You are on page 1of 11

JAWABAN TERGUGAT, EKSEPSI DAN REKONVENSI DAN TEKNIK

PENYUSUNAN JAWABAN GUGATAN, EKSPESI DAN GUGATAN


REKONVESI
Disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah: Hukum Acara Perdata

Dosen Pengampu : Muhammad Ulil Abshor, M.H.

Oleh :

Kelompok 7

Sayyidatun Nurul Hikmati Balighoti S 33010210084

Dhesinta Ratnasari 33010210081

Ibnu Azkaa Athoillah 33010210075

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA

2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Jawaban
Tergugat, Eksepsi Dan Rekonvensi Dan Teknik Penyusunan Jawaban Gugatan,
Ekspesi Dan Gugatan” dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Hukum
Acara Perdata di kampus UIN Salatiga ini. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan berterima kasih kepada Bapak Muhammad Ulil


Abshor, M.H. selaku dosen mata kuliah Hukum Acara Perdata. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Salatiga, 13 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jawaban Tergugat
B. Eksepsi Rekonvensi dan Teknik Penyusunan Jawaban Gugatan
C. Eksepsi dan Gugatan Rekonvensi
Eksepsi dan rekonvensi adalah istilah yang digunakan dalam
gugatan perdata. Konvensi merupakan gugatan awal atau gugatan asli
yang diajukan oleh penggugat, sedangkan rekonvensi atau gugatan balasan
adalah gugatan balik yang diajukan oleh tergugat sebagai tanggapan
terhadap gugatan konvensi. Eksepsi adalah jawaban atau tangkisan atas
gugatan yang tidak langsung mengenai pokok perkara, yang hanya berisi
hal-hal yang bersifat formalitas. Gugatan provisional adalah permintaan
pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan
untuk kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
1. Eksepsi
Pada dasarnya gugatan penggugat pasti ditanggapi oleh tergugat,
dan sebelum menjawab. tergugat sering mengajukan eksepsi
(tagkisan), bahkan ada juga mengajukan gugatan rekonvensi (gugatan
balik). Eksepsi dan gugatan rekonvensi dapat diputus bersamaan
dengan perkara pokoknya. Eksepsi terdiri dari:
1) Eksepsi Prosesual
Eksepsi Prosesual adalah jenis eksepsi yang berkenaan dengan
syarat formil gugatan yang dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Eksepsi Kopetensi Absolut (mutlak)
Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa pengadilan negeri
yang sedang melakukan pemeriksaan tersebut dinilai tidak
berwenang untuk mengadili perkara tersebut, karena
persoalan yang menjadi dasar gugatan tidak menjadi
wewenang pengadilan negeri tersebut, melainkan menjadi
wewenang badan peradilan lain, misalnya Peradilan Tata
Usaha Negara (PTUN)., pengadilan agama, pengadilan
militer, atau pengadilan hukungan industri. Eksepsi ini
dapat diajukan setiap saat selama pemeriksaan berlangsung.
Bahkan hakimpun wajib mengakui karena jabatannya. Hal
ini diatur dalam Pasal 134 HIR yang menyatakan bahwa:
Jika perselisihan itu suatu perkara yang tidak masuk
kekuasaan pengadilan negeri, maka pada setiap waktu
dalam pemeriksaan perkara itu, dapat diminta supaya hakim
menyatakan dirinya tidak berkuasa dan hakimpun wajib
pula mengakuinya karena jabatannya.
b. Eksepsi Kopetensi Relatif (nisbi)
Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa pengadilan negeri
tertentu tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut,
karena tempat kedudukan tergugat atau salah satu dari
tergugat atau obyek sengketa tidak berada dalam wilayah
hukum pengadilan negeri yang sedang memeriksa atau
mengadili perkara tersebut. Eksepsi mengenai kekuasaan
relative diatur dalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 133, dan
Pasal 136 HIR.1
2) Eksepsi prosesual diluar eksepsi kompetensi
Eksepsi prosesual diluar eksepsi kopetensi terdiri dari berbagai
bentuk, dan hal yang paling sering diajukan dalam praktik yaitu:
a. Eksepsi surat kuasa khusus tidak sah
Surat kuasa yang diberikan oleh pihak dalam perkara
kepada kuasanya, ada kekeliruan mengkibatkan tidak sah,
misalnya tidak dibubuhkan meterai, dibuat dibawah tangan
tetapi tidak disahkan oleh pejabat yang berwenang atau
tidak didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri.
b. Eksepsi error in pesona

1
Gede Arya, Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Proses Beracara, (Yogyakarta: PT Nas
Media Indonesia, 2022) hal 31-32
Secara umum, error in persona atau exceptio in persona
dapat diartikan sebagai kekeliruan mengenai seseorang.
Dalam konteks peradilan, error in persona dapat diartikan
sebagai kekeliruan atas orang yang diajukan sebagai
tergugat melalui surat gugatan atau terdakwa melalui surat
dakwaan.
c. Eksepsi res judicata atau nebis in idem
Pengertian asas nebis in idem adalah terhadap perkara yang
sama tidak dapat diadili untuk kedua kalinya. Pengertian
sama adalah, para pihaknya sama, permasalahannya sama,
dan obyeknya juga sama. Namun apabila ada salah satu
unsur tidak sama, misalnya subyeknya tidak sama atau
permasalahannya tidak sama, maka hal itu bukan nebis in
idem
d. Eksepsi obscuur libel atau surat gugatan penggugat kabur
atau tidak terang (onduidelijk)2
3) Eksepsi Hukum Materiil
Pada dasarnya eksepsi materiil dapat diajukan dengan cara atau
ditentukan dalam bentuk:
a. Eksepsi dilatoir (dilatoria exceptie)
Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan penggugat
belum dapat dikabulkan, dengan kata lain gugatan
penggugat belum dapat diterima untuk diperiksa
sengketanya di pengadilan karena masih premature.
Misalnya penggugat masih memberikan kesempatan kepada
tergugat dalam penundaan pembayaran hutang.
b. Eksepsi premptoir (exeption premptoria)
Adalah eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan,
misalnya karena gugatannya telah lampau waktu

2
Ibid hal 36
(kedaluwarsa) bahwa utang yang menjadi dasar gugatan
telah dihapuskan.3
2. Gugatan Rekonvensi
Gugatan rekonvensi adalah gugatan balasan dari penggugat
terhadap tergugat. Gugatan balasan ini haris di kemukakan bersama
dengan jawaban. Menurut yuris prudensi gugatan rekonfrensi masih
dapat di ajukan bersama dengan duplik. Akan tetapi suatu tuntutan
yang baru di kemukakan di tingkat kasasi tidak dapat di terima.
Dengan di mungkinkan pihak tergugat mengajukan gugatan
kembali kepada penggugat, maka tergugat tidak perlu mengajukan
gugatan baru. Gugatan rekonfrensi ini cukup di ajukan bersama dengan
jawaban, terhadap gugatan penggugat, oleh karena itu dalam perkara
itu akan terdapat dua gugatan, yaitu gugatan konvensi dan gugatan
rekonvensi. Dalam gugatan konvensi penggugat adalah penggugat asal
dan tergugatnya adalah penggugat asal yang biasa di sebut penggugat
dalam gugatan konfrensi dan tergugat dalam konvrensi.
Sementara dalam gugatan rekonfrensi penggugatnya adalah
tergugat, salah seorang dari tergugat asal, yang di sebut penggugat
dalam rekonvressi, dan tergugatnya adalah penggugat salah seorang
penggugat dalam konvensi dan di sebut penggugat dalam rekonvensi.
Gugatan rekonvensi ini memiliki dasar hukum yang jelas.
Berdasarkan ketekapan dalam pasal 16 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004
yang berbunyi: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa,
dan memutus sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa
hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya”.
Dengan demikian gugatan rekonvensi pada hakekatnya merupakan
komulasi atau gabungan dua gugatan dimana yang digabungkan adalah
gugatan dari penggugat dan gugatan dari tergugat yang bertujuan
untuk menghemat biaya, waktu, tenaga, mempermudah prosedur

3
Ibid hal 37
pemeriksaan dan menghindari putusan yang bertentangan satu sama
lain. Bagi tergugat rekonvensi, gugatan rekonvensi ini berarti
menghemat ongkos perkara sesuai UU No.4 Tahun 2004, Tentang
kekuasaan kehakiman serta tidak diwajibkan membayar biaya perkara
dalam gugatan rekonvensi. Hal itu dikarenakan pengajuan gugatan
rekonvensi merupakan suatu hak istimewa yang diberikan oleh hukum
acara perdata kepada tergugat untuk mengajukan suatu kehendak untuk
menggugat dari pihak tergugat kepada pihak penggugat secara
bersama-sama dengan gugat asal (konvensi). Tetapi keduanya haruslah
mempunyai dasar hubungan hukum yang sama.4

BAB III

4
R. Soeroso, Tata Cara dan Proses Persidangan, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet Pertama 1994) hal
133
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam
penyususnan makalah ini, akan tetapi pada kenyataanya masih banyak
kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi
untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Gede Arya, (2022), Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Proses Beracara,
Yogyakarta: PT Nas Media Indonesia, hal 31-32.
R. Soeroso, (1994), Tata Cara dan Proses Persidangan, (Jakarta: Sinar Grafika,
Cet Pertama, hal 133.

You might also like