You are on page 1of 20

LAPORAN KASUS

SKABIES

Disusun Oleh:

dr. Chaerunnisa Supriani Saputri

Pembimbing:

dr.Sandra L. Dunggio

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP PUSKESMAS DUNGINGI

PERIODE 7 NOVEMBER 2021 – 7 NOVEMBER 2022

KOTA GORONTALO

PROVINSI GORONTALO

1
PENDAHULUAN

Skabies atau dikenal juga dengan kudis, gudig, dan budug, adalah penyakit
kulit yang disebabkan oleh infeksi kutu Sarcoptes scabiei varietas hominis.
Skabies sering diabaikan oleh masyarakat, sehingga penyakit ini menjadi salah
satu masalah di seluruh dunia. Penyakit ini lebih banyak terjadi di
negara berkembang, terutama di daerah endemis dengan iklim tropis dan
1
subtropis, seperti Afrika, Amerika Selatan, dan Indonesia.

Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan 6-27% populasi


umum dan insidensi tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja. Perkembangan
penyakit ini juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah, tingkat
higiene yang buruk, kurangnya pengetahuan akan penyakit skabies, dan kesalahan
2
dalam diagnosis serta penatalaksanaan.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI),


berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2009, angka
kejadian skabies adalah 5,6% hingga 12,95%. Skabies di Indonesia menduduki
urutan ke 3 dari 12 penyakit kulit tersering, dijumpai 704 kasus skabies yang
3
merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru.

Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit


skabies dalam hal penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat,
dan

edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit


ke komunitas, karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada
pemukiman
4
yang padat.

Penyakit skabies biasanya banyak ditemukan pada tempat dengan sanitasi


buruk dan biasanya menyerang manusia yang hidup secara berkelompok, seperti
5
asrama, barak- barak tentara, rumah tahanan, pesantren dan panti asuhan.

Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa, tetapi


dapat mengenai semua umur. Penyakit ini telah ditemukan hampir pada semua
negara di

seluruh dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi, skabies diperkirakan lebih
2
umum terjadi pada anak-anak dan remaja, meskipun pada suatu penelitian
menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi pada orang dewasa.

Berikut ini dilaporkan satu kasus skabies pada seorang perempuan. Kasus
ini dilaporkan karena masih adanya pasien yang didiagnosis dengan skabies pada
Puskesmas Dungingi sehingga perlu pengetahuan untuk mencegah dan
mengatasinya.

KASUS

Seorang perempuan, usia 50 tahun, suku Hulontalo, status


menikah, datang ke poliklinik umum Puskesmas Dungingi pada tanggal 16
Agustus 2022

dengan keluhan gatal-gatal dan timbul bercak kemerahan. Awalnya timbul pada
sela-sela jari kedua tangan, kemudian menjalar ke lengan, dan kedua paha hingga
bagian bokong. Keluhan ini dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan gatal
dirasakan sangat mengganggu terutama saat malam hari, sampai terkadang pasien
tidak tertidur. Pasien belum pernah berobat sebelumnya, dikarenakan masih bias
ditahan, namun sekarang sudah sangat mengganggu. Saat ini pasien tinggal di
rumah pribadi bersama suami dan kedua anaknya. Pasien mengatakan suami dan
kedua anaknya juga mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Pasien
mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat, maupun bahan-

bahan alergen lainnya. Riwayat menderita penyakit DM dan Hipertensi disangkal


oleh pasien.. Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita


baik, kesadaran compos mentis . Tekanan darah 130/80mmHg, nadi 80x/menit,
laju respirasi 20x/menit. Status generalis didapatkan kepala normocephali, tidak
didapatkan adanya tanda-tanda anemia dan ikterus pada kedua mata,
tidak terdapat hiperemia pada konjungtiva, kornea, serta lensa mata bening.
Pada pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan tidak ditemukan kelainan dan
pada leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening. Pada
pemeriksaan thorax didapatkan suara jantung dan paru dalam batas normal.
Pada abdomen
3
tidak didapatkan adanya distensi, bising usus terdengar dalam batas normal, hepar
dan lien tidak teraba. Pada ekstremitas atas dan bawah tidak terdapat edema dan
teraba hangat.

Status dermatologis didapatkan pada regio sela-sela jari tangan, lengan,


paha s erta bokong didapatkan effloresensi berupa papul eritema, berbentuk bulat,
berbatas tegas disertai dengan erosi dan ekskoriasi terutama pada bokong pasien,
penyebaran diskrit dan multiple.

4
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Skabies. Penatalaksanaan yang diberikan
pada pasien ini meliputi pengobatan topikal dan sistemik. Pengobatan topikal
yang diberikan yaitu Permetrin 5% cream dioleskan 1 kali pada seluruh tubuh

dimulai dari leher hingga kebawah. dan dikonsentrasikan pada daerah yang gatal
dan terdapat lesi. Sedangkan pengobatan sistemik yang diberikan yaitu berupa
antihitamin tablet 3x1 tablet sehari setelah makan. Prognosis pada pasien
ini adalah dubius ad bonam. Pada tanggal 22 Agustus 2022 pasien datang kembali
ke poli umum Puskesmas Dungingi dengan keluhan masih gatal namun sudah
sedikit membaik, sehingga diberikan kembali Permetrin 5% cream untuk
dioleskan kembali pada seluruh badan dan diberikan antihistamin 3x1 tablet.

Diberikan edukasi pada pasien untuk mengobati keluarga yang mengalami


hal serupa dirumah, tidak menggunakan alat mandi maupun handuk bersamaan,
sering mengganti pakaian maupun pakaian dalam, menjaga kebersihan diri,
menjemur pakaian, sofa, horden, bantal maupun kasur dibawah sinar matahari.

5
DISKUSI

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi


dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.
Sukmawati tansil. Siklus hidup S. scabiei terdiri tadi telur, larva, nimfa, dan
tungau dewasa. Infestasi dimulai ketika tungau betina gravid berpindah dari
penderita skabies ke orang sehat. Tungau betina dewasa akan berjalan di
permukaan kulit untuk mencari daerah untuk digali; lalu melekatkan dirinya di
permukaan kulit menggunakan ambulakral dan membuat lubang di kulit
dengan menggigitnya. Tungau akan menggali terowongan sempit dan masuk ke
dalam kulit; penggalian biasanya malam hari sambil bertelur atau mengeluarkan
1
feses.

Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua daerah,

semua kelompok usia, ras, dan kelas sosial. Skabies ditularkan melalui kontak
fisik langsung. (skin-to-skin) ataupun tak langsung (pakaian, tempat tidur yang
6
dipakai bersama).

cara penularan skabies yang paling sering adalah melalui kontak langsung
antar individu saat tungau sedang berjalan di permukaan kulit. Kontak langsung
adalah kontak kulit ke kulit yang cukup lama misalnya pada saat tidur bersama.
Kontak langsung jangka pendek misalnya berjabat tangan dan berpelukan singkat
tidak menularkan tungau. Skabies lebih mudah menular secara kontak langsung
dari orang ke orang yang tinggal di lingkungan padat dan berdekatan seperti di
panti jompo, panti asuhan, pesantren dan institusi lain dimana penghuninya
7
tinggal dalam jangka waktu lama.

Penularan skabies secara tidak langsung dapat terjadi melalui kontak


dalam durasi yang lama dengan seprai, sarung bantal dan guling, pakaian, selimut,
handuk dan perabot rumah tangga lainnya yang terinfestasi S.scabiei. Penularan
tungau secara tidak langsung bergantung pada lama tungau dapat bertahan hidup
di luar tubuh hospes yang variasinya bergantung pada temperatur
dan kelembaban. Pada barang-barang yang terinfestasi, S.scabiei dapat bertahan
2-3

hari pada suhu ruangan dengan kelembaban 30%. Semakin tinggi kelembaban
6
7
semakin lama tungau bertahan. Skabies menjadi masalah utama pada
6
daerah yang padat dengan masalah sosial, sanitasi yang buruk, dan negara miskin.

Penyakit skabies ini sangat mudah sekali menular dan sangat gatal
terutama pada malam hari. Predileksi dari skabies ialah biasanya pada axilla,
areola mammae, sekitar umbilikus, genital, bokong, pergelangan tangan bagian
8
volar, sela-sela jari tangan, siku flexor, telapak tangan dan telapak kaki.

Seorang perempuan, usia 50 tahun datang dengan keluhan gatal-gatal dan


timbul bercak kemerahan. Awalnya timbul pada sela-sela jari kedua
tangan, kemudian menjalar ke lengan, dan kedua paha hingga bagian bokong.
Keluhan ini dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan gatal dirasakan sangat
mengganggu terutama saat malam hari, sampai terkadang pasien tidak tertidur.
Pasien belum

pernah berobat sebelumnya, dikarenakan masih bias ditahan, namun sekarang


sudah sangat mengganggu. Saat ini pasien tinggal di rumah pribadi bersama suami
dan kedua anaknya. Pasien mengatakan suami dan kedua anaknya juga mengalami
keluhan yang sama dengan pasien.

Pada orang dewasa dan anak- anak, situs predileksi yaitu


bagian interdigital, pergelangan tangan, lipatan aksila anterior, kulit
periumbilikal, panggul termasuk bokong, pergelangan kaki, penis pada laki-laki,
dan wilayah periareolar pada wanita. Daerah tropis yang panas juga
mempengaruhi kecenderungan terjadinya penyakit ini, pruritis lebih intens di
malam hari. Hal ini sangat sesuai dengan pasien dimana pasien adalah
seorang dewasa dengan predileksi pada bagian sela-sela jari, bokong, dan
5
lengan. Pasien juga tinggal didaerah tropis yang panas.

Penegakan diagnosis skabies dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis


dan dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan laboratorik. Penegakan diagnosis
didasarkan pada gejala klinis meskipun pada prakteknya sulit ditegakkan, karena
5
penyakit kulit lain memberikan gambaran klinis yang mirip dengan skabies.

Diagnosis scabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda


1
cardinal berikut:

7
1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi


yang berwarna putih dan keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok-
kelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul
atau vesikel
4. Menemukan tungau

Pada kasus, didapatkan adanya 2 tanda cardinal yaitu pruritus nokturna


atau gatal pada malam hari dan juga menyerang manusia secara berkelompok.
Dimana pada kasus, suami dan kedua anak pasien juga mengalami keluhan yang
sama.

Gejala dari penyakit skabies yaitu penderita mengeluh gatal, yang secara
khas terasa sekali diwaktu malam. Hal tersebut memicu penderitanya menggaruk
bagian tubuh yang terasa gatal, dan jika dilihat dari kebersihan kuku penderita,
mereka cenderung memiliki kuku yang panjang dan tidak terawat, hal tersebut
akan membuat tungau Sarcoptes scabiei hidup dan berkembang disana, dan karena
tangan merupakan bagian yang paling aktif, dengan tangan tersebut penularan
skabies akan lebih mudah, baik ke bagian tubuh lain saat melakukan aktifitas
9
seperti makan atau bekerja.

Penemuan tungau pada pasien merupakan suatu hal yang


paling diagnostik, maka dari itu dianjurkan agar melakukan pemeriksaan
penunjang untuk menemukan tungau jika kondisi pasien masih meragukan. Pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tungau karena anamnesis dan
pemeriksaan fisik saja sudah dapat menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis banding, juga karena terdapat keterbatasan sarana dan prasarana di
puskesmas.

Uji tetrasiklin dan burrow ink test (uji tinta) jarang dilakukan
karena sering menghasilkan negatif palsu. Hal ini terjadi karena biasanya pasien
datang

dalam keadaan penyakit yang lanjut dan kebanyakan telah terjadi infeksi
8
sekunder, sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki tinta
atau salep. Uji diagnositik skabies lainnya adalah dermoskopi yang
10
memiliki tingkat sensitivitas 95%.

Infestasi tungau dapat tidak bergejala (asimptomatik) tetapi individu sudah


terinfeksi. Mereka dianggap sebagai pembawa (carrier). Oleh karena
itu, pengobatan juga dilakukan kepada seluruh penghuni rumah karena
1
kemungkinan karier di penghuni rumah dan untuk mencegah reinfestasi karier.

Banyak sekali obat-obatan yang tersedia di pasaran. Namun, ada beberapa


syarat yang harus dipenuhi antara lain; tidak berbau, efektif terhadap
semua stadium kutu (telur, larva maupun kutu dewasa), tidak menimbulkan iritasi
2
kulit, juga mudah diperoleh dan murah harganya.

Untuk penatalaksanaan medikamentosa skabies dapat diberikan terapi


topical berupa:

Obat Dosis
P ermeth rin 5% (krim ) G un akan selama 8 jam, ulan gi dalam 7
hari Lindane 1% (los ion) Gunakan selama 8 jam, ulangi dalam 7
har i Krota miton 10% (kr im) Gunakan selama 8 jam pada hari 1,2,3
&8
Sulfur pre sipitatum 5-10% Guna kan s elama 8 jam pada hari 1,2,3
Benzyl Benzoate 10% (losion) Gunakan selama 24 jam

Pada pasien diberikan obat topikal permetrin 5% yang merupakan obat


pilihan utama untuk terapi skabies karena efektif pada semua stadium tungau.
Permetrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit
yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding
sel dan akhirnya terjadi paralisis parasit. Permetrin dimetabolisir dengan cepat di
kulit, hasil metabolisme yang bersifat tidak aktif akan segera diekskresi melalui
urine. Pengaplikasian permetrin 5% krim dapat menghilangkan ektoparasit dan
mengurangi symptom (biasanya pruritus). Kontraindikasi permetrin ialah
pada
9
pasien hipersensitif terhadap permethrin, pirethroid sintetis atau pirethrin utama
untuk semua usia, tetapi beberapa kepustakaan menganjurkan untuk
tidak
diberikan pada bayi kurang dari dua bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek
3
samping berupa rasa terbakar, perih, dan gatal jarang ditemukan.

Pemakaian pada wanita hamil, ibu menyusui, anak usia di bawah 2 tahun dibatasi
menjadi dua kali aplikasi (diberi jarak 1 minggu) dan segera dibersihkan setelah 2
1
jam aplikasi.

Selain menggunakan obat-obatan (kuratif), yang tidak kalah penting


untuk diperhatikan adalah upaya promotif dan preventif yaitu dengan peningkatan
kebersihan diri dan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mencuci
bersih baik pakaian, seprai, sarung bantal dan guling, handuk, dan karpet, bahkan

sebagian ahli menganjurkan merebus handuk, seprai, maupun baju


penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga kering.

Setelah melakukan anamnesis dan sedikit wawancara pada pasien,


terdapat faktor–faktor dari aspek internal dan lingkungan yang
berpengaruh terhadap timbulnya penyakit skabies tersebut. Pada aspek internal,
keluarga pasien belum mengetahui penyebab dari penyakit yang dialami,
penyebaran dan penularan skabies, serta personal hygiene yang masih kurang.
Penularan melalui kontak tidak langsung seperti penggunaan alat pribadi
secara bersamaan memegang peranan penting. Oleh sebab itu diperlukan
edukasi kepada keluarga pasien untuk tidak menggunakan pakaian milik orang
lain, mencuci pakaian, handuk, sprei dan menyeterika pakaian, menyimpannya
di almari serta menjemur sofa dan tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk
mematikan semua tungau dewasa dan telur sehingga tidak terjadi kekambuhan.

Benda yang telah terkontaminasi oleh tungau skabies harus dijemur


dibawah sinar matahari karena sinar matahari mampu mematikan tungau skabies.
Selain itu, tingkat pencahayaan yang baik di dalam ruangan akan mengurangi
kelembaban ruangan sehingga tungau tidak mampu bertahan lebih lama di luar

kulit. Hal ini akan mengurangi proses penularan tungau skabies ke orang lain.

10
Kurangnya ventilasi kamar berpengaruh besar terhadap kejadian skabies, karena
tung au skabies akan semakin mu dah b erkemb ang p ada ruang an y
11
ang kelembabannya tinggi dan tidak terkena sinar matahari.

Dari segi perilaku kesehatan pasien masih mengutamakan kuratif


dari pada preventif dan kurang memiliki pengetahuan tentang penyakit yang
diderita. Oleh karena itu perlu diberikan edukasi pada keluarga. Dalam
penatalaksanaannya seorang dokter perlu memperhatikan pasien seutuhnya, tidak
hanya tanda dan gejala penyakit namun juga psikologisnya. Pembinaan keluarga
yang dilakukan pada kasus ini tidak hanya mengenai penyakit pasien, tetapi juga
mengenai masalahmasalah lainnya seperti fungsi psikosoial keluarga dan perilaku
kesehatan keluarga. Dalam hal ini, kebersihan rumah dan pola hidup pasien dan
keluarga sehingga menyebabkan penyebaran penyakit skabies yang tak kunjung
3
sembuh.

Kemudian dari rencana intervensi untuk meningkatkan


pengetahuan dan perilaku hidup sehat diberikan pula informasi kepada pasien
dan keluarga mengenai penyakit skabies, dari penyebab, keparahan hingga
kemungkinan komplikasi apabila tidak ditangani secara teratur. Membina
kebiasaan diri berperilaku secara sehat, membiasakan mencuci tangan
sebelum makan atau sesudah beraktivitas.

Edukasikan mengenai pentingnya rumah sehat dan perilaku


hidup sehat, serta untuk memeriksakan diri dan keluarga apabila ada anggota
keluarga yang terkena skabies. Edukasi dilakukan berfokus pada keluarga,
berupa pengetahuan kepada orang tua pasien mengenai pentingnya mendidik anak
untuk menerapkan dan berperilaku sesuai dengan pola hidup bersih dan sehat
(PHBS) dalam kehidupan sehari-hari. (Misalnya selalu mengajarkan dan
mengingatkan anak mencuci tangan dan membersihkan diri setelah bermain,
mandi dua kali sehari menggunakan sabun, serta mengganti pakaian yang telah
kotor). Kemudian informasi tentang gizi untuk meningkatkan imunitas
pasien dengan makan makanan yang bergizi, olahraga, dan istirahat yang cukup.
Selain itu memberikan
11
pengobatan kepada anggota keluarga yang terkena agar penyakit tidak menular
3
lagi kepada anggota keluarga yang belum terkena.

Adapun hasil intervensi yang telah dilakukan dievaluasi, pada tanggal


22 Agustus 2022, didapatkan keadaan umum pasien baik, keluhan gatal berkurang
dan lesi sudah sebagaian sembuh. Kekhawatiran pasien berkurang tapi harapan
belum tercapai maksimal dengan masih ditemukan lesi, sehingga pasien diberikan
kembali permentrin cream 5% untuk di gunakan diseluruh tubuh, diberikan
pula anti histamin jika pasien masih merasakan gatal. Pasien dan keluarga
juga disarankan untuk melakukan kontrol pengobatan ke puskesmas sehingga
dapat dilihat dan dievaluasi kembali. Selain itu pasien juga diminta untuk
mengajak keluarga pasien lainnya yang belum sembuh.

RINGKASAN
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei var, hominis dan produknya. Dari anamnesa
didapatkan keluhan gatal-gatal dan timbul bercak kemerahan. Awalnya timbul
pada sela-sela jari kedua tangan, kemudian menjalar ke lengan, dan kedua paha
hingga bagian bokong. Keluhan ini dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan
gatal dirasakan sangat mengganggu terutama saat malam hari, sampai terkadang
pasien tidak tertidur. Pasien belum pernah berobat sebelumnya, dikarenakan
masih bias ditahan, namun sekarang sudah sangat mengganggu. Saat ini pasien

tinggal di rumah pribadi bersama suami dan kedua anaknya. Pasien mengatakan
suami dan kedua anaknya juga mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Pasien didiagnosa dengan Skabies karena dari anamnesis dan pemeriksaan


fisik yang dilakukan mendukung diagnosis kearah skabies. Faktor predisposisi,
terutama tinggal serumah atau satu tempat tinggal dengan penderita dan sehari-
harinya berinteraksi satu sama lain. Secara tidak langsung bisa menular melalui
tempat tidur, handuk, pakaian dan alat-alat lainnya Penatalaksanaan pada pasien
ini meliputi pengobatan topikal dan sistemik. Pengobatan topikalnya yakni
krim campuran yang terdiri dari Desoximethason cream 15 gram dan
Permetrin 5%

12
cream 30 gram dioleskan 2 kali sehari pada seluruh tubuh dan dikonsentrasikan
pada daerah yang gatal dan terdapat lesi. Pasien juga mendapat pengobatan
sistemik yaitu antihistamin tablet (Cetirizine) 3x1 tablet sehari setelah makan.

Pemberian KIE sangat penting dalam kasus ini, hal ini disebabkan
karena penyakit ini angka kekambuhannya cukup tinggi. Dari segi perilaku
kesehatan
pasien masih mengutamakan kuratif dari pada preventif dan kurang memiliki
pengetahuan tentang penyakit yang diderita. Oleh karena itu perlu diberikan
edukasi pada keluarga, sehingga pasien dan keluarga dapat mengetahui penyebab
dari penyakit yang dialami, penyebaran dan penularan skabies, serta personal
hygiene yang masih kurang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan Marsha, Ling Michael Sie Shun F. Diagnosis dan Terapi


Skabies. Cermin Dunia Kedokt. 2020;47(2):104.
2. Atina R, Hamzah M. Management of Scabies Patient With Secondary
Infection in 7 Years Old Boys. J Agromed Unila. 2014;1(2):151-155.
3. Rahmatia N, Ernawati T. Penatalaksanaan Skabies Melalui Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Satelit. Majority.
2020;9(1):1-8.

4. Hong MY, Lee CC, Chuang MC, Chao SC, Tsai MC, Chi CH. Factors
related to missed diagnosis of incidental scabies infestations in patients
admitted through the emergency department to inpatient services. Acad
Emerg Med. 2010;17(9):958-964. doi:10.1111/j.1553-2712.2010.00811.x
5. Gutri C, Ked S. Scabies Management of Patient Children 5 Years Old. J
Medula Unila. 2014;3(September):8-14.
6. Tan ST, Angelina J, Krisnataligan. Scabies: terapi berdasarkan siklus
hidup. Cermin Dunia Kedokt. 2017;44(7):507-510.
7. Hafner C. Skabies. Vol 60. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2016. doi:10.1007/s00105-009-1708-2

13
8. Prasetyo GNS. Skabies beserta penatalaksanaannya. Fak Kedokt Univ
Udayana. Published online 2017:1-14.
9. Nurohmah PI. Kondisi Fisik Lingkungan dan Keberadaan Sarcoptes

Scabiei pada Kuku Warga Binaan Pemasyarakatan Penderita Skabies di


Blok A Lembaga Pemasyarakatan Klas I Surabaya. J Kesehat
Lingkung. Published online 2018:259-266.
https://e-journal.unair.ac.id/JKL/article/view/6851
10. Shimose L, Munoz-Price LS. Diagnosis, prevention, and treatment of
scabies. Curr Infect Dis Rep. 2013;15(5):426-431.
doi:10.1007/s11908-
013-0354-0
11. Hilma UD, Ghazali L. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
Skabies Di Pondok Pesantren Mlangi Nogotirto Gamping Sleman

Yogyakarta. J Kedokt dan Kesehat Indones. 2014;6(3):148-


157. doi:10.20885/jkki.vol6.iss3.art6

14

You might also like