You are on page 1of 12

GEOGRAFI KEGIATAN PERTAMBANGAN YANG BERKELANJUTAN

Ongkipianus Mangngera (2021062044043)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertambangan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka


upaya untuk mencari, menggali, mengolah, memanfaatkan serta memasarkan
hasil galian berupa mineral, batubara, ataupun migas. Kegiatan
pertambangan ini merupakan sumber kemakmuran bagi Negara, karena
aktifitas pertambangan merupakan penyokong bagi pendapatan Negara serta
penyedia lapangan pekerjaan bagi warga Negara. Namun disamping
peranannya yang sangat penting untuk Negara, aktifitas pertambangan ini
juga memiliki dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan disekitarnya.
Dalam hal ini, aktifitas pertambangan dapat merubah secara total struktur iklim
serta lapisan tanah dan juga menghilangkan fungsi hutan sebagai pengelola air,
pengendalian erosi, dan pemasok oksigen. Jika merujuk pada hal ini, kegiatan
pertambangan bahan galian akan mengubah keadaan lingkungan, oleh karena itu
segala kegiatan pertambangan yang berkaitan harus diusahakan untuk
memperhatikan keseimbangan alam guna menghindari pencemaran yang
ditimbulkan oleh aktifitas pertambangan tersebut. Dalam UU No. 4 Tahun 2009
tentang pertambangan mineral dan batubara, menjelaskan bahwasanya
pertambangan mineral dan batu bara merupakan kegiatan usaha pertambangan
yang mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata
kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara
berkelanjutan. Artinya aktifitas pertambangan ini disebut memiliki peran vital
untuk menunjang pembangunan ekonomi dan pembangunan daerah secara
berkelanjutan, namun perlu digaris bawahi untuk melakukan pembangunan
secara berkelanjutan harus juga didasari pada prinsip pembangunan
berkelanjutan yang dilakukan dengan memadukan kemampuan lingkungan,
sumber daya alam, dan teknologi ke dalam proses pembangunan untuk
menjamin generasi yang akan datang. Hal tersebut perlu dilakukan, guna
mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
pembangunan. Hal yang sama juga ditegaskan dalam UU No. 14 Tahun 1982
tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, yang
dimana diharuskan untuk mengaitkan pelaksanaan pembangunan dengan
pengelolaan lingkungan hidup melalui pembangunan berwawasan lingkungan,
artinya pembangunan yang dilakukan haruslah upaya yang sadar dan
terencana untuk menggunakan serta mengelola sumber daya secara bijaksana
dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa tujuan kegiatan pertambangan yang berkelanjutan?
2. Apa yang diperlukan dalam kegiatan pertambangan yang berkelanjutan?
3. Bagaimana konsep pertambangan berkelanjutan?
4. Bagaimana pertambangan berkelanjutan di Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tujuan Kegiatan Petambangan yang Berkelanjutan

Untuk menciptakan keuntungan jangka panjang bagi semua pemangku


kepentingan dan mencoba mendapatkan dukungan, kerja sama, dan
kepercayaan dari masyarakat di sekitar daerah pertambangan

2.2 Yang Diperlukan dalam Kegiatan Pertambangan Berkelanjutan

Yang diperlukan adalah komitmen perusahaan terhadap nilai-nilai


berkelanjutan. Selain itu, struktur organisasi sistem manajemen yang memadai
juga diperlukan.Manajemen yang berkelanjutan juga bergantung pada perilaku
etis individu serta kepercayaan untuk mendorong partisipasi dan komitmen dari
pihak terkait. Hal ini memungkinkan pengambilang keputusan yang tepat dan
mendorong individu untuk mengambil risiko dalam setiap perbaikan yang
dilakukan. Oleh karena itu, manajemen tambang yang berkelanjutan merupakan
tantangan utama. Manajemen berkelanjutan menawarkan berbagai manfaat
potensial sebagai berikut.

a. Reputasi perusahaan meningkat dengan risiko kerugian rendah.


b. Efisiensi operasional yang lebih tinggi dengan pengelolaan keselamatan dan
kesehatan, penggunaan energi, sumber daya, dan proses produksi yang
berkelanjutan.
c. Perencanaan dan pengendalian dari pelaksanaan sistem manajemen
(misalnya, ISO 1400, ISO 9001), dan filsofi perbaikan terus-menerus berkaitan
dengan pengelolaan yang berkelanjutan dapat ditingkatkan.
d. Akses terhadap sumber daya mineral lebih mudah sehingga biaya untuk
memperolehnya lebih rendah dan tingkat kegagalannya berkurang.
e. Perekrutan dan pemberdayaan sumber daya manusia lebih mudah sehingga
kepemimpinan, motivasi, inisiatif, dan pengmbilan kebijakan dilaksanakan
secara bertanggung jawab.
f. Proyek pembiayaan lebih mudah dan ekonomis.
g. Biaya pengembangan proyek lebih rendah dengan bantuan dari pihak-pihak
terkait sehingga proses perizinan lebih cepat.
2.3 Konsep Pertambangan Berkelanjutan

Ada dua masalah yang paling umum ditanyakan dalam diskusi mengenai
konsep berkelanjutan pada sektor pertambangan. Pertanyaan pertama adalah
Bagaimana menerapkan konsep berkelanjutan pada kegiatan pertambangan
yang pasti suatu saat akan berhenti karena sumberdaya yang tidak dapat
diperbaharui? Adalah hal yang sudah umum diketahui bahwa cadangan, baik
mineral dan batubara, betapapun banyaknya, suatu saat akan habis ditambang
mengingat sifatnya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources).
Bahkan umur proyek yang tidak lebih dari 10 tahun sering ditemui pada tambang-
tambang skala menengah dan kecil dengan volume cadangan yang sangat
terbatas. Pertanyaan kedua adalah Bagaimana menerapkan konsep
berkelanjutan pada kegiatan yang sifatnya melawan ciri pembangunan
berkelanjutan? Dalam prakteknya, kegiatan pertambangan secara alami
berlawanan dengan apa yang diperjuangkan oleh praktisi pembangunan
berkelanjutan: kegiatan utamanya adalah memindahkan dan mengambil tanpa
mengganti, dan aktivitasnya berdampak besar pada lingkungan setempat, belum
lagi dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap masyarakat di sekitar
tambang (the guardian, 2012).

Tema berkelanjutan dalam industri pertambangan merupakan turunan dari


konsep pembangunan berkelanjutan yang secara kontemporer terus
dikampanyekan di berbagai sektor. Khusus pada bidang pertambangan, konsep
berkelanjutan memiliki posisi yang unik karena barang tambang bukanlah
sumberdaya yang dapat diperbaharui. Sekali cadangan habis ditambang, maka
selesailah kegiatan pertambangan tersebut. Tidak peduli betapa menguntungkan
ia pada awalnya dan betapa banyak orang yang menggantungkan hidup darinya,
tambang harus tetap ditutup. Sekali berarti, sesudah itu mati.Belajar dari
pengalaman, industri pertambangan menyadari sepenuhnya bahwa masa depan
sektor ini sangat ditentukan oleh pencapaian pembangunan berkelanjutan
mereka sendiri. Oleh karena itu, setiap aktifitas pertambangan harus memenuhi
harapan sosial (social expectations) dan harus berbagi tanggung jawab dengan
pemerintah dan para pemangku kepentingan. Hal yang sangat penting adalah
proses ini harus mulai dilakukan sejak masa-masa awal kegiatan pertambangan,
bahkan sejak pembangunan tambang mulai direncanakan. Dengan cara ini, pihak
perusahaan akan memenangkan izin sosial untuk beroperasi dari masyarakat.

International Institute for Sustainable Development (IISD) dan World Business


Council for Sustainable Development (WBCSD), melalui laporan final proyek
Mining, Mineral and Sustainable Development (MMSD) yang dirilis tahun 2002,
merancang sebuah kerangka kerja pembangunan berkelanjutan pada sektor
mineral. Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud penerapan
konsep pembangunan berkelanjutan pada industri pertambangan bukanlah upaya
membuat satu tambang baru untuk mengganti tambang lain yang sudah ditutup,
tetapi melihat sektor pertambangan secara keseluruhan dalam memberikan
kontribusi pada kesejahteraan manusia saat ini tanpa mengurangi potensi bagi
generasi mendatang untuk melakukan hal yang sama. Oleh karena itu,
pendekatan pertambangan berkelanjutan harus komperhensif dan berwawasan
ke depan. Komperhensif yang dimaksud adalah menimbang secara keseluruhan
sistem pertambangan mulai dari tahap eksplorasi hingga penutupan tambang,
termasuk distribusi produk dan hasil-hasil tambang, sedangkan berwawasan ke
depan adalah menetapkan tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang
secara konsisten dan bersama-sama. Selanjutnya, JPOI mengindentifikasi tiga
bidang prioritas untuk memaksimalkan potensi keberlanjutan di sektor
pertambangan, yaitu:

1. Menganalisa dampak dan keuntungan sosial, kesehatan, ekonomi dan


lingkungan sepanjang siklus kegiatan pertambangan, termasuk kesehatan
dan keselamatan pekerja;
2. Meningkatkan partisipasi para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat
adat dan lokal serta kaum perempuan;
3. Menumbuhkan praktek-praktek pertambangan berkelanjutan melalui
penyediaan dukungan teknis, pembangunan kapasitas dan keuangan, kepada
negara berkembang dan miskin.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep keberlanjutan dalam
pertambangan tidak berarti kegiatan tersebut harus dilakukan terus menerus,
begitu pula jika diasumsikan secara sederhana dengan membuat tambang baru
untuk melanjutkan tambang lain yang sudah ditutup. Konsep keberlanjutan dalam
industri ini diarahkan pada upaya untuk memaksimalkan manfaat pembangunan
pertambangan dan pada saat yang sama mampu meningkatkan keberlanjutan
lingkungan dan sosial. Artinya, konsep keberlanjutan pada sektor ekstraksi
mineral dan batubara ditekankan pada optimalisasi dampak-dampak positif yang
ditimbulkan dari kegiatan tersebut dengan menitikberatkan pada akulturasi pilar-
pilar ekonomi, sosial dan lingkungan (the triple bottom-line). Meski begitu, dalam
kenyataannya implementasi praktek-praktek pertambangan berkelanjutan tetap
harus dilihat secara utuh dan terintegrasi. Australian Centre for Sustainable
Mining Practices berpendapat bahwa konsep the triple bottom-line gagal
mempertimbangkan dua unsur teknis yang sangat penting dan tidak terpisahkan
dalam operasi pertambangan berkelanjutan, yang pertama keselamatan (safety)
dan yang kedua efisiensi sumberdaya (resource efficiency) atau efisiensi
(ACSMP, 2011) (Gambar 2). Integrasi dua area penting ini merupakan masukan
berharga dan dapat dianggap sebagai pengembangan dari konsep yang telah
dibangun oleh MMSD.

Gambar 2. Praktek Pertambangan Berkelanjutan (Laurence, 2011, dalam


ACSMP, 2011)
Demikianlah, selain berkewajiban mengamankan pasokan material dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pertumbuhan di masa depan, kegiatan
pertambangan juga harus dilakukan secara ekonomis, ramah lingkungan,
bertanggung jawab secara sosial dan dengan cara-cara yang aman dan efisien.
Oleh karena itu, pengembangan prinsip pengelolaan pertambangan yang
berkelanjutan adalah misi yang sangat penting, saat ini dan di masa yang akan
datang.
2.4 Pertambangan Berkelanjutan di Indonesia

Agenda pertambangan berkelanjutan di Indonesia mulai dilirik sebagai respon


terhadap maraknya berita tentang dampak-dampak negatif kegiatan
pertambangan dan nasib buruk wilayah bekas penambangan yang diterlantarkan.
Masyarakat mulai mengkritisi kegiatan operasi penambangan yang mengancam
kearifan lokal dan mengganggu mata pencaharian penduduk di kawasan hutan
dan pesisir, baik secara individu maupun berkelompok. Contoh dalam hal ini
adalah pembentukan Dewan Adat Dayak (DAD) pada tahun 2001 yang bertujuan
untuk memperjuangkan hak-hak ulayat adat dayak salah satunya dalam kegiatan
pertambangan di Kalimantan. Dari kalangan akademisi, kritik sering ditujukan
terhadap tingginya ketergantungan pembangunan beberapa wilayah pada
kegiatan pertambangan, dengan mempertanyakan nasib wilayah-wilayah tersebut
apabila tambang nantinya harus ditutup.

Seiring dengan kampanye global tentang pertambangan berkelanjutan, riset


tentang topik ini juga mulai berkembang di Indonesia. Walaupun pertumbuhannya
tidak begitu fantastis bahkan cenderung lambat, tema-tema berkelanjutan mulai
dibahas pada sektor pertambangan, misalnya dalam “Sustainability in Mining –
Challenges and Needs for Developing Countries ” (Gautama, 2013) dan sedikit
dalam “the Indonesian Mineral Mining Sector: Prospects and Challenges”
(Widajatno dan Arif, 2011). Selain itu, beberapa perusahaan tambang secara
sadar berusaha menjadikan praktek-praktek pertambangan berkelanjutan
sebagai program perusahaan yang diinternalisasi sebagai kebutuhan korporasi.
Sebagai contoh adalah PT Newmont Nusa Tenggara yang secara khusus
mengembangkan Sustainable Mining Bootcamp, sebuah program edukasi bagi
masyarakat umum untuk melihat langsung proses penambangan dan aktivitas
masyarakat di sekitar area tambang Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa Barat,
Nusa Tenggara Barat. Contoh lain adalah PT Freeport Indonesia, afiliasi dari
Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc yang merupakan anggota pendiri
International Council on Mining and Metals (ICMM), berkomitmen untuk
mengimplementasikan kerangka kerja pembangungan berkelanjutan ICMM pada
seluruh kegiatan operasinya.
Perhatian yang lebih besar diberikan oleh komunitas internasional sebagai
bagian dari upaya Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan
(Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD). Contoh
terkini adalah Monash University, yang melalui Monash Sustainability Institute
(MSI) telah mengajukan usulan riset multi disiplin dengan bekerjasama dengan
beberapa universitas terkemuka dan institusi pemerintahan di Indonesia. Hal ini
menjadi penting karena dunia menganggap banyak kegiatan pertambangan di
Indonesia tidak sesuai dengan upaya pengelolaan sumberdaya alam secara
berkelanjutan, yang pada akhirnya berpeluang menyumbang deforestasi. Riset
tersebut akan mengkaji tentang upaya penyelarasan pembangunan berkelanjutan
antara kehutanan dan pertambangan di Indonesia, dengan mengambil lokus di
Provinsi Kalimantan Tengah.

Lambatnya laju implementasi pertambangan berkelanjutan di Indonesia


ditengarai salah satunya disebabkan oleh lemahnya pemahaman konsep
pertambangan berkelanjutan itu sendiri. Beberapa pihak cenderung keliru
menafsirkan pertambangan berkelanjutan sebagai upaya penambangan yang
berwawasan lingkungan (green mining) atau bahkan upaya yang berwawasan
sosial dan lingkungan (responsible mining). Pertambangan berkelanjutan pada
prinsipnya lebih dari kedua konsep tersebut, atau lebih tepatnya adalah
menggabungkan dua konsep tersebut dengan pengembangan ekonomi
masyarakat secara mandiri melalui penyelarasan fiskal yang tepat antara
perusahaan, pekerja dan konsumer tambang, termasuk di dalamnya adalah
masyarakat lokal.

Dengan demikian, ide besar pertambangan berkelanjutan kurang memuaskan


apabila masih dianggap sebagai kebutuhan internal perusahaan atau dikelola
secara parsial oleh masing-masing institusi. Sekali lagi pendekatannya harus
terintegrasi dan holistik. Seluruh pemangku kepentingan harus diberi ruang
keterlibatan secara proporsional, termasuk upaya penyertaan masyarakat
(community engagement) sebagai bagian dari kegiatan perusahaan. Lebih
spesifik mengenai penyertaan masyarakat, progam ini harus dilakukan secara
serius pada setiap tahapan kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi, proses
produksi, hingga ke rehabilitasi dan penutupan tambang. Konsultasi publik harus
dilakukan secara intensif dan transparan sehingga kepentingan sosial ekonomi
masyarakat dapat diidentifikasi secara jelas yang nantinya dapat dirancang
sebagai bagian dari rencana kerja perusahaan.

Akhirnya, sebagai negara dengan potensi pertambangan yang besar,


Indonesia harus secara aktif dan berkesinambungan mendorong pelaksanaan
pertambangan berkelanjutan demi mencapai cita-cita pengelolaan sumberdaya
alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pemerintah baik pusat maupun
daerah diharapkan mampu memainkan perannya sebagai regulator dengan baik
agar pertambangan dapat secara optimal berkontribusi positif terhadap
pembangunan berkelanjutan. Bagi kalangan industri, penerapan praktek-praktek
pertambangan berkelanjutan hendaknya disadari sepenuhnya sebagai kebutuhan
bisnis perusahaan, lebih dari sekedar kewajiban untuk menanami kembali lahan
bekas tambang atau tuntutan pelibatan masyarakat misalnya. Dalam jangka
panjang, hanya perusahaan-perusahaan yang mampu menginternalisasi konsep
pertambangan berkelanjutan pada setiap kegiatan operasinya yang bakal mampu
bertahan, diterima oleh masyarakat dan negara, dan dapat menyesuaikan
terhadap perubahan-perubahan global yang terjadi. Singkatnya, perusahaan-
perusahaan seperti inilah yang pada akhirnya mampu dikenang sebagai agen
pembangunan, dan penghasil keuntungan yang optimal
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tujuan dari Kegiatan Pertambangan yang Berkelanjutan adalah untuk


menciptakan keuntungan jangka panjang bagi semua pemangku kepentingan
dan mencoba mendapatkan dukungan, kerja sama, dan kepercayaan dari
masyarakat di sekitar daerah pertambangan. Lalu, yang diperlukan dalam
Kegiatan Pertambangan yang Berkelanjutan adalah komitmen perusahaan
terhadap nilai-nilai berkelanjutan. Selain itu, struktur organisasi sistem
manajemen yang memadai juga diperlukan. Kegiatan Pertambangan yang
Berkelanjutan juga memiliki konsep yang mengacu pada pendekatan manajemen
yang efisien serta mengintegrasi isu-isu ekonomi, lingkungan dan sosial. Dan
Kegiatan Pertambangan yang Berkelanjutan juga sudah mulai berkembang di
Indonesia.
DAFTAR PUSAKA

http://iism.or.id/index.php/id/publikasi/5-mengenal-konsep

Wardiyatmoko, K. 2014. GEOGRAFI UNTUK SMA/MA KELAS XI. Jakarta: Erlangga

.Marthinu, E., & Nadiroh, N. (n.d.). PENGARUH EXPERIENTIAL LEARNING DAN,


XVIII(September 2017), 38–52.

You might also like