You are on page 1of 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


BRONKOPNEUMONIA

OLEH :
NI NYOMAN SEKARINI
NIM. 229012943

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2023
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
BRONKOPNEUMONIA

Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada
jaringan paru melaui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan
atau melaui hematogen sampai ke bronkus (Sujono & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru–paru yang
secara anatomi mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru
sampai perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam–macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak
nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut).
(Mansjoer, 2000. Dalam Dewi, 2013).
Bronkopneumonia adalah suatu konsolidasi subsegmental yang
multipel atau konsolidasi lobus yang tampak pada lapangan bawah paru
(Djojodibroto, 2009).
2. Etiologi
Menurut perantaranya, bronkopneumonia dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves,
2001).

Bronkopneumonia dapat juga dikatakan sebagai suatu peradangan pada


parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Penyebab
paling sering adalah stafilokokus, streptococcus, H. influenza, Proteus sp
dan pseudomonas aeruginosa (Putri, 2011).

3. Patofisiologi
Bakteri masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan
dari atas untuk mencapai bronchiolus dan kemudian alveolus sekitarnya.
Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua
paru- paru, lebih banyak pada bagian basal (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di
udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari
fokus infeksi jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk
ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan
interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn dari
alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami perembesan dan
beberapa leukosit dari kepiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi penuh
dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit
leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi
udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah
menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman
pneumokokus di fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung,
makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman
pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan
tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah
yang mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna,
paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran
gas (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bakteri penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-
paru melalui saluran pernafasan atas ke bronchioles, kemudian kuman masuk
ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi
peradangan pada dinding bronchus atau bronkhiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar
secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus (Ridha, 2014).
Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung
dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka
membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan
gangguan proses diffusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut
akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis.
Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat penurunan kemampuan
mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas
paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut
menggunakan otot- otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat
menimbulkan peningkatan retraksi dada (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)
mikroorganisme yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus.
Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus bersebukan sel radang akut,
terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh
dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal peradangan dan
bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan
mengalami fibrosis dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat
timbul bronkiektasis. Selain itu organisme eksudat dapat terjadi karena
absorbsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula- mula encer dan keruh,
mengandung banyak kuman penyebab (streptokokus, virus, dan lain- lain).
Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan
pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen
dari luar sehingga penderita mengalami sesak nafas (Riyadi & Sukarmin,
2009).
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia
pada lumen bronkus sehingga timbul peningkatan reflek batuk (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
Perjalanan patofisiologi diatas bisa berlangsung sebaliknya yaitu
didahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi
infeksi pada paru (Riyadi & Sukarmin, 2009). Dengan daya tahan tubuh yang
menurun, terjadilah infeksi pada traktus respiratorius atau jalan nafas.
Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh streptokokus
Aureus pada neonatus atau bayi kecil karena Streptokokus Aureus
menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolizin, leukosidin,
stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enxim ini menyebabkan nekrosis,
perdarahan dan kavitasi, koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan
menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin
hingga terjadi eksudat fibrinopurulen.
Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu mahluk
hidup yang melindunginya terhadap infeksi dengan mengidentifkasi dan
membunuh substansi patogen. Sistem ini dapat mendeteksi bahan patogen,
mulai dari virus sampai parasit dan cacing serta membedakannya dari sel dan
jaringan normal. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe merupakan bagian dari
sistem sirkulasi khusus yang membawa cairan limfe, suatu cairan transparan
yang berisi sel darah putih terutama limfosit. Cairan limfe membasahi
jaringan tubuh, sementara pembuluh limf mengumpulkan cairan limfe serta
membawanya kembali ke sirkulasi darah. Kelenjar limfe berisi jala pembuluh
limfe dan menyediakan media bagi sel sistem imun untuk mempertahankan
tubuh terhadap agen penyerang. Limfe juga merupakan media dan tempat
bagi sel sistem imun memerangi benda asing. Sel imun dan molekul asing
memasuki kelenjar limfe melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe.
Semua sel imun keluar dari sistem limfatik dan akhirnya kembali ke aliran
darah. Begitu berada dalam aliran darah, sel sistem imun, yaitu limfosit
dibawa ke jaringan di seluruh tubuh, bekerja sebagai suatu pusat penjagaan
terhadap antigen asing (Sudiono, 2014).
a. Imunosupresi
Respons imun dapat dimanipulasi dengan tujuan untuk menekan
respons sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini dilakukan pada keadaan
seperti autoimunitas, alergi, dan penolakan transplantasi. Obat
imunosupresan digunakan untuk mengontrol kelainan autoimun atau keadaan
in!amasi ketika terjadi kerusakan jaringan yang berlebihan dan juga untuk
mencegah penolakan transplantasi sesudah transplantasi suatu organ
dilakukan. Obat anti-in!amasi sering digunakan untuk mengontrol efek in!
amasi, dalam hal ini kortikosteroid yang merupakan obat paling kuat. Namun,
obat tersebut dapat mempunyai efek samping yang toksik dan penggunaannya
harus terkontrol. Obat antiinflmasi dosis rendah sering digunakan dalam
kaitannya dengan pemakaian obat sitotoksik atau imunosupresan. Obat
sitotoksik menghambat respons imun dengan mematikan sel seperti sel T
yang teraktivasi. Namun, pembunuhan ini tidak selektif dan organ lain serta
tipe sel lain ikut terkena. Obat imunosupresan seperti siklosporin mencegah
sel T memberi respons yang benar terhadap sinyal dengan menghambat jalan
penyaluran sinyal.Sebaliknya, respons proteksi sistem imun dapat pula
distimulasi. Stimulasi respons imun digunakan untuk memerangi bahan
patogen yang pada umumnya menghindari sistem imun.
b. Kanker
Ketika sel normal berubah menjadi sel kanker, beberapa antigen sel
kanker mengalami perubahan. Sel kanker seperti kebanyakan sel tubuh pada
umumnya, secara konstan melepaskan sedikit protein dari permukaan sel ke
dalam sistem sirkulasi. Sering kali antigen tumor merupakan salah satu
protein di antara protein yang dicurahkan. Antigen yang dicurahkan ini
menyebabkan aksi pertahanan sistem imun termasuk sel T-sitotoksik, NK
(natural killer), dan makrofag. Sel yang berpatroli dalam sistem imun
menyediakan immunesurveilance yang kontinu dan luas bagi tubuh, yang
menangkap dan mematikan sel yang sedang mengalami transformasi ke-
ganasan. Kanker berkembang saat immune surveillance ini rusak atau be
kerja tidak tepat.
c. Kuman Patogen
Keberhasilan serangan suatu bahan patogen bergantung pada
kemampuannya untuk menghindari respons imun tubuh. Selanjutnya, bahan
patogen mengembangkan berbagai cara untuk membuatnya berhasil
menginfeksi tubuh dengan menghindari pengrusakan oleh sistem imun.
Misalnya, bakteri sering mengalah-kan barier fisik dengan menyekresi enzim
yang mencerna barier atau dengan cara menyuntikkan proteinnya ke dalam
tubuh hospes yang dapat menghentikan pertahanan tubuh hospes. Sementara
strategi yang digunakan oleh beberapa bahan pato gen untuk mengalahkan
sistem imun innate adalah dengan re pli kasi intraselular yang juga dinamakan
patogenesis intraselular. Patogen menghabiskan hampir seluruh siklus
hidupnya di dalam sel hospes yang digunakan sebagai benteng pertahanan ter
hadap kontak langsung dengan sel imun, antibodi, dan komplemen. Beberapa
contoh bahan patogen intraselular antara lain adalah virus, bakteri yang
menyebabkan keracunan makanan (salmonella), dan parasit yang
menyebabkan malaria (Plasmodium falciparum). Bakteri lain seperti
Mycobacterium tuberculosis, hidup di dalam kapsul pelindung yang
melindunginya dari efek lisis dari komplemen. Banyak bahan patogen
menyekresi substansi yang mengurangi atau menyimpangkan respons imun.
Ada pula bakteri yang membentuk biofilm untuk melindungi diri dari sel dan
protein sistem imun. Biofilm ini ditemukan pada banyak infeksi. Ada juga
bakteri yang membentuk protein permukaan yang terikat pada antibodi
sehingga membuat antibodi menjadi tidak efektif, contohnya antara lain
streptokokus (protein G) dan stafilokokus aureus (protein A). Mekanisme
yang digunakan virus untuk menghindari sistem imun adaptif bersifat lebih
kompleks.

Cara sederhana adalah dengan cepat mengubah epitop yang tidak esensial
(asam amino dan atau gula) pada permukaannya, sementara mempertahankan
epitop esensial tetap tersembunyi. Sebagai contoh adalah HIV, yang secara
teratur memutasikan protein pada kapsulnya untuk dapat memasukkan dirinya
ke dalam sel target. Perubahan antigen virus yang sangat sering terjadi ini
dapat digunakan sebagai penjelasan untuk kegagalan vaksinasi yang
menggunakan protein virus secara langsung. Strategi lain yang umum
digunakan oleh virus adalah dengan menyelubungi antigen virus dengan
molekul hospes demi untuk menghindar agar tidak dikenali oleh sistem imun.
Pada HIV, kapsul yang menyelubungi virion (partikel lengkap virus) dibentuk
dari lapisan luar sel hospes sebagai mantel virus yang membuat virus menjadi
sulit teridentifkiasi sebagai “non-self” protein oleh sistem imun.
d. Fagositosis
Contoh sel fagosit adalah sel neutrofil, monosit, dan makrofag.
Seperti tipe lain dari sel darah putih, sel fagosit berasal dari sel pumca
(stem) pluripoten dalam sumsum merah tulang. Neutrofil dan
monosit/makrofag merupa kan sel yang cukup efisien dalam fagositosis
sehingga dinamakan fagosit profesional. Fagositosis oleh neutrofil lebih
bersifat primitif dari pada fagositosis oleh makrofag dalam sistem imun. Sel
fagosit tertarik ke tempat infeksi oleh proses kemotaksis. Contoh faktor
kemotaksis adalah produk dari mikrobial, sel jaringan dan leukosit yang
rusak, komponen komplemen (misal C5a), dan sitokin tertentu. Fagositosis
merupakan proses multitahap dengan sel fagosit memakan dan merusak agen
infeksius. Fagositosis merupakan proses pencernaan partikel (dalam ukuran
yang dapat terlihat oleh mikroskop cahaya) oleh sel. Fagositosis dilakukan
dalam fagosom, suatu vakuola yang struktur membrannya tidak jelas dan
berisi bahan patogen. Sistem imun melakukan opsonisasi, yaitu mekanisme
melapisi patogen dengan suatu molekul antibodi atau protein komplemen
yang membuat fagosit dapat mengikat dan mencerna patogen itu. Selanjutnya
proses dilanjutkan dengan penyatuan membran plasma sel fagosit dengan
permukaan mikroorganisme. Kemudian terjadi perluasan membran plasma
(pseudopodia) dan sel fagosit menelan patogen. Terbentuk fagosom (vakuol
fagosistik) yang menyatu dengan lisosom sehingga patogen dapat dicerna
oleh enzim pencernaan yang sesuai (misalnya lisosim) dan bahan kimiawi
bakterisidal.Saat mikroba dapat dicerna, mikroba ini akan dapat dibunuh.
Fagosit membunuh bakteri dengan 2 mekanisme, yaitu mekanisme
berdasarkan reduksi oksigen yang dinamakan mekanisme oksidatif dan
mekanisme nonoksidatif.

Mekanisme oksidatif membutuhkan keberadaan oksigen, potensi oksidasi


reduksi. Mekanisme ini tidak optimal dilakukan di daerah krevikular gingiva.
Jadi, fagosit juga harus me miliki mekanisme pembunuh bakteri dengan
mekanisme non-oksidatif. Neutrofil tidak membutuhkan oksigen untuk energi
dan dapat berfungsi dalam kondisi anaerob. Mekanisme non-oksidatif
membutuhkan penyatuan fago som dan lisosom membentuk fagolisosom
yang menghasilkan sekresi komponen lisosom ke dalam fago lisosom.
Neutrofil mempunyai 2macam lisosom atau granula. Granula yang pertama
adalah granula spesifik untuk sekresi ekstraselular dan intrafagolisosom dan
yang ke dua adalah granula azurofil terutama untuk sekresi intrafagolisosom.
Bahan yang dicerna dikeluarkan dari sel (eksositosis).

Pathway
Jamur, Virus,
Bakteri, Protozoa

Infeksi saluran Infektif saluran


pernapasan bawah pernapasan atas

Edema antara Kuman berlebihan


kapiler di bronkus
dan alveoli

Mucus bronkus proses


Iritan PMN Meningkat Peradangan
eritrosit pecah

Bau mulut
Akumulasi secret bronkus
tidak sedap
Edema paru

anoreksia
Pergeseran Bersihan Jalan Napas
dinding paru Tidak efektif

Defisit Nutrisi
Intake brkurang

Suplay O2 Pola Napas Tidak


menurun Efektif

Hipoksia Hiperventilasi

Metabolic anaerob Dyspnea


meningkat

Akumulasi asam Retraksi dada/napas cuping


laktat hidung

Intoleransi Gangguan
aktivitas Pertukaran Gas

4. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia pada anak biasanya didahului oleh infeksi traktus
respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat
mendadak sampai 39-40ᵒC dan kadang disertai kejang karena demam yang
sangat tinggi. Anak akan gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,
pernapasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang
disertai muntah dan diare. Batuk tidak ditemukan pada permulaan penyakit,
tetapi akan timbul setelah beberapa hari. Hasil pemeriksaan fisik tergantung
pada luas daerah auskultasi yang terkena. Pada auskultasi didapatkan suara
napas tambahan berupa ronchi basah yang nyaring halus atau sedang. Tanda
pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas) perkusi
pekak,fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronchi. Pada neonates dan
bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan
menimbulkan pekak perkusi (Sujono & Sukarmin, 2009).
Gejala Bronkopneumonia yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal berupa muntah atau diare,
keluhan respiratori yang nampak yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,
takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis (Fadhila,
2013).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap
Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000-
40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri (Yasmara & Nursiswati, 2016). Pada
klien Bronkopneumonia terjadi leukositosis, ini terjadi karena selama infeksi
terjadi mekanisme yang mendorong meningkatnya leukosit yang berguna
untuk menanggulangi infeksi (Sujono & Sukarmin, 2009). Dapat ditemukan
juga leukopenia yang menandakan prognosis buruk dan dapat ditemukan
anemia ringan atau sedang (Sujono & Sukarmin, 2009).Anak (umur < 6
tahun) menderita anemia jika kadar Hb < 9,3 g/dl (kira-kira sama dengan nilai
Ht < 27%) (Duke, et al., 2016).

a) Kultur darah positif terhadap organisme penyebab.


b) Nilai analisis gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (normal : 75-100
mmHg).
c) Kultur jamur atau basil tahan asam menunjukkan agen penyebab.
d) Pemeriksaan kadar tanigen larut legionella pada urine.
e) Kultur sputum, pewarnaan gram, dan apusan mengungkap organisme
penyebab infeksi.
2) Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi bronkopneumonia terdapat bercak-bercak
konsolidasi yang merata pada lobus dan gambaran bronkopneumonia difus
atau infiltrat pada pneumonia stafilokok (Sujono & Sukarmin, 2009).
3) Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan cairan mikrobiologi, dapat dibiakkan dari spesimen usap
tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi
trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru (Mansjoer, A 2000 dalam (Sujono &
Sukarmin, 2009)).

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan
bronkopnemonia adalah sebagai berikut :
a. Non Farmakologi
1) Menjaga kelancaran pernapasan
2) Kebutuhan istirahat klien
Klien ini sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan klien harus ditolong ditempat tidur.
3) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Klien dengan bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan
makanan yang kurang karena proses perjalanan pnyakit yang menyababkan
peningkatan secret pada bronkus yang menimbulkan bau mulut tidak sedap
yang selanjutnya menyebabkan anak mengalami anoreksia. Suhu tubuh yang
tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat
menyebabkan dehidrasi.

Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan


cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9%.
4) Mengontrol Suhu Tubuh
Klien dengan bronkopneumonia biasanya mengalami kenaikan suhu
tubuh sangat mendadak sampai 39-40ᵒC dan kadang disertai kejang karena
demam yang sangat tinggi.
External cooling merupakan salah satu tindakan untuk menurunkan
demam. External cooling dilakukan dengan menggunakan kompres hangat.
Tindakan ini bermanfaat untuk melebarkan pembuluh darah dan
mempercepat pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan, serta
menurunkan suhu tubuh pada bagian perifer.
Intervensi pemberian kompres hangat dalam menangani demam dapat
dilakukan pada beberapa area permukaan tubuh. Kompres hangat dapat
diberikan di daerah temporal/ frontal (dahi), axilla (ketiak), leher (servikal)
dan inguinal (lipatan paha) (Perry, 2008). Pemberian kompres hangat pada
daerah axilla dapat menurunkan suhu tubuh lebih besar dibandingkan dengan
pemberian kompres hangat di frontal. Hal ini terjadi karena pada daerah axilla
banyak terdapat pembuluh darah besar dan kelenjar keringat apokrin (Corwin,
2001).
b. Farmakologi
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi
karena hal itu perlu waktu dan klien perlu terapi secepatnya maka biasanya
diberikan antibiotika Prokain 50.000 U/kgBB/hari secara IM, dan
Kloramfhenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis secara IM/IV atau Ampicilin
100 mg/kgBB/hari diagi dalam 4 dosis IV dan Gentamicin 5 mg/kgBB/hari
secara IM dalam 2 dosis perhari. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas
demam 4-5 hari. Karena sebagian besar klien jatuh kedalam asidosis
metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi
sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri (Nurarif & Kusuma, 2015).
Adapun penatalaksanaan pada klien anak dengan bronkopneumonia
adalah sebagai berikut
1) Oksigen 2 liter/menit
2) IVFD (Intra Vena Fluid Drip)
3) Jenis cairan yang digunakan adalah 2A-K CL (1-2 mek/kgBB/24 jam
atau KCL 6 mek/500 ml).
4) Kebutuhan cairannya adalah:

Tabel Kebutuhan cairan anak usia 9 bulan dengan


bronkopneumonia (Ridha,2014).
KgBB Kebutuhan (ml/kgBB/hari)
3-10 kgBB 105
11-15 kgBB 85
>15 kgBB 65

Apabila ada kenaikan suhu tubuh, maka setiap kenaikan suhu 1ᵒC
kebutuhan cairan ditambah 12%.
5) Kortikosteroid
Pemberian kortison asetat 15 mg/kgBB/hari secara IM diberikan bila
ekspirasi memanjang atau secret banyak sekali. Berikan dalam 3 kali
pemberian.

7. Dampak Penyakit Terhadap Sistem Tubuh


a. Sistem Pernapasan
Adanya peradangan / infeksi menyebabkan terjadinya edema yang disertai
dengan produksi mukus yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan saluran
pernapasan menyempit dan terjadi gangguan pertukaran gas. Sehingga
terjadi dipneu, pernapasan cuping hidung, retraksi interkostalis, hipoksia,
dan adanya suara napas ronkhi.
b. Sistem Cardiovaskuler
Konsentrasi oksigen yang rendah menyebabkan dilepaskannya sejumlah zat
vasokontriktor dari jaringan paru – paru, kemudian zat ini mengakibatkan
vasokontriksi arteri. Akibatnya terjadi peningkatan cardiac out put yang
menyebabkan terjadinya nadi kuat dan cepat serta tekanan darah meningkat.
c. Sistem Integumen
Suhu tubuh pada bronkponeumoni kadang meningkat menjadi 39 - 40 0 Hal
ini menyebabkan pori – pori kulit membesar dan pembuluh darah
melebar sehingga tubuh akan mengeluarkan keringat

d. Sistem Perkemihan
Bronkopneumoni dapat menyebabkan pengeluaran ADH yang tidak tepat,
Produksi ADH yang berlebihan ini mengakibatkan ekskresi natrium dalam
jumlah yang sangat banyak kedalam urin, oleh karena itu konsentrasi
natrium menjadi sangat berkurang.

e. Sistem Persyarafan
Adanya lesi pada pleura menyebabkan nyeri pada abdomen bagian atas yang
terjadi akibat adanya gesekan ketika bernapas

f. Sistem Muskuloskletal
Oksigen diperlukan untuk metabolisme sel. Suplay oksigen yang kurang
menyebabkan penurunan metabolisme sehigga energi yang dihasilkan
rendah. Hal ini mengakibatkan terjadinya kelemahan

g. Sistem Pencernaan
Produksi sekret yang berlebihan menyebabkan terjadinya mual dan tidak
nafsu makan sehingga asupan makanan kurang.

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

a. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam


rongga pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
b. Otitis media akut adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid
(Brunner & Suddarth, 2002).
c. Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang mencangkup kolaps
jaringan paru (alveoli) atau unit fungsional paru (Soemantri, 2008).
d. Emfisema adalah gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh
pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan
(Soemantri, 2008).
e. Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis).
Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiotik secara tepat (Ngastiyah,
2014).
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Masalah Bronkhopneumoni

A. Pengkajian

1. Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang
atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan
tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia,
aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan
cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah
dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
3. Riwayat kesehatan lingkungan.

Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan
dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan
yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau
banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok
4. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang
tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
6. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
7. Pemeriksaan persistem.
1) Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability
2) Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping
hidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan
dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub,
perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua
cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
3) Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada
orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami
tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
4) Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai
berat).
5) Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-
anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
6) Sistem lokomotor/muskuloskeletal. Tonus otot menurun, lemah secara umum,.
7) Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
8) Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral
hangat, kulit kering
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif behubungan dengan akumulasi sekret
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Proses inflamasi
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
4. Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya akumulasi
sekret
5. Defisit Nutrisi berhubungan dengan nafsu makan menurun
C. Rencana Keperawatan
Dx. Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan napas Setelah diberikan intervensi SIKI: Latihan Batuk Efektif
tidak efektif keperawatan selama ....x....jam (I.01006)
behubungan dengan diharapkan bersihan jalan nafas Observasi
Akumulasi Sekret meningkat dengan keteria hasil  Identifikasi kemampuan batuk
SLKI: Bersihan Jalan Nafas  Moniotor adanya restensi
(L.01001) sputum
 Batuk efektif dari menurun  monitor tanda dan gejala
(1) menjadi meningkat (5)
infeksi saluran nafas
 Produksi sputum dari
meningkat (1) menjadi Therapeutik
menurun (5)  Atur posisi semi powler
 Wheezing dari meningkat  Pasang perlak dan bengkok di
(1) menjadi menurun (5) pangkuan pasien
 Dispnea dari meningkat (1)  Buang skret pada temapat
menjadi menurun (5) sputum
 Ortopnea dari meningkat Edukasi
(1) menjadi menurun (5)  Jelaskan tujuan dan prosedur
 Gelisah dari meningkat (1) batuk efektif
menjadi menurun (5)  Anjurkan mengulangi tarik
 Sianosis dari meningkat (1) nafas adalam hingga 3 x
menjadi menurun (5)  Anjurkan batuk dengan kuat
 Sulit bicara dari meningkat setelah tarik nafas dalam yang
(1) menjadi menurun (5) ke -3x
 Frekuensi nafas dari
Kolaborasi
memburuk (1) menjadi
mebaik (5)  Kolaborasi pemberian obat
 Pola nafas nafas dari mukolitik atau
memburuk (1) menjadi ekspektoran ,jika perlu
mebaik (5) SIKI: Manajemen Jalan Nafas
(I.01011)
Observasi
 Monitor pola nafas
 Monitor bunyi nafas tambahan
 Monitor sputum
Therapeutik
 Posisikan semi powler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan ledir
kurang dari 15 detik
 Berikan oksigen
Edukasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator ,
ekspektoran ,mukolitik

SIKI: Pemantauan Respirasi


(I.01014)
Observasi
 Monitor
frekuensi ,irama ,kedalaman
dan upaya nafas
 Monitor pola nafas
 Monitor kemampuan batuk
efektif
 Monitor adanya produksi
sputum
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil X-ray Toraks
 Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
Therapeutik
 Atur interval pemantuan
respirasi sesuai kondisi pasien
 Dukumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Imformasikan hasil
pemantauan jika perlu

2 Pola napas tidak efektif Setelah diberikan intervensi SIKI: Manajemen Jalan Nafas
berhubungan dengan (I.01011)
keperawatan selama ....x....jam
Proses inflamasi diharapkan pola nafas membaik Observasi
Dengan keteria hasil  Monitor pola nafas
SLKI: Pola Napas (L.01004)  Monitor bunyi nafas tambahan
 Ventilasi semenit dari  Monitor sputum
menurun (1) menjadi Therapeutik
meningkat (5)  Posisikan semi powler
 Kapasitas vitas dari  Berikan minum hangat
menurun (1) menjadi  Lakukan fisioterapi dada
meningkat (5)  Lakukan penghisapan ledir
kurang dari 15 detik
 Tekanan ekspiras dari
 Berikan oksigen
menurun (1) menjadi 
meningkat (5) Edukasi
 Tekanan inspirasi dari  Ajarkan teknik batuk efektif
menurun (1) menjadi Kolaborasi
meningkat (5)  Kolaborasi pemberian
bronkodilator ,
 Pernafasan cuping hidung ekspektoran ,mukolitik
dari meningkat (1) SIKI: Pemantauan Respirasi
menjadi menurun (5) (I.01014)
Observasi
 Pengguanaan otot bantu
 Monitor
nafas dari meningkat (1) frekuensi ,irama ,kedalaman
menjadi menurun (5) dan upaya nafas

 Dispnea dari meningkat  Monitor pola nafas

(1) menjadi menurun (5)  Monitor kemampuan batuk


efektif
 Frekuensi nafas dari  Monitor adanya produksi
meburuk (1) menjadi sputum
membaik (5)  Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Kedalaman dada dari
 Monitor nilai AGD
meburuk (1) menjadi
 Monitor hasil X-ray Toraks
membaik (5)
 Monitor adanya sumbatan
 Ekskursi dada dari jalan nafas
meburuk (1) menjadi) Therapeutik
membaik (5  Atur interval pemantuan
respirasi sesuai kondisi pasien
 Dukumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Imformasikan hasil
pemantauan jika perlu
3 Intoleransi aktifitas Setelah diberikan intervensi SIKI: Manajemen Energi
berhubungan dengan
keperawatan selama ....x....jam (I.05178)
ketidak seimbangan
antara suplay dan diharapkan Aktivitas meningkat Observasi
kebutuhan Oksigen
dengan kreteria hasil  Identifikasi gangguan fungsi
SLKI: Toleransi Aktivitas tubuh yang mengakibatkan
kelemahan
(L.05047)
 Monitor pola dan jam tidur
 Frekuensi nadi dari Therapeutik
menurun (1) menjadi  Sediakan lingkungan yang
meningkat(5) nyaman dan rendah stimulus
 Lakukakan gerak pasif
 Saturasi oksigen dari
ataupun aktif
menurun (1) menjadi  Berikan aktifitas distraksi
meningkat(5) yang menenaangkan

 Kekekuatan tubuh bagian Edukasi


atas dari menurun (1)  Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas
menjadi meningkat(5)
secara bertahap
 Kekuatan tubuh bagian Kolaborasi
bawah dari menurun (1)  Kolaborasi dengan ahli gizi
menjadi meningkat(5) tentang cara meningkatkan
asupan makanan
 Perasaan lemah dari
meningkat (1) menjadi SIKI: Terapi Aktivitas (I.05186)
menurun (5) Observasi
 Sianosis dari meningkat  Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
(1) menjadi menurun (5)
 Monitor respon emosional fisik
 Warna kulit dari
 Identifikasi sumber daya untuk
memburuk (1) menjdi aktivitas yang di inginkan
membaik (5) Therapeutik
 Tekanan darah dari  Fasilitasi fokos pada
memburuk (1) menjdi kemampuan

membaik (5)  Koordinasikan pemilihan


aktivitas sesui usia
 Frekuensi nafas dari  Libatkan keluarga dalam
memburuk (1) menjdi aktivitas
membaik (5)  Fasilitasi mengembangkan
motivasi dan penguatan diri
Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari
 Ajarkan cara ,melakukan
aktivitas yang di pilih
 Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau terapi
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan tim terapis
okupasi daklam merencanakan
dan monitor program aktivitas
 Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komuniytas jika perlu
4 Ganguan pertukaran Setelah diberikan intervensi SIKI: Pemantauan Respirasi
gas berhubungan
keperawatan selama ....x....jam (I.01014)
dengan meningkatnya
akumulasi sekret diharapkan pertukaran gas Observasi
meningkat dengan kreteria hasil  Monitor prekuaensi
SLKI: Pertukaran Gas irama ,kedalaman dan upaya
nafas
(L.01003)
 Monitor pola nafas a
 Tingkat kesadaran dari  Moitor kemampuan batuk
menurun (1) menjadi efektif

meningkat (5)  Auskulatasi bunyi nafas


 Monitor saturasi oksigen
 Dispnea dari meningkat
 Monitor adanya produksi
(1) menjadi menurun (5) sputum
 Bunyi nafas tambahan Therapeutik
dari meningkat (1)  Atur interval pemantuaan
menjadi menurun (5) respirasi sesuai kondisi pasien
 Dukumentasikan hasil
 Pusing dari meningkat pemantauan
(1) menjadi menurun (5) Edukasi
 Penghlihatan kabur dari  Atur interval pemantauan
meningkat (1) menjadi  Dokumentasikan hasil
pemantauaan
menurun (5)
SIKI: Terapi Oksigen (I.01026)
 Nafas cuping hidung dari
Observasi
meningkat (1) menjadi
 Monitor kecepatan aliran
menurun (5) oksigen
 PCO2 dari memburuk (1)  Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
menjadi membaik (5)
 Monitor tanda gejalan
 PO2 dari memburuk (1) hipoventilasi
menjadi membaik (5)  Monitor efektivitas terapi
oksigen
 Takikardi dari memburuk
Therapeutik
(1) menjadi membaik (5)
 Bersihkan sekret pada hidung,
 Sianosis dari memburuk mulut dan trakea
(1) menjadi membaik (5)  Pertahankan kepatenan jalan
nafas
 Pola nafas dari memburuk
 Tetap berikan oksigen saat
(1) menjadi membaik (5) pasien di tranportasi
 Warna kulit dari  Gunakan prangkat oksigen
memburuk (1) menjadi sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
membaik (5)
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
 Kolaborasi penguanaam
oksigen saat aktivitas atau tidur
5 Defisit Nutrisi
berhubungan dengan Setelah diberikan intervensi SIKI: Manajemen Nutrisi
nafsu makan menurun keperawatan selama ....x....jam (I.03119)
diharapkan status nutrisi Observasi
membaik dengan kreteria hasil  Identifikasi status nutrisi
SLKI: Status Nutrisi (L.03030)  Identifikasi makanan yang di
sukai
 Porsi makan yang  Monitor asupan makanan
dihabiskan dari menurun  Monitor berat badan
(1) menjadi meningkat (5)  Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
 Verbalisasi keinginnan Therapeutik

untuk menigkatkan nutris  Lakukan oral hygine sebelum


makan
dari menurun (1) menjadi
 Berikan makana tinggi serat
meningkat (5)  Sajikan makanan secara
menarik
 Berat badan dari  Berikan suplemen makanan
memburuk (1) menjadi  Berikan makanan tinggi kalori
membaik (5) dan tinggi protein
Edukasi
 Indek masa tubuh (IMT)  Anjurkan posisi duduk
dari memburuk (1)  Ajarkan diet yang di
programkan
menjadi membaik (5)
Kolaborasi
 Nafsu makan dari  Kolaborasi dalam pemberian
medikasi sebelum makan
memburuk (1) menjadi
 Kolaborasi dengan ahli gisi
membaik (5) untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
di perlukan
 Bising usus dari
SIKI:Promosi Berat badan (I.03136)
memburuk (1) menjadi
Observasi
membaik (5)
 Identifikasi kemungkinan
penyebab berat badan
 Membran mukosa dari berkurang
memburuk (1) menjadi  Monitor adanya mual dan
membaik (5) muntah
 Monitor berat badan
 Frekuensi makan dari
 Monitor albumin limposit dan
memburuk (1) menjadi elektrolit serum
membaik (5) Therapeutik
 Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makanan
 Hidangkan makana n secara
menarik
 Berikan suplemen makanan
 Sediakan makanan yang tepat
sesui kondisi pasien
Edukasi
 Jelaska jenis makanan yang
bergisi tinggi
 Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang di butuhkan
D. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan.

E. Evaluasi keperawatan

Tahap penilaian atau evalusi adalah perbandingan yang sistematis dan


terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman. 2007, Ilmu Kesehatan Anak 3. Infomedika Jakarta : Jakarta


Dr. Muhamad Ali Sodikin, 2017, Seminar Kesehatan Kejang Demam Di
Puskesmas, Jenggawah, Jember 12 Agustus 2017.
Ikatan Dokter Anak, 2016, Buku ajar neurologi anak, Jakarta, Ikatan
Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI).
Lestari, T, 2016, Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi
dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

You might also like