Professional Documents
Culture Documents
Tugas Besar 2 (Kelompok 3) - Muscoloskeletal Disorders
Tugas Besar 2 (Kelompok 3) - Muscoloskeletal Disorders
Kelompok 3 :
3. Muhammad Ibnu
Batutah ( 228150018 )
Muscoloskeletal Disorders pada k3
A. DEFINISI MSDs
1. Kelelahan dan keletihan terus menerus yang disebabkan oleh frekuensi atau
periode waktu yang lama dari usaha otot, dihubungkan dengan pengulangan atau usaha
yang terus menerus dari bagian tubuh yang sama meliputi posisi tubuh yang statis;
2. Kerusakan tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat/berat atau
pergerakan yang tak terduga.
Frekuensi yang lebih sering terjadi MSDs adalah pada area tangan, bahu, dan punggung.
Aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya MSDs yaitu penanganan bahan dengan
punggung yang membungkuk atau memutar, membawa ke tempat yang jauh (aktivitas
mendorong dan menarik), posisi kerja yang statik dengan punggung membungkuk atau
terus menerus dan duduk atau berdiri tiba-tiba, mengemudikan kendaraan dalam waktu
yang lama (getaran seluruh tubuh), pengulangan atau gerakan tiba-tiba meliputi
B. Sinonim MSDs
C. Gejala MSDs
Tahap 1 : Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala ini
biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak berpengaruh
pada performance kerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat;
Tahap 2 : Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah bekerja.
Tidak mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan
berkurangnya performance kerja;
Tahap 3 : Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika bergerak
secara repetitive. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan pekerjaan, kadang-kadang
tidak sesuai kapasitas kerja
a. Sakit Leher
Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang mengenai leher,
peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau kaku leher. Pengguna
komputer yang terkena sakit ini adalah pengguna yang menggunakan gerakan berulang
pada kepala seperti menggambar dan mengarsip, serta pengguna dengan postur yang
kaku;
b. Nyeri Punggung
Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk gejala nyeri punggung yang
spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun spasme otot. Nyeri punggung juga
dapat disebabkan oleh tegangan otot dan postur yang buruk saat menggunakan
komputer;
Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan yang
diakibatkan iritasi dan nervus medianus. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas
berulang yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus. Keadaan berulang ini
antara lain seperti mengetik, arthritis, fraktur pergelangan tangan yang
penyembuhannya tidak normal, atau kegiatan apa saja yang menyebabkan penekanan
pada nervus medianus;
d. De Quervains Tenosynovitis
Penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan terkadang lengan bawah,
disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan dua tendon yang berasa di ibu jari
pergelangan tangan. Aktivitas berulang seperti mendorong space bar dengan ibu jari,
menggenggam, menjepit, dan memeras dapat menyebabkan inflamasi
pada tenosinovium. Gejala yang timbul antara lain rasa sakit pada sisi ibu jari lengan
bawah yang dapat menyebar ke atas dan ke bawah;
Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan yang ditandai
dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada daerah tersebut. Terjadi jika lima saraf
utama dan dua arteri yang meninggalkan leher tertekan. Thoracic Outlet
Syndrome disebabkan oleh gerakan berulang dengan lengan diatas atau maju kedepan.
Pengguna komputer beresiko terkena sindrom ini karena adanya gerakan berulang
dalam menggunakan keyboard dan mouse;
f. Tennis Elbow
Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor, tendon yang berasal
dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke pergelangan tangan. Tennis
elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada tendon ekstensor.
Penyebab pasti dari gangguan muskuloskeletal tergantung pada hal-hal di bawah ini.
• Usia, lanjut usia cenderung mengalami nyeri muskuloskeletal dari sel-sel tubuh yang
rusak.
• Jenis pekerjaan atau profesi.
• Intensitas dalam berkegiatan.
• Kebiasaan postur tubuh yang buruk.
• Terlalu pasif dalam melakukan aktivitas fisik.
• Cedera atau trauma pada suatu bagian tubuh yang disebabkan gerakan tiba-tiba.
• Kecelakaan mobil atau motor.
Ada beberapa beberapa hal yang mungkin bisa meningkatkan risiko Anda mengalami
gangguan sistem gerak ini, di antaranya:
1. Gerakan tertentu
Ini termasuk membungkuk atau berjongkok, mengangkat benda berat, mendorong atau
menarik benda berat, meregangkan otot berlebihan.
Anda juga mungkin kesulitan dalam meraih suatu benda yang jaraknya jauh,
melakukan pekerjaan fisik terlalu lama, serta melakukan gerakan mengulang
menggunakan anggota tubuh yang sama terus-menerus.
Berkendara dengan kendaraan yang berat, melakukan perjalanan jauh, atau berkendara
di jalanan yang berat juga termasuk faktor risiko gangguan muskuloskeletal.
2. Stres
Tidak hanya aktivitas fisik, ternyata stres dan terlalu banyak pikiran dapat
menyebabkan munculnya gangguan muskuloskeletal.
Jika Anda memiliki penyakit, masalah kesehatan tertentu, atau baru saja mengalami
cedera, bisa saja Anda mengalami gangguan muskuloskeletal.
Tak hanya itu, kehamilan juga meningkatkan risiko Anda mengalaminya. Bahkan, saat
Anda merasa lelah dan kurang fit, akan lebih mudah mengalami gangguan sistem gerak
dibanding saat sedang dalam kondisi sehat dan bugar.
Penyakit, kelainan, atau masalah pada tulang yang mengganggu fungsinya dalam
sistem gerak termasuk sebagai gangguan muskuloskeletal.
Osteoporosis yaitu penyakit tulang yang muncul saat terjadi pengeroposan pada tulang-
tulang di dalam tubuh.
Hal tersebut menyebabkan tulang menjadi lemah dan mudah patah. Pada kasus yang
parah, tulang bisa patah hanya karena bersin atau benturan kecil.
Patah tulang bisa dibedakan berdasarkan tingkat keparahannya. Pada tingkatan yang
masih tergolong ringan, tulang mungkin hanya akan mengalami keretakan saja.
Namun, pada tingkatan yang parah, tulang mungkin patah hingga terbagi dua atau
lebih.ser.
4. Osteopenia
Osteopenia menyerang tulang ditandai dengan berkurangnya kepadatan tulang. Hal ini
menyebabkan tulang menjadi lebih rapuh.
Kondisi ini terjadi saat kebutuhan tulang akan kalsium tidak terpenuhi. Jika Anda
mengalami osteopenia, risiko untuk mengalami pengeroposan tulang menjadi lebih
tinggi.
5. Osteomalasia
Osteomalasia terjadi saat tulang menjadi lebih lentur dan tidak bisa mengeras, sehingga
sering bengkok dan rentan patah. Kondisi ini biasanya terjadi karena tubuh kekurangan
vitamin D.
Jika dialami pada masa pertumbuhan, postur tubuh menjadi membungkuk atau tulang
menjadi bengkok saat dewasa.
Penyakit paget tulang akan mengganggu proses daur ulang jaringan tulang yang baru
saat mengganti jaringan tulang yang lama.
Seiring berjalannya waktu, penyakit ini dapat menyebabkan tulang rapuh. Biasanya,
penyakit paget tulang menyerang area panggul, tengkorak, tulang belakang, dan tulang
kaki.
7. Osteopetrosis
Kondisi ini menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada kondisi
tertentu, osteopetrosis terjadi bersamaan dengan kelainan pada kerangka tulang.
8. Achondroplasia
9. Osteogenesis imperfecta
10. Osteomyelitis
Osteomyelitis ialah infeksi yang menyerang tulang melalui aliran darah atau
penyebaran dari jaringan yang berada dekat dengan tulang.
Namun, infeksi ini juga bisa berasal dari tulang itu sendiri akibat terkontaminasi oleh
bakteri saat mengalami cedera.
Masalah-masalah dan penyakit yang menyerang sendi juga termasuk bagian dari
gangguan muskuloskeletal atau sistem gerak. Berikut beberapa jenis gangguan pada
sendi.
1. Arthritis
Arthritis yaitu penyakit yang menyebabkan peradangan pada sendi.
Penyakit ini terbagi ke dalam beberapa jenis, di antaranya osteoarthritis, rheumatoid
arthritis, gout atau asam urat, psoriasis arthritis, dan ankylosing spondylosis.
2. Bursitis
Bursitis merupakan gangguan muskuloskeletal yang mengganggu persendian,
tepatnya bursae, yaitu bagian dari sendi berupa kantung yang menyimpan cairan
pelumas.
Menurut National Health Service, kondisi ini bisa menyebabkan rasa sakit atau nyeri
pada persendian.
3. Tendinitis
Tendinitis yaitu masalah sendi yang menyerang tendon, yaitu penghubung antara tulang
dengan otot. Saat mengalaminya, tendon akan mengalami pembengkakan parah.
Biasanya, kondisi ini terjadi setelah Anda mengalami cedera yang sama berulang kali di
area seperti pergelangan tangan atau kaki.
4. Cedera tendon
Cedera tendon biasanya terjadi karena tendon yang mengalami kerusakan akibat terlalu
sering digunakan atau bagian dari proses penuaan.
Biasanya, orang yang melakukan suatu gerakan yang sama berulang kali berpotensi
mengalaminya.
5. Tennis elbow
Tennis elbow biasanya terjadi di sendi di area siku saat Anda terlalu banyak
menggunakannya.
Ini diakibatkan gerakan berulang yang dilakukan terus-menerus dari pergelangan
tangan atau lengan.
Carpal tunnel syndrome mungkin terjadi apabila sendi di area tersebut menekan saraf
median sehingga timbul rasa sakit.
1. Myalgia
Myalgia atau nyeri otot merupakan suatu kondisi yang terjadi saat otot terlalu sering
digunakan untuk melakukan gerakan berulang.
Biasanya, kondisi ini dialami setelah Anda melakukan pekerjaan berat yang
mengharuskan untuk melakukan gerakan yang sama berulang kali, atau olahraga intens
dengan gerakan yang sama.
2. Fibromyalgia
Hampir mirip dengan myalgia, fibromyalgia yaitu nyeri otot yang muncul di sekujur
tubuh di waktu yang bersamaan.
Biasanya, kondisi ini juga disertai dengan rasa lelah berlebihan, gangguan tidur, atau
suasan hati yang kacau.
3. Cedera otot
Cedera otot atau dikenal sebagai keseleo juga merupakan salah satu gangguan
muskuloskeletal yang mengganggu sistem otot manusia.
Keseleo bisa dibedakan berdasarkan lokasinya. Sebagai contoh, jika cedera menyerang
tendon, disebut muscle strain. Sedangkan keseleo yang menyerang ligamen
disebut muscle sprain.
4. Distrofi otot
Distrofi otot yaitu sekumpulan penyakit otot yang menyebabkan kelemahan otot secara
perlahan. Kondisi ini disebabkan gen abnormal yang mengganggu produksi protein
yang dibutuhkan oleh otot yang sehat.
Kondisi ini tidak bisa disembuhkan, tapi setidaknya pengobatan dan terapi bisa
dilakukan untuk mengatasi atau meredakan gejala yang ada.
5. Atrofi otot
Penyakit pada otot ini ditandai dengan kelemahan otot yang membuatnya tidak bisa
digunakan.
Atrofi otot bisa disebabkan karena otot terlalu sering tidak digunakan, seperti pada
penderita stroke. Lalu, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, hingga penyakit tertentu
juga bisa menjadi penyebabnya.
Kram otot dan kejang otot merupakan kondisi yang terjadi saat otot mengalami
kontraksi secara tiba-tiba dan di luar kendali.
Kondisi ini bisa saja muncul saat Anda sedang tidur di malam hari, sehingga Anda
terjaga.
Untuk nyeri yang tergolong ringan atau muncul sesekali, Anda bisa menggunakan obat
pereda nyeri yang dijual secara bebas di apotek seperti ibuprofen atau paracetamol.
Sementara, obat-obatan seperti obat anti-inflamasi (NSAID) dapat digunakan untuk
mengobati peradangan dan nyeri.
Untuk sakit yang lebih parah, Anda mungkin perlu penghilang rasa sakit yang lebih
kuat yang akan memerlukan resep dari dokter.
Untuk nyeri yang berhubungan dengan pekerjaan, terapi fisik dapat membantu Anda
menghindari kerusakan lebih lanjut, sekaligus mengontrol rasa sakit.
Terapi manual, atau mobilisasi, dapat digunakan untuk mengobati masalah dengan
keselarasan tulang belakang. Pengobatan lain mungkin termasuk di bawah ini.
• Teknik relaksasi
• Suntikan dengan obat anestesi atau anti-inflamasi
• Penguatan otot dan latihan peregangan
• Perawatan chiropractic
• Terapi pijat
Kesehatan muskuloskeletal mengacu pada kinerja sistem alat gerak, yang terdiri dari
otot utuh, tulang, sendi dan jaringan ikat yang berdekatan. Gangguan muskuloskeletal
terdiri dari lebih dari 150 penyakit/kondisi berbeda yang memengaruhi sistem dan
ditandai dengan gangguan pada otot, tulang, sendi, dan jaringan ikat di sekitarnya yang
menyebabkan keterbatasan fungsi dan partisipasi sementara atau seumur hidup. Kondisi
muskuloskeletal biasanya ditandai dengan nyeri (seringkali menetap) dan keterbatasan
mobilitas dan ketangkasan, sehingga mengurangi kemampuan seseorang untuk bekerja
dan berpartisipasi dalam masyarakat. Nyeri yang dialami pada struktur muskuloskeletal
merupakan bentuk nyeri non-kanker yang paling umum.
Kondisi muskuloskeletal relevan sepanjang hidup - dari masa kanak-kanak hingga usia
tua. Ini berkisar dari kondisi yang muncul tiba-tiba dan berumur pendek (seperti patah
tulang, keseleo, dan ketegangan, terkait dengan nyeri dan keterbatasan fungsi) hingga
kondisi jangka panjang seperti nyeri punggung bawah primer kronis dan osteoartritis.
Besarnya
Analisis terbaru dari data Global Burden of Disease (GBD) 2019 menunjukkan bahwa
sekitar 1,71 miliar orang di dunia hidup dengan kondisi muskuloskeletal, termasuk
nyeri punggung bawah, nyeri leher, patah tulang, cedera lainnya, osteoarthritis,
amputasi, dan rheumatoid arthritis (1). Sementara prevalensi kondisi muskuloskeletal
bervariasi berdasarkan usia dan diagnosis, orang-orang dari segala usia di seluruh dunia
terpengaruh. Negara-negara berpenghasilan tinggi adalah yang paling terpengaruh
dalam hal jumlah orang – 441 juta – diikuti oleh negara-negara di Wilayah Pasifik
Barat WHO dengan 427 juta dan Wilayah Asia Tenggara dengan 369 juta. Kondisi
muskuloskeletal juga merupakan penyumbang terbesar untuk tahun hidup dengan
disabilitas (YLDs) di seluruh dunia dengan sekitar 149 juta YLDs, terhitung 17% dari
semua YLDs di seluruh dunia.
Estimasi kesehatan
Alat Estimator Kebutuhan Rehabilitasi WHO memberikan peluang unik untuk mencari
prevalensi negara, regional atau global dan data YLD tentang kondisi muskuloskeletal
yang dapat diuntungkan dari rehabilitasi, berdasarkan data GBD 2019. Demikian pula,
Alat Bandingkan GBD juga memberikan perkiraan kesehatan untuk kondisi
muskuloskeletal dan lainnya. Variasi perkiraan kesehatan agregat antara alat dapat
dijelaskan oleh perbedaan di mana kondisi muskuloskeletal spesifik dan
subkelompoknya disertakan.
Portal Data Penuaan WHO menyatukan data tentang indikator global yang tersedia
yang relevan untuk memantau kesehatan dan kesejahteraan orang berusia 60 tahun ke
atas. Melalui peta, bagan, dan tabel, portal menawarkan opsi yang disesuaikan untuk
visualisasi dan analisis data. Portal ini menyediakan data prevalensi untuk nyeri
punggung bawah pada orang tua.
WHO meluncurkan inisiatif Rehabilitasi 2030 pada tahun 2017 untuk menarik
perhatian pada kebutuhan rehabilitasi yang tidak terpenuhi di seluruh dunia, dan
menyoroti pentingnya memperkuat rehabilitasi dalam sistem 15esehatan. Inisiatif ini
menandai pendekatan strategis baru untuk komunitas rehabilitasi global dengan
menekankan bahwa:
• Rehabilitasi merupakan pelayanan kesehatan yang esensial dan krusial untuk mencapai
universal health coverage.
• Rehabilitasi harus tersedia untuk semua populasi, melalui semua tahap perjalanan hidup
dan sepanjang rangkaian perawatan. Ini termasuk semua orang dengan kondisi
muskuloskeletal.
• Upaya untuk memperkuat rehabilitasi harus diarahkan untuk mendukung sistem
kesehatan secara keseluruhan dan mengintegrasikan rehabilitasi ke dalam semua tingkat
pelayanan kesehatan.
Gangguan muskuloskeletal lazim dan merupakan salah satu kondisi yang paling
melumpuhkan dan mahal di Amerika Serikat. Nyeri kronis dan hilangnya fungsi adalah
mekanisme utama yang menyebabkan gangguan muskuloskeletal menyebabkan
kecacatan dan kehilangan pekerjaan. Survei Wawancara Kesehatan Nasional (NHIS)1
untuk 2013–2015 memperkirakan bahwa satu dari dua orang dewasa AS (126,6 juta)
memiliki kondisi muskuloskeletal (USBJI, 2014a). The Global Burden of Disease
Study, yang memberikan penilaian tahunan yang komprehensif tentang hilangnya
kesehatan terkait dengan penyakit tertentu, cedera, dan faktor risiko, secara konsisten
menempatkan gangguan muskuloskeletal di antara penyebab utama kecacatan. Pada
tahun 2016 penyebab utama tahun-tahun hidup dengan disabilitas di Amerika Serikat
termasuk nyeri punggung bawah , gangguan muskuloskeletal lainnya , nyeri leher
Gangguan muskuloskeletal memiliki dampak ekonomi yang cukup besar. Pada tahun
2015 ada 264 juta hari kerja yang hilang hanya karena sakit punggung dan leher, yang
mengakibatkan hilangnya pendapatan tahunan sebesar $131,8 miliar (USBJI, 2014b).
Proyeksi berdasarkan data NHIS 2010–2012 memperkirakan bahwa pada tahun 2040
satu dari empat orang dewasa (78 juta) akan menderita artritis yang didiagnosis dokter
dan, dari mereka yang menderita artritis, diperkirakan 44 persen akan melaporkan
keterbatasan aktivitas yang disebabkan oleh artritis (CDC, 2019a). Selain itu, orang
dengan OA kehilangan pendapatan tahunan $71,3 miliar, dan orang dengan RA
kehilangan $7,9 miliar. Pada tahun 2013, terdapat 62,8 juta kunjungan perawatan
kesehatan untuk nyeri punggung bawah dan 6,4 juta rawat inap untuk artritis dan
kondisi rematik lainnya (USBJI, 2014a).
Bagian ini membahas isu-isu yang umum untuk setiap gangguan muskuloskeletal yang
dibahas dalam bab ini. Masalah tersebut meliputi jenis profesional medis yang biasanya
terkait dengan perawatan orang dengan gangguan muskuloskeletal, pengaturan yang
terlibat dalam perawatan tersebut, dan, terakhir, masalah rasa sakit dan mobilitas
terbatas yang mungkin diakibatkan oleh gangguan ini.
Pasien dengan potensi radang sendi atau penyakit jaringan ikat atau gangguan autoimun
sering dirujuk ke rheumatologists untuk diagnosis dan, jika diindikasikan, pengobatan
dengan terapi obat antirematik pemodifikasi penyakit. Pasien dengan kerusakan sendi
tingkat lanjut, baik akibat OA, penyakit radang, atau trauma biasanya dirujuk ke ahli
bedah ortopedi untuk perawatan bedah, termasuk penggantian sendi. Pasien dengan
artropati inflamasi yang diperumit oleh manifestasi penyakit ekstraartikular dapat
memperoleh manfaat dari konsultasi spesialis tambahan (misalnya, pasien dengan
penyakit paru interstisial terkait RA mendapat manfaat dari konsultasi dengan ahli
paru).
Pasien dengan nyeri kronis yang melumpuhkan dapat menerima perawatan dari tim
multidisiplin yang mencakup ahli fisioterapi atau dokter nyeri (yang mungkin memiliki
berbagai spesialisasi medis) berkolaborasi dengan psikolog, terapis rehabilitasi, dan
profesional kesehatan lainnya. Perawatan berbasis tim dapat mencakup manajer
perawatan (seringkali perawat atau pekerja sosial) atau pelatih kesehatan (yang
mungkin profesional kesehatan atau orang awam).
Pengaturan Perawatan
Perawatan untuk orang dengan gangguan muskuloskeletal paling sering terjadi pada
pengaturan berbasis kantor rawat jalan; namun, perawatan dapat diberikan di
departemen darurat dan/atau perawatan darurat. Terapi latihan biasanya diberikan atau
diawasi oleh terapis fisik, tetapi juga dapat diakses di komunitas atau pengaturan
kesehatan integratif. Penelitian telah menunjukkan bahwa triase awal untuk terapis fisik
di pusat perawatan kesehatan primer memiliki keunggulan dalam hal efisiensi di
lingkungan kerja dan dalam penggunaan perawatan kesehatan (Bornhoft et al., 2019).
Berbagai pendekatan latihan telah terbukti bermanfaat bagi pasien dengan nyeri
punggung bawah kronis, termasuk kekuatan/daya tahan, koordinasi/stabilisasi, akuatik,
bersepeda, dan berjalan (VA/DoD, 2017). Perawatan bedah dapat terjadi di rumah sakit
atau pusat bedah mandiri. Perawatan rehabilitasi dapat diberikan di kantor, di rumah
sakit setelah operasi, di pusat rehabilitasi, atau di fasilitas perawatan terampil.
Karena nyeri dan gangguan fungsi merupakan ciri utama dari sebagian besar gangguan
muskuloskeletal, studi pengobatan biasanya menilai ukuran nyeri atau fungsi yang
dilaporkan pasien sebagai hasil utama. Meskipun hasil nyeri dan hasil fungsional sering
berkorelasi, tidak dapat diasumsikan bahwa perbaikan rasa sakit secara otomatis
mengarah pada perbaikan fungsi, dan sebaliknya. Tindakan yang berfokus pada atau
menyertakan fungsi adalah yang paling relevan dengan laporan ini. Nyeri yang
dilaporkan pasien atau tindakan fungsional spesifik kondisi yang biasa digunakan
dalam penelitian hasil muskuloskeletal meliputi skala Interferensi Inventarisasi Nyeri
Singkat, Kuesioner Disabilitas Roland Morris, dan Indeks Disabilitas Oswestry.
Gangguan muskuloskeletal adalah penyebab nyeri kronis yang paling umum, dan nyeri
menyumbang banyak beban kondisi muskuloskeletal. Menurut data NHIS 2016,
estimasi prevalensi nyeri kronis—didefinisikan sebagai nyeri hampir setiap hari dalam
6 bulan sebelumnya—di antara orang dewasa AS adalah 20,4 persen (50,0 juta)
(Dahlhamer, 2018). Nyeri berdampak tinggi, didefinisikan sebagai nyeri kronis yang
membatasi aktivitas hidup atau pekerjaan hampir setiap hari atau setiap hari selama 6
bulan terakhir, memengaruhi 8 persen (19,6 juta) (CDC, 2018). Sebagian besar rasa
sakit itu disebabkan oleh gangguan muskuloskeletal.
Banyak obat dan perawatan non-farmakologis tersedia untuk menghilangkan rasa sakit
yang terkait dengan gangguan muskuloskeletal. Tinjauan sistematis baru-baru ini
tentang bukti pengobatan nyeri muskuloskeletal menemukan bukti sedang hingga kuat
bahwa olahraga dan intervensi psikososial efektif dalam menghilangkan rasa sakit dan
meningkatkan fungsi di berbagai kondisi nyeri muskuloskeletal yang umum (Babatund
Nyeri punggung bawah kronis adalah sindrom klinis yang didefinisikan oleh rasa sakit
yang terus-menerus di punggung bawah selama minimal 3 bulan. Pada beberapa orang,
nyeri punggung bawah kronis dapat berkembang dari waktu ke waktu menjadi kondisi
yang kompleks “melibatkan perubahan anatomis dan fungsional yang terus-menerus
pada sistem saraf pusat, selain perubahan struktural di punggung (misalnya, perubahan
tulang belakang degeneratif, atrofi, atau asimetri tulang paraspinal). otot)” (Deyo et al.,
2014).
Nyeri punggung bawah kronis kadang-kadang dikaitkan dengan nyeri yang menjalar ke
ekstremitas bawah dalam distribusi karakteristik (yaitu, nyeri radikuler, kadang-kadang
disebut "sciatica") atau radikulopati, yang berarti kelainan neurologis objektif yang
terkait dengan keterlibatan akar saraf tulang belakang. Stenosis tulang belakang lumbal
adalah sindrom klinis yang paling umum pada orang dewasa yang lebih tua, di mana
nyeri khas pada bokong atau tungkai terjadi saat berjalan.
Kehadiran nyeri radikular atau radikulopati dikaitkan dengan keparahan nyeri punggung
bawah kronis yang lebih buruk dan hasil fungsional. Faktor lain yang terkait dengan hasil
fungsional yang lebih buruk pada nyeri punggung bawah kronis termasuk kondisi medis
dan psikiatri yang ada bersama dan kondisi nyeri kronis lainnya. Selain itu, penggunaan
pendekatan biomedis yang berlebihan untuk mengobati nyeri punggung bawah kronis
(misalnya, opioid dan operasi tulang belakang) telah diidentifikasi sebagai kontributor
potensial yang penting terhadap kecacatan (Buchbinder et al., 2018).
Pencitraan rutin dan pengujian laboratorium biasanya tidak diindikasikan dalam evaluasi
awal nyeri punggung bawah kronis. Seperti disebutkan di atas, diagnosis nyeri punggung
bawah kronis adalah sindrom yang ditentukan oleh pengalaman nyeri subyektif di
wilayah anatomi yang ditentukan untuk jangka waktu tertentu. Pencitraan dan pengujian
laboratorium digunakan untuk mengecualikan sumber nyeri punggung yang berisiko
tinggi pada beberapa pasien, tetapi pencitraan khusus atau pengujian laboratorium untuk
diagnosis nyeri punggung bawah kronis tidak tersedia. Selain itu, ada atau tidak adanya
kelainan radiografi tidak boleh dipertimbangkan saat mengevaluasi keparahan atau
prognosis nyeri punggung bawah kronis, dan pencitraan ulang tidak berguna untuk
mengevaluasi efektivitas pengobatan atau kemajuan. Seperti dicatat oleh penulis
pedoman gangguan punggung bawah American College of Occupational and
Environmental Medicine 2019, temuan "abnormal" pada
Perawatan untuk Nyeri Punggung Bawah Kronis
Terapi olahraga adalah perawatan lini pertama yang direkomendasikan dalam pedoman
untuk penggunaan rutin pada nyeri punggung bawah kronis (Foster et al., 2018;
Qaseem et al., 2017; VA/DoD, 2017). Pedoman ini didukung oleh banyak bukti yang
agak dibatasi oleh metodologi, ukuran, dan heterogenitas uji klinis yang dipublikasikan.
Studi telah mengevaluasi berbagai pendekatan latihan pada pasien dengan nyeri
punggung bawah, termasuk kekuatan/resistensi, kontrol/stabilisasi motorik, dan latihan
aerobik. Secara umum, pendekatan tersebut tampaknya memiliki kemanjuran yang
serupa, dan tidak ada satu pendekatan pun yang efektif untuk sebagian besar pasien.
Bukti yang muncul mendukung pendekatan berbasis gerakan, yang terkadang dianggap
sebagai terapi komplementer atau integratif (misalnya, yoga, tai chi), sebagai
pengobatan yang efektif untuk nyeri punggung bawah kronis. Sintesis dari lima
percobaan yoga versus pendidikan untuk nyeri punggung bawah kronis menemukan
bahwa yoga lebih unggul, dengan peningkatan ukuran sedang dalam fungsi spesifik
punggung (Chou et al., 2016). Empat percobaan yoga versus intervensi latihan lainnya
menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Satu percobaan menemukan peningkatan
fungsional yang signifikan secara klinis pada 50 persen pasien yang ditugaskan untuk
tai chi selama 10 minggu dibandingkan dengan 24 persen pasien yang ditugaskan ke
kelompok kontrol daftar tunggu (Chou et al., 2016).
Terapi psikologis atau perilaku juga dianggap sebagai terapi lini pertama untuk pasien
dengan nyeri punggung kronis (Foster et al., 2018; Qaseem et al 2017; VA/DoD, 2017).
Intervensi terapi perilaku kognitif (CBT) sudah mapan meskipun kekuatan bukti untuk
perbaikan nyeri dan fungsi dinilai rendah karena keterbatasan kuantitas dan kualitas uji
coba yang dipublikasikan (Chou et al., 2016). Tinjauan sistematis intervensi perilaku
kognitif untuk nyeri punggung bawah nonspesifik menemukan peningkatan yang lebih
besar pada nyeri, fungsi, dan kualitas hidup dibandingkan dengan kontrol atau terapi
lain (Richmond et al., 2015). Uji coba efektivitas komparatif acak menemukan CBT
dan mindfulness-based stress reduction (MBSR) masing-masing lebih unggul dari
perawatan biasa, tetapi tidak berbeda satu sama lain; persentase peserta dengan
peningkatan fungsional yang bermakna secara klinis dalam 1 tahun adalah 60,5 persen
untuk MBSR, 57,7 persen untuk CBT, dan 44,1 persen untuk perawatan biasa (Cherkin
et al., 2016). Setelah 2 tahun, CBT tetap jauh lebih baik daripada perawatan biasa, dan
MBSR tidak lagi berbeda dari dua kelompok lainnya; tingkat peningkatan fungsional
yang berarti adalah 55,4 persen untuk MBSR, 62,0 persen untuk CBT, dan 42,0 persen
untuk perawatan biasa (Cherkin et al., 2016).
Terapi konservatif tambahan, seperti akupunktur, manipulasi, dan pijat, juga dapat
dikaitkan dengan perbaikan jangka panjang yang sederhana (Bronfort et al., 2014; Chou
et al., 2016; Qaseem et al., 2017; Rubinstein et al., 2011). Maks
OSTEOARTHRITIS
OA terdiri dari keluarga gangguan sendi degeneratif yang ditandai dengan temuan
klinis dan radiografi. Ini adalah bentuk artritis yang paling umum, menyerang lebih dari
30 juta orang Amerika (Arthritis Foundation, 2018). OA telah dianggap sebagai bentuk
artritis yang “keausan”; namun, ini adalah kombinasi kompleks dari perubahan sendi
genetik, metabolik, biomekanik, dan biokimia yang dapat melibatkan seluruh sendi dan
jaringan di sekitarnya. OA menjadi penyebab paling umum kecacatan bagi orang
Amerika paruh baya dan telah menjadi penyebab paling umum kecacatan bagi orang
yang berusia lebih dari 65 tahun. Faktanya, usia adalah salah satu faktor risiko terkuat
untuk OA dari semua persendian. Wanita lebih mungkin mengalami OA dibandingkan
pria, dan OA mereka cenderung lebih parah (Zhang dan Jordan, 2010).
OA adalah penyakit yang secara progresif merusak atau menghancurkan struktur sendi
sinovial dan, khususnya, permukaan bantalan sendi, yaitu kartilago artikular. OA dapat
mempengaruhi setiap sendi sinovial dan muncul di semua populasi. Tidak ada obat atau
metode yang diketahui untuk membalikkan proses. Untuk alasan tersebut, terapi OA
diarahkan untuk mengurangi nyeri sendi dan meningkatkan fungsi serta mencakup
intervensi farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi farmakologi sering dimulai
dengan obat analgesik atau analgesik topikal dan NSAID sesuai kebutuhan; obat-obatan
semacam itu mungkin diresepkan oleh dokter perawatan primer atau dokter pengobatan
fisik dan rehabilitasi di kantor dokter. Injeksi kortikosteroid2 intra-artikular dapat
menghilangkan rasa sakit, tetapi efeknya terbatas dan harus digunakan jarang; suntikan
semacam itu dapat diberikan di kantor dokter. Terapi non-farmakologis meliputi
edukasi pasien, penurunan berat badan jika terindikasi secara klinis, terapi fisik (PT)
yang diarahkan untuk menjaga mobilitas sendi dan memperkuat kelompok otot atau
program latihan berdampak rendah yang terorganisir, dan alat bantu sesuai kebutuhan;
biasanya yang terjadi dalam pengaturan PT atau terapi okupasi untuk OA tangan.
Penggantian sendi total mungkin diresepkan, yang akan dilakukan di kamar bedah di
rumah sakit (Lane dan Thompson, 1997). Dengan demikian, pengaturan perawatan
kesehatan dapat berlokasi di kantor dokter, pusat PT, dan rumah sakit dan pusat
rehabilitasi.
Gejala utama OA adalah nyeri sendi yang memburuk saat beraktivitas dan membaik
saat istirahat. Ciri utama OA adalah degenerasi kartilago artikular sebagai respons
terhadap stres, cedera, kelebihan beban mekanis, dan bertambahnya usia (Frontera et
al., 2019). Insiden penyakit meningkat di semua sendi sinovial dan semua populasi
dengan bertambahnya usia. Cedera sendi merupakan faktor risiko OA, tetapi sebagian
besar kasus terjadi tanpa riwayat cedera yang spesifik.
OA biasanya menyebabkan kerusakan progresif pada tulang rawan artikular, yang pada
gilirannya menyebabkan nyeri sendi dan gangguan fungsi sendi. Seiring waktu sendi
mungkin kehilangan bentuk normalnya. Kondisi tersebut dapat menyebabkan taji
tulang tumbuh di tepi sendi. Potongan tulang atau tulang rawan dapat patah dan
mengapung di dalam ruang sendi, yang menyebabkan rasa sakit dan kerusakan
tambahan. Tidak seperti bentuk radang sendi lainnya, OA hanya menyerang sendi dan
bukan organ dalam. Ini paling sering terjadi pada orang tua; sebelum usia 45 tahun
lebih banyak pria daripada wanita yang mengalami OA, sedangkan setelah usia 45
tahun lebih banyak terjadi pada wanita (NIAMS, 2016). Prevalensi OA lutut
simtomatik meningkat setiap dekade kehidupan, dengan kejadian tahunan tertinggi
antara usia 55 dan 64 tahun. OA dapat menyebabkan rasa sakit, kaku, dan bengkak, dan
dalam beberapa kasus menyebabkan penurunan fungsi dan kecacatan; beberapa orang
tidak lagi dapat melakukan tugas atau pekerjaan sehari-hari. Dalam beberapa kasus,
penyakit ini menyebabkan kelainan bentuk sendi yang progresif, kontraktur sendi, dan
pembengkakan sendi.
OA primer atau idiopatik dapat terlokalisasi (mempengaruhi satu sendi) atau umum
(melibatkan tiga atau lebih sendi) (Frontera et al., 2019). Meskipun cedera sendi
merupakan faktor risiko OA, sebagian besar kasus terjadi tanpa riwayat cedera yang
spesifik. Obesitas merupakan faktor risiko untuk OA lutut dan, pada tingkat yang lebih
rendah, untuk OA pinggul dan tangan. Wanita memiliki risiko OA lutut lebih besar
daripada pria. Displasia dan kelemahan sendi, beberapa neuropati dan gangguan
metabolisme, dan predisposisi genetik juga dapat meningkatkan risiko OA, seperti
aktivitas yang menuntut fisik secara terus-menerus.
Gejala OA spesifik termasuk nyeri, kaku, gerakan berkurang, dan pembengkakan sendi
yang terkena. OA biasanya diperburuk dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat
(Zhang dan Jordan, 2010). Kelembutan sendi dan krepitasi saat bergerak mungkin juga
ada; tidak ada gejala sistemik (Frontera et al., 2019)
Ada beberapa tes yang dapat dilakukan dokter untuk mengaktifkan diagnosis OA.
Umumnya dokter keluarga atau dokter penyakit dalam akan mengambil riwayat medis
untuk memahami gejalanya dan untuk menentukan apakah ada gangguan lain yang
terjadi bersamaan. Setelah pemeriksaan fisik, dokter yang mendiagnosis mungkin
memerlukan tes khusus untuk OA, yang meliputi
• Pemeriksaan fisik untuk memeriksa kesehatan umum, refleks, dan masalah persendian.
• Sinar-X untuk memberikan informasi tentang kehilangan tulang rawan, kerusakan
tulang, dan taji tulang, meskipun kerusakan dini mungkin tidak terlihat pada sinar-X.
• MRI untuk menunjukkan kerusakan pada jaringan sendi, terutama kartilago artikular,
menisci, dan jaringan tulang subkondral.
• Tes darah dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari gejala.
• Sampel cairan sendi dapat diambil untuk mencari penyebab nyeri sendi lainnya, seperti
infeksi atau asam urat.
Penggantian lutut, yang meliputi penggantian lutut total dan sebagian, dilakukan untuk
mengembalikan fungsi dan menghilangkan rasa sakit pada pasien dengan lutut yang
rusak parah. Meskipun penggantian lutut total adalah pengobatan yang efektif,
komplikasi pasca operasi termasuk pembekuan darah, kerusakan luka, infeksi, dan
melonggarnya atau ketidaksejajaran komponen prostetik (Scott, 2015). Sebuah studi
oleh Scott et al. (2017) secara prospektif menilai 289 pasien (≤65 tahun) yang
menjalani penggantian lutut total. Para peneliti menemukan bahwa dari 90 persen
pasien yang bekerja sebelum penggantian lutut total, 40 persen kembali bekerja,
termasuk 34 persen yang kembali ke pekerjaan yang sama. Sebanyak 41 persen
pensiunan dan pasien sisanya tetap pada bantuan publik. Studi lain oleh Scott et al.
(2018) menilai 55 pasien (≤65 tahun), 95 persen di antaranya bekerja sebelum
menerima revisi artroplasti pinggul total. Penulis menemukan bahwa 1 tahun setelah
operasi, 33 persen telah kembali bekerja, 48 persen pensiun, dan 19 persen menerima
bantuan publik. Usia adalah prediktor paling signifikan untuk kembali bekerja; hanya
16 persen pasien yang berusia lebih dari 50 tahun yang kembali bekerja.
Tinjauan tentang OA pinggul dan pekerjaan (Harris dan Coggon, 2015) menemukan
beberapa studi deskriptif yang telah mendokumentasikan kembali bekerja setelah
artroplasti pinggul. Kisaran waktu bervariasi dari 8 hari (dengan rehabilitasi yang
dipercepat) hingga 13,9 minggu; namun, penulis mencatat bahwa data yang
dipublikasikan tidak memberikan panduan tentang waktu untuk kembali bekerja setelah
operasi tersebut.
Artroplasti sendi harus dipertimbangkan untuk kasus OA yang parah. Dalam kasus OA
pinggul, lutut, bahu, dan pergelangan tangan tingkat lanjut, penggantian sendi dapat
menghilangkan rasa sakit dan meningkatkan fungsi bagi sebagian besar pasien. Namun,
tergantung pada pengalaman kerja pra-operasi, keterampilan, dan pendidikan pasien
serta tuntutan fisik dari kesempatan kerja yang memungkinkan, pengalaman kerja
pasca-operasi akan berbeda; tidak semua pasien yang berhasil melakukan penggantian
atau fusi sendi dapat kembali mendapatkan pekerjaan yang menguntungkan.
Meskipun ada banyak perawatan yang tersedia, OA lutut yang progresif dapat
menyebabkan penurunan mobilitas dan komplikasi sistemik berupa imobilitas dan
dekondisi. Risiko jatuh kemungkinan akan meningkat dengan penurunan mobilitas
lutut. Komplikasi dapat terjadi akibat penggunaan obat antiinflamasi, infeksi dapat
terjadi setelah injeksi atau pembedahan sendi, dan artroskopi dapat merusak membran
permukaan artikular, yang dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan yang tidak
terlibat. Infeksi, trombosis vena dalam, dan kematian intraoperatif dapat terjadi akibat
pembedahan, sehingga membatasi pembedahan menjadi pilihan terakhir (Frontera et
al., 2018).
https://hellosehat.com/muskuloskeletal/gangguan-muskuloskeletal/
https://www.healthline.com/health/musculoskeletal-disorders
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/musculoskeletal-
conditions
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559512/