Professional Documents
Culture Documents
Subjective Well Being
Subjective Well Being
SKRIPSI
Oleh:
Rachmah Annurfatmah
NIM : 107070002502
1436 H / 2014 M
ABSTRACT
vii
ABSTRAK
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Shalawat dan salam
penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Terselesaikannya skripsi ini, tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak dalam rn:embetikan bimbifigan, masukan d"art
arahan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam
2. Neneng Tati Sumiati, M.si., Psi, sebagai Dosen Pembimbing I dan Luh Putu Suta
bimbingan, masukan, ktitikan, waktu serta tena.ga yang telah diberikan kepada·
perkuliahan.
4. Seluruh responden yang telah membantu mengisi angket penelitian yang saya
berikan. Tanpa bantuan mereka semua skripsi ini tidak akan ada.
5. Kedua orangtua penulis, Ibu Toto Indah Nirwana dan Bapak Dandan Annurdjaya
tiada henti, seluruh nasehat dan doa yang selau diberikan kepada penulis selama
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................ iii
PERNYATAAN ORISINALITAS................................................................ iv
MOTTO ......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR ISI TABEL .................................................................................... xiii
DAFTAR ISI GAMBAR................................................................................ xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................. 11
1.2.1. Pembatasan Masalah ........................................................... 1
1.2.2. Perumusan Masalah ........................................................... 13
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 14
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 15
1.4.1. Manfaat Teoritis .................................................................. 15
1.4.2. Manfaat Praktis .................................................................. 15
1.5. Sistematika Penulisan ................................................................... 15
xi
2.4.2. Usia...................................................................................... 39
2.4.3. Body Mass Index (BMI) ...................................................... 40
2.4.4. Jenis pekerjaan .................................................................... 42
2.5. Kerangka Berpikir ........................................................................ 42
2.6. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Format Skala Likert ........................................................................ 54
Tabel 3.2 Blue Print Skala Intuitive Eating .................................................... 55
Tabel 3.3 Blue Print Skala Afek Positif-Negatif ............................................ 56
Tabel 3.4 Blue Print Skala Konformitas ......................................................... 57
Tabel 3.5 Batas Ambang BMI menurut Depkes RI ....................................... 58
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Eating For Physical Rather Than
Emotional Reason .......................................................................... 60
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Unconditional Permission to Eat ................... 61
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Reliance on Internal Hunger and Satiety ....... 62
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Body-Food Congruence ................................. 63
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Subjective Well-Being Kognitif .................... 65
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Afek Negatif ................................................. 66
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Afek Positif .................................................. 68
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Konformitas Compliance ............................. 69
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Konformitas Acceptance. ............................. 71
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian ..................................................... 74
Tabel 4.2 Norma Skor .................................................................................... 76
Tabel 4.3 Distribusi Skor Intuitive Eating ...................................................... 77
Tabel 4.4 R Square ......................................................................................... 78
Tabel 4.5 Anova ............................................................................................. 78
Tabel 4.6 Koefisien Regresi ........................................................................... 79
Tabel 4.7 One Way Anova Pekerjaan dengan Intuitive Eating ....................... 82
Tabel 4.8 Proporsi Varian ............................................................................... 83
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,
penelitian.
Nutrisi buruk dan obesitas telah menjadi salah satu dari beberapa isu penting yang
dihadapi masyarakat pada masa kini (Deshpande, Basil & Basil 2009). Badan
kesehatan dunia (WHO dalam Odgen, 2010) memperkirakan bahwa 1,5 juta orang
dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih dan 400 juta mengalami
Riskesdas 2010, secara nasional dapat dilihat masalah gizi pada penduduk dewasa
di atas 18 tahun adalah: 12,6 persen kurus, dan 21,7 persen gabungan kategori
berat badan lebih (BB lebih) dan obese, yang bisa juga disebut obesitas.
badan selama ini adalah dengan membatasi asupan makanan (diet) dan
berhasil untuk mengurangi masa tubuh dalam jangka waktu yang panjang. Selain
itu, terdapat bukti bahwa diet dan upaya diet sesaat yang berulang atau sering
1
2
disebut juga sebagai diet yo-yo, dapat membahayakan baik pada kesehatan tubuh
percobaan diet seringkali tidak berhasil dan tidak meprediksi penurunan maupun
dan status kelebihan berat badan. Selain itu, para pelaku diet dapat mengalami
fluktuasi berat tubuh yang besar, distress emosional, dan resiko berkembangnya
itulah sangat dibutuhkan metode yang tidak hanya mengatasi status berat badan
dengan pendekatan yang lebih adaptif (Tylka, 2006). Kini penelitian psikologis
berada pada tahap awal dalam meneliti bagaimana perilaku makan adaptif dapat
pemahaman lebih baik mengenai bagaimana sikap dan perilaku adaptif dapat
Salah satu bentuk dari perilaku makan adaptif yang baru-baru ini
mendapat pengakuan adalah intuitive eating (Tylka & Wilcox, 2006). Tribole dan
3
adaptif yang ditandai oleh hubungan yang kuat dengan isyarat-isyarat internal dari
rasa lapar dan kenyang fisiologis (Tylka & Kroon Van Diest, 2013). Beberapa
psikolog dan ahli nutrisi berargumen bahwa perilaku makan ini tergolong adaptif
karena intuitive eating terkait dengan hubungan, pemahaman dan respon yang
kuat pada kebutuhan fisiologis internal yang berkaitan dengan rasa lapar dan
Tylka dan Kroon Van Diest (2013) mengemukakan bahwa intuitive eating
terdiri dari empat unsur utama yaitu unconditional permission (izin tanpa syarat)
untuk makan ketika lapar dan makan apa makanan yang diinginkan, makan untuk
tubuh daripada makan karena alasan emosi, keterkaitan antara isyarat rasa lapar
dan kenyang internal untuk menentukan kapan dan berapa banyak yang
nutrition‟ (nutrisi yang baik). Tidak ada pantangan pada jenis-jenis makanan yang
diabetes, alergi makanan), karena tubuh akan secara insting memilih berbagai
jenis makanan yang dapat mendukung keseimbangan nutrisi (Van Dyke &
Drinkwater, 2013).
lapar dan preferensi makanan. Selain itu juga tidak membuat pilihan makanan
berdasarkan apakah makanan itu berada pada kategori baik atau buruk. Kedua,
perilaku makan sehat. Secara lebih spesifik, Costanzo, Reichmann, Friedman, dan
Musante (2001) serta Herman, Polivy, Lank, dan Heatherton (1987) menemukan
bahwa, ketika diet restriktif menggantikan panduan sinyal lapar dan kenyang
bawaan, frekuensi makan berlebihan akan meningkat ketika berada dalam tekanan
emosi. Ketiga, keterkaitan antara isyarat lapar dan kenyang internal meliputi
kesadaran akan sinyal lapar dan kenyang tubuh dan meyakini sensasi tersebut
kesehatan dan fungsi tubuh mereka (seperti memilih makanan yang meningkatkan
tenaga, stamina dan performa tubuh) dan juga tetap terasa enak dimakan (Tylka &
memiliki mekanisme alami dari dalam diri mereka sendiri yang jika diizinkan
akan memastikan fungsi nutrisi yang baik pada berat badan yang sehat. Ketika
seseorang terhubung dengan “inner guide” (panduan dari dalam) atau mengakses
“inner wisdom” (kebijakan dari dalam), maka mereka akan lebih selaras dengan
kebutuhan fisik tubuhnya dan akan makan dengan cara yang mendukung
pemeliharaan berat badan yang sehat dan nutrisi yang positif. Pada saat yang sama
diet yang berbahaya, atau mengunyah tanpa arti (Hawks, Merril & Madanat,
2004).
5
Bacon, Stern, Marta, Van Loan dan Keim (2005) membuktikan melalui
pada “Health in every size” bahwa dengan pendekatan intuitive eating, partisipan
kesadaran dan respon pada sinyal tubuh pada akhirnya akan meningkatkan
kecenderungan seseorang untuk berperilaku makan secara intuitif. Eid dan Diener
evaluasi seseorang akan kehidupannya baik afektif dan kognitif. Subjective well-
resiko gangguan makan (Leon, Fulkerson, Perry, Keel, & Klump, 1999). Dalam
sumber lain afek negatif juga dihubungkan dengan karakteristik dari gangguan
6
makan, emosi negatif dasar diprediksi pada permulaan gejala bulimia pada dewasa
Pada tesis penelitian yang dilakukan Kroom Van Diest (2007) afek negatif
memiliki pengaruh secara negatif terhadap intuitive eating. Seperti yang kita
ketahui sebelumnya bahwa afek merupakan salah satu dimensi dari subjective
well-being. Sementara itu untuk dimensi kognitif dari subjective well-being, yaitu
kepuasan hidup, dapat dilihat pada penelitian Tylka dan Kroon Van diest (2013)
yang mengevaluasi Intuitive Eating Scale pada sampel remaja, menemukan bahwa
remaja dengan skor intuitive eating yang lebih tinggi memiliki BMI yang lebih
tekanan untuk mengurangi berat badan, diet dan memiliki tubuh kurus, lebih
sedikit afek negatif serta lebih memiliki afek positif. Selain itu mereka juga lebih
memiliki kepuasan akan tubuh, kepuasan hidup, self-esteem yang lebih tinggi
serta lebih sedikit gejala depresi. Selain itu skor intuitive eating juga secara positif
sebagai hasil dari tekanan kelompok (Myers, 2010). Dalam penelitian ini, tekanan
kelompok dikhususkan pada tekanan dari kelompok teman. Seperti yang telah
7
disebutkan Butcher, Mineka dan Hooley (2007) yang menyebutkan bahwa faktor
sosiokultural (pengaruh teman sebaya dan pengaruh media) merupakan salah satu
maladaptif (Tylka & Kroon Van Diest, 2013), maka peneliti memperkirkan bahwa
malu akan bentuk tubuh dapat memotivasi konformitas pada norma sosial.
Antisipasi atau rasa takut seseorang akan konsekuensi negatif dari rasa malu
(Noll & Fredrickson, 1998). Selain itu Vartanian dan Hopkinson (2010)
standar sosial akan konsep penampilan yang menarik serta dapat ditargetkan
dalam upaya untuk mengurangi internalisasi, body image yang negatif dan
gangguan makan.
kekakuan dan aturan konformitas, atau penerimaan dari kepatuhan pada norma
mengikuti isyarat lapar dan kenyang yang tidak dapat di prediksi) dan tidak secara
kaku mengikuti aturan eksternal mengenai kapan, apa, dan seberapa banyak
8
makan. Hal ini dapat berarti seseorang dengan intuitive eating biasanya akan
mengikuti isyarat dari luar, seperti karena mengikuti jam makan orang lain yang
behwa faktor demografis seperti jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh (BMI),
dan pekerjaan juga mempengaruhi intuitive eating. Pada penelitian Tylka dan
Kroon Van Diest (2013) laki-laki ditemukan memiliki skor intuitive eating dan
sub skala makan untuk kepentingan tubuh yang secara konsisten lebih tinggi
sedikit tergambarkan diantara sub skala intuitive eating lainnya, dengan derajat
masa dewasa (18 sampai dengan 25 tahun) seringkali berfokus pada tubuhnya dan
mengalami citra tubuh yang negatif seiring dengan pesan pesan media yang
menggambarkan bahwa wanita pada usia mereka dianggap sukses dengan bentuk
tubuh yang kurus dan menarik. Kemungkinan tingkatan dan hubungan intuitive
eating akan berbeda pada wanita yang berada pada tahapan perkembangan lainnya
seperti pada dewasa awal (antara 26 sampai dengan 39 tahun) dan dewasa tengah
seperti kualitas hubugan mereka, perubahan penampilan tubuh karena usia dan
& Isaacs; Santrock dalam Augustus-Horvath & Tylka 2011). Selain itu, pada
penelitian tersebut ditemukan bahwa perempuan pada dewasa awal memiliki daya
tahan yang lebih positif untuk mengadopsi perspektif apresiasi tubuh orang lain
utama dari Intuitive eating adalah secara akurat mengintepretasikan dan melekat
pada umpan balik insting dalam menetukan apa dan jumlah makanan yang
dikonsumsi. Maka dari itu, dengan menghiraukan apakah intuitive eating dengan
makan dengan intuitif seharusnya berkorelasi dengan indeks masa tubuh yang
berkurangnya berat badan, pada perempuan kaukasia dengan berat badan lebih
dan obese (Van Dyke & Drinkwater, 2013). Salah satu penelitiannya adalah
Scale dan menemukan bahwa intuitive eating berhubungan secara negatif dengan
indeks massa tubuh (BMI), perilaku gangguan makan dan diet restriktif pada
populasi mahasiswa.
penelitian yang sudah ada mengenai intuitive eating seringkali meneliti sampel
10
mahasiswa yang merupakan pelajar. Seperti pada penelitian Hawks et. al (2004)
yang meneliti intuitive eating pada sampel mahasiswa. Penelitian oleh Tylka
dalam empat studi dari 1.260 mahasiswi. Kemudian Tylka dan Kroon Van Diest
(2013), juga hanya meneliti intuitive eating pada mahasiwa dengan jumlah 1.405
mahasiswi dan 1,195 mahasiswa. Terdapat penelitian yang meneliti sampel pada
(2011) hanya saja tidak mengaitkan antara jenis pekerjaan seseorang secara
Dewasa awal sendiri dipilih oleh peneliti sebagai sampel karena meskipun
banyak kebiasaan makan muncul pada masa kanak-kanak, kebiasaan ini kemudian
seseorang dari ketergantungan pada orang tua menjadi kehidupan yang lebih
mandiri. Transisi di masa perguruan tinggi ini adalah periode yang sangat penting
membuat keputusan sendiri akan apa yang mereka konsumsi (Deshpande, et. al
2009). Masa dewasa awal (dewasa dini) dalam Hurlock (1980) dimulai pada umur
pada rentang usia dewasa awal. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk
melakukan sebuah penelitian skripsi pada dewasa awal dengan judul “pengaruh
awal”
secara keseluruhan, penelitian tidak mengalami pelebaran dan tetap fokus pada
berada pada dewasa awal untuk mengikuti isyarat fisik dari rasa lapar dan
kenyang ketika menentukan kapan, apa dan seberapa banyak dirinya makan.
intuitive eating dalam penelitian ini diukur melalui aspek-aspek yang terdiri
dari unconditional permission (izin tanpa syarat) untuk makan ketika lapar dan
makan apa makanan yang diinginkan, makan untuk tubuh daripada makan
karena alasan emosi, keterkaitan antara isyarat rasa lapar dan kenyang internal
afektif dalam penelitian ini diukur melalui aspek-aspek afek positif yang
merupakan keadaan penuh energi, konsentrasi dan rasa senang, serta afek
negatif yang merupakan dimensi umum dari tekanan dan rasa tidak senang
yang terdiri dari bermacam keadaan mood aversif seperti rasa takut, sedih, rasa
bersalah, atau sikap bermusuhan yang secara umum dirasakan oleh responden
kepuasan hidup responden pada usia dewasa awal secara keseluruhan, yang
perilaku atau kepercayaan responden yang berada pada usia dewasa awal
sebagai hasil nyata dari tekanan kelompok yang berkaitan dengan perilaku
jenis kelamin, usia, pekerjaan dan Body Mass Index (BMI) yang diperoleh dari
data identitas dalam angket yang diberikan pada responden dewasa awal (self
report).
6. Dewasa awal dalam penelitian ini adalah tahap perkembangan masa dewasa
awal (dewasa dini) yang dibatasi pada umur 18 sampai dengan 40 tahun, serta
13
diambil secara acak dengan teknik accidental sampling pada populasi yang
tertentu).
berikut :
awal?
2. Seberapa besar pengaruh intuitive eating pada dewasa awal yang dapat di
demografis?
dewasa awal?
5. Adakah perbedaan rata-rata intuitive eating pada dewasa awal yang signifikan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
dewasa awal.
awal.
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi masyarakat untuk
dapat membedakan isyarat lapar emosional dan fisik dengan intuitive eating.
Sehingga dapat mengurangi resiko gangguan makan klinis. Dan juga dapat
menjadikan intuitive eating sebagai salah satu upaya alternatif non diet untuk
BAB I: Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan
Pada Bab II ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang terkait dengan variabel
penelitian ini, antara lain teori Intuitive eating, subjective well-being dan
konformitas.
Pada Bab III, berisi tentang pendekatan dan metode penelitian, variabel penelitian,
Pada Bab IV akan disajikan presentasi dan analisis data yang meliputi gambaran
Pada Bab V akan disajikan tentang: kesimpulan, diskusi, dan saran, daftar
LANDASAN TEORI
Pada Bab ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang terkait dengan
variable penelitian ini, antara lain teori intuitive eating, subjective well-being dan
konformitas. Bab ini juga berisi tentang subjek penelitian, hipotesis dari penelitian
Menurut Van Dyke dan Drinkwater (2013), premis mendasar dibalik intuitive
eating adalah, bila kita mau mendengarkan, secara insting tubuh „mengetahui‟
kuantitas dan jenis makanan yang dikonsumsi untuk menjaga baik kesehatan
mekanisme alami dalam dirinya, yang jika dibiarkan akan memastikan fungsi
nutrisi yang baik pada berat badan yang sehat. Sementara itu Tribole dan Resch
(dalam Smith & Hawks, 2006) menyatakan intuitive eating sebagai salah satu
pendekatan anti-diet, yang berfokus pada isyarat kenyang dan lapar internal untuk
perilaku makan adaptif yang ditandai oleh hubungan yang kuat dengan isyarat-
17
18
isyarat internal dari rasa lapar dan kenyang fisiologis (Tylka & Kroon Van Diest,
2013). Individu yang makan secara intuitif tidak disibukkan dengan makanan atau
diet dan tidak me-label makanan tertentu sebagai "baik" atau "buruk." Meskipun
rasa itu penting, mereka seringkali memilih makanan untuk tujuan meningkatkan
fungsi tubuh mereka. Mereka sadar dan percaya pada isyarat-isyarat akan rasa
lapar dan kenyang yang berasal dari dalam tubuh mereka, dan menggunakan
isyarat ini untuk menentukan kapan dan seberapa banyak mereka harus makan .
pemahaman yang kuat serta makan sebagai respondari rasa lapar dan kenyang
internal fisik dan disertai dengan rendahnya preokupasi pada makanan (Tylka &
Wilcox, 2006)
Beberapa ahli psikologi dan ahli nutrisi mengungkapkan bahwa gaya makan ini
merupakan gaya makan yang adaptif karena intuitive eating berhubungan dengan
internal yang bersinggungan dengan rasa lapar dan kenyang seiring dengan
mekanisme alami dari dalam diri mereka sendiri yang jika diizinkan akan
memastikan fungsi nutrisi yang baik pada berat badan yang sehat. Ketika
seseorang terhubung dengan “inner guide” (panduan dari dalam) atau mengakses
19
“inner wisdom” (kebijakan dari dalam), maka mereka akan lebih selaras dengan
kebutuhan fisik tubuhnya dan akan makan dengan cara yang mendukung
pemeliharaan berat badan yang sehat dan nutrisi yang positif. Pada saat yang sama
diet yang berbahaya, atau mengunyah tanpa arti (Hawks, Madanat, Hawks &
Harris, 2005).
isyarat lingkungan, keadaan emosi atau faktor eksternal lainnya (Hawks, Merrill
& Madanat, 2004). Tidak ada pantangan pada jenis-jenis makanan yang dapat
alergi makanan), karena tubuh akan secara insting memilih berbagai jenis
makanan yang dapat mendukung keseimbangan nutrisi (Van Dyke & Drinkwater,
2013).
Konsep dari intuitive eating terdiri dari beberapa atribut kunci. Pertama,
kemampuan untuk secara jelas menyadari tanda-tanda fisik dari rasa lapar,
kebutuhan nutrisi dari tubuh. Ketiga, untuk seorang intuitive eater, efek fisik dari
tidak dikonsumsi secara tidak sadar ketika mengemudi atau menonton televisi,
nutrisi dan rasa lapar dari dalam tubuh. Keempat, seperti yang dipromosikan
filosofis yang menghargai kesehatan dan energi tubuh lebih tinggi daripada
sebagai rewards dari penampilan yang menarik. Terakhir, filosofi dari intuitive
eating secara terus-menerus menolak diet restriktif sebagai cara mengontrol berat
eating dalam hubungan dengan makanan yang terbuka dan tidak dibatasi yang
mempromosikan manajemen berat badan yang sehat dan self-esteem yang positif
(Hawks IES), menyimpulkan bahwa model Intuitive eating terdiri dari intrinsic
eating (kemampuan untuk menganali tanda fisik dari rasa lapar, kepuasan, dan
dengan cakupan yang luas dan makan apa yang diinginkan), anti diet atau
menghargai makanan dan memperhatikan efek fisik dari makan, dan terakhir self
care atau penghargaan lebih kepada kesehatan dan energi daripada penampilan
semata.
intuitive eating. Pertama, unconditional permission to eat when hungry and what
food is desired atau izin tanpa syarat dimana seseorang memperbolehkan dirinya
sendiri untuk makan apa yang ia inginkan pada saat lapar. Kedua, eating for
physical rather than emotional reasons atau makan untuk kepentingan tubuh
bukan karena alasan emosional. Ketiga, reliance on internal hunger and satiety
21
cues to determine when and how much to eat atau menentukan waktu dan porsi
makan berdasarkan isyarat internal dari rasa lapar dan kenyang. Komponen-
komponen ini saling berhubungan satu sama lain dan setiap komponen dibutuhkan
Tylka dan Kroon Van Diest (2013) dalam mengembangkan revisi dari
intuitive eating yang diungkapkan oleh Tribole dan Resch (2003), mengenai
yang meningkatkan tenaga, stamina dan performa tubuh) dan juga tetap terasa
enak dimakan.
Secara lebih rinci komponen - komponen intuitive eating terdiri dari empat
dorongan rasa lapar fisik mereka dan bukan untuk mengatasi fluktuasi ataupun
tekanan emosi. Herman dan Polivy (dalam Tylka & Wilcox, 2006),
memiliki dua pembatas dalam merespon rasa lapar dan kenyang. Ketika lapar,
mereka makan sebagai jalan keluar dari rasa lapar dan akan berhenti makan
tidak terkontrol dan berlawanan dengan batasan rasa lapar dan kenyang.
merespon sinyal lasa lapar fisiologis internal dan untuk makan mkanan yang
diinginkan pada saat itu Seseorang yang menggunakan strategi makan ini
tidak mencoba untuk membiarkan sinyal lapar yang mereka rasakan. Mereka
tidak boleh dan berusaha untuk menghindari makanan dalam kategori tidak
boleh.
waktu, banyaknya makanan dan jenis makanan yang bisa mereka makan
memanjakan dirinya dengan makanan, sebagai hasil dari persepsi aturan diet
yang telah dilanggar atau bahwa mereka telah makan makanan yang terlarang
yang tidak membatasi makan mereka (Fedoroff et al., dalam Tylka, 2006).
memberikan diri mereka sendiri izin tanpa syarat untuk makan. (Tylka, 2006)
mengendalikan perilaku makan mereka (Carper et al.; Tribole & Resch, dalam
pada well-being. Kesadaran ini merupakan bawaan sejak lahir, hanya saja
dengan aturan-aturan dari luar (larangan waktu, apa dan seberapa banyak porsi
mengatakan bahwa diet akan memberikan hasil yang sesuai harapan (Tylka,
2006).
Tylka dan Kroon Van Diest (2013) dalam mengembangkan revisi dari
dari intuitive eating yang diungkapkan oleh Tribole dan Resch (2003),
dirinya sendiri “bagaimana tubuh ini akan terasa karena makanan ini? Apakah
tenaga yang akan bertahan lama? Apa yang kurasakan setelah memakannya?”
menjadi petunjuk untuk memilih makanan di masa yang akan datang, namun
Tribole dan Resch (dalam Tylka & Kroon Van Diest, 2013)
pilihan makanan adalah baik faktor external (jenis makanan, konteks sosial dan
25
budaya) atau faktor internal dari individu (kepribadian, faktor sensorik dan
kognisi).
eating, yaitu :
1. Well-Being
being dan rendahnya gejala-gejala gangguan makan (Tylka & Wilcox, 2006).
afek positif. Selain itu Tylka (2006) dengan Intuitive Eating Scale (IES)
beberapa index well-being. Pada pengembangan IES-2, Tylka dan Kroon Van
2. Pengaruh caregiver
perilaku makan (Birch, 1999; Birch & Fisher, 2000; Cutting, Fisher, Grimm-
Thomas, & Birch, 1999; Fisher & Birch, 1999). Penelitian juga menunjukan
bahwa ketika orang tua memberikan pesan negatif pada anak-anak mereka
26
mengenai perilaku makan, berat atau bentuk badan dan penampilan fisik
mereka, resiko anak untuk memiliki citra tubuh yang negatif serta gejala
ditekankan para orang tua adalah jadwal makan yang kaku, pembatasan porsi
makanan serta pendapat mengenai perilaku makan anak mereka. Leann Birch
pada ketidakpuasan bentuk tubuh, indeks masa tubuh yang lebih banyak, dan
tingkat gangguan makan yang lebih tinggi (Birch, 1999; Birch & Fisher, 2000;
Birch (1999) menemukan bahwa ketika orang tua tidak mengijinkan makanan
tertentu pada seorang anak, maka makanan itu menjadi lebih diinginkan oleh
sang anak.
Selain itu label yang diberikan pada makanan sebagai baik atau tidak
Perilaku ini terkadang terbawa sampai masa dewasa, yang pada akhirnya
al,1999).
27
berhubungan dengan body attitudes dan perilaku makan pada perempuan dan
dan intuitive eating yang lebih rendah serta persepsi tekanan keluarga untuk
kurus dan gangguan makan yang lebih tinggi (Kroon Van Diest & Tylka,
2010).
3. Karakteristik kepribadian
kepribadian borderline pada bulimia (Cassin & Von Ranson, 2005). Bahkan
4. Tekanan lingkungan
emosi negatif yang disebabkan oleh internalisasi dari media yang berfokus
pada tubuh yang kurus dan berat badan. Salah satu dari penelitian tersebut
dapat mengarah pada gejala gangguan makan, depresi dan lebih tingginya
level ketidakpuasan tubuh pada pria dan wanita (Agliata & Tantleff-Dunn,
2004; Fredrickson & Roberts, 1997; Stice, Nemeroff, & Shaw 1996). Karena
internalisasi ini tidak dapat dicapai oleh kebanyakan individu, citra tubuh yang
negatif dan rasa malu pada tubuh seringkali muncul (Noll & Fredrickson,
1998). Citra tubuh dan rasa malu pada tubuh ini dapat mengarah pada
terlihat oleh orang lain dan lebih mengarah pada apa yang diri dan tubuh
inner experience dan menghormati kebutuhan tubuh, bisa menjadi salah satu
Alat ukur pertama yang diterbitkan dalam literatur akademis dikembangkan dan
diuji oleh Hawks, Merrill dan Madanat pada tahun 2004 (Van Dyke &
Drinkwater, 2013). Skala yang memiliki 27 item ini terdiri dari sub-skala intrinsic
eating (kemampuan untuk menganali tanda fisik dari rasa lapar, kepuasan, dan
dengan cakupan yang luas dan makan apa yang diinginkan), anti diet atau
menghargai makanan dan memperhatikan efek fisik dari makan, dan terakhir self
care atau penghargaan lebih kepada kesehatan dan energi daripada penampilan
semata.
30
Selain Intuitive Eating Scale (IES) oleh Hawks et. al (2004), Intuitive
Eating Scale oleh Tylka (2006) berdasarkan pada 10 prinsip intuitive eating yang
(UPE), Eating for Physical Rather Than Emotional Reasons (EPR); dan Reliance
Pada penelitian ini menggunakan alat ukur berupa The Intuitive eating
Scale-2 (Tylka & Kroon Van Diest, 2013), yang merupakan skala yang terdiri dari
serta pengujian skala baru yang dilakukan baik pada perempuan maupun laki-laki.
Diener (2000) mengungkapkan bahwa “good life” atau kehidupan yang baik, atau
disebut juga subjective well-being (SWB) dan dalam kalimat sehari-hari terkadang
baik afektif dan kognitif. Lebih lanjutnya, Diener, Oishi dan Lucas (2003)
evaluations of their lives, includes what lay people call happiness, peace,
sebuah kategori yang luas dari fenomena yang mencakup respon emosional,
sebagai keadaan sementara (mood) maupun sebagai trait yang relatif stabil
(kepuasan hidup).
Dasar dari subjective well-being (SWB), terdiri dari analisis ilmiah tentang
bagaimana orang menilai kehidupan mereka. Baik pada saat ini dan untuk jangka
waktu yang lebih lama seperti beberapa tahun kebelakang. Evaluasi ini meliputi
reaksi emosional akan suatu kejadian, mood, dan penilaian yang dibentuk
mengenai kepuasan hidup, capaian dan kepuasan pada domain tertentu seperti
Komponen subjective well-being dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi kognitif
(penilaian atau judgement) dan afektif dalam kehidupan setiap individu yang
sedang berlangsung dan merasa sehat secara psikologis (Dienner, et. al 1999)
1. Komponen kognitif
kepuasan hidup sebagai penilaian global atas kualitas kepuasan dalam hidup
penilaian dari seberapa puas seseorang dengan keadaan mereka sekarang ini
untuk dirinya sendiri, bukan ditentukan dari luar. pertanda dari wilayah
berdasarkan kriteria yang dinilai penting bagi peneliti (Diener et. al, 1985).
Dengan alasan ini Diener et. al (1985) merasa perlu untuk menanyakan kepada
Diener et. al, 1985), kebahagian memerlukan kepuasan total, yaitu kepuasan
kepuasan hidup dan juga dapat diukur dari kepuasan dan pencapaian dari
kepuasan hidup secara global dan evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu.
2. Komponen afektif
terhadap keberadaan afek positif dan negatif. Positive Affect (PA) dan
Negative Affect (NA) muncul sebagai dua dimensi dominan dari pengalaman
Negative Affect (NA) merupakan dimensi umum dari tekanan subjektif dan
keadaan susana hati yang aversif seperti kemarahan, jijik, muak, rasa
Sebagian besar alat ukur yang digunakan untuk mengukur subjective well-being
sebuah kontinum mulai dari “sangat bahagia” sampai dengan “sangat tidak
bahagia”. Salah satu skala yang memiliki nilai reabilitas yang tinggi dan paling
sering digunakan adalah Satisfaction With Life Scale oleh Diener et. al (1985)
untuk mengukur nilai individu mengenai kepuasan hidupnya dan positive Affect
Negative Affect Schedule oleh Watson, Clark dan Tellegen (1988) untuk
mengukur tingkat afek positif dan negatif individu pada satu waktu.
Pada penelitian ini menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari skala baku
The Satisfaction With Live Scale (Pavot & Diener, 1993), yang menggambarkan
tingkat kepuasan hidup seseorang secara keseluruhan. Pada skala baku berisi lima
jawaban menjadi empat pilihan jawaban, yaitu “sangat setuju (SS)“, “setuju
(S)“,“tidak setuju (TS)“ dan “sangat tidak setuju (STS)“. Sementara itu, subjective
well-being afektif diukur dengan menggunakan modifikasi dari skala baku dari
Watson dan Clark (1994) yaitu The PANAS-X, yang berupa kata-kata yang
2.3. Konformitas
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan sebagai hasil nyata atau
imaginasi dari tekanan kelompok (Myers, 2010). Wills (dalam Sarwono, 2006),
berhadapan dengan tekanan sosial dimana individu itu harus menyesuaikan diri.
Santrock (2003), konformitas adalah individu meniru sikap atau tingkah laku
orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh
melakukan tindakan atau mengadopsi sikap sebagai hasil dari adanya tekanan
Menurut Myers (2010), ada dua jenis konformitas yaitu compliance dan
acceptance.
1. Compliance
walaupun hatinya tidak setuju. Apabila perilaku menurut ini adalah terhadap
seseorang tampak dari luar ikut serta dengan kelompok sementara didalam
dengan kata lain agar disukai orang lain atau disebabkan oleh normative
2. Acceptance
oleh orang lain. Apabila individu tidak tahu atau bingung harus berbuat apa
The Conformity Scale oleh Mehrabian (2005) mengukur derajat sejauh mana
meniru mereka, menyerah pada orang lain untuk menghindari interaksi negatif
dan secara umum lebih memilih untuk menjadi pengikut daripada pemimpin
dalam hal ide , nilai-nilai , dan perilaku”. Skala ini terdiri dari tujuh item dengan
kata-kata positif (e.g., “ saya cenderung mengandalkan orang lain ketika harus
memutuskan secara cepat hal yang penting”) dan empat kata-kata negatif (e.g.,
”saya tidak mudah menyerah pada orang lain”). Partisipan menandai tujuh poin
skala likert mengenai sejauh apa mereka setuju-atau tidak setuju akan setiap
indikator yang diambil dalam teori. Dalam penelitian ini, konformitas diukur
Iintuitive eating memiliki konsep sebagai perilaku makan yang adaptif sementara
gangguan makan memiliki konsep sebagai perilaku makan maladaptif (Tylka &
Kroon Van Diest, 2013). Meskipun intuitive eating dan gangguan makan bukan
antara laki-laki dan perempuan menggunakan alat ukur EAT dan EDI,
laki-laki (Tata, Fox, & Cooper, 2001; Meyer & Waller, 1998).
Selain itu pada penelitian Tylka dan Kroon Van Diest (2013) laki-laki
ditemukan memiliki skor intuitive eating dan sub skala makan untuk kepentingan
Meskipun begitu perbedaan jenis kelamin lebih sedikit tergambarkan diantara sub
39
skala intuitive eating lainnya, dengan derajat perbandingan yang sangat sedikit
didorong melakukan diet untuk mencapai tubuh ideal yang disebarkan media.
tetapi tekanan ini tidak separah tekanan yang dialami perempuan untuk menjadi
akan sinyal internal dapat terganggu. Perbedaan jenis kelamin dalam tekanan
budaya ini bisa menjadi salah satu penjelasan yang potensial untuk adanya
perbedaan jenis kelamin pada intuitive eating (Fredrickson & Roberts dalam
2.4.2 Usia
Meskipun banyak kebiasaan makan muncul pada masa kanak-kanak, kebiasaan ini
sendiri (Odgen, 2010). Contohnya pada mahasiswa yang berada pada tahap
seseorang dari ketergantungan pada orang tua menjadi kehidupan yang lebih
mandiri. Transisi di masa perguruan tinggi ini adalah periode yang sangat penting
membuat keputusan sendiri akan apa yang mereka konsumsi (Deshpande, et. al
2009). Masa dewasa awal (dewasa dini) dalam Hurlock (1980) dimulai pada umur
masa dewasa (18 sampai dengan 25 tahun) seringkali berfokus pada tubuhnya dan
mengalami citra tubuh yang negatif seiring dengan pesan pesan media yang
menggambarkan bahwa wanita pada usia mereka dianggap sukses dengan bentuk
tubuh yang kurus dan menarik. Kemungkinan tingkatan dan hubungan intuitive
eating akan berbeda pada wanita yang berada pada tahapan perkembangan lainnya
seperti pada dewasa awal (antara 26 sampai denga 39 tahun) dan dewasa tengah
seperti kuliatas hubungan mereka, perubahan penampilan tubuh karena usia dan
& Isaac; Santrock, dalam Augustus-Hovarth dan Tylka 2011). Pada penelitian
tersebut ditemukan bahwa perempuan pada dewasa awal memiliki daya tahan
yang lebih positif untuk mengadopsi perspektif apresiasi tubuh orang lain
mengintepretasikan dan melekat pada umpan balik insting dalam menetukan apa
41
dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Maka dari itu, dengan menghiraukan
dengan indeks masa tubuh yang lebih rendah (Van Dyke & Drinkwater, 2013).
antara pendekatan intuitive eating dengan berat badan atau indeks massa tubuh.
orang-orang yang makan secara intuitif memang memiliki indeks massa tubuh
yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak makan secara intuitif,
perempuan kaukasian dengan berat badan lebih dan obese. Kemudian Sepuluh
intuitive eating memiliki indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan
dengan yang bukan. Dalam semua penelitian cross-sectional, tinggi dan berat
eating berhubungan secara negatif dengan indeks massa tubuh (BMI), perilaku
gangguan makan dan diet restriktif pada populasi mahasiswa. Ditahun selanjutnya
Hawks, Madanat, Hawks dan Harris (2005) meneliti hubungan antara intuitive
eating dan berbagai indikasi kesehatan pada mahasiswi dan salah satunya
42
masa tubuh. Kemudian pada tahun 2006, Smith dan Hawks menemukan bahwa
skor intuitive eating berhubungan dengan meningkatnya rasa nikmat dan rasa
senang makanan, skor BMI yang lebih rendah, serta lebih sedikit perilaku diet dan
Belum ada penelitian yang secara khusus mengaitkan antara pekerjaan dengan
intuitive eating. Hanya saja beberapa penelitian yang sudah ada mengenai intuitive
dalam penelitian Hawks et al. pada 2004 yang meneliti intuitive eating pada
Eating Scale (IES) mengumpulkan data dalam empat studi dari 1.260 mahasiswi.
Kemudian Tylka dan Kroon Van Diest (2013) juga hanya meneliti intuitive
eating pada mahasiwa dengan jumlah 1.405 mahasiswi dan 1,195 mahasiswa.
seperti pada penelitian Augustus-Hovarth dan Tylka (2011) hanya saja tidak
yang merupakan kemampuan yang telah dibawa sejak lahir. Hanya saja seiring
external (misal, mengharamkan kapan, apa, dan berapa banyak harus makan)
menemukan bahwa internalisasi dari thin-ideal yang ditawarkan oleh media dapat
mengarah pada gejala gangguan makan, depresi dan lebih tingginya level
ketidakpuasan tubuh pada pria dan wanita (Agliata & Tantleff-Dunn, 2004;
Fredrickson & Roberts, 1997; Stice, Nemeroff, & Shaw 1996). Karena
internalisasi ini tidak dapat dicapai oleh kebanyakan individu, citra tubuh yang
negatif dan rasa malu pada tubuh seringkali muncul (Noll & Fredrickson, 1998).
Citra tubuh dan rasa malu pada tubuh ini dapat mengarah pada kesehatan mental
puas akan hidupnya akan menghiraukan pengaruh media dan memilih untuk
Fulkerson, Perry, Keel, & Klump, 1999). Dalam sumber lain afek negatif juga
44
diprediksi pada permulaan gejala bulimia pada dewasa awal (Tyrka, Waldron,
Pada tesis penelitian yang dilakukan Kroom Van Diest (2007) afek negatif
memiliki pengaruh secara negatif terhadap intuitive eating. Seperti yang kita
ketahui sebelumnya bahwa afek merupakan salah satu dimensi dari subjective
well-being. Sementara itu untuk dimensi kognitif dari subjective well-being, yaitu
kepuasan hidup, dapat dilihat pada penelitian Tylka dan Kroon Van Diest (2013)
yang mengevaluasi Intuitive Eating Scale pada sampel remaja, menemukan bahwa
remaja dengan skor intuitive eating yang lebih tinggi memiliki lebih sedikit
mengurangi berat badan, diet dan memiliki tubuh kurus, lebih sedikit afek negatif
serta lebih memiliki afek positif. Selain itu mereka juga lebih memiliki kepuasan
akan tubuh, kepuasan hidup, self-esteem yang lebih tinggi. Selain itu skor intuitive
eating juga ditemukan secara positif memiliki hubungan dengan beberapa index
didapat dari berbagai sumber, seperti media dan significant others. Pada penelitian
penerimaan dari kepatuhan pada norma sosial. Karena intuitive eating berkaitan
dengan fleksibilitas (kesediaan untuk mengikuti isyarat lapar dan kenyang yang
tidak dapat di prediksi) dan tidak secara kaku mengikuti aturan eksternal
mengenai kapan, apa, dan seberapa banyak makan. Hal ini dapat berarti seseorang
dengan intuitive eating biasanya akan makan berdasarkan isyarat yang ada dari
mengikuti jam makan orang lain yang seringkali dilakukan banyak orang pada
Scheff (1988) menyatakan bahwa rasa malu akan bentuk tubuh dapat
memotivasi konformitas pada norma sosial. Antisipasi atau rasa takut seseorang
akan konsekuensi negatif dari rasa malu tersebut dapat melatarbelakangi perilaku
makan restriktif dan gangguan makan (Noll & Fredrickson, 1998). Selain itu
menjadi faktor resiko intenalisasi standar sosial akan konsep penampilan yang
menarik serta dapat ditargetkan dalam upaya untuk mengurangi internalisasi, body
image yang negatif dan gangguan makan. Oleh sebab itu peneliti memperkirakan
dimana semakin rendah angka konformitas, maka akan semakin tinggi tingkat
Berdasarkan jenis kelamin, dalam penelitian Tylka dan Kroon Van Diest
(2013) laki-laki ditemukan memiliki skor intuitive eating dan sub skala makan
untuk kepentingan tubuh yang secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan
diantara sub skala intuitive eating lainnya, dengan derajat perbandingan yang
bahwa orang-orang yang memasuki masa dewasa (18 sampai dengan 25 tahun)
seringkali berfokus pada tubuhnya dan mengalami citra tubuh yang negatif seiring
dengan pesan pesan media yang menggambarkan bahwa wanita pada usia mereka
dianggap sukses dengan bentuk tubuh yang kurus dan menarik. Kemungkinan
tingkatan dan hubungan intuitive eating akan berbeda pada wanita yang berada
pada tahapan perkembangan lainnya seperti pada dewasa awal (antara 26 sampai
dengan 39 tahun) dan dewasa tengah (antara 40 sampai dengan 65 tahun) seiring
tanggung jawab mereka. Selain itu, pada penelitian tersebut ditemukan bahwa
perempuan pada dewasa awal memiliki daya tahan yang lebih positif untuk
perempuan yang baru memasuki dewasa dan perempuan pada dewasa tengah.
utama dari Intuitive eating adalah secara akurat mengintepretasikan dan melekat
47
pada umpan balik insting dalam menetukan apa dan jumlah makanan yang
dikonsumsi. Maka dari itu, dengan menghiraukan apakah intuitive eating dengan
makan dengan intuitif seharusnya berkorelasi dengan indeks masa tubuh yang
lebih rendah (Van Dyke & Drinkwater, 2013). Penelitian klinis mendukung
perempuan ras kaukasia dengan berat badan lebih dan obese (Van Dyke &
Drinkwater, 2013). Salah satu penelitiannya adalah Hawks et. al (2004) dalam
bahwa intuitive eating berhubungan secara negatif dengan indeks massa tubuh
(BMI), perilaku gangguan makan dan diet restriktif pada populasi mahasiswa.
Konformitas : compliance
Jenis kelamin
Usia
Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat pengaruh IV yang diketahui terhadap
sedangkan DV dalam penelitian ini adalah intuitive eating. Dalam hal ini, IV dari
faktor demografis yang bersifat kategorik seperti jenis kelamin, usia dan BMI,
1. Hipotesis Mayor :
2. Hipotesis Minor:
H0-5 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin terhadap
intuitive eating
49
H0-6 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari usia terhadap intuitive
eating
H0-7 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari Body Mass Index (BMI)
Pada penelitian ini hipotesis yang diuji adalah hipotesis nihil (H0), yaitu:
dianalisis secara terpisah. Hipotesis yang diuji adalah hipotesis nihil (H0),
yaitu: “Tidak ada perbedaan rata-rata intuitive eating yang signifikan pada
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas tentang populasi dan sampel, variabel
dan reliabilitas intrumen serta analisis data yang digunakan untuk menemukan
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berada pada kelopok usia
dewasa awal. Kelompok usia dewasa awal yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah tahap perkembangan masa dewasa awal (dewasa dini) yang dimulai pada
angket fisik. Namun setelah turun lapangan jumlah seluruh sampel yang merespon
50
51
angket melebihi jumlah responden yang ditentukan yakni sebanyak 159 orang
responden.
disebutkan pada bab sebelumnya. Adapun dalam penelitian ini yang dijadikan
IV6: Usia
IV8: Pekerjaan
Dari definisi konseptual yang telah dijelaskan dalam bab dua, kemudian peneliti
adaptif yang ditandai oleh hubungan yang kuat dengan isyarat-isyarat internal
dari rasa lapar dan kenyang fisiologis yang dapat terindikasi melalui pola
makan seseorang, dimana seseorang makan karena mereka lapar secara fisik
mencoba untuk menghiraukan sinyal dari rasa lapar yang mereka rasakan,
‘tidak dapat diterima’ juga mencoba untuk menjauhi makanan dalam kategori
‘tidak dapat diterima’; mempercayai akan isyarat lapar dan kenyang dan
bergantung pada isyarat ini untuk memandu perilaku makan mereka; serta
dibutuhkan tubuh.
sementara afek negatif merupakan dimensi umum dari tekanan dan rasa
tidak senang yang terdiri dari bermacam keadaan mood aversif seperti rasa
keseluruhan.
kelompok).
Dalam penelitian ini alat yang digunakan sebagai pengumpulan data adalah
dengan menggunakan skala model Likert. Skala model Likert adalah suatu
dengan nilai sikap, subjek menanggapi setiap butir dengan menggunakan taraf
setuju (favorable) atau tidak setuju (unfavorable) terhadapnya. Skor untuk butir-
butir yang terdapat dalam skala dijumlahkan atau dijumlah rata-rata untuk
mendapatkan skor sikap individu. Pernyataan (item) dalam skala model Likert ini
Skala dalam penelitian ini terdapat empat kategori jawaban dan masing-
Tabel 3.1
Dalam penelitian ini, subjek akan diberikan skala yang terdiri dari tiga
bagian, yaitu bagian pengantar, berisi tentang nama peneliti, tujuan dari
terima kasih peneliti. Kemudian bagian data kontrol, berisi tentang data-data
subjek seperti nama, usia, jenis kelamin, berat serta tinggi badan, pekerjaan, status
diet dan status kesehatan. Serta bagian inti, berisi alat ukur penelitian yaitu alat
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari empat alat ukur.
1. Intuitive eating
yang disusun oleh Tylka dan Kroon Van diest (2013) yaitu The Intuitive
eating Scale-2 (IES-2). Skala ini terdiri dari 21 item. dengan lima pilihan
jawaban, yaitu ‘sangat setuju’, ‘setuju’, ‘netral’, ‘tidak setuju’ dan ‘sangat
tidak setuju’ dengan rentang skor 1-5. Bagi item favorable skor tertinggi jika
menjawab ‘sangat setuju’ dan skor terendah jika menjawab ‘sangat tidak
55
Tabel 3. 2
2. Subjective well-being
a. Afektif
dari skala baku dari Watson dan Clark (1994) yaitu The PANAS-X, yang
umum. Pada skala baku The PANAS-X terdiri dari 60 item yang
menggambarkan 11 afek spesifik yang terdiri dari empat emosi negatif dasar
yaitu rasa takut, sedih ,rasa bersalah dan Hostility; tiga emosi positif dasar
56
emosi negatif dasar dan tiga emosi positif dasar dari skala baku The PANAS-
atau tidak sama sekali’, ‘sedikit’, ‘sedang’, ‘sedikit banyak’ dan ‘sangat
banyak’ dengan rentang skor 1-5. Berikut ini adalah Blueprint skala afek
positif-negatif:
Tabel 3.3
Satisfaction With Live Scale (Pavot & Diener, 1993), yang menggambarkan
memiliki tujuh pilihan jawaban, yaitu ‘sangat tidak setuju’, ‘tidak setuju’,
‘sedikit tidak setuju’, ‘netral’, ‘sedikit setuju’, ‘setuju’, dan ‘sangat setuju’
dengan rentang skor 1-7. Namun pada penelitian ini peneliti mengganti pilihan
57
jawaban menjadi empat kategori jawaban yaitu ‘sangat tidak setuju’, ‘tidak
3. Konformitas
sendiri skala yang akan digunakan di dalam penelitian. Skala ini disusun
jawaban, yaitu ‘sangat setuju’, ‘setuju’, ‘ragu’, ‘tidak setuju’ dan ‘sangat tidak
setuju’ dengan rentang skor 1-5. Untuk pernyataan favorable skor 5 untuk
jawaban ’sangat setuju’, skor 4 untuk jawaban ‘setuju’, skor 3 untuk jawaban
‘ragu’, skor 2 untuk jawaban ‘tidak setuju’ dan skor 1 untuk jawaban ‘sangat
Tabel 3.4
Menghindari penolakan 6, 7, 8 9, 10
Pada penelitian ini, untuk mengetahui faktor demografis, yaitu jenis kelamin,
BMI pada penelitian ini merupakan skor yang diperoleh dari hasil
BMI ini digunakan untuk pengukuran berat badan yang dihubungkan dengan
Tabel 3.5
Kategori IMT
Sangat kurus < 17,0
Kurus 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk 25,1 – 27,0
Sangat gemuk > 27,0
(Riskesdas 2010)
konstruk alat ukur. Untuk menguji validitas konstruk digunakan analisis faktor
konfirmatori (CFA). Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam
Peneliti menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
variabel intuitive eating dibagi menjadi empat aspek yaitu, eating for physical
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-
pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu eating for physical rather than emotional
reason.
mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut:
60
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Eating for Physical Rather than Emotional Reason.
Pada tabel di atas, nilai t koefisien muatan faktor pada item 19 tidak
Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan
negatif, maka diketahui ada satu item yang muatan faktornya negatif. Pada
didrop adalah item 19 karena memiliki nilai t < 1,96 dan memiliki muatan
faktor yang negatif. Artinya, item 19 tidak akan dianalisis dalam perhitungan
skor faktor.
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-
pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
Berikut:
Tabel 3.7
Pada tabel di atas, seluruh nilai t koefisien muatan faktor item pada
memiliki nilai t > 1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-
pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
mengukur satu faktor saja yaitu reliance on internal hunger and satiety.
mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut:
Tabel 3.8
Pada tabel di atas, seluruh nilai t koefisien muatan faktor item pada
karena memiliki nilai t > 1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif.
4. Body-food congruence
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model diperoleh model fit dengan
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan
mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut:
Tabel 3.9
nilai t > 1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga dapat
64
pada dirinya masing-masing, dan tidak hanya mengukur apa yang seharusnya
Peneliti menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
variabel subjective well-being dibagi menjadi dua aspek yaitu, subjective well-
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-
pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
hidup).
mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut:
Tabel 3.10
memiliki nilai t > 1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga
a) Afek negatif
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-
pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut:
Tabel 3.11
pada aspek afek negatif dapat dikatakan signifikan karena memiliki nilai t >
1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga dapat disimpulkan
b) Afek positif
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan
> 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji
Tabel 3.12
pada aspek afek negatif dapat dikatakan signifikan karena memiliki nilai t
> 1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga dapat
apa yang seharusnya diukur. Sehingga tidak ada item yang di drop.
Peneliti menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
konformitas acceptance.
69
1. Konformitas compliance
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-
pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut:
Tabel 3.13
Pada tabel di atas, nilai t koefisien muatan faktor pada item dua dan
lainnya signifikan. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada
yang bermuatan negatif, maka diketahui tidak ada item yang muatan faktornya
negatif. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang
item yang didrop adalah item dua dan sembilan karena memiliki nilai t < 1,96
dan memiliki muatan faktor yang negatif. Artinya, item dua dan sembilan
2. Konformitas acceptance
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor tidak fit dengan Chi-
pada item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut:
Tabel 3.14
pada aspek afek negatif dapat dikatakan signifikan karena memiliki nilai t >
1,96 dan memiliki muatan faktor yang negatif. Sehingga dapat disimpulkan
being, konformitas, jenis kelamin, usia, dan BMI yang mempengaruhi intuitive
eating, maka peneliti mengolah data yang didapat dengan menggunakan teknik
regresi berganda ini digunakan agar dapat menjawab hipotesis nihil yang ada di
variable subjective well-being, konformitas, usia, jenis kelamin dan BMI, maka
Y = intuitive eating
a = konstan intersepsi
b = koefisien regresi
X3 = konformitas complience
X4 = konformitas acceptance
X5 = usia
X6 = jenis kelamin
X7 = BMI
konformitas, usia, jenis kelamin dan BMI. Besarnya kemungkinan intuitive eating
yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh
dapat diuji dengan menggunakan uji F. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya,
Maksud uji T adalah melihat apakah signifikan dampak dari tiap IV terhadap DV.
Hasil uji T ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti
nantinya.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas presentasi dan analisis data yang meliputi gambaran umum
subjek dan hasil penelitian yang meliputi analisis deskriptif, kategorisasi skor
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 159 responden dewasa awal. Berikut ini
akan dijelaskan gambaran sampel berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, indeks
masa tubuh, status kesehatan dan status diet responden pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1
No. Karakteristik Sampel Sampel n=159 No. Karakteristik Sampel Sampel n=159
Penelitian n (%) Penelitian n (%)
1 Jenis Laki-laki 48 (30.19 %) 4 Indeks masa Sangat kurus 10 (6.29%)
kelamin Perempuan 111 (69.81 %) tubuh Kurus 21 (13.21%)
2 Usia 18-25 tahun 134 (84.28 %) Normal 112 (70.44%)
26-40 tahun 25 (15,72) Gemuk 4 (2.52%)
3 Pekerjaan Tidak bekerja 6 (3.77%) Sangat gemuk 12 (7.55%)
Pelajar/
91 (57.23%)
mahasiswa 5 Adanya Ya 17 (10.7%)
Ibu rumah status Tidak 142 (89.3%)
14 (8.80%) kesehatan
tangga
tertentu
Karyawan 26 (16.35%)
Wirausaha 6 (3.77%) 6 Adanya Ya 13 (8.18%)
Lain-lain 16 (10.06%) Status diet Tidak 146 (91.82%)
74
75
dimana sampel perempuan mendominasi sebanyak 69,81 % dari 159 sampel dan
4. Berdasarkan indeks masa tubuh didominasi oleh sampel dengan indeks masa
5. Dilihat dari persentase responden berdasarkan skor adanya status kesehatan yang
dalam penelitian ini adalah sampel yang tidak memiliki status kesehatan yang
mendominasi dalam penelitian ini adalah sampel yang tidak melakukan diet.
76
OCD, diet mayo, serta diet yang mengurangi jenis, porsi atau waktu makan.
Kategorisasi pada variabel ini dibuat menjadi dua interval yaitu rendah dan tinggi.
dengan menggunakan nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum dan
minimum dari variabel. Pada penelitian ini diketahui intuitive eating memiliki mean
sebesar 63.1761 dengan stadar deviasi (SD) sebesar 5.65186. Selain itu diketahui pula
nilai minimum intuitive eating sebesar 40.00 dan nilai maksimum sebesar 78.00.
Skor yang digunakan pada dependent variable dalam kategorisasi ini adalah
real score. Oleh karena itu, dengan menggunakan mean dari norma skor, maka dapat
ditetapkan norma seperti yang tertera pada tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2
Norma Skor
Kategori Norma
Tinggi X ≥ Mean
Rendah X < Mean
persentase kategori intuitive eating dengan bantuan software SPSS 16.0. sehingga
gambaran Intuitive eating pada 159 dewasa awal yang menjadi responden dalam
Table 4.3
Jenis kelamin
Kategori N %
Perempuan Laki-laki
Rendah 54 16 70 44
Tinggi 57 32 89 56
Total 111 48 159 100
Intuitive eating yang tinggi adalah sebanyak 89 orang (56%) dan 70 responden (44%)
Pada tahapan ini, peneliti akan menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan
teknik analisis berganda dengan bantuan software SPSS 16.0. Seperti yang telah
disebutkan pada bab tiga, bahwa dalam regresi ada tiga hal yang dilihat yaitu,
pertama melihat besaran R square (R2) untuk mengetahui berapa persen (%) varians
besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians Dependent Variable
78
yang dijelaskan oleh Independent Variable. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.4
R Square
0,234. Artinya, pengaruh dari intuitive eating yang dijelaskan oleh seluruh
Tabel 4.5
Anova
Dari tabel diatas, jika melihat kolom paling kanan (kolom sig.), diketahui
bahwa nilai sig= 0.000<0.05, maka pengujian hipotesis nihil yang menyatakan tidak
ada pengaruh bersama yang signifikan antara seluruh Independent Variable terhadap
Dependent Variable ditolak. Hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh yang
konformitas compliance, konformitas acceptance, jenis kelamin, usia, dan Body Mass
nilai signifikansi yang terdapat pada kolom paling kanan (kolom sig.) menunjukkan
angka dibawah 0,05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya
terhadap Dependent Variable dan sebaliknya. Adapun hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 4.6
Koefisien Regresi
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 57.391 8.637 6.644 .000
SWB kognitif -.014 .087 -.014 -.159 .874
SWB afektif .099 .081 .104 1.219 .225
Konformitas compliance* -.222 .098 -.213 -2.267 .025*
Konformitas acceptance* -.222 .096 -.215 -2.323 .022*
Jenis kelamin 2.574 1.503 .128 1.713 .089
Usia .379 .204 .137 1.857 .065
Body Mass Index .044 .185 .018 .239 .812
Keterangan: tanda (*) menunjukkan variabel yang signifikan
80
acceptance. Sedangkan, variabel lainnya tidak signifikan. Hal ini berarti, dari tujuh
hipotesis minor, hanya terdapat dua hipotesis yang signifikan, yaitu H0-3 dan H0-4,
Dengan demikian, dapat disusun persamaan regresi dari intuitive eating sebagai
berikut:
3. Konformitas compliance
eating.
4. Konformitas acceptance
5. Jenis kelamin
6. Usia
0,812>0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel Body Mass Index (BMI)
demografis pekerjaaan yang berupa variabel kategorik secara terpisah. Hal ini
dua cara yakni regresi secara bersama dengan menggunakan teknik dummy coding,
atau bisa juga dilakukan dengan regresi terpisah dengan menggunakan one-way
anova.
Untuk menjawab ada atau tidaknya perbedaan rata-rata yang signifikan antara
masing-masing jenis pekerjaan maka dapat dilihat dari table 4.7 dibawah ini :
Tabel 4.7
Jika melihat kolom paling kanan (kolom sig.), diketahui bahwa nilai sig=
0.321<0.05, maka pengujian hipotesis nihil diterima. Hal ini menunjukkan bahwa
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata intuitive eating yang
yang memiliki pengaruh paling besar terhadap Dependent Variable dapat dilihat
melalui kolom standardized coefficient beta pada tabel 4.6 koefisien regresi. Dengan
83
dapat disimpulkan sebagai prediktor yang memiliki pengaruh yang paling besar
bahwa dalam penelitian ini konformitas acceptance merupakan prediktor yang paling
Tabel 4.8
change= 0,656>0,05.
0,018<0,05.
6. Diketahui bahwa R2 change dari usia terhadap Intuitive eating adalah 0,018,
7. Diketahui bahwa R2 change dari BMI terhadap Intuitive eating adalah 0,000,
variable yang diteliti, ternyata hanya terdapat tiga independent variable yang
konformitas acceptance dan jenis kelamin. Adapun urutan independent variable yang
signifikan dari yang paling besar sampai dengan paling kecil memberikan sumbangan
terhadap Intuitive eating jika dilihat dari nilai R2 change nya, yaitu konformitas
compliance sebesar 11,7%, konformitas acceptance sebesar 3,8% dan jenis kelamin
sebesar 2,4%
BAB 5
Pada bab lima ini peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang
telah dilakukan. Bab ini terdiri dari kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil
penelitian.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah ada pengaruh bersama yang signifikan dari subjective well-being
compliance, jenis kelamin, usia dan Body Mass Index (BMI) responden terhadap
Pengaruh terhadap intuitive eating pada dewasa awal yang dapat diprediksi
konformitas acceptance, konformitas compliance, jenis kelamin, usia dan Body Mass
Index (BMI) adalah sebesar 23,4%, sedangkan 76,6% sisanya dipengaruhi oleh
diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari subjective well-being serta
Sementara itu diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari konformitas
86
87
terhadap intuitive eating pada dewasa awal. Pengaruh yang signifikan ini terjadi pada
itu tidak ada pengaruh yang signifikan dari data demografis , usia dan Body Mass
Prediktor dengan pengaruh paling besar terhadap intuitive eating pada penelitian
ini adalah konformitas acceptance. Selain itu, tidak terdapat perbedaan rata-rata
5.2 Diskusi
intuitive eating pada dewasa awal, yaitu subjective well-being, konformitas dan faktor
demografis seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan dan Body Mass Index (BMI)
responden. Berdasarkan data yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, diketahui
bahwa seluruh faktor secara bersama mempengaruhi intuitive eating pada dewasa
dengan arah pengaruh yang negatif. Hal ini menggambarkan bahwa semakin rendah
konformitas seseorang maka semakin tinggi tingkat intuitive eating-nya. Hal ini
eating mungkin saja berkaitan secara negatif dengan kekakuan dan aturan
konformitas, atau penerimaan dari kepatuhan pada norma sosial. Hal ini mungkin saja
88
mengikuti isyarat lapar dan kenyang yang tidak dapat di prediksi) dan tidak secara
kaku mengikuti aturan eksternal mengenai kapan, apa, dan seberapa banyak makan.
Hal ini dapat berarti seseorang dengan intuitive eating biasanya akan makan
berdasarkan isyarat yang ada dari tubuhnya dibandingkan dengan mengikuti isyarat
dari luar, seperti konformitas dengan contoh perilaku seperti menunggu teman untuk
makan yang seringkali dilakukan banyak orang pada saat makan siang bersama.
sosiokultural (pengaruh teman sebaya dan pengaruh media) merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku makan abnormal yang merupakan salah satu
bentuk perilaku makan maladaptif. Maka dalam hal ini terbukti bahwa intuitive eating
yang merupakan salah satu bentuk perilaku makan adaptif juga dipengaruhi oleh
salah satu faktor sosiokultural, yakni konformitas, hanya saja semakin seseorang
tidak berperilaku sesuai dengan pengaruh orang lain, semakin mungkin individu
Salah satu dari kedua dimensi konformitas pada penelitian ini bahkan menjadi
laku maupun keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok yang diterimanya.
bukti realitas yang diberikan oleh orang lain. Jadi jika individu tidak tahu atau
89
bingung harus berbuat apa maka ia akan menjadikan perilaku kelompok sebagai
intuitive eating, baik pada dimensi kognitif maupun afektif. Hal ini tidak sesuai
kognitif) berhubungan secara positif dengan intuitive eating (Tylka & Kroon Van
Diest, 2013). Penelitian Tylka dan Kroon Van Diest (2013) ini juga mengungkapkan
bahwa intuitive eating berhubungan secara positif dengan afek positif dan
Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang bisa
yang tampaknya menjadi faktor yang sangat kuat dalam kaitannya dengan adaptasi
seseorang terhadap derajat kondisi yang baik dan buruk dalam hidupnya. Kejadian
apa yang dipersepsikan sebagai baik atau buruk ini dengan value dan goal yang
subjective-well being mereka. Selain itu masih banyak faktor budaya dan sosial
(Diener, 2000).
memiliki perbedaan rata-rata intuitive eating dengan perempuan. hasil penelitian ini
perbedaan jenis kelamin pada intuitive eating (Tylka & Kroon Van Diest, 2013;
Hawks et. al, 2004; Smith & Hawks, 2006) serta perbedaan rata-rata jenis kelamin
dengan gangguan makan (Meyer & Waller, 1998 Murnen & Smolak, 1997; Tata,
makan (American Psychiatric Association, 2000). Selain itu, terdapat juga penelitian
menggunakan alat ukur EAT dan EDI, menemukan bahwa perempuan mendapatkan
skor yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Tata et al., 2001; Meyer & Waller,
1998). Hal ini mungkin terjadi dikarenakan kekurangan dalam penelitian ini dimana
jumlah responden berdasarkan jenis kelamin yang tidak seimbang, dimana responden
perempuan mendominasi sampel. sehingga ada kemungkinan data yang ada belum
eating. Mungkin hal ini disebabkan oleh proporsi usia responden pada penelitian ini
yang tidak berimbang. Responden yang berusia dibawah 25 tahun lebih mendominasi
sample penelitian dibandingkan dengan yang berusia diatas 25 tahun. Hasil penelitian
ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Augustus-Hovart dan Tylka (2011)
yang menemukan adanya perbedaan kelompok usia terhadap intuitive eating. Namun,
perlu diingat bahwa pada penelitian Augustus-Hovart dan Tylka (2011) ini hanya
91
acceptance dari intuitive eating. Selain itu pada penelitian tersebut sample
dikelompokan kedalam tiga rentang usia, yakni emerging adult (memasuki dewasa),
early adult (dewasa awal) dan middle adult (dewasa tengah) yang menemukan bahwa
kelompok usia dewasa tengah ternyata memiliki skor intuitive eating yang paling
rendah. kemudian, skor intuitive eating pada sample yang memasuki dewasa (18-25)
dan dewasa awal (26-39) memiliki tingkat ketahanan dalam mengadopsi perspektif
dari orang lain akan tubuh mereka, penghargaan pada tubuh, dan intuitive eating yang
hampir serupa.
bahwa untuk semua kelompok usia, bertambahnya persepsi social support berkaitan
dengan persepsi penerimaan tubuh dari orang lain yang lebih tinggi. Ketika
akan lebih memiliki daya tahan dalam mengadopsi perspektif orang lain akan tubuh
mereka dan akan merasa lebih menghargai tubuh mereka. Daya tahan dalam
mengadopsi perspektif orang lain ini berhubungan secara unik dengan penghargaan
pada tubuh dan intuitive eating. Perempuan akan lebih menghargi tubuh mereka dan
makan berdasarkan sinyal rasa lapar dan kenyang ketika mereka tidak berfokus pada
bagaimana tubuh mereka dimata orang lain. Sementara itu dalam penelitian ini
resonden terdiri dari jenis kelamin yang berbeda, yang mungkin memiliki
pengetahuan penulis yang terbatas, masih belum ada penelitian yang melihat
hubungan usia dengan intuitive eating pada sample berjenis kelamin heterogen.
Pada penelitian ini juga tidak terlihat adanya pengaruh BMI pada intuitive
indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak
makan secara intuitif, setidaknya diantara mahasiswa dan perempuan. Sepuluh dari
eating memiliki indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
bukan (Van Dyke & Drinkwater, 2013). Salah satu diantaranya adalah Hawks et. al
(2004) yang menemukan bahwa intuitive eating berhubungan secara negatif dengan
indeks massa tubuh (BMI), perilaku gangguan makan dan diet restriktif pada populasi
mahasiswa.
dalam penelitian ini didominasi oleh responden yang tergolong normal, sehingga
memungkinkan tidak terlihatnya pengaruh BMI terhadap intuitive eating. Selain itu
pada penelitian ini tinggi dan berat badan yang dinyatakan responden merupakan self-
report dan bukan merupakan hasil pengukuran dengan antropometri yang standar.
Hal ini mengakibatkan skor BMI yang didapat bisa menjadi tidak representatif.
Selain itu meskipun pada hasil deskriptif pekerjaan wirausaha memiliki rata-
rata intuitive eating yang lebih tinggi dibandingkan seluruh kategori pekerjaan
lainnya, pekerjaan responden dalam penelitian ini ternyata tidak memiliki perbedaan
93
rata-rata yang signifikan terhadap intuitive eating. Hal ini dimungkinkan karena
tertentu yang diperkirakan akan mempengaruhi perilaku makan seperti pada orang-
orang yang bekerja pada dunia kesehatan (dokter, perawat, dsb) atau pekerjaan yang
menuntut penampilan (aktris, model, dsb). Pada penelitian ini sampel yang masuk
berdasarkan pekerjaan-perjaan tersebut tidak lebih dari tiga orang sehingga hanya
5.3 Saran
banyak kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis memberikan beberapa saran untuk
selanjutnya yang terkait dengan penelitian serupa. Saran tersebut berupa saran
to eat, Reliance on internal hunger and satiety dan Body-food choice. Hal ini
94
eating yang dimiliki seseorang. Dengan begitu akan didapat saran praktis
berbeda untuk melihat keragaman hasil penemuan. Seperti meneliti pada usia
sebenarnya.
berbeda seperti pada populasi yang memiliki masalah kesehatan tertentu yang
Hasil penelitian ini memiliki implikasi bagi, masyarakat dan psikolog kesehatan
1. Masyarakat
menentukan apa yang dimakan, waktu makan ataupun pola makan hanya
karena tekanan sosial, ataupun hanya untuk penerimaan sosial sehingga dapat
2. Psikolog Klinis
Penelitian ini bisa menjadi masukan bagi para psikolog klinis/konselor untuk
membuat program dengan pendekatan intuitive eating agar klien dapat dapat
lebih mengenali isyarat internal tubuh dalam intuitive eating sebagai acuan
untuk makan dan mengalihkan emosi mereka pada bentuk coping yang lebih
proaktif.
DAFTAR PUSTAKA
Agliata, D., & Tantleff-Dunn, S. (2004). The impact of media exposure on males'
body image. Journal of Social and Clinical Psychology, 23(1), 7-22.
Avalos, L. C., & Tylka, T. L. (2006). Exploring a model of intuitive eating with
college women. Journal of Counseling Psychology, 53(4), 486-497.
Bacon, L., Stern, J. S., Van Loan, M. D., & Keim, N. L. (2005). Size acceptance and
intuitive eating improve health for obese, female chronic dieters. Journal of
the American Dietetic Association, 105(6), 929-936.
Bardone-Cone, A. M., Wonderlich, S. A., Frost, R. O., Bulik, C. M., Mitchell, J. E.,
Uppala, S., & Simonich, H. (2007). Perfectionism and eating disorders:
Current status and future directions. Clinical Psychology Review, 27(3), 384-
405.
Butcher, J.N., Mineka, S. & Hooley, J.M. (2007). Abnormal psychology core
concepts. America: Wiley Inc.
Cassin, S. E., & Von Ranson, K. M. (2005). Personality and eating disorders: a
decade in review. Clinical psychology review, 25(7), 895-916.
Cutting, T. M., Fisher, J. O., Grimm-Thomas, K., & Birch, L. L. (1999). Like mother,
like daughter: familial patterns of overweight are mediated by mothers' dietary
disinhibition. The American journal of clinical nutrition, 69(4), 608-613.
Denny, K. N., Loth, K., Eisenberg, M. E., & Neumark-Sztainer, D. (2013). Intuitive
eating in young adults. Who is doing it, and how is it related to disordered
eating behaviors?. Appetite, 60, 13-19.
Deshpande, S., Basil, M. D., & Basil, D. Z. (2009). Factors influencing healthy eating
habits among college students: An application of the health belief model.
Health marketing quarterly, 26(2), 145-164.
Diener, E. (2000). Subjective well-being: The science of happiness and a proposal for
a national index. American psychologist, 55(1), 34-43.
Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Personality, culture, and subjective well-
being: Emotional and cognitive evaluations of life. Annual review of
psychology, 54(1), 403-425.
Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective well-being:
Three decades of progress. Psychological bulletin, 125(2), 276-302.
Diener, E. D., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The satisfaction
with life scale. Journal of personality assessment, 49(1), 71-75.
Eid, M., & Diener, E. (2004). Global judgments of subjective well-being: Situational
variability and long-term stability. Social Indicators Research, 65(3), 245-
277.
Fisher, J. O., & Birch, L. L. (1999). Restricting access to palatable foods affects
children's behavioral response, food selection, and intake. The American
journal of clinical nutrition, 69(6), 1264-1272.
Hawks, S., Madanat, H., Hawks, J., & Harris, A. (2005). The relationship between
intuitive eating and health indicators among college women. Journal of
Health Education, 36(6), 331-336.
Hawks, S., Merrill, R. M., & Madanat, H. N. (2004). The intuitive eating scale:
Development and preliminary validation. American Journal of Health
Education, 35(2), 90-99.
Kroon Van Diest, A. (2007). Gender differences in intuitive eating and factors that
negatively influence intuitive eating. Senior honors thesis. Department of
Psychology Ohio State University.
Kroon Van Diest, A. M., & Tylka, T. L. (2010). The caregiver eating messages scale:
development and psychometric investigation. Body image, 7(4), 317-326.
Leon, G. R., Fulkerson, J. A., Perry, C. L., Keel, P. K., & Klump, K. L. (1999). Three
to four year prospective evaluation of personality and behavioral risk factors
for later disordered eating in adolescent girls and boys. Journal of Youth and
Adolescence, 28(2), 181-196.
Meyer, C., & Waller, G. (1998). Dissociation and eating psychopathology: Gender
differences in a nonclinical population. International Journal of Eating
Disorders, 23(2), 217-221.
Murnen, S. K., & Smolak, L. (1997). Femininity, masculinity, and disordered eating:
A meta-analytic review. International Journal of Eating Disorders, 22(3),
231-242.
Pavot, W., & Diener, E. (1993). Review of the satisfaction with life scale.
Psychological assessment, 5(2), 101-115.
Sarwono, S.W. (2006). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Smith, T., & Hawks, S. R. (2006). Intuitive eating, diet composition, and the meaning
of food in healthy weight promotion. American Journal of Health Education,
37(3), 130-136.
Smolak, L., Levine, M. P., & Schermer, F. (1999). Parental input and weight
concerns among elementary school children. International Journal of Eating
Disorders, 25(3), 263-271.
Stice, E., Nemeroff, C., & Shaw, H. E. (1996). Test of the dual pathway model of
bulimia nervosa: Evidence for dietary restraint and affect regulation
mechanisms. Journal of Social and Clinical Psychology, 15(3), 340-363.
Tata, P., Fox, J., & Cooper, J. (2001). An investigation into the influence of gender
and parenting styles on excessive exercise and disordered eating. European
eating disorders review, 9(3), 194-206.
Tylka, T. L., & Kroon Van Diest, A. M. (2013). The Intuitive Eating Scale–2: Item
refinement and psychometric evaluation with college women and men.
Journal of counseling psychology, 60(1), 137-153.
Tylka, T. L., & Wilcox, J. A. (2006). Are intuitive eating and eating disorder
symptomatology opposite poles of the same construct?. Journal of Counseling
Psychology, 53(4), 474-485.
Tyrka, A. R., Waldron, I., Graber, J. A., & Brooks‐Gunn, J. (2002). Prospective
predictors of the onset of anorexic and bulimic syndromes. International
Journal of Eating Disorders, 32(3), 282-290.
Van Dyke, N., & Drinkwater, E. J. (2013). Review Article Relationships between
intuitive eating and health indicators: literature review. Public health
nutrition, 1-10.
Vartanian, L. R., & Hopkinson, M. M. (2010). Social connectedness, conformity, and
internalization of societal standards of attractiveness. Body image, 7(1), 86-89.
Wade, C., & Travis, C. (2007). Psikologi edisi ke 9 (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Walcott, D. D., Pratt, H. D., & Patel, D. R. (2003). Adolescents and eating disorders:
Gender, racial, ethnic, sociocultural, and socioeconomic issues. Journal of
Adolescent Research, 18(3), 223-243.
Watson, D., & Clark, L. A. (1992). Affects separable and inseparable: on the
hierarchical arrangement of the negative affects. Journal of personality and
social psychology, 62(3), 489.
Watson, D., & Clark, L. A. (1994). The PANAS-X: Manual for the Positive and
Negative Affect Schedule–Expanded Form. Unpublished manuscript,
University of Iowa.
Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988). Development and validation of brief
measures of positive and negative affect: the PANAS scales. Journal of
personality and social psychology, 54(6), 1063-1070.