You are on page 1of 163

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua


komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap individu agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu,
masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan pemerintah,
tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga
kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan dicapai. Perilaku yang sehat dan
kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu sangat menentukan keberhasilan Pembangunan Kesehatan.
Tugas utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan
kesehatan setiap warga negara, yaitu setiap individu, keluarga dan masyarakat
Indonesia, tanpa mengesampingkan upaya menyembuhkan penyakit dan atau
memulihkan kesehatan penderita. Untuk dapat terselenggaranya tugas ini, upaya
kesehatan yang harus diutamakan adalah yang bersifat promotif dan preventif
yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif, serta menciptakan lingkungan
yang sehat agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat secara paripurna.
Arah pembangunan kesehatan Kabupaten Bogor tertuang dalam Rencana
Strategis (Renstra) Dinas kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 dengan
visi “Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bogor yang Mandiri untuk Hidup Sehat”.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menggunakan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
sebagai tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh
kabupaten serta sebagai acuan penting dalam penyusunan dokumen
perencanaan pembangunan daerah.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


2

Buku Profil Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2016 merupakan salah satu
bentuk dokumentasi tahunan dari produk Sistem Informasi Kesehatan yang dapat
memberikan gambaran perkembangan situasi kesehatan khususnya di Wilayah
Kabupaten Bogor dan juga merupakan penyediaan data dan informasi kesehatan
yang diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak baik institusi pemerintah,
institusi swasta, profesi, mahasiswa dan kelompok masyarakat lainnya serta dapat
digunakan sebagai alat ukur untuk menilai dan mengevaluasi kinerja yang telah
dilakukan di sektor kesehatan secara keseluruhan pada setiap akhir tahun melalui
pencapaian indikator pembangunan kesehatan dibandingkan dengan target
nasional, regional maupun lokal, sehingga diharapkan mampu memberikan
gambaran dan informasi yang menyeluruh tentang status kesehatan masyarakat
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Instrumen dasar untuk penyusunan Buku Profil Kesehatan Kabupaten
Bogor tahun 2016 mengacu kepada Petunjuk Teknis Penyusunan Profil
Kesehatan Kabupaten/ Kota Tahun 2013 (edisi revisi 2014) yang diterbitkan oleh
Pusat Data dan Informasi Kementeriaan Kesehatan Republik Indonesia, yang
sudah dalam bentuk data terpilah menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan,
format petunjuk teknis juga memperbarui indikator-indikator yang berkembang di
bidang kesehatan. Hal ini merupakan salah satu wujud dari pengarusutamaan
gender dalam pembangunan di bidang kesehatan. Data kesehatan yang terpilah
diharapkan dapat mengindentifikasi ada tidaknya serta besaran kesenjangan
mengenai kondisi, kebutuhan dan persoalan yang dihadapi laki-laki dan
perempuan terkait dengan akses, partisipasi kontrol dan manfaat dalam
pembangunan bidang kesehatan melalui analisis gender. Dengan data yang
responsive gender ini juga akan membantu dalam proses penyusunan rencana
dan penganggaran program pembangunan kesehatan baik di pusat maupun di
daerah.
Profil kesehatan ini mencakup pembahasan yang meliputi gambaran
umum dan perilaku kependudukan, situasi derajat kesehatan, situasi upaya
kesehatan dan sumber daya kesehatan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


3

1.2. TUJUAN

1.2.1. Tujuan Umum


Tersedianya data dan informasi bidang kesehatan di Kabupaten Bogor
pada tahun 2016 melalui gambaran situasi derajat kesehatan, upaya kesehatan,
dan sumber daya kesehatan.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui situasi derajat kesehatan di Kabupaten Bogor Tahun 2016 yang


meliputi :
a. Prevalensi balita kekurangan gizi
b. Prevalensi balita gizi buruk
c. Prevalensi balita gizi kurang
d. Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup
e. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup
f. Angka Kematian Neonatal (AKN) per 1000 kelahiran hidup
g. Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 kelahiran hidup
h. Tingkat prevalensi tuberkulosis per 100.000 penduduk
i. Tingkat kematian karena tuberkulosis per 100.000 penduduk

2. Mengetahui situasi upaya kesehatan berdasarkan pencapaian Indikator


Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun
2016 yang meliputi :
a. Pelayanan kesehatan dasar yang terdiri dari :
- Cakupan kunjungan ibu hamil K4
- Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
- Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan
- Cakupan pelayanan nifas
- Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani
- Cakupan kunjungan bayi
- Cakupan desa/kelurahan UCI
- Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24
bulan keluarga miskin
- Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


4

- Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat


- Cakupan peserta KB aktif
- Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk <15 tahun
- Cakupan penemuan pneumonia balita
- Cakupan penemuan pasien baru TB. BTA (positif)
- Cakupan penderita DBD yang ditangani
- Cakupan penemuan penderita diare
- Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin
b. Pelayanan kesehatan rujukan yaitu cakupan pelayanan kesehatan rujukan
pasien masyarakat miskin
c. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB yaitu cakupan
desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi
<24jam
d. Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yaitu cakupan
desa/kelurahan siaga aktif

3. Mengetahui situasi sumber daya kesehatan berdasarkan Indikator Kinerja


Utama (IKU) dan Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi
a. Rasio puskesmas, poliklinik, pustu per satuan penduduk
b. Rasio rumah sakit per satuan penduduk
c. Rasio dokter per satuan penduduk
d. Rasio tenaga medis per satuan penduduk
e. Persentase pengadaan obat esenssial

4. Mengetahui situasi sumber daya kesehatan berdasarkan pembiayaan


kesehatan kabupaten

1.3. MEKANISME KERJA


1.3.1. Pengumpulan Data
a. Sumber Data
Data untuk penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Bogor dikumpulkan
dengan dua macam cara, yaitu secara pasif dan secara aktif. Secara pasif artinya
petugas pengelola data di Dinas Kesehatan Kabupaten menunggu laporan yang
berasal dari UPT puskesmas, dari seksi-seksi di Dinas Kesehatan Kabupaten

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


5

Bogor dan dari Rumah Sakit serta UPT di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor seperti UPT Laboratorium Kesehatan Daerah (LABKESDA) dan
UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Kerja (PPKK). Sedangkan pengumpulan data
secara aktif artinya petugas pengelola data di Dinas Kesehatan Kabupaten
berupaya aktif mengambil data ke puskesmas, ke Rumah Sakit dan ke Instansi
/SKPD terkait se-Kabupaten Bogor seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD), Dinas Pendidikan, Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Badan Lingkungan Hidup (BLH),
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB).

b. Jenis Data
Data yang dikumpulkan untuk penyusunan Profil Kesehatan merupakan
data sekunder dengan periode Januari-Desember tahun 2016 adalah :
1. Data umum meliputi data geografis, administratif, kependudukan, ekonomi,
pendidikan, sosial budaya dan lingkungan
2. Data derajat kesehatan meliputi angka kematian, angka kesakitan dan angka
status gizi
3. Data upaya Kesehatan meliputi data tentang pelayanan kesehatan dasar,
pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit
menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi
masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, pelayanan
kesehatan dalam situasi bencana
4. Data Sumber Daya Kesehatan yang meliputi data tentang: sarana kesehatan,
tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan
lainnya
5. Data lainnya

1.3.2. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan, kemudian dientry ke dalam format tabel profil
yang telah disediakan, disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi dengan
indikator-indikator yang telah ditentukan. Perhitungan dilakukan dengan
persentase, proporsi dan rasio sesuai dengan rumus yang ditetapkan dalam buku
petunjuk.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


6

1.3.3. Analisis Data

Berdasarkan data yang ada pada tabel-tabel kemudian dilakukan analisis.


Terdapat empat jenis analisis data Profil Kesehatan Kabupaten Bogor yaitu :

a. Analisis Deskriptif
Upaya menggambarkan/menjelaskan data yang terdapat dalam tabel sesuai
karakteristik data yang ditampilkan, termasuk angka absolute, angka
persentasi, angka rata-rata, angka minimum dan maksimum.

b. Analisis Komparatif
Upaya menjelaskan data dengan membandingkan karakteristik data wilayah
yang satu dengan wilayah yang lainnya atau perbandingan data antar waktu,
antar jenis kelamin, antar kelompok umur, membandingkan hasil program
dalam satu tahun dengan target indikator yang telah ditetapkan yaitu Indikator
SPM Bidang Kesehatan, Indikator Kinerja Utama (IKU), dan Indikator IPM
membandingkan dengan keadaan provinsi maupun keadaan nasional.

c. Analisis Kecenderungan
Upaya untuk menjelaskan data dengan membandingkan data antar waktu
dalam periode yang relatif panjang (trend).

d. Analisis Hubungan
upaya untuk menjelaskan hubungan/keterkaitan antara variable yang satu
dengan lainnya tanpa pembuktian statistik.

1.3.4 INDIKATOR KINERJA PELAYANAN KESEHATAN

a. Indikator Pembangunan Manusia (IPM)

Sebagai tolok ukur kinerja pembangunan Kabupaten Bogor selama


periode Tahun 2013-2018, ditetapkan Indikator Kinerja Makro
Pembangunan sebagai Indikator Agregat pembangunan di Kabupaten
Bogor yang pada akhirnya bermuara pada pencapaian Indikator Indeks

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


7

Pembangunan Manusia (IPM), beserta komponen pembentuk IPM nya,


sebagaimana disajikan pada lampiran II.

b. Indikator Kinerja Utama (IKU)

Pada era reformasi dan desentralisasi, keterbukaan publik terhadap


pelayanan kesehatan merupakan suatu tuntutan yang harus dipenuhi oleh
Dinas Kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Dalam
pelaksanaan pembangunan kesehatan di Kabupaten Bogor, Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor harus berkontribusi secara langsung dalam
rangka mendukung pencapaian tujuan dan sasaran Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Berdasarkan keputusan Bupati Bogor Nomor : 060/551/Kpts/Huk/2009
tanggal 17 Desember 2009, Pemerintah Kabupaten Bogor menetapkan
Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai acuan ukuran kinerja yang
digunakan oleh organisasi perangkat daerah dilingkungan Pemerintah
Kabupaten Bogor untuk menetapkan rencana kerja tahunan,
menyampaikan rencana kerja dan anggaran, menyusun dokumen
penetapan kinerja, menyusun laporan akuntabilitas kinerja serta melakukan
evaluasi pencapaian kinerja sesuai dengan dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bogor tahun 2013-
2018, sebagaimana disajikan pada lampiran III.

c. Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan

Sebagaimana diatur dalam PP No. 65 Tahun 2005 tentang


Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, maka
untuk menjamin terselenggaranya urusan wajib daerah yang berkaitan
dengan hak dan pelayanan dasar kepada warga Negara perlu ditetapkan
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Untuk menyamakan pengaktualisasian urusan wajib bidang kesehatan di
Kabupaten/Kota sesuai dengan PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal dan Peraturan
Menteri Dalam Nergeri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, maka dalam

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


8

rangka memberikan panduan untuk menyelenggarakan pelayanan dasar


bidang kesehatan kepada masyarakat di daerah, telah ditetapkan
Kepmenkes No. 741/Menkes/Per/VII/2 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Dalam penerapannya SPM harus menjamin akses masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan dasar dari Pemerintah Daerah sesuai dengan
ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, baik
dalam perencanaan maupun penganggaran, wajib diperhatikan prinsip-
prinsip SPM yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau
dan dapat diselenggarakan secara bertahap, efisien dan efektif. Hal ini
dimaksudkan agar kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah khususnya
penanganan bidang kesehatan tetap sejalan dengan tujuan nasional dalam
rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun indikator-indikator
SPM tersebut dapat dilihat pada lampiran IV.

1.3.5. Penyebarluasan Informasi

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor sesuai dengan tujuannya yaitu


tersedianya data dan informasi bidang kesehatan, maka perlu disebarluaskan
kepada instansi baik di kabupaten maupun di propinsi serta di umpan balikan
kepada sumber data dan unit-unit pelapor. Penyebarluasan itu antara lain kepada :
1. Bupati Kabupaten Bogor
2. Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bogor.
4. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
5. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat.
6. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor.
7. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bogor
(BPMPD)
8. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor.
9. Bagian Pelayanan Sosial Setda Kabupaten Bogor
10. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor
11. Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Bogor.
12. Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


9

13. Badan Pemberdayaan Perempuan & Keluarga Berencana Kabupaten Bogor


(BPPKB).
14. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bogor
15. PKK
16. Perpustakaan Kabupaten Bogor
17. Kantor Arsip Kabupaten Bogor
18. Rumah Sakit di wilayah Kabupaten Bogor
19. Seluruh unit kerja di lingkungan Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
20. UPT Puskesmas di wilayah Kabupaten Bogor
21. UPF Puskesmas di Wilayah Kabupaten Bogor
22. UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Kerja (PPKK)
23. UPT Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda)
24. Forum Kabupaten Bogor Sehat.
25. Instititusi/ Lembaga yang membutuhkan.

1.4. SISTEMATIKA PENULISAN

Penyajian Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016 dituangkan


dalam sistematika sebagai berikut :
Bab I : Bab ini berisi penjelasan tentang latar belakang, tujuan profil
kesehatan dan mekanisme kerja serta sistematika penulisan.
Bab II : Bab ini menyajikan tentang gambaran umum yang berisi tentang
Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi serta Kebijakan dan Program
Kesehatan Kabupaten Bogor.
Bab III : Menggambarkan Keadaan Umum dan Perilaku Penduduk yang
berisi uraian letak geografis, administratif dan informasi umum
lainnya, bab ini juga mengulas kependudukan, lingkungan sosial
ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan lingkungan, perilaku
masyarakat serta pemberdayaan dan promosi kesehatan.
Bab IV : Menggambarkan situasi derajat kesehatan Tahun 2016 yaitu Angka
Harapan Hidup (AHH), Angka Kematian Bayi (AKB), Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKABA) serta
gambaran pola penyakit dan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Bab V : Menggambarkan situasi upaya kesehatan di Kabupaten Bogor
Tahun 2016 berdasarkan pencapaian target Indikator Standar

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


10

Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan yang berisi pelayanan


kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, perbaikan gizi dan
pelayanan kesehatan khusus.
Bab VI : Menggambarkan keadaan sumber daya kesehatan di Kabupaten
Bogor 2016 yang meliputi sumber daya manusia, sarana, anggaran
kesehatan dan jaminan kesehatan.
Bab VII : Kesimpulan mengenai situasi derajat kesehatan, situasi upaya
kesehatan dan situasi sumber daya kesehatan di Kabupaten Bogor
Tahun 2016 berdasarkan pencapaian Indikator IPM, Indikator
Kinerja Utama (IKU) dan target Indikator SPM Bidang Kesehatan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


12

BAB II
GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR

2.1 VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, KEBIJAKAN DAN


PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DI KABUPATEN BOGOR

Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua


komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara social dan ekonomi.
Reformasi terutama difokuskan pada penguatan upaya kesehatan dasar
(primary health care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan
kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan
pembiayaan kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi salah satu sarana utama
dalam mendorong reformasi sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan
kesehatan yang optimal, termasuk penguatan upaya promotif dan preventif.
Arah dan kebijakan Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Bogor Tahun
2016 mengacu kepada Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013-
2018, yang tertuang dalam visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan dan
program kesehatan.

2.1.1. Visi

Rencana pembangunan Kabupaten Bogor tertuang dalam Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Daerah ( RPJMD ) Kabupaten Bogor Tahun
2013 – 2018 yang didalamnya tertuang Visi Kabupaten Bogor yaitu “ Kabupaten
Bogor menjadi Kabupaten Termaju di Indonesia ”.
Berdasarkan Visi Misi Pembangunan Kabupaten Bogor tersebut maka
Dinas Kesehatan telah menetapkan visi yang tertuang dalam Renstra Dinas

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


13

Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 yaitu “ Terwujudnya masyarakat


kabupaten bogor yang mandiri untuk hidup sehat”.

2.1.2. Misi
Untuk mewujudkan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang mandiri
untuk hidup sehat maka ditetapkan 3 (tiga) Misi Dinas Kesehatan sebagaimana
tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) yaitu :
1. Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam Jaminan Kesehatan Nasional
2. Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan yang berkualitas
3. Meningkatkan daya dukung pelayanan kesehatan

2.1.3 Tujuan

Tujuan Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013 – 2018

antara lain :

1. Meningkatkan cakupan kepersertaan masyarakat dalam Jaminan Kesehatan


Nasional (JKN)
2. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat serta PHBS
3. Meningkatnya puskesmas terakreditasi dan mepersiapkan puskesmas BLUD
4. Meningkatkan Kapasitas Sumber Daya Sarana dan Prasarana Kerja serta Kualitas
Aparatur
5. Meningkatkan Fungsi Koordinasi,Regulasi dan Fasilitasi Pelayanan Kesehatan
Pemerintah, Swasta dan Lintas Sektor
6. Meningkatkan Jejaring Pelayanan Kesehatan

2.1.4 Sasaran

Sasaran strategis yang tertuang dalam Renstra Dinas Kesehatan

Kabupaten Bogor antara lain :

1. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin


2. Kemandirian Masyarakat dan Partisipasi Swasta dalam Pelayanan Kesehatan
3. Sarana dan Prasarana Yankes dasar dan Rujukan
4. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin
5. Status Gizi Balita dan Ibu Hamil

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


14

6. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan


7. Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap
8. Upaya Penanggulangan Penyakit Menular
9. Lingkungan bersih dan sehat melalui pendidikan kesehatan
10. Jumlah dan Kualitas Tenaga Kesehatan
11. Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Yang Ankuntabel

2.1.5 Strategi

Strategi yang dipergunakan dalam rangka mencapai visi misi seperti yang
tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) antara lain :
1. Mengoptimalkan kewenangan untuk pengembangan pelayanan kesehatan
2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan dengan kompetensi
yang dibutuhkan
3. Menyusun Sistem Kesehatan Daerah (SKD) Kabupaten Bogor
4. Meningkatkan dan memasyarakatkan perilaku hidup bersih dan sehat
5. Mengoptimalkan sarana kesehatan yang ada dan standar operasional
prosedur untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
6. Memanfaatkan sistem informasi untuk mendeteksi penularan penyakit akibat
mobilisasi penduduk yang tinggi
7. Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan di masyarakat

2.1.6 Kebijakan dan Program

Kebijakan pembangunan merupakan penjabaran tujuan dan sasaran pada


misi serta strategi pembangunan yang telah dijelaskan sebelumnya. Kebijakan
pembangunan tersebut menjadi pedoman dalam melaksanakan program dan
kegiatan pembangunan dengan kata lain kebijakan pembangunan adalah untuk
mengarahkan pencapaian tujuan dan sasaran serta strategi yang ditetapkan dan
dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan program dan kegiatan
pembangunan. Adapun kebijakan Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
2013 -2018 antara lain :
1. Pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan sesuai dengan standar yang
berlaku
2. Pemenuhan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia kesehatan /
tenaga kesehatan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


15

3. Peningkatan kualitas upaya kesehatan, baik Upaya Kesehatan Perorangan


(UKP) maupun Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
4. Pengembangan pembiayaan kesehatan melalui sistem jaminan
pemeliharaan kesehatan
5. Peningkatan manajemen kesehatan termasuk regulasi dalam bidang
kesehatan dan Sistem Kesehatan Daerah (SKD)
6. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan swasta dalam bidang
kesehatan
7. Peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dalam masyarakat

Program/kegiatan berdasarkan prioritas pembangunan Kabupaten Bogor sesuai


dengan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Tahun 2013-2018 adalah sebagai
berikut :
1) Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
2) Program Upaya Kesehatan Masyarakat
3) Program Perbaikan Gizi Masyarakat
4) Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
5) Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana
Puskesmas/Puskesmas Pembantu dan Jaringannya
6) Program Kemitraan Peningkatan Pelayanan Kesehatan
7) Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak
8) Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Lansia
9) Program Peningkatan Pelayanan Peningkatan Remaja
10) Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan
11) Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin
12) Program Pengadaan, Peningkatan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
/Rumah Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-Paru/Rumah Sakit Mata
13) Program Pengawasan dan Pengendalian Kesehatan Makanan
14) Program Pengembangan Lingkungan Sehat
15) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
16) Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
17) Program Peningkatan Sarana Prasarana Aparatur
18) Program Peningkatan Disiplin Aparatur
19) Program Peningkatan Kapasitas Sumber daya Aparatur

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


16

20) Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan dan Capaian


Kinerja dan Keuangan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


16

BAB III
GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK

3.1 GAMBARAN UMUM DAN KEPENDUDUKAN

3.1. 1. Situasi Keadaan Umum


Kabupaten Bogor termasuk dalam wilayah administratif Propinsi
Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar ± 298.838,31 km terdiri dari
40 kecamatan, 417 desa dan 17 kelurahan,3.941 RW, 15.874 RT. Secara
geografis terletak antara 6°18´0”-6°47´10” LS dan 106°.23´45”- 107°13´30” BT,
sebelah utara berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta, Kabupaten/Kota
Tangerang dan Kabupaten/Kota Bekasi, sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Sukabumi, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur,
Purwakarta dan Karawang, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Lebak, Pandeglang dan Serang.
Kabupaten Bogor dibagi menjadi 3 wilayah pembangunan yaitu
Wilayah Pembangunan Barat terdiri dari 13 kecamatan yaitu Kecamatan
Jasinga, Parung Panjang, Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang,
Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan, Rumpin, Tenjolaya dan Kecamatan
Leuwisadeng. Wilayah Pembangunan Tengah terdiri dari 20 kecamatan yaitu
Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur,
Cibinong, Sukaraja, Bojong Gede, Dramaga, Cijeruk, Caringin, Ciawi,
Megamendung, Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas, Tamansari,
Tajurhalang, dan Kecamatan Cigombong. Wilayah Pembangunan Timur terdiri
dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal,
Jonggol, Sukamakmur, Cariu dan Kecamatan Tanjung Sari.

3.1.2. Kependudukan

Berdasarkan data Publikasi Daerah Hasil Sensus 2010-BPS yang


dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk di
Kabupaten Bogor tahun 2016 adalah 5.587.390 jiwa.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


17

Berdasarkan sensus penduduk 2000 hingga Tahun 2010 laju pertumbuhan


penduduk Kabupaten Bogor rata-rata dari 10 tahun adalah 3.15%. Pada tahun
2016 Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Bogor sebesar 2,34% (LKPJ,
2016).

3.1.3. Persebaran Penduduk Menurut Kecamatan

Secara umum penyebaran penduduk menurut kecamatan di Kabupaten


Bogor bervariasi, data dari BPS yaitu berkisar antara 46.211 jiwa sampai
430.633 jiwa, dimana jumlah penduduk terkecil dimiliki oleh Kecamatan Cariu
dan kecamatan yang memiliki penduduk yang terbesar adalah Kecamatan
Gunung Putri.
Kecamatan yang berbatasan dengan propinsi lain (DKI Jakarta) atau
kabupaten lain (Bekasi, Kota Depok dan Kota Bogor) cenderung mempunyai
jumlah penduduk yang besar, seperti Kecamatan Ciomas dan Sukaraja yang
berbatasan dengan Kota Bogor mempunyai jumlah penduduk sebesar 176.595
jiwa dan 201.436 jiwa, sedangkan Kecamatan Cibinong, Cileungsi dan Gunung
Putri yang berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kabupaten Bekasi mempunyai
jumlah penduduk antara 412.273 - 430.633 jiwa. Hal tersebut jelas menunjukkan
adanya keterkaitan antara penduduk kecamatan di Kabupaten Bogor yang
berbatasan dengan daerah lain, baik keterkaitan dengan pekerjaan atau
keterkaitan karena keluarga.
Selain itu kecamatan yang merupakan daerah industri dan daerah yang
mempunyai kemudahan sarana kegiatan ekonomi juga cenderung mempunyai
penduduk yang besar seperti Kecamatan Citeureup (227.383 jiwa), Kecamatan
Ciampea (159.256 jiwa) dan Kecamatan Leuwiliang (121.595 jiwa).

3.1.4. Persebaran Penduduk Menurut Umur

Pada Tahun 2016 persebaran penduduk Kabupaten Bogor menurut jenis


kelamin bervariasi di semua kecamatan baik jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan. Berdasarkan data dari BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk
laki-laki lebih besar dari pada jumlah penduduk perempuan, ada perbedaan
sebesar 125.668 jiwa dimana untuk laki-laki berjumlah 2.856.529 jiwa dan
perempuan sebesar 2.730.861 jiwa.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


18

Dilihat dari tabel 3.1. di bawah ini selama 5 tahun terakhir proporsi
penduduk menurut golongan umur dari tahun 2012 sampai tahun 2016 cukup
stabil. Tahun 2016 untuk golongan umur 0-4 tahun jika dibandingkan tahun 2015
proporsi penduduk mengalami peningkatan yang cukup lumayan, hal ini
dikarenakan selisih jumlah penduduk pada golongan umur ini lumayan berbeda
(pada tahun 2015; 10,11 %, tahun 2016; 10,14 %) . Golongan umur  65 tahun
mengalami penurunun (tahun 2015 sebanyak 3,09% dan tahun 2016 sebanyak
3,05%).
Jumlah penduduk pada umur ≥65 tahun masih lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah penduduk pada umur 0-4 dan umur 5-14 tahun, hal ini
menunjukkan bahwa piramida penduduk untuk Kabupaten Bogor termasuk dalam
piramida usia muda.
Perkembangan persebaran penduduk menurut umur dari tahun 2012
hingga 2016 dapat dilihat pada tabel berikut :

TABEL 3.1
PERSEBARAN PROPORSI PENDUDUK MENURUT UMUR
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 – 2016

GOLONGAN PROPORSI PENDUDUK


NO
UMUR 2012 2013 2014 2015 2016
1 0-4 10,45 10,45 10,45 10,11 10,14
2 5 – 14 21,35 21,35 21,30 23,00 21,24
3 15 – 44 51,91 51,91 52,06 50,39 52,17
4 45 – 64 13,13 13,13 13,11 13,41 13,08
5  65 3,16 3,16 3,08 3,09 3,05
Sumber : BPS Kabupaten Bogor, 2016

Bila dianalisa lebih lanjut, terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki dan
perempuan berdasarkan umur mempunyai pola yang sama, dimana puncaknya
berada pada golongan umur 15-44 tahun dan kemudian menurun kembali
jumlahnya sampai pada golongan umur 65 tahun. Hal tersebut dapat
digambarkan pada piramida penduduk Kabupaten Bogor tahun 2016 sebagai
berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


19

GAMBAR 3.1

PIRAMIDA PENDUDUK KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik)

Kategori penduduk suatu wilayah termasuk penduduk muda jika


median umur <20 tahun, penduduk menengah jika median umur 20-30 tahun
dan penduduk tua jika median umur >30 tahun. Berdasarkan kategori tersebut,
komposisi penduduk Kabupaten Bogor tahun 2016 termasuk kategori penduduk
menengah, dimana median umurnya berada pada umur 24,63 tahun. Kategori
penduduk menengah tersebut sesuai dengan gambaran proporsi penduduk
terbesar Kabupaten pada kelompok umur 15 - 44 tahun (52,17%).

Berdasarkan jenis kelamin, prosentasi penduduk laki-laki lebih besar yaitu


51,12% dibandingkan penduduk perempuan 48,88%. Persentase penduduk
terkecil terdapat pada golongan umur 65 tahun yaitu 1,45% untuk laki-laki dan
1,61% untuk perempuan.

3.1.5. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Bogor bervariasi atau


tidak merata. Secara alamiah keadaan atau fenomena ini adalah suatu hal yang
wajar, sebab setiap orang cenderung untuk tinggal ditempat yang

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


20

menguntungkan seperti pusat kota, pusat pendidikan atau tempat yang


mempunyai sumber daya tinggi untuk bertahan hidup.

Kepadatan penduduk Kabupaten Bogor tahun 2016 sebesar 18,70


jiwa/Ha. Kecamatan di Kabupaten Bogor yang mempunyai kepadatan penduduk
terpadat adalah Kecamatan Bojonggede dengan 113,57 jiwa/Ha. Sedangkan
kecamatan di Kabupaten Bogor dengan kepadatan penduduk terendah adalah
Kecamatan Tanjungsari.

3.1.6. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate) dan Angka Kesuburan
Total (Total Fertility Rate)
Crude Birth Rate (CBR) Provinsi Jawa Barat (Profil Kesehatan Jabar,
2010), selama periode 2005-2012 cenderung fluktuatif di Tahun 2006-2009
mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 24,01 menjadi 20,92 kemudian
meningkat di Tahun 2010 menjadi 21,90 dan meningkat kembali di Tahun 2012
menjadi 25,00.

CBR di Kabupaten Bogor pada Tahun 1998 sebesar 21,32 per 1000
penduduk dan pada periode tahun 1999-2005 berdasarkan proyeksi penduduk
meningkat menjadi 32,8 per 1000 penduduk (BPS dan Bappeda Kab Bogor,
2005), peningkatan ini belum dapat dijelaskan secara pasti sehingga perlu ditelaah
lebih lanjut.

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat, selama periode 2006-


2012 Total Fertility Rate (TFR) di Jawa Barat cenderung mengalami penurunan
di Tahun 2006-2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 2,39
menjadi 2,08, sedangkan Tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 2,18 dan
meningkat kembali di Tahun 2012 menjadi 2,50.

TFR di Kabupaten Bogor pada periode 1999-2007 adalah sebesar 3,251


(BPS dan Bappeda, 2007). Menurut hasil penelitian Pola Konsumsi Rumah
Tangga di Kabupaten Bogor tahun 1998, salah satu faktor yang menyebabkan
tingginya angka fertilitas di Kabupaten Bogor disebabkan oleh usia perkawinan
pertama pada wanita umur <19 tahun yang mencapai 59,5%. Tingginya usia
perkawinan <19 tahun ini kemungkinan disebabkan oleh faktor tingkat pendidikan
yang rendah, kemiskinan, adat istiadat, budaya serta agama.

Perkembangan Angka Kelahiran Kasar (CBR) dan Angka Kesuburan Total


(TFR) dari tahun 2006 hingga 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


21

TABEL 3.2
ANGKA KELAHIRAN KASAR (CRUDE BIRTH RATE) DAN ANGKA
KESUBURAN TOTAL (TOTAL FERTILITY RATE)
PROVINSI JAWA BARAT
TAHUN 2006-2010,2012

Tahun Total Fertility Rate = TFR= Crude Birth Rate = CBR =


Angka Kesuburan Total Angka Kelahiran Kasar
2006 2,39 24,01

2007 2,30 23,10

2008 2,20 21,09

2009 2,08 20,92

2010 2,18 21,90

2012 2,50 25,00

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, BKKBN Provinsi Jawa Barat,SDKI 2012

3.2. GAMBARAN SOSIAL EKONOMI

3.2.1. Lingkungan Sosial Ekonomi


Sebagai mahluk sosial, manusia tidak pernah bisa hidup seorang diri.
Dimana pun berada manusia senantiasa memerlukan kerjasama dengan orang
lain. Manusia membentuk pengelompokan sosial (social grouping) diantara
sesama dalam upayanya mempertahankan hidup dan mengembangkan
kehidupan. Kemudian dalam kehidupan bersama, manusia memerlukan
organisasi, yaitu suatu jaringan sosial antar sesama untuk menjamin ketertiban
sosial. Dari interaksi-interaksi itulah yang kemudian melahirkan sesuatu yang
dinamakan lingkungan sosial. Lingkungan sosial erat sekali hubungannya dengan
pembangunan, baik secara fisik maupun pembangunan masyarakat secara
ekonomi dan sosial itu sendiri yang bersifat kontinyu dan berkelanjutan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


22

3.2.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)


Pendapatan perkapita penduduk di suatu wilayah dapat menentukan Laju
Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dari tahun ke tahun, dengan mengamati laju
pertumbuhan yang telah dicapai dari tahun ke tahun maka dapat dinilai
kesuksesan suatu wilayah dalam mengendalikan kegiatan ekonominya dalam
jangka waktu pendek dan mengembangkan ekonomi dalam jangka panjang.

Perkembangan LPE Kabupaten Bogor Tahun 2011-2016 sebagai berikut,


pada Tahun 2011-2013 meningkat menjadi (5,96%, 5,99%, 6,03%) sedangkan
untuk LPE Tahun 2014 terjadi penurunan yaitu: sebesar (6,01%), kembali terjadi
peningkatan di Tahun 2015 dan 2016 sebesar (6,09%, 6,10% ) .

3.2.3 Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio)


Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) dihitung dengan
menjumlah penduduk usia belum produktif (14 tahun) dengan penduduk yang
sudah tidak produktif (≥65 tahun) kemudian dibagi dengan jumlah penduduk usia
produktif (15 - 64 tahun).

Depedency Ratio di Kabupaten Bogor periode Tahun 2011-2016 adalah


sebagai berikut : Tahun 2011 sebesar 49,19%, Tahun 2012 sebesar 53,75%,
Tahun 2013 sebesar 53,75%, Tahun 2014 sebesar 53,45%, Tahun 2015 sebesar
56,73% dan di Tahun 2016 sebesar 36,75%

Berdasarkan perhitungan BPS Kabupaten Bogor, Dependency Ratio Tahun


2016 sebesar 36,75%, berarti bahwa setiap 100 orang produktif harus
menanggung 36 orang yang tidak produktif.

3.2.4. Pendapatan Perkapita

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator yang


digunakan untuk menggambarkan pendapatan perkapita. PDRB dibagi menjadi
dua bagian yaitu PDRB Atas Harga Berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan.

Pendapatan perkapita merupakan hasil bagi antara PDRB dengan jumlah


penduduk. Perkembangan PDRB Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel 3.3
sebagai berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


23

TABEL 3.3
PDRB PERKAPITA KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012-2016
NO PDRB Perkapita 2012 2013 2014 2015* 2016**

1 Atas Dasar Harga Berlaku 19.219.793 21.454.556 23.175.870 25,374.448 33.053.juta

2 Atas Dasar Harga Konstan 7.320.879 7.576.992 7,703.068 7.967.436 23.638.juta


Sumber : IED Kabupaten Bogor*, LKPJ Angka Sementara**

Selama kurun waktu 5 tahun yaitu tahun 2012-2016, PDRB perkapita Atas
Dasar Harga Berlaku Kabupaten Bogor yaitu cenderung meningkat, tahun 2012
sebesar Rp. 19,21 juta dan tahun 2016 menjadi sebesar 33,053 juta, demikian
pula PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Konstan juga mengalami kenaikan yaitu
Rp. 7,32 juta pada tahun 2012 menjadi Rp. 23,638 juta pada tahun 2016.

3.3 PENDIDIKAN
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan warga
negaranya. Makin tinggi pendidikan warga negara maka semakin majulah negara
tersebut, tingkat pendidikan juga mempengaruhi derajat kesehatan seseorang.
Indikator IPM pendidikan antara lain Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama
Sekolah (RLS) dan Angka Partisipasi Sekolah (APS).

AMH pada Tahun 2012 sebesar 95,27%, pada tahun 2013 meningkat
menjadi 95,35%,begitu pula tahun 2014 dan 2015 meningkat menjadi 96,98%,dan
96,99% (Angka perhitungan Dinas Pendidikan).Tahun 2016 ada penerapan
metoda baru yaitu HLS (Harapan Lama Sekolah) menggantikan AMH (Angka
Melek Huruf) dengan pencapaian sebesar 11,85%

Sedangkan untuk RLS tahun 2012 sebesar 8,00%, pada tahun berikutnya
yaitu tahun 2013 meningkat menjadi 8,04%, dua tahun berikutnya yaitu tahun,
2014 dan tahun 2015 masih sama sebesar 8,04%,dan di tahun 2016 mengalami
penurunan data RLS yaitu sebesar 7,77%.

Salah satu indikator pokok untuk menilai kualitas pendidikan formal adalah
pendidikan yang ditamatkan.

Dikarenakan sulit didapatkannya data persentase penduduk umur 10 tahun


keatas menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan di Kabupaten Bogor tahun
2016, maka kami masih menggunakan hasil pengolahan data penyusunan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


24

monografi kependudukan Kabupaten Bogor yang disebut Sistem Informasi


Administrasi Kependudukan (SIAK) tahun 2012 yang bersumber dari Dinas
Kependudukan Dan Catatan Sipil tahun 2012. Adapun data tersebut adalah data
penduduk yang tidak/belum pernah sekolah 5,38%,yang tidak belum tamat SD
sebesar 3,99%, penduduk yang tamat SD sebesar 44,11%, penduduk umur 10
tahun keatas menurut tingkat pendidikan yang menamatkan pendidikan
SLTP/SMP sebesar 18,89%, data penduduk yang menamatkan pendidikan
SLTA/SMA sebesar 22,05% dari persentase tingkat kelulusan, pendidikan tinggi
(Akademi/Diploma) sebesar 4,61% dan persentase penduduk umur 10 tahun
keatas menurut tingkat pendidikan yang menamatkan pendidikan sarjana sebesar
0,26%.

Tingkat pendidikan tinggi yaitu sarjana yang ditamatkan persentase nya


lebih kecil jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan dasar, hal ini perlu menjadi
perhatian agar program PKBM dan keaksaraan fungsional lebih ditingkatkan lagi.
Walaupun demikian bagi program-program dalam bidang pendidikan dan pelatihan
keterampilan pada kelompok ini tetap perlu ditingkatkan agar mereka dapat tetap
produktif. Selanjutnya secara jelas, tingkat pendidikan selama 5 tahun terakhir
dapat dilihat pada Tabel 3.4. sebagai berikut :

TABEL 3.4
PERSENTASE PENDUDUK UMUR 10 TAHUN KEATAS
MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012-2016

TINGKAT PENDIDIKAN DI PERSENTASE PENDUDUK UMUR >10 TAHUN


NO
TAMATKAN 2012*** 2013*** 2014*** 2015*** 2016***
1 Tidak / belum pernah sekolah 5,38 5,38 5,38 5,38 5,38
2 Tidak / belum tamat SD 3,99 3,99 3,99 3,99 3,99
3 SD 44,11 44,11 44,11 44,11 44,11
4 SLTP 18,89 18,89 18,89 18,89 18,89
5 SLTA 22,05 22,05 22,05 22,05 22,05
6 AK/Diploma 4,61 4,61 4,61 4,61 4,61
7 Sarjana 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26
* Data belum diperoleh
**Menggunakan data Provinsi Jawa Barat tahun 2010
*** Menggunakan data SIAK tahun 20

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


25

3.4. KEADAAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Faktor terbesar yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah


lingkungan. Faktor lingkungan mempunyai peran yang sangat besar dalam proses
timbulnya gangguan kesehatan baik secara individual maupun masyarakat umum.
Upaya pembinaan kesehatan lingkungan pada prinsipnya dimaksudkan untuk
mengurangil dan mengendalikan faktor resiko terjadinya penyakit atau gangguan
kesehatan akibat dari lingkungan yang kurang sehat. Bentuk upaya yang
dilakukan dalam pembinaan kesehatan lingkungan, antara lain melakukan
pembinaan kesehatan lingkungan pemukiman pada masyarakat, pengawasan
hygiene sanitasi Tempat Pengolahan Makanan (TPM) dan pengawasan Tempat-
Tempat Umum (TTU).
Gambaran beberapa faktor resiko lingkungan yang dapat disajikan di
bawah ini antara lain cakupan rumah sehat, cakupan layak sanitasi, cakupan
jamban keluarga, cakupan keluarga dengan air bersih dan air minum, Angka
bebas jentik dan cakupan Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengolahan
Makanan (TPM) serta Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

3.4.1 Cakupan Rumah Sehat


Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan, yaitu rumah yang mempunyai layak sanitasi, mempunyai sarana air
bersih, mempunyai tempat pembuangan sampah, mempunyai sarana
pembuangan limbah, mempunyai ventilasi rumah yang baik, memiliki kepadatan
hunian rumah yang sesuai dan mempunyai lantai rumah yang tidak terbuat dari
tanah.
Cakupan rumah sehat di Kabupaten Bogor tahun 2016 adalah 868.629
rumah (87,45%). Kecamatan di Kabupaten Bogor yang mempunyai cakupan
rumah sehat tertinggi adalah Kecamatan Cariu (98,77%). Sedangkan kecamatan
terendah cakupan rumah sehat nya adalah Kecamatan Gunung Putri (63,01%).
Semakin tinggi cakupan rumah sehat di suatu wilayah, maka akan semakin kecil
resiko penghuni tersebut menjadi sakit. Angka bebas jentik merupakan salah satu

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


26

indikator dari rumah sehat dihitung dari jumlah rumah atau bangunan yang bebas
jentik nyamuk aedes pada kurun waktu tertentu. Rumah tangga bebas jentik
berhubungan dengan kasus DBD, korelasinya bahwa rumah tangga dengan angka
bebas jentik (ABJ) di bawah 95% akan berpotensi terhadap penyebaran kasus
DBD. Untuk kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) di Kabupaten Bogor pada
tahun 2016 didapatkan hasil bahwa jumlah rumah yang diperiksa atau dilakukan
PJB sejumlah 852.123 rumah (85,79%) dari 993.304 rumah dengan hasil sejumlah
809.754 rumah (95,03%) bebas jentik.

3.4.2 Cakupan Layak Sanitasi

Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi


derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif
di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup
masyarakat, tercemar nya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya
jumlah kejadian diare dan muncul nya penyakit. Berbagai alasan digunakan oleh
masyarakat untuk buang air besar sembarangan diantaranya adalah anggapan
membangun jamban keluarga itu mahal, lebih enak buang air besar di sungai, tinja
dapat digunakan sebagai pakan ikan, dan lain-lain. Perilaku ini harus diubah
karena dapat meningkatkan resiko terkena penyakit menular. Berdasarkan
pencatatan dan pelaporan puskesmas, cakupan layak sanitasi di Kabupaten Bogor
Tahun 2016 adalah sebesar 4.027.279 jiwa (72.1%).

Kecamatan di Kabupaten Bogor yang mempunyai cakupan layak sanitasi


tertinggi adalah Kecamatan Cigombong. Sedangkan kecamatan terendah cakupan
layak sanitasi nya adalah Kecamatan Ciomas (58,7%).

3.4.3 Cakupan Keluarga Dengan Akses Air Minum Berkualitas (Layak)


Alternatif masyarakat untuk mendapatkan sumber air minum berkualitas
(layak) di 40 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor sangat bervariasi. Masyarakat
perkotaan sebagian besar sudah menggunakan jasa PDAM untuk memenuhi
kebutuhan sumber air minum. Sedangkan masyarakat di pedesaan relatif lebih
bervariasi dari mulai yang menggunakan sumur terlindung, sumur gali, sumur pompa
dengan tangan, mata air terlindung, penampungan air hujan sampai yang
memanfaatkan badan air seperti danau, sungai untuk memenuhi kebutuhan sumber

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


27

air minumnya. Sumber mata air tersebut ada yang terlindung ada yang tidak
terlindung, sumber air PDAM, sumur gali,sumur pompa relatif lebih terlindung dan
memenuhi persyaratan kesehatan. Sedangkan sumber air danau, sungai, mata air
relatif tidak terlindung dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Sumber air bersih
yang terlindungi adalah sumber air minum keluarga yang bersumber dari sarana air
bersih yang telah memenuhi persyaratan baik biologis, kimia, dan fisik (permenkes),
di Kabupaten Bogor dari 300 sampel air bersih yang diperiksa diketahui yang
memenuhi syarat sebesar 133 sampel (44,33%).

Gambaran cakupan keluarga dengan akses air minum berkualitas (Layak) di


Kabupaten Bogor dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

GRAFIK 3.1
Cakupan Sarana Air Minum Berkualitas (Layak) di
Kabupaten Bogor Tahun 2016
17%
25%
Sumur Gali
6% Terlindung
Sumur Gali dengan
pompa
Sumur Bor dengan
7% Pompa
Mata Air Terlindung

Perpipaan (PDAM,
BPSPAM)
35%

Sarana air minum yang paling banyak digunakan di masyarakat dan


berkualitas Tahun 2016 adalah Sumur Gali dengan Pompa (35%).

Cakupan Keluarga dengan Akses Air Minum Berkualitas (layak) di Kabupaten


Bogor Tahun 2016 sebesar 74,57%. Dimana 18 kecamatan dari 40 kecamatan
memiliki cakupan lebih tinggi dari cakupan Kabupaten.

Cakupan Keluarga dengan Air Minum Berkualitas (layak) memenuhi syarat


tertinggi dicapai oleh Kecamatan Cibinong sebesar 100,66%, Kecamatan Cisarua
(98,72%) dan Kecamatan Kemang (94,77%). Sedangkan untuk cakupan terendah
terdapat di Kecamatan Klapanunggal sebesar 41,14%, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada lampiran tabel 59 profil kesehatan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


28

3.4.4. Cakupan Tempat-Tempat Umum dan Tempat Pengolahan Makanan


Dalam upaya mengurangi resiko Tempat-Tempat Umum (TTU) menjadi
tempat penularan / sumber penyakit, maka dilakukan pemantauan terhadap
sarana TTU tersebut. Beberapa TTU yang rutin dilakukan pemantauan di Wilayah
Kabupaten Bogor antara lain sarana pendidikan, sarana kesehatan dan sarana
hotel.
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan puskesmas di Kabupaten Bogor
Tahun 2016, tercatat ada 3.994 buah Tempat-Tempat Umum (TTU) yang terdiri
dari sarana pendidikan, sarana kesehatan dan sarana hotel, dimana sebanyak
1.646 buah (41,21%) diantaranya sudah dinyatakan memenuhi sarana kesehatan.
Hal itu berarti masih terdapat 2.348 buah (58,79%) TTU yang belum memenuhi
syarat kesehatan.
Cakupan TTU yang tertinggi untuk Kecamatan Citeureup (80,7%) dan
Kecamatan yang terendah cakupan TTU nya adalah Kecamatan Jonggol (24,0%).
Untuk cakupan Tempat Pengolahan Makanan (TPM) DI Kabupaten Bogor
Tahun 2016 yang terdiri dari jasa boga, rumah makan/restoran, Depot Air Minum
(DAM) dan makanan jajanan tercatat sebanyak 1.924 buah, dimana sebanyak 691
buah (35,91%) TPM sudah memenuhi syarat kesehatan. Hal itu berarti bahwa
masih terdapat 1.324 buah (68,81%) TPM yang belum memenuhi syarat
kesehatan dan perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan.
Dari jumlah 1.324 buah TPM yang belum memenuhi syarat
kesehatan dilakukan pembinaan sebanyak 302 buah (22,81%), hal ini masih
tercatat 1.022 buah (77,19%) tidak dilakukan pembinaan.
Dari jumlah 691 buah TPM yang memenuhi syarat kesehatan, maka
yang dilakukan uji petik hanya pada 163 buah (23,59%)

3.4.5. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk


merubah perilaku hygien dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan. Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial
berdasarkan kesamaan kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan. Cakupan
desa/kelurahan yang telah melaksanakan STBM tahun 2016 di Kabupaten Bogor sebesar
27,9% (121 desa STBM dari 434 desa). Jumlah target desa yang dilaksanakan
kegiatan pemicuan pada tahun 2016 berjumlah 116 desa dengan hasil desa ODF (Open

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


29

Defecation Free) sampai dengan Tahun 2016 berjumlah 37 desa. Desa yang sudah
melaksanakan stop Buang Air Besar Sembarangan (stop BABS) sebanyak 37 desa.
Strategi untuk mewujudkan lingkungan yang sehat melalui gerakan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) yang terdiri dari 5 pilar yaitu STOP BABS, Cuci Tangan
Pakai Sabun (CTPS), Penyediaan Air Minum Rumah Tangga (PAM-RT), Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga.

3.5 GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT


Komponen perilaku dan lingkungan sehat merupakan garapan utama
promosi kesehatan. Promosi kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan
masyarakat agar dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya
(WHO). Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan bukanlah pekerjaan yang mudah,
karena menyangkut aspek, perilaku yang erat kaitannya dengan sikap, kebiasaan,
pengetahuan, pendidikan, kemampuan, potensi dan faktor-faktor budaya pada umumnya
yang dapat berdampak positif atau negatif tehadap kesehatan.
Perilaku masyarakat yang dimungkinkan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
dan kondisi lingkungan menjadi faktor yang cukup besar untuk mempengaruhi status
kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten
Bogor yang paling banyak ditamatkan adalah pendidikan SD, hal ini dimungkinkan
berpengaruh pada kebiasaan dan perilaku masyarakat itu sendiri selain dari budaya
hidup atau adat istiadat yang turun temurun sering menjadi kendala bagi kelompok
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dan hal ini dapat tercermin dari
beberapa hal di bawah ini.

3.5.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dengan perkataan lain, masyarakat
diharapkan mampu berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan dalam menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya sendiri serta berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat.
Harapan tersebut dapat terwujud apabila masyarakat diberdayakan
sepenuhnya dengan segala daya yang dimiliki untuk dapat menerapkan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam kehidupannya sehari-hari. PHBS adalah
sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


30

pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri


sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat
kesehatan masyarakatnya (Kementerian Kesehatan Tahun 2010).
Walaupun di Kabupaten Bogor, data desa yang melaksanakan PHBS
strata III dan IV belum bisa diperoleh, tetapi berbagai upaya promosi kesehatan
untuk mengubah masyarakat berperilaku sehat telah dilakukan. Kegiatan-kegiatan
tersebut antara lain adalah advokasi untuk menghasilkan kebijakan perilaku sehat
dengan adanya SK Bupati tentang Tim PHBS tingkat Kecamatan (baru 15
Kecamatan), bina suasana untuk membentuk opini masyarakat, pemberdayaan
masyarakat untuk menumbuhkan gerakan hidup sehat, kemitraan lintas program
dan lintas sektoral, sosialisasi pesan-pesan hidup sehat sampai ke desa-desa,
kampanye/penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas
dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
Berdasarkan kajian rumah tangga sehat tahun 2016 didapatkan dari jumlah
rumah tangga yang dikaji sebanyak 1.023.268 KK dengan hasil 50,8%
dikategorikan ke dalam rumah tangga sehat dan 49,2% dikategorikan rumah
tangga tidak sehat berdasarkan 10 indikator PHBS rumah tangga, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada lampiran tabel 57 profil kesehatan. Selain itu telah
dilaksanakan pemeriksaan rumah sehat dari seluruh rumah yang ada sebanyak
993.304 rumah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 839.308 rumah
(84,50%). Rumah yang belum memenuhi syarat sebanyak 153.997 rumah,
dilakukan pembinaan dan didapatkan rumah sehat sebanyak 868.629 rumah
(87,45%) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran tabel 58 profil
kesehatan.

3.5.2 Merokok dan Perilaku Penggunaan Napza


Hasil Susenas Tahun 2012, persentase penduduk 10 tahun keatas yang
merokok di Jawa Barat sebanyak 29,38%, yang terdiri dari umur 10-17 tahun
sebanyak 2,93%, umur 18-24 tahun sebanyak 26,36% dan di atas 25 tahun
sebanyak 37,68%. Hal ini menunjukkan bahwa Perilaku hidup bersih dan sehat
pada masyarakat masih merupakan tantangan berat.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2013
(RISKESDAS 2013), diketahui persentase perokok aktif di Kabupaten Bogor
sebesar 28,6% lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase perokok di Jawa
Barat (27,1%).

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


31

Jika dilihat dari persentase penduduk berdasarkan kelompok umur


terbanyak perokok aktif setiap hari terdapat di kelompok umur 45-49 tahun
sebesar 37,2% dan kelompok umur 30-34 tahun sebesar 35,6%. Berdasarkan
perilaku merokok antara laki-laki dan perempuan, proporsi perokok setiap hari
pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan (51,7% banding
1,8%).
Dilihat dari jenis pekerjaan, petani/nelayan/buruh adalah perokok aktif
setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar (56,1%) dibandingkan kelompok
pekerjaan lainnya.
Jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap per hari sebesar 10,7 batang
rokok (hampir setara satu bungkus). Jika dilihat dari usia mulai merokok, diketahui
di Kabupaten Bogor dan Jawa Barat sama-sama dimulai di usia 10-14 tahun
dimana di usia ini adalah usia anak yang berpendidikan SLTP.
Upaya yang dapat ditempuh untuk meminimalisasi kebiasaan merokok
salah satu nya menyusun strategi penyuluhan bahaya merokok sejak usia dini
(sosialisasi di tingkat SD-SLTA melalui kegiatan ”road show Bahaya Merokok dan
Napza”), disamping itu dengan telah diterbitkannya Peraturan Bupati Bogor Nomor
54 Tahun 2012 tanggal 10 Desember tentang Penetapan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR), maka diharapkan upaya untuk menurunkan kebiasaan merokok di
masyarakat akan lebih efektif, terutama di tujuh kawasan yaitu : di fasilitas
pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain,
tempat ibadah, angkutan umum, di tempat kerja dan tempat umum.
Kegiatan yang dilakukan di Kabupaten Bogor dalam rangka pencegahan
dan penanggulangan penyalahgunaan napza adalah penyuluhan kepada siswa
SMP dan SMA yang dilakukan oleh puskesmas sebanyak 1.821 kali pada Tahun
2016 untuk lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran tabel 57a profil kesehatan.

3.6 PEMBERDAYAAN DAN PROMOSI KESEHATAN

Sejak Tahun 2005, pemerintah daerah Jawa Barat membuat terobosan


dengan mencanangkan Kabupaten/Kota siaga dalam upaya percepatan
penurunan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) dengan
mengembangkan Desa Siaga guna mendukung terwujudnya IPM 80. Hal ini
sejalan denga kebijakan Menteri Kesehatan RI yang tertuang dalam Keputusan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


32

Menteri Kesehatan Nomor 1529/Menkes/SK/X/2010 tentang Pedoman Umum


Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
Dalam rangka mencapai visi Pembangunan Kesehatan tahun 2015-2019
(Renstra Menkes) yaitu ”Masyarakat sehat yang mandiri & berkeadilan”,
Kementerian Kesehatan RI menetapkan strategi, salah satunya adalah
pemberdayaan masyarakat,swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan
kesehatan melalui kerjasama nasional dan global; menetapkan peran serta
masyarakat termasuk swasta sebagai subyek atau penyelenggara dan pelaku
pembangunan kesehatan; meningkatkan upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat dan mensinergikan sistem kesehatan modern dan asli Indonesia;
menerapkan promosi kesehatan yang efektif memanfaatkan agen of change;
memobilisasi sektor untuk sektor kesehatan.
Kegiatan yang dilakukan dengan strategi yang berbasis model pendekatan
dan kebersamaan tersebut adalah berupaya memfasilitasi percepatan dan
pencapaian peningkatan derajat kesehatan bagi seluruh penduduk dengan
mengembangkan kesiap-siagaan di tingkat desa yang disebut Desa Siaga
Desa Siaga dikembangkan sejak tahun 2006 sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga. Hasil evaluasi Kementerian Kesehatan
pada tahun 2009 menemukan bahwa belum semua Desa dan Kelurahan Siaga
tersebut belum mencapai kondisi Siaga Aktif yang sesungguhnya, dimana suatu
desa sebutan lain penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan
serta kemauan untuk mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan,
bencana dan kedaruratan kesehatan secara mandiri. Hal ini dapat dipahami
karena pengembangan dan pembinaan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga
menganut konsep pemberdayaan masyarakat memang memerlukan suatu proses.
Atas dasar pertimbangan tersebut diatas, maka dilaksanakan revitalisasi
terhadap program pengembangan Desa Siaga guna mengakselerasi pencapaian
target Desa Siaga Aktif 80% (target SPM) pada tahun 2016 yang pelaksanaanya
berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1529/Menkes/SK/X/2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif.
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif adalah bentuk pengembangan dari Desa
Siaga yang telah dimulai sejak tahun 2006. Desa /Kelurahan Siaga Aktif adalah
desa atau kelurahan yang :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


33

1. Penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar


yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti Pusat
Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya.
2. Penduduknya mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) dan melaksanakan surveilans berbasis masyarakat
(meliputi pematauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan
perilaku), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta
penyehatan lingkungan sehingga masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS).
Gambar berikut ini menampilkan indikator desa siaga beserta penetapan
kriteria strata desa siaga aktif yang di tetapkan di Propinsi Jawa Barat.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


34

Gambar 3.2
KRITERIA DAN KATAGORI DESA SIAGA AKTIF

Kriteria Desa Siaga Aktif


Forum Desa /Kelurahan
Pembinaan PHBS di
Rumah Tangga 1
8

Peraturan Kepala KPM / Kader


Desa atau 2 Kesehatan
Peraturan Bupati/
Walikota
7

Peran serta
Desa
masyarakat dan
6 Siaga Kemudahan Akses
Organisasi
Kemasyarakatan
3 Pelayanan
Kesehatan Dasar

Dukungan dana untuk


kegiatan kesehatan di Desa
dan Kelurahan : 5
- Pemerintah Desa 4 Posyandu & UKBM
dan Kelurahan lainnya Aktif
- Masyarakat
- Dunia usaha

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


35

Adapun untuk Kategori Desa Siaga Aktif terdapat dalam gambar dibawah ini :
Gambar 3.3

KATAGORI DESA SIAGA AKTIF

Pratama Madya Purnama Mandiri

1. Ada Forum 1. Ada Forum 1. Ada Forum 1. Ada Forum


desa/kel tapi desa/kel tapi desa/kel desa/kel
belum jalan belum rutin rutin rutin tiap
tri bln tri bln bln

2. Ada 2. Ada 2. Ada 2. Ada KPM/kader


KPM/kader KPM/kader KPM/kader kesehatan
kesehatan kesehatan kesehatan >9 orang
minimal 2 3 -5 orang 6-8 orang
orang
3. Mudah 3. Mudah akses 3. Mudah 3. Mudah akses
akses yankesdas akses yankesdas
yankesdas
yankesdas

4. Ada 4. Posyandu, 4. Posyandu, 3 4. Posyandu,


posyandu, 2 UKBM UKBM lain >= 4
UKBM lain lain UKBM lain
belum

5. Ada dana 5. Ada dana 5. Ada dana


5. Ada dana Pemdes &
Pemdes &
pemdes, 2 sumber lain >= sumber lain
Pemdes &
lainnya 1 sumber lain
belum
6. Ada PSM, 6. Ada PSM, 6. Ada PSM,
6. Ada PSM, 2 ormas > 2 ormas
ormas belum 1 ormas

7. Ada 7. Ada
7. Ada
7. Belum ada per.Kepdes per.Kepdes
per.Kepdes
per. Kepdes Atau Atau
Atau
Atau Bupati atau Bupati atau
Bupati/Walikota
Bupati atau Walikota Walikota
sudah realisasi
Walikota tapi blm realisasi sudah realisasi

8. Pembinaan 8. Pembinaan 8. Pembinaan 8. Pembinaan


PHBS RT PHBS RT PHBS RT PHBS RT
< 20% RT min 20% RT min 40% RT min 70% RT

Bila dilihat dari lampiran tabel 71 profil kesehatan dapat dilihat bahwa jumlah desa
siaga di Kabupaten Bogor yang telah terbentuk sebanyak 434 desa (100%)
dengan kategori sebagai berikut : pratama 139 desa (32,03%), madya 224 desa
(51,61%), purnama 54 desa (12,44%) dan mandiri 17 desa (3,92%). Adapun target

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


36

capaian desa siaga aktif (total dari kategori madya, purnama dan mandiri)
berdasarkan target SPM adalah sebesar 80%, pencapaian Kabupaten Bogor
tahun 2016 adalah 67,97%.

GRAFIK 3.2
PERSENTASE KATEGORI DESA SIAGA AKTIF DI KABUPATEN
BOGOR TAHUN 2016

3.92
12.44 Pratama

32.03 Madya

Purnama

51.61 Mandiri

Dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor, Kecamatan Cisarua dan Ciawi


merupakan kecamatan yang seluruh desa siaganya aktif, sudah termasuk
kategori madya, purnama dan mandiri, dilanjutkan oleh Kecamatan Cijeruk, Cariu
dan Cileungsi merupakan desa siaga aktif dengan katagori non mandiri.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


37

BAB IV
SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-


faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan
kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga
dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan faktor
lainnya.
Situasi derajat kesehatan masyarakat dapat tercermin melalui angka
harapan hidup, angka morbiditas, mortalitas dan status gizi. Pada bab berikut ini
Situasi derajat kesehatan di Kabupaten Bogor digambarkan melalui Angka
Harapan Hidup (AHH), Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita
(AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Kasar (AKK), angka
morbiditas beberapa penyakit, status gizi balita.

4.1 ANGKA HARAPAN HIDUP (AHH)

Angka Harapan Hidup (AHH) pada suatu umur x adalah rata-rata tahun
hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur
x pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan
masyarakatnya. Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi
kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya,
dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.
Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial
ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup
penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui
puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses
terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori,
mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan
dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.
Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan
program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk
kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program
pemberantasan kemiskinan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


38

Meningkatnya Angka Harapan Hidup memberikan gambaran kepada kita


bahwa salah satu penyebabnya adalah karena meningkatnya kualitas hidup dan
kesehatan masyarakat. Angka AHH di Kabupaten Bogor selama periode 2012-
2016 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :

TABEL. 4.1
ANGKA HARAPAN HIDUP BERDASARKAN PROYEKSI
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012 – 2016

TAHUN ANGKA HARAPAN HIDUP (TH) SUMBER


2012 69,49 BPS
2013 70,00 BPS
2014 70,35 BPS
2015 70,35 BPS
2016 70,68 BPS

Grafik 4.1
Grafik Angka Harapan Hidup Kabupaten Bogor
Tahun2012- 2016

70.8
70.6
70.4
70.2
70
69.8
AHH
69.6
69.4
69.2
69
68.8
2012 2013 2014 2015 2016

Peningkatan AHH dari tahun ke tahun dapat dipakai sebagai tolok ukur
keberhasilan upaya kesehatan yang telah di lakukan di Kabupaten Bogor, jika
dibandingkan dengan Angka Harapan Hidup Indonesia tahun 2013 sebesar 70,07
(Profil Indonesia BPS, 2015) dan AHH Jawa Barat sebesar 68,84 (Profil Indonesia
BPS, 2015) maka AHH di Kabupaten Bogor untuk Tahun 2016 sebesar 70,68
masih tinggi.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


39

Meskipun telah melebihi target, kegiatan-kegiatan yang merupakan upaya


terobosan dibidang kesehatan lainnya yang dapat meningkatkan Angka Harapan
Hidup di Kabupaten Bogor masih harus tetap dilaksanakan.

4.2. MORTALITAS

Angka kematian bayi dan ibu merupakan indikator yang sangat penting
untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat. Data tersebut didapatkan
melalui beberapa cara yaitu pelaporan rutin dari puskesmas dan hasil survei yang
dilaksanakan oleh lembaga tertentu. Sampai saat ini untuk sistem pencatatan dan
pelaporan belum dapat mendukung sepenuhnya untuk melakukan perhitungan
angka kematian bayi, kecuali dari hasil survei atau sensus yang dilakukan oleh
petugas.

4.2.1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah jumlah
kematian bayi dibawah usia satu tahun pada tiap 1000 kelahiran hidup pada tahun
yang sama.
AKB merupakan indikator yang sangat sensitif terhadap kualitas dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan
perinatal,juga merupakan tolak ukur pembangunan sosial ekonomi masyarakat
menyeluruh, dimana angka kematian itu dihitung. Kondisi sosial ekonomi yang
tercermin dengan pendapatan masyarakat yang meningkat dapat berkontribusi
melalui perbaikan gizi yang berdampak pada daya tahan terhadap infeksi penyakit.
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir
sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan
kematian bayi. Secara garis besar dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua
macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum
disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan
pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang
dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau
didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neonatal,
adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia
satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh
lingkungan luar.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


40

Kegunaan Angka Kematian Bayi (AKB) untuk pengembangan perencanaan


berbeda antara kematian neonatal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian
neonatal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan
maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang
bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program
pemberian Fe dan suntikan anti tetanus.
Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak
serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi,
serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak,
program penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak
dibawah usia 5 tahun.
Target RPJMN untuk AKB pada tahun 2015 - 2019 sebesar 24 per 1000
kelahiran hidup. Berdasarkan data dari buku Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2015, hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012
mengestimasikan AKB sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup dan di Tahun 2015
berdasarkan hasil Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) mengestimasikan
AKB sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup. Data hasil SDKI Tahun 2012
menunjukkan AKB di Provinsi Jawa Barat sebesar 30 per 1000 Kelahiran Hidup
(profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2014.
Angka Kematian Bayi di Kabupaten Bogor selama periode 5 tahun dapat
dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :
TABEL 4.2
ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 – 2016

TAHUN AKB SUMBER


2012 41,82 BPS
2013 41,82 BPS
2014 41,82 BPS
2015 41,82 BPS
2016 41,82 BPS

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa AKB di Kabupaten Bogor dari Tahun
2012 sampai dengan Tahun 2016 angka pencapaiannya tetap yaitu sebesar 41,82
per 1000 kelahiran hidup (BPS). Tahun 2016 belum ada data AKB terbaru dari
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor sehingga masih menggunakan data

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


41

Tahun 2008. Apabila dibandingkan dengan AKB Provinsi, AKB di Kabupaten


Bogor pada Tahun 2016 masih lebih tinggi.
Perhitungan lain untuk mengetahui AKB bisa dilakukan secara matematis, hal ini
sesuai dengan rumus AKB. Perhitungan AKB secara matematis ini merupakan
perhitungan AKB kasar yaitu jumlah kematian bayi yang dilaporkan puskesmas
ditambah dengan jumlah kematian bayi di rumah sakit di Kabupaten Bogor dan
digunakan sebagai perbandingan kinerja tahunan program KIA. Kelemahan AKB
matematis ini tidak menggambarkan kematian murni di Kabupaten Bogor karena
bayi yang meninggal di rumah sakit di Kabupaten Bogor tidak semuanya
penduduk asli Kabupaten Bogor. Kelemahan lain adalah sebagian yang
terlaporkan dari puskesmas kemungkinan sudah tercatat dalam laporan kematian
di rumah sakit. Hasil perhitungan AKB secara matematis dapat dilihat pada grafik
di bawah ini.

GRAFIK 4.2
ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013 – 2016 (MATEMATIS)

Berdasarkan grafik 4.2 diatas di ketahui berdasarkan perhitungan secara


matematis AKB di Kabupaten Bogor dari tahun 2013 – 2016 turun dari 8,26 per
1000 KH menjadi 5,01 per 1000 KH. Walaupun berbeda secara metologi dengan
perhitungan survei / BPS, hasil AKB perhitungan matematis masih bisa digunakan
untuk melihat capaian kinerja / evaluasi tahunan program KIA.
Berdasarkan peta sebaran kematian bayi di peroleh gambaran sebaran
kasus kematian bayi lebih banyak terjadi di daerah tengah Kabupaten Bogor. Hal

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


42

ini dimungkinkan karena sistem pelaporan kematian bayi relatif lebih baik di
bandingkan di wilayah timur dan barat serta penduduk yang lebih padat.
GAMBAR 4.1
PETA SEBARAN KEMATIAN BAYI
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

Angka kematian neonatal berdasarkan SDKI 2012 yaitu sebesar 19 per


1.000 kelahiran hidup, sedangkan target nasional (2014): 15 per 1.000 kelahiran
hidup (RPJMN 2010 - 2014). Data kematian neonatal, bayi dan balita di
Kabupaten Bogor Tahun 2016 bersumber dari data dasar kesehatan anak yang
tercatat dan dilaporkan oleh puskesmas yaitu jumlah lahir mati sebanyak 208
kasus, jumlah kematian neonatal umur (0-28 hari) sebanyak 126 kasus (neonatal
0-6 hari 110 kasus, neonatal 7-28 hari 16 kasus).
Seperti halnya dalam perhitungan matematis dan maanfaatnya secara
program pada perhitungan angka kematian bayi, maka pada perhitungan angka
kematian neonatal (AKN) perhitungan matematis tersebut juga digunakan.
Sehingga secara matematis jumlah kematian neonatal di bandingan dengan
jumlah lahir hidup dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 trendnya meningkat

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


43

dari 1,25 kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup tahun 2013 menjadi 1,50
kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup tahun 2014, namun di Tahun 2015
sampai dengan Tahun 2016 trend nya menurun. Hasil perhitungan AKN secara
matematis dapat tergambar pada grafik 4.3 di bawah ini.
GRAFIK 4.3
ANGKA KEMATIAN NEONATAL PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013 – 2016 (MATEMATIS)

Data laporan puskesmas jumlah kematian bayi umur (29 hari - 11 bulan)
sebanyak 16 kasus yang terdiri dari 3 kasus akibat Pneumonia,1 kasus akibat
kelainan syaraf dan 12 kasus akibat penyakit lainnya. Selain itu jumlah kematian
balita (12-59 bulan) sebanyak 9 kasus yang terdiri dari 2 kasus penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD), 2 kasus Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA),5 kasus
akibat penyakit lain-lainnya. Jumlah kematian bayi umur 0 hari - < 1 tahun dari
rumah sakit sebanyak 656 bayi.
Penyebab kematian bayi neonatal umur 0-28 hari berdasarkan laporan
puskesmas disebabkan oleh Asphyxia sebanyak 30 bayi, BBLR sebanyak 57 bayi,
Infeksi/Sepsis sebanyak 11 bayi, Kelainan Kongenital 15,Tetanus Neonatorum 1,
Ikterus 1 bayi dan kematian disebabkan hal lainnya sebanyak 11 bayi.
Data kematian bayi berdasarkan laporan rumah sakit di Kabupaten Bogor
berjumlah 656 bayi. Data kematian bayi tersebut tidak mencerminkan kematian
langsung di Kabupaten Bogor karena sebagian besar bukan penduduk Kabupaten
Bogor. Setiap kematian bayi di rumah sakit di Kabupaten Bogor akan dilaporkan
ke Dinas Kesehatan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


44

Adapun penyakit penyebab kematian bayi yang dilaporkan rumah sakit


dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut :

TABEL 4.3
PENYAKIT PENYEBAB KEMATIAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
UMUR 0 HARI - <1 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016
KEMATIAN
NO PENYAKIT PENYEBAB KEMATIAN
JUMLAH (%)
1 Intra Uterine Feotal Death (IUFD) 174 26,52
2 Asphyxia 85 12,96
3 Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 68 10,37
4 Respiratory Distress Syndrome (RDS) 59 8,99
5 Bronchopneumonia 55 8,38
6 Sepsis 51 7,77
7 Demam Berdarah Dengue (DBD) 39 5,95
8 Diare & Gastroenteritis 20 3,05
9 Meningitis 13 1,98
10 Demam Tifoid & Paratifoid 12 1.83
11 Hyoglikemia 11 1,69
12 Congenital Mutiple 9 1,37
13 Gagal Nafas 8 1,22
14 Kejang Demam 8 1,22
15 Dengue Shock Syndrome (DSS) 5 0,76
16 Morbili 2 0,30
17 Hydrocepalus 2 0,30
18 Hyalin Membran Disease (HMD) 1 0,15
19 Tuberkulosis (TB ) Paru ) 1 0,15
20 Anemia 1 0,15
21 Penyakit Lainnya 32 4,88
Jumlah 656 100,00

Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa kematian bayi terbesar tahun 2016 yaitu
bayi dengan Intra Uterine Feotal Death (IUFD sebesar 26,52%) yaitu kematian
janin dalam rahim yang beratnya 1000 gram atau lebih akibat infeksi yang tidak
terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati dengan usia kehamilan telah
mencapai 28 minggu atau lebih. Penyakit terbesar ke-dua yaitu Asphyxia sebesar
12,96% yaitu meninggalnya bayi akibat kekurangan O², hal ini dapat diasumsikan
disebabkan lamanya bayi di jalan lahir dan terbesar ke-tiga adalah penyakit Bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebesar 10,37%.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


45

4.2.2. Angka Kematian Balita (AKABA)


Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun
selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan
tahun itu (termasuk kematian bayi). Estimasi Angka Kematian Balita di Indonesia
dihitung oleh Badan Stastik (BPS).
AKABA mempresentasikan peluang terjadinya kematian pada fase antara
kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. Dapat digunakan untuk menggambarkan
tingkat permasalahan kesehatan serta faktor lain yang berpengaruh terhadap
kesehatan anak dan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan
kecelakaan.
Sampai saat ini data tentang AKABA ini sulit didapat sehingga data yang
dipakai masih indikator AKABA berdasarkan SDKI dan tingkat Propinsi Jawa
Barat.
Angka Kematian Balita Provinsi Jawa Barat menurut data terakhir yaitu
tahun 2012 adalah 38/1000 kelahiran hidup lebih rendah bila dibandingkan dengan
angka nasional pada tahun yang sama yaitu sebesar 40/1000 kelahiran hidup
(SDKI dan BPS 2012).
Tingginya kematian balita dapat pula disebabkan oleh rujukan yang
terlambat, maupun penanganan medik yang kurang adekuat. Untuk mencapai
target RPJMN tahun 2015 - 2019 sebesar 24/1000 kelahiran hidup, maka perlu
kelengkapan dan tatalaksana penyakit sesuai Standar Operasional (SOP) sangat
penting agar penanganan penderita dapat dilaksanakan lebih baik, sehingga lebih
banyak balita yang diselamatkan dari kematian.
Untuk tahun 2016 jumlah kematian anak balita usia 1-4 tahun di Rumah
Sakit di Kabupaten Bogor sebanyak 304 orang, sedangkan pada Tahun 2015
sebanyak 154 orang.
Dilihat dari laporan rumah sakit, 10 penyakit utama penyebab kematian
usia 1-4 tahun ada pada tabel 4.4 berikut ini :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


46

TABEL 4.4
PENYEBAB KEMATIAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
UMUR 1- 4 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016
KEMATIAN
NO PENYAKIT PENYEBAB KEMATIAN
JUMLAH (%)
1 Bronchopneumonia 127 41,78
2 Diare & Gastroenteritis 33 10,86
3 Dengue Shock Syndrome (DSS) 21 6,91
4 Sepsis 19 6,25
5 Meningitis 18 5,92
6 Penurunan Kesadaran 12 3,95
7 Demam Berdarah Dengue (DBD) 10 3,29
8 Gagal Nafas 10 3,29
9 Kejang Demam 6 1,97
10 Anemia 4 1,32
11 Tuberkulosis (TB ) Paru 3 0,99
12 Dispepsia 3 0,99
13 Congestive Heart Failure (CHF) 3 0,99
14 Demam Tifoid & Paratifoid 2 0,66
15 Respiratory Distress Syndrome (RDS) 1 0,33
16 Syndrome Nefrotik (NS) 1 0,33
17 Vomitus 1 0,33
18 Colik Abdomen 1 0,33
19 Kelainan Congenital 1 0,33
20 Hydrocephalus 1 0,33
21 Penyakit Lainnya 27 8,88
Jumlah 304 100,00

Dari tabel di atas terlihat bahwa penyebab kematian balita terbesar adalah
Penyakit Bronchopneumoni (41,78%), urutan kedua adalah Diare & Gastroenteritis
sebesar (10,86%) yang ketiga adalah Dengue Shock Sindrome (6,91%). Penyakit
Dengue Shock Sindrome merupakan sindrome syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue, penyakit ini
ditandai dengan suhu tubuh di bawah normal, nadi dan tensi menurun, dan
trombosit menurun drastis yang menyebabkan pendarahan di dalam, yang paling
penting adalah pemantauan jumlah trombosit dari hasil cek laboratorium.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


47

4.2.3. Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) juga
menjadi salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan aksesibitas fasilitas
pelayanan kesehatan. Berdasarkan survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) Tahun 2012, AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup dan
berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Tahun 2015 sebesar
305 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu merupakan kematian ibu
yang terkait dengan ganggua kehamilan, persalinan dan masa nifas (42 hari
setelah melahirkan) pada setiap 100.000 kelahiran hidup dalam suatu wilayah
pada kurun waktu tertentu yang menujukkan derajat kesehatan masyarakat di
wilayah tersebut.
Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR), tidak hanya
merupakan indikator tingkat kesehatan wanita, tetapi juga dapat lebih jelas
menggambarkan tingkat akses, integritas dan efektivitas sektor kesehatan. Oleh
karena itu, MMR juga sering digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan
dari suatu daerah.
Sebagai bahan perbandingan dapat dilihat pada tabel 4.5 Angka Kematian
Ibu yang didapat dari berbagai survei sebagai berikut :

TABEL 4.5
ANGKA KEMATIAN IBU / MATERNAL
PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP

NO PENELITIAN / SURVEI TAHUN AKI


1. Penelitian & Pencatatan di 12 RS Pendidikan di 1997 – 1980 370
Ujung Berung ( UNPAD )
2. SKRT 1980 1978 – 1980 170
3. Unpad di Kab. Sukabumi) 1980 150
4. SKRT 1986 1982 450
5. SKRT 1992 1986 450
6. SKRT 1994 1992 425
7. SDKI 1995 1990 – 1994 390
8. Balitbang Daerah Prov.Jabar 2003 321,15
9. SDKI 2002 2003 307
10. SDKI 2007 2007 228
11. SDKI 2012 2012 359
12 SUPAS 2015 2015 305
Sumber : SDKI 1994, 2002/2003, 2007, 2012, SUPAS 2015 ( Profil Kesehatan Indonesia tahun, 2015)

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


48

Dilihat dari tabel 4.5, bahwa Angka Kematian Ibu cenderung fluktuatif dari
tahun ke tahun, namun Angka Kematian Ibu di Indonesia diakui masih tinggi,
gambaran ini bisa diambil untuk acuan Angka Kematian Ibu di Kabupaten Bogor.
Angka Kematian Ibu Jawa Barat sebesar 321,15 per 100.000 Kelahiran
Hidup ( Balitbang Daerah Prov Jabar 2003 ) masih jauh dari harapan target AKI
Nasional sebesar 150 per 100.000 Kelahiran Hidup. Berdasarkan Profil Kesehatan
Propinsi Jawa Barat Tahun 2001 bahwa dari hasil SKRT 1992 terungkap bahwa
45,8% kematian maternal terjadi pada waktu melahirkan 29,2% pada kehamilan
berusia kurang dari 7 bulan, dan 20,8% terjadi pada masa nifas, serta 4,2% terjadi
karena keguguran.
Menurut SKRT 1995, 36% ibu hamil / bersalin mengalami komplikasi
sewaktu hamil, bersalin atau nifas dan 22% komplikasi paling sering timbul pada
waktu bersalin. Hasil Survei BPS Jawa Barat Tahun 2003 menunjukkan bahwa
umumnya kematian ibu terjadi pada saat melahirkan yaitu sebanyak 60,87%
sedangkan yang meninggal waktu nifas sebesar 30,43% dan yang meninggal
waktu hamil adalah 8,70% (Profil Kesehatan Jawa Barat, Tahun 2005).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan
bahwa AKI untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar
228/100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu di Kabupaten Bogor Tahun 2013 masih menggunakan
Angka Kematian Ibu Jawa Barat yaitu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup
(SDKI 2007), Tahun 2014 dan Tahun 2015 menggunakan Angka Kematian Ibu
Jawa Barat berdasarkan SDKI 2012 yaitu sebesar 359 per 100.000 kelahiran
hidup, di Tahun 2016 menggunakan Angka Kematian Ibu berdasarkan Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup.
Perhitungan lain untuk mengetahui AKI bisa dilakukan secara matematis,
hal ini sesuai dengan rumus AKB pada Buku Pedoman Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS-KIA) Depkes tahun 2009. Hasil perhitungan matematis ini masih
dapat digunakan sebagai perbandingan kinerja tahunan program KIA. Hasil
perhitungan AKB secara matematis dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


49

Grafik 4.4
ANGKA KEMATIAN IBU PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013 – 2016 (MATEMATIS)

Berdasarkan grafik 4.4 diatas di ketahui berdasarkan perhitungan secara


matematis AKI di Kabupaten Bogor dari tahun 2013 - 2014 grafiknya meningkat
dari 51,58 per 100.000 KH tahun 2013 menjadi 58,98 per 100.000 KH tahun
2014.Tahun 2015 menurun menjadi 55,41 per 100.000 KH begitu pula Tahun 2016
kembali menurun menjadi 46.48 per 100.000 KH. AKI hasil perhitungan matematis
ini sangat diperlukan karena merupakan hasil real laporan kematian ibu dilaporkan
dibandingkan dengan kelahiran hidup di Kabupaten Bogor. Walaupun berbeda
secara metologi dengan perhitungan survei, hasil AKI perhitungan matematis
masih bisa digunakan untuk melihat capaian kinerja / evaluasi tahunan program
KIA.
Kasus kematian ibu yang dilaporkan berdasarkan laporan puskesmas
(SP3) pada Tahun 2016 sebanyak 58 terdiri dari kematian ibu hamil sebanyak 25
orang, kematian ibu bersalin sebanyak 3 orang dan kematian ibu nifas sebanyak
30 orang.
Pada penanganan kasus sering ditemukan Trias tiga terlambat yang akan
memperbesar angka kematian ibu diantaranya :
1. Terlambat memutuskan untuk mencari pertolongan bagi kasus kegawat
daruratan obstetri
2. Terlambat mencari tempat rujukan yang disebabkan oleh keadaan
geografis dan masalah transportasi

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


50

3. Terlambat memperoleh penanganan yang adekuat ditempat rujukan karena


kurangnya sumber daya dan fasilitas kesehatan di pusat rujukan
Telah diketahui bahwa empat penyebab utama kematian ibu dalam bidang
obstetri adalah: pendarahan 22,41%, hipertensi dalam kehamilan
(preeklamsi) 46,55%, infeksi 1,72% dan penyebab tindak lanjut lainnya
sebesar 29,31%. Penyebab kematian ibu berdasarkan laporan puskesmas
dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :

TABEL 4.6
PENYEBAB KEMATIAN IBU BERDASARKAN LAPORAN PUSKESMAS
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

NO PENYEBAB KEMATIAN JUMLAH %

1. Pendarahan 13 22,41
2. Preeklamsia 27 46,55
3. Infeksi 1 1,72
4. Abortus 0 0,00
5. Partus Lama 0 0,00
6. Lain-Lain 17 29,31
TOTAL 58 100,00

Jika dibandingkan target RPJMN tahun 2015 - 2019 sebesar 306 per
100.000 kelahiran hidup, AKI di kabupaten masih tinggi untuk itu perlu upaya dan
kerja keras untuk mencapai nya. Salah satu cara yang paling efektif untuk
menurunkan angka kematian ibu adalah mendapatkan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih dan beberapa determinan penting yang
mempengaruhi AKI secara langsung antara lain status gizi, anemia pada
kehamilan, keadaan tiga terlambat dan empat terlalu. Faktor Eksternal yang
berpengaruh terhadap kematian ibu / maternal adalah tingkat pendidikan ibu,
kesehatan lingkungan fisik maupun budaya, ekonomi keluarga, pola kerja rumah
tangga.
Ditinjau dari faktor pendidikan, maka kemungkinan terdapat hubungan
yang kuat antara tingkat pendidikan perempuan dengan besarnya Angka
Kematian Ibu.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


51

4.2.4. Angka Kematian Kasar (AKK)

Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah jumlah kematian yang
terjadi pada suatu waktu dan tempat tertentu per 1.000 penduduk pada
pertengahan tahun. Estimasi Angka Kematian Kasar (AKK) berdasarkan data
nasional tahun 1990-1995 sebesar 7,5 per 1.000 penduduk. Angka Jawa Barat
1990-1995 sebesar 8,4 per 1.000 penduduk dan hasil Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS, 2005), menyebutkan bahwa AKK Tahun 2007 sebesar 6,9 per
1.000 penduduk,
AKK dapat digunakan sebagai petunjuk umum status kesehatan
masyarakat, kondisi kesehatan di dalam masyarakat, yang secara tidak langsung
menggambarkan kondisi lingkungan sosial ekonomi, fisik dan biologis. AKK
menjadi dasar penghitungan laju pertambahan penduduk, walaupun penilaian
yang diberikan secara kasar dan tidak langsung.
Kabupaten Bogor belum mempunyai AKK sendiri jadi masih mengacu ke
AKK Nasional dan Jawa Barat. Menurut BPS Propinsi Jawa Barat, perkiraan
kematian tahun 2000-2009 untuk perempuan berkisar sebesar 20,59 dan laki-laki
20,19.

4.2.5. Kematian Pada Golongan Umur Tertentu

Berdasarkan laporan dari Rumah Sakit di Kabupaten Bogor Tahun 2016,


menurut penyakit penyebab kematian pasien rawat inap di Rumah Sakit umur 5-15
tahun terbesar disebabkan karena Demam Berdarah Dengue (DBD) sebanyak 18
orang (6,29%) dari 286 kematian. Penyebab ke-dua adalah Meningitis sebanyak
14 orang (4,90%) dan ke-tiga disebabkan karena Dengue Shock Syndrome (DSS)
sebanyak 13 orang (4,55%).
Sedangkan pola kematian pada umur 15-44 tahun disebabkan oleh
penyakit terbesar adalah Tuberkulosis (TB) Paru sebanyak 82 orang (12,75%),
urutan kedua yaitu Sepsi sebanyak 81 orang (12,60%) dan penyebab terbanyak
ketiga adalah Stroke sebanyak 75 orang (11,66%) dari 643 kematian.
Untuk penyakit penyebab kematian usia lanjut (umur 45->75 tahun) di
Kabupaten Bogor Tahun 2016 yang terbanyak adalah Stroke sebanyak 342 orang
(27,85%), urutan kedua adalah Sepsis sebanyak 131 orang (10,67%) dan ketiga
adalah Tuberkulosis (TB) Paru sebanyak 106 orang (8,63%).

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


52

Dari semua golongan umur terlihat bahwa pola kematian terbesar adalah
yang pertama adalah penyakit Stroke sebesar 226 kasus, kedua adalah penyakit
Sepsis sebesar 220 kasus dan terbesar ketiga adalah Bronhcopneumonia sebesar
159 kasus. Kematian pada penyakit tertentu di rumah sakit dapat dilihat pada tabel
85 C sampai 85 F pada lampiran tabel profil kesehatan.

4.3. MORBIDITAS

4.3.1. Pola Penyakit di Puskesmas

Angka kesakitan diperoleh melalui survei rumah dan untuk tahun terkini
belum diperbaharui sehingga masih mengacu pada hasil survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) Tahun 1980 dan Tahun 1986 yang menunjukkan bahwa angka
kesakitan nasional masing-masing adalah 11,5% dan 8,3%. Angka Kesakitan Bayi
sedikit meningkat dari 15,7% (Tahun 1980) menjadi 23,9% (Tahun 1986)
sedangkan angka kesakitan pada kelompok anak balita (1-4 tahun) menurun dari
19,4% menjadi 18,3%.
Berdasarkan dari hasil laporan puskesmas di Kabupaten Bogor Tahun
2016 pola penyakit terbanyak menurut umur 0-<1 tahun masih berkisar pada
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak Spesifik (33,54%),
Nasofaringitis Akut (19,56%) dan Penyakit Diare & Gastroenteritis (10,82%) dari
seluruh penderita sebanyak 120.983 kasus.
Penyakit-penyakit tersebut masih berkaitan erat dengan kondisi lingkungan
yang buruk, khususnya untuk penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut yang
pada Tahun 2015 dan Tahun 2016 berada pada urutan pertama pola penyakit
kelompok umur 0-<1 tahun di rawat jalan puskesmas. Sehingga perlu menjadi
perhatian apakah hal ini termasuk juga dengan pola asuh ibu terhadap anaknya.
Untuk sepuluh besar penyakit terbanyak diamati di puskesmas umur 0-< 1 tahun
dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


53

TABEL 4.7
POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS
UMUR 0 - < 1 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

PENDERITA
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut 40.481 33,54
2 Nasofaringitis Akut (Common Cold) 23.611 19,56
3 Diare & Gastroenteritis 13.059 10,82
4 Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan) 11.732 9,72
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis & Laboratorium
5 11.369 9,42
yang Diklasifikasikan di tempat lain
6 Penyakit Saluran Pernafasan lainnya 4.026 3,34
7 Broncopheumonia 3.112 2,58
8 Faringitis Akut 1.523 1,26
9 Konjunctivitis 1.424 1,18
10 Skabies 1.176 0,97
11 Penyakit Sistem Pencernakan 1,030 0,63
12 Varisela/ Cacar Air 751 0,62
13 Penyakit Telinga & Prosesus Mastoideus 743 0,44
14 Demam Tifoid & Paratifoid 534 0,44
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Akut tidak
15 529 0,35
Spesifik
16 Laringitis 423 0,34
17 Amubiasis, Drisenrti Amuba 413 0,25
18 Tuberkulosis (TB) Paru 298 0,11
19 Myalgia 132 0,08
20 Campak 102 0,48
21 Penyakit lainnya 4.206 3,48
Jumlah 120,683 100

Berdasarkan hasil pengamatan, pola penyakit terbanyak yang diamati di


puskesmas menurut umur 1-4 tahun hampir sama dengan pola penyakit untuk
kelompok umur 0-< 1 tahum yaitu Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut
(29,62%), Nasofaringitis Akut (17,21%) dan Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan
(10,83%) dari seluruh pederita sebanyak 268.723 kasus. Sepuluh besar pola
penyakit penderita rawat jalan umur 1 - 4 tahun dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut
:

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


54

TABEL 4.8
POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS
UMUR 1 - 4 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

PENDERITA
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak
1 79.601 31,02
Spesifik
2 Nasofaringitis Akut (Common Cold) 46.241 16,18
3 Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan 29.105 13,42
4 Diare & Gastroenteritis 26.518 7,56
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
5 22.155 6,48
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
6 Penyakit Sistem Pencernakan 10.419 3.65
7 Faringitis Akut 7,645 2,54
8 Penyakit Saluran Pernafasan lainnya 7.163 2,13
9 Bronchopneumonia 5,709 2,11
10 Skabies 4.770 1.93
11 Konjunctivitis 4.678 1.12
12 Penyakit Telinga dan Prosesus Mastoideus 3,829 1,10
13 Varisela/ Cacar Air 3.025 0.99
14 Demam Tifoid & Paratifoid 2.745 0.90
15 Tonsilitis 1.239 0.89
16 Amubiasis,Disentri Amuba 1.157 0.69
17 Tuberkulosis (TB) Paru 1.094 0.67
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Akut tidak
18 915 0.63
Spesipik
19 Laringitis 909 0.61
20 Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat 632 0.58
21 Penyakit lainnya 9.174 4,78
Jumlah 268.723 100

Pola penyakit terbanyak yang diamati di puskesmas menurut kelompok


umur 5 -15 tahun di Kabupaten Bogor Tahun 2016, secara umum yang terbanyak
disebabkan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak Spesifik
(24,34%), urutan kedua adalah Penyakit sistem Pencernakan (15,67%) sedangkan
Penyakit Nasofaringitis Akut (Common Cold) ada pada urutan ketiga (15,19%).
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.9:

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


55

TABEL 4.9
POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS
UMUR 5 - 15 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

PENDERITA
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak
1 104.680 24,34
Spesifik
2 Penyakit Sistem Pencernakan 67.409 15,67
3 Nasofaringitis Akut ( Common Cold ) 65.348 15,19
4 Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan 55.157 12,82
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
5 38.175 8,88
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
6 Diare & Gastroenteritis 23.435 5,45
7 Faringitis Akut 18.784 4,37
8 Skabies 12.801 2.98
9 Penyakit Saluran Pernafasan lainnya 11.839 2.75
10 Penyakit pada Mata & Adneksa 11.363 2,64
11 Penyakit Telinga dan Prosesus Mastoideus 10.307 2.40
12 Demam Tifoid & Paratipoid 9.643 2.24
13 Tonsilitis Akut 6.941 1.61
14 Varisela / Cacar Air 6.547 1.52
15 Penyakit Muskuloskeletan dan Jaringan Ikat 3.468 0.81
16 Tuberkulosis (TB) Paru 2.325 0.54
17 Penyakit Susunan Saraf 1.829 0.43
18 Parotitis (Gondongan) 1.694 0.39
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Akut tidak
19 1.630 0,38
Spesifik
20 Herpes 1.313 0.31
21 Penyakit lainnya 15.243 3,54
JUMLAH 430.128 100.00

Pola penyakit terbanyak diamati di puskesmas pada kelompok umur 15-


44 tahun di Kabupaten Bogor Tahun 2016 menunjukkan bahwa penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Atas Akut tidak Spesifik (13,92%) berada pada urutan
pertama diikuti oleh Diare & Gastroenteritis (9,58%) dan Penyakit Nasofaringitis
Akut (9,28%) di urutan ketiga. Untuk lebih jelas bisa dilihat di tabel 82D pada
lampiran tabel profil kesehatan dan untuk 10 besar penyebab penyakit yang
diamati di Puskesmas kelompok umur 15-44 tahun pada tabel 4.10 sebagai
berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


56

TABEL 4.10
POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS
UMUR 15 - 44 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

PENDERITA
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak
1 105.953 13,92
Spesifik
2 Diare & Gastroenteritis 72.956 9,58
3 Nasofaringitis Akut (Common Cold) 70.656 9,28
4 Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat 61,399 8.06
5 Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan 60.783 7,98
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
6 45.023 5,91
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
7 Dispepsia 33.957 4.46
8 Hipertensi 29.659 3.90
9 Penyakit Pulpa dan Jaringan Periapikal 25.665 3,54
10 Tukak Lambung 25.007 3.37
11 Faringitis Akut 23.174 3.28
12 Penyakit Susunan Saraf 23.084 3.04
13 Penyakit Saluran Pernafasan lainnya 15.146 2.03
14 Penyakit Pada Mata & Adneksa 14.540 1,99
15 Karies Gigi 14.139 1.91
16 Demam Tifoid & Paratifoid 12.771 1.86
17 Penyakit Gusi,Jaringan Periodontal dan Tulang Alveolar 12.043 1.68
18 Tuberkulosis (TB) Paru 10.191 1.58
19 Penyakit Telinga & Prosesus Mastoideus 8.912 1.34
20 Skabies 8.373 1,17
21 Penyakit lainnya 88.008 11,56

Jumlah 761.419 100.00

Pola penyakit terbanyak diamati di Puskesmas umur 45-75 tahun, adalah


Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat (15,39%) urutan kedua adalah
Hipertensi (11,82%) dan urutan ketiga Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Akut tidak Spesifik (9,61%). Lebih jelas bisa dilihat pada 10 besar penyebab
penyakit yang diamati di puskesmas kelompok umur 45-75 tahun dapat dilihat
pada tabel 4.11 sebagai berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


57

TABEL 4.11
POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS
UMUR 45 - 75 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

PENDERITA
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat 132.005 15,39
2 Hipertensi 101.346 11,82
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak
3 82.363 9,61
Spesifik
4 Myalgia 71.540 8,34
5 Nasofaringitis Akut ( Common Cold ) 50.386 5,88
6 Diare & Gastroenteritis 47.753 5.57
7 Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan 41.287 4.81
8 Dispepsia 32.017 3,73
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
9 31.747 3.70
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
10 Penyakit Susunan Syaraf 27.798 3,24
11 Tukak Lambung 25.417 2,96
12 Rematisme 23.969 2.80
13 Diabetes Militus 22.456 2.62
14 Artritis 20.061 2.34
15 Penyakit Saluran Pernafasan Lainnya 15.331 1,79
16 Penyakit Pulpa dan Jaringan Periapikal 13.225 1.54
17 Penyakit Mata dan Adneksa 13.225 1.54
18 Faringtritis 12.850 1,50
19 Penyakit Gusi,Jaringan Periodontal dan Tulang Alveolar 9.667 1,13
20 Tuberkulosis (TB) Paru 6.509 0,76
21 Penyakit lainnya 76.535 8,93
Jumlah 857.486 100.00

Pola penyakit terbanyak yang diamati pada kelompok semua golongan


umur menggambarkan penyakit Saluran Pernafasan Atas Akut tidak Spesifik ada
pada urutan pertama (18,16%) diikuti Penyakit Nasofaringitis Akut (Common Cold)
(11,27%), Diare & Gastroenteritis (9,35%) pada urutan ke-tiga. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada tabel 4.12. Sepuluh (10) besar penyakit terbanyak
diamati di puskesmas pada kelompok semua golongan umur :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


58

TABEL 4.12
POLA PENYAKIT PENDERITA RAWAT JALAN DI PUSKESMAS
SEMUA GOLONGAN UMUR TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

PENDERITA
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut tidak
1 413.078 18,16
Spesifik
2 Nasofaringitis Akut ( Common Cold ) 256.332 11,27
3 Diare & Gastroenteritis 212.538 9,35
4 Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan 198.064 8.71
5 Penyakit Sistem Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat 197.637 6,61
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
6 148.649 5.70
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
7 Hipertensi 131.463 5,17
8 Dispepsia 78.852 3,90
9 Faringitis Akut 64.516 3,33
10 Tukak Lambung 55.772 3,00
11 Penyakit Saluran Pernafasan Lainnya 53.505 2.90
12 Penyakit Susunan Syaraf 52.814 2,40
13 Penyakit Pulpa dan Jaringan Periapikal 52.435 2,28
14 Penyakit Pada Mata dan Adneksa 45.587 2,05
15 Demam Tifoid & Paratipoid 32.255 1.69
Penyakit Gusi,Jaringan Periodontal dan Tulang
16 31.873 1.59
Alveolar
17 Skabies 30.278 1,52
18 Karies Gigi 29.608 1,42
19 Diabetes Militus 28.651 1,35
20 Tuberkulosis (TB) Paru 20.417 1,29
21 Penyakit lainnya 139.963 6,15
JUMLAH 2.274.287 100.00

4.3.2. Pola Penyakit Rawat Jalan Di Rumah Sakit

Pola penyakit kasus rawat jalan di rumah sakit pada kelompok umur
0-1 tahun di Kabupaten Bogor Tahun 2016 didominasi oleh penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (25,86%) diikuti oleh Penyakit Demam Tifoid & Paratifoid
(11, 69%) pada urutan ke-dua sedangkan Pneumonia (8,30%) di urutan ke-tiga.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


59

TABEL 4.13
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
UMUR 0 - 1 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut 6.903 25,85
2 Demam Tifoid&Paratifoid 3.120 11,69
3 Pneumonia 2.215 8,30
4 Diare & Gastroenteritis 2.149 8,05
5 Tuberkulosis (TB) Paru 1.421 5,32
6 Penyakit Saluran Pernafasan Atas lainnya 1.297 4,86
7 Hyperbilirubin 875 3,28
8 Bronkitis 722 2,70
9 Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan 556 2,08
10 Faringitis Akut 497 1,86
11 Demam Berdarah Dengue (DBD) 461 1,73
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
12 401 1,50
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
13 Konjunctivitis 385 1,44
14 Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 372 1,39
15 Nasofaringitis Akut (Common Cold) 306 1,15
16 Tukak Lambung 297 1,11
17 Varisela / Cacar Air 250 0,94
18 Infeksi Virus Lainnya 228 0,85
19 Campak 225 0,84
20 Penyakit Telinga & Prosesus Mastoideus 165 0,62
21 Penyakit Lainnya 3.853 14,43
JUMLAH 26.698 100.00

Pola penyakit kasus rawat jalan di rumah sakit umur 1-4 Tahun di
Kabupaten Bogor Tahun 2016 didominasi penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Atas Akut (24,10%), urutan ke-dua Demam Tifoid & Paratifoid (17,97%) dan ke-
tiga adalah Tuberkulosis (TB) Paru (12,37%). Lebih jelasnya 10 besar penyakit
pada kelompok umur ini dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut ini :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


60

TABEL 4.14
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
UMUR 1 - 4 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut 10.495 24,10
2 Demam Tifoid&Paratifoid 7.824 17.97
3 Tuberkulosis (TB) Paru 5.387 12.37
4 Diare & Gastroenteritis 3.586 8,23
5 Demam Bedarah Dengue (DBD ) 2.433 5,59
6 Bronchopneumonia 2.350 5,40
7 Faringitis 1.399 3.21
8 Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan 891 2,05
9 Vomitus 871 2.00
10 Bronchiolitis 870 2.00
11 Bakteri Infeksi 732 1.68
12 Morbili 619 1.42
13 Penyakit Telinga & Prosesus Mastoideus 556 1,28
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
14 471 1.08
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
15 Dispepsia 361 0.83
16 Asma 323 0.74
17 Konjuntivitis 273 0.63
18 Nasofaringitis Akut ( Common Cold ) 216 0.50
19 Campak 210 0.48
20 Anemia 202 0.46
21 Penyakit Lainnya 3,482 8.00
JUMLAH 43.551 100.00

Pola penyakit kasus rawat Jalan di rumah sakit umur 5-15 tahun di
Kabupaten Bogor Tahun 2016, didominasi oleh 3 besar penyakit Demam Tifoid &
Paratifoid (18,19%), Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut (15,96%)
serta Tuberkulosis (TB) Paru (9,82%). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel
4.15 sebagai berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


61

TABEL 4.15
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
UMUR 5 - 15 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Demam Tifoid&Paratifoid 7.921 18,19
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak
2 6.950 15,96
spesifik
3 Tuberkulosis (TB) Paru 4.277 9,82
4 Dispepsia 2.368 5,44
5 Demam Bedarah Dengue (DBD ) 2.183 5,01
6 Konjuntivitis 1.521 3,49
7 Penyakit Telinga & Prosesus Mastoideus 1.467 3,37
8 Diare & Gastroenteritis 1.401 3,22
9 Faringitis 1,328 3,05
10 Dermatitis 1.270 2,92
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
11 1,194 2,74
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
12 Bronchopneumonia 1.078 2,48
13 Asma 1.077 2,47
14 Vomitus 690 1,58
15 Viral Infektion 563 1,29
16 Morbili 450 1,03
17 Tonsilitis 410 0,94
18 Bronchiolitis 394 0,91
19 Skabies 308 0,71
20 Stomatitis 271 0.62
21 Penyakit Lainnya 6.413 14,73
JUMLAH 43.534 100.00

Pola penyakit kasus rawat jalan di rumah sakit umur 15-44 tahun di
Kabupaten Bogor Tahun 2016, urutan pertama adalah Demam Tifoid & Paratifoid
(11,09%) kemudian Dispepsia (11,03%) dan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Atas Akut (11,03%) berada di urutan ke-tiga. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada
tabel 83 D pada lampiran profil kesehatan, tetapi untuk 10 besar penyakit kasus
rawat jalan pada kelompok umur ini adalah pada tabel 4.16 sebagai berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


62

TABEL 4.16
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
UMUR 15-44 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Demam Tifoid&Paratifoid 13.512 11,09
2 Dispepsia 13.435 11,03
3 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut 13.431 11,03
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
4 10.321 8,47
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
5 Konjuntivitis 6.206 5,10
6 Tuberkulosis (TB) Paru 5.703 4,68
7 Penyakit Telinga & Prosesus Mastoideus 4.672 3,84
8 Hipertensi Primer (Ensesial) 4.183 3,43
9 Cepalgia Vasculer 4.016 3,30
10 Diare & Gastroenteritis 3.635 2,98
11 Demam Bedarah Dengue (DBD ) 3.602 2,96
12 Dermatitis 2.964 2,43
13 Faringitis 2.651 2,18
14 Diabetes millitus (DM) 2.481 2,04
15 Asma 1.684 1,38
16 Neoplasma 1.634 1,34
17 Bronchopneumonia 1.385 1,14
18 Infeksi Saluran Kemih (ISK) 1.317 1,08
19 Bronchiolitis 1.291 1,06
20 Skabies 1.107 0,91
21 Penyakit Lainnya 22.557 18,52
JUMLAH 121.787 100.00

Pola penyakit kasus rawat jalan di rumah sakit umur 45->75 tahun, di
Kabupaten Bogor Tahun 2016 kasus terbanyak adalah Penyakit Hipertensi
(13,19%) diikuti oleh Penyakit Dispepsia (12,75%) dan penyakit Gejala, Tanda &
Penemuan secara klinis & Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
(12,62%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


63

TABEL 4.17
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
UMUR 45->75 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Hipertensi 14.217 13,19
2 Dispepsia 13.742 12,75
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
3 13.601 12,62
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
4 Diabetes Militus (DM) 9.548 8,86
5 Konjunctivitis 7.173 6,65
6 Stroke 6.650 6,17
7 Tuberkulosis (TB) Paru 5.585 5,18
8 Congestive Heart Failure (CHF) 4.297 3,99
9 Demam Tifoid&Paratifoid 3.220 2,99
10 Bronchopneumonia 3.065 2,84
11 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut 2.907 2,70
12 Diare & Gastroenteritis 2.639 2,45
13 Jantung Iskemik 2.295 2,13
14 Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan 1.358 1,26
15 Penyakit Virus Lainnya 973 0,90
16 Penyakit Telinga & Prosesus Mastoideus 965 0,90
17 Vertigo 810 0,75
18 Colik Abdomen 620 0,58
19 Faringitis 620 0,58
20 Bronchiolitis 546 0,51
21 Penyakit Lainnya 12.953 12,02
JUMLAH 107.784 100.00

Pola penyakit kasus rawat jalan di rumah sakit untuk Semua Golongan
Umur di Kabupaten Bogor Tahun 2016 untuk penyakit terbesar pertama yaitu
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut (13,19%). Urutan ke-dua adalah
penyakit Demam Tifoid & Paratifoid (12,95%) dan ke-tiga adalah Dispepsia
(8,24%). Jika dibandingkan dengan Pola Penyakit Kasus Rawat Jalan di
puskesmas dan di rumah sakit pada Golongan Semua Umur banyak ditemukan
kasus penyakit menular seperti Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut.
Tabel 4.18 merupakan tabel sepuluh (10) besar penyakit pada kelompok Semua
Golongan Umur di rumah sakit dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 83
F pada lampiran profil kesehatan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


64

TABEL 4.18
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT
SEMUA GOLONGAN UMUR KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut 29.072 13,19
2 Demam Tifoid & Paratifoid 28.536 12,95
3 Dispepsia 18.156 8,24
4 Tuberkulosis (TB) Paru 17.253 7,83
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
5 13.436 6,10
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
6 Bronchopneumonia 11.617 5,27
7 Diabetes Militus (DM) 11.525 5,23
8 Diare & Gastroenteritis 11.098 5,04
9 Hipertensi 10.561 4,79
10 Penyakit Mata & Adneksa 8.073 3,66
11 Demam Bedarah Dengue (DBD ) 8.041 3,65
12 Faringitis 7.412 3,36
13 Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan 4.788 2,17
14 Penyakit Telinga & Prosesus Mastoideus 4.616 2,09
15 Stroke 4.562 2,07
16 Gagal Jantung 3.086 1,40
17 Bronchiolitis 2.780 1,26
18 Penyakit Virus lainnya 2.659 1,21
19 Congestive Heart Failure (CHF) 2.360 1,07
20 Vertigo 1.497 0,68
21 Penyakit Lainnya 19.214 8,72

JUMLAH 220.342 100,00

4.3.3. Pola Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit

Pola penyakit pasien rawat inap di rumah sakit pada kelompok umur 0-<1
tahun adalah Penyakit Diare & Gastroenteritis sebesar 14,76 % sebagai prioritas,
selain itu Bronchopneumonia sebesar (13,23%) serta Bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) (7,16%) merupakan kasus terbesar ke-dua dan ke-tiga.
Lebih jelasnya mengenai pola penyakit kasus rawat inap di rumah sakit dapat
dilihat pada tabel 4.19.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


65

TABEL 4.19
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
UMUR 0-< 1 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Diare & Gastroenteritis 1.200 14,76
2 Bronchopneumonia 1.076 13,23
3 Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 585 7,19
4 Demam Tifoid & Paratifoid 582 7,16
5 Asfiksia 506 6,22
6 Hiperbilirubin 502 3,71
7 Infeksi Neonatorum 387 4.76
8 Respiratory Distress Syndrome (RDS) 332 4,08
9 Ikterus Neonatorum 267 3,28
10 Bacteri Infeksi 248 3,05
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
11 244 3,00
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
12 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut 177 2,18
13 Sepsis 150 1,84
14 Morbili 149 1,83
15 Vomitus 70 0,86
16 Anemia 64 0,79
17 Bronchiolitis 56 0,69
18 Fetal Dealt 27 0,33
19 Infeksi Saluran Kemih (ISK) 16 0,20
20 Dispepsia 8 0,10
21 Penyakit Lainnya 1.486 18,27
JUMLAH 8.132 100.00

Pola penyakit pasien rawat inap di rumah sakit pada kelompok umur 1-4
tahun di Kabupaten Bogor Tahun 2016, untuk penyakit yang menonjol pada
kelompok umur ini adalah Demam Tifoid & Paratifoid (27,61%), Diare dan
Gastroenteritis (17,07%) dan Demam Berdarah Dengue (12,67%). Tabel 4.20
menggambarkan sepuluh (10) besar penyakit pada kelompok umur 1-4 tahun
pasien rawat inap di rumah sakit dan untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 84.B
pada lampiran profil kesehatan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


66

TABEL 4.20
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
UMUR 29 HARI 1- 4 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Demam Tifoid&Paratifoid 4.499 27,61
2 Diare & Gastroenteritis 2.781 17,07
3 Demam Berdarah Dengue ( DBD) 2.065 12,67
4 Bronchopneumonia 1.797 11,03
5 Morbili 781 4,79
6 Bacterial Infection 710 4,36
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
7 600 3,68
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
8 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut 591 3,63
9 Vomitus 411 2,52
10 Anemia 251 1,54
11 Bronchiolitis 184 1,13
12 Thalasemia 130 0,80
13 Tuberkulosis (TB) Paru 124 0,76
14 Dispepsia 123 0,75
15 Dehidrasi 118 0,72
16 Infeksi Saluran Kemih (ISK) 106 0,65
17 Faringitis 40 0,25
18 Epilepsi 33 0,20
19 Konjunctivitis 20 0,12
20 Meningoencephalitis 18 0,11
21 Penyakit Lainnya) 914 5,61
JUMLAH 16.296 100.00

Pola penyakit kasus rawat inap di rumah sakit umur 5-15 tahun di
Kabupaten Bogor Tahun 2016 adalah Demam Berdarah Dengue / DBD (43,07%),
Demam Tifoid & Paratifoid (22,73%), serta Penyakit Broncpopneumonia (12,81%),
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.21.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


67

TABEL 4.21
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
UMUR 5-15TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Demam Berdarah Dengue ( DBD ) 11.660 43,07
2 Demam Tifoid&Paratifoid 6.207 22,73
3 Bronchopneumoni 3.498 12,81
4 Diare & Gastroenteritis 1.699 6,22
5 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut 782 2,86
6 Morbili 529 1,94
7 Bacterial Infection 328 1,20
8 Vomitus 292 1,07
9 Tonsilitis 232 0,85
10 Dispepsia 230 0,84
11 Diabetes Millitus (DM) 229 0,84
12 Appendicitis 191 0,70
13 Asma 184 0,67
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
174 0,64
14 Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
15 Anemia 140 0,51
16 Infeksi Saluran Kemih (ISK) 98 0,36
17 Hyperpyrexsia 87 0,32
18 Bronchiolitis 65 0,24
19 Hepatitis 32 0,12
20 Sepsis 27 0,10
21 Penyakit Lainnya 523 1,92
JUMLAH 27.307 100.00

Pola penyakit kasus rawat inap di rumah sakit umur 15-44 tahun di
Kabupaten Bogor Tahun 2016, urutan pertama pada penyakit kelompok umur ini
adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (28,42%), urutan ke-dua penyakit
Demam Tifoid & Paratifod sebesar (22,16%) dan Diare & Gastroenteritis (8,52%)
merupakan penyakit ke-tiga, dapat dilihat pada tabel 4.22.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


68

TABEL 4.22
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
UMUR 15-44 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Demam Berdarah Dengue ( DBD ) 7.776 28,42
2 Demam Tifoid&Paratifoid 6.062 22,16
3 Diare & Gastroenteritis 2.331 8,52
4 Dispepsia 2.015 7,36
5 HIpertensi 1.419 5,19
6 Neoplasma 1.313 4,80
7 Bronchopneumonia 973 3,56
8 Diabetes Militus (DM) 762 2,78
9 Anemia 568 2,07
10 Appendicitis 446 1,63
11 Congestive Heart Failure (CHF) 269 0,98
12 Kolic Abdomen 269 0,98
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak
234 0,85
13 spesifik
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
195 0,71
14 Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
15 Bacterial Infeksi 191 0,70
16 Infeksi Saluran Kemih 165 0,60
17 Morbili 157 0,57
18 Vomitus 139 0,51
19 Contusio Cerebri 90 0,33
20 Tumor Mamae 65 0,24
21 Penyakit Lainnya 1.986 2,89
JUMLAH 27.426 100.00

Pola penyakit kasus rawat inap di rumah sakit umur 45->75 tahun di
Kabupaten Bogor Tahun 2016 didominasi oleh Hipertensi, Gagal Jantung dan
Infeksi Saluran Kemih Selain itu pada kelompok umur ini muncul penyakit
degeneratif seperti Diabetes Millitus, dan Stroke. Tabel 4.23 berikut ini terlihat
sepuluh (10) besar penyebab penyakit pada kelompok umur 45->75 tahun.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


69

TABEL 4.23
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
UMUR 45 - >75 TAHUN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Hipertensi 3.432 11,56
2 Gagal Jantung 2.840 9,56
3 Infeksi Saluran Kemih (ISK) 2.592 8,73
4 Gagal Ginjal 2.382 8,02
5 Dispepsia 1.918 6,46
6 Anemia 1.748 5,89
7 Bronchopneumonia 1.716 5,78
8 Diabetes Militus (DM) 1.685 5,67
9 Stroke 1.665 5,61
10 Demam Tifoid&Paratifoid 1.447 4,87
11 Appendicitis 1.333 4,49
12 Tuberkulosis (TB) Paru 1.149 3,87
13 Diare & Gastroenteritis 1.142 3,85
14 Congestive Heart Failure (CHF) 1.070 3,60
15 Demam Berdarah Dengue ( DBD ) 920 3,10
16 Neoplasma 317 1,07
17 Vertigo 270 0,80
18 Katarak 238 0.91
19 Hepatitis 223 0,75
20 Chronik Renal Failure (CRF) 178 0,60
21 Penyakit Lainnya 1.435 4,83
JUMLAH 29.700 100,00

Pola penyakit kasus rawat inap di Rumah Sakit Semua Golongan Umur
Kabupaten Bogor Tahun 2016, pola penyakit Demam Tifoid & Paratifoid (20,93%),
Demam Berdarah Dengue ( DBD ) (18,37%) dan Diare & Gastroenteritis (10,47%)
.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


70

TABEL 4.24
POLA PENYAKIT KASUS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
SEMUA GOLONGAN UMUR KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016

KASUS BARU
NO NAMA PENYAKIT
JUMLAH (%)
1 Demam Tifoid & Paratifoid 15.300 20,93
2 Demam Berdarah Dengue (DBD) 13.428 18,37
3 Diare & Gastroenteritis 7.657 10,47
4 Bronchopneumonia 5.121 7,00
5 Dispepsia 3.857 5,28
6 Hipertensi 3.236 4,43
7 Gagal Ginjal 3.217 4,40
8 Gagal Jantung 2.806 3,84
9 Anemia 2.492 3,41
10 Tuberkulosis (TB) Paru 1.796 2,46
11 Stroke 1.713 2,34
12 Diabetes Militus (DM) 1.674 2,29
13 Penyakit Saluran Pernafasan Atas Akut tidak spesifik 1.033 1,41
14 Neoplasma 930 1,27
15 Morbili 880 1,20
16 Bayi Berat Badan Rendah (BBLR) 773 1,00
17 Vomitus 697 0,95
18 Bacterial Infeksi 616 0,84
19 Congestive Heart Failure (CHF) 478 0,65
Gejala, Tanda & Penemuan Secara Klinis &
20 454 0,62
Laboratorium yang Diklasifikasikan di tempat lain
21 Penyakit Lainnya 6,68
4.998
JUMLAH 73.116 100.00

Pola penyakit di rawat inap rumah sakit berdasarkan peringkat dari semua
kelompok umur dapat diketahui bahwa penyakit Demam Berdarah Berdarah
Dengue (DBD) sebanyak 36.281 kasus menjadi penyakit terbesar pertama,
Demam Tifoid & Paratifoid sebanyak 34.100 kasus menjadi penyakit terbesar ke-
dua dan penyakit Diare & Gastroenteritis sebanyak 16.810 kasus menjadi penyakit
terbesar ke-tiga.
Jika ditelaah dari pola penyakit baik rawat jalan di puskesmas dan rumah
sakit maupun rawat inap di rumah sakit, dapat diketahui bahwa semua pola
penyakit terbesar (Diare dan Gastroenteritis, Infeksi Saluran Pernafasan Atas,
Demam Tifoid & Paratifoid dan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan baik lingkungan fisik maupun

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


71

biologik (penyediaan air bersih, polusi, pembuangan limbah organik dan non
organik) karena padatnya perumahan tempat tinggal serta banyak berdirinya
industri-industri di lingkungan tempat pemukiman warga, disamping itu dipengaruhi
pula oleh perilaku masyarakat yang masih kurang dalam kebersihan dan
penyehatan lingkungan.

4.4 GAMBARAN PENYAKIT MENULAR

Gambaran beberapa penyakit menular yang berjangkit di Kabupaten Bogor


antara lain sebagai berikut :

4.4.1 Penyakit Menular Bersumber Binatang

4.4.1.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah (DBD) merupakan penyakit menular yang


disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan
Aedes Albopichtus dan penyakit ini ada di sepanjang tahun di Kabupaten Bogor
mengingat :
 Kabupaten Bogor merupakan daerah lintas batas dengan daerah endemis (DKI
Jakarta, Tangerang dan Bekasi)
 Mobilitas penduduk yang cukup tinggi
 Kepadatan penduduk yang cukup tinggi
 Angka Bebas Jentik (ABJ) rata-rata masih dibawah 95 %.
Kasus penyakit DBD di Kabupaten Bogor pada Tahun 2016 sebanyak
3.477 kasus yang kesemuanya ditangani (100%), sesuai dengan dengan target
SPM 2015 sebesar 100%. Adapun jumlah kematian sebanyak 45 orang yang
tersebar di 19 kecamatan antara lain Nanggung, Leuwisadeng, Pamijahan ,
Dramaga, Ciomas, Tamansari, Ciawi, Cisarua, Sukaraja, Babakanmadang,
Jonggol, Cileungsi, Klapanunggal, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong,
Bojonggede, Tajurhalang dan Kemang.
Hasil pemeriksaan jentik nyamuk pada rumah tangga di Kabupaten Bogor
pada tahun 2016, Angka Bebas Jentik (ABJ) Tahun 2016 yaitu sebesar 95,86%
menurun dari Tahun 2015 yang memiliki angka sebesar 96,07%. Angka bebas
jentik tidak mutlak mempengaruhi jumlah kasus DBD karena kasus yang terjadi
bukan hanya di daerah endemis, beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain
faktor perilaku, mobilitas penduduk yang tinggi, kepadatan penduduk dan faktor

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


72

agent. Untuk lebih jelasnya kasus DBD selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada
tabel 4.25 sebagai berikut :
TABEL 4.25
JUMLAH PENDERITA, KEMATIAN & CASE FATALITY RATE (CFR)
PENYAKIT DBD DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012 – 2016

Tahun Juml.Penderita Juml.Kematian CFR (%)


2012 1.580 28 1,77
2013 1.342 25 1,86
2014 1.834 29 1,58
2015 1.428 27 1,89
2016 3.447 45 1,29

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah penderita DBD selama kurun waktu
5 tahun terakhir cenderung mengalami fluktuatif, jumlah penderita DBD Tahun
2012 sebesar 1.580 orang dan tahun 2016 meningkat tajam menjadi 3.447 orang,
begitupula dengan CFR yang menurun cukup signifikan, 1,77 pada Tahun 2012
menjadi 1,29 pada Tahun 2016. Penurunan CFR ini menunjukkan adanya
kecepatan untuk penanganan kasus DBD baik di masyarakat maupun di
pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Kabupaten Bogor. Berdasarkan insiden
DBD di Kabupaten Bogor dapat dibagi menjadi daerah endemis (rawan 1),
sporadis (rawan 2) dan potensial (rawan 3). Daerah endemis ada di 23 kecamatan
yaitu Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Leuwiliang, Cibungbulang, Pamijahan,
Ciampea, Ciawi, Caringin, Cigombong, Kemang, Rancabungur, Bojonggede,
Cibinong, Sukaraja, Citeureup, Babakan Madang, Gunung Putri, Cileungsi,
Klapanunggal, Jonggol, Cariu, Ciomas dan Tamansari. Daerah sporadis terdapat
13 kecamatan antara lain Kecamatan, Nanggung, Leuwisadeng, Cigudeg,
Tenjolaya, Dramaga, Cisarua, Megamendung, Cijeruk, Parung, Ciseeng,
Tajurhalang, Rumpin, dan Kecamatan Gunung Sindur, sedangkan daerah
potensial meliputi 4 kecamatan antara lain Kecamatan Tenjo, Sukamakmur,
Tanjungsari dan Sukajaya.

4.4.1.2. Anthrax

Antraks merupakan penyakit yang ditularkan dari binatang ke manusia


(zoonosis). Penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


73

disebut Bacillus Anthracis. Dalam kondisi jelek, Bacillus Anthracis akan


membentuk spora yang tahan terhadap lingkungan yang buruk. Spora Bacillus
Anthraxis tahan sampai bertahun-tahun dalam kondisi lingkungan yang sesuai.
Kuman Antraks dapat menyerang manusia melalui tiga cara yaitu melalui kulit
yang lecet, abrasi atau luka dan dapat melalui pernafasan/inhalasi serta dari
mulut karena makan bahan makanan yang tercemar kuman Antraks.
Kabupaten Bogor mempunyai daerah endemis Antraks yaitu ada 9
kecamatan antara lain Bojong Gede, Cibinong, Citeureup, Babakan Madang,
Sukaraja, Klapanunggal, Cileungsi, Jonggol dan Sukamakmur. Di Kabupaten
Bogor pada tahun 2014 - 2016 tidak ditemukan kasus Antraks.

4.4.1.3. Filariasis

Filariasis atau biasa disebut dengan penyakit Kaki Gajah merupakan


penyakit menular yang mengenai saluran dan kalenjar limfe yang disebabkan oleh
cacing filarial Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori dan ditularkan
oleh nyamuk Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres sebagai vector
agent pembawa microfilaria.
Suatu daerah dikatakan endemis filaria apabila di daerah tersebut
ditemukan kasus filaria kronis, kemudian setelah dilakukan Survei Darah Jari
(SDJ) diperoleh angka mikrofilaria rate >1%. Daerah endemis biasanya berupa
dataran rendah berawa-rawa, lingkungan hutan atau kebun yang tidak terawat
dan pada umumnya terdapat di daerah pedesaan, namun filariasis juga telah
merambah kedaerah perkotaan.
Gejala dari penderita filariasis antara lain demam berulang-ulang selama 3-
5 hari dan adanya pembengkakan di beberapa bagian tubuh misalnya pada
tangan, kaki dan daerah kemaluan yang terlihat agak kemerahan dan terasa
panas (limfedema dini).
Pada tahun 2016 diketemukannya jumlah kasus baru di Kabupaten Bogor
sebanyak 26 kasus (perempuan dan laki-laki) dari seluruh kasus sampai dengan
tahun 2016 sebanyak 119 kasus (46 kasus pada laki-laki) dan (73 kasus pada
perempuan).

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


74

4.4.1.4 Flu Burung

Flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit menular pada
binatang yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (H5N1) yang umumnya
menginfeksi unggas dan sedikit kemungkinan menginfeksi babi. Penyakit ini bisa
menular kepada manusia dan dapat menimbulkan penyakit flu yang berakibat
kematian, dengan gejala klinis seperti demam lebih dari 38º C, sakit tenggorokan,
flu, batuk, cepat sesak napas, nyeri otot dan lemas, masa inkubasi selama 1-7
hari. Virus ini dapat hidup di air selama 4 hari pada suhu 22º C dan lebih dari 30
hari pada suhu 0º C dalam tinja unggas dan tubuh unggas yang sakit. Namun
virus ini akan mati dengan deterjen dan pemanasan 60º C selama 30 menit.
Sejak Tahun 2005 di Propinsi Jawa Barat telah terjadi kasus flu burung
pada unggas di beberapa kabupaten/kota di antaranya adalah Kabupaten Bogor,
namun Tahun 2016 di Kabupaten Bogor tidak diketemukan kasus suspek flu
burung.

4.4.2 Penyakit Menular Langsung

4.4.2.1. Diare

Menurut laporan dari puskesmas Tahun 2016 jumlah kasus diare yang
ditemukan di puskesmas sebanyak 159.405 orang, jumlah kasus diare yang
diperkirakan ditemukan di Kabupaten Bogor sejumlah 167.398 kasus, dengan
demikian cakupan penemuannya adalah 95,23%, hampir mencapai target SPM
sebesar 100% dan seluruhnya telah mendapatkan penanganan.
Ditinjau dari jumlah kasus diare, puskesmas yang terbanyak penderita
diarenya adalah Puskesmas Cibinong yaitu 10.002 orang dengan angka Insiden
Rate (IR) sebesar 1,9 kasus/1000 penduduk, sedangkan yang terkecil adalah
Puskesmas Cariu yaitu sebesar 1.470 orang dengan angka IR nya sebesar 0,3
kasus/1000 penduduk. Jumlah penderita diare di Cibinong yang cukup tinggi
mungkin disebabkan oleh perilaku masyarakatnya yang kurang menjaga
kebersihan, untuk itu program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) perlu
ditingkatkan kembali agar perilaku dan kesadaran masyarakat dapat berubah
sesuai dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di rumah tangga.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


75

4.4.2.2. ISPA (Pneumonia)

Beberapa wilayah di Kabupaten Bogor merupakan daerah industri dan


perumahan padat, diperberat dengan makin kompleksnya permasalahan
lingkungan membuat penderita ISPA di Kabupaten Bogor cukup tinggi. Hal ini
dipengaruhi pula angka kepadatan penduduk di Kabupaten Bogor yang cukup
tinggi yaitu 18,70 Jiwa/Km2 yang memperberat potensi peningkatan kasus ISPA.
Tingginya angka kepadatan penduduk di Kabupaten Bogor serta sanitasi
lingkungan juga kurang baik maka akan mempermudah penularan penyakit ISPA.
Menurut laporan dari puskesmas, perkiraan kasus ISPA (Pneumonia)
ditemukan di Kabupaten Bogor sejumlah 26.179 kasus dan jumlah penderita ISPA
tahun 2016 sebanyak 9.336 kasus dengan keseluruhan kasus (100%) telah
tertangani, dengan demikian cakupan penemuan sebesar 35,66%, masih jauh dari
target SPM sebesar 100%.
Jika dilihat dari segi kualitas tatalaksana kasus ISPA, di Kabupaten Bogor
dari 101 Puskesmas baru 50% tenaga terlatih, dengan jumlah persediaan logistik
yang mencukupi maka diharapkan adanya peningkatan penemuan kasus melalui
kunjungan rumah dan mendapatkan kualitas pengobatan yang baik sehingga akan
dapat menekan angka kematian menjadi nol (0).

4.4.2.3. TB Paru

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui
droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan
HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi
komitmen global dalam MDGs.
Jumlah perkiraan kasus TB Paru berdasarkan laporan khusus TB Paru dari
puskesmas tahun 2015 tercatat 5.977 kasus baru, dimana sekitar 3.488 kasus
merupakan kasus baru dengan BTA Positif. Prevalensi di Kabupaten Bogor
151/100.000 penduduk di Tahun 2016 (laporan khusus TB Paru 2016)
Laporan dari Puskesmas menyebutkan bahwa jumlah penderita TB Paru
BTA (+) di Kabupaten Bogor Tahun 2016 sebanyak 2.597 orang ditambah dengan
penderita yang dilaporkan oleh RS Paru Gunawan Widagdo sebanyak 285 orang,
RSUD Ciawi sebanyak 88 orang, RSUD Cibinong sebanyak 245 orang, RSUD
Leuwiliang sebanyak 97 orang, RSUD Cileungsi sebanyak 35 orang, RS Citama
sebanyak 6 orang, RS Dompet Dhuafa sebanyak 31 orang, RS Hermina Mekarsari

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


76

sebanyak 17 orang, UPT Kesehatan Kerja sebanyak 38 orang, Klinik sebanyak 12


orang dan Lapas Kabupaten Bogor sebanyak 37 orang sehingga total 3.488 orang
(CDR=58,36%), angka ini masih belum mencapai target SPM sebesar 100%.
Angka penemuan penderita TB paru BTA (+) Tahun 2016 sebesar 3.488
orang (58,36%) menurun jika dibandingkan dengan Tahun 2015 sebanyak 3.883
orang (68,07%).
Target penemuan penderita BTA (+) berdasarkan hasil survei prevalensi
Kabupaten Bogor adalah 155/100.000 penduduk, diharapkan setiap tahunnya
akan ditemukan 70% dari target nasional tahun 2016. Diharapkan dalam kurun
waktu 5 tahun, penemuan kasus dapat dipertahankan sehingga akan dapat
menurunkan angka kesakitan TB Paru di Kabupaten Bogor.
Angka kesembuhan penderita TB Paru BTA (+) di puskesmas dan rumah
sakit Kabupaten Bogor sebesar 95,42% dan pengobatan lengkap sebesar 2,04%
sehingga angka kesuksesan nya (succes rate) sebesar 97,46%, angka ini melebihi
target Kementerian Kesehatan sebesar 90%.
Banyak kendala yang dihadapi, salah satunya masih banyak penderita
yang tidak melakukan pemeriksaan dahak akhir pengobatan sehingga status
kesembuhannya tidak diketahui yang berdampak pada penurunan angka
kesembuhan.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka perlu meningkatkan partisipasi
aktif masyarakat dalam menemukan penderita tersangka (suspek) TB Paru dan
melaporkannya ke tempat pelayanan kesehatan yang ditunjuk. Hal ini perlu
didukung oleh pemerintah setempat salah satunya melalui Gerakan Terpadu
Nasional (Gerdunas) TB Paru yang sudah mulai sejak Tahun 2002.

4.4.2.4. Kusta

Penemuan kusta secara dini dengan Rapid Survei dan School Survei
ditemukan pada daerah endemisitas sedang dan tinggi. Bersumber dari laporan
Puskesmas jumlah penderita penyakit Kusta yang tercatat di Kabupaten Bogor
selama 5 tahun terakhir sebagai berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


77

TABEL. 4.26
PREVALENSI & JUMLAH PENDERITA KUSTA
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 – 2016

Prevalensi MB PB
Tahun Total
Per 10.000 Jml % Jml %
2012 0,59% 284 97,93 6 2,07 290
2013 0,58% 283 96,92 9 3,08 292
2014 0,63% 302 93,79 20 6,21 322
2015 0,60% 301 94,06 19 5,94 320
2016 0,57% 310 96,57 11 3,43 321
Sumber : P2PKL

Prevalensi kusta di Kabupaten Bogor selama periode 2012-2016


cenderung berfluktuatif, 0,59% (2012) menjadi 0,57% pada Tahun 2016.
Penderita kusta pada Tahun 2016 sejumlah 321 orang, terdiri dari 310
(96,57%) tipe kusta MB dan 11 orang (3,43%) tipe kusta PB. Sejumlah 31 orang
(16,68%) kusta tipe MB+PB adalah penderita cacat tingkat II, hal ini perlu
mendapatkan perhatian karena cacat tersebut akan berpengaruh terhadap
produktifitas mereka. Penderita kusta yang sudah RFT (Release From Treatment)
pada Tahun 2016 sejumlah 221 penderita, terdiri dari 212 orang kusta tipe MB dan
9 orang kusta tipe PB.
Belum semua daerah endemisitas tinggi dan rendah melakukan kegiatan
sesuai dengan SOP. Kegiatan survei sekolah dan rapid village survei belum dapat
dilakukan bersama dengan pemeriksaan kontak dan pencegahan kecacatan, hal
ini mengakibatkan banyak penderita kusta anak dan penderita baru ditemukan
sudah dalam keadaan cacat tingkat 2 yang memerlukan alat bantu dan perawatan.
Untuk mencegah cacat baru pada penderita yang diobati maupun yang sudah
selesai pengobatan maka penderita yang sudah dinyatakan Release From
Treatment (RFT) tetap dimotivasi agar selalu memeriksakan diri ke puskesmas.
Sampai dengan 5 tahun dan di control maksimal 3 bulan sekali (RFC).

4.4.2.5. HIV/AIDS

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan


gejala karena menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini
disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Human Imunno-defieciency Virus), atau
virus yang menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh. Masa inkubasi dari

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


78

virus ini cukup lama sehingga gejala baru muncul setelah waktu yang lama,
bahkan bisa bertahun-tahun. HIV dapat menular melalui hubungan seks tidak
aman dengan ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), transfusi darah yang
mengandung HIV, penggunaan alat suntik yang tercemar HIV dan ibu yang
terinfeksi HIV pada bayi yang dikandungnya.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan
langsung dengan ibukota negara dan merupakan daerah dengan pertumbuhan
penduduk/migrasi penduduk, industri dan pariwisata yang sangat pesat sehingga
mempunyai resiko tinggi untuk penularan HIV/AIDS. Pengaruh dari pertumbuhan
tersebut terhadap kehidupan masyarakat adalah kehidupan sosial, yang berakibat
pada perubahan sikap dan perilaku baik dalam pergaulan yang mengarah pada
penggunaan obat-obat terlarang maupun terhadap norma-norma antar jenis
kelamin sehingga kelompok ini mempunyai resiko yaitu tertularnya penyakit yang
disebabkan oleh hubungan seksual dan penggunaan alat suntik dari pemakaian
obat-obat terlarang, oleh sebab itu semakin banyak ditemukan penderita HIV
positif dan semakin meningkatnya kasus sifilis pada kelompok resiko tinggi
terutama pada penasun (pengguna narkoba suntik) dan WPS (Wanita Pekerja
Seks).
Mengingat fakta resiko penyebaran yang tinggi dan untuk mengetahui
besarnya penyakit tersebut perlu dilakukan kegiatan sero survey setiap tahun.
Kegiatan ini untuk mencegah dan memberantas PMS termasuk infeksi HIV/AIDS,
dengan jalan mengurangi, menilai dan memetakan penyebaran penyakit
mengurangi perilaku beresiko penderita perorangan serta dampak sosial,
ekonomi dari PMS dan HIV/AIDS.
Pemeriksaan sero survey HIV/AIDS Tahun 2014 tidak ada kegiatan, data
didapatkan dari laporan berbagai Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) yaitu dari
Puskesmas dan RSUD.Tahun 2016 terdapat 114 kasus yang terdiri dari penderita
HIV 84 kasus dan AIDS 30 kasus per jenis kelamin (gender). HIV/AIDS positif (+)
di Kabupaten Bogor sampai dengan Tahun 2016 sebanyak 1.147 orang.
Program penjangkauan IDU (Intravena Drug User) baru berjalan di
Puskesmas Ciomas dan Cileungsi. Dari hasil program IDU hasil estimasi
menunjukkan perilaku beresiko terbesar dalam menyumbang jumlah ODHA
adalah pengguna narkoba suntik.
Berdasarkan hasil laporan dari Unit Transfusi Darah (UTD) cabang PMI
Kabupaten Bogor tahun 2016 ditemukan penderita HIV/AIDS positif sebanyak 66

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


79

orang (0,35%) yang didapat dari hasil pemeriksaan donor darah pada 18.832
orang pendonor.
Penanggulangan HIV/AIDS belum dilaksanakan secara komprehensif
dimana dana yang tersedia hanya untuk melaksanakan sentinel survei saja.
Upaya tindak lanjut yang dilakukan adalah perlu dilaksanakannya penanganan
terhadap penderita yang memiliki sampel darah dengan Venereal Disease
Research Laboratory (VDRL) dan TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination)
TPHA (positif dan pemberian pengobatan dengan menggunakan suntikan
Benzatine Benzil Penissilin, serta memberikan penyuluhan kesehatan secara
berkesinambungan dan pemberian kondom.
Melihat jumlah kasus HIV Positif (+) dan Sifilis dari hasil sero survey, pada
pertengahan tahun 2006 di Kabupaten Bogor sudah dibentuk KPAD (Komisi
Penanggulangan AIDS Daerah) yang mempunyai program kerja antara lain
melaksanakan koordinasi dengan semua anggota KPA (Komisi Penanggulangan
AIDS), LSM Peduli AIDS dan instansi terkait. Kegiatan yang dilakukan adalah
mengadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah (SMAN I dan SMAN 2 Cibinong dan
SMA PGRI Cibinong), mengadakan sosialisasi ke WPS (Wanita Penjaja Seks)
bekerjasama dengan LSM Mutiara Hati dan kegiatan Harm Reduction (HR)
bekerja sama dengan rumah cemara di Puskesmas Ciomas dan Cileungsi,
kegiatannya berupa penjangkauan Penasun (pengguna narkoba suntik).

4.4.3. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)

Berdasarkan laporan dari puskesmas dan rumah sakit gambaran penyakit


PD3I di Kabupaten Bogor Tahun 2012-2016 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
TABEL 4.27
JUMLAH PENDERITA PENYAKIT PD3I
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 – 2016

JUMLAH PENDERITA SELURUHNYA


NO JENIS PENYAKIT (PUSKESMAS + RUMAH SAKIT)
2012 2013 2014 2015 2016
1. Difteria 1 1 0 1 7
2. Pertusis 0 0 0 0 0
3. Tetanus 1 0 0 0 0
4. Poliomyelitis / AFP 0/26 0/34 0/31 0/22 0/12
5. Campak 76 60 81 46 149
6. Hepatitis B 0 0 0 0 0
7. Tetanus Neonatorum 0 0 5 3 2
Sumber : SP3 dan SP2RS

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


80

4.4.3.1. Difteri

Penyakit Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh sejenis


bakteri yaitu Corynebacterium Diphtheriae tipe gravis, mitis dan intermedius,
reservoirnya hanya manusia dan cara penularannya melalui droplet dan benda
yang tercemar. Gejalanya dapat tidak ada atau ringan sekali berupa sedikit
membran dalam rongga hidung (anterior nasal diphtheria) sampai sangat berat
dan menyebabkan kematian.
Pada golongan sosial ekonomi rendah difteri merupakan penyakit
endemik tanpa letusan wabah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kasus difteri
kulit yang mudah menular diantara anak-anak dan menimbulkan kekebalan dalam
populasi, golongan umur penderita difteri biasanya di bawah 15 tahun.
Berdasarkan tabel 4.27 di atas, di Kabupaten Bogor tahun 2012 dan 2013
ditemukan masing-masing 1 kasus di Kecamatan Cileungsi (2012), di Kecamatan
Ciomas (2013), untuk Tahun 2014 tidak ditemukan kasus difteri namun di tahun
2015 ditemukan 1 kasus difteri dan di Tahun 2016 meningkat menjadi 7 kasus di 5
kecamatan.
Pencegahan penyakit difteri dapat dilakukan dengan memberikan
imunisasi DPT yang diberikan kepada bayi (0-12 bulan) sebanyak 3 kali yaitu
DPT1, DPT2 dan DPT3. Cakupan imunisasi DPT3 pada tahun 2014 dan 2015 diatas
target nasional (90%), Tahun 2014 sebesar (94,99%) dan tahun 2015 (104,54%),
cakupan tahun 2016 masih melebihi target nasional sebesar 90% yaitu sebesar
94,72%. Cara pengelolaan vaksin dalam rangka menjaga kualitas vaksin dengan
mengelola rantai vaksin perlu selalu dipantau, sehingga dapat memberikan
kekebalan pada sasaran imunisasi secara berkualitas.

4.4.3.2 Pertusis

Bakteri Bordetella Pertusis merupakan bakteri penyebab Pertusis, gejala


awalnya berupa pilek dan batuk. Komplikasi umumnya adalah pneumonia yang
paling banyak menimbulkan kematian, dan encephalopathy yang meninggalkan
kerusakan otak menetap. Kematian lebih sering dijumpai pada umur di bawah 1
tahun.
Penularan melalui kontak erat, biasanya dari saudara kandung dan
reservoir adalah manusia (penderita itu sendiri) dengan penularan melalui droplet.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


81

Pada tahun 2002 pernah ditemukan 3 kasus namun berdasarkan laporan Rumah
Sakit dan Puskesmas pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2016 tidak terdapat
kasus pertusis.
Imunisasi merupakan satu-satunya cara pencegahan, karena kekebalan
dari ibu tidak bersifat protektif. Jika dilihat cakupan DPT 3 tahun 2016 sebesar
94,72%, angka ini sudah melebihi target standar program sebesar 90%.

4.4.3.3. Tetanus

Kuman penyebab tetanus adalah Clostridium Tetani. Spora tetanus yang


masuk dalam luka, berkembang biak dalam suasana anaerobic dan membentuk
toksin. Gejala khas berupa kejang rangsang atau kejang spontan, muka tampak
menyeringai (risus sardonikus), pada bayi mulut terkancing (trismus) dan pada
kasus yang ringan gejala tersebut hilang setelah 2-3 minggu.
Selama periode 5 tahun terakhir yaitu tahun 2012-2016 jumlah penderita
tetanus berfluktuasi. Data dari Puskesmas pada tahun 2012 terdapat 1 penderita
dan untuk Tahun ini tidak terdapat penderita, data Rumah Sakit tahun 2013, 2014,
2015 dan 2016 tidak terlaporkan adanya penderita tetanus.
Upaya yang dilakukan di puskesmas untuk menurunkan kasus tetanus adalah
dengan upaya pecegahan utama seperti imunisasi DPT, DT,Td dan TT. Imunisasi
DPT merupakan imunisasi rutin yang diberikan kepada bayi, sedangkan imunisasi
DT diberikan untuk anak kelas I dan Td diberikan pada anak kelas II dan III
sekolah dasar, MI dan sekolah lain yang sederajat yang dilaksanakan serentak
melalui kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Imunisasi TT diberikan
kepada WUS (Wanita Usia Subur).

4.4.3.4. Tetanus Neonatorum

Penyakit Tetanus Neonatorum adalah penyakit akibat infeksi yang diderita


oleh bayi umur 0-7 hari. Reservoir adalah usus manusia dan hewan serta tanah
yang terkontaminasi kotoran hewan dan manusia. Pertolongan persalinan dan
perawatan tali pusat yang kurang steril merupakan masalah karena sebagian
besar persalinan di Indonesia ditolong oleh dukun.
Berdasarkan laporan di Rumah Sakit dan puskesmas yang ditindaklanjuti
dengan penyelidikan epidemiologi ke lapangan. tahun 2016 ditemukan penderita
Tetanus Neonatorum pada bayi (0-<28 hari) sebanyak 2 kasus (1 penderita laki-

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


82

laki dan 1 penderita perempuan) dengan kematian 2 orang yaitu di Kecamatan


Caringin dan Cibinong.
Untuk menekan jumlah kematian yang disebabkan oleh Tetanus
Neonatorum diperlukan imunisasi TT kepada ibu hamil. Mulai tahun 2007 TT ibu
hamil tidak hanya TT1 dan TT2 namun sudah mencapai sampai dengan TT 5.
Imunisasi TT1 yang merupakan rangkaian penjumlahan dari imunisasi TT1, TT3,
TT4 dan TT5, diberikan kepada ibu hamil di trimester pertama sedangkan TT2 nya
yang merupakan rangkaian penjumlahan dari imunisasi TT2, TT3, TT4 dan TT5
dapat diberikan minimal 4 minggu setelah pemberian TT1.
Imunisasi ini diberikan untuk meningkatkan kekebalan ibu terhadap
penyakit tetanus selain itu dampaknya adalah dapat mencegah terjadinya kasus
Tetanus Neonatorum pada bayi. Imunisasi TT untuk ibu hamil lebih diutamakan
untuk mencakup status 5T sehingga ada penurunan cakupan TT1 dan TT2 ibu
hamil. Pencapaian status 5T untuk mencapai perlindungan terhadap ibu hamil
selama 25 tahun yang akan berdampak terhadap bayi untuk mencegah Tetanus
Neonatorum.
Cakupan imunisasi TT pada ibu hamil menurut laporan dari Puskesmas
sebesar 88,71% untuk TT1 Bumil (TT1+TT3+TT4+TT5) dan 80,50% untuk TT2
Bumil (TT2+TT3+TT4+TT5); untuk TT1 belum mencapai target program (95%),
begitu pula untuk TT2 belum mencapai target sebesar 90% Pencapaian program
imunisasi perlu didukung dengan kualitas vaksin sehingga tingginya pencapaian
program dapat menumbuhkan daya lindung pada sasaran serta pendekatan pada
kelompok resiko ini melalui keterpaduan lintas program serta kerjasama lintas
sektor diharapkan memberikan dampak positif terhadap penurunan kasus tetanus
neonatorum secara cepat.

4.4.3.6. Polio dan Acute Flaccid Paralysis (AFP)/Lumpuh Layuh Akut

Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang


menyerang sistem syaraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Penyakit ini
dapat menyerang semua umur, >50% ditemukan pada anak usia di bawah 3
tahun. Gejala utamanya adalah demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher
dan sakit di tungkai dan lengan. Satu diantara 200 orang yang terinfeksi dapat
menyebabkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki, diantara semua
kelumpuhan, 5%-10% meninggal karena lumpuhnya otot pernafasan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


83

Penularan virus polio secara fecal-oral terutama di daerah pemukiman


yang padat dengan sanitasi kurang. Karena itu pada masyarakat kelas ekonomi
rendah, sebelum usia 3 bulan seorang anak biasanya telah mempunyai antibodi
terhadap polio yang didapat dari ibunya namun hanya melindungi anak dalam
minggu-minggu pertama. Pada kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi infeksi
terjadi pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa, dimana gejalanya lebih berat.
AFP adalah kondisi yang abnormal yang ditandai dengan melemahnya,
atau hilangnya kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas. Hal ini dapat disebabkan
oleh penyakit atau trauma yang mempengaruhi syaraf yang berhubungan dengan
otot. AFP ini sering juga dijelaskan sebagai tanda cepat munculnya serangan
seperti pada penyakit polio.
Berdasarkan hasil kegiatan surveilance AFP, pada tahun 2016 di
Kabupaten Bogor ditemukan kasus AFP sejumlah 12 kasus pada anak <15 tahun
tanpa ditemukan adanya Virus Polio Liar (VPL). AFP rate dengan sasaran jumlah
anak <15 tahun di Kabupaten Bogor tahun 2016 sebesar 1.753.537 anak diketahui
AFP rate sebesar 0,68/100.000 anak <15 tahun, belum mencapai target indikator
SPM 2008 (2/100.000 anak <15 tahun).
Penemuan kasus tersebut terdapat di 8 kecamatan yaitu Kecamatan
Tamansari, Cileungsi, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, BojongGede, Kemang,
Jasinga dan Kecamatan Parung Panjang.
Pencegahan dengan vaksin Polio Trivalen pada Balita umur 0-59 bulan
adalah cara yang paling efektif dan efisien karena penyakit ini mempunyai daya
tular yang sangat tinggi. Untuk memperoleh tingkat perlindungan optimum melalui
imunisasi harus dicapai dengan cakupan imunisasi polio tinggi secara merata
sampai ke tingkat desa.
Pada suatu kelompok masyarakat dengan cakupan imunisasi tinggi (>80%)
untuk waktu yang cukup lama, eradikasi (pemusnahan) polio dapat dicapai.

4.4.3.6. Campak

Penyebab penyakit ini adalah virus Morbilli dan pada awal gejalanya
menyerupai flu/ selesma disertai konjungtivitas serta tanda khas berupa bercak
koplik jarang dapat terdeteksi. Komplikasi terjadi pada 30% penderita berupa
Otitis Media, Conjungtivitis berat, Enteritis dan Pneumonia. Komplikasi ini sering
menyertai penderita campak dengan gizi kurang antara lain defisiensi vitamin A.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


84

Cakupan imunisasi yang rendah dan tidak merata di suatu wilayah cepat
atau lambat akan berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Selama periode
5 tahun kasus campak cenderung menurun tajam, pada tahun 2012 sebesar 76
kasus dan menjadi 149 kasus pada tahun 2016 yang terdiri dari kasus campak
rutin (C1) dan kasus CBMS (klinis campak yang diperiksa sampel nya).
Berbagai upaya untuk menurunkan kasus campak telah dilakukan seperti
pemberian imunisasi rutin campak pada bayi umur 9 bulan, pemberian vaksin
campak satu kali dapat memberikan kekebalan sampai lebih dari 14 tahun. Untuk
mengendalikan penyakit ini diperlukan cakupan imunisasi minimal 80-95% secara
merata selama bertahun-tahun serta program reduksi campak untuk bayi melalui
PIN (Pekan Imunisasi Nasional) campak pada daerah resiko tinggi pada tahun-
tahun sebelumnya.
Cakupan imunisasi campak di Kabupaten Bogor pada tahun 2015 sebesar
101,54% dan pada tahun 2016 sebesar 95,21%, angka ini sudah mencapai target
SDKI tahun 2007 sebesar 67,0% begitu pula sudah memenuhi target nasional
tahun 2014 sebesar 93% (RKP, 2011). Jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, cakupan tahun 2016 menurun sebesar 6,33%.
Menurut laporan dari Puskesmas cakupan UCI atau persentase desa yang
mencapai UCI (Universal Child Immunization) baru mencapai 93,09% atau 404
desa dari 434 desa yang ada. Cakupan UCI belum mencapai indikator Standar
Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 100%, menunjukkan bahwa masih cukup
banyak sasaran rentan pada balita yang belum diimunisasi campak, sehingga
masih perlu dilakukan backlog (melengkapi) imunisasi pada daerah-daerah
kantong endemis campak disertai penyuluhan secara terus menerus untuk
mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap.
Imunisasi Campak merupakan salah satu indikator dari MDGs yang
mempunyai dampak langsung terhadap kematian anak, persentase anak usia satu
tahun yang telah di imunisasi dapat digunakan sebagai indikator yang baik
terhadap kualitas sistem pelayanan kesehatan anak. Peningkatan cakupan
imunisasi dapat menurunkan jumlah kematian anak balita sebesar 1/1000
kelahiran hidup (UNSD 2009, ADB).

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


85

4.4.3.7. Hepatitis B
Penyakit hepatitis B merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh
virus hepatitis dan dapat menyerang semua golongan umur, kelompok resiko
tinggi adalah bayi dari ibu pengidap Hepatitis B (70-90%), pecandu narkotik,
tenaga medis dan paramedis, pasien hemodialisa, pekerja laboratorium, pemakai
jasa atau petugas akupunktur. Penyakit ini akan berkembang menjadi penyakit
Sirosis Hati (pengerasan hati) dan kanker hati primer setelah 10-30 tahun.
Berdasarkan laporan dari puskesmas di Kabupaten Bogor pada tahun
2015, tidak terdapat penderita hepatitis B, begitupula laporan dari Rumah Sakit
baik rawat jalan maupun rawat inap untuk tahun 2016 tidak terdapat penderita
hepatitis B. Kasus penyakit hepatitis bisa ditekan melalui upaya pencegahan
sedini mungkin dengan memberikan imunisasi hepatitis B pada bayi umur 0-7 hari.
Hal ini berdasarkan studi Epidemiologi yaitu pemberian imunisasi HB0 pada bayi
umur 0-7 hari berguna untuk melindungi bayi dari penyakit hati primer dan
penyakit sirosis hati.

4.5. PENYAKIT TIDAK MENULAR


4.5.1. HIPERTENSI
Untuk mengetahui gambaran umum permasalahan Hipertensi 2016
berikut disajikan kasus kejadian hipertensi yang berasal dari olahan laporan
SP3 Puskesmas Kabupaten Bogor yaitu sebesar 12.682 kasus (0,52%) dari
hasil pengukuran tekanan darah sebesar 2.456.092 orang laki-laki dan
perempuan dari jumlah penduduk ≥ 18 tahun sebesar 3.082.122 penduduk.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi Hipertensi pada umur ≥
18 tahun (pernah di diagnosis nakes) adalah 10,5% (nasional 9,5%).
Sedangkan prevalensi Hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥
18 tahun sebesar 29,4%. Prevalensi Hipertensi pada perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki.

4.5.2. DIABETES MELLITUS


Sama halnya dengan laporan gambaran umum hipertensi, maka untuk
gambaran umum permasalahan Diabetes Mellitus (DM) 2016 berasal dari
olahan data laporan SP3 Puskesmas Kabupaten Bogor yaitu sebesar 51.106
kasus dari semua kelompok golongan umur.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


86

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 Prevalensi Diabetes Mellitus per


diagnosis dokter atau gejala di Jawa Barat sebesar 2,0% (nasional 2,1%).
Prevalensi Diabetes Mellitus (DM) pada perempuan cenderung lebih tinggi dari
pada laki-laki.

4.6. KEJADIAN LUAR BIASA ( KLB )

Pada tahun 2016 di Kabupaten Bogor telah terjadi 14 kali KLB, yang terdiri
dari 4 KLB yang menyerang 11 desa tersebar di 8 kecamatan. Seluruh kejadian
KLB ditangani dalam waktu <24 jam, dengan demikian cakupan desa/kelurahan
mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi <24 jam 100%, sesuai
dengan target SPM sebesar 100%. Adapun jenis KLB tersebut adalah sebagai
berikut :

4.6.1. KLB KERACUNAN MAKANAN

KLB keracunan makanan yang terjadi pada tahun 2016 di Ds Bojong Murni
RW 3 Kec. Ciawi, Pasir Menjul Ds. Pasir Jaya Kec. Cigombong, Kp. Babakan RT
05/RW 03 Ds Gunungsari Kec. Pamijahan, Kp. Jogjogan RT 02/RW 02 Ds Tangkil
Kec. Caringin Jumlah penduduk terancam sebanyak 520 orang dan jumlah
penderita sebanyak 163 orang. Attack rate sebesar 31,35 % dengan CFR 0 %.
Kejadian ini dimungkinkan terjadi karena pengolahan makanan yang kurang
higienis dan tidak sesuai dengan standar kesehatan. Untuk lebih jelasnya kasus
keracunan makanan yang terjadi selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel
4.28 di bawah ini :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


87

TABEL 4.28
JUMLAH PENDERITA, KEMATIAN, CFR DAN LOKASI
PADA KLB KERACUNAN MAKANAN
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 – 2016

Tahun Jml.Penderita Jml.Kematian CFR Lokasi


(%)
2012 638 0 0 - Ds Taman Kec Tamansari, SDN
02 Gn Putri Kec Gn Putri,Ds
Sukahati Kec Citeureup,Ds
Kabasarin Kec Pr Panjang,Ds
Bunar, Ds Mekarjaya Kec
Cigudeg,Ds Srogol Kec
Cigombong, Ds Cileubut Kec
Sukaraja, Ds Sukamaju Kec
Cibungbulang, Ds Gn Sindur Kec
Gn Sindur
2013 357 2 0,56 Ds Padasuka Kec.Ciomas, Ds
Kalisuren Kec. Tajurhalang,Ds
Iwul Kec. Parung, Kampus IPB
Ds. Babakan Kec. Darmaga, Ds
Mekarjaya Kec. Ciomas, Ds
Sukahati Kec Citeureup, Akademi
Siswa Bangsa Internasional Ds.
Caringin Kec.Caringin, Ds
Ciseeng Kec. Ciseeng
2014 320 0 0 Ds Tugu Jaya Kec.Ciomas, Ds
Bojong Jengkol Kec.Ciampea,Ds
Hambalang Kec.Citeureup, Ds.
Wanaherang Kec.Gn Putri, Ds
Sukahati Kec. Citeureup.
2015 679 0 0 Ds Gobang Kec.Rumpin, Ds Pasir
Jambu Kec.Sukaraja,Rs
M.G.Partowidagdo Kec.Cisarua,
Ds. Sukadamai Kec.Caringin, Ds
Caruteuni Kec. Cibungbulang,
PT.Sumber Gasturi Kec.
Cibinong, Ds Karehkel Kec.
Leuwiliang, Ds Sukaharja Kec.
Sukamakmur, Ds Sukamakmur
Kec. Sukamakmur.
2016 163 0 0 Ds Bojong Murni RW 3 Kec.
Ciawi, Pasir Menjul Ds. Pasir
Jaya Kec. Cigombong, Kp.
Babakan RT 05/RW 03 Ds
Gunungsari Kec. Pamijahan, Kp.
Jogjogan RT 02/RW 02 Ds
Tangkil Kec. Caringin

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


88

4.6.2. KLB FLU BURUNG

Flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit menular pada
binatang yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (H5N1) yang umumnya
menginfeksi unggas dan sedikit kemungkinan menginfeksi babi. Penyakit ini bisa
menular kepada manusia dan dapat menimbulkan penyakit flu yang berakibat
kematian, dengan gejala klinis seperti demam lebih dari 38º C, sakit tenggorokan,
flu, batuk, cepat sesak napas, nyeri otot dan lemas, masa inkubasi selama 1-7
hari. Virus ini dapat hidup di air selama 4 hari pada suhu 22º C dan lebih dari 30
hari pada suhu 0º C dalam tinja unggas dan tubuh unggas yang sakit. Namun
virus ini akan mati dengan deterjen dan pemanasan 60º C selama 30 menit.
Sejak tahun 2005 di Propinsi Jawa Barat telah terjadi kasus flu burung
pada unggas di beberapa kabupaten/kota di antaranya adalah Kabupaten Bogor.
Kasus suspek flu burung pada manusia di Kabupaten Bogor tahun 2016 tidak
ditemukan kasus flu burung.
Upaya pencegahan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor terhadap penyebaran virus flu burung adalah meningkatkan SKD terhadap
kasus flu burung di puskesmas, pengambilan sampel darah terhadap kelompok
resiko (peternak) di kecamatan endemis dan melakukan sosialisasi penyakit flu
burung kepada masyarakat terutama kelompok masyarakat potensial melalui
siaran radio dan berbagai media penyuluhan lainnya.

4.6.3. SUSPEK DIFTERI

Tahun 2016 terjadi KLB Suspek Difteri di 3 Kecamatan yaitu Pondok


pesantren Al Fatah desa Pasir Angin Kecamatan Cileungsi, Kp Bojong Indah
Desa Bojong Indah Kecamatan Parung, Desa Bendungan Kecamatan Ciawi, KP
Pondok Menteng Desa Citapen Kecamatan Ciawi dan Desa Pandan Sari
Kecamatan Ciawi. Penyakit Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh
sejenis bakteri yaitu Corynebacterium Diphtheriae tipe gravis, mitis dan
intermedius, reservoirnya hanya manusia dan cara penularannya melalui droplet
dan benda yang tercemar. Gejalanya dapat tidak ada atau ringan sekali berupa
sedikit membran dalam rongga hidung (anterior nasal diphtheria) sampai sangat
berat dan menyebabkan kematian.
Pada golongan sosial ekonomi rendah difteri merupakan penyakit
endemik tanpa letusan wabah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kasus difteri

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


89

kulit yang mudah menular diantara anak-anak dan menimbulkan kekebalan dalam
populasi, golongan umur penderita difteri biasanya di bawah 15 tahun.
Diketahui dari laporan KLB Difteri, penderita berjenis kelamin perempuan
dengan riwayat imunisasi hanya sekali diimunisasi yaitu imunisasi Dt pada saat
penderita masuk sekolah SD. Gejala awal penderita yaitu demam dan sakit
menelan kemudian penderita dirawat dengan gejala demam, sakit tenggorokan,
Bullneck, sesak nafas dan Pseudomembran. Pengambilan sampel swab
tenggorok dilakukan terhadap kontak erat maupun teman sepermainan dilokasi
sekitar tempat tinggal kasus.
Pencegahan penyakit difteri dapat dilakukan dengan memberikan
imunisasi DPT yang diberikan kepada bayi (0-12 bulan) sebanyak 3 kali yaitu
DPT1, DPT2 dan DPT3.

4.6.4. HEPATITIS A

Hepatitis A adalah penyakit hati akibat virus hepatitis A yang dapat


menyebabkan kesakitan ringan sampai berat. Hepatitis A menyebar secara fekal-
oral ketika seseorang mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi tinja orang yang terinfeksi Hepatitis A. Timbulnya penyakit ini
berhubungan erat dengan sanitasi yang buruk dan rendahnya kebiasaan hygiene
personal, seperti cuci tangan. Penderita Hepatitis A sebagian besar mengalami
penyembuhan sendiri (self limiting disease), dengan kematian sangat kecil 0,1-
0,3%. Hepatitis A sering timbul secara sporadic maupun sebagai suatu epidemic
dalam periode waktu satu sampai dua bulan, dengan tendensi berulang Epidemi
yang terjadi akibat kontaminasi pada air dan makanan dapat mengakibatkan
ledakan kasus, dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit.
Tahun 2016 telah diterima laporan adanya kasus suspek Hepatitis A di
pesantren An Nawawi Albatani Kp. Bulak Saga Desa Cibadung Kecamatan
Gunung Sindur dengan jumlah penderita sebanyak 28 anak santri yang terdiri dari
20 penderita laki-laki dan 8 penderita wanita dari 212 anak santri. Penularan
penyakit Hepatitis A diantara santri dimungkinkan terjadi karena perilaku santri
dalam hidup bersih dan sehat maupun dalam kedisiplinan menggunakan alat
makan minum masih kurang (memakai alat makan minum milik santri lain).
Kegiatan mendirikan Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) yang
bekerjasama dengan Puskesmas Suliwer, penyuluhan tentang penyakit Hepatitis
A dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) kepada para santri, penjamah

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


90

dan pengelola makanan yang ada disekitar pondok pesantren. Selain itu diberikan
informasi kepada penjamah makanan untuk mengikuti pelatihan hygiene sanitasi.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


89

BAB V
SITUASI UPAYA KESEHATAN

Sesuai dengan tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yaitu


untuk meningkatkan kesadaran, keamanan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai
tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya
kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu.
Secara umum upaya kesehatan terdiri atas dua unsur utama, yaitu upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Upaya kesehatan
masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat, yang
mencakup upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan
penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan
dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, kesehatan jiwa,
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan penggunaan zat
adiktif dalam makanan dan minuman, pengamanan narkotika, psikotropika, zat
adiktif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan kemanusiaan.
Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, mencakup upaya promosi kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap,
pembatasan dan pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan.
Beberapa kegiatan pokok upaya kesehatan perorangan adalah peningkatan
pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di
rumah sakit, cakupan pelayanan gawat darurat, dan lain-lain.

5.1. PELAYANAN KESEHATAN DASAR


Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah penting dalam
penyelengaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dengan pelayanan
kesehatan dasar secara tepat dan cepat diharapkan sebagian masalah kesehatan
masyarakat dapat diatasi. Upaya Kesehatan Dasar di Puskesmas berpedoman

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


90

pada Permenkes No.75 tahun 2014 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat dimana upaya puskesmas dibagi menjadi upaya kesehatan
masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.
Upaya Kesehatan masyarakat esensial adalah upaya Kesehatan
masyarakat yang ditetapkan berdasarkan upaya kesehatan esensial, sering
disebut 5 Pelayanan Kesehatan Dasar yang penting meliputi pelayanan promosi
kesehatan, pelayanan Kesehatan Lingkungan, pelayanan Kesehatan Ibu dan
Anak serta Keluarga Berencana, pelayanan Perbaikan Gizi Masyarakat,
pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya pelayanan kesehatan
esensial sebagaimana dimaksud harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas
untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten / kota
bidang kesehatan (SPM) yang diterbitkan dengan SK Menkes Nomor 828/
Menkes/SK/IX/2008.
Sedangkan Upaya Kesehatan Pengembangan adalah merupakan upaya
kesehatan masyarakat yang sifatnya inovatif, ekstensifikasi dan intensifikasi
pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah
kerja dan pontensi sumber daya yang tersedia di masing – masing Puskesmas.
Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dapat dilakukan oleh
Puskesmas sebagaimana meliputi upaya kesehatan masyarakat esencial dan
upaya kesehatan masyarakat pengembangan yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari peraturan Menteri ini.

5.1.1. Kunjungan Puskesmas

Penduduk yang berkunjung ke sarana Puskesmas baik rawat jalan maupun


rawat inap tahun 2016 di Kabupaten Bogor sebanyak 3.938.762 kunjungan.
Jumlah kunjungan rawat jalan ke Puskesmas sebanyak 3.918.635 kunjungan,
apabila dengan jumlah penduduk sebesar 5.587.390 orang dari episode
kunjungan sebanyak 2 kali maka pemanfaatan Puskesmas mencapai 70,49%.
Pemanfaatan Puskesmas Tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan
tahun 2015 yang hanya mencapai 57,53%. Grafik 5.1 di bawah ini memberikan
gambaran jumlah kunjungan rawat inap puskesmas di Kabupaten Bogor selama
lima tahun terakhir.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


91

GRAFIK 5.1
JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN PUSKEMAS
4,000,000 DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 - 2016
3,918,635
3,900,000
3,800,000
3,700,000
3,600,000
3,500,000
3,400,000
3,299,592
JUMLAH

3,260,114
3,300,000
3,200,000
3,100,000 3,051,970
3,000,000
2,928,711
2,900,000
2,800,000
2,700,000
2,600,000
2,500,000
2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN

Dilihat dari grafik di atas nampak bahwa jumlah kunjungan pasien rawat
jalan puskesmas selama lima tahun terakhir cenderung berfluktuasi, pada tahun
2012 sebesar 3.260.114 kunjungan menjadi 3.918.635 kunjungan pada tahun
2016, dengan rata-rata jumlah kunjungan/hari sebesar 13.582 kunjungan.
Grafik 5.2 di bawah ini memberikan gambaran jumlah kunjungan rawat inap
puskesmas di Kabupaten Bogor selama lima tahun terakhir.

GRAFIK 5.2
JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT INAP PUSKEMAS
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 - 2016
15,000 14,619
14,419
14,000

13,000 12,515
JUMLAH

12,000
11,132 10,999
11,000

10,000

9,000
2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN

Dilihat dari grafik di atas nampak bahwa kunjungan rawat inap di


Puskemas mengalami peningkatan dari Tahun 2012 sebesar 11.132 kunjungan
menjadi 14.419 kunjungan pada Tahun 2016.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


92

5.1.2. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak


5.1.2.1. Pelayanan Kesehatan pada Ibu Hamil

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga


kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan
standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan
Kebidanan (SPK). Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
antenatal kepada ibu hamil antara lain dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan
dan perawat.
Pelayanan antenatal yang sesuai standar meliputi timbang berat badan,
pengukuran tinggi badan, tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan
atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
(DJJ), skrining status imunisasi tetanus dan memberikan imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) sesuai status imunisasi TT nya, pemberian tablet besi minimal 90
tablet selama kehamilan, test laboratorim (rutin & khusus), tata laksana kasus
serta temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K), serta KB Pasca persalinan.
Pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga
kesehatan seta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa distribusi
frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan
ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan yaitu : minimal 1 kali pada
triwulan I, 1 kali pada triwulan II dan 2 kali pada triwulan III. Standar waktu
pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu
hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.

a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K1 dan K4)

Hasil pencapaian program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai


dengan menggunakan indikator cakupan K1 dan K4. Dihitung dengan membagi
jumlah ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal pertama kali oleh tenaga
kesehatan (K1) atau jumlah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan ke-4 kali
(atau lebih) kehamilan baik di dalam maupun di luar gedung puskesmas untuk
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar yang ditetapkan (K4)
dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada di wilayah kerja dalam 1 tahun.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


93

Pencapaian cakupan K1 dan K4 di Kabupaten Bogor selama 5 tahun


terakhir berfluktuasi namun cenderung stabil, dapat dilihat pada grafik 5.3 berikut
ini :

GRAFIK 5.3
CAKUPAN K1 dan K4 TAHUN 2012 - 2016
DI KABUPATEN BOGOR

120
97.5 97.5 106.8
98.1 99.5
100 102.3
PERSENTASE

83.1 86.8 93.5


80 84.5
60 K1
40 K4
20

0
2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

Cakupan K1 Tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan Tahun


2015. Dari 97,5 % tahun 2015 menjadi 106,8 % tahun 2016, cakupan K1
dipengaruhi oleh kesadaran dari masyarakat dan ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilan secara dini, peningkatan cakupan K1 dimungkinkan kesadaran tinggi
masyarakat terutama ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan nya pada trimester
pertama. Selain itu sudah optimalnya pencatatan di pelayanan kesehatan dasar
untuk pelayanan di luar wilayah puskesmas sehingga semua sasaran ibu hamil
terlaporkan. Walaupun cakupan K1 meningkat kegiatan penyuluhan dan
pelacakan ibu hamil tetap ditingkatkan, baik oleh bidan puskesmas maupun bidan
di desa serta optimalisasi pencatatan dan pelaporan di tingkat bidan desa dan
puskesmas. Angka cakupan K1 merupakan gambaran tingkat perlindungan pada
ibu hamil dan merupakan penilaian terhadap manajemen kelangsungan program
KIA.
Cakupan K4 meningkat setiap tahunnya dan pada tahun 2016 mencapai
sebesar 102,33%, walaupun demikian mengalami peningkatan sebesar 8,79%
(tahun 2015, 93,54%) sudah melampui target SPM sebesar 90%, kecamatan
tertinggi cakupan K4-nya adalah Kecamatan Megamendung sebesar 112,2% dan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


94

terendah terdapat pada Kecamatan Parung Panjang sebesar 91,2%, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada lampiran tabel 29 profil kesehatan.

b. Cakupan Ibu Hamil, Ibu Bersalin dan Ibu Nifas (Kebidanan


Obstetri) dengan Komplikasi Ditangani
Berdasarkan laporan SP3 (LB3 KIA) diketahui bahwa jumlah ibu hamil, ibu
bersalin dan ibu nifas beresiko/komplikasi kebidanan perkiraan obstetri di
Kabupaten Bogor Tahun 2016 sebanyak 25.295 orang. Sedangkan jumlah ibu
hamil, ibu bersalin dan ibu nifas beresiko/komplikasi kebidanan obstetri yang
ditangani sebanyak 21.604 orang (85,41%), hasil ini sudah diatas target SPM
sebesar 80%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 33 profil kesehatan.
Pencapaian tersebut diharapkan terus ditingkatkan dengan meningkatkan kegiatan
kunjungan rumah, sehingga ibu hamil risti terdeteksi lebih awal, ibu melahirkan
dan ibu nifas apabila ada komplikasi persalinan dapat ditangani lebih cepat dan
sedini mungkin dan kalaupun terjadi komplikasi persalinan maka diharapkan tidak
mengakibatkan kematian.

5.1.2.2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin


Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tetap tinggi. Kecenderungan
yang ada, AKI terus menurun, namun perlu upaya dan kerja keras untuk mencapai
target RPJMN (2015 – 2019) sebesar 306 per 100.000 kelahiran hidup. Salah satu
cara yang paling efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah
mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih.
Pada tahun 2016 berdasarkan laporan puskesmas jumlah perkiraan ibu
bersalin sebanyak 120.725 dengan jumlah kelahiran hidup sebanyak 124.780 bayi
(103,36%), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 116.040 ibu
(96,12%) sudah melebihi target SPM yang ditetapkan sebesar 90%, namun
demikian ada peningkatan dari tahun 2015 sebesar 113.188 ibu (87,92%)
meningkat sebesar 8,20%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 29 profil
kesehatan.
Ibu yang melahirkan ditolong oleh dukun dan tenaga lainnya tahun 2016
sebesar 8.737 orang (7,24%), tahun 2015 sebesar 11.423 orang (8,9%). Jika
dilihat dari hasil persentase, cakupan pada tahun 2016 menurun jika dibandingkan
tahun 2015. Hal ini menunjukkan peran dukun bersalin di masyarakat sudah tidak
begitu dominan lagi.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


95

Angka cakupan pelayanan nifas tahun 2016 sebesar 118.106 orang


(97,83%), hasil sudah mencapai target SPM sebesar 90%, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 29 profil kesehatan.
Dalam rangka mencapai target SPM sudah upayakan dengan berbagai
program, yang telah dilaksanakan selama ini adalah safe motherhood dan
program raksa desa dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) yang dapat meningkatkan angka pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan sekaligus menekan angka pertolongan persalinan oleh dukun.
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan tahun 2016
sebesar 96,12%, angka ini sudah mencapai target SPM sebesar 90%. Kondisi ini
menunjukkan upaya kemitraan dukun dan bidan sudah mulai berjalan walaupun
belum optimal. Kemungkinan persalinan belum terlaporkan semua terutama pada
sarana yankes swasta (RB/Bidan Praktek) dan dari Rumah Sakit. Cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan dan dukun selama lima tahun terakhir dapat
dilihat pada grafik berikut :

GRAFIK 5.4
CAKUPAN PERSALINAN DITOLONG OLEH TENAGA KESEHATAN DAN DUKUN DI
KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 - 2016

110

100 96.12
87.64 87.92
PERSENTASE

90 86.11
82.9
80 Nakes
Dukun
70

60
10.8 8.6 10 8.9 7.2
50
2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

Grafik 5.4 menggambarkan cakupan persalinan di tolong oleh tenaga


kesehatan di Kabupaten Bogor, selama periode 5 tahun cakupan persalinan oleh
nakes cenderung meningkat, pada tahun 2012 sebesar 82,9% dan tahun 2016
sebesar 96,12%. Cakupan persalinan oleh dukun cenderung berfluktuatif, pada
tahun 2012 sebesar 10,8 % dan Tahun 2016 menjadi 7,2%.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


96

5.1.2.3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas

Pelayanan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu
mulai 6 jam sampai 42 hari pasca kelahiran oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi
dini kompilkasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu
nifas dengan melakukan kunjungan nifas sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu
antara lain : kunjungan nifas pertama (KF1) pada 6 jam setelah persalinan sampai
3 hari, kunjungan nifas ke-dua (KF2) dilakukan pada 4 hari sampai dengan 28 hari
setelah persalinan, kunjungan nifas ke-tiga (KF3) dilakukan pada 29 hari sampai
dengan 42 hari setelah persalinan. Diupayakan kunjungan nifas ini dilakukan pada
saat dilaksanakannya kegiatan di posyandu dan dilakukan bersamaan pada
kunjungan bayi.
Pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi : pemeriksaan
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu, kedua yaitu pemeriksaan lokia dan
pengeluaran pervagina lainnya, ketiga adalah pemeriksaan payudara dan anjuran
ASI ekslusif 6 bulan, keempat yaitu pemberian kapsul vitamin A 2000 IU sebanyak
(2 x 24 jam), kelima adalah pelayanan KB pasca persalinan.
Cakupan kunjungan ibu nifas tahun 2016 sebesar 118.106 orang (97,83%),
hasil sudah melampui target SPM sebesar 90%. Cakupan kunjungan nifas selama
empat tahun terakhir dapat dilihat pada grafik berikut :

Grafik 5.5
CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2013 - 2016

100 97.83
87.47 88.73 88.05
90
80
70
Persentase

60
50
40
30
20
10
0
2013 2014 2015 2016
Tahun

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


97

5.1.2.4. Pelayanan Kesehatan Neonatal, Bayi dan Anak Balita

a. Cakupan Kunjungan Neonatal

Kunjungan neonatal adalah kunjungan bayi umur 0-28 hari yang kontak
dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan
kesehatan minimal dua kali dari tenaga kesehatan, yaitu pada umur 0-7 hari dan
umur 8-28 hari. Kunjungan neonatal lengkap adalah jumlah neonatal yang
mendapatkan pelayanan sesuai standar 3 kali (KN1,KN2,KN3), dengan ketentuan:
a. KN1 adalah jumlah neonatus umur ≥24 jam-2 hari yang kontak dengan tenaga
kesehatan untuk mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan
neonatal sesuai standar, baik didalam maupun diluar gedung puskesmas
(termasuk bidan di desa, polindes, kunjungan rumah, rumah sakit
pemerintah/swasta, RB dan bidan praktek swasta di wilayah kerja puskersmas)
b. KN2 adalah jumlah kunjungan neonatus umur 3-7 hari
c. KN3 adalah jumlah kunjungan neonatus umur 8-28 hari
Kunjungan ini bertujuan untuk meningkatkan akses neonatal terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah
kesehatan pada neonatus.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar dilakukan secara komprehensif
dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dan pemeriksaan
menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk
memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang meliputi : perawatan tali pusat, ASI
Ekslusif, Injeksi Vitamin K, Pemberian salep mata, Imunisasi Hepatitis B-O,
Pemeriksaan tanda bahaya, konseling, penanganan dan rujukan kasus bila
diperlukan.
Pada grafik 5.6 dibawah ini dapat dilihat cakupan pemeriksaan Neonatus
(KN1) di Kabupaten Bogor selama periode lima tahun terakhir yaitu tahun 2012 -
2016 sebagai berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


98

GRAFIK 5.6
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS (KN1)
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012 - 2016
100

95.46 95.57
93.91
94
Persentase

92.45

80
2012 2013 2014 2015 2016
Tahun

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa selama kurun waktu 5 tahun
terakhir cakupan pemeriksaan Neonatus pertama, besarnya dari tahun ke tahun
meningkat. Pada tahun 2012 sebesar 92,45% mengalami peningkatan di tahun
2013 (93,91%) dan terus meningkat sampai dengan tahun 2015 sebesar 117.181
(95,57%), namun di tahun 2016 mengalami penurunan untuk persentase
kunjungan neonatus (KN1) sebesar 94.00% walaupun angka absolutnya
meningkat sebesar 120.801 kunjungan, hal ini dikarenakan sasaran neonatus
yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Cakupan tersebut masih jauh di
bawah target program sebesar 100%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
38 profil kesehatan.
Pada grafik 5.7 dibawah ini dapat dilihat cakupan pemeriksaan Neonatus
(KN lengkap) di Kabupaten Bogor selama periode empat tahun terakhir yaitu tahun
2013-2016 sebagai berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


99

GRAFIK 5.7
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS (KN Lengkap)
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2013 - 2016

100
Persentase
93.69
90.92 91.62
90.39

80
2013 2014 2015 2016

Tahun

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa selama kurun waktu 4 tahun
terakhir cakupan pemeriksaan Neonatus ketiga, besarnya dari tahun ke tahun
meningkat. Pada tahun 2013 sebesar 90,39% mengalami peningkatan di tahun
2014 (90,92%) dan Tahun 2015 terus meningkat sebesar 114.880 (93,69%)
namun di tahun 2016 mengalami penurunan untuk persentase nya sebesar
91,62%, walaupun angka absolutnya meningkat sebesar 117.740 kunjungan,
cakupan tersebut masih melampaui target program sebesar 90%. Hal ini
dikarenakan sasaran neonatus yang meningkat.

b. Cakupan Neonatal Komplikasi yang Ditangani

Neonatal komplikasi yang ditangani adalah jumlah neonatus dengan


komplikasi yang ditolong dan ditangani oleh tenaga kesehatan terlatih (dokter dan
bidan) disarana pelayanan kesehatan dasar maupun difasilitas kesehatan yang
lebih lengkap.
Pada grafik 5.8 dapat dilihat jumlah neonatal komplikasi yang ditangani di
Kabupaten Bogor selama periode lima tahun terakhir yaitu tahun 2012-2016
sebagai berikut:

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


100

GRAFIK 5.8
NEONATAL KOMPLIKASI DITANGANI DI
KABUPATEN5BOGOR TAHUN 2012 - 2016
8,500
8,066

7,500
7,221 7,336
Jumlah

6,630
6,500

5,500

4,725
4,500
2012 2013 2014 2015 2016
Tahun

Terlihat dari grafik diatas terjadi peningkatan jumlah neonatal komplikasi


yang ditangani dari tahun 2012 sebesar 4.725 menjadi 7.221 pada tahun 2014,
namun di tahun 2015 menurun sebesar 6.630 (36,05%). Menurunnya jumlah
neonatal komplikasi ditangani disebabkan banyaknya Fasilitas Kesehatan di luar
wilayah Kabupaten Bogor yang banyak diakses oleh penduduk wilayah Kabupaten
Bogor yang pencatatannya belum terdokumentasi dengan baik di Puskesmas
sehingga tidak terlaporkan dan di tahun 2016 kembali meningkat sebesar 7.336
(38,21%).

c. Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan kesehatan pada kunjungan bayi adalah kunjungan bayi umur


29 hari - 11 bulan yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar oleh
dokter, bidan, perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan minimal 4 kali di
satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pelayanan kesehatan bisa diberikan
di sarana pelayanan kesehatan (polindes, pustu, puskesmas, RB dan RS
pemerintah/swasta) maupun dirumah, posyandu, tempat penitipan anak, panti
asuhan dan sebagainya melalui kunjungan dan pemeriksaan oleh tenaga
kesehatan. Pelayanan kesehatan : dalam keadaan sehat, sudah diberi makanan
pendamping ASI, status imunisasi dasar lengkap, gizi baik (BB sesuai umur, yaitu
dalam warna hijau pada KMS tumbuh kembang), mengalami perkembangan
sesuai dengan umurnya (SDIDTK) dan pemberian vitamin A pada usia 6-12 bulan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


101

Pada grafik 5.9 dibawah ini dapat dilihat cakupan kunjungan bayi di Kabupaten
Bogor selama periode lima tahun terakhir yaitu tahun 2012-2016 sebagai berikut:

GRAFIK 5.9
CAKUPAN KUNJUNGAN BAYI
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012 - 2016

150

140
Persentase

130

120

110

100 96.02
93.96 96.01
94.36 92.29
90
2012 2013 2014 2015 2016
Tahun

Dari grafik diatas dapat dilihat cakupan kunjungan bayi pada tahun 2012
sebesar 93,96%, selama dua tahun terus meningkat menjadi 96,02% pada tahun
2014 namun di dua tahun terakhir mengalami penurunan di tahun 2015 sebesar
96,01% dan di tahun 2016 kembali menurun sebesar 3,72% ( 92,29%= 104.602
kunjungan) hasil ini masih melebihi target SPM sebesar 90%. Hal ini dikarenakan
sasaran bayi yang meningkat sehingga persentase cakupan kunjungan bayi
menurun walaupun angka absolutnya meningkat.

d. Pelayanan Kesehatan Anak Balita

Lima tahun pertama kehidupan pertumbuhan mental dan intelektual


berkembang pesat. Masa ini merupakan masa terbentuknya dasar-dasar
kemampuan keinderaan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual
yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada tahun 2016 cakupan pelayanan
kesehatan (minimal 8 kali) anak balita (1-4 tahun) naik menjadi sebesar 80,41%
jika dibandingkan pencapaian Tahun 2015 sebesar 79,69%.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


102

e. Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah, Usia Sekolah & Remaja

Pelayanan dan pembinaan anak pra sekolah, di Taman Kanak-Kanak


/Raudhatul Atfal (TK/RA) menjadi hal penting sebagai lanjutan pelayanan dan
pembinaan pada usia bayi - balita.
Pelayanan kesehatan anak di sekolah mulai dari TK/RA sampai dengan
SMA/sederajat diutamakan pada upaya peningkatan kesehatan dalam bentuk
promotif dan preventif. Upaya preventif antara lain kegiatan ”penjaringan
kesehatan” (skrining kesehatan) peserta didik. Penjaringan kesehatan merupakan
suatu prosedur pemeriksaan kesehatan yang dilakukan untuk memilah (skrining)
anak yang sehat dan tidak sehat, serta dapat dimanfaatkan untuk pemetaan
kesehatan peserta didik dan kegiatan ini dapat ditindak lanjuti dengan
pemeriksaan berkala.
Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan sebagai
sumber daya manusia (SDM) yang akan datang. Perkiraan anak usia sekolah
sekitar 1/3 (sepertiga) dari jumlah total penduduk, 2/3 (dua pertiga) adalah anak
sekolah.
Pertumbuhan dan perkembangan anak sekolah akan terganggu karena
sakit, kurang gizi, atau masalah kelebihan gizi dan bila anak menghadapi masalah
psikososial atau kejiwaan. Keadaan ini akan mempengaruhi proses belajar yang
lebih lanjut dan akan mempengaruhi prestasi belajar. Pada akhirnya akan
berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia.
Upaya yang dilaksanakan dalam pelayanan kesehatan anak usia sekolah
dan remaja melalui kegiatan dalam gedung dan luar gedung. Pelayanan dalam
gedung melalui kunjungan BP umum BP gigi dan klinik PKPR (Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja) untuk konseling sedangkan kegiatan luar gedung
terintegrasi dalam program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dilaksanakan secara
menyeluruh (komprehensif) dengan mengutamakan kegiatan promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif pada anak dan remaja yang berada di TK/RA, SD/MI,
SMP/MTS, SMA/MAN dan sederajatnya. Dalam pelayanan kesehatan kepada
remaja dikembangkan pendidikan pada kelompok sebaya / peer konselor remaja
di sekolah, dengan harapan di sekolah tersebut ada layanan dari remaja, oleh

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


103

remaja, dan untuk remaja (teman curhat). Kegiatannya di fasilitasi oleh guru BK
(Bimbingan Konseling) atau guru UKS dan petugas Puskesmas.
Cakupan penjaringan anak pra sekolah di TK/RA Kabupaten Bogor tahun
2016 yaitu sebesar 12,03% masih sama pencapaianya bila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya 2015 (12,03% %), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
lampiran tabel 49a profil kesehatan.
Pemeriksaan/penjaringan kesehatan anak SD/MI dan setingkatnya selama
tiga tahun terakhir mengalami fluktasi, 78,8% (2014), meningkat 91,00% (2015)
dan di tahun 2016 hasil pencapaianya sama dengan tahun 2015 sebesar 91,00%
, hasil ini belum mencapai target SPM sebesar 100%.
Selain kegiatan penjaringan anak pada usia sekolah, dilaksanakan juga
pelayanan imunisasi kepada anak SD yaitu imunisasi Campak DT dan TT yang
pelaksanaannya serentak melalui kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
dan pemberian obat cacing bagi murid kelas 1 dan 6 tiap bulan Mei dan
November.
Imunisasi DT diberikan kepada murid kelas I SD dengan hasil cakupan
tahun 2016 sebanyak 97.176 anak (93,95%), tahun 2015 sebanyak 90.281anak
(92,38%). Jika dilihat dari hasil persentase, cakupan pada tahun 2016 meningkat
dibandingkan tahun 2015.
Imunisasi TT diberikan kepada murid kelas 2 dan kelas 3 SD. Hasil
cakupan imunisasi TT kelas 2 pada tahun 2016 sebanyak 93.672 anak (91,61%),
tahun 2015 sebanyak 88.916 anak (92,52%). Jika dilihat hasil persentase cakupan
pada tahun 2016 menurun dibandingkan tahun 2015. Sedangkan imunisasi TT
kelas 3 Tahun 2016 sebanyak 94.118 anak (92,94%), lebih rendah bila
dibandingkan tahun 2015 yaitu sebanyak 89.159 anak (93,07%).

f. Pelayanan Kesehatan Pra Usia Lanjut Dan Usia Lanjut ( Usila)

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil


meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dampaknya meningkatnya populasi
penduduk usia lanjut, pada tahun 2006-2011 diperkirakan akan sama dengan
jumlah anak balita yaitu sekitar 19 juta jiwa (8,5%) dari seluruh jumlah penduduk.
Tujuan pelayanan kesehatan pada kelompok usia lanjut (usila) adalah
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan kelompok usia lanjut agar tetap
sehat, produktif dan mandiri dalam kehidupan sehari-hari serta melakukan upaya

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


104

rujukan sendiri mungkin bagi lansia yang memerlukan. Selain itu demi terwujudnya
LANSIA “SEHAT, MANDIRI DAN PRODUKTIF” .
Sasaran pembinaan dan pelayanan bagi usia lanjut terbagi dalam
sasaran langsung kepada usila yaitu Pra Usila (45-59 tahun), Usila (60-69 tahun)
dan lansia beresiko tinggi >70 tahun keatas atau lansia dengan penyakit
degeneratif (masalah kesehatan). Sasaran tidak langsung yaitu keluarga dimana
usia lanjut berada, masyarakat di lingkungan usia lanjut berada, organisasi yang
bergerak dalam pembinaan usia lanjut,LSM dan masyarakat luas.
Pada grafik 5.10 dibawah ini dapat dilihat cakupan pelayanan prausila
dan usila di Kabupaten Bogor selama periode tiga tahun terakhir yaitu tahun 2014-
2016 sebagai berikut :

GRAFIK 5.10
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN PRAUSILA DAN USILA
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 - 2016
80
75 70.79
70 70.28
70.3
65
60
55 56.79 55.94
57.11
PERSENTASE

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
2014 2015 2016

TAHUN
TOTAL USILA TOTAL PRAUSILA

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa tahun 2016 terjadi penurunun
cakupan baik cakupan pra usila dari 57,11 (tahun 2015) menjadi 55,94 ( tahun
2016), maupun cakupan usila menurun dari 70,79 (tahun 2015) menjadi 70,28
(tahun 2016), hasil ini mencapai target ( Target pra lansia 40% dan Lansia 70%).
Pengelolaan program Lansia ditangani oleh seksi Kesehatan Keluarga & Gizi
Masyarakat mengembangkan program kesehatan bagi pra usila dan usila yaitu
dengan dikembangkannya ”Puskesmas santun lansia" dengan kriteria memberikan
pelayanan yang baik, sopan, ramah serta kemudahan-kemudahan dan keringanan
kepada lanjut usia. Kemudahan-kemudahan di maksud loket pendaftaran,

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


105

poliklinik dan apotik tersendiri diupayakan tidak perlu mengantri atau menunggu
terlalu lama, sedangkan keringanan diberikan kepada lansia yang berusia 80
tahun ke atas dibebaskan dari biaya. Klinik lansia pada umumnya disediakan satu
hari dalam seminggu namun sudah beberapa puskesmas seperti Ciawi, Jonggol,
Leuwiliang dan Cirimekar sudah memiliki poli lansia tersendiri, sehingga dapat
melayani lansia secara khusus setiap hari. Selain itu pelayanan lansia diluar
gedung dikembangkan melalui posbindu lansia, serta dihimbau setiap
desa/kelurahan minimal terbentuk dan di bina satu Posbindu. Puskesmas santun
lansia pada tahun 2016 ada 15 puskesmas di Puskesmas Nanggung, Leuwiliang,
Cibungbulang, Ciawi, Dramaga, Cigombong, Cisarua, Cileungsi, Citeureup,
Cibinong, Cirimekar, Bojong Gede, Ciseeng, Jonggol dan Jampang.

5.1.2.5. Pelayanan Kesehatan Keluarga Berencana (KB)


Keberhasilan program KB dapat diketahui dari beberapa indikator yaitu
pencapaian cakupan peserta KB baru dan cakupan peserta KB aktif terhadap
Pasangan Usia Subur (PUS).
Menurut hasil penelitian usia subur seorang wanita biasanya antara 15-49
tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan
kelahiran, wanita/pasangan ini lebih di prioritaskan untuk menggunakan alat/cara
KB. Tingkat pencapaian pelayanan keluarga berencana dapat dilihat dari cakupan
peserta KB yang sedang/pernah menggunakan alat kontrasepsi, tempat
pelayanan KB dan jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor.
Menurut data dari Badan Pemberdayaan Perempuan & Keluarga
Berencana Kabupaten Bogor (BPPKB) Kabupaten Bogor, data jumlah PUS tahun
2016 sebanyak 1.046.916 PUS, sedangkan jumlah peserta KB baru sebanyak
131.408 orang.

a. Peserta KB Baru
Cakupan peserta KB baru sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 di
Kabupaten Bogor dapat dilihat pada grafik 5.11 berikut ini.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


106

GRAFIK 5.11
CAKUPAN PESERTA KB BARU
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012- 2016
18
17 16.73
16
PERSENTASE

15.5 15.4
15
14
13
12.8
12.55
12
11
10
2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

Terlihat bahwa pencapaian cakupan peserta KB Baru selama 5 tahun terus


mengalami penurunan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016.
Pola penggunaan alat kontrasepsi peserta KB baru di Kabupaten Bogor
menurut BPPKB selama 5 tahun terakhir bisa dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini.

TABEL 5.1
PERSENTASE POLA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI
PESERTA BARU DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012-2016

METODE MOW/
PIL KONDOM SUNTIK IMPLANT IUD TOTAL
TAHUN LAIN MOP
% % % % % %
% %
2012 35,97 1,18 55,57 0,0 0,73 4,26 2,30 100
2013 35,82 0,72 55,88 0,0 0,86 4,53 2,20 100
2014 34,70 0,89 55,23 0,0 0,78 5,81 2,60 100
2015 35,90 1,01 55,84 0,0 0,78 4,32 2,13 100
2016 33,56 0,91 58,19 0,0 0,12 4,94 2,28 100
Sumber : BPPKB & Bidang Binkesmas

Dilihat dari tabel diatas penggunaan alat kontrasepsi akseptor baru


terbesar yang diminati masih alat kontrasepsi suntik, dari tahun 2012-2016
berkisar antara 55,57% - 58,19%. Alat kontrasepsi yang persentasenya kecil
(kurang diminati) adalah alat kontrasepsi MOW/MOP tahun 2012-2016 berkisar
antara 0,12% - 0,73%.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


107

b. Peserta KB Aktif

Cakupan peserta KB aktif merupakan indikator untuk melihat mutu


pelayanan KB dan partisipasi masyarakat di Kabupaten Bogor. Peserta KB aktif di
Kabupaten Bogor menurut BPPKB, cakupan pencapaiannya pada tahun 2016
73,74% (771.966 orang), sudah melampaui target SPM (70%). Untuk pencapaian
target tersebut, dilakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung, salah satunya
yaitu: meningkatkan frekuensi penyuluhan untuk ber KB kepada masyarakat,
penyediaan alat kontrasepsi yang cukup, Bina Keluarga Balita (BKB), Bina
Keluarga Remaja (BKR) dan Bina Keluarga Lansia (BKL).
Peserta KB Aktif terbanyak di Kabupaten Bogor adalah di Kecamatan
Gunung Putri sebanyak 54.654 orang dan yang terendah pada Kecamatan Cariu
sebanyak 8.910 orang
Pola penggunaan alat kontrasepsi peserta KB aktif yang ada di Kabupaten
Bogor adalah sebagai berikut : Suntik sebanyak 397.660 orang (51,51%), PIL
sebanyak 256.236 orang (33,19%), IUD sebanyak 45.421 orang (5,88%), Implant
sebanyak 42.878 orang (5,88%), MOP/MOW sebanyak 21.783 (2,85%) dan
Kondom sebanyak 8.001 (1,04%).
Cakupan KB Aktif di Kabupaten Bogor selama 5 tahun terakhir yaitu tahun
2012-2016 lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 5.12 berikut ini :

GRAFIK 5.12
CAKUPAN KB AKTIF DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012 - 2016

90
Persentase

73.18 73.74
72.36 75.46
70 73.67

50
2012 2013 2014 2015 2016
Tahun

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


108

5.1.3. Pelayanan Imunisasi

5.1. 3.1. Imunisasi Dasar Pada Bayi

Program imunisasi merupakan salah satu program prioritas dari


Kementrian kesehatan yang dinilai sangat efektif dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian bayi akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD31). Program imunisasi ini merupakan program dasar lengkap (LIDL/
Lima Imunisasi Dasar Lengkap) pada bayi meliputi satu dosis BCG, 3 dosis DPT,
4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B dan 1 dosis Campak.
Mulai Tahun 2007 imunisasi Hepatitis B sudah bergabung dengan
imunisasi DPT dan terdapat imunisasi HBO atau imunisasi HB murni yang
diberikan pada bayi baru lahir (0-7 hari), bertujuan untuk memutuskan transmisi
dari ibu ke bayi.
Perkembangan cakupan imunisasi bayi di Kabupaten Bogor selama 4
tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 5.2 sebagai berikut :

TABEL 5.2
CAKUPAN IMUNISASI BCG, DPT- HB1, DPT- HB3, POLIO 4,
CAMPAK,HB0 DAN DROUP OUT RATE
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2013 – 2016

HASIL CAKUPAN (%)


TAHUN DPT- DPT- DO
BCG POLIO 4 CAMPAK HB 0
HB1 HB3 RATE
2013 96,37 97,29 94,26 91,78 92,28 86,76 5,1
2014 99,58 98,98 94,99 95,39 95,73 88,09 3,29
2015 103,95 104,54 100,68 101,34 101,54 100,23 2,87
2016 98,17 97,88 94,72 94,62 95,21 94,07 2,73
Sumber : Sepim Bidang P2PKL

Dari tabel di atas dapat kita lihat perkembangan cakupan imunisasi bayi
selama jangka waktu 4 tahun, pada tahun 2013 cakupan tertinggi yaitu DPT-HB1
sebesar 97,29%, pada tahun 2014 cakupan tertinggi adalah BCG sebesar 99,58%,
pada tahun 2015 cakupan imunisasi yang tertinggi adalah DPT-HB1 sebesar
104,54%.dan tahun 2016 Imunisasi BCG menjadi cakupan tertinggi yaitu sebesar
98,17%.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


109

Cakupan imunisasi BCG mengalami penurunan 103,95% (2015) menjadi


98,17% (2016). Cakupan DPT-HB1 menurun dari 104,54% (2015) menjadi 97,88%
(2016). Imunisasi DPT-HB3 mengalami penurunan dari 100,68% (2015) menjadi
94,72% di tahun 2016. Cakupan imunisasi polio 4 juga mengalami penurunan dari
101,34% (2015) menjadi 94,62% (2016). Imunisasi HB0 mengalami peningkatan
dari tahun 2015 sebesar 100,23% menjadi 94,07% di tahun 2016. Jika kita lihat
angka DO Rate cakupan imunisasi bayi menurun dari tahun 2015 sebesar 2,87%
menjadi 2,73% (2016).
Hasil cakupan imunisasi tahun 2016 diatas rata-rata sudah mencapai
target nasional dan WHO yaitu sebesar 90%, penyebab masih belum tercapainya
target imunisasi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 terutama HB0 kemungkinan
adalah masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang imunisasi dan
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya imunisasi, hal ini sesuai
dengan hasil Surkesda tahun 2005 sebagai berikut yaitu lebih dari 90%
responden di seluruh wilayah Kabupaten Bogor mengatakan pernah mendengar
tentang imunisasi pada bayi namun rata-rata responden kurang mendapat
informasi tentang imunisasi lengkap dan manfaatnya. Pengetahuan responden
tentang jenis imunisasi terutama imunisasi rutin tidak lebih dari 47%, responden
yang menjawab tidak tahu dan yang tidak menjawab masih cukup tinggi yaitu
38%.
Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu adanya peningkatan
sosialisasi mengenai imunisasi secara terus menerus ke masyarakat, selain itu
perlu lebih ditingkatkan kerjasama antara lintas program dengan lintas sektoral
dan kerjasama yang lebih baik dengan pihak swasta. Penyediaan vaksin harus
tepat waktu dan sesuai dengan kebutuhan sehingga sasaran tidak kehilangan
kesempatan untuk mendapat imunisasi, selain itu kualitas pencatatan dan
pelaporan imunisasi di puskesmas masih perlu ditingkatkan.
Lebih jelasnya cakupan imunisasi secara lengkap per kecamatan di
Kabupaten Bogor tahun 2016 dapat dilihat di lampiran tabel 42-43 profil
kesehatan.

5.1.3.2. Imunisasi Pada Ibu Hamil

Salah satu pelayanan yang diberikan saat pelayanan antenatal yang


menjadi standar kualitas selain pemberian Fe adalah pemberian imunisasi TT.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


110

Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program


eliminasi tetanus pada neonatal dan wanita usia subur termasuk ibu hamil.
Strategi yang dilakukan untuk mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal
adalah : pertolongan persalinan yang aman dan bersih, cakupan imunisasi rutin TT
yang tinggi dan merata dan penyelenggaraan surveilans.
Imunisasi TT1 yang merupakan rangkaian penjumlahan dari imunisasi TT1,
TT3, TT4 dan TT5, diberikan kepada ibu hamil di trimester pertama sedangkan
TT2 nya yang merupakan rangkaian penjumlahan dari imunisasi TT2, TT3, TT4
dan TT5 dapat diberikan minimal 4 minggu setelah pemberian TT1. Imunisasi ini
diberikan untuk meningkatkan kekebalan ibu terhadap penyakit tetanus selain itu
dampaknya adalah dapat mencegah terjadinya kasus Tetanus Neonatorum pada
bayi. Mulai tahun 2007 TT ibu hamil tidak hanya TT1 dan TT2 namun sudah
mencapai sampai dengan TT 5. tahun 2015 cakupan TT pada ibu hamil menurut
laporan dari Puskesmas adalah sebesar 51,54% untuk TT1, 26,23% untuk TT2,
43,67% untuk TT3, 17,08% untuk TT4 8,80% dan untuk TT5 sebesar 5,98%, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran tabel 30 profil kesehatan. Gambaran
cakupan TT ibu hamil tahun 2016 dapat dilihat pada grafik 5.13 berikut ini :

GRAFIK 5.13
CAKUPAN IMUNISASI TT IBU HAMIL PUSKESMAS
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

5.80%
9.30%

18.20%
55.40%

47.20%

TT1 TT2 TT3 TT4 TT5

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


111

5.1.3.3 Cakupan UCI Desa/Kelurahan


Imunisasi merupakan pemberian vaksin yang meningkatkan kekebalan
terhadap suatu penyakit. Imunisasi rutin baik pada bayi ( BCG, DPT- HB1, DPT - HB 3,
Polio 4, Campak dan Hepatitis B0 (0-7 hari) maupun ibu hamil ( TT 1, TT2, TT3, TT4 dan
TT 5).
Cakupan UCI (Universal Child Immunization) tahun 2016 baru mencapai 404
desa dari 434 desa (93,09%), belum mencapai target SPM 2015 sebesar 100%. Hasil
meningkat dibandingkan Tahun 2015 UCI desa sebesar 92,40% (401 desa) dan tahun
2014 sebesar 95,16% (413 desa). Pencapaian UCI desa akan berdampak pada
timbulnya kasus dan KLB PD3I. Penguatan terhadap pengamatan penyakit sebagai
penilaian terhadap dampak vaksinasi perlu diperkuat di tataran puskesmas.

5.2. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN


Dengan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya kesehatan serta meningkatkan kemampuan sosial ekonomi,maka
kemampuan masyarakat untuk memilih pelayanan kesehatan yang memuaskan akan
meningkat di masa mendatang. Upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit harus
ditingkatkan mutunya. Upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut meliputi
pelayanan rawat jalan, rawat inap, rujukan serta pelayanan kesehatan lainnya.
Untuk mengetahui kualitas upaya pelayanan kesehatan rumah sakit, telah
dilakukan pengembangan sistem rumah sakit,yaitu akreditasi terhadap rumah sakit baik
rumah sakit pemerintah maupun swasta. menilai tingkat keberhasilan pelayanan di
rumah sakit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain: tingkat pemanfaatan sarana
pelayanan, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi pelayanan.

5.2.1 Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit


Dengan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya kesehatan serta meningkatkan kemampuan sosial ekonomi,maka
kemampuan masyarakat untuk memilih pelayanan kesehatan yang memuaskan akan
meningkat di masa mendatang.Upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit harus
ditingkatkan mutunya. Upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut meliputi
pelayanan rawat jalan, rawat inap, rujukan serta pelayanan kesehatan lainnya.
Untuk menilai tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit dapat dilihat dari
berbagai segi antara lain: tingkat pemanfaatan sarana pelayanan, mutu pelayanan dan
tingkat efisiensi pelayanan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


112

Jumlah total kunjungan pelayanan kesehatan di rumah sakit di Kabupaten


Bogor pada Tahun 2016 sebesar 1.709.649 kunjungan, yang terdiri dari 1.519.367
kunjungan rawat jalan, 189.216 kunjungan rawat inap dan 1.066 kunjungan gangguan
jiwa.
Jumlah kunjungan rawat jalan selama Tahun 2012-2016 dapat dilihat pada
grafik 5.14 di bawah ini :

GRAFIK 5.14
JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012- 2016
1,600,000
1,519,367
1,550,000
1,500,000
1,450,000
1,400,000
1,350,000
1,300,000
1,250,000 1,249,326
JUMLAH

1,200,000
1,150,000
1,100,000
1,050,000
1,000,000
950,000 932,059
900,000 882,236
850,000
800,000 790,298
750,000
700,000
2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN

Jika dilihat dari grafik 5.14, jumlah kunjungan rawat jalan rumah sakit berfluktuatif
dari tahun 2012 sebesar 790.298 sampai tahun 2016 sebesar 1.519.367
kunjungan.
Jumlah kunjungan rawat inap selama tahun 2012-2016 dapat dilihat pada
grafik 5.15 di bawah ini :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


113

GRAFIK 5.15
JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT INAP RUMAH SAKIT
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 - 2016
250,000
230,000
210,000
196,650
190,000 189,216
JUMLAH

170,000
154,647
150,000
130,000 113,567
110,000 108,898

90,000
70,000
2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

Grafik 5.15 di atas menunjukkan bahwa jumlah kunjungan rawat inap rumah
sakit di Kabupaten Bogor selama lima tahun terakhir cenderung berfluktuatif, pada tahun
2012 sebesar 77.281 meningkat menjadi 196.650 pada tahun 2015 namun di tahun 2016
menurun sebesar 189.126.

5.2.2. Angka Kematian di Rumah Sakit

Jumlah kematian di rumah sakit adalah merupakan indikator dampak dari proses
pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Pada umumnya kematian pasien di rumah
sakit dikelompokan dalam Gross Death Rate (Angka Kematian Kasar di Rumah Sakit)
dan Net Death Rate (Angka Kematian Bersih).
Untuk mengetahui mutu pelayanan rumah sakit di Kabupaten Bogor tahun 2016
dapat diketahui dari indikator GDR (Gross Death Rate) dan NDR (Net Death Rate),
seperti pada tabel dibawah ini
TABEL 5.3
ANGKA KEMATIAN MENURUT KEPEMILIKAN RS
Di KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016
RUMAH SAKIT GDR/1000 NDR/1000
RSU PEMERINTAH (KEMKES) 57 36
RSU PEMERINTAH (PEMDA) 39 18
RSU SWASTA 13 4
RS KHUSUS SWASTA 8 6
RS TNI/POLRI 20 11
KABUPATEN BOGOR 23 10

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


114

Indikator mutu pelayanan rumah sakit GDR bisa memberikan gambaran


secara umum tentang kematian yang terjadi dirumah sakit, tanpa
mempertimbangkan kematian pasien yang baru tiba atau sampai di rumah sakit
(dibawah 48 jam). Indikator GDR juga menunjukan mutu pelayanan rumah sakit.
Ukuran Indikator mutu pelayanan rumah sakit yang lebih sensitif bisa dilihat
dari Indikator NDR. NDR hanya menghitung kematian yang sudah dalam
penanganan rumah sakit atau sudah ada di RS lebih dari 48 jam

5.2.3. Tingkat Efesiensi Pelayanan Rumah Sakit


Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat
dari berbagai segi yaitu tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisiensi
pelayanan. Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di
rumah sakit yang dipantau antara lain pemanfaatan tempat tidur (BOR), rata-rata
lama hari perawatan (LOS), rata-rata tempat tidur dipakai (BTO), rata-rata selang
waktu pemakaian tempat tidur (TOI). Persentase pasien keluar yang meninggal
(GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal ≥ 48 jam perawatan (NDR).
Indikator tersebut merupakan indikator luaran dan proses pada rumah
sakit.Indikator ini hanya memperlihatkan sejauh mana rumah sakit dimanfaatkan
oleh masyarakat pengguna dan sejauh mana tempat tidur rumah sakit dapat
dipergunakan se optimal mungkin. Kinerja Rumah Sakit di Kabupaten Bogor
Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

TABEL 5.4
INDIKATOR PELAYANAN RUMAH SAKIT MENURUT KEPEMILIKAN
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016
NILAI RSU RSU RSU RS KHUSUS RSU
INDIKATOR EVISIENSI PEMERINTAH PEMERINTAH SWASTA (SWASTA) TNI/POLRI
(KEMENKES) (PEMDA)
BOR 75% - 85% 72,88 66,62 56,72 25,89 23,27
LOS 3 – 9 hari 6,23 3,76 3,08 2,89 2,56
TOI 1 – 3 hari 2,43 1,95 2,41 8,95 11,73
BTO 40 -50 40,65 62,56 65,43 30,22 23,87

Berdasarkan tabel indikator pelayanan rumah sakit tahun 2016 di atas


capain BOR tertinggi dicapai oleh RSU Pemerintah Kemenkes ( RS Paru Dr M
Goenawan P) sebesar 72,88%. Hal ini mengindikasikan adanya pemanfaatan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


115

sarana pelayanan yang dimiliki rumah sakit daerah (RSUD) oleh masyarakat
meskipun hasil capaian ini masih berada dibawah standar BOR 75% - 85%.
Sedangkan capain BOR yang terendah di duduki oleh RSU TNI/POLRI (RSAU
Atang Sanjaya) sebesar 23,27%.
Meskipun secara kategori kelompok kepemilikan RS capaian BOR masih
dibawah standar, namun dianalisis per rumah sakit, rumah sakit cenderung yang
mendekati standar BOR 75% -85% adalah RSUD Cibinong sebesar 73,25%, dan
RS Trimitra sebesar 72,42%. BOR pada RS lainnya dapat dilihat di tabel 56 Profil
Kesehatan.
Gambaran BOR di Kabupaten Bogor tahun 2016 dapat dilihat pada grafik
di bawah ini :

GRAFIK 5.16
PERKEMBANGAN BOR RS MENURUT KEPEMILIKAN
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016
80 72.88
70 66.62
56.72
PERSENTASE

60
50
40
30 25.89 23.27
20
10
0
RSU RSU RSU SWASTA RS KHUSUS RS TNI / POLRI
PEMERINTAHAN PEMERINTAHAN SWASTA
(KEMENKES) (PEMDA)

Untuk indikator lamanya hari perawatan seorang pasien (LOS) tertinggi


dicapai oleh RSU Pemerintah (KEMENKES) yaitu sekitar 6 – 7 hari, dan angka
tersebut sudah berada di standar LOS yaitu 3 – 9 hari. Sedangkan capaian
terendah dicapai RSU TNI/POLRI (RSAU Atang Sanjaya) yaitu 2 - 3 hari, LOS
pada RS lainnya dapat dilihat di tabel 56 Profil Kesehatan. Gambaran LOS di
Kabupaten Bogor tahun 2016 dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


116

GRAFIK 5.17
PERKEMBANGAN LOS RS MENURUT KEPEMILIKAN
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016
10

8
PERSENTASE

6.23
6

3.76
4
3.08 2.89
2.56
2
RSU RSU RSU SWASTA RSU KHUSUS RSU TNI / POLRI
PEMERINTAH PEMERINTAH SWASTA
(KEMENKES) (PEMDA)

Batasan ideal untuk Turn Over Interval (TOI) adalah 1 – 3 hari, dengan TOI ideal
pada kelompok RSU Pemerintah (KEMENKES), RSU Swasta dan RSU
Pemerintah (PEMDA). TOI kelompok rumah sakit lainnya mencapai angka diatas 3
hari, tertinggi pada kelompok RSU TN /POLRI dan RSU Khusus Swasta dengan
TOI Mencapai 11 hari untuk RSU TNI/POLRI dan 9 hari untuk RSU Khusus
Swasta. TOI pada RS lainnya dapat dilihat di tabel 56 Profil Kesehatan.
Gambaran TOI di Kabupaten Bogor tahun 2016 dapat dilihat pada grafik
di bawah ini :

GRAFIK 5.18
PERKEMBANGAN TOI RS MENURUT KEPEMILIKAN
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016
13
11.73
11
8.95
9
PERSENTASE

3 2.43 2.41
1.95
1
RSU RSU RSU SWASTA RS KHUSUS RS TNI/POLRI
PEMERINTAH PEMERINTAH SWASTA
KEMENKES PEMDA

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


117

Indikator BTO kelompok Rumah Sakit Pemerintah Kemenkes sudah mencapai


standar ideal, yakni frekuensi nya diatas 40 kali. BTO tertinggi pada RSU Swasta
dengan frekuensi 65 kali per tahun. BTO terendah dicapai oleh kelompok RSU
TNI/POLRI dengan frekuensi sebanyak 24 kali. BTO pada RS lainnya dapat dilihat
di tabel 56 Profil Kesehatan.
Gambaran BTO di Kabupaten Bogor tahun 2016 dapat dilihat pada grafik
di bawah ini :

GRAFIK 5.19
PERKEMBANGAN BTO RS MENURUT KEPEMILIKAN
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2016
120
110
100
90
PERSENTASE

80
70 65.43
62.56
60
50
40 40.65
30.22
30
23.87
20
RSU RSU RSU SWASTA RS KHUSUS RS TNI/POLRI
PEMERINTAH PEMERINTAH SWASTA
(KEMENKES) (PEMDA)

Selain Indikator tersebut diatas untuk menggambarkan tingkat efisiensi


pelayanan rumah sakit secara keseluruhan bisa digunakan metode pendekatan
Barber Johnson. Metode Barber Johnson membuat komposit dari empat indikator
pelayanan rawat inap rumah sakit yang dipakai untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan rawat inap yakni BTO (Bed Turn
Over), TOI (Turn Over Interval) dan AVLOS (Average Length Of Style). Angka
kombinasi yang dapat dipakai untuk dapat dikatakan penggunaan tempat tidur
sudah efisien apabila BTO: 40-50 kali, TOI: 1-3 hari dan LOS: 3-9 hari.
Efisiensi penggunaan tempat tidur di Rumah Sakit di Kabupaten Bogor
tahun 2016 yang mendekati ideal, jika dilihat dari 3 indikator tersebut adalah RSU
Pemerintahan (Kemenkes). Efisiensi penggunaan tempat tidur yang mendekati
ideal dapat dilihat pada grafik 5.20 sebagai berikut :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


118

GRAFIK 5.20
EFISIENSI PENGGUNAAN TEMPAT TIDUR DI RUMAH SAKIT
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

70

60
PERSENTASE

50
40.65
40

30

20

10 6.23
2.43
0
BTO TOI LOS

RSU PEMERINTAHAN (KEMENKES)

Grafik di diatas menggambarkan bahwa belum ada Rumah Sakit Umum


di Kabupaten Bogor yang mempunyai angka kombinasi penggunaan tempat tidur
yang sudah bisa dikatakan efisien. Berdasarkan data-data diatas dapat
disimpulkan bahwa penggunaan tempat tidur di rumah sakit Kabupaten Bogor
belum optimal.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


119

5.3. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Pembangunan masyarakat di Kabupaten Bogor, secara periodik terus


ditingkatkan khususnya pembangunan di bidang kesehatan yang merupakan salah
satu komponen penting dalam penentuan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Berbagai kegiatan dilakukan guna menunjang peningkatan IPM secara tidak
langsung, diantaranya kegiatan perbaikan gizi yang di prioritaskan pada bayi,
balita, bumil, Wanita Usia Subur (WUS), ibu bersalin/ibu nifas/ibu menyusui.

5.3.1 Status Gizi

Derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Bogor salah satunya dapat


dinilai dengan indikator status gizi. Penilaian tersebut dapat dilakukan dengan
status gizi golongan penduduk yang rawan gizi terutama anak yang berumur di
bawah 5 tahun (Balita), ibu hamil dan ibu menyusui.

5.3.1.1 Status Gizi Balita

Status gizi Balita diperoleh dari hasil bulan penimbangan balita di


posyandu, yang setiap tahun nya dilaksanakan pada bulan Februari & Agustus.
Kriteria status gizi balita menurut BB/U meliputi status gizi sangat kurang, status
gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih. Jumlah balita dengan kondisi status gizi sangat
kurang,gizi kurang,gizi baik, gizi lebih dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
5.4:
TABEL. 5.5
JUMLAH BALITA DENGAN KONDISI STATUS GIZI SANGAT KURANG
GIZI KURANG, GIZI BAIK DAN GIZI LEBIH
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013 - 2016

Tahun
Jml Balita Th. 2013 Th. 2014 Th. 2015 Th. 2016
ABS % ABS % ABS % ABS %
Gizi Sangat 3.013 0,69 3.071 0,69 3.119 0,68 4.264 0,91
kurang
Gizi Kurang 27.006 6,21 26.179 5,87 23.112 5,06 24.592 5.27
Gizi Baik 398.661 91,64 409.566 91,79 424.496 92,95 429.626 92,12
Gizi Lebih 6.444 1,48 7.383 1,65 5.959 1,30 7.889 1,69
Sumber data : Hasil Bulan Penimbangan Balita tahun 2013, 2014, 2015, 2016

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


120

Gizi buruk (kurang gizi tingkat berat) dengan tanda klinis perlu segera
ditindak lanjuti dengan dirujuk ke puskesmas, center klinik gizi atau ke rumah
sakit. Intervensi yang telah dilakukan antara lain dengan pengobatan penyakit
penyerta, pemberian PMT Pemulihan, PMT Penyuluhan dan penyuluhan gizi
masyarakat.
Persentase kecenderungan balita dengan status gizi sangat kurang (BB/U)
berdasarkan hasil Bulan Penimbangan Balita bulan Agustus di Kabupaten Bogor
pada Tahun 2013-2016 dapat dilhat pada grafik 5.21

GRAFIK 5.21
CAKUPAN STATUS GIZI BALITA GIZI SANGAT KURANG (BB/U)
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013 - 2016

4
PERSENTASE

2
0.68 0.91
0.69 0.69
1

0
2013 2014 2015 2016

TAHUN

Dari grafik 5.21 terlihat bahwa penurunan angka status gizi buruk/sangat
kurang pada balita terjadi dari tahun 2013 sebanyak 3.013 balita (0,69%) menjadi
4.264 (0,91%) pada tahun 2016.
Kecamatan dikatakan bebas rawan gizi adalah apabila pada suatu
kecamatan memiliki jumlah persentase balita dengan status berat badan sangat
kurang dan berat badan kurang <10%, yang diperoleh dari hasil Bulan
Penimbangan Balita (BPB). Kecamatan bebas rawan gizi di Kabupaten Bogor
pada tahun 2016 adalah sebesar 90,0% (36 kecamatan), menurun bila
dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 95,0% (38 kecamatan).
Keadaan gizi masyarakat di Kabupaten Bogor telah menunjukkan
kecenderungan yang semakin membaik, hal ini ditunjukkan dengan menurunnya
prevalensi kekurangan gizi pada anak balita yang diukur dengan prevalensi KEP
(balita gizi kurang dan gizi buruk) atau balita dengan Berat Badan rendah sebagai
indikator kelaparan yang berdampak terhadap pencapaian tujuan MDGs lainnya.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


121

Indikator MDGs yang dipakai adalah prevalensi balita dengan berat badan
rendah/kekurangan gizi. Pada tahun 2016 di Kabupaten Bogor, prevalensi balita
dengan status Kurang Energi Protein (KEP) adalah sebesar 6,19%.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


122

GAMBAR 5.1
PETA KECAMATAN RAWAN GIZI DI KABUPATEN BOGOR 2016

Dari peta diatas diketahui kecamatan rawan gizi tersebar di 4 kecamatan yaitu
kecamatan cibungbulang, kecamatan klapanunggal, kecamatan cariu dan
kecamatan parung panjang.

5.3.1.2 Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR<2500 gram)

Secara umum, Indonesia masih belum mempunyai angka untuk BBLR


yang diperoleh berdasarkan survey nasional. Proporsi BBLR diketahui
berdasarkan estimasi yang sifatnya sangat kasar yaitu berkisar antara 7-14%
selama periode 1990–2000. Jika proporsi ibu hamil adalah 2,8% dari total
penduduk, maka setiap bulan diperkirakan 355.000 s/d 710.000 dari 5 juta bayi
dengan kondisi BBLR.
Pada tahun 2016 di Kabupaten Bogor menurut laporan puskesmas
diperoleh angka BBLR laki-laki dan perempuan sebanyak 1.381 bayi atau sebesar

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


123

1,11% dari jumlah bayi lahir sebesar 128.510 bayi. Dari laporan tersebut 100%
BBLR telah ditangani oleh tenaga kesehatan, namun terdapat kematian bayi
akibat BBLR sebesar 57 bayi atau sebesar 4,12%.
Jika dibandingkan dengan tahun 2015 Kematian Bayi Dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) sebesar 3,03%, di tahun 2016 ini menurun sebesar 1,92%.
Angka ini masih jauh lebih kecil dari angka nasional sebesar 14%. Secara lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 37 lampiran profil kesehatan.

5.3.1.3 Pemberian Tablet Tambah Darah (Fe)


Salah satu pelayanan yang diberikan saat pelayanan antenatal yang
menjadi standar kualitas adalah pemberian zat besi (Fe) 90 tablet. Dengan
demikian seharusnya ibu hamil yang sudah tercatat sebagai status K4 juga
tercatat dalam laporan pemberian tablet Fe3. Cakupan tablet Fe3 di Kabupaten
Bogor tahun 2016 sebesar 117.231 (92,69%), untuk lebih jelasnya cakupan Fe3
selama 5 tahun dapat dilihat pada grafik 5.22 :

GRAFIK 5.22
CAKUPAN FE-3 TAHUN 2012 - 2016
DI KABUPATEN BOGOR
95
92.69

90
PERSENTASE

85
82.88 82.27

80
78.4 78.3

75

70
2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


124

5.3.1.4 Pemberian Kapsul Vitamin A

Buta senja adalah salah satu gejala kurang vitamin A (KVA). Kurang
vitamin A tingkat berat dapat mengakibatkan Keratomalasia dan kebutaan. Vitamin
A berperan pada integritas sel epitel, imunitas dan reproduksi. KVA pada anak
dapat mengakibatkan resiko kematian sampai 20-30%. Upaya pencegahan
kekurangan vitamin A pada anak balita (6-59 bulan) adalah dengan pemberian
kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis
100.000 SI diberikan pada bayi (umur 6-11 bulan) setahun satu kali pada bulan
Februari atau Agustus, dan pemberian kapsul vit A pada anak balita 1-4 tahun
berwarna merah dengan dosis 200.000 SI setahun 2 kali. Cakupan pemberian
vitamin A pada bayi tahun 2015 sebesar 110,70% dan tahun 2016 sebesar
107,50% sedangkan cakupan anak balita (1-4 tahun) yang mendapat kapsul
vitamin A sebanyak 2 kali pada tahun 2015 sebesar 83,05%, tahun 2016 sebesar
81,97%. Untuk lebih jelasnya cakupan anak balita yang mendapat vitamin A dilihat
pada lampiran tabel 44 profil kesehatan.
Sasaran lain penerima kapsul vitamin A dosis tinggi (vitamin A 200.000 SI)
adalah ibu nifas, dengan harapan bayi akan memperoleh vitamin A yang cukup
melalui ASI. Pemberian vitamin A pada ibu nifas dapat dilakukan terintegrasi
dengan pelayanan ibu nifas, dapat pula diberikan di luar pelayanan Ibu nifas.
Cakupan pemberian vitamin A pada ibu nifas di Kabupaten Bogor tahun 2016
sebesar 84,73% (102.290), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 29 profil
kesehatan. Jika dibandingkan dengan target Nasional (100%) angka ini masih
belum tercapai. Dengan demikian masih diperlukan upaya-upaya untuk
meningkatkan cakupan tersebut, antara lain melalui peningkatan integrasi
pelayanan kesehatan ibu nifas, sweeping pada daerah yang cakupannya masih
rendah, dan kampanye pemberian kapsul vitamin A, serta koordinasi linsek terkait.

5.3.1.5 Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S)


Posyandu sebagai ujung tombak kegiatan pemantauan pertumbuhan balita
di masyarakat memegang peranan yang penting dalam Sistem Kewaspadaan Dini
Gizi (SKD-KLB) melalui data SKDN, balita BGM dan 2T serta perilaku keluarga
mandiri sadar gizi (kadarzi).

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


125

Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemantauan pertumbuhan balita


melalui kegiatan posyandu dapat terlihat dari data cakupan D/S, sedangkan untuk
keberhasilan program dapat dipantau dari capaian N/D. Target cakupan N/D dan
D/S yang diharapkan adalah 85%, sementara cakupan yang dicapai pada tahun
2016 untuk N/D adalah 90,8%, meningkat bila dibandingkan tahun 2015 (90,2%),
sedangkan cakupan D/S pada tahun 2016 sebesar 65,2%, menurun bila
dibandingkan tahun 2015 (69,9%), tetapi masih dibawah target 85%.
Cakupan Balita BGM di Kabupaten Bogor selama periode lima tahun
terakhir yaitu tahun 2012 - 2016 dapat dilihat pada grafik 5.23

GRAFIK 5.23
CAKUPAN BALITA BGM
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 - 2016

25

20
PERSENTASE

15

10
3.43 2.45
5
3.13 2.93
2.26
0
2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

Berdasarkan grafik 5.23 terlihat bahwa cakupan balita BGM dari tahun 2012
sampai dengan tahun 2016 cenderung berfluktuasi. Untuk lebih jelasnya cakupan
balita BGM dapat dilihat pada lampiran tabel 47 profil kesehatan. Temuan kasus
BGM merupakan salah satu Sistem Kewaspadaan Dini Gizi (SKD-Gizi), yang
perlu dilakukan dalam mencegah terjadinya kasus balita kurang gizi. Faktor
penyebab langsung balita BGM antara lain asupan makanan yang kurang,
penyakit/infeksi, sosial ekonomi dan pendidikan orang tua rendah, serta pola asuh
yang salah.
Balita BGM jika tidak dipantau kondisinya dapat berakibat akan jatuh ke
status gizi buruk. Yang dimaksud dengan gizi buruk yaitu keadaan kurang gizi
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-
hari dalam jangka waktu yang lama sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan
Gizi. Indikator antropometri yang digunakan adalah berat badan menurut umur dan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


126

berat badan menurut tinggi badan atau panjang badan. Dalam penentuan status
gizi menggunakan baku antropometri WHO 2005.

5.3.1.6. Pemberian Makanan Tambahan


Temuan kasus gizi buruk tahun 2016 ditemukan sebanyak 98 balita
dengan status gizi sangat kurus (BB/TB<-3SD), yang memerlukan
penanganan/perawatan, baik secara rawat inap maupun rawat jalan di Center
Klinik Gizi, Puslitbang Gizi atau rumah sakit dan seluruhnya ditangani (100%).
Hasil ini sesuai dengan target indikator SPM cakupan balita gizi buruk mendapat
perawatan 100%.
Pada usia di atas 6 bulan, setelah masa pemberian ASI ekslusif berakhir,
setiap bayi pada usia 6-11 bulan mendapatkan Makanan Pendamping Air Susu
Ibu (MP-ASI) yang dapat diolah dari pangan lokal maupun MP-ASI yang dibuat
oleh pabrik yang sudah diperkaya dengan vitamin dan mineral. Program
pemberian MP-ASI diperuntukkan bagi bayi dengan kondisi hasil penimbangan di
bawah garis merah (BGM) dan atau status 2T (2 bulan berturut- turut ditimbang
tidak naik berat badannya) dari keluarga miskin. Cakupan anak 6-24 bulan yang
mendapatkan MP-ASI pada tahun 2016 sebesar 94,39%.

5.4 PELAYANAN KESEHATAN KHUSUS

5.4.1. Pelayanan Kesehatan Gigi

Jumlah penduduk di Kabupaten Bogor tahun 2016 adalah 5.587.390 jiwa,


sebanyak 3.918.635 orang (70,13%) merupakan pasien rawat jalan yang berobat
ke puskesmas, 171.531 orang (4,38%) merupakan pasien pada Balai Pengobatan
(BP) Gigi di puskesmas, kunjungan ke BP Gigi ini hampir mencapai target nasional
sebesar 4,5 % dari seluruh kunjungan ke puskesmas.
BP Gigi di 101 puskesmas yang ada hanya 70 puskesmas dan semua
sudah memiliki dental unit lengkap (100%). Tahun 2016 terdapat penambahan
jumlah dental unit di 19 puskesmas yaitu di Puskesmas Sukamanah, Ciapus, Situ
Udik, Jonggol, Bojong Nangka, Gunung Putri, Ciasmara, Citeureup, Cileungsi,
Cilebut, Jampang, Tanjungsari, Kampung Manggis, Laladon, Cicangkal, Tajur,
Ciawi, Cibinong dan Cibeuteung Udik. Kabupaten Bogor memiliki 76 dokter gigi
dan 51 orang perawat gigi yang tersebar di 101 puskemas, namun penyebaran

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


127

tenaga untuk pelayanan kesehatan gigi belum merata. Dari 101 puskemas
terdapat 32 puskesmas yang tidak memiliki dokter gigi, tapi ada juga beberapa
puskemas yang memiliki dokter gigi lebih dari 1 orang, demikian juga dengan
perawat gigi yang jumlahnya belum mencukupi.
Hasil RISKESDAS tahun 2013, 28% penduduk Jawa Barat mengalami
masalah gigi mulut (gimul) dan sepertiga nya menerima perawatan dari tenaga
medis. Meskipun menggosok gigi penduduk Jawa Barat sudah cukup tinggi
(95,8%).
Perbandingan antara tumpatan yang kurang dari pencabutan (79:100)
menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat untuk memeriksakan penyakit gigi
sejak dini masih rendah sehingga kerusakan gigi yang terjadi tidak dapat
ditanggulangi dengan penambalan, tetapi harus dilakukan pencabutan.

5.4.1.1 Upaya Mempertahankan Gigi Tetap


Upaya mempertahankan gigi tetap masyarakat dapat diukur dengan rasio
tambal di bandingkan cabut. Indikator ini berhubungan dengan efektivitas upaya
promotif-preventif yang dilaksanakan, pada tahun 2016 di Kabupaten Bogor
pelayanan dasar gigi yang telah dilakukan oleh puskesmas ditunjukkan dengan
jumlah tumpatan gigi tetap sebanyak 19.834 orang, pencabutan gigi tetap sebesar
24.812 orang dengan demikian jumlah pelayanan dasar gigi pada masyarakat
baru mencapai sebesar 44.646 orang atau rasio tambal dibandingkan cabut
mencapai sebesar 0,8%.

5.4.1.2 Cakupan Perawatan Gigi pada Murid SD Kelas Selektif (Kelas


I & VI)

Selain pelayanan kuratif, pelayanan promotif dan preventif dilaksanakan


melalui usaha kesehatan gigi sekolah yaitu minimal 2 kali setahun murid SD dan
MI mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Cakupan perawatan Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) paripurna dapat dinilai dengan indikator
persentase perawatan gigi pada murid SD/MI selektif sebagai sampel terhadap
seluruh murid yang memerlukan perawatan gigi, dari 117.082 murid SD/MI selektif
(kelas 1 dan kelas 6) yang ada di Kabupaten Bogor tahun 2016, hanya 9.745
murid (8,3%) yang diperiksa pada kegiatan UKGS, hasil ini masih jauh dibawah
target nasional (80%), lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 51 lampiran profil
kesehatan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


128

5.4.2. Pelayanan Kesehatan Jiwa

Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta


mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri
dan orang lain. Gangguan jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan
kematian namun akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi
individu dan keluarganya, baik mental maupun materi.
Kunjungan gangguan jiwa di puskesmas selama kurun waktu lima
tahun mengalami fluktuasi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik
5.24.

GRAFIK 5.24
JUMLAH KUNJUNGAN GANGGUAN JIWA PUSKEMAS
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 - 2016
13,390
14,000
12,000
10,000
JUMLAH

8,000
6,000 5,423 5,708
4,000
1,648
2,000
585
0
2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


129

BAB VI
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Sumber daya kesehatan merupakan salah satu faktor pendukung dalam


penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas, yang diharapkan dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada bab ini sumber daya
kesehatan diulas dengan menyajikan gambaran keadaan sarana kesehatan, SDM
kesehatan dan pembiayaan kesehatan.

6.1 SARANA KESEHATAN

Sarana kesehatan yang disajikan dalam bab ini meliputi : puskesmas,


rumah sakit (rumah sakit umum dan rumah sakit khusus), sarana kesehatan
dengan kemampuan gawat darurat (gadar), ketersediaan obat dan sarana Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).

6.1.1 Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat atau biasa disebut Puskesmas adalah unit


pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dalam menyelenggarakan
upaya kesehatan terintegrasi dengan peran dan fungsi sebagai: 1) pusat
pembangunan berwawasan kesehatan; 2) pusat pemberdayaan masyarakat; 3)
pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer; 4) pusat pelayanan kesehatan
perorangan primer.
Kabupaten Bogor tahun 2016 mempunyai 101 Puskesmas yang terdiri dari
Unit Pelaksana Teknis (UPT) puskesmas sebanyak 40 dan Unit Pelayanan
Fungsional puskesmas sebanyak 61 buah. Puskesmas UPT yang terakreditasi
sebannyak 6 puskesmas, jumlah puskesmas Dengan Tempat Perawatan (DTP)
dan Puskesmas Pelayanan emergensi obstetrik dan Neonatal Dasar (Poned)
sebanyak 33 puskesmas.
Sarana lain yang ada yaitu 121 Puskesmas Pembantu yang didalamnya
terdapat 9 Wahana, di dukung oleh 43 Puskesmas Keliling dan 71 Ambulance.
Namun demikian, penampilan dan mutu pelayanan kesehatan belum optimal.
Pengelolaan manajemen logistik, tenaga kesehatan dan biaya operasional sangat
menentukan mutu pelayanan yang diberikan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


130

Ratio Puskesmas terhadap jumlah penduduk di Kabupaten Bogor pada


Tahun 2016 adalah 1 : 55,321, yang artinya 1 puskesmas melayani 55.000
penduduk, rasio ini kurang ideal dimana perbandingan yang ideal yaitu 1 : 30.000
penduduk.
Jumlah Puskesmas Pembantu pada Tahun 2016 di Kabupaten Bogor
sebanyak 121 buah, rasio per-100.000 penduduk sebesar 2,16, artinya setiap
100.000 penduduk terdapat 2 Puskesmas Pembantu, rasio ideal adalah 4 per-
100.000 penduduk (1 pustu melayani 25.000 orang). Gambaran rasio Puskesmas
Pembantu per-100.000 penduduk menurut kecamatan Tahun 2016, rasio tertinggi
Kecamatan Pamijahan (8,05) dan terendah di Kecamatan Gunung Putri (0,23).
Kendaraan operasional puskesmas yaitu Puskesmas Keliling (Pusling)
baru ada 43 buah, tersebar di 26 UPT Puskesmas dari 40 UPT (65%), hal ini
menunjukkan bahwa sarana Pusling masih sangat kurang, karena idealnya setiap
puskesmas 1 Pusling.

6.1.2. Rumah Sakit

Ruang lingkup pembangunan kesehatan selain upaya promotif dan


preventif adalah kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit merupakan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat yang bergerak pada kegiatan kuratif dan
rehabilitatif, rumah sakit juga berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan
rujukan.
Kabupaten Bogor tahun 2016 memiliki 27 rumah sakit, terdiri dari 4 RS
Pemerintah Daerah yaitu RSUD Cibinong, RSUD Ciawi , RSUD Leuwiliang, dan
RSUD Cileungsi, 1 buah RS Pemerintah Pusat RSTP Cisarua, yang juga melayani
pasien umum yaitu RSP Dr.M.Goenawan Partowidigdo, 1 buah RSAU Atang
Sanjaya, 6 buah rumah sakit khusus swasta yaitu RSIA Citra Insani, RSIA
Permata Pertiwi, RSIA Assallam, RSIA Sentosa, RSIA Melania dan RSIA Kenari
Graha Medika dan 13 Rumah sakit Umum swasta yaitu RS Bina Husada, RS
Family Medical Center, RS MH Thamrin , RS Mary Cileungsi Hijau, RSU Trimitra,
RS Dr Sismadi, RS Sentra Medika, RS Citama, RS Karya Bhakti Pratiwi, RS
Permata Jonggol, RS Sehat Terpadu Dompet Dhuafa, RS Hermina Mekarsari, RS
Pertamedika Sentul City, RS Annisa dan RS Asysyfaa.
Dengan adanya otonomi daerah, terjadi perkembangan jumlah RS
Pemerintah di Kabupaten Bogor selama 5 tahun terakhir seperti disajikan pada
tabel 6.1 berikut ini.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


131

TABEL 6.1
JUMLAH RUMAH SAKIT, TEMPAT TIDUR (TT)
DAN JUMLAH TT/100.000 PENDUDUK
DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012 – 2016

INDIKATOR 2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah Rumah Sakit Umum (RSU) 14 16 19 19 20

Jumlah Tempat Tidur (TT) 1.688 2.052 2.300 2.417 2.623

Rasio TT/100.000 penduduk 34,29 40,42 44,99 45,33 46,94

Jumlah Rumah Sakit Paru (RSP) 1 1 1 1 1

Jumlah Tempat Tidur (TT) 170 170 170 170 173

Rasio TT/100.000 penduduk 3,45 3,35 3,33 3,18 3,10

Jumlah RSIA / RS Khusus 5 5 5 5 6

Jumlah Tempat Tidur (TT) 193 208 282 389 345

Rasio TT/100.000 penduduk 3,92 4,10 5,52 7,29 6,17

Perkembangan jumlah RSU di Kabupaten Bogor selama kurun waktu


2012-2016 cukup pesat, 14 buah RSU pada tahun 2012 bertambah menjadi 20
buah RSU pada Tahun 2016, sama halnya dengan jumlah RSIA, bertambah dari 5
buah pada Tahun 2012 menjadi 6 buah pada Tahun 2016, sedangkan RSP
jumlahnya tetap hanya 1 buah.
Jumlah tempat tidur (TT) dan rasio TT/100.000 penduduk pada RSU
meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah rumah sakit, jumlah TT Tahun 2012
sebesar 1.688 buah menjadi 2.623 buah pada tahun 2016, sedangkan rasio
TT/100.000 penduduk adalah 34,29 pada tahun 2012 menjadi 46,94 pada tahun
2016. Demikian pula untuk TT dan rasio TT/100.000 penduduk untuk RSIA dan
RS Khusus, meningkat untuk jumlah tempat tidur RSP sejumlah 170 pada tahun
2012 menjadi 173 pada tahun 2016 dan RSIA Tahun 2012 sebesar 193 buah
menjadi 345 buah pada tahun 2016, sedangkan untuk rasio TT/100.000 penduduk
RSP 3,45 pada tahun 2012 menjadi 3,10 tahun 2016 dan untuk RSIA 3,92 pada
tahun 2012 menjadi 6,17 tahun 2016.
Perkembangan fasilitas perawatan merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk menilai perkembangan sarana rumah sakit yang biasanya diukur

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


132

dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidurnya serta rasionya terhadap jumlah
penduduk.
Berdasarkan data pada tabel 6.1 diatas, maka dapat digambarkan bahwa
perkembangan sarana rumah sakit di Kabupaten Bogor selama Tahun 2012-2016
cukup berkembang pesat dan diharapkan mampu memberikan pelayanan
kesehatan secara maksimal kepada masyarakat.

6.1.3. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Gawat Darurat ( Gadar )

Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat


tentang pentingnya kesehatan serta meningkatnya kemampuan sosial ekonomi
maka kemampuan masyarakat untuk memilih pelayanan kesehatan yang
memuaskan akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Oleh sebab itu upaya
pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di puskesmas harus terus
ditingkatkan mutunya, upaya pelayanan tersebut meliputi pelayanan rawat jalan,
rawat inap, rujukan serta pelayanan kesehatan lainnya seperti sarana kesehatan
dengan kemampuan Gawat Darurat (Gadar).
Jika dilihat dari tabel 68 profil kesehatan nampak terlihat bahwa persentase
sarana kesehatan dengan kemampuan gawat darurat di Kabupaten Bogor antara
lain : dari 20 rumah sakit umum semuanya memiliki gadar (100%), rumah sakit
khusus 7 buah (100%) yang memiliki gadar serta puskesmas perawatan (DTP
dan Poned) sebanyak 33 puskesmas, baru 33 puskesmas yang memiliki sarana
Gadar (100%).

6.1.4. Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya (Kefarmasian)

Salah satu indikator pengelolaan obat di puskesmas adalah tingkat


ketersediaan obat atau tingkat kecukupan obat yang dihitung berdasarkan jumlah
item obat yang cukup (≥100%) untuk pelayanan kesehatan di puskesmas di bagi
dengan jumlah item obat seluruhnya.
Konsep obat esensial merupakan pendekatan yang lebih terbukti paling
bermanfaat untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau dengan penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang
memilih obat yang dibutuhkan dengan mempertimbangkan rasio manfaat terhadap
resiko dan manfaat terhadap biaya.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


133

Obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan kesehatan, dan


sudah merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Untuk itu masyarakat setelah
menerima pelayanan kesehatan beserta obat tentunya perlu mendapatkan
informasi tentang penggunaan obatnya agar dapat digunakan dengan benar, tepat
dan aman. Obat esensial adalah obat-obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan kesehatan mencakup upaya diagnosis, profilaxis, terapi dan
rehabilitasi yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai
dengan fungsi dan tingkatnya.
Puskemas merupakan salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan
dasar dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Puskemas mempunyai
peran yang sangat strategis dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan
kefarmasian di puskemas merupakan salah satu komponen penting dalam
pelayanan kesehatan dasar sejalan dengan perkembangan jaman dan ilmu
pengetahuan, maka kemampuan pengelola obat di puskemas perlu ditingkatkan.
Berdasarkan PERMENKES RI No.085/Menkes/PER/I/1989 tentang
kewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah dengan pertimbangan bahwa : Obat yang
digunakan secara rasional merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan upaya pelayanan kesehatan, harga obat generik
lebih rendah daripada obat paten dan mempunyai efek terapeutik yang sama,
dengan menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah, tujuan perluasan cakupan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dapat lebih mudah dicapai. Jika dilihat dari lampiran tabel 66 a
profil kesehatan, persentase penulisan resep obat generik di rumah sakit
pemerintah di Kabupaten Bogor Tahun 2016 dapat dilihat dari grafik 6.1 dibawah
ini :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


134

GRAFIK 6.1
PERSENTASE PENULISAN RESEP OBAT GENERIK
DI RUMAH SAKIT PEMERINTAH DI KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012 - 2016
45
39.58 39.58
40 38.78
35.98
35
PERSENTASE

30
25
20
15
10 38.78
5
0
2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

Dilihat dari grafik 6.1 di atas, persentase penulisan resep obat generik di
rumah sakit pemerintah selama 5 tahun, cenderung berfluktuatif setiap tahunnya,
42,27% pada Tahun 2011 menurun menjadi 35,98% pada Tahun 2012, Tahun
2013 meningkat menjadi 39,58% di Tahun 2014 data nya masih sama dengan
2013 dan di Tahun 2015 menurun menjadi 38,78, namun di Tahun 2016
persentase penulisan resep obat generik menurun tajam sebesar 8,33%, hal ini
disebabkan pelaporan langsung ke Badan POM .

6.1.5. Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM)

UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat) adalah salah satu


wujud nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Wujud
nyata bentuk peran serta masyarakat antara lain dengan berkembangnya upaya
kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) misalnya Posyandu, Poskesdes,
Polindes, Posbindu, Poskestren dan POS UKK.

6.1.5.1 Posyandu

Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari,


oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan. Jadi, Posyandu
merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan dengan
penanggung jawab kepala desa. A.A. Gde Muninjaya (2002:169) mengatakan :
Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


135

Tempat pelaksanaan pelayanan program terpadu di balai dusun, balai kelurahan,


RW, dan sebagainya disebut dengan Pos pelayanan terpadu (Posyandu). Konsep
Posyandu berkaitan erat dengan keterpaduan. Keterpaduan yang dimaksud
meliputi keterpaduan dalam aspek sasaran, aspek lokasi kegiatan, aspek petugas
penyelenggara, aspek dana dan lain sebagainya. (Departemen kesehatan,
1987:10).
Posyandu merupakan wahana kesehatan bersumberdaya masyarakat
yang memberikan layanan 5 kegiatan utama (KIA, KB, GIZI, Imunisasi dan
Pencegahan Penyakit Diare) yang dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat. Posyandu merupakan jenis UKBM yang paling memasyarakat di
Kabupaten Bogor. Selama 4 tahun terakhir jumlah posyandu di Kabupaten Bogor
cenderung meningkat dari tahun ke tahun meskipun ratio kader per posyandu
masih rendah. Tahun 2013 sebanyak 4.729 posyandu dengan kader aktif
sebanyak 20.070 kader, Tahun 2014 sebanyak 4.758 posyandu dengan kader
aktif 20.070 kader, Tahun 2015 sebanyak 4.804 posyandu dengan kader aktif
22.752 kader dan Tahun 2016 sebanyak 4.866 posyandu dengan kader aktif
25.529 kader. Rasio kader per posyandu 5,25 berarti rata-rata setiap posyandu
mempunyai kader 5 orang.
Perkembangan UKBM melalui posyandu cukup baik dibandingkan jenis
UKBM lainnya. Berdasarkan laporan dari puskesmas, perkembangan posyandu
selama 3 tahun terakhir bisa dilihat di bawah ini :

TABEL 6.2
PERKEMBANGAN POSYANDU
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014- 2016

Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016


No Jenis Posyandu
Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1. Posyandu Pratama 523 10,99 70 1,46 157 3,23

2. Posyandu Madya 2.634 55,36 2.559 53,27 2.418 49,69

3. Posyandu Purnama 1.125 23,64 1.324 27,56 1.393 28,63

4. Posyandu Mandiri 476 10,00 851 17,71 898 18,45

Sumber : Laporan Program Promkes Tahun 2013-2016

Dari tabel di atas bisa terlihat peningkatan jumlah posyandu pratama dari
70 posyandu atau sebesar 1,46% Tahun 2015 menjadi 157 posyandu atau

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


136

sebesar 3,23% Tahun 2016 begitupula posyandu madya terjadi penurunan dari
2.559 posyandu atau sebesar 53,27% menjadi 2.418 posyandu atau sebesar
49,69%. Posyandu purnama dan mandiri terjadi peningkatan untuk purnama dari
1.324 posyandu atau 27,56% Tahun 2015 menjadi 1.393 posyandu atau 28,63%
Tahun 2016 dan untuk mandiri sebesar 851 posyandu atau 17,71% Tahun 2015
menjadi 898 posyandu atau 18,45% Tahun 2016. Dengan demikian perlu
ditingkatkan lagi upaya – upaya untuk mengaktifkan kembali kegiatan yang ada di
posyandu sehingga stratanya lebih meningkat.
Meningkatnya strata posyandu merupakan hasil kinerja seluruh lintas
sektor terkait termasuk sektor kesehatan. Oleh karena itu sinergitas lintas sektor
terkait posyandu perlu terus dipertahankan, mengingat Posyandu merupakan
wahana untuk masyarakat. Bila strata posyandu menurun dapat menggambarkan
tingkat pemberdayaan masyarakat juga menurun yang dapat berakibat buruk bagi
kelangsungan posyandu yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kesehatan
masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah revitalisasi posyandu
dan kegiatan posyandu yang terintegrasi masih bisa dikembangkan dengan segala
potensi yang ada. Partisipasi masyarakat dan lintas sektor masih sangat
diharapkan agar posyandu dapat benar bermanfaat untuk mendukung program
pembangunan kesehatan.

6.1.5.2 Poskesdes

Poskesdes merupakan UKBM yang dibentuk di desa untuk mendekatkan


pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa sehingga mempermudah akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan utama poskesdes
yaitu pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa berupa pelayanan kesehatan
ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu menyusui, pelayanan kesehatan anak,
pengamatan dan kewaspadaan dini (Surveillance penyakit, surveillance gizi,
surveillance perilaku beresiko, surveillance lingkungan dan masalah kesehatan
lainnya), penanganan kegawatdaruratan kesehatan serta kesiapsiagaan terhadap
bencana. Poskesdes merupakan pendorong dalam menumbuhkembangkan
terbentuknya UKBM lain di masyarakat serta meningkatkan partisipasi masyarakat
dan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan terkait. Menurut laporan
Puskesmas, jumlah Poskesdes di Kabupaten Bogor Tahun 2016 pencapaianya
sebesar 81 unit poskesdes.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


137

6.1.5.3 Polindes (Pondok Bersalin Desa)

Polindes merupakan wahana upaya kesehatan bersumberdaya


masyarakat yang dikelola oleh bidan di desa bersama masyarakat guna
memberikan pelayanan profesional khususnya dibidang kesehatan ibu dan anak.
Pada Tahun 2016 jumlah Polindes sebanyak 55 buah. Dari 434 desa di Kabupaten
Bogor terdapat 444 bidan di desa dari seluruh bidan sebanyak 910 orang.

6.1.5.4 Posbindu Lansia

Posbindu lansia merupakan salah satu wujud pemberdayaan masyarakat,


sebagai wadah pelayanan bagi kaum lansia yang dilakukan dari, oleh, untuk dan
bersama kaum lansia. Upaya yang dialakukan menitik beratkan pada pelayanan
promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Jumlah
posbindu di Kabupaten Bogor Tahun 2016 ada 496 posbindu yang tersebar di 40
kecamatan.

6.1.5.5 Pos UKK (Pos Upaya Kesehatan Kerja)

Era Globalisasi telah mengubah substansi struktur ekonomis dan kondisi


kerja pada setiap tempat kerja. Selain itu perkembangan industrialisasi berdampak
terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja dari tahun ke tahun. Setiap orang
memerlukan pekerjaan, baik untuk aktualisasi diri maupun untuk kehidupan. Jenis
pekerjaan sangat beragam dan bervariasi dari sektor formal maupun informal.
Namun setiap pekerjaan mempunyai potensi terkena bahaya bagi kesehatan dan
keselamatan hidup.
Kabupaten Bogor sebagai daerah yang menopang kelangsungan ibukota,
memiliki beberapa lokasi industri besar dan kecil yang cukup potensial di wilayah
Bogor Tengah dan Bogor Timur. Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Bogor
Tahun 2014 sebesar 60,0%, Tahun 2015 sebesar 59,9% dan Tahun 2016 sebesar
61,41%, dengan perkembangan jumlah angkatan kerja tersebut maka kebutuhan
akan pelayanan kesehatan kerja yang berkualitas semakin meningkat yang harus
didukung oleh tenaga terampil. Oleh karena itu pelayanan kesehatan kerja
merupakan pelayanan kesehatan yang komprehensif, terpadu, terorganisir serta
mampu melayani pekerja dari berbagai jenis pekerjaan dengan berbagai
permasalahannya.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


138

Salah satu upaya pembinaan bagi tenaga kerja dan keluarga pekerja
khususnya pekerja informal dalam bidang kesehatan adalah dengan pembentukan
Pos UKK, yaitu merupakan wahana upaya kesehatan yang bersumberdaya
masyarakat dengan bentuk operasional adalah pemeliharaan kesehatan pekerja
yang diselenggarakan oleh masyarakat pekerja yang memiliki jenis kegiatan yang
sama yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas kerja.
Pos UKK biasanya dilakukan pada sektor informal yang mempunyai atau
telah melaksanakan kesehatan kerja. Pos UKK yang sudah pernah dibentuk di
Kabupaten Bogor sejak Tahun 1998-2016 sebanyak 14 Pos, namun dengan
adanya kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Puslitbangkes) dan Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan telah
dilakukan pembinaan secara intensif terhadap Pos UKK di Desa Mekarjaya
Kecamatan Ciomas.

6.2. TENAGA KESEHATAN

Tenaga Kesehatan merupakan tatanan yang menghimbau berbagai upaya


perencanaan, pendidikan dan pelatihan, serta pendayagunaan tenaga kesehatan
secara terpadu dan saling mendukung guna mencapai derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya. Tenaga kesehatan adalah semua orang yang
bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, berpendidikan formal
kesehatan, berpendidikan formal kesehatan atau tidak, yang untuk jenis tertentu
memerlukan upaya kesehatan.
Jenis tenaga kesehatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI nomor
36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Tenaga medis (dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis)
2. Tenaga psikologi klinis
3. Tenaga keperawatan
4. Tenaga kebidanan
5. Tenaga kefarmasian ( apoteker dan tenaga teknis kefarmasian)
6. Tenaga kesehatan masyarakat ( epidemologi, promosi kesehatan dan ilmu
perilaku, pembibing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan
kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan serta tenaga kesehatan
reproduksi dan keluarga)
7. Tenaga kesehatan lingkungan (tenaga sanitasi lingkungan, entomolog
kesehatan dan mikrobiologi kesehatan)

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


139

8. Tenaga Gizi ( nutrisionis dan dietisien)


9. Tenaga keterapian fisik ( fisioterapis, okupasi terafis, terapis wicara dan
akupuntur
10. Tenaga ketenisan medis ( perekam medis dan informasi kesehatan, teknik
kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien / optometris,
teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan mulut dan audiologis)
11. Tenaga teknis biomedika ( radiografer, elektromedis, ahli teknologi
laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis dan ottotik prostetik)
12. Tenaga kesehatan tradisional ( tenaga kesehatan tradisional ramuan dan
tenaga kesehatan tradional keterampilan)
13. Tenaga kesehatan lain
Tenaga Kesehatan terdiri dari tenaga Kesehatan yang bertugas di unit
kesehatan (sarana pelayanan dan non pelayanan) dengan status kepegawaian
PNS, CPNS, PTT, TNI/POLRI dan swasta. Tenaga Kesehatan tersebut bekerja di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan Unit Pelaksana Teknis (UPT), Unit
Pelaksana Fungsional (UPF), rumah sakit/poliklinik dan sarana kesehatan lainnya
milik pemerintah daerah, swasta dan TNI/POLRI.
Pada Tahun 2016 jumlah tenaga kesehatan dan non kesehatan di
Kabupaten Bogor berjumlah 12.947 orang, jumlah tenaga kesehatannya sebanyak
9.616 orang (termasuk tenaga kesehatan lainnya 299 orang) (74,27%) dan non
kesehatan 3.331 orang (25,73%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel berikut
ini :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


140

TABEL 6.3
PROPORSI DAN RASIO TENAGA KESEHATAN
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

% Ratio/100.000
JENIS TENAGA JUMLAH
Penduduk
Dokter Spesialis 675 5,21 12,08
Dokter Umum 580 4,48 10,38
Dokter Gigi 201 1,55 3,60
Bidan 1.686 13,02 30,18
Perawat 3.111 24,03 55,68
Perawat Gigi 92 0,71 1,65
Kefarmasian 502 3,88 8,98
Tenaga Gizi 150 1,16 2,68
Kesehatan Masyarakat 231 1,78 4,13
Kesehatan Lingkungan 94 0,73 1,68
Keteknisian Medis 598 4,62 10,70
Keterapian Fisik 90 0,70 1,61
Kesehatan Lainnya 299 2,31 5,35
Penunjang Kesehatan/
1.307 10,10 23,39
Pendukung Kesehatan
Non Kesehatan 3.331 25,72 59,62
Jumlah 12.947 100,00 231,72

6.2.1. Persebaran Tenaga Kesehatan menurut Unit Kerja

Tenaga yang bekerja di puskesmas sebesar 2.080 orang (16,07%), yang


bekerja di rumah sakit sebanyak 10.648 orang (82,24%), 151 orang (1,17%)
bekerja di Dinas Kesehatan dan di sarana kesehatan lainnya yaitu Labkesda,
PPKK dan BP Korpri sebanyak 32 orang (0,25%). Persebaran tenaga kesehatan
menurut unit kerja dapat dilihat pada tabel distribusi di bawah ini :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


141

TABEL 6.4
PROPORSI TENAGA KESEHATAN
DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

Sarkes
Jenis Tenaga Pusk Dinkes RS
Lainnya
Dokter Spesialis 0 0 675 0
Dokter Umum 207 8 358 7
Dokter Gigi 76 2 121 2
Bidan 910 11 763 2
Perawat 438 16 2.650 6
Perawat Gigi 51 2 38 1
Kefarmasian 24 8 470 0
Tenaga Gizi 45 4 101 0
Kesehatan Masyarakat 78 40 110 3
Kesehatan Lingkungan 43 6 43 2
Keteknisian Medis 30 1 563 4
Tenaga Kesehatan 52 0 246 0
Lainnya
Penunjang Kesehatan/ 1.307 0
4 9
Pendukung Kesehatan
Keterapian Fisik 0 0 90 0
Non Kesehatan 122 44 3.149 16
Total 2.080 151 10.684 32

6.2.2. Persebaran SDM Kesehatan di Puskesmas.

Tenaga kesehatan di puskesmas (termasuk PUSTU dan Polindes) terdiri


dari tenaga kesehatan dan non kesehatan, seluruhnya berjumlah 2.080 orang,
tenaga kesehatan (medis, paramedis, tenaga kesehatan lainnya termasuk
pembantu paramedis) sebanyak 1.958 orang (94,13%) dan tenaga non kesehatan
sebanyak 122 orang (5,86%).
Menurut jenis tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas terdiri dari
dokter umum 207 orang (9,95%), dokter gigi 51 orang (2,45%),

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


142

bidan 910 orang (43,73%), perawat 438 orang (21,06%), perawat gigi 51
orang (2,45%), farmasi 24 orang (1,15%), gizi 45 orang (2,16%), ahli kesehatan
masyarakat 78 orang (3,75%), kesehatan lingkungan 43 orang (2,07%), teknisi
medis 30 orang (1,44%), tenaga kesehatan lainnya 52 orang (2,5%) dan tenaga
penunjang kesehatan/ pendukung kesehatan 4 orang (0,19).
Persebaran tenaga kesehatan di puskesmas dapat dilihat pada grafik 6.2
sebagai berikut :

GRAFIK 6.2
PERSEBARAN SDM KESEHATAN DI PUSKESMAS
KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

1.15%
2.45% 9.95%
Dokter Umum & Spesialis
2.45%
21.06% Dokter Gigi

Bidan

Perawat
43.73%
Perawat Gigi

Farmasi

Indikator kecukupan SDM kesehatan di puskesmas dapat diketahui dari


ratio jumlah SDM kesehatan terhadap jumlah puskesmas, di Kabupaten Bogor
pada tahun 2016 sebesar 19,39 artinya di setiap puskesmas di Kabupaten Bogor
sudah tersedia sejumlah 19 orang tenaga kesehatan. Keadaan ini masih dibawah
standar DSP (Daftar Susunan Pegawai) yaitu sebesar 23 orang/puskesmas untuk
daerah pedesaan.

6.2.3. Persebaran SDM Kesehatan di Rumah Sakit

Jumlah SDM kesehatan yang bekerja di seluruh rumah sakit di Kabupaten


Bogor tahun 2016, baik rumah sakit swasta maupun pemerintah sebanyak 10.684
orang, terdiri dari 7.535 orang tenaga kesehatan (70,53%) dan 3.149 orang tenaga
non kesehatan (29,47%).
Berdasarkan laporan pemutakhiran data rumah sakit, tenaga kesehatan
rumah sakit terdiri dari 1.154 orang (10,80%) tenaga medis (dokter umum, dokter

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


143

gigi, dan dokter/drg spesialis), 3.451 orang (32,30%) paramedis (perawat


termasuk perawat gigi dan bidan), 470 orang (4,40%) tenaga farmasi, 101 orang
(0,95%) tenaga gizi, 110 orang (1,03%) tenaga kesehatan masyarakat, 43 orang
(0,40%) tenaga kesehatan lingkungan, 563 orang (5,27%) tenaga keteknisian
medis, 246 orang (2,30%) tenaga kesehatan lainnya, 1.307 orang (12,23%)
tenaga penunjang kesehata/ pedukung kesehatan dan tenaga keterapian fisik 90
orang (0,84%).
Persebaran SDM tenaga kesehatan di rumah sakit dapat dilihat pada
grafik 6.3 sebagai berikut :

GRAFIK 6.3
PERSEBARAN SDM KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016
0.84%
12.23% Medis
Paramedis
10.80%
farmasi
2.30% Gizi
Kesmas
5.27%
Kesling
0.40% teknis medis
1.03% 32.30%
Nakes Lainnya
0.95%
4.40% Penunjang/Pendukung Kesehatan
Keterapian Fisik

6.2.5. Persebaran SDM Kesehatan di Dinas Kesehatan

SDM di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2016 sebanyak 151


orang, terdiri dari 107 orang tenaga kesehatan (70,86%) dan 44 tenaga non
kesehatan (29,14%).
Tenaga kesehatan yang ada terdiri dari 8 orang dokter umum (5,30%), 2
orang dokter gigi (1,32%), bidan 13 orang (7,28%), perawat 16 orang (10,60%),
perawat gigi 2 orang (1,32%), farmasi 8 orang (5,30%), gizi 4 orang (2,65%), ahli
kesehatan masyarakat 40 orang (26,49%), kesehatan lingkungan 6 orang (3,97%),
keteknisian medis 1 orang (0,66%) dan tenaga penunjang kesehata/ pedukung
kesehatan 9 orang (5,96%).
Persebaran SDM di dinas kesehatan tenaga dapat dilihat pada diagram pie
dibawah ini :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


144

GRAFIK 6.4
PERSEBARAN SDM KESEHATAN DI DINAS KESEHATAN
KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016
5,30 %
0,66% 5,96% 1,32 % Dokter Umum
3,97% Dokter Gigi
7,28 % Bidan
Perawat
Perawat Gigi
Farmasi
Gizi
10,60 % Kesmas
Kesling
Keteknisian Medis
26,49% Nakes Punujang/ Pedukung Kes
1,32 %

5,30%
2,65%

6.2.5. Persebaran SDM Kesehatan di Sarana Kesehatan Lain


(Labkesda, PPKK dan BP Korpri)

SDM di Sarana Kesehatan lainnya di Kabupaten Bogor tahun 2016 yang


terdiri dari Labkesda, PPKK dan BP Korpri sebanyak 32 orang, terdiri dari 16
orang tenaga kesehatan (50%) dan 16 tenaga non kesehatan (50%).
Tenaga kesehatan yang ada terdiri dari 7 orang dokter umum (21,88%),
2 orang dokter gigi (6,25%), bidan 2 orang (6,25%), perawat 6 orang (18,75%),
perawat gigi 1 orang (3,13%), ahli kesehatan masyarakat 3 orang (9,38%),
kesehatan lingkungan 2 orang (6,25%) dan keteknisian medis 4 orang (12,5%).
Persebaran SDM di sarana kesehatan dapat dilihat pada diagram pie
dibawah ini :

GRAFIK 6.5
PERSEBARAN SDM KESEHATAN DI SARANA KESEHATAN
LAIN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

21,88%
12.5%
Dokter Umum Dokter Gigi
6.25%
Bidan Perawat

9,38% Perawat Gigi Kesmas


6,25%
Kesling Teknis Medis
3,13% 6,25%

18,75%

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


145

Berdasarkan data SDM kesehatan secara keseluruhan di Kabupaten Bogor


pada tahun 2016, baik di puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan maupun di
sarana kesehatan lainnya, maka dapat dihitung rasio dokter spesialis, rasio dokter
umum, dan rasio dokter gigi serta tenaga kesehatan lainnya per-100.000
penduduk.
Jumlah dokter spesialis sebanyak 675 orang, dokter umum sebanyak 580
dan dokter gigi sebanyak 201 orang, dan jumlah penduduk di Kabupaten Bogor
pada tahun 2016 adalah 5.587.390 orang.
Rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk di Kabupaten Bogor baru
mencapai 12,08, artinya sekitar 12 orang dokter spesialis melayani 100.000
penduduk. Rasio dokter umum per-100.000 penduduk baru mencapai 10.38.
Rasio dokter gigi per-100.000 penduduk masih sangat rendah yaitu 3,60. Tenaga
farmasi di Kabupaten Bogor berjumlah 502 orang terdiri dari apoteker dan asisten
apoteker, rasio per-100.000 penduduk hanya sebesar 8,98.
Jumlah tenaga perawat yang ada (termasuk perawat gigi sebanyak 92
orang) sebanyak 3.202 orang, rasio per-100.000 penduduk sebesar 57,31, jumlah
bidan sebanyak 1.684, rasio per-100.000 penduduk 30,14, jumlah tenaga gizi
sebanyak 150, rasio per-100.000 penduduk sebesar 2,68, jumlah tenaga
kesehatan lingkungan sebanyak 94, rasio per-100.000 penduduk sebesar 1,68,
jumlah ahli kesehatan masyarakat sebanyak 231, rasio per-100.000 penduduk
sebesar 4,13, jumlah keteknisian medis sebanyak 598, rasio per-100.000
penduduk sebesar 10,70, tenaga kesehatan lainnya sebanyak 298, rasio per
100.000 penduduk sebesar 5,33, jumlah penunjang kesehatan/pendukung
kesehatan sebanyak 1.320, rasio per 100.000 penduduk sebesar 23,62 dan
jumlah keterapian fisik sebanyak 90, rasio per 100.000 penduduk sebesar 1,61.

6.3. PEMBIAYAAN KESEHATAN

Dalam rangka melaksanakan pelayanan kesehatan diperlukan unsur


pembiayaan kesehatan, baik yang bersumber dari pemerintah maupun
masyarakat termasuk swasta.
Anggaran pembangunan kesehatan dapat bersumber dari Anggaran
Pembangunan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pembangunan dan Belanja
Daerah Propinsi (APBD Propinsi), Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


146

Kabupaten (APBD Kabupaten), Bantuan Luar Negeri (BLN)/Pinjaman Luar Negeri


(PLN) serta sumber dana pemerintah lain dari BLUD RSUD Ciawi dan Cibinong.
Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah terdiri atas APBD
Kabupaten/belanja langsung dan belanja tidak langsung.
Anggaran kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2016 berjumlah Rp.
1.634.085.565.100,- yang terdiri dari beberapa sumber sebagai berikut : APBN
sebesar Rp.107.264.899.000,- (6,58%), APBD Propinsi sebesar Rp.
37.200.460.100,- (2,28%), APBD Kabupaten sebesar Rp.1.489.620.206.000,-
(91,16%).

GRAFIK 6.6
ANGGARAN KESEHATAN MENURUT SUMBER DANA PADA
DINAS KESEHATAN DAN RSUD (CIBINONG,CIAWI, LEUWILIANG
& CILEUNGSI) KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

APBD Kab/Kota
91.16%
APBD Prop

APBN
6.56%
2.28%

Melihat grafik di atas, terlihat bahwa proporsi anggaran kesehatan


terbesar berasal dari APBD Kabupaten yaitu 92,94%, kemudian APBN 3,757%,
APBD Provinsi 5,32% dan BLUD 0,16%. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah
Daerah telah melaksanakan komitmen bahwa bidang kesehatan adalah menjadi
kewenangan wajib dimana pembiayaan nya sebagian besar dari APBD
Kabupaten.
Perkembangan anggaran kesehatan Kabupaten Bogor dari tahun 2012
sampai dengan tahun 2016 mengalami fluktuatif, tahun 2012 sebesar Rp.
738.532.227.115,-, namun jika dibandingkan tahun 2013 anggaran kesehatan
Kabupaten Bogor meningkat menjadi Rp. 944.230.644.562,-, meningkat di tahun
2014 menjadi Rp. 1.014.395.675.000,- di tahun 2015 juga meningkat menjadi
1.225.612.660.244,- dan meningkat kembali tahun 2016 menjadi Rp.
1.634.085.565.100,-. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 6.7

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


147

GRAFIK 6.7
ANGGARAN KESEHATAN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012-2016

1,800,000,000,000
1,600,000,000,000 1,634,085,565,100

1,400,000,000,000 1.225.612.660.244
JUMLAH ANGGARAN

1,200,000,000,000
1,014,395,675,000 Total
1,000,000,000,000 Anggaran
944,230,644,562 Kesehatan
800,000,000,000
738,532,227,115
600,000,000,000
400,000,000,000
200,000,000,000
0
2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN

Anggaran pembangunan kesehatan Kabupaten Bogor yang berasal dari


APBN selama 4 tahun cenderung berfluktatif, pada Tahun 2013 sebesar Rp.
112.828.870.562,-, meningkat di tahun 2014 menjadi Rp. 134.488.435.000,- dan
di tahun 2015 mengalami penurunan menjadi Rp. 45.996.710.000,-, namun di
tahun 2016 dana APBN kembali meningkat menjadi Rp. 107.264.899.000,-. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 6.8.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


148

GRAFIK 6.8
ANGGARAN KESEHATAN BERSUMBER DANA APBN PADA
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR
150,000,000,000
TAHUN 2013- 2016
140,000,000,000 134,488,435,000
JUMLAH ANGGARAN

130,000,000,000
120,000,000,000
110,000,000,000 112,828,870,562 107,264,899,000
100,000,000,000
90,000,000,000
80,000,000,000
70,000,000,000
60,000,000,000
50,000,000,000
45,996,710,000
40,000,000,000
30,000,000,000
2013 2014 TAHUN 2015 2016

Anggaran pembangunan kesehatan yang berasal dari BLN/PLN yang


diterima oleh Kabupaten Bogor selama 5 tahun terakhir yaitu tahun 2007-2011
menunjukkan kecenderungan menurun, Tahun 2007 sebesar Rp. 4.578.140.000,-
mengalami penurunan menjadi Rp.475.933.000,- pada 2011 namun di Tahun
2012 sampai dengan tahun 2017, Dinas Kesehatan tidak mendapatkan anggaran
yang bersumber dari BLN/PLN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik 6.9
berikut ini menggambarkan dana BLN/PLN di Kabupaten Bogor pada tahun 2007-
2011.

GRAFIK 6.9
ANGGARAN KESEHATAN BERSUMBER BLN/PLN
PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2007 - 2011
9.050.000.000
JUMLAH ANGGARAN

8.050.000.000
7.050.000.000
5.490.216.750
6.050.000.000
4.578.140.000
5.050.000.000
4.050.000.000
3.050.000.000
2.050.000.000
1.151.801.000
1.050.000.000
360.320.000 475.933.000
50.000.000
2007 2008 2009 2010 2011
TAHUN

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


149

Seperti dana pembangunan yang berasal dari APBN, dana pembangunan


kesehatan yang berasal dari dana APBD Propinsi juga mengalami penurunan,
pada tahun 2012 APBD Propinsi untuk Kabupaten Bogor sebesar Rp.
104.543.331.000,-, Menurun menjadi Rp. 80.549.070.000 di tahun 2013 dan
Tahun 2014 juga mengalami penurunan sebesar Rp. 62.288.600.000-, anggaran
APBD Propinsi tahun 2015 kembali menurun menjadi 38.611.584.940,- begitu pula
di tahun 2016 menurun sebesar 37.200.460.1000,- untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada grafik 6.10 berikut :

GRAFIK 6.10
ANGGARAN KESEHATAN BERSUMBER APBD PROPINSI PADA
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2012-2016
110,000,000,000 104,543,331,000
102,000,000,000
94,000,000,000
JUMLAH ANGGARAN

86,000,000,000
80,549,070,000
78,000,000,000
70,000,000,000
62,000,000,000 62,288,600,000
54,000,000,000
46,000,000,000
38,000,000,000
38,611,584,940 37,200,460,100
30,000,000,000
2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN

Anggaran pembangunan kesehatan Kabupaten Bogor yang berasal dari


APBD Kabupaten dari tahun 2012 memperlihatkan kecenderungan meningkat
dimana pada tahun 2012 APBD Kabupaten Bogor sebesar Rp. 422.246.123.000,-
meningkat di tahun 2013 menjadi Rp. 609.245.467.000,-, dana APBD Kabupaten
Bogor tahun 2014 meningkat kembali menjadi Rp. 651.648.862.320,-, meningkat
kembali di Tahun 2015 menjadi Rp. 1.139.102.888.304,- dan Tahun 2016
meningkat menjadi Rp. 1.489.620.206.000,-. Untuk lebih jelasnya terdapat pada
grafik 6.11 ini :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


150

GRAFIK 6.11
ANGGARAN KESEHATAN BERSUMBER APBD KABUPATEN PADA
DINAS KESEHATAN & RUMAH SAKIT
(CIAWI,CIBINONG,LEUWILIANG &CILEUNGSI) TAHUN 2012- 2016

1,600,000,000,000
1,489,620,206,000
1,400,000,000,000
JUMLAH ANGGARAN

1,200,000,000,000 1,139,102,888,304
1,000,000,000,000

800,000,000,000
651,648,862,320
609,245,467,000
600,000,000,000

400,000,000,000
422,246,123,000
200,000,000,000

0
2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN

Anggaran Dinas Kesehatan, RSUD Ciawi, RSUD Cibinong, RSUD


Leuwiliang dan RSUD Cileungsi yang berasal dari APBD Kabupaten Bogor dari
tahun 2012-2016, belanja langsung dan tidak langsung cenderung meningkat,.
Anggaran belanja tidak langsung tahun 2012 sebesar Rp. 116.839.776.000,-
meningkat menjadi Rp. 145.601.653.000,- pada tahun 2013, di tahun 2014
menurun menjadi Rp. 142.096.401.000,-, namun di Tahun 2015 meningkat
sebesar 158.310.869.379,- dan di tahun 2016 kembali meningkat menjadi Rp.
195.074.700.000.
Anggaran belanja langsung sebesar Rp.305.406.347.000,- pada tahun
2012 meningkat menjadi Rp. 980.792.018.925,- pada tahun 2015 dan kembali
meningkat di tahun 2016 menjadi Rp1.294.545.506.000,-.
Grafik 6.12 menggambarkan anggaran belanja tidak langsung dan belanja
langsung Dinas Kesehatan, RSUD Cibinong, RSUD Ciawi,RSUD Leuwiliang dan
RSUD Cileungsi Kabupaten Bogor tahun 2012-2016 :

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


151

GRAFIK 6.12
ANGGARAN BELANJA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
PADA DINAS KESEHATAN DAN RS (CIAWI, CIBINONG,
LEUWILIANG DAN CILEUNGSI) KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012 -
2016

1,433,000,000,000
1,363,000,000,000
1,294,545,506,000
1,293,000,000,000
1,223,000,000,000
1,153,000,000,000
1,083,000,000,000
1,013,000,000,000
JUMLAH ANGGARAN

943,000,000,000 980,792,018,925
873,000,000,000
803,000,000,000
733,000,000,000
663,000,000,000
593,000,000,000
509,552,461,320
523,000,000,000
463,643,814,000
453,000,000,000
383,000,000,000
313,000,000,000
305,406,347,000 195,074,700,000
243,000,000,000
145,601,653,000 142,096,401,000
173,000,000,000
116,839,776,000 158,310,869,379
103,000,000,000
2012 2013 2014 2015 2016

TAHUN
Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung

Pembiayaan kesehatan di Kabupaten Bogor yang berasal dari APBD


Kabupaten baik anggaran pembangunan Kesehatan / Belanja Langsung maupun
anggaran Belanja Tidak Langsung menunjukkan peningkatan yang signifikan
sehingga pembiayaan kesehatan yang berasal dari APBD Kabupaten tetap masih
besar dibandingkan anggaran yang berasal dari APBN, APBD Propinsi maupun
BLN/PLN. Hal ini disebabkan dengan adanya UU No : 22 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah dan UU no. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah sehingga kabupaten mempunyai wewenang untuk
mengatur keuangannya sendiri.
Total anggaran kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2016 bersumber APBD
Kabupaten sebesar Rp 1.489.620.206.000,- dan total APBD Kabupaten Bogor
sebesar Rp 7.002.273.099.000,-. Berdasarkan data-data tersebut maka proporsi
anggaran kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2016 sebesar 21,27%, sudah
mencapai proporsi anggaran yang direkomendasikan yaitu sebesar 10%. Namun
bila dibandingkan dengan anggaran kesehatan dari seluruh sumber dana yaitu
sebesar Rp 1.634.085.585.100,- dengan total APBD Kabupaten maka proporsi

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


152

anggaran kesehatan adalah 23,24%. Grafik 6.13 menggambarkan perkembangan


persentase anggaran kesehatan terhadap total anggaran APBD Kabupaten Bogor
selama 5 tahun terakhir sampai dengan tahun 2016 sebagai berikut :

GRAFIK 6.13
PERSENTASE ANGGARAN KESEHATAN TERHADAP TOTAL
APBD KABUPATEN BOGOR TAHUN 2012-2016
25 23.24

20 18.18 18.1
PERSENTASE

17.81 17.54

15

10

0
2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


153

6.4. JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Kesehatan adalah hak dan investasi, dan semua warga negara


berhak atas kesehatannya termasuk masyarakat miskin. Dalam rangka
memenuhi hak masyarakat miskin sebagaimana diamanatkan konstitusi dan
undang-undang, Departemen Kesehatan menetapkan kebijakan untuk lebih
memfokuskan pada pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Dasar
pemikirannya adalah selain memenuhi kewajiban pemerintah juga berdasarkan
kajian bahwa indikator-indikator kesehatan akan lebih baik apabila lebih
memperhatikan pelayanan kesehatan yang terkait dengan kemiskinan.
Pelayanan kesehatan bagi masyarakat maupun masyarakat miskin
di Kabupaten Bogor dilaksanakan secara berjenjang mulai dari pelayanan
kesehatan di tingkat dasar (Puskesmas) hingga pelayanan kesehatan pada
tingkat lanjutan (Rumah Sakit). Pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat
maupun masyarakat miskin dilaksanakan oleh 101 puskesmas yang berada di
wilayah Kabupaten Bogor. Mengacu pada konsep kewilayahan, setiap
puskesmas bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan masyarakat
termasuk masyarakat miskin di wilayah kerjanya.
Sampai dengan tahun 2008, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor
sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat melaksanakan program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), dimana masyarakat
khususnya masyarakat miskin memiliki jaminan kesehatan berupa asuransi
kesehatan (ASKESKIN). Pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2014
diluncurkan dan diberlakukan program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS) dengan masyarakat miskin sebagai sasaran utama. Sebagai
identitas peserta diberikan kartu Jamkesmas, dengan jumlah kuota sebanyak
1.044.171 jiwa.
Namun, tidak semua masyarakat miskin/ tidak mampu yang ada di
wilayah Kabupaten Bogor mendapatkan Jamkesmas, hal ini terjadi di seluruh
Kabupaten/Kota di Indonesia. Sehingga Pemerintah Daerah dituntut untuk
mampu menyediakan pelayanan Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin di
wilayah sendiri. Untuk itu pada tahun 2010 dilaksanakan juga program Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang bersumber dari dana APBD II dengan
jumlah peserta 323.043 peserta yang pengelolaannya bekerjasama dengan PT.
askes. Tidak hanya itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga memberikan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


154

pembiayaan pelayanan kesehatan berupa Bantuan Gubernur melalui anggaran


APBD Provinsi Jawa Barat. Sasaran program Jamkesda Kabupaten Bogor
maupun Jamkesda Bantuan Gubernur ini adalah masyarakat miskin di luar
kuota Jamkesmas yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Sejak tahun 2014 berdasarkan Undang-Undang nomor 40 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), diberlakukan program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Berdasarkan amanat peraturan
perundangan yang sama, program Jamkesmas maupun Jamkesda Kabupaten
Bogor diintegrasikan dalam program JKN. Mulai saat itu kepesertaan
Jamkesmas maupun Jamkesda Kabupaten Bogor sebagai peserta JKN.Jumlah
peserta JKN tahun 2016 sebanyak 2.808.351 jiwa (50,26%), meliputi 1.111.935
berasal dari kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN / Jamkesmas,
dan 391.405 berasal dari kepesertaan PBI APBD integrasi / Jamkesda.
Demikian juga Peserta JKN Kabupten Bogor non PBI dari kelompok
masyarakat Pekerja Penerima Upah (PPU) sebanyak 628.704 orang (11,25%)
yang terdiri dari PNS (Askes), karyawan swasta (Jamsostek) dan TNI/Polri.
Peserta non PBI lain berasal dari kelompok masyarakat yang mampu
membayar iuran bulanan sendiri atau disebut Peserta Bukan Penerima Upah
(PBPU), sejumlah 622.074 orang (11,13%) dan kepesertaan Bukan Pekerja
(BP) sebesar 54.233 (0,97%) .
Dari keseluruhan penduduk Kabupaten Bogor tahun 2016 sejumlah
5.587.390 orang, peserta keseluruhan (PBI dan Non PBI) sejak jaminan
kesehatan kabupaten Bogor terintegrasi dengan JKN adalah 2.808.351
(50,26%).
Aspek kepesertaan JKN di Kabupaten Bogor sejak terintegrasi
mengalami perbaikan penyempurnaan terutama pada PBI Daerah (Jamkesda).
Perbaikan yang dimaksud adalah mutasi tambah kepesertaan dapat dilakukan
setiap bulan apabila masih terdapat masyarakat miskin atau tidak mampu serta
perluasan kepesertaan yang dapat dijamin JKN PBI Daerah, meliputi
masyarakat yang tenaganya dimanfaatkan dalam pembangunan Kabupaten
Bogor, diantaranya kader kesehatan, perangkat desa, ketua RT/RW, tenaga
sukwan, pendamping PKH, Tagana, Guru ngaji, Amil. Dalam hal kepesertaan
JKN, Kabupaten Bogor mencanangkan kepesertaan semesta pada akhir Tahun
2018, sehingga pada tahun 2019 seluruh penduduk Kabupaten Bogor akan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


155

telah masuk dalam suatu Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (universal


coverage).
Manfaat yang dapat diberikan kepada setiap peserta JKN adalah
pelayanan kesehatan dasar meliputi kesehatan rawat jalan (RJ) dan rawat inap
(RI), serta pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL),
rawat inap tingkat lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat, serta
pelayanan obat.Sepanjang tahun 2016 kunjungan Puskesmas pelayanan
kesehatan dasar pasien masyarakat miskin peserta PBI JKN sejumlah 430.947
orang sedangkan cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat
miskin sebesar 16.972 orang.
Penanganan keluhan pada Program JKN PBI di tingkat Provinsi
disebut Tim Monev JKN yang mengikutsertakan Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor salah satunya sebagai Koordinator Bidang Sosialisasi dan Penanganan
Keluhan dan Koordinator Bidang Monev dan Pelaporan. Tingkat Kabupaten
dalam hal penanganan keluhan masyarakat dibentuk pula Tim yang disebut
Tim Koordinasi Kabupaten yang merupakan wadah untuk memfasilitasi
pengguna Program JKN, masyarakat luas, organisasi non pemerintah dan
pemerintah di dalam upaya penyelesaian pengaduan masalah/keluhan yang
muncul dalam pelaksanaan program JKN maupun didalam mendapatkan
informasi mengenai pengaduan yang diterima dan penanganannya. Pengaduan
keluhan dapat berasal dari masyarakat penerima pelayanan kesehatan,
pelaksana/institusi kesehatan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Pengaduan/keluhan meliputi aspek administratif, teknis pelayanan kesehatan
dan penyelewengan dana.
Pengaduan masyarakat dilaksanakan di tingkat Puskesmas, Rumah
Sakit dan Dinas Kesehatan, namun demikian pelaporan tentang pelaksanaan
UPM belum berjalan dengan rutin. Di tingkat Dinas pengaduan masyarakat bisa
bersifat langsung atau secara tertulis melalui Web. Masyarakat masih enggan
untuk memberikan pengaduan secara tertulis meskipun sudah disediakan kotak
pengaduan. Demikian pula pengaduan dari Puskesmas terhadap pelayanan
rujukan di Rumah Sakit tidak disampaikan secara tertulis sehingga datanya
tidak dapat ditampilkan disini.
Dalam pelaksanaan JKN di puskesmas pelayanan mengacu kepada
Permenkes 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksana Program Jaminan

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


156

Kesehatan Nasional yang salah satunya menyebutkan bahwa cara pembayaran


dilakukan melalui sistem kapitasi dan non kapitasi.
Komponen terbesar dari layanan JKN di puskesmas adalah komponen
kapitasi. Pemanfaatan dari kapitasi di Kabupaten Bogor mengacu pada
permenkes 19 tahun 2014 yang diubah menjadi Permenkes 21 tahun 2016.

Ruang Lingkup Pelayanan


1. Rawat Jalan Tingkat Pertama yaitu Puskesmas
2. Rawat Inap Tingkat Pertama yaitu Puskesmas dengan tempat perawatan
3. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan di Rumah Sakit
4. Rawat Inap Tingkat Lanjutan yaitu Rumah Sakit yang telah ada kerjasama
5. Persalinan
6. Pelayanan Obat

6.4.1 Rumah Sakit yang Bekerjasama dengan JAMKESDA

Pada dasarnya Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kepada


peserta Jamkesda sama dengan Rumah Sakit yang berkerja sama dengan
BPJS dalam program JKN mengingat Jamkesda telah terintegrasi dengan JKN.
Namun demikian dapat disebutkan bahwa Rumah Sakit diwilayah Kabupaten/
Kota Bogor dan perbatasan serta Jakarta yang telah bekerja sama dengan
BPJS adalah sebagai berikut:

a. Rumah Sakit Pemerintah Wilayah Bogor

1. RS Ciawi 5. RS Goenawan Parto Widagdo


2. RS Cibinong 6. RST Salak Bogor
3. RS Leuwiliang 7. RS Marzoeki Mahdi
4. RS Cileungsi 8. RSUD Kota Bogor

b. Rumah Sakit Swasta Wilayah Bogor


1. RS PMI Bogor 9. RS Dompet Dhuafa
2. RS Islam Bogor 10. RS Medika Dramaga
3. RS FMC 11. RS Thamrin Cileungsi
4. RS Bhina Husada 12. RS Permata Jonggol
5. RS Sentra Medika 13. RS Citama

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


157

6. RS Assalam 14. RS Mary Cileungsi Hijau


7. RS Annisa 15. RS Sentosa
8. RS Karya Bhakti Pertiwi 16. RS Trimitra

c. Rumah Sakit Perbatasan


1. RSUD Depok Sawangan 4. RSUD Cianjur
2. RSUD Tanggerang 5. RSUD Sukawangi Sukabumi
3. RSUD Adji Darmo Rangkas Bitung

d. Rumah Sakit Jakarta (Rujukan Sekunder)


1. RS Persahabatan
2. RS Fatmawati

e.Rumah Sakit Jakarta (Rujukan Tersier)


1. RS Cipto Mangunkusumo
2. RS Jantung Harkit (khusus jantung,hanya rujukan RSCM)

6.4.2 Pelayanan yang Tidak Ditanggung Dalam Program JKN

a. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana


diatur dalam peraturan yang berlaku;
b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan
kerja;
d. Pelayanan Kesehatan yang dijamin oleh program kecelakaan lalu lintas
yang besifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan
kecelakaan lalu lintas.
e. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;

f. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;

g. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

h. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);

i. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau


alkohol;

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


158

j. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat


melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
k. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur,
shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian
teknologi kesehatan (health technology assessment);
l. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
(eksperimen);
m. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;

n. Perbekalan kesehatan rumah tangga;

o. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,


kejadian luar biasa/wabah;
p. Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat
dicegah (preventable adverse events); dan
q. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat
Jaminan Kesehatan yang diberikan.

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


159

BAB
BABVII
VI
K EKESIMPULAN
SIMPULAN

I. Situasi Derajat Kesehatan di Kabupaten Bogor pencapaian sebagai berikut :


a. Indikator yang mencapai target :
1. Prevalensi Balita Kekurangan Gizi
Capaian 2016 :6,19 % (WHO Antropometri,2005)
2. Prevalensi Balita Gizi Buruk
Capaian 2016 : 0,91% (WHO Antropometri,2005)
3. Prevalensi Balita Gizi Kurang
Capaian 2016 : 5,27% (WHO Antropometri,2005)
4. Tingkat Prevalensi Tuberkulosis
Capaian : 155 per 100.000 penduduk

b. Indikator yang tidak mencapai target :


1. Angka Kematian Bayi (AKB)
Capaian 2016 : 32 per 1.000 kelahiran hidup
(SDKI 2012)
2. Angka Kematian Balita (AKABA)
Capaian 2016 : 40 per 1.000 kelahiran hidup
(SDKI 2012)
3. Angka Kematian Ibu (AKI)
Capaian 2016 : 359 per 100.000 kelahiran hidup
(SDKI, 2012)

II. Situasi Upaya Kesehatan berdasarkan pencapaian indikator Standar


Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan Kabupaten Bogor, sebagai
berikut :
a. Indikator yang mencapai target :
1. Cakupan Kunjungan Bayi : 92,29% (target 90%)
2. Cakupan Balita Gizi Buruk yang : 98/ 100% (target
mendapat perawatan 100%)
3. Cakupan Peserta KB Aktif : 73,74% (target 70%)
4. Cakupan Penderita DBD yang : 3.477 kasus

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


159

ditangani (target 100%)


5. Cakupan Desa/Kelurahan mengalami : 100% (target 100%
KLB yang dilakukan penyelidikan
Epidemiologi < 24 jam
6. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K4) : 102,33 (target 95%)
7. Kasus Acute Flacid Paralysis (AFP) : 0,68/100.000
rate per 100.000 penduduk <15 tahun (target 2/100.000)
8. Cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan : 96,12% ( target 90%)
9. Cakupan pelayanan nifas : 97,83% (target 90%)
10. Cakupan Pemberian makanan
pendaping ASI pada anak usia 6-24
bulan keluarga miskin : 100% (target 100%)

b. Indikator yang tidak mencapai target :


1. Cakupan Pelayanan anak balita : 80,41% (target 90%)
2. Cakupan komplikasi kebidanan yang : 85,41% (target 90%)
ditangani
3. Cakupan neonatus dengan komplikasi : 7.366 bayi / 38,21%
yang ditangani (target 80%)
4. Cakupan Desa / Kelurahan UCI : 93,09% (target 100%)

5. Cakupan penjaringan kesehatan : 91,00% (target 100%)


siswa SD dan setingkat
6. Cakupan penemuan penderita : 35,66% (target 85%)
Pneumonia Balita
7. Cakupan penemuan pasien baru TB : 72,96% ( target 100%)
BTA (positif)
8. Cakupan penemuan penderita Diare : 95,23 ( target 100%)
9. Cakupan pelayanan kesehatan dasar :
pasien masyarakat miskin
(Jamkesmas dan Jamkesda) : 88,47% (target 100%)
10. Cakupan pelayanan kesehatan
rujukan pasien masyarakat miskin

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016


159

(Jamkesmas dan Jamkesda) : 3,45% (target 100%)


11. Cakupan desa / kelurahan siaga aktif
(total dari kategori madya, purnama
dan mandiri) : 67,97% (target 100%)

III. Situasi Sumber Daya Kesehatan di Kabupaten Bogor tahun 2016 berdasarkan
Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) :
1. Rasio : 1 : 14.363
puskesmas,poliklinik,pustu,persatuan (target 1: 9.247)
penduduk
2. Rasio rumah sakit persatuan
penduduk : 1: 206.940
(target 1:195.519)

3. Rasio dokter persatuan penduduk : 1: 3.869


(target 1:3.788)

4. Rasio tenaga medis persatuan : 1: 3.352


penduduk (target 1: 2.576)
5. Persentase pengadaan obat essensial : 100% (target 100%)

6. Proporsi anggaran kesehatan


- APBD Kabupaten : 91,16 %
- APBN : 6,56 %
- APBD Provinsi : 2,28 %

Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2016

You might also like