You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA SDR “P” DENGAN

DIAGNOSA CIDERA KEPALA BERAT (CKD) DI RUANG ICU


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAARAM

Disusun Oleh :

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG NERS
MATARAM 2022/2023

KONSEP DASAR PENYAKIT


Definisi Cedera Kepala Berat
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya
(Standar Pelayanan Medis, RS Dr. Sardjito). Cedera kepala merupakansalah satu penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer Arif, dkk, 2000). Cedera kepala atau trauma kepala
adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma
tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh
massa karena hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan otak (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala berat merupakan cedera kepala yang mengakibatkan pasien mengalami
gangguan kesadaran, sehingga memiliki nilai GCS ≤ 8 (Brunner & Suddarth, 2001).
Etiologi Cedera Kepala Berat
Kecelakaan lalu lintas
Trauma benda tajam
Trauma benda tumpul
Kejatuhan benda berat
Kecelakaan industry
Menurut Ginsberg (2007), cedera kepala disebabkan oleh :
Kecelakaan lalu lintas/industry
Jatuh
Benturan benda tajam/ tumpul
Trauma pada saat kelahiran
Benturan dari objek yang bergerak (cedera akselerasi)
Benturan kepala pada benda padat yang tidak bergerak (cedera deselerasi)
Trauma tembak dan pecahan bom

Patofisiologi Cedera kepal berat


Trauma kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam. Cedera yang
disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat atau lokal dan cedera yang
disebabkan oleh benda tumpul memberikan kekuatan dan menyebar ke area sekitar cedera
sehingga kerusakan yang disebabkan benda tumpul lebih luas. Berat ringannya cedera
tergantung pada lokasi benturan, penyerta cedera, kekuatan benturan dan rotasi saat cedera.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan
otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder
dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan
hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil
yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio
serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh
perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson
menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel
pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang
otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua- duanya
(Brunner & Suddarth, 2002).

Pathway

Kecelakaan lalu lintas trauma benda tajam Trauma benda tumpul

Cidera kepala

Ekstra cranial intra cranial

Terputusnya kontinitas Cidera jaringan otak


Jaringan kulit, otot dan
Vaskuler Hematoma

luka terbuka
perubahan pada cairan
Pendarahan intra dan eksternal

gangguan suplai
darah peningkatan TIK Edema serebral

iskemik perubahan perfusi Penekanan vaskuler


jaringan serebral

Merangsang Ganguan hemisfer Hipoksia


Hipotalamus motorik jaringan

Produksi AND Penurunan kesadaran penurunan


Dan aldosteron dan tonus otot kesadaran
meningkat

Hipoventilasi
Retensi Na dan H2o
Pernafasan
dangkal

Tanda dan Gejala Cedera Kepala Berat


Hipoksemia (saturasi Oksigen Hb arterial < 90%)
Hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mm Hg)
Gangguan kesadaran
Abnormalitas pupil
Defisit neurologic
Hemiparase
Kejang
Perubahan tanda-tanda vital
Mual dan muntah
Vertigo, gangguan pergerakan, mungkin ada gangguan penglihatan dan pendengaran.
GCS < 8 (Mansjoer Arif ,dkk ,2000).
Tanda gejala menurut jenis pendarahannya, antara lain :
Epidural Hematoma
Gejala-gejala yang terjadi : Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah,
Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler,
Penurunan nadi, Peningkatan suhu.
Subdural Hematoma
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir
lambat, kejang dan udem pupil Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak
karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Perdarahan Subarachnoid
Tanda dan gejala : Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral
dan kaku kuduk (Hudak & Gallo, 2001).

Pemeriksaan Penunjang Cedera Kepala Berat


CT Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi adanya perdarahan, menentukan
ukuran vertikel, pergeseran jaringan otak
MRI (Magnetik Resonance Imaging) : Sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontras
PET (Positron Emission Tomography) : Menunjukkan perubahan aktivitas
metabolism otak. Echoencephalograpy: Melihat keberadaan dan berkembangnya gelombang
patologis.
Fungsi lumbal/listernograpi : Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.
X-ray : Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang, pergeseran struktur dari garis tengah,
adanya frakmen tulang.
Cek elektrolit darah : Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK.
Analisa Gas Darah : Mendeteksi jumlah ventilasi dan oksigenisasi
EEG : Melihat aktifitas dan hantaran listrik di otak
Pneumoenchephalografi : Dengan memasukkan udara ke dalam ruangan otak apakah ada
penyempitan.
Darah lengkap : Mengetahui kekuatan hemoglobin dalam mengikat O2 (Mansjoer Arif, dkk,
2000).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian
Pengkajian Primer
Pemeriksaaan diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan meliputi
penilaian dari A, B, C, D, E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk
memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,
produksi urin dan tingkat kesadaran. Metode pengkajian dalam primary survey, yaitu cepat,
cermat, dan tepat yang dilakukan dengan melihat (look),
mendengar (listen), dan merasakan (feel).
Airway dan kontrol servikal
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi
dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih
dari 95%. Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look yaitu
perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi (hipoksemia), penurunan
kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking
respiration), kebiruan pada area kulit perifer, kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan di
hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu
listen, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu suara napas
tambahan obstuksi parsial, antara lain: snoring, gurgling, crowing/stidor, suara parau (laring)
dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir
yaitu Feel, pada tahap ini perawat merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung
pasien.
Breathing dan ventilasi
Pada tahap look, yang dilakukan yaitu melihat apakah pasien bernapas, pengembangan dada
apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya. Pada tahap listen yang
didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara tambahan napas. Tahap terakir yaitu feel,
merasakan pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan pengkajian suara paru
dan jantung dengan menggunakan stetoskop.
Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah untuk memastikan
apakah jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look, yang dilakukan yaitu mengamati nadi
saat diraba, berdenyut selama berapa kali per menitnya, ada tidaknya sianosis pada
ekstremitas, ada tidaknya keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung kapilery reptile, dan
waktunya, ada tidaknya akral dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat
dikaji (nadi radialis, brakialis, dan carotis). Lakukan RJP bila apek cordi tidak berdenyut.
Pada tahapan listen, yang didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat dilakukan pengukuran
tekanan darah.
Disability
Pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale), dan keadaan pupil
dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil (miosis), melebar
(dilatasi). Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat
dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.
Exposure
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus
ditelanjangi dan dilakukan pemeriksaan head to toe sebagai bagian dari mencari cidera. dapat
mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya
berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Pada penderita yang tidak sadar
Dilatasi lambung
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak- anak dan
distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi
yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selang atau pipa
kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk
mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin
terjadi aspirasi.
Pemasangan kateter urin
Katerisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi
dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostat pada letak
tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak
bagi pemasangan keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh
(Hudak & Gallo, 2001).
b. Pengkajian Sekunder
Kepala : Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrane
timpani, cedera jaringan lunak periorbital.
Leher : Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang.
Neurologis : Penilaian fungsi otak dengan GCS.
Dada : Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan
EKG.
Abdomen : Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen.
Pelvis dan ekstremitas : Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar
dan cedera yang lain.
Anamnesa
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran
saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
Pemeriksaan fisik
Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,
atelektasis)
Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
Sistem saraf :
Kesadaran GCS
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan
penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi,
hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah,
adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter,
ROM, kekuatan otot.
Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia akibat
kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga
(Doenges, 2000).
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
Risiko perfusi serebral tidak efektif dengan faktor risiko cedera kepala.
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan tampak meringis,
gelisah, sulit tidur.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan dispnea,
penggunaan otot bantu napas, pola napas abnormal.
Risiko ketidakseimbangan elektrolit dengan faktor risiko ketidakseimbangan cairan.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai dengan
kekuatan otot menurun, ROM menurun. Risiko infeksi dengan faktor risiko efek prosedur
invasif

Intervensi Keperawatan
Dx keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Risiko perfusi serebral tidak efektif

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan resiko perfusi serebral
tidak efektif pasien menurun dengan kriteria hasil :
Tekanan intra cranial menurun
Sakit kepala menurun
Gelisah menurun

Pemantau Tekanan Intrakranial: Observasi :


Identifikasi Peningkatan TIK
Terapeutik :
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Kolaborasi :
Kolaborasikan dengan dokter jika perlu

Nyeri akut

Setelah dilakukan asuhan keperawatan


selama ...x24 jam diharapkan keluhan nyeri pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Frekuensi nyeri menurun
Meringis menurun
Gelisah menurun

Manajemen Nyeri Observasi :


Identivikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Identifikasi skala nyeri Terapeutik :
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi :
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri kompres hangat)
Kolaborasi
Memberikan Akupresure pijitan

Pola napas tidak efektif

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pasien pola nafas pasien
kembali efektif dengan kriteria hasil :
Frekuensi napas pasien dalam rentang normal 12-20 x/menit
Tidak ada retraksi dinding dada
Pola napas pasien normal
Tidak terdapat bunyi nafas wheezing

Manajemen Jalan Napas


Observasi :
Monitor keluhan sesak pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau memperburuk
sesak nafas tersebut
Terapeutik :
Berikan pasein dalam posisi nyaman, dalam posisi duduk dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60-900
Edukasi :
Ajarkan pasien untuk mengidentifikasi dan menghindari pemicu sebisa mungkin
Kolaborasi :
Kolaborasikan dengan dokter teakit pemberian obat

Resiko ketidakseimbangan
elektrolit

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam


diharapkan resiko ketidakseimbangan elektrolit pasien menurun dengan criteria hasil :
Serum natrium meningkat
Serum kalium meningkat
Serum klorida meningkat

Observasi :
Monitor kadar elektrolit serum
Terapeutik :
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Kolaborasi :
Kolaborasikan dengan dokter jika diperlukan

Gangguan mobilitas fisik

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan mobilitas fisik pasien
tidak terganggu dengan
kriteria hasil :
Pergerakan Ektremitas meningkat
Kekuatan otot meningkat
Rentang gerak (ROM) meningkat

Dukungan Mobilitas
Observasi :
Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik :
Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (pagar tempat tidur)
Edukasi :
Jelaskan tujuan mobilisasi
Kolaborasi :
Kolaborasikan dengan fisioterapi jika diperlukan

Risiko infeksi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami
infeksi dengan kriteria hasil :
Kemerahan menurun
Nyeri menurun
Bengkak menurun

Pencegahan infeksi
Observasi :
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik :
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dngan pasien dan lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana untuk mencapai tujuan yang spesifik yang
ditujukan untuk membantu klien dalam hal mencegah penyakit, peningkatkan derajat
kesehatan dan pemulihan kesehatan (Nursalam, 2009).
Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan Format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan MEdikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
Gallo & Hudak. 2001. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

You might also like