You are on page 1of 95
ie EVALUASI DALAM PENGAJARAN BAHASA Dr. Sabarti Akhadiah M.K. DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI PROYEK PENGEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN TENAGA KEPENDIDIKAN JAKARTA 1988 KATA PENGANTAR Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK) adalah salah satu bahagian daripada Proyek Bank Dunia X| yang secara resmi dikenal sebagai The Second Indonesia-1BRD Teacher Training Project. Sebagaimana diisyaratkan oleh namanya, Proyek Bank Dunia XI ini merupakan lanjutan daripada proyek serupa sebelumnya yang dikenal sebagai Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) atau The First Indonesia-IBRD Teacher Training Project. Ada 2 perbedaan penting yang terdapat di antara kedua proyek yang menangani pendidikan tenaga kependidikan itu, yaitu bahwa Proyek Pendidikan Guru II ini (1) mempunyai sasaran kuantitatif di samping kualitatif, dan (2) secara organisatorik dipecah menjadi 3 bahagian, yaitu Elemen A di Direktorat Dikgutentis, Elemen 8 (P2LPTK} di Direktorat Binsarak, dan Elemen C di Pusdiklat. Namun demikian, pengelolaan komponen bantuan teknisnya (penyelenggaraan program beasiswa di fuar negeti dan pengadaan konsultan asing) dilakukan secara terpusat oleh Unit Pengelola Bantuan Teknis, UPBT atau The Technical Assistan- ce Management Unit, TAMU, yang berkedudukan di Elemen B. Program-program kegiatan Elemen B terdiri da 1, penambahan daya tampung 10 LPTK (IKIP-IKIP Medan, Padang, Jakarta, Bandung —— dengan kelas jauh di FKIP Universitas Sili- wangi, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan Ujung Pandang serta FKiP Universitas Udayana), sebanyak 16,000 tempat mahasis- wa dalam bentuk pelbagai jenis ruangan, peralatan dan buku pen- didikan, 2. pengembangan staf, akademik mauipun administratif, yang terdiri (a) program gelar, jenjang master dan doktor, (b) program lapis untuk mahasiswa program S3, (c) program refresher untuk staf akademik di 3 FPS (IKIP Jakarta, Bandung dan Malang) dan 3 Program Kegiatan Pengumpulan Kredit, PKPK (IKiP Padang dan Yogyakarta yang di bawah naungan IKIP Jakarta, dan IKIP Surabaya yang di bawah naungan IKIP Malang), dan (d) program Jatihan untuk staf Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan. Naskah ini merupakan hasil karya peserta Program Refresher yang dicetak terutama dengan maksud untuk mendokumentasikannya, sehing- ga terhadapnya tidak dilakukan penanganan editorial. Hasil-hasil karya yang dimaksud ada yang berbentuk Bahan Mata Kuliah. (Course Ma- terials) yaitu kerdngka mata kuliah yang disertai bahan rujukan, baik yang secara sengaja disusun untuk maksud itu oleh penulisnya, maupun yang berupa kutipan-kutipan. Di samping itu, ada puta hasit-hasil kerya yang berupa buku teks, dalam bentuk terjemahan atau saduran, Dalam pada’ ita, memang ada kemungkinan ada karya-karya yang belum ram- pung pada waktu dilaksanakannya pencetaKan naskah ini, Daftar naskah- naskah yang telah dicetak selama ini dapat diperiksa dalam lampiran ini. Hak cipta untuk setiap karya sepenuhnya ada pada para penulisnya, (1988), dan diharapkan bahwa yang dicetak oleh Proyek pada kesemn- patan ini, merupakan draft-draft awal yang akan dikembangkan lebih lanjut, untuk memperkaya khasanah kepustakaan di lingkungan LPTK umurnya, Fakultas Pasea Sarjana khususnya. Untuk urunan berharga ini, Proyek menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penulis, Tegur-sapa untuk perbaikdnnya, baik dari para sejawat perakai maupun pata mahasiswa, yang kami yakin akan sangat bermanfaat untuk penyempurnaannya, mohon’ langsung ditujukan kepada masing-masing penulisnya. Jakarta, Maret 1988 Pemimpin P2LPTK/Ketua UPBT, Prof. Dr. T. Raka Joni NIP, 130189864 PRAKATA Sampai sekarang sumber pustaka mengenai evaluasi pengajaran ba- hasa yang ditulis di dalam bahasa Indonesia masih sangat sedikit. Ke- nyataannya masalah evaluasi pengajaran bahasa merupakan masalah yang cukup mendatangkan kesulitan bagi para guru berbagai tingkatan sekolah/lembaga pendidikan. Tulisan ini dimaksudkan sebagai pengantar untuk para mahasigwa serta para guru yang ingin memperoleh gambaran menyeluruh tentang evaluasi pengajaran bahasa. Selain itu juga merupakan buku pertama dalam seri Pengembangan Alat Evaluasi Pengajaran Bahasa, Buku kedua masih dalam persiapan. Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian 1 membahas berbagai aspek yang menyangkut evaluasi pengajaran bahasa, Bagian 2 merupa- kan pengantar pengembargan tes hasil belajar berbahasa; bagian kedua ini tebih banyak merupakan saduran bagian buku Gronlund, Construc- ting Achievement Tests (1977). Pada kesempatan ini ingin penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak: yang telah memungkinkan penulis menye- lesaikan buku ini. Pertama, penulis mengucapkan terima kasih kepada P2LPTK yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti prog- gram Refresher B di Ohio State University. Dalam rangka program inilah tulisan ini penulis susun. Kedua, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Jerome Zutell, Ph.D. selaku counterpart penulis selama di OSV yang telah banyak memberikan bahan-bahan sehubungan evaluasi dalam peng- ajaran membaca. Demikian juga penulis ucapkan terima kasih kepada staf sekretariat PUREK | IKIP Jakarta yang membantu penulis dalam pengetikan nas- kah buku ini, Akhimya penulis sampaikan buku ini kepada para pem- baca untuk mendapatkan tanggapan demi perbaikan dan pengembang- annya. Jakarta, Mai 1988 Penulis. Sabarti Akhadiah Maryono Karibin KATA PENGANTAR,........0-00 cece ee ree e tbe nee oe PRAKATA... DAFTAR 1S} Bagian 1: EVALUAS] DAN PENGUKURAN DALAM PENGAJAR- AN BAHASA BAB Halaman DAFTAR ISI BERBAGAI ASPEK EVALUASI PENDIDIKAN . Peranan Evaluasi dalam Pendic . Evaluasi, Pengukuran, dan Tes 2.1 Evaluasi . 2.2. Pengukuran 23 Tes.....- 2.4 Alat Evaluasi Selain Tes . Prinsip Umum Evaluasi . Macam-macam Evaluasi kan . no PY EVALUASI DALAM PENGAJARAN BAHASA JPengajaran Bahasa di Indonesia. ‘Tujuan Pengajaran Bahasa 3, Pelaksanaan Evaluasi . 3.1, Secara klasikal .. 3.2 Secara individual . 3.3 Evaluasi di Laboratorium 4. Alat Brel! at. i Z aaa Toe) Jos Kemampuan Menyimak - 2 Kemampuan Berbicara Aa Tes Kemampuen Membace . 4.1.4 Tes Kemampuan Menulis ... 4.2 Teknik Non-Tes vii 1 WODTAWO Bagian 2: PENGEMBANGAN TES HASIL BELAJAR TES HASIL BELAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENG- AJAR 1, Tes Hasil Belajar Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan 2. Tes Hasil Belajar Sebagai Umpan Balik : 3. Tes Hasil Belajar Sebagai Sarana Pengembangan Di . PERENCANAAN TES HASIL BELAJAR Perumusan Tujuan Tes * . Identifikasi Hasil Belajar . Perumusan Hasil Belajar ....... Penyusunan Garis Besar Materi Tes . Pembuatan Kisi-Ki . Penggunaan Kisi-Kisi dalam Persiapan Penyusunan Tes Panjang dan Jenjang Kesulitan Tes Faktor-Faktor Lain .. BN OAPoOna= eer ween eee viii 55 61 62 63 64 69 70 73 74 75 77 78 79 Bagian 1 EVALUASI DAN PENGUKURAN DALAM PENGAJARAN BAHASA | BERBAGAI ASPEK EVALUAS! PENDIDIKAN PERANAN EVALUAS! DI DALAM PENDIDIKAN Tanpa disadari sepanjang haystnya manusia melakukan evaluasi. Pertanyaan-pertanyaan seperti, “Bagaimana hasilnya? Sudah bisa apa anakmu? Sudah sehatkah adikmu? Memuaskan?” merupakan perta- nyaan-pertanyaan yang menyangkut evaluasi, Dalam bidang pendidikan evaluasi merupakan bagian yang pen- ting. Tanpa evaluasi pengambil keputusan di bidang itu tidak dapat menentukan kebijakan pendidikan. Dalam hal ini evaluasi berperan dalam memberikan informasi faktual mengenai proses/pelaksanaan- atau hasit pendidikan. Peranan evaluasi di daiam pendidikan berkembang bersama dan sesuai dengan perkembangan peranan pendidikan itu: sendiri, Selama berabad-abad pendidikan mempunyai fungsi selektif, untuk menjaring siswa yang mampu mencapai pendidikan tinggi, Populasi orang yang terdidik membentuk suatu piramid: Jumlah terbanyak pada tingkatan yang paling rendah, makin tinggi tingkatannya éakin sedikit jumlah- nya, dan pada jenjang yang paling tinggi hanya “beberapa”’ saja yang mampu sampai di sana. Seleksi dilakukan melalui proses evaluasi berbentuk ujian. Dengan demikian, dalam situasi pendidikan seperti itu evalugsi terutama berfungsi untuk memilah-milah siswa antara yang mampu dan yang tidak mampu, antara yang pintar dan yang bodoh. Berbeda dengan anggapan di atas, pandangan yang hidup sekarang menekankan bahwa pendidikan itu terutama berfungsi untuk mengem- bangkan individu, Dengan perkataan lain, pendidikan merupakan suatu proses yang berfungs! untuk mengubah siswa yang belajar. Sehubung- an dengan fungsi tersebut, maka evaluasi secara umum berperanan da- fam memberikan informasi tentang ada tidaknya perubahan yang ter- jadi pada siswa itu, serta berapa besarnya perubahan itu. Jika dikaitkan dengan proses pengajaran, maka evaluasi memegang peranan baik pada tahap permulaan, pada waktu pengajaran berlang- sung, maupun pada tahap akhimyaPada tahap permulaan, yaitu ke- tika perencanaan untuk suatu pengajaran dilakukan, evaluasi_ mem- bantu dalam menganalisis kebutuhan siswa sehubungan dengan tujuan belajar yang akan dicapai. Biasanya, pada taraf ini dilakukan suatu pen- jajakan ‘assessment’ untuk memperkirakan apakah siswa telah memiliki kemampuan-kemampuan yang merupakan prasyarat untuk mengikuti suatu program pengajaran. Selain itu penjajakan ini juga digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas kemampuan yang akan dicapai melalui program yang akan diikuti. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut dapat diketahui apa yang diperlukan oleh siswa. Mungkin mereka memerlukan program remediasi; atau sebaliknye, tujuan pengajaran perlu direvisi. Dengan demikian, tidak akan terjadi suatu program yang sia-sia, yang tidak sesuai dengan kebutuhan siswa. Pengajaran dirancang untuk membantu siswa dalam mencapai se- perangkat tujuan belajar. Karena itu, pada waktu suatu program peng- ajaran berlangsung perlu secara terus-menerus dilakukan pemantauan tentang keefektifan proses belajar-mengajar tersebut. Di sini evaluasi berperanan dalam memantau. kemaiuan belajar siswa serta mendiagno- sis kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi. Dalam ha} ini evaluasi merupakan prosedur umpan balik korektif ‘feedback-corrective’ yang dapat digunakan sebagai, dasar pengambilan tindakan korektif bila ter- nyata pelaksanaan program tidak efektif. Pada tahap akhir pengajaran, evaluasi berperan.dalam memberikan informasi tentang tercapai tidaknya serta seberapa jauh tercapainya hasil belajar yang diinginkan. Di luar proses belajar mengajar data yang diperoleh dari kegiatan evaluasi dapat dimanfaatkan pula dalam upaya penyempurnaan atau pengembangan kurikulum. Dalam hal ini evaluasi yang dilakukan ia- lah evaluasi yang bersifat lebih menyeluruh, yaitu terhadap kesulitan program. Evaluasi program semacam ini mencakup tiga dimensi eva- luasi, yaitu dimensi konteks, proses, serta hasil program. Di samping itu, data evaluasi pendidikan dapat dimanfaatkan dalam kegiatan perencanaan pendidikan, bimbingan dan penyuluhan, per- baikan administrasi sekolah, dan dalam upaya-upaya penelitian pen- didikan. Dari uraian di atas jelasiah bahwa evaluasi pendidikan memegang banyak peranan serta dapat dimanfaatkan untuk bermacam-macam tujuan. Narnun demikian, perlu ditegaskan bahwa peranan utama evaluasi_ pendidikan/pengajaran ialah dalam’ memperbaiki proses pen- didikan/penggjaran itu sendiri, sedangkan peranan di luar itu merupa- kan peranan sekunder. EVALUASI, PENGUKURAN, DAN TES Di dalam pembicaraan sehari-hari kata evaluasi dan tes lebih sering dipergunakan daripada kata pengukuran. Kedua kata itu seringkali dipakai secara bergantian tanpa perbedaan pengertian yang jelas. Kata pengukuran lebih banyak dikaitkan dengan penggunaan alat-alat non- verbal, seperti pada pengukuran jarak, waktu, bobot, dan sebagainya. Karena itu perlu kiranya kita batasi dahulu pengertian ketiga istilah tersebut. Evaluasi Di dalam Daftar Kumulatif Istilah, kata/Evaluation dalam bahesa Inggeris diterjemahkan dengan kata “penilaian’’ tahap penilaian “evaluation”, “teknik penilaian ‘evaluation technique’.”” Namun demi- kian dalam tulisan ini kata penilaian tidak diguriakan sebab Kata itu juga digunakan sebagai terjemahan untuk rating, misalnya pada istilah skala penilaian ‘rating scale’. Di samping itu istilah "evaluasi”’ telah lebih di- kenal dan digunekan dalam bidang pendidikan: Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA), evaluasi hasil belajar, dan sebagainya. Evaluasi pendidikan diadakan untuk. mengumpulkan bukti atau informasi sehubungan dengan pencapaian tujuan yang diupayakan melalui kegiatan atau program pendidikan. Evaluasi pengajaran dikait- kan dengan pencapaian tujuan pengajaran yang dapat dicapai melalui kegiatan belajar mengajar. Bloom dalam membahas evaluasi lebih menekankan pada perubahan yang terjadi pada siswa sesudah mengikuti suatu kegiatan belajar (Bloom, 1981). 1a_mendefinisikan evaluasi sebagai suatu kegiatan pengumpulan bukti ‘evidence’ secara sistematik untuk melihat apakah siswa telah mengalami perubahan perilaku serta bagaimana atau berapa besarnya perubahan itu. Perubahan perilaku itu dihubungkan dengan tujuan pengajaran yang menyangkut ranah kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotor. 3 Gronlund memandang evaluasi sebagai suatu proses sistematik yang mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menafsir- kan informasi untuk menentukan keberhasilan siswa dalam upaya pencapaian hasil belajarnya. Kegiatan evaluasi akan menjawab perta- nyaan-pertanyaan tentang kualitas pencapaian hasil: apakah baik, me- muaskan, memadai, dan seterusnya. Suatu evaluasi dapat merupakan pemerian yang bersifat kualitatif dan/atau_kuantitatif tentang sesuatu. Pemerian kualitatif lebih mene- kankan pemaparan mutu atau hasil secara verbal berdasarkan atas pengumpulan informasi dengan menggunakan teknik bukan alat ukur ‘non-measurement’ sebaliknya, pemerian kuantitatif dinyatakan dalam bentuk angka-angka, berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil penggunaan alat ukur ‘measurement’. Evaluasi selalu mengandung pemberian nilai/penghakiman ‘value judgement terhadap suatu hasil yang dicapai; misalnya saja dengan pertanyaan “Amara berhasi! dengan baik di dalam mata pelajaran Biologi”. Pernyataan itu merupakan pemberian nilai secara kualitatif, yang mungkin didasarkan atas kenaikan angka yang diperoleh sesudah jangka waktu atau upaya tertentu. Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa suatu kegiatan evaluasi dalam prosesnya mungkin menggunakan pemerian kuantitatif berdasarkan pengukuran serta/atau pemerian kualitatif tanpa melaku- kan pengukuran dan pada akhimnya memberikan penilaian ‘value judgement’ yang bersifat kualitatif. Bagan berikut akan memperjelas uraian di atas. Evaluasi : emerian Kualitatif Pemerian Kualitatit Bukan alat ukur ee Alat ukur plus plus Penghakiman Gambar: 1 Kegiatan Evaluasi sent (Disadur dari Gronlund, 1985) ~~ Dalam kegiatan belajar mengajar di Kelas, evaluasi lebih ditekankan pada fungsinya untuk memantau perubahan tingkah laku yang terjadi atau kemajuan yang dicapai siswa. Dengan melakukan evaluasi guru da- pat” menjawab masalah seperti: sampaj di mana kemampuan siswa dalam menggunakan konsep, apakah seorang siswa telah mencapai kemajuan, adakah kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan sol-soal fisika, dan seterusnya, Pertanyaan-pertanyaan serupa itu hanya dapat dijawab dengan melakukan evaluasi. Untuk itu mungkin diperlu- kan pengguriaan berbagai teknik evaluasi. Dalam hal ini perlu diingat bahwa evaluasi yang baik mencakup penggunaan alat ukur dan bukan alat ukur. Pengukuran Di dalam kegiatan evaluasi kita dapat menggunakan berbagai teknik evaluasi, di antaranya teknik pengukuran. Yang dimaksud dengan peng- ukuran di-sini ialah proses untuk mendapatkan pemerian kuantitatif’ mengenai tinggi rendahnya pencapaian seseorang dalam suatu tingkah faku tertentu. Dengan demikian hasil pengukuran selalu berbentuk ang- ka, seperti pada pernyataan, "Amara dapat menjawab dengan benar 85% di antara 50 soal yang diberikan”, untuk mendapatkan angka ter- sebut digunakan alat ukur. Alat ukur ada yang bersifat verbal (menggu- nakan bahasa sebagai media utamanya, misalnya tes) dan ada yang non- verbal (tidak menggunakan bahasa sebagai media utamanya, misainya timbangan badan, termometer, dan sebagainya). Alat ukur yang banyak digunakan di dalam bidang pendidikan ialah tes. Tes Seperti telah disinggung di atas, tes merupakan sejenis alat ukur untuk memperoleh gambaran kuantitatif tentang perilaku seseorang. Gronlund membatasi pengertian tes sebagai suatu alat atau prosedur yang sistematik untuk mengukur contoh ‘sample’ suatu_perilaku (Gronlund, 1985). Berdasarkan suatu tes guru mendapatkan informasi tentang hasil belajar siswa. Hasil belajar tersebut mungkin berwujud perbandingan dengan hasil belajar siswa yang lain atau dalam hubung- annya dengan tujuan yang ingin dicapai. Ringkasnya, tes menjawab pertanyaan “seberapa kemampuannya?”. 5 Benyamin S. Bloom, Evaluation to Improve Learning, Disadur dari Norman E. Gronlund, Measurement and Evaluation in Teaching (New York: MeMillan Publishing Company, 1985), 0.6, Di dalam proses belajar mengajar tes merupakan suatu alat ukur yang paling banyak dipakai. Tujuan pemakaiannya juga bermacam- macam, Untuk itu dikembangkanlah bermacam-macam tes, baik oleh suatu badan resmi, maupun oleh guru Kelas. Alat Evaluasi Selain Tes Selain tes dalam pendidikan, khususnya dalam proses belajar meng- ajar digunakan bermacam-macam alat evaluasi. Sebagai contoh dapat dikemukakan beberapa di antaranya, yaitu teknik observasi, angket, skala penilaian, penilaian sejawat, laporan diri, dan berbagai inventori. PRINSIP UMUM EVALUASI Di sekolah digunakan berbagai bentuk tes dan prosedur evaluasi lainnya, Dalam pelaksanaannya, kerap kali terjadi tes itu tidak meme- nuhi persyaratan, bahkan kadang-kadang merugikan siswa. Namun, evaluasi adalah suatu proses. Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar evaluasi memberikan informasi sampai di mana siswa-men- capai tujuan belajarnya. Tujuan utamanya ialah memperbaiki dan me- ningkatkan hasil belajar. Agar proses evaluasi berjalan sebagaimana mestinya, dalam menye- lenggarakan evaluasi perlu diingat beberapa prinsip umum untuk dipe- domani. Pertama perlu disadari bahwa_evaluasi merupakan proses untuk memperoleh, menganalisis, serta menginterpretasikan informasi tentang ada tidaknya perubahan tingkah laku pada siswa. Tujuannya ialah untuk memperbaiki dan/atau meningkatkan hasil belajar. Dengan de- mikian jika kita akan melakukan, suatu evaluasi, tindakan yang p tama kita ambil ialah menentukan serta menjelaskan tujuannya, yaitu dengan memerikan hasil belajar yang akan diukur. Kejelasan pemeridn ini, di samping kualitas alat yang digunakan, sangat_mempengaruhi keefektifan evaluasi itu. Tujuan evaluasi yang sudah ditetapkan akan menentukan alat atau teknik evaluasi yang digunakan. Teknik evaluasi itu juga dipilih berdasarkan -pertimbangan apakah teknik tersebut dapat mengukur dengan tepat, memberikan hasil pengukuran yang objektif, serta mudah digunakan, Namun pertimbangan yang paling penting ialah apakah teknik tersebut merupakan cara yang paling efektif untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, Dalam pendidikan sering kali perlu diadakan evaluasi yang bersifat menyeluruh (komprehensif. Evaluasi semacam ini akan memerlukan bermacam-macam teknik evaluasi sebab tak ada satu teknik pun yang objektif yang mengukur pengetahuan siswa tentang peristiwa sejarah tidak dapat memberikan informasi tentang bagaimana sikap siswa ter- hadap. peristiwa tersebut, bagaimana kemampuannya dalam menganali- sis peristiwa-peristiwa itu, bagaimana kemampuan bernalarnya, dan se- terusnya. Untuk mendapatkan informasi menyeluruh sehubungan de- ngan_hasil belajar_ yang kompleks dipergunakan bermacam-macam teknik, Kenyataan seperti di atas menunjukkan bahwa teknik evaluasi apa pun selalu memiliki kekuatan. dan keterbatasan, Tak ada satu tek- nik pun yang dapat mengukur dengan ketepatan 100%. Karena itu setiap pengukuran selalu mengandung kesesatan. Kesesatan yang terjadi itu mungkin bersumber pada core pengam- bilan contoh (sample). Yang dimaksud dengan contoh di sini ialah contoh kemampuan yang dievaluasi. Misalnya dalam tes: kosakata: Apakah 100 kata yang diteskan sudah merupakan contoh yang mema- dai untuk pengetahuan siswa tentang kosakata? Di ‘samping itu kesesatan dalam. evaluasi dapat ‘pula bersumber pada alat evaluasi yang digunakan, Hal ini berhubungan erat dengan ke- absahan ‘validity’, keandalan ‘reliability’ dan objektivitas alat evaluasi. Untuk menghindari sumber kesesatan tersebut setiap alat evaluasi, terutama yang akan dijadikan dasar Keputusan penting yang menyang- kut nasib individu, perlu diujicobakan dulu. Selanjutnya, kesesatan dapat pula disebabkan oleh proses dalam Penggunaan alat evaluasi. Yang dimaksud ialah bahwa dalam penggu- naannya, suatu alst evaluasi kerap kali dipengaruhi oleh faktor kebe- tulan, misalnya tebakan, ‘Sumber kesesatan yang paling banyak ialah cara menaisirkan alat evaluasi yang tidak tepat. Kadang-kadang orang tidak mau mengskui keterbatasan alat evaluasi yang digunakannya. Misalnya saja dalam menentukan kelulusan seorang mahasiswa hanya berdasarkan nilai yang Giperoleh dari satu kali tes. Akhirnya harus diingat bahwa dalam pendidikan/pengajaran eva- luasi itu hanyalah sekedar cara untuk mencapai tujuan, bukan meru- pakan tujuan. Evaluasi hanya dilakukan dalam hubungan dan meru- pakan bagian suatu program, unit, atau kegiatan pengajaran. la meru- pakan cara untuk memperoleh, menganalisis, serta menafsirkan infor- masi tentang perubahan perilaku yang terjadi pada siswa. Tujuannya ialah untuk meningkatkan atau memperbaiki pengajaran. Gronlund mengemukakan 5 prinsip umum evaluasi sebagai ber- ikut: (1) Dalam proses evaluasi yang terlebih dahulu harus dilakukan jalah menentukan apa yang akan/harus dievaluasi. (2) Teknik evaluasi dipilih sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, (3) Evaluasi secara me- nyeluruh ‘comprehensive’ memerlukan bermacam-macam teknik luasi. (4) Harus disadari benar bahwa setiap teknik evaluasi memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing, (5) Evaluasi hanyalah seke- dar alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri (Grontund, 1985: 18 — 20). MACAM-MACAM EVALUASI Teknik serta prosedur evaluasi yang digunakan dapat diklasifikasi- kan dengan berbagai cara. Berdasarkan hakikat pengukurannya, eva- luasi dapat dikelompokkan ke dalam dua macam pengukuran yaitu pengukuran kesanggupan maksimum dan pengukuran kemampuan atau perilaku tertentu. Ke dalan. kelompok yang pertama termasuk pengukuran-pengukuran untuk mengetahui bidang serta batas kesang- gupan seseorang seperti tes bakat dan tes hasil belajar. Tes bakat di- raneang terutema untuk meramalkan kemungkinan pencapaian hasil yang dapat dicapai dalam pengajaran yang akan ditempuh. Sebaliknya, tes hasil belajar terutama digunakan untuk mengetahui tingkat penca- paian hasil belajar yang diperoleh dalam proses belajar yang telah di- alami. Ke dalam kelompok yang kedua termasuk pengukuran-pengukuran untuk mengetahui kecenderungan, kebiasaan, atau pola tingkah laku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu, Apa yeng akan dilakukan seseorang jika bertemu dengan permasalahan yang sulit, bagairriana kebiasaan membaca seseorang, merupakan contoh pertanyaan yang di- jawab melalui prosedur evaluasi yang kedua. Contoh untuk kelompok ini ialah tes-tes kepribadian, metode-metode evaluasi untuk mengetahui minat, kebiasaan kerja, kebiasaan belajar, kemampuan penyesuaian sosial, sikap, dan sebagainya. Dari uraian di atas dapat diringkaskan bahwa prosedur yang perta- ma mencari informasi tentang apa yang dapat dilakukan atau bagai- mana potensi seseorang, sedangkan prosedur yang kedua mencari infor- masi tentang apa yang akan dilakukan seseorang dalam situasi tertentu, Pengelompokan evaluasi dapat juga dihubungkan dengan proses belajar mengajar. Dalam hal ini dapat dibedakan evaluasi yang dilaku- kan sebelum atau pada tahap awal, pada pertengahan, dan pada tahap akhir suatu program pengajaran. Tes kemampuan awal, tes penempat- an; tes perkiraan kemampuan ‘pre-assessment,’ tes bakat, tes kesiapan merupakan beberapa contoh evaluasi yang dilakukan pada awal pro- gram. Fungsinya untuk menjajaki kemampuan awal serta batas kesang- gupan siswa, Evaluasi yang diadakan pada tengah program mencakup’ evaluasi untuk mengetahui kemajuan serta kesulitan belajar siswa, un- tuk memberikan penguatan serta umpan balik korektif bagi siswa, serta untuk melakukan perbaikan langsung baik dalam cara siswa be- lajar maupun cara mengajar. Contoh alat evaluasi yang termasuk ke- lompok ini ialah tes formatif dan tes diagnostik, berbagai teknik obser- vasi, dan bermacam-macam inventori. Evaluasi yang diadakan pada akhir program disebut evaluasi suma- tif, Gunanya untuk mengetahui pencapaian hasil seusai program, seba- gai dasar keputusan tentang lulus tidaknya seseorang. Tes hasil belajar, evaluasi belajar tahap. akhit merupakan contoh untuk evaluasi sumatif. Selanjutnya klasifikasi jenis evaluasi dapat pula didasarkan atas kerangka acuan dalam menginterpretasikan hasil belajarnya. Dalam hal ini dikenal penilaian dengan acuan patokan (PAP) dan penilaian dengan acuan norma (PAN).* PAP memerikan kedudukan individu dalam pen- capaian tujuan-tujuan yang harus dicapai, sedangkan PAN memerikan kedudukan individu dibandingkan dengan individu-individu lain di da- lam kelompoknya. PAP digunakan’ dalam evaluasi sehubungan dengan proses belajar mengajar, sedangkan PAN dalam seleksi untuk masuk ke perguruan tinggi misatnya. Ringkasan berikut akan memperjelas penjelasan terdahulu. * Untuk seterusnya digunakan singkatannya, TABEL 1 Dasar Klasifikasi MACAM-MACAM ALAT EVALUASI Jenis Evatuasi Fungsi Evaluasi Contoh Kemampuan yang diukur Proses Belajar Mengajar Cara Penat- siran Hasil Evaluasi 10 Potensi Kemampuan Khusus. Awal Program Tengah Program Akhir Program PAP PAN Menjajaki batas “ke- mampuan individu Menjajaki pola/ket sean / kecenderungan individu Menjajaki kemampuan awal/prasyarat yang di perlukan untuk suatu program Mengetahui kemajuan belajer, memberi penguatan dalam pro- ses belajar, memper- baikikekeliruan de- lam belajar, serta me- merikan penyebab ke- sulitan belajar. Menentukan pencapai- an hasil belajar setelah program selesai Memerikan keduduk- an individu berdasar- kan tujuan pengajaran yang harus dicapai Memerikan keduduk- an individu di antara individu tain dalam kelompok. Tes bakat, tes hasil belajar Berbagai teknik obser- vasi, angket, inventori tentang sikap, minat, kebiasaan, kepribadian, serta penilaian sejawat Prates, berbagai teknik observasi, tes Kesiapan, tes bakat Tes formatif, tes di- agnostik, berbagai tek- nik observasi Tes sumatif, pascates, skala penilaian Berbagai tes hasil bela- jar, berbagai teknik ob: servasi Tes seleksipenerimaan mahasisws, Di samping pengelompokan di atas masih ada lagi beberapa jenis alat evaluasi yang sering kali digunakan juga (1) Tes baku dan tes buat- an guru. (2) Tes individual dan tes kelompok. (3) Tes kecepatan dan Tes Kekuatan. (4) Tes Objektif dan Tes Subjektif/esai Tes baku ialah tes yang sudah dibakukan melalui proses pembaku- an, sehingga memiliki tingkat keabsahan ‘validity’ dan keandalan ‘reliability’ yang memadai; Tes seperti ini hanya dapat digunakan oleh badan. yang berwenang, Tes buatan guru atau tes informal ialah tes yang dibuat dan digunakan guru dalam kegiatan Tmengajar di kelas; tes semacam ini biasanya tidak dibakukan terlebih dahulu. Tes individual ialah tes yang diberikan secara individual. Sekelom- pok peserta tes mengikutinya secsra bergiliran seorang demi seorang. Tes kelompok dilaksanakan sekaligus terhadap sekelompok peserta. Tes kecepatan mengukur kecepatan siswa dalam menyelesaikan butir-butir soal: berapa banyak butir soal yang dapat diselesaikan dalam waktu yang ditentukan? Tes kekuatan ‘power test’ yang meniajaki tingkat kemampuan seseorang dalam kondisi waktu; butir-butir tes eae disusun berurutan dari.yang termudah sampai yang ter- sulit. Tes objektif ialah tes yang dapat dinilai secara lebih objektif, se- dangkan tes subjektif lebih bergantung kepada subjektivitas penilaian- nya. Jenis alat-alat evaluasi yang diuraikan di atas ialah jenis yang uum. dalam berbagai bidang. Berikut ini akan dipaparkan beberapa jenis alat evaluasi yang khusus digunakan dalam pengajaran bahasa, (1) Tes Kecakapan Bahasa ‘Language Proficiency Test’ Tes ini pada dasarnya mengukur kemampuan-kemampuan yang telah dipelajari (seperti tes hasil belajar) tetapi secara langsung dihu- bungkan dengan persyaratan untuk memasuki suatu program tertentu. Tes penempatan merupakan jenis tes kecakapan: apakah seseorang cukup cakap untuk’ mengikuti program pendidikan guru bahasa Ing- geris? Contoh lainnya iaiah Tes seleksi Program Doktor: Apakah se- seorang cakap membaca buku-buku mengenai bidang studinya yang ditulis datam bahasa Inggeris dengan ketepatan 90% ? Vv (2) Tes Diskrit dan Tes Global (Padu) Tes diskrit digunakan untuk mendapatkan informasi tentang penguasaan siswa atas unsur tertentu dalam bahasa kedua, Misalnya tes kosakata, intonasi, struktur/pola kalimat, dan tes ejaan merupakan contoh tes tersebut. Demikian pula tes pilihan ganda merupakan bentuk tes yang bersifat diskrit. Dalam hal ini perlu diingat bahwa kadang: kadang suatu soal pilihan ganda yang didasarkan atas penafsiran ter- hadap bahan bacaan (wacana) yang agak panjang dapat digolongkan sebagai tes global/integratif. Sebaliknya, tes kemampuan bicara atau menulis yang menurut bentuknya merupakan alat ukur global, dapat diberi angka berdasarkan unsur-unsur khusus dengan cara seperti yang dilakukan terhadap tes diskrit. Tes global digunakan untuk mengukur kemampuan siswa misalnya dalam memahami dan menggunakan bahasa di dalam suatu konteks. Contohnya jalah dikte (imla) mengenai wacana yang belum dikenal, tes kloz ‘cloze test’ dan tes yang menilai keefektifan komunikasi 12 Il EVALUASI DALAM PENGAJARAN BAHASA PENGAJARAN BAHASA DI INDONESIA Di_Indonesia pengajaran bahasa mencakup bahasa Indonesia, baha- sa daerah, bahasa Inggeris, Arab, Jerman;-Perancis, serta beberapa ba- haga asing lain. Penyelenggaraannya bergantung kepada sifat dan ke- dudukannya baik di dalam kehidupan sehari-hari maupun di dalam ku- rikulum. Bahasa Indonesia bagi sebagian besar bangsa Indonesia meru- pakan bahasa Kedua, di samping berfungsi sebagai bahasa nasional se- kaligus bahasa resmi, khususnya sebagai bahasa pengantar pendidikar, Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang digunakan sebagai, alat_komunikasi antarwarga daerah, untuk mengungkapkan aspirasi kedaerahan; di berbagai daerah bahasa ini sampai sekarang masih digu- nakan sebagai bahasa pengantar pada tahun-tahun pertama di SD dan diajarkan melalui pengajaran bahasa daerah. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing pertama yang diajarkan terutama melalui sekolsh-sekolah negeri. Bahasa Arab bagi mayoritas bangsa Indonesia tidak dapat di- pisahkan dari kehidupan keagamaan. Bahasa ini dalam Kurikulum SMA tahun 1984 ditetapkan sebagai bahasa asing pilihan di samping bahasa Jerman dan Perancis. Tetapi, di beberapa jenis sekolah ba- hasa ini telah diajarkan sejak tingkat yang setaraf dengan SMTP (pada Madrasah Tsanawiyah) bahkan setarat SD (Ibtidaiyah). Bahasa asing lainnya sampai sekarang belum diajarkan melalui lembaga pendidikan dasat dan menengah. Beberapa bahasa asing (Cina, Jepang, Rusia, dan sebagainya) diajarkan di Fakultas Sastra dan kursus-kursus. Fungsi bahasa secara umum ialah. sebagai sarana_komunik: laran, kebudayaan, dan khusus untuk bahasa nasi persatuan. Karena itu pengajaran bahasa pada dé kan untuk mengembangkan fungsi-fungsi tersebut. Tujuan itu nyangkut ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oi dalam pelak- sanaannya, ranah-ranah tersebut terwujud dalam aspek pengajaran yang mencakup kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Di samping keempat kemampuan itu pengajaran bahasa juga 13 meliputi pengajaran tentang kebudayaan, kesusastraan, dan tata bahasa. Dengan demikian, pengajaran bahasa sekurang-kurangnya mencakup tiga dimensi, yaitu dimensi fungsi, kemampuan berbahasa, serta ranah kemampuan yang dikembangkan. Pengajaran bahasa memang merupakan bidang pengajaran yang cu- kup kompleks; banyak masalah yang tetap terbuka atau belum terja- wab. Salah satu permasalahan yang cukup penting “bagaimana me- ngembangkan kemampuan-kemampuan berbahasa kepada siswa, se- hingga mereka itu dapat menggunakan bahasa itu dalam berbagai fungsinya?” Pertanyaan itu menunjukkan bahwa tujuan akhir peng- ajaran bahasa ialah kemampuan menggunakan bahasa itu untuk ber- bagai keperluan. Dengan kata lain titik berat pengajaran bahasa ter- letak pada ketérampilan berbahasa yang sekaligus menyangkut ranah koghitif, afektif, dan psikomototik. TUJUAN PENGAJARAN BAHASA, Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa pada hakikatnya pengajaran bahasa bertujuan untuk mengemukakan kemampuan meng- gunakan bahasa untuk berbagai keperluan. Tujuan itu merupakan tu- juan umum yang berbeda-beda kompleksitasnya di dalam pengajaran berbagai bahasa. Sehubungan dengan tujuan pengajaran bahasa itu perlu dikemukakan beberapa model klasifikasi/taksonomi. Valette dan Disick mengelompokkan tujuan-tujuan pengajaran bé- hasa berdasarkan aras keterampilan dan jenis perilakunya, 1a mengelor- gokkan .tujuan-tujuan mulai dari aras yang paling rendah/sederhana sampai yang paling tinggi/kompleks. Selanjutnya keterampilan itu di- bedakan antara yang merupakan perilaku internal dan yang merupakan petilaku eksternal. Tabel berikut akan memperjelas uraian di atas. 14 “abel 2 KLASIFIKASS VALETTE-DISICK (disadur dari Valette, 1985) Peri Leku \ras Internal/ Eksternal/ } eoeqip -op eoequia ou wera] gequiays | 2252524 Burs ede 1 smn euyi0q eoequiony -2q 1606 sind} Uee0eq 2qUiDy We} indove F ssind eoequaw -Buevaw| — eoequiayy | esnbuayy seyueoueW | 11d3S3u/vOVENSW Teng r nia 1 15551948 | jsnysipi0g op epiaisg orepidieg | weep es ru woy pana uejjyunusoy'] -eyeq yer Iebequec, 10g we yeBequeq uebuap | Jey uey pera ep vey Nvsi7 Iseqiunwoyiog | -desouats 7 ot oe -e7ey UE, tL ewepyepieg | erposiog | sowe yopu04) euns6uow | sindoue/wuWoIsuaE \ ‘9094 239 in -25 uey!s Faerun -2yunWo> -ep ue6ued 1p 6ueA ue tee uuesad pns | -deanjiAung bAuEpe yeu uey| — ueyey6uer Nvsi7 epeAuay sejafuayy | s6ueinBuey | -J1Ld3S38/VINIANSIN i Nvavevonad yiuo.owowise | auvasa [ea | SHS] sara | uedevouaglueweveuag) munud | wads AiLINSO% aesv VSVHV8H3E NNW TIMAd [Sd HSB HOLNOD sqaawr MENULIS/PRODUK- Menyusun Biasa TIF/TU paragrat mengguna- us yang me- kan baha- menuhi sa yang persyarat- baku dalam an kesa- mengarang tuan, ke: lengkapan & kepaduan TATA BAHASA/RESEPTIF, IMengguna- | Mengane-| Mengarang nara: Menerima & PRODUK- sis si Mengarang kaidah be- TIF/LI- Idah dalam } kalimat | esai mengubah hhasa untuk SAN/TU- menyusun | menurut | puisi mempermu- fe kalimat | hubungan| dah komu- logis nikasi KESUSASTERAAN/RESEP.| Menang- Mengharge. pee a aN : a karya sas: 1F/ karya ps PRODUK.| sastra ai has si/TU- ene bidang ma- us kreteria nusia kebudayaan 20 Secara garis besar perilaku berbahasa itu dikelompokkan sebagai kemampuan menyimak, berbicara, membaca, menulis (mengarang), tata bahesa dan kesusastraan, Perlu diingat bahwa kemampuan di bidang tata bahasa bukan merupakan tujuan akhir melainkan hanya sebagai penunjang kemampuan lainnya. Selanjutnya kemampuan dalam kesusatraan lebih bersifat apresiatif (reseptif), sedangkan kemampuan (pemahaman) kebudayaan diperlukan untuk menunjang kemampuan berbahasa sebagai gejala sosial budaya suatu bangsa. Aspek tata bahasa dan kebudayaan biasanya diberikan dan dievaluasi secara integratit dalam bentuk pemakaian bahasa ‘usage’. Untuk menentukan kemampuankemampuah apa yang akan di- evaluasi tentu saja kita perlu melihat kurikulum/garis besar program pengajaran yang digunakan sebagai landasan pelaksanaan pengajaran. Dalam kurikulum bahasa Indonesia untuk SMP (1975) misainya, ke- mampuan berbahasa itu dirinci ke dalam pokok-pokok bahasan tata bunyi, tata bentukan, tata kalimat, Kosa kata, gaya bahasa, diskusi, ragam membaca, paragraf; dan apresiasi sastra. Seperti telah dikemukakan“dalam bab terdahullu, langkah pertama dalam evaluasi ialah menentukan apa yang akan dievaluasi. Dengan kata lain perlu diidentifikasikan wngkah laku yang khas atau spesifik, Maka untuk memudahkan pombatean selanjutnya, dalam bagian ini akan diperbincangkan — sekedar sebagai contoh — suatu kemampuan pro- duktif yang kompleks, Dalam hal ini akan diambil kemampuan: ber- diskusi. Kemampuan Berdiskusi Berdiskusi merupakan kegiatan komunikasi dua arah. Ini berarti bahwa dalam berdiskusi tercakup dua jenis kemaripuan. Yaitu ke- mampuan mengemukakan atau mengungkapkan gagasan sendiri serta kemnampuan menanggapi gagasan orang lain. Untuk dapat mengungkapkan gagasan dengan baik diperlukan ke- mampuan dalam memilih kata serta struktur kalimat yang tepat. Di samping itu perlu pula dikuasai kemampuan menyusun gagasan secara logis, menggunakan intonasi yang tepat, serta bersikap objektif, tidak emosional. 21 Selanjutnya, agar dapat menanggapi dengan tepat seorang siswa harus mampu menyimak pembicaraan dengan baik, la harus dapat de- gan cepat menyimpulkan untuk dirinya sendiri inti gagasan kawan diskusinya, Berdasarkan atas pemahaman (reseptif) itulah ia memberi- kan tanggapan yang relevan. Dalam menyatakan tanggapannya ia me- merlukan pula pilihan kata, struktur kalimat, intonasi yang tepat, di samping sikap objektif/tidak emosional. Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi terhadap keterampilan berdiskusi mencakup perilaku yang berhubungan dengan: (1) memilih kata (2) menggunakan kalimat (3) menggunakan intonasi dani unsur-unsurnya (4) mengemukakan/menanggapi gagasan secara logis (6) sikap Perlu dicatat bahwa perilaku pada TABEL 2 hanya dimaksudkan sebagai ilustrasi/contoh hasil belajar sebagai tujuan evaluasi. PELAKSANAAN EVALUASI Evaluasi dalam pengajaran bahasa dapat dilaksanakan pada awal, sepanjang, dan pada akhir program. Di samping itu evaluasi dapat di- laksanakan secara klasikal, secara individual, atau di laboratorium se- cara lisan, atau tertuiis. ‘Secara Klasikal Pada umumnya evaluasi di sekolah dilaksanakan secara klasikal. Artinya, siswa dalam satu kelas bersama-sama dievaluasi. Mereka mengikuti tes pada waktu yang sama. Tes itu mungkin diadakan secara berkala sesudah menyelesaikan pokok bahasan, unit, atau pada akhir suatu program (catur wulan atau semester). Mungkin pula evaluasi itu diberikan dalam bentuk kuis yang dilaksanakan dalam waktu yang terbatas. Di sekolah dasar dan menengah guru biasanya memberikan tes yang informal dalam bentuk ulangan harian di samping tes yang lebih formal yang bahannya disusun oleh suatu panitia sekolah atau dari KANWIL. Di perguruan tinggi tes klasikal mungkin dilaksanakan sebagai tes for- matif, tes unit, tes tengah semester, dan sumatif dengan bahan tes yang disusun oleh dosen atau tim dosen. 22 Ujian tulis dalam rangka penempatan atau perkiraan kemampuan awal juga dilaksanakan secara klasikal. Evaluasi_klasikal digunakan untuk mengukur semua aspek ke- mampuan berbahasa pada ranah kognitif dan afektif. Pada ranah:psiko- motorik untuk ragam bahasa lisan cara evalwasi itu hanya dapat meng ukur secara tidak langsung. Evaluasi klasikal yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan dampak yang positif terhadap hasil belsjar siswa. Kertas ujian yang cepat dikembalikan misainya, akan merupakan umpan balik bagi siswa, Dalam hal ini kertas jawaban tes/kuis dapat dipertukarkani di antara sisiva untuk diperiksa bersama-sama dengan menggunakan kunci jawab- an-dari guru; dengan demikian umpan balik dapat diterima, segera se- telah pemeriksaan selesai. Tes/kuis kecil seperti di atas dapat pula diberikan sebagai cara Tenagih tugas baca yang harus dilakukan siswa. Evaluasi klasikal untuk tujuan penempatan dan perkiraan ke- mampuan awal biasanya dikaitkan dengan PAN. Evaluasi Individual Evaluasi ini diadakan dalam program belajar individual seperti pro- gram bermodul misalnya. Siswa dapat meminta tes kapan saja mereka selesai sesuai dengan kecepatannya masing-masing. Pada program belajar semi individual, tes dilaksanakan pada hari- hari tertentu saja dalam setiap minggu. Di sini siswa hanya dapat meng- ikuti tes berdasarkan perjanjian dengan gurunya. Dalam pengajaran bahasa di perguruan tinggi, evaluasi semi individual sering dilakukan dosen dalam mengevaluasi kemampuan lisan para mahasiswa, Waktu tes ditentukan selama beberapa hari pada akhir atau di tengah semester. Evaluasi individual kerap kali dikaitkan dengan PAP; individu dinilai berdasarkan pencapaian tujuan belajar yang sudah ditetapkan. Pada evaluasi individual hasil evaluasi dapat diberikan segera mung- kin, Dengan demikian, umpan balik langsung dapat diperoleh oleh siswa: Di sinilah kelebihan evaluasi individual dibandingkan dengan 23 evaluasi klasikal. Namun tentu saja evaluasi ini lebih banyak memirta waktu dan jika dilaksanakan secara lisan, sering kali cenderung subjek- tif. Untuk mengatasi hal yang terakhir perlu diusahakan bentuk tes lisan yang lebih terstruktur; dalam hal ini penentuan kriteria yang jelas dan rinci akan banyak menolong. Evaluasi di Laboratorium Cara evaluasi ini tentu saja hanya dapat dilakukan oleh sekolah- seolah yang memiliki laboratorium bahasa, Akan tetapi sekolah-sekolah * yang tidak memilikinya dapat memanfaatkan tape recorder. Pada evaluasi.ini siswa diminta menjawab/mengerjakan soal tugas dengan membaca, menulis, atau mengisi lembar jawaban. Kebaikan evaluasi ini ialah bahwa, sekelompok siswa memperoleh pertanyaan/soal tes yang sama, yang diucapkan dengan kecepatan yang sama, dan dikerjakan pada waktu yang sama. Dengan demikian, evaluasi ini memiliki objektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan de- ngan evaluasi individual. Kekurangan evaluasi yang dilekukan di laboratorium ialah bahwa aspek-aspek nonbahasa yang biasanya membantu seseorang dalam me- mahami bahasa lisan tidak tergambarkan. Untuk mengatasi kesulitan yang mungkin timbul, petunjuk tes dikemukakan di dalam bahasa pertama sehingga tidak terjadi kesalah- pahaman mengenai tugas yang harus dilakukan. Selain itu sebelum tes dilaksanakan guru atau petugas harus meneliti dengan sungguh-sungguh apakah semua peralatan berfungsi dengan baik sehingga semua siswa da- pat mendengar rekaman dengan jelas. Laboratorium sangat baik untuk mengevaluasi kemampuan mé- nyimak dan memahami bacaan. Di samping itu laboratorium dapat pula digunakan untuk mengevaluasi kemampuan menulis yang didasarkan atas bahan lisan. Imla, tes struktur/pola, dan tes penyusunan paragrat terarah ‘directed Paragraph’merupakan contoh evaluasi semacam itu. Yang agak sulit dilakukan ialah mengevaluasi kemampuan berbicara. Tes kemampuan berbicara dengan menggunakan laboratorium harus dilakukan dengan sangat teliti. Alat-alatnya haruis benar-benar terper- caya; sebab, kerusakan sedikit pada alat-alat tersebut akan mempenge- ruhi siswa. 24 ALAT EVALUASI Alat evaluasi yang digunakan di dalam pengajaran bahasa pada dasarnya sama dengan yang digunakan di dalam pengajaran lainnya walaupun ada beberapa yang memang khusus digunakan dalam peng- ajaran bahasa saja. Alatalat ini dapat dikelompokkan sebagai alat ukut/tes dan bukan alat ukur/nontes. Tes Dalam pengajaran bahasa tes juga merupakan alat ukur yang paling banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berbahasa, Alat ini digunakan untuk mengukur kemampuan-kemampuan berbahasa baik. yang bersifat diskrit maupun yang bersifat global atau integratif. Pada bagian ini hanya akan dibahas macam-macam tes yang akan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berbahasa termasuk hasil belajar berbahasa pada ranahafektif dan psikomotorik. Tes Menyimak Kemampuan menyimak bersifat reseptif. Dalam klasifikasi Valette Disck kemampuan ini termasuk kemampuan komunikasi: siswa me- mahami pesan yang dikomunikasikan secara lisan, Kemampuan ini pada dasarnya lebih bersifat kognitif. Pada aras/jenjang yang lebih tinggi dapat dideskripsikan sebagai kemampuan “menganalisis suatu_pesan yang disampaikan secara lisan dalam bahasa target’, “menyimpulkan sejumlah pesan yang dikomunikasikan melalui rekaman dalam bahasa target.” Untuk mengevaluasi kemampuan menyimak, dapat digunakan be- berapa cara: Contoh 1: _ informasi/deskripsi lisan Berdasarkan informasi lisan tentang beberapa fakta yang dapat diamati pada suatu tabrakan kereta api, maha- siswa diminta mengurai sebab-sebab kejadian tersebut. Contoh 2: mengenai sesuatu * dalam bahasa target Melalui rekaman disampaikan informasi dalam bahasa target tentang kejadian di sebuah kota. Pada lembar 25 jawaban siswa diminta menuliskan kejadian tersebut di dalam bahasa ibunya. Informasi ; A 1a fin du mois dernier, le President de la République Francaise, Frangois Mitterand a fait un erttretion serieuse agee Monsieur Gorbachev, lors de leur rencontre e Genéve. Jawab —_Pertemuan antara F. Mitterand dengan Gorbachev. Contoh 3: identifikasi tema cerita Guru menceritakan dalam bahasa target sebuah cerita dengan tema yang umum. Siswa diminta mengidentifikasikan judul, cerita dengan tema yang sama yang terdapat dalam ba- hasa ibunya. Contoh 4: identifikasi topik berdasarkan informasi pendek ‘Melalui rekaman diperdengarkan percakapan pendek antera dua orang penonton sepak bola. Mahasiswa diminta menuliskan topik percakapan itu di dalam bahasa ibunya. Contoh 5: pilihan ganda berdasarkan informasi pendek Guru menyiapkan rekaman yang berisi serangkaian ringkas- an berbagai siaran radio. Setiap ringkasan diberi nomor dan diperdengarkan satu kali. Mahasiswa diminta mengklasifikasi- kan topik siaran itu dengan mengisi lembaran jawaban. Petunjuk: Dengarkan dengan cermat siaran radio ini. Untuk setiap nomor siaran anda diminta mengklasifikasikan isinya. Pada lembar jawaban silanglah: A. jika membicarakan olah raga 8. jika membicarakan masalah politik C._jika membicarakan mesalah pendidikan D. jika membicarakan ekonomi 26 + Nama diri, nama kow/nesara, Kejadian, profesi dan sebsgainya, Contoh 6: Pemahaman dialog atau teks yang dibicarakan: Pilihan Ganda, Benar/Salah, atau jawaban pendek Kepada siswa diperdengarkan suatu dialog atau dibacakan suatu teks. Pembacaan dilakukan dua kali. Pertama secara menyeluruh. Kemudian sebagian demi sebagian. Pertanyaan atau soal diajukan untuk setiap bagian dalam bentuk benar/salah, pilihan ganda, atau jawaban pendek. Tes menyimak dapat pula berwujud tes kemampuan memahami informasi dalam bentuk petbuatan sesuai dengan informasi tersebut. Siswa diminta melakukan apa yang terdengar dari rekaman atau di- ucapkan oleh guru, Dalam hal ini, sesuai dengan informasi yang diteri- ma siswa memberi tanda pada peta, mengisi tabel/daftar isian, mencatat informasi yang didengar, menuliskan imla, dan sebagainya, Tes menyimak seringkali digunakan untuk mengukur kemampuan retensi. Dalam hal ini tes yang digunakan berbentuk imla. Perlu pula ditambahkan bahwa teknik-teknik tes menyimak yang telah dibicarakan di atas dapat ‘dirancang dengan berbagai taraf kesulitan serta ragam bahasa (baku atau dialek). Untuk menilai *) nasil tes menyimak digunakan kriteria atau pe- doman penilaian*) yang mencakup nilai untuk aspek-aspek yang di- evaluasi. Tes Berbicara Mengevaluasi_kemampuan berbicara seseorang merupakan suatu kegiatan yang sulit, Tes kemampuan berbicara tidak hanya mengeva- luasi Kemampuan memahami apa yang diucapkan dalam bahasa target yang oleh Wilga- Rivers diklasifikasikan sebagai pemerolehan keteram- pilan ’skill getting’, Tes itu harus dapat mengevaluasi kemampuan mengkomunikasikan gagasan yang tentu saja mencakup kemampuan menggunakan kata, kalimat, dan wacana yang diklasifikasikan sebagai menggunakan keterampilan ‘skill using’ yang sekaligus: mencakup ke- mampuan kognitit, dan psikomotorik. Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbaha- sa_yang Kompleks, yang tidak hanya sekedar mencakup_persoatan Ucapan/lafal dan intonast saja. Kemampuan berbicara dalam. bahasa apa pun selalu menyangkut pemakaian ungkapan ‘idiom’. serta berbagai 27 "1 Dalam hubungan dengan pemberian nilai, angk, arau skor. unsur’ bahasa_lainnya. Karena itu guru seringkali menemui kesulitan dalam mengevaluasi Kemampuan tersebut. Dalam proses belajar mengajar guru sering melakukan tes berbicara secara informal, misalnya dengan meminta siswa berbicara atau berce- rita, menguraikan sesuatu dalam bahasa target dalam waktu 3 atau 5 menit. Tes-tes tersebut seringkali dilakukan tanpa dirancang dengan baik terlebih dahulu. Dalam hal seperti itu ucapan siswa juga tidak di- rekam. Siswa diminta berbicara, guru mendengarkan, dan langsung memberikan nilai untuk unjuk laku ‘yang diperlihatkannya’. Penilaian serupa ini tentu saja tidak memenuhi persyaratan objektivitas. Dalam situasi pengetesan serupa itu akan lebih baik jika kriteria penilai- annya disusun secara lebih cermat. Seperti tes kemampuan kompleks yang lainnya, tes berbicara men- cakup beberapa aspek. Aspek-aspek itu ialah ucapan ‘pronunciation’, intonasi, ritme, tekanan yang semuanya termasuk ke dalam permasalah- an pembentukan/pengucapan bunyi bahasa. Dalam kenyataannya siswa kerap kali menemukan berbagai kesulit- an. sehubungan dengan pembentukan bunyi bahasa, Tekanan kata ‘stress’ dalam berbagai bahasa merupakan unsur penting dan dalam be- berapa bahasa bersifat fonemis. Siswa Indonesia yang belajar berbahasa Inggeris kerap kali mendapatkan kesulitan dalam membedakan tekanan pada kata zoo/ogy dan zoo/ogical analige dan analysis, moment dan momentous. Demikian pula orang yang berbahasa Belanda sering men- dapat kesulitan dalam pembentukan bunyi (a) dan (n) dalam bahasa Indonesia. Untuk mengevaluasi kemampuan berbicara dalam bahasa kedua biasanya digunakan beberapa macam tes, di antaranya tes meniru ‘mimicry’, tes ingatan ‘memorization’ wawancara, tes gambar, tes intonasi, dan tes tekanan. Contoh 1: Tes pengulangan ‘mimicri’ Melalui rekaman diperdengarkan Kalimat atau wacana pendek dan siswa diminta mengulanginya. Misainya: Terdengar: 1) Ohne dich kaun inh nicht leben (pengucapan bunyi ix] 28 (2) Schreiben Sie einen detuschen, order einen englisien Brief ? (pengucapan [f] } Contoh 2: Tes Ingatan ‘memorization’ Siswa mengulangi suatu sanjak atau dialog pendek yang diha- falkannya. Sebelum tes dimulai guru telah menyiapkan rambu- rambu/pedoman yang digunakan sebagai patokan dalam menilai ucapan. Tes kemampuan bicara yang telah dikemukakan semuanya dilaku- kan secara lisan. Cara tersebut tentu saja lebih cocok mengingat bahwa yang diukur ialah kemampuan mengucapkan (melisankan) bunyi- Namun demikian kemampuan itu mungkin pula diukur melalui tes tulisan. Contoh 3 Siswa diminta mengidentifikasikan bunyi-bunyi yang sama pada deretan kata-kata bahasa Prancis. (1) A. bien, B. patient, C. rien (2) B. le tableau, C, beaux, C. bleu. Contoh 4 ‘Siswa diminta mengenali bunyi (vokal) yang berbeda di antara sederetan kata bahasa Jerman. (1) A. sehr, B. der, C. denn, D. den, E. zehn (2) A. schon, B, schloss, C. so, D, gross, E. hoch. Bentuk-bentuk tes bicara yang telah dikemukakan iaiah tes untuk mengevatuasi kernampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Di bagian terdahulu telah disinggung bahwa kemampuan berbicara ialah ke- mampuan mengomunikasikan gagasan dalam bentuk bahasa. Kemampu- an tersebut menyangkut juga kemampuan menggunakan kata-kata, pola-pola kalimat, dan kaidah tatabahasa lainnya, Aspek-aspek tersebut seringkali dievaluasi melalui tes berbicara-secara lisan. 29 Contoh Contoh Contoh 5: Melengkapi (kosa kata) Melalui rekaman diperdengarkan kalimat-kalimat yang tak fengkap. Siswa diminta melengkapi kalimat itu dengan meng- ucapkan kata yang tepat. Misalnya : To open the door she needs a. . Mann schnitt Fleisch mit einem . . 6: Korelasi (Tata bahasa) Guru menyebutkan contoh kalimat dalam bahasa target. Siswa diminta membuat kalimat serupa dengan kata kerja atau objek lain. Misainya: (1) Er nahm das Buch (sehen) Jawab: Er sah das Buch (2) Ich kaufte das Buch (Hut) Jawab : Ich kaufte den Hut. 7: Mengubah pola kalimat (Tata bahasa) Guru menyebutkan contoh kalimat aktif. Siswa diminta mengubahnya menjadi pasif. Misalnya: (1) la membeli buku-buku itu. Buku-buku itu , . Jawab: Buku-buku jtu dibelinya. (2) Mereka telah mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik. Pekerjaan rumahnya ... Jawab: Pekerjaan rumahnya telah mereka kerjakan de- gan baik. Contoh 8: Percakapan terpimpin/terarah Guru menceritakan suatu situasi percakapan antara pramu- niaga dan calon pembeli. Dua orang siswa diminta melakukan Percakapan itu. Untuk membantu ingatan siswa, kepada mereka diberikan tulisan berisi beberapa kata kunci. Tes berbicara yang paling wajar ialah tes dalam bentuk percakapan bebas antara siswa dengan guru atau dengan seorang pewawancara yang baik, Jika digunakan cara yang terakhir guru sama sekali tidak mencampuri percakapan itu, la dapat duduk di belakang siswa sambil memberikan skor secara objektif. Tentu saja dalam hal ini pewawan- cata harus dapat mendorong siswa untuk berbicara, Sebagai pewawanca- ra;dapat dipilih guru dari sekolah lain atau siswa dari kelas tinggi/ asisten yang lancar dalam menggunakan bahasa target. Harus diingat bahwa tujuan utama wawancara ini ialah untuk meng- evaluasi kemampuan siswa dalam menyatakan dirinya secara lisan. Agar tidak menyimpang dari tujuan tersebut, perlu diperhatikan langkah- langkah berikut: (1) menentukan aspek-aspek bicara yang akan dievaluasi: ucapan/ lafal, .pilihan kata, urutan kata, struktur kalimat, kelogisen, dst. (2) Menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan memancing jawaban yang memberi informasi tentang aspek-aspek yang dinitai. (3) Menyiapkan lembar penilaian yang mencerminkan aspek-aspek yang dievaluasi (4) Menyiapkan pertanyaan-pertanyaan pendahuluan yang akan me- rangsang siswa berbicara dengan bebas; dalam hai ini perl kiranya didaftarkan kata-kata/ungkapan penghargaan sesuai dengan latar be- lakang budaya bahasa target. (5) Tujuan wawancara juga untuk memberikan kesempatan bagi siswa menunjukkan kemampuannya. Pemberian nilai untuk tes berbicara dalam bentuk wawancara atau percakapan langsung harus dilakukan secara langsung. Untuk memudah- kan evaluasi itu perlu disediekan lembaran penilaian yang mencakup aspek-aspek. Kemampuan berbicara yang dievaluasi disertai dengan bobotnya masing-masing. 31 Salah satu cara penilaian yang dapat digunakan ialah Prosedur Penilaian yang disusun oleh "Foreign Service Institute’ (FSI) untuk mengevaluasi kompetensi berbicara siswa. FSI mengelompokkan kom: petensi tersebut menjadi 5 Kelas, sebagai berikut: Kelas 1: Mampu memenuhi kebutuhan dalam perjalanan serta menguasai kata-kata sapaan/penghormatan Kelas 2: Mampi memenuhi keperluan sosial serta persyaratan untuk bekerja Kelas 3: Mampu berbicara dengan struktur yang tepat secara memadai untuk berpartisipasi secara efektit dalam pembicaraan formal maupun informal mengenai topik-topik sehubungan dengan masalah sosial dan pekerjaan Kelas 4: Mampu _menggunakan bahasa secara lancar dan tepat pada semua tingkatan bersangkutan dengan keperluan pekerjaan Kelas 5: Dapat berbicara dengan kemampuan setaraf dengan penutur asli yang terpelajar. Untuk menilai kemampuan berbicara FSI menggunakan prosedur penilaian yang mencakup kategori 2 meliputi tekanan kata ‘accent’, tata bahasa, kosa kata, kelancaran, dan pemahaman. Untuk setiap aspek ditentukan skala nilai antara 1 (sangat buruk) dan 6 (sangat baik). Kategori-kategori tersebut tidak ada hubungannya dengan tingkatan kemampuan berbahasa yang telah dikemukakan. Misalnya untuk kategori kelancaran * 1 * 2 * 3 1, Penuturan sangat terhenti-henti dan sebagian-sebagian sehingga ti- dak memungkinkan terjadinya suatu percakapan. 2. Penuturan sangat lambat dan tidak tetap kecuali jika mengucapkan kalimat-kalimat pendek atau yang diucapkan sehari-hari. 3. Penuturan kerap kali terhenti karena ragu-ragu dan tertegun-tegun; kalimat seringkali tidak selesai. 32 4, Penuturan kadangkala ragu-ragu, dengan ketidaktetepan yang dise- babkan oleh pengulangan atau mencari-cari kata yang tepat. 5. Penuturan berjalan lancar din wajar, tetapi kecepatannya masih belum seperti penutur asli. 6, Penuturan mengenai berbagai pekerjaan dan topik dilakukan secara lancar dan wajar seperti penutur asli. {Valette: 150). Para evaluator menggunakan tabe! bobot dengan penekanan paling besar pada tata bahasa, kedua kosa kata, dan terakhir pada tekanan ka- ta. Tabel Bobot FSI Deskripsi kecakapan (1) (2) (3) (4) (8) (6) Yekanan 012234 _ Tata bahasa 61218243036 Kosa kata 4 8 12 16 20 24 _ Kelancaran 2 4 6 8 10 12 a Pemahaman 4 8 12 15 19 23 _ Jumlah Nilai L_] Jumlah nilai diinterpretasikan dengan nilai menurut Tabel Konversi FSI berikut: Tabel Konversi FS! Jurmiah Tingkat/ Jumlah Kelas Jumlah Nilai Kelas Nilai Skor Kelas (Valette: 160) 33 Clark mengembangkan suatu sistem yang lebih mudah digunakan oleh para guru kelas. Kategori kemampuan yang diukur mencakup ucapan, kosa kata, struktur, dan kelancaran. Di samping itu ada pula Skala Penilaian Kompetensi Komunikatif yang disusun oleh Schultz, Skala Pemahaman, dan sebagainya. Tes Membaca Berbeda dengan pengajaran membaca pada zaman dahulu, maka pengajaran membaca sekarang1 ditekankan pada pemahaman bacaan sebagai keterampilan komunikasi. Pada taraf permulaan evaluasi terhadap kemampuan membaca menyangkut kemampuan mengenali tulisan (huruf). Dalam hal ini evaluasi yang dilakukan disesuaikan dengan pendekatan/metode yang digunakan misalnya metode eja, metode global, metode fonik dsb Contoh1: Korespondensi lambang bunyi Bentuk tes seperti ini digunakan untuk mengevaluasi kemampu- ‘an membaca pada taraf permulaan. Kepada siswa dipardengarkan rekaman frase atau kalimat pen- dek. Siswa harus memilih tulisan yang sesuai. Misalnya: Dari rekaman: nous avons Tertulis: A, nous savons B. nous avons C. nos savons Kepada siswa secara visual diberikan gambar-gambar berbagai objek. Pada lembar jawaban dituliskan alternatit jawaban. Siswa diminta memilih alternatif jawaban, Contoh 3; Sinomim Siswa diminta memilih sejumlah alternatif jawaban untuk si- nonim. Contoh 4: Definisi (Kosa kata) jinta memilih pasangan yang benar antara kata-kata Contoh 5: Asosiasi (Kosa kata) Siswa diminta mengenali pasangan kata-kata dalam bahasa target. Misalnya: 1, le patient A. Vécole 2. avoir faim B. I'hopital 3. lacraie D. manger Contoh 6: Inferensi Logis (Kosa kata) Sesudah membaca kalimat kunci siswe diminta memilih kalimat yang mempunyai hubungan logis. Misalnya: He has some fast food for his lunch, A, It is twelve o'clock B. He is hungry C. Heis tired. Contoh 7: Artikel (Tata bahasa) Siswa diminta memilih artikel yang cocok untuk kata-kata benda dalam bahasa target. Misalnya: (silah dengan A. ein B. eines C. einem D. einen. (1) Dasteht...Mann gas (2) Ersah...Mann ennmon> (3) Sie gibt... Mann. eviwr~ (a) ++ Buch pAnm Contoh 8: Memahami Pertanyaan (Pemahaman) Kepada siswa dikemukakan pertanyaan dalam bahasa target, Siswa boleh memberikan respons dalam bahasanya sendiri. Misalnya: What do you think of Leonardo Da Vinci ? Respons: Saya menyukai beberapa lukisannya. Would you please tell me about Bill Johnson ? Respons: Saya tidak mengenal Bill Johnson, ae eee 35 sn PUSAT | Contoh 9: Membaca sekilas Kepada siswa diberikan surat kabar. Mereka harus menemukan artikel-artikel tentang olah raga, ekonomi, kebudayaan, dan politik dengan cepat. Contoh 10: Memahami bacaan Kepada siswa diberikan sebuah bacaan. Mereka diminta menja- wab pertanyaan-pertanyaan tentang bacaan itu atau memilih pertanyaan-pertanyaan dalam bahasa target. Contoh 11: Frasing Yang dimaksud dengan frasing ialah membagi-bagi kalimat ke dalam frase-frase. Kepada siswa diberikan suatu bacaan. Contoh 12: Tes Klos ‘cloze’ Prosedur tes klos dikembangkan cleh Wilson Taylor pada awal tahun 50.an. Kepada siswa diberikan sebuah bacaan, Kalimat pertama dan terakhir dibiarkan. ——_-Setiap kata ketiga, kelima, atau ketujuh pada kalimat-kalimat lainnya dihilangkan. Siswa diminta mengisi bagian yang dihilangkan itu dengan tepat. Misalnya: Another type of testing is motivated by the desire to determine what the student has learned: achievement testing. An achievement — (1) assesses what — (2) been achieved —- (3) learned from —— (4) was tought — (5) a particular — (6) or a series of — (7). An achievement test '....-.+4e0.+- Sometimes there are clues in that the vocabulary or structures being elicited seem to concentrate on an area signaling that it, was covered in the course. : (Dikutip dari Cohen: 9) Contoh 13: Kritik terhadap Tulisan ‘Textual Criticism’ Evatuasi dalam bentuk ini hanya diberikan kepada siswa kelas tinggi. Berdasarkan atas bacaan yang diberikan, kepada siswa ditanyakan tanggapannya sehubungan dengan pendapatnya. 36 Tes Menulis Kemampuan menulis merupakan aspek berbahasa yang paling rumit. Kemampuan ini mencakup kemampuan-kemampuan yang lebih khusus yang di antaranya menyangkut pemakaian ejaan dan pungtuasi, struktur kalimat, kosa kata, serta penyusunan paragraf. Sehubungan dengan pengajaran bahasa kedua, kemampuan ini hanya dapat dikuasai siswa dengan melalui beberapa tahap. Pada dasarnya tulisan merupakan lambang bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan. Akan tetapi, ragam bahasa tulis memiliki kebiasaan- kebiasaan yang dalam beberapa hal berbeda dengan ragam lisan. Di dalam bahasa-bahasa tertentu seperti bahasa Inggris di beberapa daerah Amerika sangat berbeda dengan ragam bahasa lisan yang hidup. Bahkan di dalam beberapa bahasa ada struktur/bentuk yang hanya digunakan dalam ragam bahasa tulis. Di dalam bahasa Prancis misalnya bentuk passe simple hanya terdapat di dalam ragam bahasa tulis. Kebiasaan-kebiasaan pada ragam bahasa tulis itu berbeda-beda di dalam berbagai bahasa sehubungan dengan berbagai bentuk tulisan, misalnya surat dan laporan.. Kebiasaan-kebiasaan itu harus dipelajari. Penguasaan unsur-unsur tulisan serta Kosa kata dan struktur tata bahasa merupakan aspek pemerolehan keterampilan dalam kemampuan menulis. Dahulu aspek-aspek tersebut dievaluasi melalui tes terjemahan serta inla,- Dewasa ini evaluasi terhadap kemampuan menulis lebih di- tekankan kepada kemampuan berkomunikasi secara tertulis. Aspek- aspek yang diperhatikan terutama ialah Kkejelasan dalam mengemukakan gagasan, pilinan kata, organisasi paragraf, keterbacean teks oleh penutur asli. Dengan demikian, tes menulis harus benar-benar dapat mengukur aspek-aspek tersebut, Pembahasan tentang tes menulis ini akan mencakup berbagai jenis tes yang digunakan untuk mengukur berbagai aspek kemampuan me- nulis. Pada bagian terakhir akan.dibicarakan tes yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan menulis sebagai alat komunikasi. Tes Ejaan dan Pungtuasi Penguasaan terhadap ejaan dan pungtuasi dievaluasi beberapa me- lalui teknik imla, yaitu imla kata-kata lepas, imla dalam konteks kali- mat, dan imla penuh. 37 Contoh 1: Imla dalam konteks kalimat Imla jenis ini seringkali digunakan juga untuk mengevaluasi kemampuan kosa kata siswa. Misalnya: Er kaufte das Buch in dem... Jawabannya mungkin Geschaft atau sinonimnya. Contoh 2: Imlah penuh Dalam imla penuh guru membacakan suatu teks yang terdiri dari satu paragraf. Teks ini biasanya sudah dikenal, Mula-mula guru membacakan secara keseluruhan dengan kecepatan biasa, kemudian membacakan kalimat demi kalimat dengan kecepat- an lebih rendah untuk memberi kesempatan siswa menulis. Terakhir guru sekali lagi membacakan teks secara keseluruhan. Contoh 3: Tes Pungtuasi Kepada siswa diberikan kalimat-kalimat atau teks yang tidak diberi pungtuasi., Siswa diminta memberikan pungtuasi dan huruf besar yang diperlukan. Contoh 4: Tes Kosa Kata Tes kosa kata melalui tulisan dapat diberikan dalam bentuk tes closje atau dalam bentuk kalimat. Misalnya: A seal isa kind of . . . that lives in the: sea Contoh 5: Tes Gambar Kepada siswa diberikan gambar yang mencakup sejumlah objek. Mereka diminta untuk memberi nama objek-objek tersebut di datam bahasa target. 38 - Nm + w Contoh 6: Sinonim dan Antonim Kepada siswa diberikan sejumtah kata dalam bahasa target. Me- reka diminta untuk memberikan sinonim atau antonimnya da- lam bahasa target juga. Misalnya: 1. grand 2. petit 3. facile 4. beau 5. tranquil Contoh 7: Padanan untuk Kata-kata dalam Bahasa Ibu Kepada siswa diberikan sejumlah kelompok kata dalam bahasa ibu. Siswa diminta menuliskan padanannya dalam bahasa target. Misalnya, (dalam bahasa Inggris) wajan taplak meja kaki langit pembuka botol kaus kaki makanan/hidangan pembuka PaPpyn> Tes Tata Bahasa Melaiui Tulisan Contoh 8: Kata Tugas Kepada siswa diberikan sejumlah kalimat yang tidak lengkap di dalam bahasa target. Siswa diminta melengkapi dengan kata- kata tugas yang tepat. Misalnya, (1) Ich gehe ... Schule (2) Er muss... Kirche fahren Tes Kalimat Terarah Contoh 9: Korelasi Siswa diminta membuat kalimat dengan kata lain berdasarkan kalimat yang diberikan. Misalnya, ‘Meine Schwester kam schnell (Vater) Karangan Terkendali Dalam tes mengarang terkendali siswa belum sepenuhnya menggu- nakan tulisan sebagai sarana komunikasi. 1a menulis berdasarkan butir- butir yang sudah ditetapkan oleh guru. Dalam hal ini guru dapat mem- berikan garis besar/kerangka, kalimat-kalimat utama, atau pikiran uta- manya. Siswa diminta mengembangkean karangan dalam bahasa target. Karangan Terarah. Tes Menulis untuk Komunikasi Siswa diminta menulis statu karangan terarah. Ini hampir sama de- ngan karangan terkendali: siswa mengarang berdasarkan kerangké yang terinci dari guru, Bedanya ialah bahwa karangan terarah. meng- evaluasi kemampuan siswa dalam menyatakan dirinya dalam bahasa target. Keberhasilannya ditentukan berdasarkan keterbacaannya bagi penutur asli. Jika penutur asli dapat memahami karangan dengan mu- dah, maka siswa dinyatakan berhasil. Tetapi, jika penutur asi meng- alami kesulitan dalam memahami karangan, siswa tidak berhasil sepe- nuhnya. Tes menulis untuk komunikasi ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan gambar, filmstrip, gambar seri, atau cerita. Contoh 10: — Mengarang Berdasarkan Gerita Setelah membaca cerita dalam bahasa target, siswa diminta membuat cerita yang ada hubungannya dengan cerita yang telah dibacanya, la harus mengembangkan salah satu bagian cerita; misalnya mengenai salah seorang tokohnya, mengem- bangkan kelanjutan cerita atau menulis cerita tentang cerita sebelumnya, a Karangan Bebas: Tes Menulis untuk Komunikasi Tes ini merupakan tes yang sepenuhnya memberikan kesernpatan kepada siswa mengomunikasikan gagasan-dagasannya secara bebas. Siswa dapat menunjukkan kemampuannya mengorganisasikan gagas- an, memilih kata-kata serta menyusun paragraf. Tes ini dapat diberikan tanpa penentuan topik, sehingga siswa juga dapat menunjukkan apakah ia mampu memilih topik karangan yang memenuhi persyaratan, Tetapi, mungkin juga guru dapat memberikan suatu topik yang luas dan siswa menentukan topik-topik terbatas se- hubungan dengan topik itu. Evaluasi Karangan Yang menjadi persoalan sekarang jalah bagaimana mengevaluasi suaty karangan yang dimaksudkan: sebagai tes menulis untuk komu- nikasi? Berbagai cara evaluasi telah diciptakan; dalam tulisan ini hanya akan dikembangkan dua cara, Untuk dapat mengevaluasi karangan terlebih dahulu harus ditetap- kan aspek-aspek kemampuan apa yang harus dievaluasi, Dalam hal ini Valette mengemukakan aspek-aspek; organisasi, kejelasan ekspresi, dan keluasan kosa kata yang digunakan. Aspek-aspek itu disusun dalam bentuk skala penilaian sebagai berikut : Organisasi : baik sekali 6 5 4 3 2 1. tidak ada Kejelasan ; —mudah dipa- tidak dapat di- ekspresi hamiolth 6 5 4 3 2 1 pahami oleh pe- penutur asli nutur asli Keluasan : Pemakaian sebagian besar kosakata kata 6 5 4 3 2 1 merupakan peng secara ulangan Imaginatif Disadur dari Valette: 256 42 Diederich (1974) mengemukakan skala penilaian untuk beberapa jenis karangan seperti berikut : Nilai Umum Rendah Sedang Tinggi 24 68 10 aor 24 68 10 Pomakaian kata ‘wording’ . . 12 34 5 Aroma ‘flavor’... 65. 12 344 5 Teknik Pemakaian ‘usage’... . 12 34 5 Pungtuasi . 12 34 5 Ejaan ... 12 34 5 Tulisan ... 5... 12 34 5 Aspek yang _ ee dinilai Tinggi Rendah Judul 5 43 204 Gagasan: 10 8 6 4 2 Organisasi gagasan: 10 8 6 4 2 kesatuan kepaduan/ kelogisan Kejelasan ungkapan: 10 8 6 4 2 keefektifan kalimat Pemakaian kata: 5 43 24 ketepatan kesesuaian Pungtuasi 5 43 21 Ejaan 5 4 3 21 Teknik Non-Tes Dalam pengajaran bahasa, untuk mengevaluasi berbagai aspek ke- mampuan berbahasa terutama yang mengandung unsur psikomotorik atau bersifat kompleks digunakan berbagai teknik nontes. Ke dalamnya termasuk lembaran observasi, skala penilaian, angket, evaluasi sejawat, penilaian diri dan sebagainya, Alat-alat ini akan dibahas dan dikembang- kan dalam buku-buku Il. Dalam buku ini hanya akan diberikan bebera- pa contoh yang dikembangkan oleh Jerome B. Zutell dari Ohio State University. 44 Tabel 4 Page 2 ORAL READING BEHAVIOR WORK SHEET READER NAME — DATE — MISCUE LIST No, Reader | Text Pm | Corr. | ES | Phonics | Voc. 24. 22. 23. 24. 28. 28. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 45 ORAL READING ANALYSIS SUMMARY SHEET NAME GRADE TESTER DATE SELECTION DIFFICULTY 1, FLUENCY Rating (See Fluency Scale) 2. SPEED AND ACCURACY ‘A. Total Words Read B. Time (in sec.) C. No. of Miscues D; Successful Corrections Speed [ (A/B) “60] =___wpm Accuracy [A~C+D)/A] *100 3. WORD ATTACK Inspected Quick Real Word Substitutions, Real Word Substitutions Nonsense Words — Omissions Omissions Insertions Reversals, Immediate Corrections ~. Immediate Corrections - Later Corrections =. Total Total Difficult Orthographic Patterns: Difficult Vocabulary Words: Words Given By Tester: 4, SENSE No, of Sensible Miscues, PM E. No. of Uncorrected, Nonsensible Miscues, ES Percent Unmonitored Miscues (100 *E/A) 5. COMPREHENSION Check: Little Understanding Recalls Some Details Grasps Main Idea ‘Main Idea and Details Miscues Drastically Changing Meaning: a7 Student Name — Grade — STORY DRTA CHECKLIS Predicts from picture, title Makes logical predictions Uses Knowledge of story structures Changes predictions with new information Refines.and expands predictions with new information Can justify predictions with informasi from text Can locate specific information in text on request Can use context to figure out the meaning or pronunciation of new words Can see other possibilities and their logical outcomes Uses implied as well as explicit information Shows original thinking Understands author's major points 48 Easily With Prompts J. ZUTELL With Difficulty Can compare and contrast to similar stories Can vaty rate and focus of at- tention depending on purpose Reads at a reasonable rate AS Student Name ——--——- CONTENT DRTA CHECKLIST Easily With Prompts Shows some basic knowledge of topic, given grade and age Can skim text, using headings, higlighted terms and graphics to form a general prediction about the topic Can make reasonable predictions about the meaning of key vocabulary Makes logical predictions Changes predictions as necessary Refines and expands predictions with new information Can locate specific information in text as necessary Can prove or disprove points using appropriate information from text Can use context to figure out the meaning of a specialized or technical term Uses implied as well as explicit information 50 —-------- Grade -~— With Difficulty Shows original thinking Understands the author's major points Can apply concepts and facts to other situations Can vary rate and focus of at- tention depending on purpose Reads at a reasonable rate 51 td Bagian 2 KE ARAH PENGEMBANGAN TES HASIL BELAJAR lil TES HASIL BELAJAR DALAM PROSES BELASAR-MENGAJAR Dalam proses belajar mengajar tes hasil belajar memegang peranan penting. Tes jenis ini merupakan cara yang paling praktis dan paling banyak digunakan untuk memantau kemajuan yang dicapai_ siswa. Karena itu, sudah selayaknya kalau para guru pada tingkatan mana pun perlu memiliki kemampuan yang memadai dalam penyusunan tes jenis ini, Rangkaian tulisan ini akan membahas berbagai aspek sehu- bungan dengan pengembangan tes hasil belajar. Tes hasi! belajar merupakan langkah yang sistematik untuk menge- tahui hasil yang sudah. dicapai siswa dalam proses belajarnya. Bagi siswa ini akan merupakan umpan balik untuk usaha yang dilakukannya: hasil yang baik akan mempertinggi motivasi belajar, sedangkan hasil yang kurang baik akan memberikan informasi tentang kekurangannya dan akan memacu untuk berusaha lebih giat. Di pihak lain, bagi guru nilai yang diperoleh dari tes hasil belajar itu, akan merupakan umpan balik pula. Nilai tersebut menggambarkan tingkat keberhasilan pro- gramnya. Gambaran tersebut dapat memberi petunjuk kepadanya tentang tindak lanjut yang harus diambilnya: Apakah ia akan maju terus, mengulangi bagian-bagian tertentu, atau melakukan tindakan- tindakan remedial (perbaikan} untuk siswa-siswa tertentu. Ringkasnya, suatu tes hasil belajar memang terutama dimaksudkan untuk memper- baiki hasil belajar siswa. Nama "tes hasil belajar’” serta penjelasan di atas seakan-akan mem- berikan kesan bahwa tes itu dilakukan pada akhir suatu program. Akan tetapi, tidak demikian sebenarnya. Tes hasil belajar tidak hanya dilaku- kan sebelum suatu program dimulai (tes saringan), pada pertengahan program (tes formatif), atau pada akhir program (tes sumatif). Namun demikian, tes itu harus dipikirkan pada tahap perencanaan pengajaran. 55 TES HASIL BELAJAR SEBAGAI DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN Dalam proses belajar mengajar guru kerapkali harus memutuskan tentang tindak lanjut yang akan diambil. Sepanjang program pengajar- an sekurang-kurangnya tiga kali ia harus mengambil keputusan, yaitu sebelum mulai, di tengah program, dan pada akhirnya. Pengambilan Keputusan sebelum Program: Prates, Tes Saringan Jika kita mendapat tugas mengajar di suatu kelas, pada mulanya akan timbul berbagai pertanyaan dalam diri kita, di antaranya “apa yang harus kita ajarkan?”, “apa yang telah diketahui siswa?”, kemam- puan apa saja yang telah dimiliki siswa yang akan dipetlukan untuk menguiasai kemampuan baru yang akan diajarkan?”. Tes pada awal program akan memberikan jawaban untuk perta- nyaan kedua dan ketiga. Artinya, dari tes hasil belajar yang diberikan sebagai prates, guru dapat mengetahui kemampuan-kemampuan yang diperlukan yang telah dikuasai siswa. Dalam hal ini tes hasil belajar berfungsi sebagai tes perilaku awal ‘test of entering behavior’, Dari hasiinya guru dapat memperkirakan apakah siswa pada umumnya sudah siap untuk mempelajari kemampuan baru yang akan dikem- bangkan; apakah masih ada kemampuan yang merupakan prasyarat yang belum dikuasai siswa. Selain itu tes tersebut juga akan meng- gambarkan berapa jauh siswa telah menguasai kemampuan yang akan diajarkan, Informasi tentang kemampuan sebagai prasyarat untuk menguasai kemampuan yang akan diajarkar’ dapat dijadikan dasar untuk memutus- kan apakah guru dapat langsung memulai programnya yang baru, atau lebih dahulu harus memberikan pelajaran remedial agar siswa menguasai prasyaratnya, Selanjutnya, informasi tentang penguasaan siswa, akan kemampuan yang mau dikembangkan merupakan dasar bagi guru untuk menentukan apakah program itu memang perlu dilaksanakan atau dari mana ia harus memulai programnya. Bukankah mungkin saja terjadi bahwa siswa sudah menguasai semua atau beberapa di antara kemam- puan-kemampuan yang akan dikembangkan. Selain itu informasi yang diperoleh dari tes pada awal program dapat digunakan untuk menentukan penerimaan atau pentempatan siswa dalam suatu program. Dalam hal ini tes tersebut berfungsi sebagai tes saringan/tes penempat- an/tes klasifikasi ‘placement test’. Tes pada awal program yang telah kita bicarakan di atas mungkin merupakan tes yang sama dengan tes yang diberikan pada akhir pro- gram {tes sumatif} atau merupakan bentuk ekuivalennya. Dengan de- mikian maka hasil kedua tes itu dapat dibandingkan dengan mudah. Tentu saja pengetesan awal itu tidak selalu perlu diadakan, Guru yang telah mengajar sekelompok siswa selama waktu tertentu telah mengetahui kemampuan apa saja yang telah atau belum dikuasai siswa, Mengenai suatu program baru misainya, guru mengetahui benar bahwa siswa belum memiliki kemampuan apa pun. Tes awal itu mungkin akan banyak menolong bila guru belum mengenal kemampuan dan kecakapan siswanya dan hasil belajar yang diinginkan dapat dibeda- bedakan secara khusus menurut tingkatannya, Dalam hal ini tes itu akan membantu guru menempatkan siswa secata lebih cermat. Pengambilan Keputusan pada Pertengahan Program Tes Formatif dan Tes Diagnostik Selama proses belajar mengajar berlangsung guru perlu memantau kemajuan siswanya, Tujuan belajar mana yang telah dicapei dengan baik? Pada bagian mana siswa masih ynemerlukan bantuan? Siswa mena yang menghadapi kesulitan belajar? Dalam hal apa? Apakah ia memerlukan tugas-tugas remedial? Tes formatif dapat membantu guru menjawab pertanyaan-perta- nyaan itu secara lebih objektif. Tes itu dirancang untuk mengukur tingkat penguasaan siswa atas kemampuan-kermampuen yang dipela- jari melalui suatu satuan pelajaran tertentu, misalnya setelah menye- lesaikan satu modul, unit, atau bab-bab tertentu, Jika dari hasil tes formatif sekelompok siswa ternyata mengalami kegagalan, .maka berdasarkan atas kesalahan-kesalahan yang dibuat, guru dapat menentukan tindakan-tindakan korektif untuk siswanya secara individual. Tindakan korektif ini mungkin berupa penugasan membaca buku tertentu, mengikuti suatu program khusus, meng- ulangi bagian yang belum dikuasai, dan sebagainya. Ini tentu saja hanya dimungkinkan bila butir-butir tes itu terorganisasi dengan baik dan oF

You might also like