You are on page 1of 4

‫ َو الَّص اَل ُة َو الَّس اَل ُم َع َلى َأْش َر ِف ْاَألْن ِبَي اِء‬، ‫ َو ِب ِه َن ْس َت ِعْيُن َع َلى ُأُم ْو ِر الُّد ْن َي ا َو الِّد ْي ِن‬،

‫اْلَح ْم ُد ِهلِل َر ِّب اْلَع اَلِمْي َن‬


، ‫ َن ِبِّي َن ا ُم َح َّمٍد َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َو َع َلى ٰا ِلِه َو َأْص َح اِبِه َو الَّت اِبِعْي َن َو َم ْن َت ِبَع ُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإلَى َي ْو ِم الِّد ْي ِن‬، ‫َو اْلُمْر َس ِلْي َن‬
‫ َو َأْش َه ُد َأَّن َس ِّيَد َن ا ُم َح ـَّم ًد ا َع ْب ُد ُه َو َر ُس ْو ُلُه صاِد ُق‬.‫َأْش َه ُد َأْن اَل ِإٰل َه ِإاَّل هللا َو ْح َد ه اَل َش ِر ْي َك َلُه اْلَمِل ُك اْلَح ُّق ْالُم ِبْين‬
‫ِد ْاَألِمْين‬ ‫اْلَو ْع‬
‫ ُس ْب ٰح َن اَّل ِذ ْٓي‬:‫ َفَق اَل ُهللا َت َع اَلى‬. ‫ ِاَّتُقوا َهللا َح َّق ُتَقاِت ِه َو اَل َت ُم ْو ُتَّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُمْس ِلُمْو َن‬. ‫َأَّما َب ْع ُد َف َي ا َأُّي َه ا اْلَح اِض ُرْو َن‬
‫َاْس ٰر ى ِبَع ْبِدٖه َلْي اًل ِّم َن اْلَم ْس ِج ِد اْلَح َر اِم ِاَلى اْلَم ْس ِج ِد اَاْلْق َص ا اَّل ِذْي ٰب َر ْك َن ا َح ْو َل ٗه ِلُنِر َي ٗه ِمْن ٰا ٰي ِتَن ۗا ِاَّن ٗه ُه َو الَّس ِمْيُع‬
‫اْلَبِص ْيُر‬
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam kepada Rasulullah menjadi dua hal
yang penting untuk mengawali majelis ini. Hal penting selanjutnya adalah berwasiat
takwa yang menjadi kewajiban bagi khatib untuk senantiasa sampaikan kepada
jamaah karena memang menjadi rukun dalam khutbah Jumat. Apabila rukun dalam
Jumat ditinggalkan, termasuk wasiat takwa, maka konsekuensinya adalah tidak sah
ibadah shalat Jumat yang dilaksanakan.
Oleh karena itu mari kita tingkatkan dan kuatkan ketakwaan kita kepada Allah swt
sebagai wujud penghambaan kita kepada-Nya yang menumbuhkan rasa takut pada
diri kita untuk melanggar perintah-perintah-Nya. Kuatnya ketakwaan juga bisa
diukur dari kemampuan kita menjalankan seluruh perintah Allah swt. Takwa akan
menjadikan kita masuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung dan
masuk ke dalam surga Allah swt. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat
An-Naba 31:
‫ِاَّن ِلْلُم َّت ِقْي َن َم َفاًز ۙا‬

Artinya: “Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (ada) kemenangan


(surga)” Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Di antara tanda-tanda orang yang
bertakwa telah disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 3:

‫ۙ اَّلِذْي َن ُيْؤ ِم ُنْو َن ِباْلَغ ْيِب َو ُيِقْيُمْو َن الَّص ٰل وَة َو ِمَّما َر َز ْق ٰن ُهْم ُيْن ِفُقْو َن‬
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan salat, dan
menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka,” Dari ayat
ini kita bisa memahami bahwa orang yang bertakwa itu percaya kepada hal yang
tak tampak mata dan juga tidak bisa dirasa dan direkam oleh indra serta tak bisa
dinalar secara akal manusia. Hal ini disebut dengan istilah ghaib. Orang yang
bertakwa juga dicirikan dengan konsistensinya dalam menjalankan shalat sebagai
ibadah vertikal menyembah Allah swt. Dua hal ini, yakni percaya pada hal yang
ghaib dan menjalankan shalat, menjadi dua hal relevan dengan keberadaan kita
saat ini berada di bulan Rajab.

Di bulan inilah sebuah peristiwa ghaib yang tak masuk akal dan hanya dipercayai
oleh orang-orang yang beriman terjadi, yakni peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad
saw. Peristiwa ini menjadi peristiwa ghaib yang harus diterima oleh keimanan terlebih
dahulu sebelum akal kita. Pengertian Isra ini sendiri adalah perjalanan Nabi Muhammad
saw dari Masjid al-Haram di Kota Makkah ke Masjid al-Aqsa di Palestina yang berjarak lebih
kurang 1.500 kilometer.

Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan beliau dari Masjid al-Aqsa ke Sidratul Muntaha
yakni tempat di langit yang bersifat ghaib, tidak mungkin dijangkau oleh pancaindra
manusia, bahkan tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran. Dua perjalanan ini
ditempuh Nabi Muhammad hanya dalam satu malam. Peristiwa agung ini telah
diterangkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 1:

‫ُسْب ٰح َن اَّلِذ ْٓي َاْس ٰر ى ِبَع ْبِدٖه َلْي اًل ِّم َن اْلَم ْس ِج ِد اْلَح َر اِم ِاَلى اْلَم ْس ِج ِد اَاْلْق َص ا اَّلِذْي ٰب َر ْك َن ا َح ْو َلٗه ِلُنِر َي ٗه ِمْن ٰا ٰي ِتَن ۗا ِاَّن ٗه ُه َو‬
‫الَّسِمْيُع اْلَبِص ْيُر‬
Artinya: “Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi
Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah
Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Dalam perjalanan spiritual ini, Nabi Muhammad mendapatkan ‘oleh-oleh’ yang


sangat monumental dan menjadi hal yang paling sering disebut pada bulan Rajab
yakni perintah shalat lima waktu. Maka kurang lengkap rasanya jika peringatan Isra
Mi’raj yang sering dilakukan masyarakat di Indonesia tidak mengangkat dan
membahas tentang shalat. Baik pembahasan tentang shalat dari perspektif fiqih,
tasawuf, kesehatan, maupun dari perspektif lain yang mampu meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Pembahasan tentang shalat ini penting
untuk diingatkan kembali kepada umat Islam pada bulan Rajab ini sebagai upaya
untuk menguatkan kembali kesadaran bahwa shalat adalah sebuah kebutuhan
bagi umat Islam. Bukan hanya sekedar kewajiban saja. Mengapa kita butuh? Karena
shalat menjadi satu media penting untuk mendekatkan diri dan menyembah Allah
swt. Dengan shalat kita telah menunjukkan komitmen untuk menjalankan misi
utama diciptakannya manusia ke dunia yakni untuk beribadah. Hal ini sudah
disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Ad-Dzariyat ayat 56:
‫َو َم ا َخ َلْق ُت اْلِج َّن َو اِاْلْن َس ِااَّل ِلَي ْع ُبُد ْو ِن‬
Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku.” Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Dalam pelaksanaan shalat sendiri, penting untuk diingat oleh kita semua untuk
senantiasa mengedepankan kualitas shalat. Bukan hanya kuantitas shalat saja.
Kewajiban shalat yang difokuskan kepada kuantitas atau jumlah saja akan
menjadikan diri terbebani dalam menjalankannya. Jika kewajiban shalat kita
kerjakan dengan mengedepankan kualitas, maka shalat yang dilakukan akan benar-
benar bisa dinikmati dan akan berdampak pada perilaku serta kualitas kehidupan
kita. Rasulullah pernah mengingatkan dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad:

‫يَأِتى َع َلى الَّن اِس َز َم اٌن ُيَص ّلْو َن َو َال ُيَص ُّلْو َن‬
Artinya: “Akan datang suatu masa menimpa manusia, banyak yang melakukan
shalat, padahal sebenarnya mereka tidak shalat”. Hadits ini mengingatkan kepada
kita untuk senantiasa menjalankan perintah ini dengan sempurna mulai dari aspek
fiqihnya sampai dengan aspek hakikat dari shalat itu sendiri. Dari sisi fiqih kita
harus mengetahui syarat dan rukun shalat dan beberapa hal lain terkait seperti
cara berwudhu, waktu-waktu shalat dan sejenisnya. Terminologi shalat ini sendiri
adalah:

‫َأْق َو اٌل َو َأْف َع اٌل َم ْخ ُصْو َص ٌة ُم ْف َت ِتَح ٌة ِبالَّتْك ِبْي ِر ُم ْخ َت ِتَم ٌة ِبالَّت ْس ِلْي ِم ِبَش َر اِئَط َم ْخ ُصْو َص ٍة‬
Artinya: “Ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan syarat dan rukun tertentu”.

Sementara dari sisi hakikat, shalat memiliki dimensi ibadah rohani yang di
dalamnya berisi doa-doa untuk mendatangkan ketenangan dan ketentraman jiwa.
Allah berfirman:

‫َو َص ِّل َع َلْي ِه ْم ِإَّن َص اَل َت َك َس َك ٌن َلُهْم َو ُهَّللا َسِم يٌع َع ِليٌم‬
Artinya: “Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah 103).
Selain berbuah ketenangan jiwa, shalat juga akan membuahkan ketentraman bagi
orang lain. Kenapa? Karena orang yang melakukan shalat dengan benar akan
membuahkan komitmen untuk tidak berbuat hal yang keji dan mungkar. Hal ini
disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Ankabut ayat 45:

‫ُاْت ُل َم ٓا ُاْو ِحَي ِاَلْي َك ِمَن اْلِك ٰت ِب َو َاِقِم الَّص ٰل وَۗة ِاَّن الَّص ٰل وَة َت ْن ٰه ى َع ِن اْل َفْح َش ۤا ِء َو اْلُم ْن َك ِر َۗو َلِذ ْك ُر ِهّٰللا َاْك َب ُر َۗو ُهّٰللا َي ْع َلُم َم ا‬
‫َت ْص َن ُعْو َن‬
Artinya: “Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan
kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar
(keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Mari di bulan Rajab ini kita jadikan peristiwa Isra Mi’raj sebagai media untuk lebih
menguatkan keimanan dan ketakwaan kepada hal-hal yang ghaib serta menjadikan
shalat sebagai ibadah yang benar-benar bisa membuahkan hasil nyata yang
berdampak pada kehidupan diri dan masyarakat sekitar. Upaya ini dilakukan
dengan menjaga kuantitas dan kualitas shalat yang kita lakukan. Semoga Allah
mengabulkan harapan-harapan kita. Amin

‫ ِإَّن ُه ُه َو اْلَغ ُفْو ُر الَّر ِحْي ُم‬،‫ َف اْس َتْغ ِفُرْو ُه‬، ‫ َو َأْس َتْغ ِفُر َهللا ِلْي َو َلُك ْم‬،‫َأُقْو ُل َقْو ِلْي ٰه َذ ا‬

You might also like