Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 5 Ekonometrika
Kelompok 5 Ekonometrika
DOSEN PENGAMPU :
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
MAULIA IKLIMA
MARDHATILA
M. AZRIL
NANDA AFRIANTI
NURAIDA
OKI HERNAWAN
SYAHRUL RIZUAN
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Multikolinearitas ................................................................................ 2
B. Heteroksiditas ..................................................................................... 9
C. Autokorelasi ....................................................................................... 14
A. Kesimpulan ....................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................. 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud Uji Multikolinearitas ?
2. Apa yang di maksud Uji Heteroksiditas ?
3. Apa yang di maksud Uji Autokorelasi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Uji Multikolinearitas ?
2. Untuk mengetahui Uji Heteroksiditas ?
3. Untuk mengetahui Uji Autokorelasi ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Multikolinieritas
1. Pengertian Multikolinieritas
2
bebas dalam model regresi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa, jika terjadi multikolinearitas, maka sebuah
variabel yang berkorelasi kuat dengan variabel lainnya di dalam
model, kekuatan prediksinya tidak handal dan tidak stabil.
3
hal ini dapat terjadi meskipun melalui korelasi derajat nol atau
sederhana relaif rendah.
h. Untuk mengetahui ada tidaknya kolinearitas ganda dalam model
regresi linear berganda, tidak hanya melihat koefisien korelasi
sederhana, tapi juga koefisien korelasi parsial.
i. Karena multikolinearitas timbul karena satu atau lebih variabel
yang menjelaskan merupakan kombinasi linear yang pasti atau
mendekati pasti dari variabel yang menjelaskan lainnya, satu cara
untuk mengetahui variabel X yang mana berhubungan dengan
variabel X lainnya adalah dengan meregresi tiap Xi atas sisa
variabel X dan menghitung R2 yang cocok, yang bisa disebut .
3
Muhammad Firdaus, Ekonometrika: Suatu Pendekatan Aplikatif, (Jakarta : PT Bumi
Aksara, 2021) hlm. 236
4
e. Melihat nilai Tolerance dan Variance Inflating Factor (VIF). Jika
nilai Tolerance < 0,1 dan VIF > 10 dapat diindikasikan adanya
multikolinearitas. Sebagian pakar menggunakan batasan
Tolerance < 0,2 dan VIF > 5 dalam menentukan adanya
multikolinearitas. Para pakar juga lebih banyak menggunakan
nilai Tolerance dan VIF dalam menentukan adanya
Multikolinearitas di dalam model regresi linear berganda
dibandingkan menggunakan parameter-parameter yang lainnya.
Hal ini juga dalam prakteknya menggunakan SPSS, kita sudah
disuguhkan dengan hasil yang instant, dimana kita bisa langsung
lihat nilai keduanya di dalam output SPSS.
f. Model regresi dengan variabel dummy dengan jumlah kategori
variabel dummy adalah tiga kategori atau lebih.
g. Dikatakan tidak akan menjadi masalah jika terdapat perbedaan
jumlah yang mencolok anggota sampel didalam kategori, dimana
yang menjadi kategori referensi adalah kategori yang jumlah
anggotanya sedikit. Sebagai contoh: jumlah sampel sebanyak 100
r . V r be Dummy h “Je s Pe erj (Pet Buruh
PNS)”. A t te r Petani 45 orang, Buruh 45 orang,
sedangkan PNS 10 orang. Selanjutnya yang menjadi referensi
adalah yang anggotanya sedikit, yaitu PNS. Hal ini menyebabkan
Variabel Dummy tidak akan berkorelasi terhadap variabel
lainnya, sebab yang menjadi referensi adalah yang jumlah
anggotanya paling sedikit.
5
variabel yang nilai VIFnya tinggi dan nilai korelasinya dengan
variabel bebas lainnya kuat.
c. Dengan cara melakukan operasi matematis antar variabel bebas
yang berkorelasi kuat sehingga didapat variabel baru hasil operasi
tersebut yang kemudian dimasukkan ke dalam model regresi
sebagai perwakilan dari variabel yang menjadi sumber operasi
matematis tersebut.
d. Melakukan standarisasi terhadap variabel yang menjadi penyebab
inklusi perkalian antara variabel, dimana hasil perkalian setelah
standarisasi tersebut yang dimasukkan ke dalam model bersama-
sama dengan variabel yang sudah distandarisasi.
4
Cara Menguji dan Mengatasi Multikolinieritas dengan SPSS,
https://www.en.globalstatistik.com/cara-menguji-dan-mengatasi-multikolinieritas-
dengan-spss/ (diakses pada 10 Maret 2023, pukul 19.55).
6
dapat ditoleransi, namun beberapa teori lain mengatakan harus kurang
dari 0,8 bahkan 0,7.
7
prediktor tidak akan menurunkan nilai R kuadrat secara drastis,
jika memang terdapat multikolinieritas dalam model.
b. Untuk menghasilkan kombinasi variabel prediktor yang
menghasilkan R kuadrat tertinggi, gunakanlah metode regresi
stepwise dalam SPSS.
c. Lakukanlah transformasi data misalnya menjadi bentuk logaritma
atau bentuk diferensarialnya. Tansformasi data ke dalam
diferensial lebih cocok untuk data time series. Sementara untuk
data-data penelitian survei sosial kurang cocok karena akan sulit
menginterpretasikan model diferensialnya.
d. Gunakanlah Principal Component Analysis (PCA). Prinsipnya
adalah menyederhanakan atau menggabungkan jumlah variabel
prediktor menjadi lebih sedikit jumlah variabel tanpa mereduksi
satupun variabel prediktor, namun dengan menjadikannya dalam
satu skor. Hasil dari pca adalah skor dari variabel prediktor baru
yang memiliki korelasi yang minimum sehinggi efektif untuk
mengatasi multikolinieritas.
e. Gunakanlah Partial Least Square Regression(PLS). Jika kita
menggunakan PCA maka bisa dipastikan kita akan mendapatkan
variabel prediktor baru yang memiliki korelasi minimum diantara
variabel prediktornya. Permasalahan yang mungkin muncul
adalah, variabel prediktor baru tersebut bisa saja tidak memiliki
hubungan yang signifikan juga dengan variabel respon (Y). Maka
kita akan menghadapi permasalahan baru berikutnya yaitu tidak
signifikannya model regresi. Jalan tengahnya adalah PLS, dimana
secara perhitungan masih mempertimbangkan variabel prediktor
yang memiliki hubungan tinggi dengan variabel respon namun
mencari kombinasi variabel prediktor yang memiliki nilai korelasi
minimum diantara mereka.
8
B. Heteroskedastisitas
1. Pengertian heteroskedastisitas
9
dengan yang lainnya tidak ada saling keterkaitan, begitu pula dalam
hal waktu. Sedangkan data time series, antara observasi satu dengan
yang lainnya saling mempunyai kaitan. Ada trend yang cenderung
sama sehingga varians residualnya juga cenderung sama
3. Mendeteksi Autokorelasi
a. Uji Park
7
Hironymus Ghodang & Hantono, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Konsep Dasar dan
Aplikasi Analisis Regresi dan Jalur Dengan SPSS, (Medan : PT Penerbit Mitra Grub, 2019)
hlm. 55
10
Dasar Pengambilan Keputusan :8
8
Ibid., hlm. 35
9
Timotiums Febry Teofilus, SPSS : Aplikasi Pada Penelitian Manajemen Bisnis,
(Bandung : CV Media Sains Indonesia, 2020) hlm 60
10
Risal Adriawan, Skripsi, Pengaruh Desentralisasi Fisikal Terhadap Tingkat
Kemiskinan, (Makasar : Universitas Islam Negeri Alaunddin, 2021) hlm. 40
11
residual (SRESID).11 Ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah
Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi
- Y sesungguhnya).
et e uj heter s e st s t s e re s Spe rm ’s
rho yaitu mengkorelasikan variabel independen dengan nilai
unstandardized residual. Pengujian menggunakan tingkat
signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi. Jika korelasi antara variabel
independen dengan residual di dapat signifikansi lebih dari 0,05
maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas pada model regresi.13
11
Duwi Priyatno, Olah Data Sendiri Analisis Regresi Linier Dengan SPSS Dan Analisi
Regresi Data Panel dengan Eviews, (Yogyakarta : CV Andi Offset, 2022) hlm. 11
12
Ibid, hlm 42
13
Romie Priyastama, The Book of SPSS: Pengolahan & Analisis Data ( Yogyakarta,
Anak Hebat Indonesia, 2020) hlm 129
12
Jika nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) lebih besar dari nilai
0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat masalah
Heteroskedastisitas
Sebaliknya, jika nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) lebih
kecil dari nilai 0,05 maka dapat dikatakan terdapat masalah
Heteroskedastisitas
4. Mengatasi Gejala Heteroskedastisitas Dalam Model Regresi
a. Melakukan alternatif uji lain untuk mendeteksi ada tidaknya
gejala heteroskedastisitas. (seperti : uji heteroskedastisitas dengan
gmbar scatterplot, uji glejser, uji rank spearman, uji park dan uji
white).
b. Melakukan transformasi data penelitian (misal : Ln, Log10, Lag,
dll) terutama untuk data-data yang tumbuh secara eksponensial
seiring dengna berjalananya waktu, seperti data jumlah penduduk
dan data kredit atas bunga majemuk.
c. Melakukan outlier terhadap data ekstrim atau jika diperlukan
maka kita boleh mengganti, menambah atau mengurangi sampel
supaya data menjadi lebih variasi atu beragam.
d. Membuat model spesifikasi diferensialnya. maksudnya adalah
model selisih antara t dengan t-1. cara ini juga biasanya sekaligus
dapat mengatasi masalah multikolinieritas.
e. Mengganti model penaksiran dari ols menjadi wls (weighted least
square). prinsip sederhanya adalah kita membuat pembobotan
atas nilai pada variabel x dan Y.
f. Terakhir, menggunakan cara heteroscedasticity-consitent standard
errors (HCSE), cara ini biasanya lebih ampuh, karena alur
berpikirnya diubah, alih-alih mencoba-coba model yang memiliki
varian error yang tetap, kita mulai dengan menetapkan error
varians yang konsisten.
13
C. Autokorelasi
1. Pengertian Autokorelasi
14
Yeri Sutopo, Achmad Slamet, Statistik Inferensial, (Yogyakara : Penerbit Andi) hlm.
102
15
Muhammad Firdaus, Ekonometrika: Suatu Pendekatan Aplikatif, (Jakarta : PT Bumi
Aksara, 2021) hlm. 218
14
juga akan terkait masalah error. Autokorelasi positif adalah
autokorelasi dimana error yang selalu diikuti oleh error yang sama
tandanya. misalnya ketika satu periode sebelumnya positif maka error
berikutnya akan positif. Sebaliknya autokorelasi negatif menyebabkan
error akan diikuti oleh error yang berbeda tanda. misalnya ketika
errornya positif maka akan diikuti oleh error negatif pada periode
selanjutnya.
2. Penyebab Autokorelasi
a. Kesalahan dalam pembentukan model (linier - non linier) 2.
b. Penggunaan Lag (inertia) è data observasi pada periode
sebelumnya dan periode sekarang, kemungkinan besar akan
saling ketergantungan (interdependence)
c. Fenomena cobweb è Munculnya fenomena sarang laba-laba
terutama terjadi pada penawaran komoditi sektor pertanian è,
Misalnya, panen komoditi permulaan tahun dipengaruhi oleh
harga yang terjadi pada tahun sebelumnya è uii tidak lagi bersifat
acak (random), tetapi mengikuti suatu pola yaitu sarang laba-laba.
d. Tidak memasukan variabel yang penting.
e. Manipulasi data yang tidak teliti.
f. Menggunakan data yang tidak empiris (data tidak berdasarkan
observasi)
16
Yeri Sutopo, Achmad Slamet, Statistik Inferensial, (Yogyakara : Penerbit Andi) hlm.
102
15
3. Dampak Adanya Autokorelasi
a. Estimator yang dihasilkan masih unbiased, konsisten, dan
asymptotical normally distributed. Tetapi tidak lagi efisien-
>varians tidak minimum (tidak BLUE (Best Linear Unbiased
Estimator)).
b. Estimasi standart error dan varian koefesien regresi yang didapat
“u erest m te”
c. Pemeriksaan terhadap residualnya akan menemui permasalahan
d. Autokorelsi yang kuat dapat pula menyebabkan dua variabel yang
tidak berhubungan menjadi berhubungan. Biasa disebut
spourious regression (dapat dilihat dari R2)
e. Pengujian arti t dan F tidak lagi valid sehingga menghasilkan
kesimpulan yang tidak valid.
f. Memberikan gambaran yang menyimpang dari nilai populasi
sebenarnya
4. Mendeteksi Autokorelasi
a. Metode Grafik
16
b. Uji Durbin Watson
c. Uji Run
17
Diamonalisa, Nunung Nurhayati, Dani Rahman, Mengolah Data Penelitian Akuntansi
dengan SPSS, (Malang : CV Literasi Nusantara Abadi. 2022) hlm. 58
17
d. Uji Statistics Q : Box-Pierce dan Ljung Box
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
19
penelitian dengan penelitian lainnya. Atau dapat juga dikatakan sebagai
kemiripian antara satu obsevasi dengan observasi lainnya.
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21