You are on page 1of 8

CARADDE: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat

https://journal.ilininstitute.com/index.php/caradde
Volume 5 | Nomor 3 | April |2023
e-ISSN: 2621-7910 dan p-ISSN: 2621-7961
DOI: https://doi.org/10.31960/caradde.v5i3.1753

Deteksi Dini Masalah Kesehatan Mental pada Remaja dengan Self-Reporting


Questionnaire (SRQ-29)
Rika Sarfika 1, Hema Malini 2, Nursyirwan Effendi 3, Putri Indah Permata 4, Ainul Fitri 5,
Febi Sagitaria 6

Kata Kunci: Abstrak. Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah


Masalah Kesehatan Mental; melakukan skirining kesehatan jiwa sebagai upaya
PTSD; deteksi dini masalah kesehatan jiwa pada remaja.
Kecemasan; Metode pelaksanaan kegiatan terdiri dari 3 tahapan yaitu
Depresi; tahap persiapan, pelaksanaan skrining dengan instrumen
Psikoaktif;
SRQ-29 (Self-Reporting Quetionnaire 29) dan edukasi.
Zat Psikotik.
Sebanyak 176 orang remaja siswa/siswi di salah satu
Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Padang mengikuti
kegiatan ini hingga tuntas. Remaja yang ikut terdiri dari
dari kelas 10, 11, dan 12. Hasil kegiatan ditemukan
Keywords :
Mental Health Problems;
bahwa lebih dari separuh remaja (56,8%) teridentifikasi
PTSD; mengalami gejala neurosis (kecemasan dan depresi),
Anxiety; lebih dari separuh remaja (63,6%) mengalami gejala
Depression; psikotik, sebagian besar remaja (77,3%) teridentifikasi
Psychoactive; mengalami gejala PTSD, dan sekitar 0,6% remaja
Psychotic Substance. terindentifikasi menggunakan zat psikoaktif. Hasil yang
diperoleh menggambarkan bahwa sebagian besar remaja
mengalami masalah kesehatan jiwa berupa gejala
kecemasan dan depresi, gejala psikotik, dan gejala PTSD
Corespondensi Author yang memerlukan perhatian dan penanganan lebih
Keperawatan Jiwa, Fakultas lanjut. Untuk itu, perhatian dan partisipasi aktif dari
Keperawatan Universitas Andalas semua pihak, seperti pemerintah (dinas pendidikan,
Kampus Limau Manis, Padang. dinas kesehatan, pihak sekolah), serta keluarga
Sumatera Barat. 25163 mengatasi masalah kesehatan jiwa pada remaja secara
Email: rikasarfika@nrs.unand.ac.id serius. Peningkatan fungsi layanan bimbingan dan
konseling (BK) di sekolah sangat penting. Penyuluhan
dan edukasi kesehatan jiwa dapat dilakukan secara
terjadwal sebagai upaya peningkatan kesedaran dan
History Article pemahaman remaja terkait kesehatan jiwa.
Received: 29-08-2022;
Reviewed: 12-11-2022; Abstract. The purpose of this community service activity
Accepted: 17-04-2023; is to carry out mental health screening as an effort to
Available Online: 19-04-2023; detect mental health problems in adolescents early. The
Published: 22-04-2023; method of implementing the activity consists of 3 stages,
namely the preparation stage, the implementation of
screening with the SRQ-29 instrument (Self-Reporting
Questionnaire 29), and education. One hundred seventy-
six teenage students in one of the Padang City State
Senior High Schools participated in this activity.
Adolescents who participated consisted of grades 10, 11,
and 12. The results of these activities found that more

397
Caradde: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Vol 5 No 3, April 2023

than half of adolescents (56.8%) were identified as having


symptoms of neurosis (anxiety and depression), more
than half of adolescents (63.6%) were identified with
psychotic symptoms, most of the adolescents (77.3%)
were identified PTSD symptoms, and about 0.6% of
adolescents were identified as using psychoactive
substances. The results illustrate that most adolescents
experience mental health problems in the form of anxiety
and depression, psychotic, and PTSD symptoms that
require further attention and treatment.
For this reason, the attention and active participation of
all parties, such as the government (education office,
health office, schools) and families, overcome seriously
adolescent mental health problems. The improvement of
the function of guidance and counseling services (BK) in
schools is very important. Counseling and scheduled
mental health education can increase adolescent
awareness and understanding of mental health.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution


4.0 International License

PENDAHULUAN konflik dalam diri remaja yang menimbulkan


tindakan-tindakan yang mengejutkan, dan
Masalah kesehatan jiwa dikalangan letupan emosional yang menggebu-gebu
remaja semakin memperihantikan. World (Fhadila, 2017). Konflik yang terjadi terus
Health Organization (WHO) tahun 2021 menerus dapat menimbulkan masalah
mengungkapkan bahwa 1 dari 7 remaja usia psikologis pada remaja seperti konsep diri
10-19 tahun di dunia memiliki gangguan negatif, prestasi akademik yang buruk,
mental dan penyakit ini terhitung sekitar 13% kurangnya persiapan untuk menghadapi
sebagai beban penyakit global pada perubahan dimasa pubertas, serta
kelompok usia ini (WHO, 2021a). Data Riset penyimpangan seksual dan perilaku (Kloep et
Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) al., 2015).
mengungkapkan bahwa secara nasional Aspek terpenting dari fase
prevalensi gangguan mental emosional perkembangan psikososial individu di usia
(kecemasan dan depresi) pada penduduk usia remaja adalah terbentuknya identitas diri.
15 - 24 tahun adalah sebanyak 10%. Lebih Apabila perkembangan ini tidak tercapai atau
lanjut, jika dilihat dari data gangguan mental gagal, remaja akan kebingungan menentukan
emosional menurut provinsi, maka dapat dan menilai dirinya yang membuatnya
diketahui bahwa Provinsi Sumatera Barat menjadi mudah terpengaruh dengan
memiliki prevalensi gangguan mental lingkungan, sulit mengambil keputusan,
emosional yang cukup tinggi yaitu 13,0%. mengatasi masalah, dan memegang tanggung
Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan jawab (Hurlock, 2009). Remaja menjadi
dengan prevalensi secara keseluruhan yaitu mudah stres, cemas, depresi, bahkan dapat
9,8%. memicu munculnya gangguan psikotik
Remaja adalah masa transisi dari masa (Susanto & Dadang., & Nugraha, 2022).
kanak-kanak menuju dewasa yang mengalami Masa remaja merupakan masa yang
perubahan fisik dan kognitif yang signifikan, sangat penting bagi kesehatan mental.
serta mengalami peningkatan kemandirian Konsekuensi dari kegagalan mengatasi kondisi
dalam hubungan sosial dan pembentukan kesehatan mental pada masa remaja adalah
identitas diri (Hardoni et al., 2019). Namun, meluasnya masalah kesehatan mental pada
dalam masa transisi ini seringkali terjadi usia dewasa, merusak kesehatan fisik dan

398
Sarfika, et. al. Deteksi Dini Masalah Kesehatan...

membatasi kesempatan untuk menjalani


kehidupan yang memuaskan sebagai individu
dewasa (WHO, 2021b).
Berdasarkan informasi tersebut diatas,
maka tidak menutup kemungkinan adanya
masalah kesehatan mental pada remaja
sekolah menengah atas di Kota Padang, seperti
kecemasan, depresi, dan bahkan gangguan
psikoaktif. Hasil studi pendahuluan
sebelumnya didapatkan informasi bahwa ada
cukup banyak siswa/siswi yang datang ke guru Gambar 1. Sosialisasi Kegiatan pada Mitra
BK dengan keluhan merasa cemas berlebihan,
ketakutan berlebihan, mengeluh stres, dan
tidak konsentrasi belajar. Bahkan ada siswa
yang sudah terdiagnosis depresi dan sudah
menjalani pengobatan di Rumah Sakit.
Permasalahan tersebut seharusnya
dapat ditangani secara serius oleh semua pihat
terkait. Kerjasama antara profesional
kesehatan dengan sekolah sangat penting
dalam membantu remaja mengatasi
masalahnya. Skrining adalah langkah utama
yang dapat dilakukan untuk dapat mendeteksi
dini masalah kesehatan mental pada remaja. Gambar 2. Penyamaan Persepsi dan
Namun, hal ini belum dapat dilakukan sekolah Penjelasan Peran Mitra
karena keterbatasan
Untuk menyelesaikan permasalahan Pada tahap kedua atau tahap
remaja diatas, makan tim pengabdian pelaksanaan skrining, tim PKM yang dibantu
masyarakat tertarik melakukan kegiatan oleh guru BK melakukan skrining masalah
skrining sebagai upaya deteksi dini masalah kesehatan mental dengan menggunakan alat
kesehatan mental pada remaja. Adapaun SRQ-29 (Self-Reporting Questionnaire 29) dikelas
Tujuan kegiatan ini adalah agar dapat yang telah disediakan oleh pihak sekolah.
mengetahui gambaran masalah kesehatan Remaja mengisi instrumen SRQ-29 melalui
mental pada remaja. Sehingga, hasil kegiatan tautan google form yang diberikan oleh tim
ini dapat digunakan sebagai dasar menentukan PKM. Sebelum mengisi instrumen, remaja
atau menyusun intervensi yang akan diberikan diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai
pada remaja pada kegiatan selanjutnya. kegiatan yang akan dilakukan, cara pengisian
google form, tujuan kegiatan, dan manfaatnya
bagi remaja. Gambaran kegiatan skrining
METODE
dapat dilihat pada gambar 3.
Metode pelaksanaan kegiatan
Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini
terdiri dari 3 tahapan, yaitu 1) tahap persiapan;
2) tahap skrining; dan 3) tahap edukasi. Tahap
pertama atau tahap persiapan, tim PKM
melakukan sosialisasi kegiatan, penyamaan
persepsi dengan pihak sekolah, dan
menetapkan siswa/siswi yang akan dilibatkan
dalam kegiatan PKM dan menjelaskan peran
sekolah dalam kegiatan tersebut. Kegiatan
sosialisasi dan penyamaan persepsi dapat
dilihat pada gambar 1 dan 2.
Gambar 3. Suasana Pelaksanaan Skrining di
Salah Satu Kelas

399
Caradde: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Vol 5 No 3, April 2023

Sedangkan tahap ketiga atau tahap Mitra kegiatan PKM ini adalah
edukasi, remaja diberikan pengetahuan umum SMAN 4 Padang. Sekolah ini terletak di
tentang masalah kesehatan jiwa yang sering Kecamatan Lubug Begalung, Kota Padang.
terjadi pada remaja. Remaja dikenalkan Peserta dalam kegiatan ini berjumlah 176
dengan jenis-jenis masalah kesehatan jiwa, dan orang yang terdiri dari siswa/siswi kelas 10,
cara penanganan yang dapat dilakukan oleh kelas 11, dan kelas 12 SMAN 4 Padang. Data
remaja. Gambaran kegiatan pada tahap ini skrining diolah dan dianalisis menggunakan
dapat dilihat pada gambar 4. IBM SPSS Statisctic 23. Analisis descriptive
dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi
masalah kesehatan mental pada remaja yang
terdiri dari 4 aspek yaitu gejala neurosis, gejala
psikotik, PTSD, dan penggunaan zat
psikoaktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil kegiatan PKM ini adalah berupa


hasil skrining masalah kesehatan mental pada
remaja yang dapat dilihat tabel 1 dibawah ini.
Gambar 4. Suasana Pemberian Edukasi

Tabel.1 Distribusi Frekuensi Masalah Kesehatan Mental pada Remaja (N=176)


No Klasifikasi f %
1 Neurosis
− Tidak ada gejala kecemasan dan atau depresi
76 43.2
− Ada gejala kecemasan dan atau depresi 100 56.8
2 Psikoaktif
− Tidak ada indikasi zat psikoaktif
175 99.4

− Ada indikasi zat psikoaktif 1 0.6


3. Psikotik
− Tidak ada gejala psikotik
64 36.4

− Ada gejala psikotik 112 63.6


4 PTSD
− Tidak ada gejala PTSD
40 22.7

− Ada gejala PTSD 136 77.3


Sumber: Data Primer 2022

Berdasarkan Tabel 1, maka dapat sebesar 0,6% peserta pernah menggunakan zat
diketahui bahwa Sebagian besar peserta atau psikoaktif.
sekitar 77,3% peserta mengalami gejala Post 1. Post Traumatic Distress Syndrom (PTSD)
Traumatic Syndrom Disorders (PTSD), yakni Hasil penelitian ini menujukkan
sebanyak 136 responden (77,3%), lebih dari bahwa PTSD merupakan masalah kesehatan
separuh peserta atau sebesar 63,6% peserta mental yang paling banyak ditemukan dengan
mengalami gejala psikotik, lebih dari separuh persentase sebesar 77,3%. Hasil ini sejalan
peserta atau sebesar 56,8% peserta ada gejala dengan penelitian yang dilakukan oleh Arini &
gangguan neurosis (masalah kecemasan dan Syarli, (2020) dalam kegiatan deteksi dini
atau depresi), dan sebagian kecil peserta atau gangguan jiwa dan masalah psikososial pada

400
Sarfika, et. al. Deteksi Dini Masalah Kesehatan...

penduduk usia 17 – 35 tahun di Batam, dimana akan sering dihantui ingatan terhadap
masalah kesehatan yang paling banyak terjadi peristiwa atau kejadian buruk mereka alami
adalah PTSD yaitu sebesar 32%. Namun, jika dimasa lalu yang bisa datang melalui mimpi.
dibanding nilai persentase nya, frekuensi gejala 2. Gejala Psikotik
PTSD pada remaja dalam kegiatan PKM ini Berdasarkan hasil kegiatan PKM ini
lebih tinggi dibanding dalam penelitian diketahui bahwa lebih dari separuh peserta
tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena (63,6%) memiliki gejala psikotik. Sejalan
kriteria peserta yang diikutsertakan berbeda. dengan penelitian Arini & Syarli (2020)
Pada kegiatan PKM ini peserta nya adalah terdapat 42 orang responden (21%) mengalami
remaja usia sekolah menengah yang memiliki gangguan psikotik. Hampir separuh peserta
rentang usia 14 – 18 tahun. PTSD memiliki (48.9%) menyatakan sering mengalami
manifestasi klinik yang bervariasi bergantung gangguan atau hal yang tidak biasa dalam
pada berbagai faktor, seperti usia, pendidikan, pikiran mereka.
dan lain-lain (Arini & Syarli, 2020). Psikosis awal merupakan suatu tanda
Persatuan Psikiater Amerika atau gejala yang di tandai dengan pikiran, persepsi
American Psychiatric Association (2013) dan perilaku yang menyimpang. Psikosis
mendefinisikan PTSD sebagai kondisi mental selalu diawali dengan fase prodomal, fase
dimana seseorang akan mengalami serangan tersebut di tandai dengan gejala non psikotik
panik yang dipicu oleh trauma pengalaman seperti kemampuan berkonsentrasi menurun,
masa lalu. PTSD merupakan gangguan penurunan motivasi, depresi, cemas, gangguan
psikologis yang terjadi pada orang yang pernah pola tidur, dan sosial (Agustina et al., 2022)
mengalami peristiwa yang tragis atau luar Remaja yang mengalami psikosis awal
biasa (Cestari V, Barbosa .I, Floencio.R, 2017). disebabkan oleh beberapa faktor seperti
Permasalahan PTSD yang tidak ditangani keturunan, kognitif, disfungsi sosial yang
dengan baik dapat menimbulkan berbagai buruk, trauma dimasa lalu, hingga stress
dampak pada kesehatan fisik seperti dikarnakan trauma juga menimbulkan
somatoform, kardiorespirasi, muskuloskeletal, kerentanan pada individu untuk mengalami
gastrointestinal, dan gangguan imunologis psikosis awal (Subandi, 2014). Remaja yang
(Kessler et al., 2014). mengalami psikosis awal sangat penting dalam
Seseorang yang mengalami PTSD mencari bantuan. Bantuan tersebut dapat
akan merasa sangat terganggu jika peristiwa berupa dukungan dari keluarga, teman sebaya
yang tidak menyenangkan yang menimbulkan hingga tenaga kesehatan. Bantuan awal yang
trauma tersebut teringat kembali. Seperti dapat di lakukan dengan tepat dapat
dalam hasil skrining pada kegiatan PKM ini mengurangi tanda dan gejala psikosis awal
memberikan informasi bahwa hamper separuh (Kim W et al., 2017)
peserta (40.3%) teridentifikasi menyatakan 3. Gejala Neurosis
sangat terganggu jika berada dalam situasi
Hasil kegiatan PKM ini didapatkan
yang mengingatkan remaja akan bencana atau
informasi bahwa lebih dari separuh peserta
jika berpikir tentang bencana itu. Sejalan
(56,8%) mengalami gejala neurosis
dengan penelitian Rustam & Nurlela, (2019)
(kecemasan dana tau depresi). Peserta
bahwa kilas balik peristiwa rata-rata diawali
menyatakan bahwa mereka mudah merasa
dengan teringat akan kejadian traumatis yang
lelah (57,4%), kesulitas mengambil keputusan
muncul oleh adanya masalah yang dihadapi
(55,7%).
atau sedang melamun. sebanyak 42 remaja
Remaja dengan gejala neurosis dan
(23,9%) remaja menghindari kegiatan, tempat,
gangguan terkait dapat menyebabkan kinerja
orang atau pikiran yang mengingatkan mereka
akademis menjadi buruk, putus sekolah, dan
akan bencana yang dialami. Sesuai dengan
bahkan ada ide bunuh diri. Kecemasan adalah
penelitian Wardhani & Lestari (2006) bahwa
salah satu gangguan mental yang paling umum
Sebanyak 35,2% responden mengalami mimpi
terjadi di seluruh dunia dan banyak penelitian
tentang suatu bencana/musibah atau remaja
epidemiologis menunjukkan bahwa tingkat
merasa seolah mengalami kembali kejadian
kejadian penyakit ini meningkat pesat pada
bencana yang pernah dialaminya dulu yang
remaja dan dewasa muda (WHO, 2021b).
mengganggu kehidupan mereka. Hal ini
Gejala gangguan kecemasan
menunjukkan bahwa seseorang dengan PTSD
dimanifestasikan sebagai pengalaman

401
Caradde: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Vol 5 No 3, April 2023

emosional yang menyakitkan yang tidak langkah yang sangat penting dilakukan saat
sepadan dengan situasi, seperti kegelisahan ini.
psikomotor atau disfungsi saraf vegetatif Dampak lanjut penyalahgunaan narkoba
disertai dengan ketidaknyamanan fisik yang atau zat psikoaktif adalah gangguan jiwa.
tidak hanya membawa masalah bagi remaja, Seseorang yang kecanduan menggunakan
tetapi juga sangat mempengaruhi fungsi sosial narkoba atau zat psikoaktif lainnya dapat
mereka, kepuasan hidup, dan sebagainya mengalami halusinasi berupa auditorik dan
(Oltmanns et al., 2018). Cemas merupakan visual serta waham kebesaran dan waham
respon emosional yang tidak menyenangkan kejaran, dan juga bisa terjadi gangguan emosi
terhadap berbagai macam stressor baik yang berupa mood hipotimia serta afek yang terbatas.
jelas maupun tidak teridentifikasikan yang Penyalahgunaan zat psikoaktif pada remaja
ditandai dengan adanya sebuah perasaan dapat terjadi karena salah pergaulan,
takut, khawatir, dan perasaan terancam dukungan keluarga yang kurang terhadap
(Patimah & Nuraeni, 2015). keadaan atau masalah yang dihadapi remaja,
4. Psikoaktif serta kurangnya pengetahuan mengenai
Hasil kegiatan PKM ini juga ditemukan kondisi remaja (Yustiana & Nyoman, 2019)
sebagian kecil peserta (0,6%) terindikasi
pernah menggunakan zat psikoaktif. Peserta SIMPULAN DAN SARAN
menyatakan dirinya pernah mencoba
menggunakan narkoba atau minum alkohol. Hasil PKM ini menunjukkan bahwa
Penggunaan zat psikoaktif menjadi salah satu sebagian besar peserta remaja mengalami
cara bagi remaja untuk mengatasi masalah. masalah kesehatan mental, seperti gejala
Penelitian yang dilakukan oleh Arini & Syarli, neurosis (kecemasan, depresi), gangguan
(2020) juga mengungkapkan bahwa sekitar 4% psikotik, PTSD, dan penggunaan zat
menyatakan dirinya pernah menggunakan zat psikoaktif. Untuk itu, perlu upaya pencegahan
psikoaktif narkoba. dini seperti melakukan skrining secara rutin di
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat sekolah untuk dapat mendeteksi lebih awal
yang apabila digunakan dapat menimbulkan masalah kesehatan mental pada remaja. Hal
kecanduan atau ketergantungan. Seseorang ini guna mengatasi dampak klinis lebih lanjut
yang menggunakan zat psikoaktif seperti yang dapat berpengaruh pada kualitas hidup
narkoba dapat timbulnya gejala intoksikasi remaja. Selain itu, kerjasama berbagai pihak
yang dapat menyebabkan terjadinya seperti dinas pendidikan, dinas kesehatan,
perubahan memori, perilaku, kognitif, alam guru, dan orang tua sangat penting untuk
perasaan dan kesadaran. Penggunaan zat bersinergi melakukan upaya prenventif
psikoaktif juga dapat menimbulkan kondisi maupun upaya pengobatan bagi remaja yang
toleransi (overdosis), sindroma putus zat sudah terdiagnosis.
(withdrawal) (Yusuf, 2015). Meskipun dalam Dengan adanya kegiatan PKM ini
kegiatan PKM ini hanya ditemukan sebesar dapat memberikan manfaat bagi sekolah dan
0,6% peserta pernah menggunakan zat bagi siswa/siswi sendiri. Manfaat bagi sekolah
psikoaktif, angka ini harus menjadi perhatian adalah dapat mengetahui dan mengidentifikasi
mengingat angka kasus penyalahgunaan masalah kesehatan mental yang dialami
narkoba pada remaja saat ini cukup tinggi di peserta didiknya. Bagi remaja, kegiatan PKM
Indonesia. ini memberikan manfaat bahwa mereka dapat
Badan Narkotika Nasional (BNN) mengetahui kesehatan mental mereka sendiri
mengungkapkan fakta bahwa prevalensi dan dapat menambah pengetahuan tentang
penyalahgunaan NAPZA di Indonesia setiap masalah kesehatan mental dan jenis-jenisnya.
tahun selalu meningkat. Pada tahun 2011 Hasil skrining ini selanjutnya
prevalensinya sebesar 2,32%, tahun 2013 digunakan untuk menentukan rencana tindak
sebesar 2,56%, dan tahun 2015 meningkat lagi lanjut pada kegiatan berikutnya. Untuk
sebesar 2,80% (BNN, 2014). Fenomena ini siswa/siswi yang teridentifikasi mengalami
tentu harus menjadi perhatian bersama dan masalah kesehatan mental maka akan
harus diwaspadai mengingat Indonesia sedang direkomendasikan untuk diberikan
menghadapi bonus demografi. Sehingga penanganan sebagaimana mestinya.
program promotif dan upaya preventif menjadi Sedangkan, pada siswa/siswi yang tidak

402
Sarfika, et. al. Deteksi Dini Masalah Kesehatan...

teridentifikasi mengalami masalah kesehatan 2


mental, direkomendasikan untuk mengikuti
Mineka, AL, W., Wolitzky-Taylor, Vrshek-
program RIKA (Remaja Peduli Kesehatan
Schallhorn, MG, C., & Hammen C, Z. R.
Jiwa) yang akan dibina menjadi remaja yang
(2020). Prospective neuroticism-stress
peduli terhadap masalah kesehatan mental diri
effects on major depressiveepisodes:
dan lingkungan mereka.
primarily additive effects of the general
neuroticism factor and stress. Journal of
DAFTAR RUJUKAN Abnormal Psychology, 129((6), 646–657.

Agustina, D., Khairiah, A., Ramadhani, A., & Oltmanns, GT, S., TF, O., & TA, W. (2018).
Hrp, P. A. A. (2022). Gambaran General factors of
Kesehatan Mental Remaja Pada Masa psychopathology,personality, and
Pandemi Covid-19 di Kelurahan Nelayan personality disorder: across domain
Indah. MARTABE : Jurnal Pengabdian comparisons. Clinical Psychological Science,
Masyarakat, 5(2), 609–616. 6(5), 581–589.

Arini, L., & Syarli, S. (2020). Deteksi Dini Patimah, S., & Nuraeni, A. (2015). Pengaruh
Gangguan Jiwa Dan Masalah Psikososial Relaksasi Dzikir terhadap Tingkat
Dengan Menggunakan Self Reporting Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis
Qustioner (SRQ-29). Jurnal Keperawatan yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal
Muhammadiyah, 5(1), 167–172. Keperawatan Padjadjaran, 3(1).
https://doi.org/10.30651/jkm.v5i1.4672 RC, K., S, R., & KC, K. (2014). How well can
BNN. (2014). Laporan Akhir Survei Nasional post-traumatic stress disorder be
PerkembanganPenyalahgunaan Narkoba predicted from pre-trauma risk factors?
Tahun Anggaran 2014. An exploratory study in the WHO World
Mental Health Surveys. World Psychiatry,
Cestari V, Barbosa .I, Floencio.R, P. . . & M. . 13(265).
(2017). Stress in nursing students: study
on socio-demographic and academic RISKESDAS. (2018). Motivasi Belajar dalam
vulnerabilities. Acta Faul Enferm, 30(2), Perkembangan Remaja. Deepublish.
190–196. Rustam, M. Z. A., & Nurlela, L. (2019).
Fhadila, D. D. (2017). Menyikapi Perubahan Gangguan Kecemasan dengan
Perilaku Remaja. Jurnal Penelitian Guru Menggunakan Self Reporting
Indonesia, 16–22. Questionaire (SRQ-29) Di Kota
Surabaya. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Hardoni, Y., Neherta, M., & Sarfika, R. Mulawarman, 3(2), 58–66.
(2019). Reducing Aggressive Behavior of
Adolescent with Using the Aggression Subandi. (2014). Interaksi Dinamis Penderita
Replacement Training. Jurnal Endurance, Gangguan Psikotik dengan Keluarga. In
4(3), 488. Buletin Psikologi, 22(2).
https://doi.org/10.22216/jen.v4i3.4587 Susanto, A., & Dadang., & Nugraha, G.
Hurlock, E. B. (2009). Psikologi Perkembangan. (2022). Rancang Bangun Aplikasi
Erlangga. Skrining Kesehatan Mental Remaja
Berbasis Web di RSUD Dr. Dradjat
Kim W, J., SY, C., T, L., K, H., & E., P. Prawiranegara. Jurnal Innovation And
(2017). Mortality in Schizophrenia and Future Technology, 29–38.
Other Psychoses : Data from the South
Korea National Health Insurance Wardhani, & Lestari. (2006). Gangguan Stress
Cohort. Korean Medical Science, 32, 835- Pasca Trauma Korban Pelecehan Seksual
842. dan Perkosaan. Pusat Pengembangan Dan
Penelitian Sistem Dan Kebijakan, 1(1), 1–
Kloep, M., Hendry, L. B., Taylor, R., & Stuart- 17.
hamilton, I. (2015). Development from
Adolescence to Early Adulthood. WHO. (2021a). Adolescent Mental Health.
https://doi.org/10.4324/978131570795 World Health Organization.

403
Caradde: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Vol 5 No 3, April 2023

https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/adolescent-mental-health
WHO. (2021b). Adolescent Mental Health.
Yustiana, A. V., & Nyoman, A. L. (2019).
Gangguan psikotik akibat penggunaan
ganja (cannabis): studi kasus. Medicina,
50,(2), 400–403.

404

You might also like