You are on page 1of 22

Noorahmah Adiany Ansari.

Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

GRAVES’ DISEASE

I. PENDAHULUAN
Penyakit Graves adalah penyakit otoimun dimana tiroid terlalu aktif,
menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan
metabolisme serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan
kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk
tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih
sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih
dari gambaran tirotoksikosis,goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy
(pretibial myxedema) 1,2,3

Penyakit Graves adalah nama dari Robert J. Graves untuk dokter yang
pertama kali menggambarkannya di Irlandia. Dia yang pertama mengidentifikasi
gejala-gejala goiter, palpitasi dan exopthalmus pada tahun 1835. Penyakit ini juga
disebut sebagai penyakit Basedow yang dinamai oleh Adolph Jerman Karl van
Basedow, pada tahun 1840. Dia tidak tahu bahwa Graves telah menggambarkan
penyakit yang sama beberapa tahun sebelumnya. Istilah penyakit Basedow ini
lebih sering digunakan di benua Eropa, jika di Amerika, ini disebut penyakit
Graves.1,2,4

Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating


antibodies pada penderita Graves’ hipertiroidisme yang berikatan dan
mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan
pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini
disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan. 2

II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari hipertiroid (60-90%
dari semua kasus), Kurang lebih 15% penderita mempunyai predisposisi genetik,
dengan kurang lebih 50% dari penderita mempunyai autoantibodi tiroid dalam
sirkulasi darah. Angka kejadian pada wanita sebanyak 5 kali lipat daripada laki-
laki dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun (perempuan: laki-laki dari kejadian

1
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

5:01-10:01). Graves penyakit juga merupakan penyebab paling umum dari


hipertiroid berat, yang disertai dengan tanda-tanda lebih dan gejala klinis dan
kelainan laboratorium dibandingkan dengan bentuk ringan dari hipertiroidisme.
Tentang 30-50% orang dengan penyakit Graves juga akan menderita
ophthalmopathy Graves (tonjolan dari salah satu atau kedua mata), yang
disebabkan oleh peradangan pada otot mata dengan menyerang autoantibody.1,2

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Penyakit Graves merupakan suatu penyakit otoimun yaitu saat tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu
sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih
belum diketahui.2,6. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang
mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis dan
sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar difus).
Keadaan yang dihasilkan dari hipertiroidisme bisa menyebabkan konstelasi
dramatis tanda neuropsikologis dan fisik dan gejala.1

Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating


antibodies pada penderita Graves’ hipertiroidisme yang berikatan dan
mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan
pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini
disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan. 2

Terdapat beberapa faktor predisposisi 2 :


1. Genetik
Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi
umum untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian
kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan
penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama klas II yang berada
pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor
limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen.
Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk
antibodi. T supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik

2
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

(IL-10 dan TGF-β) mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit


autoimun kadang tidak dapat membedakan mana T helper mana yang
disupresi sehingga T helper yang membentuk antibodi yang melawan
sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun. 2
2. Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun
oleh estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR
homolog dengan fragmen pada reseptor LH (7€85%) dan homolog
dengan fragmen pada reseptor FSH (20€85%)
3. Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan
prevalensi timbulnya penyakit autoantibodi tiroid.
4. Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit
lewat jalur neuroendokrin.
5. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.
6. Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang
mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama dengan
TSHR pada sel folikuler kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi
timbulnya penyakit Graves’ terutama pada penderita yang mempunyai
faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau
perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid
karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator
inflamasi menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tiroid
dan perkembangan penyakit ini.
7. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.
8. Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus
dosis tinggi highly active antiretroviral theraphy (HAART)
berhubungan dengan penyakit ini dengan meningkatnya jumlah dan
fungsi CD4 sel T.
9. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal
antibodi secara langsung, mempengaruhi sel T yang sering disertai
kejadian hipertiroid.
10. Terapi dengan interferon α

3
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Hormon tiroid (T3 dan T4) yang diproduksi oleh Kelenjar Tiroid
dipicu oleh TSH yang terbentuk di Kelenjar hipofisis. (dikutip dari
referensi no.8)

Kelenjar tiroid pada manusia terletak tepat di depan trakea. Sel-sel yang
memproduksi hormon tiroid tersusun dalam folikel-folikel dan
mengkonsentrasikan iodin yang digunakan untuk sintesis hormon tiroid. Hormon
yang bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3). Kelenjar paratiroid
menempel pada tiroid dan memproduksi hormon paratiroid (Parathormon ; PTH).
PTH penting dalam pengontrolan metabolisme kalsium dan fosfat. Sel-Sel
parafolikuler terletak dalam tiroid tersebar di antara folikel. Sel-Sel ini
memproduksi kalsitonin yang menghambat resorpsi kalsium tulang.7
Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikuler atau sel C
yang mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan
metabolisme. T3 selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil
deiodinasi dari T4 di jaringan perifer. T3 dan T4 disimpan terikat pada 3 protein
yang berbeda : glikopreotein tiroglobulin di dalam koloid dari folikel, prealbumin

4
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya sedikit T3 dan T4 yang tidak terikat
terdapat dalam sirkulasi darah.2
Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (thyroid-stimulating
hormone) dan adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH
(Thyrotropin-releasing hormone) dari hipothalamus. TSH disekresi dalam
sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada kelenjar tiroid. TSH mengontrol
produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi oleh T3, peningkatan
konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi respons adenohipofisis terhadap
TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun dan sebagai
akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negatif). Sekresi TRH juga
dapat dimodifikasi tidak hanya oleh T3 secara negatif (umpan balik) tetapi juga
melalui pengaruh persarafan.2

V. PATOGENESIS

Gambar 2. Patogenesis Graves’ Disease (dikutip dari referensi no.2)

5
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

Hipertiroidisme pada penyakit Graves’ disebabkan oleh aktivasi reseptor


tiroid oleh thyroid stimulating hormone receptor antibodies yang dihasilkan oleh
kelenjar tiroid atau diluar kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan sumsum tulang) atau
disebabkan proses imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T suppressor
sehingga sel T helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan merangsang sel B
untuk memproduksi TSH receptor antibodies. TSH receptor antibodies akan
berikatan dengan TSH receptor pada kelenjar tiroid, meningkatkan cyclic AMP
dependent dan merangsang epithel folikular kelenjar tiroid untuk memproduksi
tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3) serta merangsang terjadinya hipertrophi
dan hiperplasi kelenjar tiroid. Berikatannya Thyroid Stimulating Antibodi dengan
reseptor TSH akan merangsang proses inflamasi dengan pengeluaran faktor-faktor
inflamasi (sitokin) interleukin-1, tumor necrosis factor a (TNF-a) dan interferon-γ
yang akan merangsang ekspresi molekul adhesi CD54 dan molekul regulator
CD40 dan HLA class II sehingga sel akan mengalami proses inflamasi.
Mekanisme ikatan dan aktifasi antara thyroid stimulating antibodies dengan
receptor tirotropin (TSH receptor) tidak diketahui dengan pasti. Suatu studi
mengatakan thyroid stimulating antibodies akan bergabung dengan epitope yang
sesuai pada domain ekstraseluler reseptor tirotropin.2

Ada 3 jenis autoantibodi terhadap reseptor TSH saat ini diakui: 1

a. TSI, Thyroid-stimulating imunoglobulin: antibodi ini (terutama Imunoglobulin


G) bertindak sebagai LATS (Long-Acting Stimulan Tiroid), mengaktifkan sel-
sel dengan cara yang lebih lama dan lebih lambat dari hormon thyroid-
stimulating normal (TSH), yang menyebabkan produksi tinggi hormon tiroid.

b. TGI, Tiroid imunoglobulin pertumbuhan: antibodi ini mengikat langsung ke


reseptor TSH dan telah terlibat dalam pertumbuhan folikel tiroid.

c. TBII, Thyrotropin Binding-Menghambat Imunoglobulin: antibodi ini


menghambat serikat normal TSH dengan reseptornya. Beberapa benar-benar
akan bertindak sebagai jika TSH sendiri adalah mengikat reseptornya, dengan
demikian menyebabkan fungsi thyroid. Jenis lain tidak dapat merangsang
6
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

kelenjar tiroid, tetapi akan mencegah TSI dan TSH dari mengikat dan
merangsang reseptor.1

Dalam studi terhadap pasien tirotoksik, Sensenbach dkk. menemukan


aliran darah otak yang akan meningkat, resistensi pembuluh darah otak menurun,
perbedaan oksigen arteri menurun, dan konsumsi oksigen tidak berubah. Mereka
menemukan bahwa selama pengobatan, ukuran otak terbukti secara signifikan
turun, dan ukuran ventrikel meningkat. Penyebab dari perubahan yang luar biasa
tidak diketahui, tetapi mungkin melibatkan regulasi osmotik. Sebuah studi oleh
Singh et al. menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa status thyroidal
diferensial menginduksi apoptosis pada korteks otak dewasa. T3 tindakan
langsung pada mitokondria korteks serebral dan menginduksi pelepasan sitokrom
C untuk menginduksi apoptosis. Mereka mencatat bahwa otak kecil dewasa
tampaknya kurang responsif terhadap perubahan status thyroidal. 1

Hipertiroidisme menyebabkan tingkat yang lebih rendah dari


apolipoprotein (A), HDL, dan rasio dari total / kolesterol HDL. Proses-proses dan
jalur menengahi metabolisme perantara karbohidrat, lipid, dan protein semua
dipengaruhi oleh hormon tiroid pada hampir semua jaringan. Protein
pembentukan dan kehancuran keduanya dipercepat pada hipertiroidisme.
Penyerapan vitamin A meningkat dan konversi karoten menjadi vitamin A
dipercepat (persarafan tubuh yang juga meningkat, dan konsentrasi darah rendah
vitamin A dapat ditemukan). Persarafan untuk tiamin dan vitamin B6 dan B12
meningkat. Kurangnya vitamin B telah terlibat sebagai penyebab kerusakan hati
pada tirotoksikosis. Hyperthryoidism juga dapat meningkatkan kadar kalsium
dalam darah sebanyak 25% (dikenal sebagai hiperkalsemia). Sebuah ekskresi
meningkat kalsium dan fosfor dalam air seni dan tinja dapat menyebabkan
hilangnya tulang dari osteoporosis. Hormon paratiroid (PTH) ditekan pada
hipertiroidisme, mungkin sebagai tanggapan terhadap tingkat kalsium tinggi.1

Penyakit Graves’ ditandai dengan adanya baik sel B maupun sel T limfosit
yang mudah tersensitisasi oleh paling sedikit 4 autoantigen tiroid yaitu reseptor

7
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

TSH, tiroglobulin, tiroid peroksidase dan sodium atau iodide kotransporter.


Reseptor TSH merupakan autoantigen primer pada penyakit Graves’ dan yang
lain merupakan autoantigen sekunder. Pada penyakit Graves’, limfosit T menjadi
tersensitisasi oleh antigen dan menstimulasi limfosit B untuk mensintesis antibodi
terhadap antigen tersebut.2
Sel-sel B limfosit yang terkumpul dalam kelenjar tiroid penderita Graves’
menurunkan respons proliferatif terhadap sel B mitogen dan sekresi
imunoglobulin basal meningkat dibandingkan dengan sel B di perifer, ini
menunjukkan status yang aktif. Sel B tiroid ini secara invitro juga mensekresi
autoantibodi tiroid secara spontan untuk melawan preaktivasi. Kelenjar tiroid
merupakan tempat primer produksi autoantibodi tiroid pada penderita ini.2
Pada penyakit Graves’, kelenjar tiroid tidak lagi dibawah kontrol TSH
hipothalamus tapi secara terus-menerus distimulasi oleh antibodi TSH-like activity
yang kebanyakan ditemukan dalam subklas IgG1. Antibodi yang terikat pada
reseptor TSH dibagi menjadi 2, antibodi yang mengawali proses transduksi sinyal
intraseluler disebut sebagai TSH receptor-stimulating antibodies, sedangkan yang
tidak disebut sebagai TSH receptor-blocking antibodies. TSH receptor-stimulating
antibodies hanya terdeteksi pada penderita Graves’.2

8
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

Gambar 3. Patogenesis Oftalmopati Graves’ (dikutip dari referensi no.2)


VI. GEJALA KLINIS

Gambar 4. Presentasi Klinis Graves’ Disease (dikutip dari referensi no. 1)

Pada penderita usia muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous,


mudah capek, hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap udara
panas dan lebih suka udara dingin.3

9
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

Pada penderita di atas 60 tahun yang menonjol adalah manifestasi


kardiovaskuler dan miopati dengan keluhan utama adalah palpitasi, sesak waktu
melakukan aktivitas, tremor, nervous, dan penurunan berat badan.3
Gejala lain didapatkan juga penurunan berat badan tanpa disertai
penurunan nafsu makan, kelenjar tiroid membesar, didapatkan tanda-tanda mata
tirotoksikosis (exopthalmus) dan umumnya terjadi takikardi ringan. Kelemahan
otot dan kehilangan massa otot terutama pada kasus berat yang ditandai penderita
biasanya tidak mampu berdiri dari kursi tanpa bantuan.3
Dermopati merupakan penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian
bawah sebagai akibat dari penumpukan glikoaminoglikan (non pitting edema).
Keadaan ini sangat jarang, hanya terjadi pada 2-3 % penderita.3

Gambar 5. Presentasi Klinis Graves’ Disease (dikutip dari referensi no. 10)

Secara rinci, Gejala-gejala penyakit Graves’ dalam berbagai sistem, adalah


sebagai berikut:
 Umum – Kelelahan, kelemahan
 Dermatologic - Hangat, lembab, kulit halus, berkeringat; halus rambut;
onycholysis; vitiligo, alopecia; pretibial myxedema

 Neuromuskular - Getaran, kelemahan otot proksimal, kelelahan mudah,


kelumpuhan periodik pada orang dari kelompok etnis rentan
 Kerangka - Sakit punggung, peningkatan risiko untuk patah tulang
 Kardiovaskular - Palpitasi, dyspnea pada aktivitas, nyeri dada.
10
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

 Pernapasan - Dispnea
 Gastrointestinal - motilitas usus meningkat dengan peningkatan frekuensi
buang air besar
 Ophthalmologic - Tearing, sensasi berpasir di mata, fotofobia, nyeri mata,
mata menonjol (exopthalmus) , diplopia, kehilangan penglihatan
 Ginjal - Poliuria, polidipsia
 Hematologi - Mudah memar
 Metabolik - Panas intoleransi, penurunan berat badan meskipun nafsu
makan meningkat.
 Endokrin / reproduksi - periode menstruasi yang tidak teratur, penurunan
volume menstruasi, ginekomastia, impotensi
 Psikiatri - Gelisah, cemas, lekas marah, insomnia

Gambaran klinis dari Laboratorium, adalah :


 Apabila ada kecurigaan hipertiroid maka yang diperiksa adalah FT4 (free
tiroksin), FT3 dan TSHs.3
 Pemeriksaan thyroid antibody diantaranya adalah Tg Ab (Thyroglobulin
Antibodi) dan TPO Antibodi (Thyroperoxidase Antibodi) biasanya positif
pada penderita Graves’ disease dan Hashimoto’s thyroiditis tetapi untuk
TSH-R Ab (stimulating) adalah khas untuk Graves’ disease.3
 I123 uptake atau technetium scan biasanya digunakan untuk mengevaluasi
ukuran kelenjar dan adanya nodul “hot” atau “cold”. 3

VII. DIAGNOSIS
A. Anamnesis + Pemeriksaan Fisis
Dokter kadang-kadang dapat mendiagnosa penyakit Graves hanya
berdasarkan pemeriksaan fisik dan riwayat medis.8 Hipertiroidisme penyakit
Graves menyebabkan berbagai gejala. Diagnosis Graves’ dapat ditegakkan apabila
3
didapatkan hipertiroid yang disertai exopthalmus. Tanda lainnya yang
merupakan diagnosis penyakit Graves’ adalah pretibial myxedema, gangguan
kulit yang langka dengan tingkat terjadinya 1-4% , yang menyebabkan kental,
kulit kemerahan pada kaki bagian bawah. Jenis gondok (pembesaran kelenjar
tiroid) yaitu dari jenis difus (yaitu, menyebar ke seluruh kelenjar). Fenomena ini
11
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

juga terjadi dengan penyebab lain dari hipertiroidisme, meskipun penyakit Graves
adalah penyebab paling umum dari gondok menyebar. Sebuah gondok besar akan
terlihat oleh mata telanjang, tapi gondok yang lebih kecil mungkin hanya
diketahui dengan pemeriksaan fisik. Pada kesempatan itu, gondok tidak terdeteksi
secara klinis tetapi dapat dilihat hanya dengan CT atau pemeriksaan USG tiroid.1

B. Laboratorium

Gambar 6. Skema kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme. (dikutip dari


referensi no. 11)

Pemeriksaan minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan


hipertiroid adalah FT4 dan TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4 dan
penurunan TSHs, maka diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan. 3
Apabila FT4 dan TSHs keduanya meningkat, maka harus dicurigai adanya
tumor pituitary yang memproduksi TSH.3
Apabila FT4 normal sedangkan TSHs rendah, maka FT3 harus diperiksa,
diagnosis Graves’ disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat

12
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

ditegakkan apabila FT3 meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid
sick syndrome atau pada penderita yang mendapatkan terapi dopamine atau
kortikosteroid.3
Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan
exopthalmus harus dilakukan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan
uptake, maka diagnosis Graves’ disease dan toxic nodular goiter dapat ditegakkan.
Radioiodine uptake yang rendah didapatkan pada hipertiroidism yang baik,
tiroiditis subakut, tiroiditis Hashimoto fase akut, pengobatan dengan levotyroxin,
yang jarang yaitu struma ovarii.3
Tjokroprawiro membuat 3 kriteria diagnostic Penyakit Graves’ yaitu : 3
a) Diagnosis dengan penyakit Graves’ : struma, gejala umum, gejala
kardiovaskular
b) Diagnosis klinis penyakit Graves’ : diagnosis dengan Indeks Wayne >
20 atau Indeks New Castle > 40

Indeks Wayne

13
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

Gambar 7. Indeks Wayne. (dikutip dari referensi no. 11)

Indeks New Castle

14
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

Gambar 8. Indeks New Castle. (dikutip dari referensi no. 11)

c) Diagnosis pasti penyakit Graves’ : diagnosis klinis ditambah FT4


meningkat dan TSHs menurun.

Dokter juga dapat mempertimbangkan tes Imunoglobulin thyroid-


stimulating, karena antibodi tiroid harus diukur (hampir semua pasien dengan
hipertiroidisme Graves memiliki terdeteksi TSHR-Ab atau Tes Antibodi TSH) .
Pengukuran thyroid-stimulating imunoglobulin (TSI) adalah yang paling akurat
ukuran antibodi tiroid. Mereka akan menjadi positif dalam 60 sampai 90% anak
dengan penyakit Graves. Jika TSI tidak tinggi, maka penyerapan yodium
radioaktif harus dilakukan; hasil yang tinggi dengan pola menyebar khas dari
penyakit Graves.1,8
15
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

Hasil tes fungsi hati harus diperoleh untuk memantau toksisitas hati yang
disebabkan oleh thioamides (obat antitiroid). 12

Penyakit Graves dapat berhubungan dengan anemia normositik, rendah-


normal untuk sedikit tertekan jumlah WBC total dengan limfositosis relatif dan
monocytosis, rendah normal untuk jumlah trombosit sedikit tertekan.
Thionamides jarang dapat menyebabkan efek samping hematologi yang parah,
tapi rutin skrining untuk peristiwa langka tidak hemat biaya. 12

Investigasi ginekomastia yang terkait dengan penyakit Graves dapat


mengungkapkan seks meningkat pengikat hormon tingkat globulin dan penurunan
tingkat testosteron bebas. 12

Penyakit Graves dapat memperburuk kontrol diabetes dan dapat tercermin


oleh peningkatan hemoglobin A1C pada pasien diabetes. Sebuah profil lipid puasa
mungkin menunjukkan penurunan kadar kolesterol total dan penurunan tingkat
trigliserida.12

C. Radiologi
Scan tiroid menunjukkan bagaimana dan di mana yodium didistribusikan
tiroid. Pada penyakit Graves, seluruh kelenjar tiroid yang terlibat sehingga
yodium muncul di seluruh kelenjar. Penyebab lain hipertiroidisme seperti nodul-
benjolan kecil di kelenjar-akan menunjukkan pola yang berbeda dari distribusi
yodium. 1

16
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

Gambar 9. Scan tiroid yang terkena dampak sebelum dan sesudah terapi
radioiodine. (dikutip dari referensi no. 1)
D. Histopatologi
Biopsi untuk mendapatkan pengujian histologis biasanya tidak diperlukan,
tetapi dapat diperoleh jika dilakukan tiroidektomi.1

Gambar 10. Gambaran Histopatologi Graves’ : hiperplasia difus dari kelenjar


tiroid (Gejala klinis sebagai hipertiroid). (dikutip dari referensi no.
1)

17
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

VIII. PENATALAKSANAAN
Walaupun yang mendasari penyakit Graves ini adalah suatu proses
autoimun, namun penatalaksanaan ditujukan untuk mengendalikan hipertiroidnya.
Ada tiga cara yang dapat dikerjakan yaitu : 3
1. Obat antitiroid
2. Pembedahan
3. Pengobatan dengan radioaktif iodine
4. Terapi medis lain
Obat anti tiroid 3
1. PTU (Propyl thiouracyl) pada umumnya dosis awal adalah 100-150 mg
setiap 6 jam, setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi 50-200 mg
sekali atau dua kali dalam sehari. Keuntungan PTU dibandingkan dengan
methimazole adalah bahwa PTU dapat menghambat konversi T4 menjadi
T3 sehingga lebih efektif dalam menurunkan hormone tiroid secara cepat.
2. Methimazole mempunyai duration of action yang lebih panjang sehingga
lebih banyak digunakan sebagai single dose. Dosis awal dimulai dengan
40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan
menjadi 5-20 mg setiap pagi sebagai dosis rumatan.
Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada sekitar 20-40%
mengalami perbaikan dalam 6 bulan sampai 15 tahun. Observasi diperlukan dalam
jangka panjang oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu sekitar 50% -
60% penderita.3

Terapi pembedahan
Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan goiter
multinoduler maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi baru bisa
dikerjakan setelah euthyroid dan dua minggu sebelum operasi penderita diberikan
solutio lugol dengan dosis 5 tetes dua kali sehari. Pemberian solutio lugol
bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar sehingga akan mempermudah
jalannya operasi. Pada sebagian penderita Graves’ disease membutuhkan

18
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

suplemen hormone tiroid setelah dilakukan tiroidektomi. Komplikasi pembedahan


adalah hipoparatiroidisme dan terjadi kerusakan pada nervus recurrent laryngeal.3

Indikasi operasi adalah : 6


1. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan
Obat Anti Tiroid.
2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan Obat Anti Tiroid
dosis tinggi.
3. Alergi terhadap Obat Anti Tiroid, pasien tidak bisa menerima iodium
radioaktif.
4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
5. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

Gambar 11. Sepuluh minggu setelah tiroidektomi total. Teknik bedah saat
ini biasanya meninggalkan bekas luka yang lebih kecil. (dikutip
dari referensi no. 1)

Terapi Radioaktif Iodine 3


Dengan menggunakan I 131, setelah menggunakan iodine radioaktif,
kelenjar akan mengecil dan menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu. Pada orang tua
dan mempunyai penyakit dasar jantung, tirotoksikosis yang berat atau ukuran
kelenjar yang besar (>100 gr) harus diterapi dengan methimazole sampai eutiroid
dulu kemudian methimazole di stop selama 5-7 hari baru diterapi dengan I 131.

Terapi Medik Lain 3


1. Pada saat terjadi tirotoksikosis akut preparat penyekat beta adrenergik
(beta blocker) sangat membantu untuk mengendalikan takikardi, hipertensi
dan atrial fibrilasi. Selain itu, Beta blocker juga dapat membantu

19
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

menurunkan hormone tiroid melalui mekanisme menghambat konversi T4


menjadi T3.
2. Nutrisi yang adekuat dan multivitamin.

IX. KOMPLIKASI
3
Komplikasi Graves’ disease adalah krisis tiroid (thyroid storm). Krisis
tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem
saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala
akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan
fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi
kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan
keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis
tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati
atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau
trauma. Gambaran klinisnya ialah distress berat, sesak napas, takikardia,
hiperpireksia, lemah, bingung, delirium,muntah, diare. Pengobatan terdiri dari
suportif dan obat antitiroid-karbimasol 15-20 mg tiap 6 jam atau PTU 150-250 mg
tiap 6 jam. Lugol 10 tetes tiap 8 jam. Pengaruh adrenergik diobati dengan
memasukkan hati-hati propanolol 1-2 mg iv. Dosis ini dapat diulang tiap setengah
jam dengan monitor EKG. Kemudian dapat diteruskan dengan Propanolol 40 mg
tiap 8 jam. Pengobatan suportif berupa rehidrasi dengan cairan infuse, kmpres
dingin, oksigen.2, 12

X. PROGNOSIS
Pada umumnya penyakit Graves’ mengalami periode remisi dan
eksaserbasi, namun pada beberapa penderita setelah terapi tetap pada kondisi
eutiroid dalam jangka lama, beberapa penderita dapat berlanjut ke hipotiroid.
Follow up jangka panjang diperlukan untuk penderita dengan penyakit Graves’. 3

20
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Wikipedia. Graves’ disease. Available from :


http://en.wikipedia.org/wiki/Graves%27_disease . Access in May 16, 2012.
2. Minanti, Batari. Endokrin Metabolik : Kapita Selekta Tiroidologi seri 1.
Surabaya: Airlangga University Press; 2006. p.1-38 ;89;114-115.
3. Konthen, Putu Gede.et al. Pedoman Diagnostik Dan Terapi SMF Ilmu
Penyakit Dalam : Hipertiroid dan Tirotoksikosis. Surabaya: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga; 2010. p.105-109
4. Yeung, Jim. Graves’ disease overview. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/120619-overview#a0199.Access in
May 16, 2012.
5. Toft, Daniel J. Graves’ disease overview. Available from :
http://www.endocrineweb.com/conditions/graves-disease/graves-disease-
overview . Access in May 16, 2012.
6. Zulkifli, Moch. Graves disease. Available from :
http://refmedika.blogspot.com/2009/02/graves-disease.html. Access in May
16, 2012.
7. Greenstein, Ben.et al. At A Glance : Sistem Endokrin edisi kedua. Jakarta:
Erlangga Medical Series; 2010. p.9
8. Anonym. Grave’ disease. Available from :
http://lwafpractice.com/images/Graves_Disease.PDF . Access in May 16,
2012.
9. Yeung, Jim. Graves disease Clinical Presentation. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/120619-clinical#a0217 .Access in May
16, 2012.
10. Davis, Charles. Graves’ disease. Available from :
http://www.medicinenet.com/graves_disease/page4.htm. Access in May 16,
2012.
11. Anonym. Penyakit Graves’. Available from :
http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penyakit-graves.html . Access in June
7, 2012.
12. Yeung, Jim. Graves disease Workup. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/120619-workup .Access in May 16,
2012.
21
Noorahmah Adiany Ansari. Fakultas Kedokteran UMI Makassar, Indonesia

13. Hanafi, Odie. Krisis Tiroid. Available from :


http://oddiehanafi.blogspot.com/2011/07/krisis-tiroid.html Access in May 18,
2012.

22

You might also like