You are on page 1of 48

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit

Tidak Menular (PTM) berkisar 63% dari seluruh kematian. Secara global

PTM merupakan penyebab kematian nomor satu setiap tahun, salah

satunya adalah penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler adalah

penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah,

seperti : penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke dan gagal jantung

(Pusat Data dan Informasi, 2020).

Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) adalah

kegagalan jantung untuk mempertahankan peredaran darah sesuai

kebutuhan tubuh (Wijaya & Putri, 2013).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), pada tahun

2020 diperkirakan 1,75 juta orang meninggal karena penyakit

kardiovaskuler yang mewakili 31% dari seluruh kematian yang ada di

dunia. Di Indonesia pada tahun 2022, prevalensi penyakit gagal jantung

berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar

229.696 orang. Sedangkan prevalensi penyakit gagal jantung di Jawa

Tengah menduduki posisi ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat,

sebesar 0,18% atau diperkirakan sekitar 43.361 orang, dan berdasarkan

diagnosis/gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 72.268 orang.

Dan prevalensi penyakit gagal jantung di Propinsi Maluku sendiri

berdasarkan diagnosa dokter sekitar 0,31% dari 43.361 orang dan

1
2

berdasarkan diagnosis/gejala sebesar 0,6% dari 72.268 orang (Riset

Kesehatan Dasar, 2018).

Berdasarkan dari data rekam medik RS Hatikudus Langgur bahwa

penderita Gagal Jantung yang dirawat inap tahun 2021 sebanyak..... orang,

pada tahun 2022 sebanyak ......orang serta pada tahun 2023 sebanyak ....

orang ( RM RS Hatikudus Langgur, 2024).

Penyebab gagal jantung digolongkan berdasarkan sisi dominan

jantung yang mengalami kegagalan. Jika dominan pada sisi kiri yaitu :

penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta,

penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amioloidosis jantung,

keadaan curah tinggi (tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Apabila

dominan pada sisi kanan yaitu : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis,

stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung

kongenital (VSD,PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif,

(Arief,.Mansjoer, 2012).

Pada gagal jantung kanan akan timbul masalah seperti : edema,

anorexia, mual, dan sakit didaerah perut. Sementara itu gagal jantung kiri

menimbulkan gejala cepat lelah, berdebar-debar, sesak nafas, batuk, dan

penurunan fungsi ginjal. Bila jantung bagian kanan dan kiri sama-sama

mengalami keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya

bendungan, maka akan tampak gejala gagal jantung pada sirkulasi sitemik

dan sirkulasi paru (Wijaya & Putri, 2013).

Pasien dengan tanda dan gejala klinis penyakit gagal jantung akan

menunjukkan masalah keperawatan aktual maupun resiko yang

berdampak pada penyimpangan kebutuhan dasar manusia seperti


3

penurunan curah jantung, gangguan pertukaran gas,perfusi perifer tidak

efektif, intoleransi aktivitas, hipervolemia, nyeri, ansietas, defisit nutrisi, dan

resiko gangguan integritas kulit (Aspiani, 2015).

Menurut Aspiani, R. Y. (2015) intoleransi aktivitas adalah

ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau

menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari. Apabila intoleransi aktivitas

yang terjadi pada gagal jantung kongestif ini tidak mendapatkan perawatan

yang baik akan menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen

serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, ditandai dengan

adanya kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, disritmia, dispnea,

pucat dan keluar keringat (Aspaiani,RY. 2016). Pada kondisi ini perawat

memfasilitasi pasien untuk beristirahat dengan cukup dan beraktivitas

ringan agar tidak terlalu membebani jantung. Namun disisi lain perawat

harus membantu pasien meningkatkan sirkulasi darah dan kinerja pompa

jantung dengan pergerakan atau aktivitas terstruktur yang dinamakan

manajemen energi. Tindakan keperawatan ini merupakan manajemen

energi dalam penatalaksanaan pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan

pengaturan aktivitas pada pasien gagal jantung. Hal ini senada dengan

penelitian Aspaiani,RY. (2016). menyatakan bahwa terpenuhinya

kebutuhan aktivitas membuat tubuh akan menjadi sehat, sistem

pernapasan dan sirkulasi tubuh akan berfungsi dengan baik, dan

metabolisme tubuh dapat optimal.

Pada gagal jantung yang pengelolaannya tidak tepat terutama pada

intoleransi aktivitas dalam keseimbangan aktivitas, kebutuhan oksigen dan

keseimbangan cairan. Oleh karena itu manajemen energi sangat


4

dibutuhkan pada intoleransi aktivitas karena dapat mengelola penggunaan

energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan

proses pemulihan.Hal ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh (Nisrina,

2020) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

manajemen energi dengan kelelahan, semakin tinggi manajemen energi

maka semakin rendah kelelahan atau intoleransi aktivitas yang dirasakan.

Manajemen energi dalam keperawatan meliputi observasi, terapeutik,

edukasi dan kolaborasi. Pada tindakan terapeutik perawat melakukan

latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif sesuai kemampuan pasien,

memberikan aktivitas distraksi yang menenangkan, memfasilitasi duduk di

sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan.

Sesuai dengan pengalaman penulis selama praktik klinik dibeberapa

rumah sakit, manajemen energi pada pasien CHF belum dijumpai dan

belum dilakukan terhadap pasien CHF. Berdasarkan latar belakang di atas

maka penulis tertarik untuk mengambil judul Studi Kasus“ Asuhan

Keperawaan Pada Pasien CHF Yang Mengalami Intoleransi Aktivitas

Dalam Penerapan Manajemen Energi Di Rumah Sakit Hati Kudus Langgur”

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawaan Pada Pasien CHF Yang Mengalami

Intoleransi Aktivitas Dalam Penerapan Manajemen Energi Di Rumah Sakit

Hati Kudus Langgur

1.3. Tujuan Studi Kasus

Mengetahui gambaran asuhan keperawaan pada pasien CHF yang

mengalami intoleransi aktivitas dalam penerapan manajemen energi di

Rumah Sakit Hati Kudus Langgur


5

1.4. Manfaat Studi Kasus

1.4.1.Bagi Rumah Sakit

Diharapkan bagi rumah sakit dapat memberikan pelayanan

kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama baik antar tim

kesehatan maupun pasien sehingga dapat meningkatkan mutu

pelayanan asuhan keperawaan pada pasien CHF yang mengalami

intoleransi aktivitas dalam penerapan manajemen energi

1.4.2.Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan.

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawaan

pada pasien CHF yang mengalami intoleransi aktivitas dalam

penerapan manajemen energi

1.4.3.Bagi penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

keperawatan, khususnya studi kasus tentang asuhan keperawaan

pada pasien CHF yang mengalami intoleransi aktivitas dalam

penerapan manajemen energi


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asuhan keperawatan Pada Pasien CHF

2.1.1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data

yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Aspaiani,RY. 2016).

Sumber data didapatkan dari klien, keluarga, teman

terdekat, anggota tim perawatan kesehatan, catatan kesehatan,

pemeriksaan fisik, hasil dari pemeriksaan diagnostik dan

laboratorium (Aspaiani,RY. 2016).

Dalam melakukan pengkajian pada klien dengan CHF

menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh :

2.1.1.1. Data Biologis

a. Identitas Klien : Nama, umur, agama, jenis kelamin,

alamat, pendidikan, pekerjaan, pendidikan, status

pernikahan, NO RM, tanggal MRS, tanggal pengkajian.

b. Identitas Penanggung Jawab : Nama, umur, agama,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,

hubungan dengan klien.

2.1.1.2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan

utama sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal

6
7

paroksimal, ortopnea, lelah, pusing, nyeri dada, edema

ektremitas bawah, nafsu makan menurun, nausea,

dietensi abdomen

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian yang mendukung keluhan utama

dengan memberikan pertanyaan tentang kronologi

keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan

gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni

munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema

pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang

mengganggu pasien.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu

tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya

menderita nyeri dada khas infark miokardium,

hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga

obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada

masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan

juga alergi yang dimiliki pasien

d. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga

tentang penyakit jantung, dan penyakit keteurunan lain

seperti DM, Hipertensi.


8

e. Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan

Pengkajian yang dilakukan dengan menanyakan

situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan

dalam pola hidup, seperti minum alkohol atau obat

tertentu, merokok dan kebiasaan tidur menggunakan

bantal. Disamping pertanyaan tersebut, perlu mengkaji

juga data biografi pasien, yaitu nama, umur, jenis

kelamin, alamat, suku dan agama.

f. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan,

dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan

penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap

penyakit penderita. (Aspaiani,RY.2016).

2.1.1.3. Pola aktivitas sehari-hari

Tabel 2.1.1 Hasil Aktifitas sehari-hari Gagal Jantung


Kongestif (CHF)

No Anamnesa Pola aktivitas sehari-hari


1. Pola kebiasaan Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas,
setiap hari dispnea, Perubahan status mental, gelisah, TTV
berubah saat melakukan aktifitas.
2. Makanan atau Kehilangan nafsu makan, mual/muntah,
cairan penambahan berat badan yang signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Penambahan berat badan yang signifikan, asites,
edema.
3. Keamanan dan Nyeri pada daerah dada dan abdomen
kenyamanan
4. Pernapasan Dispnea saat beraktifitas, batuk dengan atau
tanpa sputum, menggunakan alat bantu oksigen.
Pernafasan takipnea, nafas dangkal, bunyi nafas
terdengar krekels, dan mengi, tanpa atau disertai
sputum.
5. Aktivitas Mengalami keletihan saat melakukan perawatan
diri. Pasien menunjukkan kelainan pada
perawatan kebersihan.
9

6. Eliminasi Nokturia, urin berwarna gelap, penurunan


berkemih, konstipasi

2.1.1.4. Pemeriksan fisik

Tabel 2.1.2 Pemeriksaan Fisik Gagal Jantung Kongestif


(CHF)

No Observasi Hasil Observasi


1. Keadaan umum Kesadaran komposmetis kadang koma,
lemah
2. Tanda-tanda vital Tensi: Meningkat
Nadi: Meningkat
Suhu: Normal namun dapat juga meningkat
Pernafasan:Meningkat dan tidak teratur
3. Berat badan Terjadi peningkatan berat badan yang
signifikan bila pasien mengalami edema.
4. Mata Konjungtiva anemis
5. Mulut Bibir kering, cyanosis
6. Pernapasan Ronchi, krekel Dispnea, takipnea,orthopnea.
Batuk dengan atau tanpa sputum. Takikardia
7. Abdomen Asites, pembesaran pada hati, nyeri tekan
8. Integumen Pucat, akral dingin, Cianosisperifer, edema
pada tungkai, pitting odem 2-3
9. Pemeriksaan Pada pasien dengan gagal jantung
penunjang pemeriksaan penunjang meliputi rontgen
toraks, EKG, dan

Pemeriksaan per sistem

1. Sistem pernapasan (B1 Breathing)

Dapat ditemukan dispnea, ortopnea, dispnea noktunal

paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Crackles

atau ronki basah halus secraa umum terdengar pada

dasar posterior paru

2. Sistem Sirkulasi (B2 Bleeding)

Pada pemeriksaan inspeksi adanya pasca pembedahan

jantung, lihat adanya penurunan curah jantung, distensi

vena jugularis, edema. Palpasi perubahan nadi.


10

Auskultasi tekanan darah biasanya menurun akibat

penurunan isi sekuncup. Perkusi batas jantung ad

aperdeseran yangmenandakan adanya hipertrofi jantung

(kardiomegali)

3. Sistem Persyarafan (B3 Brain )

Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis

perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Biasanya

wajah tampak meringis, merintih, dan mengeliat.

4. Sistem Perkemihan (B4 Bladder)

Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan

asupan cairan, adanya oliguria, adanya edema pada

ekstermitas menandakan adanya retensi urine cairan

yang parah.

5. Sistem Perkemihan (B4 Bladder)

Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan

asupan cairan, adanya oliguria, adanya edema pada

ekstermitas menandakan adanya retensi urine cairan

yang parah.

6. Sistem Muskuloskeletal (B6 Bone)

Biasanya tidak ditemukan perubahan tertentu namun

mobilitas fisik pasien menjadi terganggu dan terbatas

menjadi mudah lelah, keletihan.

2.1.1.5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Pemeriksaan

Penunjang pada pasien diabetes melitus meliput :


11

1. Foto thorax dapat mengungkapkan adanya

pembesaran jantung, edema atau efusi pleura yang

menegaskan diagnosa CHF

2. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi,

hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika disebabkan

AMI), ekokardiogram

3. Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia,

hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung,

Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin

meningkat, peninkatan bilirubin dan enzim hati.

2.1.2. Diagnosa

Langkah kedua dalam tahapan asuhan keperawatan

adalah menegakan diagnosa keperawatan yang dialami pasien,

diagnosa keperawatan ini merupakan kesimpulan atas pengkajian

yang telah dilakukan terhadap pasien.

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). diagnosa

keperawatan yang muncul klien CHF adalah:

2.1.2.1. Gangguan pertukaran gas (D.0003)

Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan

atau eliminasi karbondioksida pada membran

alveolus kapiler

Penyebab : Perubahan membran alveolus-kapiler

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Subjektif : Dispnea
12

2) Objektif :PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun,

takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi nafas

tambahan

Kriteria minor :

1) Subjektif : Pusing, penglihatan kabur

2) Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah,nafas cuping

hidung, pola nafas abnormal, warna kulit abnormal,

kesadaran menurun.

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

2.1.2.2. Pola nafas tidak efektif (D.0005)

Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak

memberikan ventilasi adekuat

Penyebab : hambatan upaya nafas (misalnya: Nyeri

saat bernafas)

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Subjektf : Dipsnea

2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase

ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal

Kriteria minor :

1) Subjektif : Ortopnea

2) Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping

hidung, diameter thoraks anterior-posterior

meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital


13

menurun, tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun,

ekskrusi dada berubah.

Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax

2.1.2.3. Penurunan curah jantung (D.0008)

Definisi : ketidakadekuatan jantung memompa darah

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

tubuh

Penyebab : perubahan preload, perubahan afterload

dan/atau perubahan kontraktilitas

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Subjektif : Lelah

2) Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central

venous pressure (CVP) meningkat/,menurun

Kriteria minor :

1) Subjektif : -

2) Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah,

pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

2.1.2.4. Nyeri akut (D.0077)

Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual

atau fungsional dengan onset mendadak

atau lambatberintensitas ringan hingga berat

yang berlangsung kurang dari 3 bulan.


14

Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Sujektif : Mengeluh nyeri

2) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif,

gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur

Kriteria minor :

1) Subjektif : -

2) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas

berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir

terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,

diaforesis.

Kondisi klinis terkait : Cedera Traumatis

2.1.2.5. Intoleransi aktivitas (D.0056)

Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan

aktivitas sehari-hari

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Subjektif : Mengeluh lelah

2) Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari

kondisi istirahat

Kriteria minor :

1) Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktifitas, merasa

tidak nyaman setelah beraktifitas, merasa lemah


15

2) Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi

istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia

saat/setelah aktifitas, gambaran EKG menunjukkan

iskemia,sianosis

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

2.1.3. Intervensi keperawatan

Menurut Tim Pojka SIKI DPP PPNI (2018), Perencanaan

merupakan tindakan ketiga dari proses keperawatan yang meliputi

perkembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau

mengkoreksi masalah-masalah yang di identifikasi pada diagnosa

keperawatan.

Tabel 2.1.3. Diagnosa Keperawatan Pasien Gagal Jantung


Kongestif (CHF)

Diagnosa. Tujuan dan Intervensi


keperawatan Kriteria hasil
Gangguan Tujuan : Setelah (Pemantauan Respirasi
pertukaran dilakukan I.01014)
gas b.d tindakan 1. Monitor frekuensi irama,
perubahan keperawatan kedalaman dan upaya
membran diharapkan nafas
alveolus- pertukaran gas 2. Monitor pola nafas
kapiler meningkat. 3. Monitor kemampuan
Kriterian hasil : batuk efektif
(Pertukaran gas 4. Monitor nilai AGD
L.01003) 5. Monitor saturasi oksigen
a. Dipsnea 6. Auskultasi bunyi nafas
menurun 7. Dokumentasikan hasil
b. bunyi nafas pemantauan
tambahan 8. Jelaskan tujuan dan
menurun prosedur pemantauan
c. pola nafas 9. Informasikan hasil
membaik pemantauan, jika perlu
10. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat

Pola nafas Tujuan : Setelah (Manajemen jalan nafas


tidak efektif dilakukan I.01011)
b.d tindakan 1. Monitor pola nafas
16

hambatan keperawatan (frekuensi, kedalaman,


upaya nafas diharapkan pola usaha nafas)
(mis: nyeri nafas membaik. 2. Monitor bunyi nafas
saat Kriteria hasil : tambahan (mis: gagling,
bernafas) (pola nafas mengi, Wheezing,
L.01004) ronkhi)
a. Frekuensi 3. Monitor sputum (jumlah,
nafas dalam warna, aroma)
rentang 4. Posisikan semi fowler
normal atau fowler
b. Tidak ada 5. Ajarkan teknik batuk
pengguanaan efektif
otot bantu 6. Kolaborasi pemberian
pernafasan bronkodilato,
c. Pasien tidak ekspetoran, mukolitik,
menunjukkan jika perlu.

Penurunan Tujuan : (Perawatan jantung I.02075)


curah jantung setelah dilakukan 1. Identifikasi tanda/gejala
b.d tindakan primer penurunan curah
perubahan keperawatan jantung
preload / diharapkan curah 2. Identifikasi tanda/gejala
perubahan jantung sekunder penurunan
afterload / meningkat. curah jantung
perubahan Kriteria hasil : 3. Monitor intake dan
kontraktilitas (curah jantung output cairan
L.02008) 4. Monitor keluhan nyeri
a. Tanda vital dada
dalam rentang 5. Berikan terapi terapi
normal relaksasi untuk
b. Kekuatan nadi mengurangi strees, jika
perifer perlu
meningkat 6. Anjurkan beraktifitas
c. Tidak ada fisik sesuai toleransi
edema 7. Anjurkan berakitifitas
fisik secara bertahap
8. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
Nyeri akut Tujuan : setelah Manajemen nyeri I.08238)
b.d gen dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
penedera tindakan karakteristik nyeri, durasi,
fisiologis keperawatan frekuensi, intensitas nyeri
(Mis: diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri
Iskemia) tingkat nyeri 3. Identifikasi faktor yang
menurun. memperberat dan
Kriteria hasil : memperingan nyeri
Tingkat nyeri 4. Berikan terapi non
(L.08066) farmakologis untuk
a. Pasien mengurangi rasa nyeri
17

mengatakan 5. Kontrol lingkungan yang


nyeri memperberat rasa nyeri
berkurang dari (mis: suhu ruangan,
skala 7 pencahayaan,kebisingan)
menjadi 2 6. Anjurkan memonitor nyeri
b. Pasien secara mandiri
menunjukkan 7. Ajarkan teknik non
ekspresi farmakologis untuk
wajah tenang mengurangi nyeri
c. Pasien dapat 8. Kolaborasi pemberian
beristirahat analgetik, jika perlu
dengan
nyaman
Intoleransi Tujuan : (Manajemen energi I.050178)
aktifitas b.d setelah dilakukan 1. Monitor kelelahan fisik
kelemahan tindakan dan emosional
keperawatan 2. Monitor pola dan jam tidur
diharapkan 3. Sediakan lingkungan
toleransi aktifitas yang nyaman dan rendah
meningkat. stimulus (mis: cahaya,
Kriteria hasil : suara, kunjungan)
Toleransi aktivitas 4. Berikan aktifitas distraksi
(L.05047) yang menenangkan
a. kemampuan 5. Anjurkan tirah baring
melakukan 6. Anjurkan melakukan
aktifitas aktifitas secara bertahap
sehari-hari 7. Kolaborasi dengan ahli
meningkat gizi tentang cara
b. Pasien meningkatkan asupan
Mampu makanan
berpindah
dengan atau
tanpa bantuan
c. Pasien
mangatakan
dipsnea saat
dan/atau
setelah
aktifitas
menurun

2.1.4. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan proses keperawatan yang

mengikuti rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksanaan

keperawatan mencakup melakukan, membantu, memberikan askep


18

untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta

melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan

kesehatan berkelanjutan dari klien. Proses pelaksanaan

keperawatan mempunyai lima tahap (Dinarti, & Muryanti, Y. 2017).

antara lain:

1. Mengkaji ulang klien. Fase pengkajian ulang terhadap

komponen implementasi memberikan mekanisme bagi perawat

untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang

diusulkan masih sesuai.

2. Menelaah dan modifikasi rencana asuhan keperawatan yang

ada Modifikasi rencana asuhan yang telah ada mencakup

beberapa langkah. Pertama data dalam kolom pengkajian

direvisi sehingga mencerminkan status kesehatan terbaru klien.

Kedua, diagnosa keperawatan direvisi. Diagnosa keperawatan

yang tidak relevan dihapuskan dan diagnosa keperawatan yang

terbaru ditambah dan diberi tanggal. Ketiga, metode

implementasi spesifik direvisi untuk menghubungan dengan

diagnosa keperawatan yang baru dan tujuan klien yang baru.

3. Mengidentifikasi bidang bantuan

Situasi yang membutuhkan tambahan tenaga beragam.

Sebagai contoh, perawat yang ditugaskan untuk merawat klien

imobilisasi mungkin membutuhkan tambahan tenaga untuk

membantu membalik, memindahkan dan mengubah posisi klien

karena kerja fisik yang terlibat. (Dinarti, & Muryanti, Y. 2017).

2.1.5. Evaluasi
19

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan

untuk melihat keberhasilannya. Evaluasi disusun dengan

mengunakan SOAP yang operasional dengan pengertian antara

lain:

S : adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara

subjektif oleh klien dan keluarga setelah diberikan implementasi

keperawatan.

O : adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh perawat

menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi

keperawatan.

A : adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon

subjektif dan objektif klien yang dibandingkan dengan kriteria

dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan

rencana keperawatan klien.

P : adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan

analisis

2.2. Tinjauan Umum Gagal Jantung

1.2.1. Pengertian Gagal Jantung

CongestiveHeart Failure (CHF) merupakan suatu kondisi

patofisiologis yang disebabkan karena adanya bendungan

(kongesti) diparu atau peredaran darah yang disebabkan karena

jantung tidak mampu memompa darah yang beroksigen secara

cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Saputra,

2008).
20

Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan

patofisiologis yaitu jantung tidak stabil untuk menghasilkan curah

jantung yang adekuat sehingga perfusi jaringan tidak adekuat dan

peningkatan tekanan pengisian diastolic pada ventrikel kiri,

sehingga tekanan kapiler paru meningkat. Congestive Heart Failure

(CHF) merujuk pada disfungsi primer pada ventrikel kanan paling

sering berhubungan dengan penyakit paru dan tidak dianggap

sebagai gagal jantung kongestif (Brashers, 2007).

1.2.2. Anatomi Fisiologi Jantung

Menurut Smeltzer & Bare (2002), anatomi fisiologi jantung

adalah :

2.2.2.1 Anatomi

1. Bentuk dan ukuran. Jantung adalah organ berongga

berbentuk kerucut tumpul yang memiliki empat ruang

dan terletak antara kedua paru-paru dibagian tengah

rongga toraks. Dua pertiga bagian dari jantung terletak

disebelah kiri midsternal line ( garis tengah yang

membagi badan menjadi dua, tepat ditengah tulang

rusuk). Jantung dilindungi oleh rongga mediastinum.

Ukuran jantung kurang lebih sebesar kepalan tangan

pemiliknya.

2. Pelapis. Jantung dan pembuluh darah besar dibungkus

oleh selaput pericardium, semacam kantong berdinding

ganda yang dapat membesar dan mengecil. Kantong ini

melekat pada diafragma, sternum and pleura yang


21

membungkus paru-paru. Didalam pericardium terdapat

dua lapisan, yakni lapisan fibrosa luar dan lapisan

serosa dalam. Selain itu, jantung juga dilapisi oleh

rongga pericardial yang merupakan ruang potensial

antara membrane viseral dan parietal.

3. Dinding jantung. Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan,

yaitu :

a. Epikardium luar, tersusun dari lapisan sel-sel

mesotelial yang berada diatas jaringan ikat.

b. Miokardium tengah, terdiri dari jaringan otot jantung

yang berkontraksi untuk memompa darah. Kontraksi

ini menekan darah keluar ruang menuju arteri

besar.

c. Endokardium dalam, tersusundari lapisan

endothelial yang melapisi pembuluh darah yang

masuk maupun meninggalkan jantung.

4. Tanda-tanda permukaan

a. Sulkus koroner (Atrioventrikular) mengelilingi

jantung atrium dan ventrikel.

b. Sulkus intraventrikular anterior dan posterior

memisahkan ventrikel kanan dan ventrikel kiri.

5. Rangka fibrosa jantung. Fibrosa jantung tersusun dari

nodul-nodul fibrokartilago di bagian atas septum

intraventrikular dan cincin jaringan ikat rapat disekeliling

bagian dasar trunkus pulmonalis dan aorta.


22

6. Ruang jantung

Organ jantung tersusun dari empat ruang, yakni

atrium (serambi) kanan dan kiri atas yang dipisahkan

oleh septum intratial serta ventrikel (bilik) kanan dan kiri

bawah yang dipisahkan oleh septum intraventrikular.

Dinding, dinding atrium yang relativetipis bertugas

menerima darah dari pembuluh vena yang membawa

darah kembali ke jantung.

Atrium kanan terletak dibagian kanan superior

kanan jantung, fungsinya adalah menerima darah dari

seluruh jaringan kecuali paru-paru. vena kava superior

dan vena kavain ferior membawa darah yang tidak

mengandung oksigen dari tubuh kembali ke jantung.

Sinus koroner mebawa kembali darah dari dinding,

jantung itu sendiri.

Atrium kiri terletak di bagian superior kiri jantung,

berukuran lebih kecil dan atrium kanan, tetapi

dindingnya lebih tebal. Atrium kiri menampung empat

vena pulmonalis yang mengembalikan darah

teroksogenasi (darah yang kaya oksigen) dari paru-

paru. ventrikel berdinding tebal dan bertugas

mendorong darah keluar jantung menuju arteri.

Ventrikel kanan terletak dibagian inferior kanan

pada apeks jantung. Darah meninggalkan ventrikel

kanan melalui trunkus pulmonary dan mengalir melewati


23

jarak yang pendek menuju paru-paru. ventrikel kiri

terletak dibagian inferior kiri pada apeks jantung. Tebal

dindingnya tiga kali lebih tebal dari dinding ventrikel

kanan. Darah meninggalkan ventrikel kiri melalui aorta

dan mengalir ke seluruh bagian tubuh kecuali paru-paru.

trabeculae cameae adalah hubungan otot bundar yang

tidak teratur dan menonjol dari permukaan bagian dalam

dari kedua ventrikel ke rongga ventrikuler.

7. Katup jantung

a. Katup tricuspid yang terletak antara atrium kanan

dan ventrikel kanan.

b. Katup bicuspid yang terletak antara atrium kiri dan

ventrikel kiri.

c. Katup semilunar aorta dan pulmonary yang terletak

dijalur keluar ventrikular jantung dampai aorta ke

trunkus pulmonary

8. Aliran darah ke jantung

Sirkuit pulmonary adalah jalur menuju dan

meninggalkan paru-paru. sisi kanan jantung menerma

darah terdeogsigenasi (darah miskin oksigen) dari tubuh

dan mangalirkannya untuk dioksigenasai. Darah yang

teroksigenasi kemudian ke bali ke sisi kiri jantung.

Sirkuit sistemik adalah jalur menuju dan

meninggalkan bagian tubuh. Sisi kiri jantung menerima


24

darah teroksigenasi dari paru-paru dan mengalirkannya

ke seluruh tubuh.

9. Sirkulasi koroner

Arteri koroner kanan dan kini merupakan cabang

aorta yang berada tepat diatas katup seminular aorta.

Cabang utama dari arteri koroner sebelah kiri adalah

arteri intraventrikuler anterior (desenden), yang

menyuplai darah ke bagian anterior ventrikel kanan dan

kiri serta membentuk satu caban, yakni arteri merginalis

kiri yang menyuplai darah ke ventrikel kiri. Arteri

sirkumfleksa menyuplai darah ke atrium kiri dan

ventrikel kiri. Cabang utama dari arteri koroner kanan

adalah arteri interventrikular poterior (desenden), yang

menyuplai darah untuk kedua dinding ventrikel.

Sementera arteri marginalis kanan bertugas menyuplai

darah untuk atrium kanan dan ventrikel kanan. Vena

jantung mengalirkan darah dari ke sinus koroner, yang

kemudian bermuara di atrium kanan. Darah mengalir

melalui arteri koroner terutama saat otot-otot jantung

berelaksasi, karena pada saat kontraksi berlangsung

arteri koroner juga tertekan.

2.2.2.2 Fisiologi jantung


25

Menurut Soemantri, Irman. (2012). fisiologi jantung terdiri

dari :

1. Sistem pengaturan jantung

Serabut purkinje serabut otot yang khusus yang

mampu mengantar impuls dengan kecepatan lima kali

lipat kecepatan hantaran serabut otot jantung. Nodus

sinoatrial (nodus S-A) adalah suatu masa jaringan otot

jantung khusus yang terletak di dinding posterior atrium

kanan, tepat dibawah pembukaan vena cava superior.

Nodu S-A mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga

disebut pemicu jantung. Nodus atrioventrikular (nodus

A-V) berfungsi untuk menunda impuls seperatusan deti,

sampai ejeksi darah atrium selesai sebelum terjadinya

kontraksi ventrikular Berkas A-V berfungsi membawa

impuls di sepanjang septum interventrikular menuju

ventrikel.

2. Siklus jantung

Siklus Jantung mancakup periode dari akhir

kontraksi (sistolis) dan relaksasi (diastolis) jantung

sampai akhir sistole dan diastole berikutnya. Kontraksi

jantung mengakibatkan perubahan tekanan volume

darah, baik dalam jantung manapun pembuluh utama

yang mengatur pembukaan dan penutupan katup

jantung, serta aliran darah yang melalui ruang-ruang


26

menuju arteri Berikut peristiwa mekanis yang terjadi

dalam siklur jantung

a. Selama masa diastolis (relaksasi), tekanan dalam

atrium dan ventrikel sama-sama rendah, tetapi

tekanan atrium lebih besar dan tekanan ventrikel.

b. Atrium secara pasif terus-menerus menerima darah

dari vena (vena cava superior dan inferior, vena

pulmonar).

c. Darah mengalir dari atrium menuju ventrikel melalui

katub A-V yang terbuka

d. Tekanan ventrikular mulai meningkat saat ventrikel

mengembang menerima darah yang masuk.

e. Katub seminular aorta dan pulmonar menutup,

karena tekanan dalam pembuluh-pembuluh lebih

besar dari tekanan dalam ventrikel.

f. Sekitar 70 % pengisian ventrikular berlangsung

sebelum systole atrial

g. Akhir dari diastole ventrikular adalah nodus S-A

melepas impuls, atrium berkontraksi, dan terjadi

peningkatan tekanan dalam atrium yang mendorong

bertembahnya darah sebnyak 30 % ke dalam

ventrikel

h. Saat sistole ventrikular, aktifitas listrik menjalar ke

ventrikel yang mulai berkontraksi. Tekanan dalam


27

ventrikel kemudian meningkat dengan cepat dan

mendorong katup A-V untuk segera menutup.

i. Terjadi ejeksi darah ventrikular ke dalam arteri

j. Tidak semua darah ventrikular di keluarkan saat

kontraksi. Volume sistolik akhir darah yang tersisa

pada akhir sistole adalah sekitar 50\ml.

k. Isis sekuncup (70 ml) adalah perbedaan volume

diastole akhir (120 ml) dan volume sistole akhir (50

ml).

l. Pada saat ventrikel berepolarisasi dan berhenti

berkontraksi, tekanan dalam ventrikel menurun tiba-

tiba samapi bawah tekanan aorta dan trunkus

pumonary, sehingga katup semilunar menutup

(bunyi jantung kedua).

m. Adanya peningkatan tekanan aorta singkat akibat

penutupan katup seminular aorta

n. Ventrikel kembali menjadi rongga tertutup dalam

periode relaksasi isovolumetrik, karena katup

masuk dan keluar sudah menutup. Jika tekanan

dalam ventrikel menurun dari 100 mmHg sampai

mendekati nol, jauh dibawah tekanan atrium, katup

A-V akan membuka dan Siklus jantung mulai

kembali.
28

3. Bunyi jantung

Bunyi jantung secara tradisional digambarkan

sebagai lup-dup dan dapat di dengar melalui stetoskop.

"Lup" mengacu pada saat A-V menutup dan "Dup"

mengacu pada saat katup seminular menutup Bunyi

ketiga atau keempat disebabkan vibrasi yang terjadi

pada dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat

ke dalam ventrikel. Bunyi jantung ini dapat didengar jika

diperkuat melalui mikrofon.

Murmur adalah kelainan bunyi jantung atau bunyi

jantung tidak wajar yang berkaitan dengan turbulensi

aliran darah. Bunyi ini muncul karena adanya efek

(cacat atau kerusakan) pada katub, seperti penyempitan

(stenosis) yang menghambat aliran darah ke depan atau

katup yang tidak sesuai, sehingga memungkinkan aliran

balik darah.

Frekuensi jantung normal berkisar antara 60 -

100 denyut permenit, dengan rata-rata denyutan 75 kali

per menit. Dengan kecepatan seperti itu, siklus jantung

berlangsung selama 0,8 detik (yakni sistolik 0,5 detik

diatolik 0,3 detik). Takikardi adalah peningkatan

frekuensi jantung sampai melebihi 100 denyut per menit,

sementara bradikardi adalah kelainan frekuensi jantung,

dimana jantung berdenyut kruang dari 60 per menit


29

1.2.3. Etiologi

Menurut Muttaqin. A (2009). Etiologi terjadinya gagal jantung,

sebagai berikut :

1.2.3.1. Kelainan otot jantung

Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita

kelainan otot jantung, yang berdampak pada menurunnya

kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab

kelainan fungsi otot mencangkup ateroklerosis koroner,

hipertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau

inflamasi.

1.2.3.2. Ateroklerosis koroner

Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena

terganggunya aliran darah ke otot jantung Terjadi

hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).

Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal

jantung.

1.2.3.3. Hipertensi sistemik atau hipertensi pulmonal

Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja

jantung pada gilirannya juga turut mengakibatkan

hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat

dianggap sebagai mekanisme kompensasi, karena akan

meningkatkan kontraktilitas jantung


30

1.2.3.4. Peradangan atau penyakit miokardium degeneratif

Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal

jantung karena kondisi ini secara langsung dapat

merusak serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas

menurun.

1.2.3.5. Penyakit jantung lainnya

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung

sebenamya tidak secara langsung mempengaruhi organ

jantung. Mekanisme yang biasa terlibat mencangkup

gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya stenosis

katup semiluner) serta ketidakmampuan jantung mengisi

darah (misalnya tamponade perikardium, perikarditas,

konstriktif, atau stenosis katup siensi katup AV).

1.2.4. Klasifikasi

Klasifikasi gagal jantung menurut Nisrina, (2020), diantaranya yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi Gagal Jantung

Kelas Definisi Istilah


I Klien dengan kelainan Disfungsi ventrikel kiri
jantung tetapi tanpa yang asimtomatik.
pembatasan aktivitas fisik.
II Klien dengan kelainan Gagal jantung ringan
jantung yang menyebabkan
sedikit pembatasan aktivitas
fisik.
III Klien dengan kelainan Gagal jantung sedang
jantung yang menyebabkan
banyak pembatasan aktivitas
fisik.
IV Klien dengan kelainan Gagal jantung berat
jantung yang segala bentuk
aktivitas fisiknya akan
menyebabkan keluhan.
31

1.2.5. Manifestasi Klinik

Menurut Soemantri, Irman. (2012). manifestasi klinis gagal jantung

secara keseluruhan sangat bergantung pada etiologinya. Namun,

manifestasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Meningkatkan volume intravaskuler

2. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat

3. Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis,

sehingga cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang di

manifestasikan dengan batuk dan napas pendek.

4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat

tekanan sistemik.

5. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai

jaringan dan organ.

6. Tekanan perfusi ginjal manurun sehingga mengakibatkan

terjadinya pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya

akan menyebabkan sekresi aldosterin, retensinatrium dan

cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.

7. Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat,

misalnya disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri.

1.2.6. Patofisiologi Gagal Jantung

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya

melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik

akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa

memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai

dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang


32

nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi

jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah

peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau

preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa

mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan

volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah

perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan

aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa

penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf

adrenergik(Padila, 2012).

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk

memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung

(myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban

berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa

terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula

terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak

tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada

awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi

peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin

aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya

merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan

tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel

akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi

penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang

efektif (Wijaya, 2014).


33

Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi

neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara

waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan

preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum

Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian

afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan

lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang

tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi

sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan

volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien

secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas

(misal pada penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan

gangguan kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel akan

menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung

kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari

tROMbus mural, dan disritmia ventrikel refrakter (Padila, 2012).

Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai

salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard

yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi

gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.Beberapa

data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik

menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak,

karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.

WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat

penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas


34

listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo,

jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas. Mekanisme

yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan

kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih

rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik

dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung

adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup (Soementri,

2012).

Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf

simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk

mempertahankan curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk

mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume

sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk

mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan

masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung,

volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat

dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada

setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:

1.2.6.1. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah

yang mengisi jantung berbanding langsung dengan

tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan

serabut jantung.

1.2.6.2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan

kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan


35

dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar

kalsium.

1.2.6.3. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di

hasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan

tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole

1.2.7. Komplikasi CHF

Menurut Soemantri, Irman. (2012). komplikasi Congestive Heart

Failure (CHF) sebagai berikut:

1.2.7.1. Syok kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi

ventrikel kiri. Dampaknya adalah terjadinya gangguan berat

pada perfusi jaringan dan penghantar ke jaringan. Gejala

ini merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus syok

kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut.

Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40 % atau lebih

jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal

diseluruh ventrikel, karena ketidakseimbangan antara

kebutuhan dan persendian oksigen miokardium.

1.2.7.2. Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema

yang muncul dibagian tubuh mana saja termasuk faktor

apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-paru

meningkat dari batas negative menjadi batas positif.

Penyebab kelainan paru-paru yang paling umum adalah :

1. Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral yang

mengakibatkan peningkatan tekanan kapiler paru-paru,

sehingga membanjiri ruang interstitial dan alveoli).


36

2. Kerusakan pada membrane kapiler paru-paru yang

disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau

terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya (misalnya

gas lorin atau gas sulfur dioksida). Masing-masing

infeksi tersebut menyebabkan kebocoran protein

plasma, sehingga dengan cepat cairan keluar dari

kapiler.

3. Episode tromboli karena pembentukan bekuan vena

karena statis darah.

4. Efusi dan tamponade pericardium.

5. Tosisitas digitakis akibat pemakaian obat-obatan

digitalis.

1.2.8. Pencegahan

1.2.8.1. Menjaga berat badan ideal, atau mengurangi berat badan

jika memiliki befrat badn berlebih

1.2.8.2. Mengonsumsi makanan yang tinggi serat atau tinggi

protein, seperti sayur, buah, ikan, dan biji-bijian. Hindari

makanan yang mengandung lemak jenuh, seperti

gorengan.

1.2.8.3. Kurangi asupan gula dan garam

1.2.8.4. Batasi konsumsi minuman beralkohol

1.2.8.5. Berolahraga secara rutin, setidaknya 30 menit setiap hari

1.2.8.6. Istirahat yang cukup

1.2.8.7. Kelola stress dengan baik

1.2.8.8. Berhenti merokok


37

1.2.8.9. Jika menderita diabetes atau tekanan darah tinggi, segera

berobat. Kedua penyakit ini berisiko menyebabkan gagal

jantung.

1.2.9. Pemeriksaan Penunjang

Peranan pemeriksaan penunjang dalam diagnosis dan tatalaksana

gagal jantung sangatlah besar. Beberapa pemeriksaan penunjang

dilakukan antara lain : pemeriksaan oksimetri nadi, darah (darah

rutin dan kimia darah), elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, dan

foto rontgen toraks.

1. Pemeriksaan Oksimetri nadi bermanfaat mengidentifikasi

sianosis pada bayi. Penurunan saturasi oksigen perkutaneus

tidak dihubungkan dengan penyakit jantung asianotik kecuali

terdapat perfusi jaringan yang buruk atau pirau kanan ke kiri

intrapulmonal (Udjianti, 2013).

2. Elektrokardiografi (EKG), bermanfaat dalam menilai penyebab

gagal jantung tetapi tidak menentukan diagnosis dari gagal

jantung. Pada penyakit inflamasi miokard ditemukan adanya

karakteristik gambaran QRS voltase rendah dengan kelainan

gelombang ST-T yang dapat dilihat pada kasus perikarditis

juga. EKG merupakan penunjang terbaik dalam menilai gagal

jantung yang disebabkan oleh gangguan irama jantung (Padila,

2012).

3. Ekokardiografi adalah modalitas pencitraan utama dalam gagal

jantung anak, karena dapat memperlihatkan secara jelas

struktur dan fungsi jantung. Berbagai kelainan jantung dapat


38

ditegakkan melalui ekokardiografi 2-dimensi dan M-mode.

Pemeriksaan doppler dengan warna dapat menambah

informasi secara bermakna. Apabila ekokardiografi 2-dimensi

lebih banyak rnembantu dalam penentuan kelainan struktural,

maka ekokardiografi M-mode bermanfaat menentukan dimensi

ruang jantung, tebal dinding belakang ventrikel, septum

ventrikel, serta pembuluh darah besar. Pelebaran atrium kiri,

ventrikel kiri, atrium 19 kanan, ventrikel kanan, serta

kontraktilitas ventrikel juga dapat dinilai dengan akurat (Padila,

2012).

4. Foto toraks. merupakan pemeriksaan penunjang yang hampir

selalu dilakukan pada pasien gagal jantung. Pada foto toraks

memperlihatkan kardiomegali dan gambaran edema paru

(Wijaya, 2014).

1.2.10. Penatalaksanaan CHF

Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu

sebagai berikut :

1. Terapi farmakologi :

Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik,

angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI), beta bloker,

angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida jantung ,

antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia pada pasien

dengan keluhan konstipasi.


39

2. Terapi non farmakologi :

Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring, perubahan

gaya hidup, pendidikan kesehatan mengenai penyakit,

prognosis, obat-obatan serta pencegahan kekambuhan,

monitoring dan kontrol faktor resiko.

2. 1. Konsep Intoleransi Aktivitas

2.3.1. Pengertian Intoleransi Aktivitas

Menurut Herdman dan Ananda Putra, R. (2018). intoleransi

aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis

untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan

sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan.

2.3.2. Batasan Karakteristik

Menurut Ananda Putra, R. (2018). batasan karakteristik pada

intoleransi aktivitas diantaranya dispnea setelah beraktivitas,

keletihan, ketidaknyamanan setelah beraktivitas, perubahan

elektrokardiogram (EKG), respon frekuensi jantung abnormal

terhadap aktivitas, dan respon tekanan darah abnormal terhadap

aktivitas.

2.3.3. Pengelolaan Intoleransi Aktivitas Pada CHF

Pengelolaan intoleransi aktivitas pada klien congestive

heart failure adalah upaya untuk memenuhi aktivitas sehari-hari,

meningkatkan kemampuan beraktivitas dan mengurangi keletihan.

Menurut Ananda Putra, R. (2018). pada pasien yang

mengalami intoleransi aktivitas keluhan utama yang dirasakan

adalah kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, disritmia,


40

dispnea, pucat dan keluar keringat. Sehingga pengelolaan

terpenting pada intoleransi aktivitas meliputi pantau tanda-tanda

vital sebelum dan sesudah aktivitas, catat respon kardiopulmonal

terhada aktivitas, evaluasi peningkatan intoleran aktivitas, dan

kolaborasi progra rehabilitasi jantung.

2. 2. Konsep Manajemen Energi

2.4.1. Pengertian Manajemen Energi

Manajemen energi adalah penggunaan energi, penghematan

energi, dan pemulihan energi dalam melakukan aktifitas/latihan

dengan memperhatikan prinsip periode istirahat, dan latihan kegiatan

mulai dari kegiatan yang ringan sampai dengan berat sesuai tingkat

toleransi klien untuk mengobati dan mencegah keletihan serta

mengoptimalkan fungsi Ananda Putra, R. (2018). Pada kasus CHF

perlu dilakukan penelitian untuk menggali dan menjelaskan faktor-

faktor yang berhubungan dengan manajemen energi. Untuk

mengidentifikasi faktor yang memprediksi manajemen energi meliputi:

usia, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan, tingkat keparahan

penyakit, ansietas, depresi dan dukungan sosial..

2.4.2. Jenis Manajemen Energi

Menurut Ananda Putra, R. (2018). Manajemen energi

merupakan serangkaian tindakan keperawatan yang meliputi

pengelolaan: keletihan, latihan dan pergerakan, aktifitas hidup

sehari-hari, kenyamanan biologis dan psikologis, nutrisi, istirahat

tidur, dan dukungan. Pasien Heart failure rata-rata berusia dewasa


41

akhir menjelang lansia. Usia minimal pasien heart failure masih

tergolong dewasa muda yaitu 35 tahun.

2.4.3.Manfaat Manajemen Energi

Menurut Ananda Putra, R. (2018). Terdapat 5 manfaat manajemen

energi dianataranya, yaitu :

1. Menjaga energi, dapat mengatasi atau mencegah kelelahan

2. Dapat menenangkan dengan mangatur aktivitas

3. Menjaga atau memperbaiki kenyamanan tubuh

4. Mengamankan suplai oksigen yang cukup ke seluruh organ

(dalam kombinasi dengan terapi oksigen).

5. Mengontrol cara peningkatan asupan makanan untuk mencegah

terjadinya dehidrasi, konstipasi akibat tidak seimbang

pemasukan dan pengeluaran

2.4.4.Pemenuhan manajemen energi

Menurut Haswita, dan Reni Sulisyowati. (2017). Teknik pemenuhan

manajemen energi adalah suatu metode yang dilakukan untuk

memenuhi menejemen energi. Adapun beberapa tindakan yang dapat

dilakukan untuk memenuhi nutrisi antara lain, yaitu

Standar Operasional Prosedur ( SOP ) Manajemen Energi

1. Pengertian

Manajemen energi adalah penggunaan energi, penghematan

energi, dan pemulihan energi dalam melakukan aktifitas/latihan

dengan memperhatikan prinsip periode istirahat, dan latihan

kegiatan mulai dari kegiatan yang ringan sampai dengan berat


42

sesuai tingkat toleransi klien untuk mengobati dan mencegah

keletihan serta mengoptimalkan fungsi

2. Tujuan

Menjaga atau memperbaiki pemulihan energi

3. Indikasi

a. Meningkatkan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

b. Mencegah terjadinya kelemahan atau kelelahan

4. Pra interaksi

a. Memberikan salam

b. Perawat meperkenalkan diri

c. Melakukan informed consen pada pasien

d. Menjelaskan keuntungan dan kerugian tindakan

e. Menjelaskan prosedur pelaksanaan

f. Meminta persetujuan

g. Persiapan tempat tidur

5. Fase Kerja

a. Perawat cuci tangan

b. Menutup jendela dan tirai

Observasi:

a. identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan

kelelahan

b. monitor kelelahan fisik dan emosional

c. monitor pola dan jam tidur

d. monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan

aktivitas
43

Terapeutik:

a. perawat menyediakan lingkungan nyaman dan rendah

stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)

b. perawat melakukan latihan tentang gerak pasif dan/atau aktif

c. perawat mengajarkan aktivitas distraksi yang menenangkan

d. memfasilitasi pasien duduk di sisi tempat tidur, jika tidak

dapat berpindah atau berjalan

Edukasi:

a. anjurkan tirah baring

b. anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

c. anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala

kelelahan tidak berkurang

d. anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi:

a. mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan

asupan makanan.

6. Terminasi

a. Merapikan pasien

b. Mengevaluasi

c. Menyampaikan rencana tindak lanjut

d. Berpamitan

e. Merapikan alat
44

BAB 3

METODE STUDI KASUS

3.1. Rancangan Studi Kasus

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

prosedur penelitian (Hidayat, 2010). Di dalam penelitian ini peneliti

menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan asuhan

keperawatan pada pesien dispepsia melalai tindakan relaksasi napas

dalam

3.2. Subjek Studi Kasus

Subjek penelitian merupakan subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti

atau subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian (Hidayat,

2010). Subjek pada studi kasus ini adalah pasien CHF yang mengalami

intoleransi aktivitas dalam penerpan manajemen energi. Pada studi kasus

ini, subjek penelitian yang akan diteliti sebanyak 2 subjek dengan kriteria :

1. Kriteria Inklusi :

1) Klien yang menderita CHF

2) Usia diantara 20-40

3) Responden yang mengalami CHF dan sedang dirawat diruang pria

RS Hati Kudus Langgur.

4) Klien CHF yang membutuhkan istirahat total

5) Dapat berkomunikasi dengan baik.

6) Bersedia menjadi responden

2. Kriteria Ekslusi :

1) Klien yang bukan penderita CHF

2) Usia antara <20 />40 tahun


45

3) Dalam kondisi tidak sadar dan mengalami cacat mental

4) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik

5) Tidak bersedia menjadi responden

3.3. Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus identik dengan variabel penelitian yaitu perilaku atau

karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (Nursalam,

2011). Fokus studi kasus ini adalah : Asuhan keperawatan pada pasien

CHF yang mengalami intoleransi aktivitas dalam penerapan manajemen

energi di RS Hati Kudus Langgur

3.4. Defenisi Operasional

1. Asuhan keperawatan adalah asuhan yang di buat oleh perawat untuk

memantau perkembangan pasien sejak dilakukannya tindakan

keperawatan.

2. CHF atau Gagal Jantung adalah kondisi dimana ketidak mampuan

jantung untuk mempah darah keseluruh tubuh

3. Intoleransi aktivitas adalah kondisi dimana seseorang perlu untuk betres

total atau perlu istiraht total

4. Manajenem energi adalah penggunaan energi atau pengematan energi

dalam melakukan aktivitas dalam rangka pemulihan energi

3.5. Instrument Studi Kasus

Instrument penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpuan

data (Notoadmodjo, 2010). Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan

instrument yaitu lembar pengkajian.


46

3.6. Tempat Dan Waktu

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada di RS Hati Kudus Langgur

2. Waktu penelitian

Penelitian direncanakan pada bulan februari – maret 2024

3.7. Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah Tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara

dan narasumber untuk memperoleh data tentang suatu hal. Wawancara

bebas terpimpin merupakan kombinasi dari wawancara terpimpin dan

wawancara tidak terpimpin. Meskipun terdapat unsur kebebasan, tetapi

ada pengaruh pembicaraan secara tegas dan jelas. jadi wawancara ini

mempunyai cirri flesibilitas dan arah yang jelas (Notoatmodjo, 2010).

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data secara mendalam dari

pasien yang mengalami Diabetes melitus

2. Observasi

Observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan yang harus

dijalankan dengan melakukan usaha pengamatan secara langsung ke

tempat yang akan diselidiki (Hidayat 2010 dalam Manalu 2015).

Observasi di laksanakan dengan menggunakan format pengkajian

asuhan keperawatan.

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang ahli medis

memeriksa tubuh pasien untuk memeriksa tanda klinis penyakit, hasil

pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis dan pemeriksaan fisik


47

akan membantu dalam menegakan diagnosis dan perencanaan

perawatan pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis dari

bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan

organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi

(Notoatmodjo, 2010).

4. Dokumentasi

Untuk mendapatkan data sekunder tentang kasus yang sedang diteliti

meliputi catatan medic (medical record), catatan keperawatan atau

berbentuk dokumentasi lainnya.

3.8. Analisa Data dan Penyajian Data

Penyajian data penelitian merupakan cara penyajian dan penelitian

dilakukan melalui berbagai bentuk (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian

ini, Data disajikan dalam bentuk laporan asuhan keperawatan yang terdiri

dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan dan evaluasi.

3.9. Etika Studi Kasus

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan

langsung dengan manusia, maka segi penelitian harus diperhatikan

(Notoatmodjo, S. 2010).

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut:

1. Bebas dari penderitaan yaitu penelitian harus dilaksanakan tanpa

mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika

menggunakan tindakan khusus.


48

2. Bebas dari esploitasi dan partisipasi yaitu subjek harus dihindarkan

dari keadaan yang tidak menguntunkan.

3. Hak untuk ikut atau tidak ikut menjadi responden yaitu hak untuk

mendapatkan jaminan dari perlakukan yang diberikan.

4. Informed consent yaitu hak untuk mendapatkan keadilan serta hak

untuk dijaga kerahasiaanya.

You might also like