You are on page 1of 5

Bab 28 Masalah Choi Jae Hwa

Setibanya dirumah sakit, Choi Bon Hwa segera dibawa ke ruang ICU. Dokter dan perawat yang
sudah bersiap siaga segera memberikan pertolongan untuk menyelamatkan nyawa lelaki paruh
baya pemilik Bon Healthy Food itu.

Sementara itu Eun Kyung mencoba tegar. Walaupun matanya sudah berkaca-kaca, ia mencoba
menahan agar air matanya jangan sampai jatuh. Yeon Jin yang menyadari hal itu segera
memeluk bahu istrinya, mencoba menguatkan gadis berhati lembut itu.

Setelah pergulatan yang cukup lama, akhirnya kondisi Choi Bon Hwa berangsur stabil. Namun
ia masih harus dirawat beberapa hari di rumah sakit. Eun Kyung dan Yeon Jin menarik nafas
lega melihat sang ayah yang sudah mulai tenang.

"Bagaimana kondisinya sekarang, dok?" tanya Yeon Jin pada dokter yang menangani ayah
mertuanya tadi.

"Kondisi pak Choi sudah mulai stabil, namun ia masih harus dirawat beberapa hari. Kami akan
terus memantau kondisinya, sebab dilihat dari riwayat medisnya ini bukan serangan yang
pertama. Pak Choi sudah pernah mengalami serangan jantung baru-baru ini," jelas dokter itu
panjang lebar.

Eun Kyung terkejut mendengar penjelasan sang dokter yang mengatakan ayahnya sudah
pernah mengalami serangan jantung baru-baru ini. Yeon Jin menatap Eun Kyung dengan
ekspresi bingung, ia pun sama sekali tidak tahu kalau ayah mertuanya sudah pernah terkena
serangan jantung.

"Pak Choi harus istirahat total dulu selama beberapa hari, karena jika beliau mendapatkan
serangan lagi kami khawatir akan berdampak buruk bagi nyawanya," tambah dokter itu lagi.

"Setelah ini Pak Choi akan dipindahkan dikamar rawat, anda berdua nanti bisa menjenguk
beliau disana. Kalau begitu saya pergi dulu," lanjut dokter itu dengan senyum ramah.

"Terima kasih, dok. Terima kasih," ucap Yeon Jin.

"Oppaaa... bagaimana ini?" rengek Eun Jung.

"Tenangkan dirimu, sayang. Kita berdoa semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk kedepannya,"
hibur Yeon Jin.

"Ayo! Kita urus kamar ayah dulu!" ajak Yeon Jin pada istrinya.

***
Choi Jae Hwa menyeruput teh Chamomilenya dengan gaya yang sangat anggun. Sore itu ia
sedang bersantai dihalaman belakang rumahnya, menikmati matahari terbenam ditemani
secangkir teh dan sepiring cheese cake kesukaannya.

Wanita paruh baya itu menyenderkan punggungnya kesandaran kursi dan menengadahakan
kepalanya. Kedua matanya terpejam dengan bibir menyunggingkan seulas senyum puas.

"Aaah... tenangnya...," gumam Jae Hwa.

Kemudian ia membuka kedua matanya dan kembali berkata, "pasti sigembel busuk itu sudah
masuk penjara. Akhirnya, aku bisa menyingkirkan lelaki tak tahu diri itu."

"Kalau begitu, malam ini aku harus bertemu Direktur Ahn untuk membicarakan tentang
pernikahan Eun Kyung dan putranya, Ahn Chung Ae," gumam Jae Hwa dengan senyum
diwajah.

"Hm... sebaiknya kutelepon Direktur Ahn untuk membuat janji bertemu malam ini di restoran
favorit kami berdua," lanjut Jae Hwa dengan nada suara menggelikan.

Ia segera mengambil ponslenya yang berada diataa meja dan mencari nomor Direktur Ahn.
Setelah dapat, Jae Hwa segera menghubungi lelaki yang sebentar lagi akan menjadi besannya
itu.

"Halo, Direktur Ahn? Apa kabar?" tanya Jae Hwa basa-basi.

[Baik, bagaimana denganmu, nyonya Choi?]

"Aku juga baik, Direktur Ahn," balas Jae Hwa dengan keramahan yang dibuat-buat.

[Ada apa kau menghubungiku, nyonya Choi?]

"Begini, Direktur Ahn. Malam nanti apakah kau ada acara?" tanya Jae Hwa malu-malu.

[Hm... sepertinya tidak ada. Mengapa memangnya?]

"Aku ingin mengajakmu makan malam direstoran favorit kita berdua. Ada yang ingin
kubicarakan tentang putriku Eun kyung dan putramu Ahn Chung Ae," jawab Jae Hwa dengan
jantung berdegup kencang.

Ia khawatir Direktur Ahn menolak ajakan makan malamnya yang bertujuan untuk
membicarakan hubungan putra putri mereka.
[Oh, mengenai hal itu. Baiklah, aku akan datang malam nanti kerestoran favorit kita. Mungkin
sekitar jam delapan aku baru bisa kesana, sebab ada beberapa urusan yang harus
kuselesaikan terlebih dahulu. Bagaimana, Nyonya Choi?]

"Oh, tak mengapa, Direktur Ahn. Aku akan menunggumu jam delapan direstoran biasa," balas
Jae Hwa tak mampu mneyembunyikan kegirangannya.

[Baiklah, kalau begitu aku tutup teleponnya jika tak ada hal lain yang ingin dibicarakan, Nyonya
Choi. Sebab aku sedang sedikit sibuk]

"Oh, ya. Ya, Direktur Ahn. Maaf sudah menganggu waktumu. Terima kasih, ya," balas Jae Hwa
sopan.

Setelah itu sambungan telepon diputus oleh DIrektur Ahn. Jae Hwa mengerucutkan bibirnya
seraya menatap ponselnya.

"Huh! Untung kau kaya, kalau gak mana mau aku berhubungan dengan lelaki sombong
sepertimu!" sembur Jae Hwa.

Wanita paruh baya itu meletakkan ponselnya kembali diatas meja. Namun tiba-tiba ponslenya
kembali berbunyi, Jae Hwa segera mengambil ponselnya kembali dan keningnya seketika
berkerut melihat nomor tak dikenal dilayar ponselnya.

"Hal...lo? Siapa ini?" sapa Jae Hwa ragu sesaat setelah ia mengangkat telepon dari nomor tak
dikenal itu.

"Jika kau masih sayang nyawamu, jangan pernah berbuat macam-macam lagi pada
menantumu. Camkan itu," bisik suara penelepon diseberang sana.

Bola mata Jae Hwa spontan membulat mendengar kalimat bernada ancaman itu. Namun
sejurus kemudian ekspresinya berubah marah.

"Siapa ini?! Berani kau mengancamku?!" tanya Jae Hwa geram.

Namun tak ada jawaban dari sipenelepon. Hening. Jae Hwa yang marah melanjutkan
ucapannya.

"Kau kira kau bisa main ancam denganku?! Apa kau gak tahu siapa aku?! Tunjukkan mukamu
dan kita lihat siapa yang akan kehilangan nyawanya!" seru Jae Hwa dengan nafas memburu
menahan marah.

Namun sambungan telepon itu telah diputus oleh sipenelepon misterius itu.

"Halo?! Halo?! Halooo?! Sialan!" umpat Jae Hwa marah.


Wanita paruh baya itu melemparkan ponselnya ke meja disampingnya. Ekspresi wajahnya
masih menunjukkan kekesalan yang amat sangat.

"Berani-beraninya orang itu mengancamku! Apa dia gak tahu siapa Choi Jae Hwa, hah?!"

"Tapi, darimana ia dapat nomor ponselku? Gak sembarangan orang bisa dapetin nomorku,"
gumam Jae Hwa dengan kening berkerut.

"Aku harus menyuruh Detektif Lee menyelidikinya."

Setelah berkata seperti itu, ia segera mengambil ponselnya kembali dan menghubungi Deetektif
Lee. Namun setelah menghubungi Deetektif Lee, kemarahannya bukannya mereda justru
semakin memuncak. Sebab ia mendapat kabar dari Detektif Lee kalau menantunya, Kim Yeon
Jin, telah bebas.

"APPA??!!!" seru Jae Hwa ditelepon.

"Bagaimana bisa?!"

"Bukankah kau bilang menantuku yang gembel itu dapat disingkirkan dengan mudah?! Kau
bilang ia akan membusuk dipenjara selama tujuh sampai delapan tahun?!" seru Jae Hwa
murka.

[Saya minta maaf Nyonya Choi, ada hal tak terduga yang membuat saya harus membebaskan
menantu anda]

"Apa?! Apa itu? Katakan padaku!"

[Bukti yang sudah kita buat kurang kuat untuk menjerat menantu anda, nyonya. Saya merasa
menyesal tidak bisa memenuhi keinginan anda]

"Kerjamu benar-benar gak becus! Bagaimana bisa Eun Jung merekomendasikan kau kepadaku
untuk melakukan hal ini!"

[Sekali lagi saya mohon maaf, nyonya Choi]

"Sudahlah! Jangan pernah menghubungiku lagi!"

Setelah berkata seperti itu, Choi Je Hwa memutuskan sambungan telepon. Kali ini ia benar-
benar amat sangat marah. Sorenya yang tadinya indah kini berubah menyebalkan.

"Arrgghh!! Detektif Lee sialan! Rencanaku hancur berantakan! Gak ada satupun yang berjalan
dengan baik!!" teriak Jae Hwa.
TIba-tiba ia teringat sesuatu, "Direktur Ahn!"

"Aaaahhh!!! Gimana ini?! Aku sudah terlanjur membuat janji pada Direktur Ahn untuk bertemu
malam ini!"

"AAAAAA.... Kepalaku serasa mau pecah!" teria Jae Hwa frustasi.

####

You might also like