Professional Documents
Culture Documents
Laporan Praktikum Geomorf Vulkanik Bilad
Laporan Praktikum Geomorf Vulkanik Bilad
GEOMORFOLOGI
Disusun Oleh:
“Billadh Ozora Rawung”
“21100123140130”
LABORATORIUM GEODINAMIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
OKTOBER 2023
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Pukul :
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Hari : Jumat
METODOLOGI
Berikut merupakan alat dan bahan yang perlu disiapkan untuk mengikuti
praktikum Geomorfologi acara Bentangalam Tektonik :
1. Peta Geomorfologi A3
2. Klasifikasi Relief Van Zuindam (1983)
3. Kolom Morfologi
4. Kertas Kalkir ukuran A3
5. Kertas HVS
6. Milimeter Block ukuran A3
7. Pensil Warna khususnya ungu, coklat, dan merah
8. Clipboard
9. Alat tulis lengkap
10. Stepler
11. Penggaris (min. 30 cm)
1. Letakkan kertas kalkir pada peta topografi dan gunakan stapler untuk
merekatkan kedua kertas tersebut.
2. Gunakan pensil untuk menggambar garis tepi pada kertas kalkir,
sesuaikan garis tepi pada peta topografi
3. Menentukan bentuk lahan yang akan didelineasi pada peta topografi
4. Mengidentifikasi setiap lahan yang didelineasi menurut interpretasi
5. Tambahkan warna pada setiap relief ( Struktural : Ungu,
Denudasional : Coklat, Vulkanik : Merah)
PEMBAHASAN
Pada praktikum Geomorfologi acara Bentang Alam Vulkanik yang telah
dilaksanakan pada hari Jumat 6 Oktober 2023 bertempat di ruang 202, Gedung
Pertamina Sukowati Universitas Diponegoro, telah dilaksanakan pengamatan dan
identifikasi pada peta topografi yang merupakan daerah sekitar gunung Slamet.
Dimana dalam peta tersebut terdapat kontur yang berupa garis kontinyu diatas
peta yang memperlihatkan titik-titik diatas ketinggian yang sama. Didalam peta
topografi tersebut terdapat kontur berupa kontur Struktural, Denudasional, dan
Vulkanik.
Pada Bentuk Lahan Vulkanik diatas terlihat Pola pengairan radial yang
dimana pola sistem pengaliran airnya yang meradiasikan atau menjalar keluar
dari satu titik pusat. Pola ini seringkali ditemukan di sekitar gunung berapi dan
kawah vulkanik yang telah aktif dalam sejarah geologis yang relatif pendek.
Pola pengairan radial ini berkaitan erat dengan pembentukan kaldera, yang
merupakan cekungan besar yang terbentuk akibat letusan gunung berapi yang
kuat. Selain itu, pada peta topografi diatas juga terdapat pola pengairan
dendritik yang dimana Pola pengairannya salah satu pola aliran air yang paling
umum dan terjadi ketika aliran air mengikuti pola seperti ranting pohon yang
bercabang. Pola ini sering ditemukan di daerah yang memiliki litologi (struktur
batuan) homogen dan tidak ada preferensi geologis yang jelas dalam arah
aliran air.
Pada peta topografi tersebut, terdapat kontur - kontur yang memiliki jarak
antar kontur yang besar yang menandakan bahwa daerah sekitar tersebut adalah
daerah dataran yang rata dan memiliki elevasi yang sama. Kontur - kontur yang
yang berjarak besar dalam peta topografi karena sejumlah faktor utama yang
mencakup geologi, erosi, dan perubahan bentuk lahan yang berkembang selama
waktu yang panjang. Proses denudasi, atau penghilangan lapisan tanah dan
batuan, dapat menghasilkan perbedaan elevasi yang signifikan dalam lanskap.
Erosi berat, yang terkait dengan aktivitas alami seperti aliran sungai, angin, dan
gletser, dapat meratakan permukaan tanah dan menghilangkan lapisan terluar,
mengungkapkan kontur asli yang lebih ekstensif.
Selain itu, faktor geologi, seperti karakteristik batuan dan struktur geologis
seperti lipatan dan patahan, juga memainkan peran penting dalam pembentukan
kontur-kontur besar. Bebatuan yang berbeda memiliki tingkat resistensi erosi yang
berbeda, dan jika terdapat batuan yang keras di sekitar batuan yang lebih lunak,
hal ini dapat menghasilkan perbedaan elevasi yang besar.
Pada daerah seperti itu, proses erosi akan mempengaruhi lapisan batuan
dengan cara yang berbeda. Batuan yang lebih tahan erosi akan menghasilkan
lereng yang lebih curam dan terjal, sementara batuan yang lebih mudah tererosi
akan menciptakan lereng yang lebih landai. Dalam jangka waktu yang lama,
lapisan batuan ini akan tererosi dengan cara yang berbeda, menciptakan perbedaan
elevasi dan membentuk pola pengaliran yang concorded.
Ketika terdapat lapisan batuan yang cenderung seragam dalam sifat erosi
dan ketahanannya, air mengalir di sepanjang arah kemiringan lapisan batuan
tersebut, menciptakan saluran air yang berjalan sejajar satu sama lain. Ini
menghasilkan pola pengaliran yang bersifat paralel, dengan saluran-saluran air
yang mirip dalam arah dan sejajar satu sama lain.
4.2 Penampang Sayatan Profil Normal dan Eksagrasi
Penampang sayatan profil eksagrasi juga tidak kalah penting dari profil
eksagrasi, karena penampang sayatan profil eksagrasi memiliki fungsi yang lebih
dalam untuk menganalisis beda elevasi secara detail karena dari skala yang asli
dibagi dua yang berarti skala nya 1 ; 35.000. Profil eksagrasi adalah representasi
grafis yang menggambarkan bagaimana lapisan tanah atau batuan telah tererosi
sepanjang waktu, membentuk kontur yang lebih dalam di lanskap. Fungsi
utamanya adalah memberikan pemahaman mendalam tentang evolusi lanskap dan
proses erosi yang telah memengaruhi daerah tersebut. Penampang eksagrasi juga
berperan penting dalam penelitian geomorfologi. Ilmuwan dapat menggunakan
profil ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola erosi, mengeksplorasi
sebab dan akibat proses erosi, serta memahami dampaknya pada ekosistem dan
manusia. Ini adalah alat penting dalam memahami dinamika lanskap.
Bentuk lahan vulkanik yang dianalisis pada kolom morfologi ini memiliki
persen lereng 59,6 % yang didapat dari rumus :
Keterangan :
B : sudut lereng
SP : skala peta
JH : jarak horizontal
IK : interval kontur
Persen lereng tersebut didapat dari 5 sayatan yang ada di dalam peta topografi
yang memiliki panjang sayatan 0,4 cm ; 0,3 cm ; 0,3 cm ; 0,4 cm ; 0,3 cm.
Berdasarkan angka-angka tersebut dapat dihitung persen kemiringan lereng
masing-masing dengan rumus tersebut. Hasil perhitungan masing-masing
sayatan yaitu sayatan A 50%, sayatan B 66%, sayatan C 66%, sayatan D
50%, dan sayatan E yaitu 66%. Rata-rata dari kelima itu dapat diketahui
dengan cara menjumlahkan semua persentase dari masing-masing sayatan
kemudian dibagi oleh banyaknya sayatan sehingga dapat diperoleh rata-rata
dari kelima sayatan tersebut yaitu 59,6%. Dari pernyataan tersebut dapat kita
identifikasi dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata persentase kemiringan
lereng pada peta topografi sekitar gunung Slamet yaitu termasuk pada
klasifikasi Van Zuidam bagian Pegunungan sangat terjal dengan persen
lereng 56 % - 140 % dan untuk beda tinggi 500 – 1000 dengan klasifikasi
Pegunungan sangat curam.
Selanjutnya untuk menghitung beda tingginya yaitu dengan cara kontur
tertinggi dikurangi dengan kontur terendah. Rumus beda tinggi yaitu:
Keterangan :
Dari peta yang diamati, saya menemukan kontur tertinggi yaitu 3395 dan
kontur yang terendah yaitu 840. Hasil dari perhitungan tersebut yaitu 2555
yang dimana masuk kedalam klasifikasi van zuidam (1983) Pegunungan
sangat curam yaitu diatas elevasi 1000.
Bentuk lahan vulkanik yang dianalisis pada kolom morfologi ini memiliki
persen lereng 23,6 % yang didapat dari rumus :
Keterangan :
B : sudut lereng
SP : skala peta
JH : jarak horizontal
IK : interval kontur
Persen lereng tersebut didapat dari 5 sayatan yang ada di dalam peta topografi
yang memiliki panjang sayatan 1 cm ; 0,9 cm ; 0,8 cm ; 0,7 cm ; 0,85 cm.
Berdasarkan angka-angka tersebut dapat dihitung persen kemiringan lereng
masing-masing dengan rumus tersebut. Hasil perhitungan masing-masing
sayatan yaitu sayatan A 20%, sayatan B 22%, sayatan C 25%, sayatan D
28%, dan sayatan E yaitu 23%. Rata-rata dari kelima itu dapat diketahui
dengan cara menjumlahkan semua persentase dari masing-masing sayatan
kemudian dibagi oleh banyaknya sayatan sehingga dapat diperoleh rata-rata
dari kelima sayatan tersebut yaitu 23,6 %. Dari pernyataan tersebut dapat kita
identifikasi dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata persentase kemiringan
lereng pada peta topografi sekitar gunung Slamet yaitu termasuk pada
klasifikasi Van Zuidam bagian Pegunungan sangat terjal dengan persen
lereng 21% - 55% dan untuk beda tinggi 500 – 1000 dengan klasifikasi
Berbukit terjal untuk persen lereng dan Pegunungan sangat terjal untuk beda
elevasi.
Keterangan :
Dari peta yang diamati, saya menemukan kontur tertinggi yaitu 1155 dan
kontur yang terendah yaitu 350. Hasil dari perhitungan tersebut yaitu 805
yang dimana masuk kedalam klasifikasi van zuidam (1983) Pegunungan
sangat terjal.
Bentuk lahan vulkanik yang dianalisis pada kolom morfologi ini memiliki
persen lereng 14,1 % yang didapat dari rumus :
Keterangan :
B : sudut lereng
SP : skala peta
JH : jarak horizontal
IK : interval kontur
Persen lereng tersebut didapat dari 2 sayatan yang ada di dalam peta topografi
yang memiliki panjang sayatan 1,4 cm dan 1,425 cm. Dalam bentuk lahan
denudasional dalam bentuk lahan denudasional ini hanya memiliki 2 sayatan
karena kecilnya daerah bentuk lahan denudasional yang hanya memiliki
kontur yang sedikit. Berdasarkan angka-angka tersebut dapat dihitung persen
kemiringan lereng masing-masing dengan rumus tersebut. Hasil perhitungan
masing-masing sayatan yaitu sayatan A 14,2 %, sayatan B 14 %. Rata-rata
dari kelima itu dapat diketahui dengan cara menjumlahkan semua persentase
dari masing-masing sayatan kemudian dibagi oleh banyaknya sayatan
sehingga dapat diperoleh rata-rata dari kelima sayatan tersebut yaitu 14,1%.
Dari pernyataan tersebut dapat kita identifikasi dan dapat disimpulkan bahwa
rata-rata persentase kemiringan lereng pada peta topografi sekitar gunung
Slamet yaitu termasuk pada klasifikasi Van Zuidam bagian berbukit
bergelombang dengan persen lereng 14 % - 20 % dan untuk beda tinggi 245
dengan klasifikasi berbukit terjal.
Keterangan :
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran