You are on page 1of 31

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI

ACARA BENTANG ALAM VULKANIK

Disusun Oleh:
“Billadh Ozora Rawung”
“21100123140130”

LABORATORIUM GEODINAMIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
OKTOBER 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Geomorfologi Acara Bentang Alam Vulkanik yang


disusun oleh praktikan bernama Billadh Ozora Rawung telah diperiksa dan
disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Pukul :

sebagai tugas Laporan Praktikum mata kuliah Geomorfologi.

Semarang, 20 Oktober 2023

Asisten Acara, Praktikan,

“Abdullah Umar Hanif” “Billadh Ozora Rawung”


21100122130077 21100123140130
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:

1. Bagaimana cara menentukan suatu perhitungan morfometri pada peta


topografi
2. Apa saja jenis dan ciri bentuk lahan pada peta topografi
3. Bagaimana cara membuat sayatan profil normal dan eksagrasi
4. Bagaimana cara menginterpretasi pada kolom morfologi
5. Apa saja proses dalam Geomorfik
6. Apa saja potensi positif dan negatif serta tata guna lahan bentang alam
struktural dan denudasional

1.2 Tujuan

Tujuan yang terkandung dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui cara menentukan suatu perhitungan morfometri


pada peta topografi
2. Untuk mengetahui apa saja jenis dan ciri bentuk lahan pada pada peta
topografi
3. Untuk mengetahui cara membuat sayatan profil normal dan eksagrasi
4. Untuk mengetahui bagaimana cara menginterpretasi pada kolom
morfologi
5. Untuk mengetahui potensi positif dan negative serta tata guna lahan
bentang alam struktural, denudasional, dan vulkanik
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktikum Geomorfologi, acara Bentang Alam Vulkanik telah dilaksanakan


pada :

Hari : Jumat

Tanggal : 6 Oktober 2023

Tempat : Ruang 202, Gedung Pertamina Sukowati


Universitas Diponegoro
BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Berikut merupakan alat dan bahan yang perlu disiapkan untuk mengikuti
praktikum Geomorfologi acara Bentangalam Tektonik :
1. Peta Geomorfologi A3
2. Klasifikasi Relief Van Zuindam (1983)
3. Kolom Morfologi
4. Kertas Kalkir ukuran A3
5. Kertas HVS
6. Milimeter Block ukuran A3
7. Pensil Warna khususnya ungu, coklat, dan merah
8. Clipboard
9. Alat tulis lengkap
10. Stepler
11. Penggaris (min. 30 cm)

2.2 Langkah Kerja

Berikut merupakan Langkah pengerjaan Hasil Laboratorium praktikum


Geomorfologi acar Bentangalam Vulkanik :

2.2.1 Melakukan Delienasi

1. Letakkan kertas kalkir pada peta topografi dan gunakan stapler untuk
merekatkan kedua kertas tersebut.
2. Gunakan pensil untuk menggambar garis tepi pada kertas kalkir,
sesuaikan garis tepi pada peta topografi
3. Menentukan bentuk lahan yang akan didelineasi pada peta topografi
4. Mengidentifikasi setiap lahan yang didelineasi menurut interpretasi
5. Tambahkan warna pada setiap relief ( Struktural : Ungu,
Denudasional : Coklat, Vulkanik : Merah)

2.2.2 Pehitungan Morfometri

1. Membuat dan menentukan 5 garis sayatan yang memotong 5 kontur


tegak lurus di setiap satuan bentuklahan
2. Menghitung persentase kelerengan per garis sayatan dengan rumus
3. Menghitung rata-rata presentase persen lereng yang telah dihitung
4. Menentukan satuan relief tersebut (rata-rata persen lereng) dan
diidentifikasi berdasarkan klasifikasi Van Zuindam (1983)
5. Menentukan nilai beda elevasi dari setiap satuan bentuklahan
6. Menentukan satuan relief tersebut (beda elevasi) berdasarkan
klasifikasi Van Zuindam (1983)

2.2.3 Pembuatan Sayatan Profil Normal dan Eksagrasi

1. Membuat sayatan A-B sepanjang 25 cm yang mencakup 2


bentuklahan yang berbeda (Struktural, Denudasional, dan Vulkanik)
2. Menandai kontur yang melewati sayatan A-B di kertas HVS yang
telah dilipat dan tulis angka berdasarkan ketinggian konturnya
3. Membuat penampang sayatan profil Normal dan Eksagrasi di
Milimeter Block

2.2.4 Interpretasi Pada Kolom Morfologi

1. Mengisi kolom Morfologi dengan data yang telah dibuat dari


perhitungan morfometri berdasarkan peta topografi yang telah
diidentifikasi.
BAB IV

PEMBAHASAN
Pada praktikum Geomorfologi acara Bentang Alam Vulkanik yang telah
dilaksanakan pada hari Jumat 6 Oktober 2023 bertempat di ruang 202, Gedung
Pertamina Sukowati Universitas Diponegoro, telah dilaksanakan pengamatan dan
identifikasi pada peta topografi yang merupakan daerah sekitar gunung Slamet.
Dimana dalam peta tersebut terdapat kontur yang berupa garis kontinyu diatas
peta yang memperlihatkan titik-titik diatas ketinggian yang sama. Didalam peta
topografi tersebut terdapat kontur berupa kontur Struktural, Denudasional, dan
Vulkanik.

Peta topografi adalah representasi grafis permukaan bumi yang


menunjukkan detail tentang elevasi, kontur, relief, dan fitur-fitur geografis lainnya
dalam suatu wilayah geografis. Peta ini memberikan gambaran visual tentang
bentuk lahan dan topografi di area tertentu. Informasi dalam peta topografi
biasanya disajikan dalam bentuk garis kontur, yang menggambarkan perbedaan
elevasi di atas permukaan laut, serta fitur seperti sungai, danau, jalan, hutan, dan
bangunan.

Peta topografi sangat penting dalam berbagai bidang, termasuk


perencanaan tata guna lahan, pengembangan infrastruktur, navigasi, pemantauan
lingkungan, dan penelitian ilmiah. Mereka digunakan oleh geolog, insinyur,
perencana kota, penjelajah, petani, dan berbagai profesional lainnya yang
memerlukan pemahaman mendalam tentang fitur-fitur geografis dan topografi di
suatu wilayah. Peta topografi dapat dibuat dengan menggunakan survei lapangan,
teknologi pemetaan, atau citra satelit, dan mereka menyediakan informasi yang
berharga untuk pengambilan keputusan dan perencanaan di berbagai tingkat.
4.1 Interpretasi Delineasi

Interpretasi adalah proses atau tindakan yang melibatkan pemahaman,


penjelasan, atau penafsiran informasi atau data untuk memahami atau mengambil
kesimpulan dari suatu situasi atau materi tertentu. Ini merupakan kegiatan
intelektual yang melibatkan analisis, penyusunan, dan ekstraksi makna dari data
atau informasi yang ada. Sedangkan istilah "delineasi" sering digunakan untuk
merujuk pada proses atau tindakan penentuan dan penjelasan batas-batas atau
karakteristik berbagai unit geomorfologi dalam sebuah wilayah geografis. Ini
mencakup pemahaman dan pemetaan struktur dan fitur topografi bumi yang
berbeda, seperti dataran banjir, perbukitan, lembah, bukit, dan lainnya. Berikut
adalah Wilayah asli daerah sekitar gunung Slamet dan peta topografi sekitar
gunung Slamet :

Gambar 4.1 Google Earth Gunung Slamet


Gambar 4.2 Peta Topografi Gunung Slamet

4.1.1 Bentuk lahan Vulkanik

Pada peta Topografi yang telah diamati, peta tersebut menunjukkan


daerah di sekitar gunung Slamet. Pada peta ini terdapat kontur – kontur yang
menunjukkan bahwa terdapat kontur bentuk alam vulkanik, Kontur bentuk
lahan vulkanik ditandai dengan adanya elevasi yang sangat tinggi serta adanya
kontur radial yang mengitari suatu serangkaian garis kontur yang berpusat di
puncak gunung berapi dan menyebar keluar dalam pola melingkar atau elips.
Ciri ini mencerminkan elevasi yang semakin meningkat saat mendekati puncak
gunung berapi dan menurun saat menjauh dari puncak. Kontur radial pada
bentuk lahan vulkanik terbentuk akibat adanya letusan gunung berapi. Letusan
ini mengeluarkan material vulkanik yang terdiri dari abu, pasir, kerikil, dan
batuan vulkanik yang lebih besar.

Material-material ini kemudian menyebar keluar dari pusat letusan dan


membentuk kontur radial yang menyerupai lingkaran. Saat letusan terjadi,
material vulkanik yang keluar dari gunung berapi akan membentuk kerucut
vulkanik. Kerucut vulkanik ini memiliki kemiringan yang curam dan terdiri
dari lapisan-lapisan material vulkanik yang berbeda. Lapisan paling atas terdiri
dari abu vulkanik yang halus dan mudah terbawa angin. Lapisan di bawahnya
terdiri dari pasir dan kerikil vulkanik yang lebih besar. Lapisan paling bawah
terdiri dari batuan vulkanik yang lebih besar lagi
Gambar 4.3 Bentuk lahan Vulkanik

Pola pengairan di lahan vulkanik dapat dipengaruhi oleh beberapa


faktor seperti bentuk lahan, jenis tanah, dan curah hujan. Beberapa pola
pengairan yang umum terjadi di lahan vulkanik adalah pola dendritik, pola
radial, dan pola trellis. Pola dendritik terbentuk ketika aliran air mengikuti arah
kemiringan lereng dan membentuk cabang-cabang yang menyerupai ranting
pohon. Pola radial terbentuk ketika aliran air mengalir dari puncak gunung ke
arah bawah membentuk pola seperti roda. Sedangkan pola trellis terbentuk
ketika aliran air mengikuti arah kemiringan lereng dan membentuk pola seperti
jaring-jaring.

Pada Bentuk Lahan Vulkanik diatas terlihat Pola pengairan radial yang
dimana pola sistem pengaliran airnya yang meradiasikan atau menjalar keluar
dari satu titik pusat. Pola ini seringkali ditemukan di sekitar gunung berapi dan
kawah vulkanik yang telah aktif dalam sejarah geologis yang relatif pendek.
Pola pengairan radial ini berkaitan erat dengan pembentukan kaldera, yang
merupakan cekungan besar yang terbentuk akibat letusan gunung berapi yang
kuat. Selain itu, pada peta topografi diatas juga terdapat pola pengairan
dendritik yang dimana Pola pengairannya salah satu pola aliran air yang paling
umum dan terjadi ketika aliran air mengikuti pola seperti ranting pohon yang
bercabang. Pola ini sering ditemukan di daerah yang memiliki litologi (struktur
batuan) homogen dan tidak ada preferensi geologis yang jelas dalam arah
aliran air.

Pola pengairan radial pada bentuk lahan vulkanik terbentuk melalui


proses erosi dan sedimentasi. Ketika gunung berapi meletus, material vulkanik
seperti abu, pasir, dan batu-batu kecil akan tersebar di sekitar gunung berapi.
Material ini kemudian akan terbawa oleh air hujan dan aliran air ke bawah
gunung berapi. Aliran air ini akan membentuk pola radial yang menyebar
keluar dari puncak gunung berapi. Pola ini terbentuk karena aliran air yang
mengalir ke bawah gunung berapi akan membentuk lekukan-lekukan di tanah
vulkanik yang lembut dan mudah tererosi. Lekukan-lekukan ini kemudian akan
menjadi saluran air yang membentuk pola radial sedangkan Pola pengairan
dendritik terbentuk ketika aliran air mengikuti jalur terendah dan terdekat
dengan permukaan tanah. Pada bentuk lahan vulkanik, pola pengairan dendritik
dapat terbentuk ketika air hujan mengalir melalui celah-celah dan retakan-
retakan pada batuan vulkanik yang berpori.

Gambar 4.4 Pola pengairan radial


Gambar 4.5 Pola pengairan dendritic

4.1.2 Bentuk lahan Struktural

Bentuk lahan struktural merupakan kenampakan morfologi yang dicirikan oleh


topografi tinggian dan rendahan dengan pola khusus. Pola khusus tersebut
mencakup sesar, pola pengairan, elevasi, bukit, lembah, dan lain – lain. Bentuk
lahan struktural adalah bentuk permukaan bumi yang terbentuk akibat aktivitas
geologi seperti perlipatan (folding), patahan (faulting), penurunan (subsidence),
dan angkatannya lapisan batuan di kerak bumi. Bentuk lahan ini mencerminkan
sejarah geologi suatu wilayah dan mempengaruhi topografi, penampakan, dan
penggunaan lahan di daerah tersebut. Bentuk lahan struktural adalah hasil dari
interaksi kompleks antara faktor geologi, tektonik, iklim, erosi, dan proses
alam lainnya selama berjuta-juta tahun.

Gambar 4.6 Bentuk lahan Struktural


Pada peta topografi diatas, terdapat pola pengairan dendritic yang dimana
Pola pengairan dendritik adalah salah satu pola aliran air permukaan yang
paling umum dan sederhana. Pola ini mirip dengan cabang-cabang pohon atau
ranting yang bercabang, dan diberi nama "dendritik" karena menyerupai
tampilan ranting-ranting pohon yang banyak bercabang. Pola pengairan ini
terjadi ketika air hujan mengalir di atas permukaan tanah dan mengikuti jalur
yang paling mudah, menggabungkan dan membentuk cabang seperti pohon
yang bercabang.

Gambar 4.7 Pola pengairan dendritic

Pola pengaliran dendritik dalam bentuk lahan struktural terbentuk karena


faktor-faktor geologi, topografi, dan hidrologi yang berkaitan dengan sejarah
perkembangan geologi wilayah tersebut. Ada beberapa tahap dan faktor yang
berkontribusi terhadap pembentukan pola pengaliran dendritic. Pola pengaliran
dendritik pertama kali terbentuk selama proses pembentukan lapisan batuan
dan tanah di wilayah tersebut. Ini dapat melibatkan pengendapan endapan
sedimen, pembekuan lava vulkanik, atau proses geologi lainnya yang
membentuk dasar tanah. Dalam wilayah dengan kondisi geologi seragam, di
mana tidak ada struktur geologis yang kuat seperti sesar, perlipatan, atau
patahan yang mempengaruhi arah aliran air, pola pengaliran dendritik
cenderung terbentuk. Keadaan ini mengizinkan air hujan mengalir dengan
bebas di atas permukaan tanah. Pola pengaliran dendritik kemudian
berkembang secara alami seiring waktu sejalan dengan erosi oleh air hujan,
sungai kecil, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi aliran air di wilayah
tersebut.

4.1.3 Bentuk lahan Denudasional

Bentuk lahan denudasional adalah hasil dari proses denudasi, yang


mengacu pada erosi dan pengikisan permukaan bumi. Proses ini melibatkan
pelepasan, pengangkatan, dan penghilangan material-material seperti tanah,
batuan, atau endapan oleh berbagai agen seperti air, angin, es, dan gravitasi.
Akibatnya, bentuk lahan denudasional sering kali memiliki topografi yang
datar atau relatif datar, dengan lembah-lembah, dataran banjir, dan bukit-bukit
yang cenderung lebih rata. Bentuk lahan ini juga sering terkait dengan endapan
sedimen yang terbentuk oleh proses erosi dan diendapkan di dataran rendah,
seperti delta sungai dan dataran banjir. Erosi bisa mengungkapkan lapisan
batuan di bawah permukaan tanah, menciptakan tebing-tebing batuan dan
lanskap karst yang tererosi. Bentuk lahan denudasional mencerminkan proses
pengikisan yang terus berlangsung selama jutaan tahun, dan ini memengaruhi
bagaimana topografi suatu wilayah berkembang seiring waktu.

Gambar 4.8 Bentuk lahan Denudasional

Pada peta topografi tersebut, terdapat kontur - kontur yang memiliki jarak
antar kontur yang besar yang menandakan bahwa daerah sekitar tersebut adalah
daerah dataran yang rata dan memiliki elevasi yang sama. Kontur - kontur yang
yang berjarak besar dalam peta topografi karena sejumlah faktor utama yang
mencakup geologi, erosi, dan perubahan bentuk lahan yang berkembang selama
waktu yang panjang. Proses denudasi, atau penghilangan lapisan tanah dan
batuan, dapat menghasilkan perbedaan elevasi yang signifikan dalam lanskap.
Erosi berat, yang terkait dengan aktivitas alami seperti aliran sungai, angin, dan
gletser, dapat meratakan permukaan tanah dan menghilangkan lapisan terluar,
mengungkapkan kontur asli yang lebih ekstensif.

Selain itu, faktor geologi, seperti karakteristik batuan dan struktur geologis
seperti lipatan dan patahan, juga memainkan peran penting dalam pembentukan
kontur-kontur besar. Bebatuan yang berbeda memiliki tingkat resistensi erosi yang
berbeda, dan jika terdapat batuan yang keras di sekitar batuan yang lebih lunak,
hal ini dapat menghasilkan perbedaan elevasi yang besar.

Perubahan ini tidak terjadi dalam waktu singkat; sebaliknya, mereka


berkembang selama ribuan atau bahkan jutaan tahun. Kombinasi faktor-faktor ini
menciptakan perbedaan elevasi yang besar dalam lanskap, yang tercermin dalam
peta topografi sebagai kontur-kontur dengan jarak besar. Ini adalah informasi
berharga untuk ilmu geologi, pemantauan perubahan lingkungan, dan perencanaan
tata guna lahan serta pengelolaan risiko erosi dan banjir.

Gambar 4.9 Pola pengairan dendritic


4.10 pola pengairan concorded

4.11 pola pengairan parallel

Pada bentuk lahan denudasional tersebut, terdapat beberapa macam pola


pengairan yaitu pola pengairan dendritic, concorded, dan parallel. Pola pengaliran
dendritik pada lahan denudasional terbentuk karena serangkaian proses geologis
dan erosional yang memengaruhi lanskap. Dalam pola ini, aliran air mirip dengan
cabang-cabang pohon yang tumbuh, dengan saluran-saluran kecil bergabung
menjadi sungai-sungai yang lebih besar.

Pembentukan pola ini biasanya terjadi ketika lahan denudasional memiliki


struktur geologis yang relatif homogen, seperti lapisan batuan yang konsisten. Air
mengikuti celah-celah atau lekukan yang alami di permukaan tanah, membentuk
pola cabang-cabang yang serupa dengan rantai Sungai.
Sedangkan pada Pola concorded adalah salah satu pola pengaliran yang
kurang umum dan lebih kompleks. Biasanya, pola ini terbentuk di daerah dengan
geologi yang memiliki variasi dalam ketahanan erosi, seperti lapisan batuan yang
keras dan lunak yang terletak secara berurutan.

Pada daerah seperti itu, proses erosi akan mempengaruhi lapisan batuan
dengan cara yang berbeda. Batuan yang lebih tahan erosi akan menghasilkan
lereng yang lebih curam dan terjal, sementara batuan yang lebih mudah tererosi
akan menciptakan lereng yang lebih landai. Dalam jangka waktu yang lama,
lapisan batuan ini akan tererosi dengan cara yang berbeda, menciptakan perbedaan
elevasi dan membentuk pola pengaliran yang concorded.

Terakhir, pola paralel cenderung terjadi di daerah dengan lapisan batuan


yang relatif homogen atau tumpang tindih. Pada dasarnya, pola ini mengikuti arah
kemiringan yang relatif konstan dalam lapisan batuan tersebut.

Ketika terdapat lapisan batuan yang cenderung seragam dalam sifat erosi
dan ketahanannya, air mengalir di sepanjang arah kemiringan lapisan batuan
tersebut, menciptakan saluran air yang berjalan sejajar satu sama lain. Ini
menghasilkan pola pengaliran yang bersifat paralel, dengan saluran-saluran air
yang mirip dalam arah dan sejajar satu sama lain.
4.2 Penampang Sayatan Profil Normal dan Eksagrasi

Penampang sayatan (cross-section) dalam pemetaan geologi adalah


representasi grafis tumpang tindih atau potongan melintang dari bumi, yang
berguna untuk memahami struktur geologis dan komposisi lapisan batuan
dalam suatu wilayah tertentu. Dalam konteks geologi, ada dua jenis penampang
sayatan yang sering digunakan, yaitu "penampang profil normal" dan
"penampang eksagrasi," dan keduanya memiliki fungsi yang berbeda.

Penampang profil normal memiliki fungsi utama penampang profil


normal digunakan untuk merepresentasikan struktur geologis dan lapisan
batuan di sepanjang garis vertikal yang memotong permukaan bumi secara
tegak lurus pada arah tertentu serta memiliki tujuan Ini membantu untuk
memahami bagaimana struktur geologis, seperti lipatan, patahan, atau
kelurusan, terkait dengan permukaan dan dengan wilayah di sekitarnya.
Penampang profil normal digunakan dalam pemetaan geologi, eksplorasi
sumber daya alam, perencanaan konstruksi, dan pemahaman umum tentang
geologi suatu daerah.

Sedangkan penampang eksagrasi digunakan untuk merepresentasikan


geologi secara vertikal dengan mengeksaggerasi (memperbesar) skala elevasi,
sehingga fitur-fitur geologi yang biasanya tidak terlihat atau sulit terlihat
menjadi lebih jelas. Tujuan penampang eksagrasi Ini membantu dalam
memahami lebih baik struktur geologis di bawah permukaan dan memberikan
gambaran yang lebih detail tentang penyusunan lapisan batuan dan ketebalan
formasi geologi. Penampang eksagrasi sangat penting dalam eksplorasi minyak
dan gas bumi, pemodelan reservoir, pemahaman pergerakan air tanah.
4.2.1 Profil normal

Gambar 4.12 Penampang sayatan profil normal

Penampang sayatan profil normal ini memiliki fungsi untuk melihat


perbedaan elevasi permukaan pada suatu peta topografi, penampang ini
memungkinkan kita untuk memvisualisasikan variasi elevasi permukaan tanah
di sepanjang suatu jalur tertentu. Dengan melihat penampang profil ini, kita
dapat mengidentifikasi pola topografi, termasuk kenaikan dan penurunan
elevasi yang penting dalam berbagai konteks. Dalam penampang profil normal,
memiliki fungsi untuk perencanaan tata guna lahan, drainase, manajemen
resiko bencana alam, dan masih banyak lainnya. Pada penampang sayatan
diatas terlihat perbedaan elevasi yang sangat signifikan dari elevasi 2555
sampai 315 yang dimana melewati beberapa bentuk lahan yaitu Vulkanik,
Struktural, dan denudasional. Elevasi sekitar 280 – 315 memiliki potensi
penggunaan tata guna lahan karena memiliki elevasi yang cenderung datar dan
tidak terlalu banyak perbedaan elevasi.
4.2.2 Profil eksagrasi

Gambar 4.13 Penampang sayatan profil eksagrasi

Penampang sayatan profil eksagrasi juga tidak kalah penting dari profil
eksagrasi, karena penampang sayatan profil eksagrasi memiliki fungsi yang lebih
dalam untuk menganalisis beda elevasi secara detail karena dari skala yang asli
dibagi dua yang berarti skala nya 1 ; 35.000. Profil eksagrasi adalah representasi
grafis yang menggambarkan bagaimana lapisan tanah atau batuan telah tererosi
sepanjang waktu, membentuk kontur yang lebih dalam di lanskap. Fungsi
utamanya adalah memberikan pemahaman mendalam tentang evolusi lanskap dan
proses erosi yang telah memengaruhi daerah tersebut. Penampang eksagrasi juga
berperan penting dalam penelitian geomorfologi. Ilmuwan dapat menggunakan
profil ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola erosi, mengeksplorasi
sebab dan akibat proses erosi, serta memahami dampaknya pada ekosistem dan
manusia. Ini adalah alat penting dalam memahami dinamika lanskap.

4.3 Kolom Morfologi

Dalam laporan praktikum geomorfologi, kolom morfologi adalah salah satu


aspek penting yang perlu dianalisis untuk memahami perkembangan bentuk lahan.
Maka dari itu dalam kolom morfologi terdapat aspek yang banyak untuk dibahas
serta dianalisis berdasarkan peta topografi yang diteliti pada suatu daerah.
4.3.1 Bentuk lahan Vulkanik

Bentuk lahan vulkanik yang dianalisis pada kolom morfologi ini memiliki
persen lereng 59,6 % yang didapat dari rumus :

Keterangan :

B : sudut lereng

SP : skala peta

JH : jarak horizontal

N : jumlah kontur yang terpotong garis sayatan

IK : interval kontur

Persen lereng tersebut didapat dari 5 sayatan yang ada di dalam peta topografi
yang memiliki panjang sayatan 0,4 cm ; 0,3 cm ; 0,3 cm ; 0,4 cm ; 0,3 cm.
Berdasarkan angka-angka tersebut dapat dihitung persen kemiringan lereng
masing-masing dengan rumus tersebut. Hasil perhitungan masing-masing
sayatan yaitu sayatan A 50%, sayatan B 66%, sayatan C 66%, sayatan D
50%, dan sayatan E yaitu 66%. Rata-rata dari kelima itu dapat diketahui
dengan cara menjumlahkan semua persentase dari masing-masing sayatan
kemudian dibagi oleh banyaknya sayatan sehingga dapat diperoleh rata-rata
dari kelima sayatan tersebut yaitu 59,6%. Dari pernyataan tersebut dapat kita
identifikasi dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata persentase kemiringan
lereng pada peta topografi sekitar gunung Slamet yaitu termasuk pada
klasifikasi Van Zuidam bagian Pegunungan sangat terjal dengan persen
lereng 56 % - 140 % dan untuk beda tinggi 500 – 1000 dengan klasifikasi
Pegunungan sangat curam.
Selanjutnya untuk menghitung beda tingginya yaitu dengan cara kontur
tertinggi dikurangi dengan kontur terendah. Rumus beda tinggi yaitu:

Keterangan :

Top Hill : Kontur dengan elevasi tertinggi

Low Hill : Kontur dengan elevasi terendah

Dari peta yang diamati, saya menemukan kontur tertinggi yaitu 3395 dan
kontur yang terendah yaitu 840. Hasil dari perhitungan tersebut yaitu 2555
yang dimana masuk kedalam klasifikasi van zuidam (1983) Pegunungan
sangat curam yaitu diatas elevasi 1000.

Proses Geomorfik dalam bentuk lahan vulkanisme, Proses geomorfik


vulkanisme adalah serangkaian proses geologis yang terkait dengan aktivitas
gunung berapi dan pengaruhnya terhadap bentuk lanskap. Proses ini
mencakup letusan gunung berapi, pembentukan material vulkanik,
pertumbuhan gunung berapi, pembentukan kaldera, pelapukan vulkanik, dan
aktivitas vulkanik lanjutan. Serta potensi positif dari bentuk lahan vulkanik
adalah dapat dijadikan tempat bercocok tanam, dan juga dari bentuk lahan
vulkanik dapat menghasilkan banyak sumber daya mineral karena proses
vulkanisme yaitu letusan gunung api yang menyemburkan berbagai macam
mineral dan dapat dijadikan tempat rekreasi. Potensi negatif dari bentuk lahan
vulkanik dapat mengakibatkan material erupsi yang berbahaya seperti lahar
yang dapat merusak pemukiman, serta dapat menyebabkan warga sekitar
menghirup gas beracun efek dari erupsi gunung api. Pola pengairan yang
terdapat pada bentuk lahan ini memiliki pola pengaliran radial, dendritic, dan
trellis.

4.3.2 Bentuk lahan Struktural

Bentuk lahan vulkanik yang dianalisis pada kolom morfologi ini memiliki
persen lereng 23,6 % yang didapat dari rumus :

Keterangan :

B : sudut lereng

SP : skala peta

JH : jarak horizontal

N : jumlah kontur yang terpotong garis sayatan

IK : interval kontur

Persen lereng tersebut didapat dari 5 sayatan yang ada di dalam peta topografi
yang memiliki panjang sayatan 1 cm ; 0,9 cm ; 0,8 cm ; 0,7 cm ; 0,85 cm.
Berdasarkan angka-angka tersebut dapat dihitung persen kemiringan lereng
masing-masing dengan rumus tersebut. Hasil perhitungan masing-masing
sayatan yaitu sayatan A 20%, sayatan B 22%, sayatan C 25%, sayatan D
28%, dan sayatan E yaitu 23%. Rata-rata dari kelima itu dapat diketahui
dengan cara menjumlahkan semua persentase dari masing-masing sayatan
kemudian dibagi oleh banyaknya sayatan sehingga dapat diperoleh rata-rata
dari kelima sayatan tersebut yaitu 23,6 %. Dari pernyataan tersebut dapat kita
identifikasi dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata persentase kemiringan
lereng pada peta topografi sekitar gunung Slamet yaitu termasuk pada
klasifikasi Van Zuidam bagian Pegunungan sangat terjal dengan persen
lereng 21% - 55% dan untuk beda tinggi 500 – 1000 dengan klasifikasi
Berbukit terjal untuk persen lereng dan Pegunungan sangat terjal untuk beda
elevasi.

Selanjutnya untuk menghitung beda tingginya yaitu dengan cara kontur


tertinggi dikurangi dengan kontur terendah. Rumus beda tinggi yaitu:

Keterangan :

Top Hill : Kontur dengan elevasi tertinggi

Low Hill : Kontur dengan elevasi terendah

Dari peta yang diamati, saya menemukan kontur tertinggi yaitu 1155 dan
kontur yang terendah yaitu 350. Hasil dari perhitungan tersebut yaitu 805
yang dimana masuk kedalam klasifikasi van zuidam (1983) Pegunungan
sangat terjal.

Proses Geomorfik dalam bentuk lahan struktural, Proses Proses geomorfik


struktural melibatkan perubahan bentuk lanskap yang disebabkan oleh
pergerakan dan deformasi lapisan batuan serta lipatan, patahan, dan
pergeseran struktural yang terjadi di dalam kerak bumi.pembentukan kaldera,
pelapukan vulkanik, dan aktivitas vulkanik lanjutan. Serta potensi positif dari
bentuk lahan structural adalah dapat menghasilkan sumber daya mineral serta
dapat dijadikan lahan pertanian karena memiliki elevasi yang cukup tinggi.
Namun bentuk lahan struktural memiliki potensi negatif yaitu rawan banjir,
dan rawan longsor akibat banyak kemiringan lereng, material longsor yang
berbahaya, serta penumpukan material vulkanik. Pola pengairan dalam
bentuk lahan struktural memiliki beragam pola pengairan yaitu yang diamati
dan dianalisis dalam peta topografi ini adalah dendritic yang dimana pola
pengaliran ini sangat umum dan sangat banyak pada berbagai macam bentuk
lahan.

4.3.3 Bentuk lahan Denudasional

Bentuk lahan vulkanik yang dianalisis pada kolom morfologi ini memiliki
persen lereng 14,1 % yang didapat dari rumus :

Keterangan :

B : sudut lereng

SP : skala peta

JH : jarak horizontal

N : jumlah kontur yang terpotong garis sayatan

IK : interval kontur

Persen lereng tersebut didapat dari 2 sayatan yang ada di dalam peta topografi
yang memiliki panjang sayatan 1,4 cm dan 1,425 cm. Dalam bentuk lahan
denudasional dalam bentuk lahan denudasional ini hanya memiliki 2 sayatan
karena kecilnya daerah bentuk lahan denudasional yang hanya memiliki
kontur yang sedikit. Berdasarkan angka-angka tersebut dapat dihitung persen
kemiringan lereng masing-masing dengan rumus tersebut. Hasil perhitungan
masing-masing sayatan yaitu sayatan A 14,2 %, sayatan B 14 %. Rata-rata
dari kelima itu dapat diketahui dengan cara menjumlahkan semua persentase
dari masing-masing sayatan kemudian dibagi oleh banyaknya sayatan
sehingga dapat diperoleh rata-rata dari kelima sayatan tersebut yaitu 14,1%.
Dari pernyataan tersebut dapat kita identifikasi dan dapat disimpulkan bahwa
rata-rata persentase kemiringan lereng pada peta topografi sekitar gunung
Slamet yaitu termasuk pada klasifikasi Van Zuidam bagian berbukit
bergelombang dengan persen lereng 14 % - 20 % dan untuk beda tinggi 245
dengan klasifikasi berbukit terjal.

Selanjutnya untuk menghitung beda tingginya yaitu dengan cara kontur


tertinggi dikurangi dengan kontur terendah. Rumus beda tinggi yaitu:

Keterangan :

Top Hill : Kontur dengan elevasi tertinggi

Low Hill : Kontur dengan elevasi terendah


Dari peta yang diamati, saya menemukan kontur tertinggi yaitu 385 dan
kontur yang terendah yaitu 140. Hasil dari perhitungan tersebut yaitu 245
yang dimana masuk kedalam klasifikasi van zuidam (1983) berbukit terjal.

Proses Geomorfik dalam bentuk lahan denudasional, Proses geomorfik


bentuk lahan denudasional adalah eksogen yakni penghilangan atau
pengikisan lapisan tanah, batuan, dan material geologis dari permukaan bumi
melalui erosi, abrasi, dan proses alam lainnya.. Serta potensi positif dari
bentuk lahan denudasional adalah dapat dijadikan tempat pemukiman karena
elevasinya yang rendah dan rata, dan juga dari bentuk lahan denudasional
dapat dijadikan tempat perkebunan. Potensi negatif dari bentuk lahan
vulkanik dapat mengakibatkan penurunan air tanah dan dapat mengakibatkan
pencemaran Sungai karena adanya pemukiman. Pola pengairan yang terdapat
pada bentuk lahan ini memiliki pola pengaliran dendritik.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

 Jadi setelah disimpulkan dari pembahasan diatas dapat diketahui Pada


perhitungan morfometri vulkanik di dapat hasil rata-rata persentase
kelerengan 59,6 % termasuk Pegunungan sangat curam dengan warna
merah (Van Zuidam, 1983)
 Pada perhitungan morfometri struktural didapat hasil rata-rata persentase
kelerengan yaitu 23,6 % yang termasuk Berbukit terjal berdasarkan
klasifikasi Van Zuidam (1983) dengan warna ungu tua.
 Pada perhitungan morfometri struktural didapat hasil rata-rata persentase
kelerengan yaitu 14,1 % yang termasuk berbukit bergelombang
berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1983) dengan warna coklat.
 Terdapat Perhitungan Beda Elevasi antara Bentuk lahan vulkanik,
struktural, dan denudasional secara berurut yaitu 2555 (Pegunungan sangat
curam), 805 (Pegunungan sangat terjal), 245 (berbukit terjal).
 Sayatan merupakan alat bantu dalam pengaplikasian penggambaran pada
millimeter blok.
 Setiap bentuk lahan memiliki potensi positif dan negatif serta tata guna
lahannya masing – masing
 Setiap bentuk lahan memiliki proses geomorfik yang berbeda – beda
dipengaruhi oleh berbagai macam factor.

5.2 Saran

 Lebih semangat lagi untuk praktikan agar mengerjakan laporan praktikum


dengan sungguh sungguh.
 Untuk para asisten lebih sabar dalam menghadapi praktikan dan pelan –
pelan dalam menjelaskan materi agar praktikan mudah mengerti materi
yang diajarkan
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, B. (2021). Proses Geomorfologi Terhadap Pembentukan Lahan Stuktural.

GEOMORFOLOGI, T. A. (2023). ACARA BENTANG ALAM TEKTONIK


PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI. UNIVERSITAS DIPONEGORO.

Yaskinul Anwar, S. M. (2021). BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM


GEOMORFOLOGI UMUM.
LAMPI
RAN

You might also like