
Scan tiroid menunjukkan bagaimana dan di mana yodium didistribusikan
tiroid. Pada penyakit Graves, seluruh kelenjar tiroid yang terlibat sehingga
yodium muncul di seluruh kelenjar. Penyebab lain hipertiroidisme seperti nodul-
benjolan kecil di kelenjar-akan menunjukkan pola yang berbeda dari distribusi
yodium. 1
16
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
Gambar 9. Scan tiroid yang terkena dampak sebelum dan sesudah terapi
radioiodine. (dikutip dari referensi no. 1)
D. Histopatologi
Biopsi untuk mendapatkan pengujian histologis biasanya tidak diperlukan,
tetapi dapat diperoleh jika dilakukan tiroidektomi.1
17
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
VIII. PENATALAKSANAAN
Walaupun yang mendasari penyakit Graves ini adalah suatu proses
autoimun, namun penatalaksanaan ditujukan untuk mengendalikan hipertiroidnya.
Ada tiga cara yang dapat dikerjakan yaitu : 3
1. Obat antitiroid
2. Pembedahan
3. Pengobatan dengan radioaktif iodine
4. Terapi medis lain
Obat anti tiroid 3
1. PTU (Propyl thiouracyl) pada umumnya dosis awal adalah 100-150 mg
setiap 6 jam, setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi 50-200 mg
sekali atau dua kali dalam sehari. Keuntungan PTU dibandingkan dengan
methimazole adalah bahwa PTU dapat menghambat konversi T4 menjadi
T3 sehingga lebih efektif dalam menurunkan hormone tiroid secara cepat.
2. Methimazole mempunyai duration of action yang lebih panjang sehingga
lebih banyak digunakan sebagai single dose. Dosis awal dimulai dengan
40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan
menjadi 5-20 mg setiap pagi sebagai dosis rumatan.
Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada sekitar 20-40%
mengalami perbaikan dalam 6 bulan sampai 15 tahun. Observasi diperlukan dalam
jangka panjang oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu sekitar 50% -
60% penderita.3
Terapi pembedahan
Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan goiter
multinoduler maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi baru bisa
dikerjakan setelah euthyroid dan dua minggu sebelum operasi penderita diberikan
solutio lugol dengan dosis 5 tetes dua kali sehari. Pemberian solutio lugol
bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar sehingga akan mempermudah
jalannya operasi. Pada sebagian penderita Graves’ disease membutuhkan
18
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
Gambar 11. Sepuluh minggu setelah tiroidektomi total. Teknik bedah saat
ini biasanya meninggalkan bekas luka yang lebih kecil. (dikutip
dari referensi no. 1)
19
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
IX. KOMPLIKASI
3
Komplikasi Graves’ disease adalah krisis tiroid (thyroid storm). Krisis
tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem
saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala
akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan
fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi
kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan
keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis
tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati
atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau
trauma. Gambaran klinisnya ialah distress berat, sesak napas, takikardia,
hiperpireksia, lemah, bingung, delirium,muntah, diare. Pengobatan terdiri dari
suportif dan obat antitiroid-karbimasol 15-20 mg tiap 6 jam atau PTU 150-250 mg
tiap 6 jam. Lugol 10 tetes tiap 8 jam. Pengaruh adrenergik diobati dengan
memasukkan hati-hati propanolol 1-2 mg iv. Dosis ini dapat diulang tiap setengah
jam dengan monitor EKG. Kemudian dapat diteruskan dengan Propanolol 40 mg
tiap 8 jam. Pengobatan suportif berupa rehidrasi dengan cairan infuse, kmpres
dingin, oksigen.2, 12
X. PROGNOSIS
Pada umumnya penyakit Graves’ mengalami periode remisi dan
eksaserbasi, namun pada beberapa penderita setelah terapi tetap pada kondisi
eutiroid dalam jangka lama, beberapa penderita dapat berlanjut ke hipotiroid.
Follow up jangka panjang diperlukan untuk penderita dengan penyakit Graves’. 3
20
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
22