You are on page 1of 16

KUMPULAN YURISPRUDENSI MA-RI

Yurisprudensi Tentang Subyek Hukum (Para Pihak) dalam Gugatan Perkara.

1. Putusan MA-RI No.431.K/Sip/1973, tanggal 9 Mei 1974 :


Dengan meninggalnya Penggugat asli dan tidak adanya persetujuan dari semua ahli warisnya
untuk melanjutkan gugatan semula, gugatan harus dinyatakan gugur ;----------------------------

2. Putusan MA-RI No.516.K/Sip/1973, tanggal 25 Nopember 1975 :


Pertimbangan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena hanya seorang ahli waris yang
menggugat, tidak dapat dibenarkan, karena menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung : tidak
diharuskan semua ahli waris menggugat ;--------------------------------------------------------------

3. Putusan MA-RI No.457.K/Sip/1975, tanggal 18 Nopember 1975 :


Tidak dapat dibenarkan apabila Pengadilan Tinggi memerintahkan Pengadilan Negeri untuk
menarik pihak ketiga sebagai "Turut Tergugat" (juga dalam gugatan asal dijadikan pihak
dalam perkara);
4. Putusan MA-RI No.305.K/Sip/1971, tanggal 16 Juni 1971 : Penarikan pihak ketiga ke dalam
perkara oleh Pengadilan Tinggi dilarang.

Pengadilan Tinggi tidak berwenang untuk karena jabatan (Ex Officio) menempatkan
seseorang yang tidak digugat (pihak ketiga) sebagai Tergugat, karena hal tersebut adalah
bertentangan dengan azas Acara Perdata bahwa hanya Penggugatlah yang berwenang untuk
menentukan : siapa-siapa yang akan digugatnya ;-----------------------------------------------------

5. Putusan MA-RI No.482.K/Sip/1975, tanggal 8 Januari 1976 :

Hakim Pertama telah menyalahi Hukum Acara karena menganggap Tergugat dikeluarkan
dari gugatan dan terhadapnya tidak menjatuhkan putusan ;------------------------------------------

6. Putusan MA-RI No.601.K/Sip/1975, tanggal 20 April 1977 :

Gugatan Penggugat tidak dapat diterima, karena dalam surat gugatan Tergugat digugat
secara pribadi, padahal dalam dalil gugatannya disebutkan Tergugat sebagai Pengurus
Yayasan yang menjual rumah-rumah milik Yayasan; seharusnya Tergugat digugat sebagai
Pengurus Yayasan.-----------------------------------------------------------------------------------------

7. Putusan MA-RI No.1004.K/Sip/1974, tanggal 27 Oktober 1977 :

Karena Pemerintah Kelurahan Krajan digugat dalam kedudukannya selaku Aparat


Pemerintah Pusat, Gugatan seharusnya ditujukan kepada Pemerintah RI.qq Departemen
Dalam Negeri, qq Gubernur Jawa Tengah, qq Pemerintah Kelurahan Krajan ;-------------------

8. Putusan MA-RI No.439.K/Sip/1968, tanggal 8 Januari 1969 :

Tentang tuntutan pengembalian barang harta warisan dari tangan pihak ketiga kepada para
ahli waris yang berhak, tidak perlu diajukan oleh semua ahli waris ;------------------------------

9. Putusan MA-RI No.1260.K/Sip/1980 :

Gugatan tidak dapat diterima karena ditujukan terhadap kuasa daripada Ny. Sukarlin, sedang
yang seharusnya digugat adalah Ny. Sukarlin pribadi ;----------------------------------------------

1
10. Putusan MA-RI No.2438.K/Sip/1980 :

Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena tidak semua ahli waris turut sebagai
pihak (Tergugat) dalam perkara ;------------------------------------------------------------------------

11. Putusan MA-RI No.1072.K/Sip/1982 :

Gugatan cukup ditujukan kepada yang secara feltelijk menguasai barang-barang sengketa ;---

12. Putusan MA-RI No.546.K/Pdt/1984, tanggal 31 Agustus 1985 :

Gugatan tidak dapat diterima karena dalam perkara ini Pengadilan seharusnya menggugat
semua ahli waris almarhum, bukan hanya isterinya ;-------------------------------------------------

13. Putusan MA-RI No.443.K/Pdt/1984, tanggal 26 September 1985 :

Karena rumah yang digugat merupakan harta bersama (gono-gini), isteri Tergugat harus juga
digugat ;-----------------------------------------------------------------------------------------------------

14. Putusan MA-RI No.400.K/Pdt/1984, tanggal 19 Juli 1985 :

Karena hubungan hukum yang sesungguhnya adalah hubungan hutang-hutang antara


Penggugat dengan anak Tergugat, anak Tergugat tersebut harus turut digugat ;------------------

15. Putusan MA-RI No.951.K/Sip/1975, tanggal 8 Pebruari 1977 :

Karena menurut kenyataan sehari-hari Tergugat bertindak selaku Kepala Cabang PT.
Pelayaran Rakyat Indonesia di Ujung Pandang, ia harus dipandang bertanggung jawab di
dalam maupun di luar Pengadilan ;----------------------------------------------------------------------

16. Putusan MA-RI No.503.K/Sip/1974, tanggal 12 April 1977 :

Bahwa karena yang berhak atas tanah tersengketa adalah ketiga orang tersebut, maka mereka
semuanya harus diikutsertakan dalam perkara ini, baik sebagai Penggugat maupun sebagai
Tergugat ;---------------------------------------------------------------------------------------------------

17. Putusan MA-RI No.297.K/Sip/1974, tanggal 21 Desember 1976 :

Belum diumumkannya PT dalam Berita Negara tidaklah berarti bahwa PT belum merupakan
Badan Hukum, melainkan pertanggung jawabannya terhadap pihak ketiga adalah seperti
yang diatur dalam Ps. 39 WvK dan hal ini tidaklah mempunyai akibat hukum bahwa PT
tersebut tidak mempunyai "Pesona Standi on Judicio";----------------------------------------------

18. Putusan MA-RI No.2332.K/Pdt/1985 :

Untuk dapat mengajukan suatu gugatan tak perlu suatu Badan Hukum Perseroan Terbatas
(PT) harus terlebih dahulu memperoleh surat Kuasa dari Presiden Direktur dan para
pemegang saham, karena PT. sebagai suatu Badan Hukum dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Negeri dengan diwakili oleh Presiden Direkturnya. Dengan alasan ini maka
gugatan dapat diterima ;-----------------------------------------------------------------------------------

19. Putusan MA-RI No.268.K/Sip/1980 :

Dalam gugatan mengenai kewajiban hukum yang menjadi tanggung jawab PT. harus
disebutkan Pengurusnya yang sekarang, sebab tanggung jawab suatu Badan Hukum melekat
pada Badan Hukum itu sendiri ;-------------------------------------------------------------------------

2
20. Putusan MA-RI No.367.K/Sip/1972 :

Putusan Pengadilan Tinggi dibatalkan karena mempertimbangkan dalam putusannya bahwa


perbuatan Direktur PT Bank Persatuan Dagang Indonesia yang menarik cek kosong atas
nama Bank tersebut dengan etikad tidak jujur dan melanggar aturan-aturan yang semestinya
dipatuhinya dianggap tanggung jawab pribadi Direktur tersebut, yang tidak dapat dibebankan
pada Bank tersebut ;---------------------------------------------------------------------------------------

MA-RI berpendapat, karena Direktur tersebut adalah salah seorang yang ditentukan oleh
Tergugat asal (Bank tersebut) untuk menarik Banker Cheque atas nama Tergugat asal, hal
mana merupakan prosedur intern Bank, mana akibat apapun dari perbuatan Direktur tersebut
adalah tanggung jawab sepenuhnya dari Tergugat asal, lebih-lebih karena ternyata bahwa
Cheque dalam perkara ini telah ditarik tanpa paksaan atau tipu muslihat ;------------------------

21. Putusan MA-RI No.201.K/Sip/1974 tanggal 28 Januari 1976 :

Karena pengertian "Turut Penggugat" tidak dikenal dalam Hukum Acara Perdata, ke 8 orang
tersebut (yang dalam putusan Pengadilan Negeri disebut sebagai "Turut Penggugat") oleh
Pengadilan Tinggi dianggap sebagai "Penggugat"; ---------------------------------------------------

22. Putusan MA-RI No.1078.K/Sip/1972, tanggal 11 Nopember 1975 :

Kekurangan formal pihak-pihak.

Bahwa Tergugat II Pembanding mendalilkan bahwa tanah sengketa telah dijual kepadanya
oleh Paultje Pinontoan dan ia minta agar Saartje dan Paultje Pinontoan juga dipanggil dalam
perkara ini ;-------------------------------------------------------------------------------------------------

Bahwa seharusnya Paultje Pinontoan itu diikut sertakan dalam perkara, sebagai pihak yang
telah menjual tanah tersebut perkara, sebagai pihak yang telah menjual tanah tersebut kepada
Tergugat-Terbanding dan Saartje Pinontoan berhak penuh atas warisan yang belum dibagi
itu ;-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bahwa berdasarkan kekurangan formil ini gugatan Penggugat-Terbanding harus dinyatakan


tidak diterima;

23. Putusan MA-RI No.429.K/Sip/1971, tanggal 10 Juli 1971 :

Dalam hal pada waktu perkara disidangkan Tergugat ternyata telah meninggal, apabila
Penggugat tidak berkeberatan, perkara dapat diteruskan oleh ahli waris Tergugat ;-------------

24. Putusan MA-RI No.23.K/Sip/1973, tanggal 30 Oktober 1975 :

Gugatan yang diajukan oleh Penggugat sendiri (sebagai ahli waris) dapat diterima karena
ahli waris lain-lainnya dari almarhum Ny. Tjoe Eng Nio telah menyatakan menolak
bagiannya dari harta peninggalan pewaris ;------------------------------------------------------------

25. Putusan MA-RI No.151.K/Sip/1975, tanggal 13 Mei 1975 :

Bahwa karena yang berhutang kepada Penggugat/Terbanding adalah 2 orang, seharusnya


gugatan ditujukan kepada kedua orang
tersebut ;------------------------------------------------------

Bahwa gugatan tidak lengkap (yang digugat hanya seorang), gugatan harus dinyatakan tidak
dapat diterima;

26. Putusan MA-RI No.1035.K/Sip/1973, tanggal 5 Maret 1975 :

3
Karena Tatsuhiko Matsuda/Tergugat asal adalah wakil sah dari Shin Asahigawa Co.Ltd., ia
sebagai representative dapat digugat.

Yang digugat dalam perkara ini Tatsuhiko Matsuda sebagai kuasa dari dan atas nama Shin
Asahigawa Co.Ltd. yang berkedudukn di Jl. Kramat Raya 94-96 yang oleh Shin Asahigawa
Co.Ltd. Tokio diakui sebagai kantornya di Jakarta.

Oleh Pengadilan Negeri dengan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi telah diputuskan:

"Menyatakan gugatan Penggugat yang ditunjukkan kepada "Tergugat pribadi" tidak dapat
diterima";

27. Putusan MA-RI No.938.K/Sip/1971, tanggal 4 Oktober 1972 :

Jual beli antara Tergugat dengan orang ketiga tidak dapat dibatalkan tanpa diikutsertakannya
orang ketiga tersebut sebagai Tergugat dalam perkara;

28. Putusan MA-RI No.938.K/Sip/1972, tanggal 30 September 1972 :

Putusan Pengadilan Tinggi yang membatalkan hubungan hukum antara Tergugat dengan
pihak ketiga harus dibatalkan, karena untuk itu pihak ketiga harus diikutsertakan sebagai
Tergugat;

29. Putusan MA-RI No.227.K/Sip/1961, tanggal 12 Pebruari 1962 :

Dalam perkara yang berisi sengketa antara Direktur dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT),
sudah tepat yang dijadikan pihak-pihak dalam perkara adalah Direktur dan Komisaris-
komisaris yang bersangkutan;

30. Putusan MA-RI No.352.K/Sip/1973, tanggal 9 Juli 1973 :

Tentang Pengurus Firma

Walaupun dalam perkara ini gugatan tidak diajukan oleh Firma Penggugat (Fa. Noor Sahid
Maricar, Toko "MIMBAR MAS"). Tetapi karena dari isi gugatan yang diajukan oleh
Penggugat ternyata bahwa gugatan tidak bersifat pribadi, tetapi menyangkut Firma, maka
mengingat akan Pasal 5 Akta Perubahan Anggaran Dasar serta Pasal 16 s/d 18 WvK,
gugatan harus dinyatakan dapat diterima;

31. Putusan MA-RI No.459.K/Sip/1973, tanggal 29 Desember 1975 :

Karena Tergugat I telah meninggal dunia sebelum perkara diputus oleh Pengadilan Negeri
adalah tidak tepat jika nama Tergugat I masih saja dicantumkan dalam putusan Pengadilan
Negeri, karena seandainya Penggugat menginginkan Tergugat; diikutsertakan sebagai pihak
dalam perkara ini, yang harus digugat adalah ahli warisnya;

32. Putusan MA-RI No.429.K/Sip/1971, tanggal 10 Juli 1971 :

Dalam hal pada waktu perkara disidangkan Tergugat ternyata telah meninggal, apabila
Penggugat tidak berkeberatan, perkara dapat diteruskan oleh ahli waris Tergugat;

33. Putusan MA-RI No.231.K/Sip/1956, tanggal 10 Juli 1957 :

Gugatan untuk menuntut kembali barang gono-gini dari tangan pihak ketiga yang
menguasainya secara tidak sah, tidak harus ditujukan oleh suami-isteri bersama, tetapi
diajukan baik oleh suami maupun istri sendiri (i.e. gugatan diajukan oleh istri sendiri) karena
dalam hal ini memang tidak ada kepentingan bagi pihak lawan yang mengharuskan turut
sertanya suami-isteri kedua-duanya;

4
34. Putusan MA-RI No.476.K/Sip/1972, tanggal 22 Oktober 1973 :

Penggugat bukan pemilik tanah. Karena Penggugat asal bukan pihak yang bersangkutan
dalam perkara (i.e. ia bukan pemilik tanah persil terperkara) gugatan rekonpensi terhadapnya
tidak mungkin dikabulkan;

35. Putusan MA-RI No.589.K/Sip/1974, tanggal 31 Juli 1975 :

Karena Bupati Cirebon mengadakan perjanjian tersebut bukan selaku Kepala Daerah/KDH
melainkan selaku Ketua Proyek Pangan Kabupaten Cirebon, sedang proyek ini bukanlah
Badan Hukum, maka R.A. Soetisna (Bupati Cirebon) pribadi juga bertanggung jawab;

36. Putusan MA-RI No.480.K/Sip/1973, tanggal 2 Juli 1974 :

Karena persil sengketa tercatat atas nama PT. Gunung Mas, untuk dapat berhasil gugatan
harus pula ditujukan kepada PT tersebut sebagai Tergugat atau Turut Tergugat;

37. Putusan MA-RI No.25.K/Sip/1973, tanggal 30 Mei 1973 :

Menurut PP. No. 30 Th. 1965 PN. Telekomunikasi (PT. Telkom) adalah Badan Hukum yang
tertanggung jawab dan mempunyai keuangan sendiri terpisah dari keuangan Negara, maka
Pemerintah RI Cq. Departemen Perhubungan tidak dapat digugat dalam perkara ini
(mengenai perjanjian antara Telkom dengan CV.ESGA).

38. Putusan MA-RI No.760.K/Sip/1973, tanggal 9 Januari 1974 :

Tanggung jawab dari persero Pengurus.

Soal permodalan dan pembagian kerja dalam CV adalah persoalan intern dari CV akibatnya
tidak dapat dipikulkan pada pihak ketiga begitu saja.

Dalam CV, masing-masing "Persero Pengurus" bertanggung jawab secara tanggung renteng
(hoofdelijk aansprakelijk) dan oleh karenanya yang dilakukan oleh masing-masing Persero
Pengurus "mengikat" juga Persero Pengurus yang lain (hoofdelijk voor het geheel).

(Perkara antara: PT. South East Asia Bank Ltd. Lawan 1. CV. Kilang Minyak Asahan, 2.
Ong Yu Pao dkk).

(Perkara antara: Arief Soeratino (PT. Citrawati Tour & Travel lawan W. Kusumanegara);

39. Putusan MA-RI No.1134.K/Sip/1972, tanggal 26 Juli 1974 :

Bahwa PT. Darma Yasa belum merupakan suatu PT menurut Undang-Undang karena belum
ada pengesahan dari Departemen Kehakiman RI.

Bahwa dengan demikian yang ada antara Tergugat-Pembanding dan Penggugat-Terbanding


adalah hanya "usaha kerjasama" sebagai tercantum dalam Akta Notaris dengan
menggunakan) nama "PT. Darma Yasa". Jadi subyek hukumnya bukan PT. (Perkara antara :
S. Moehadi lawan Darmasoewito);

40. Putusan MA-RI No.436.K/Sip/1973, tanggal 3 Oktober 1973 :

Tanggung jawab Pengurus PT.

Pengurus PT yang menjaminkan harta pribadinya yang tertentu untuk pelaksanaan suatu
Perjanjian yang dibuatnya atas nama PT itu, dalam hal PT tidak melaksanakan perjanjian
(wanprestrasi), oleh pihak lawan hanya dapat dituntut mengenai "harta benda yang
dijaminkan" saja, sedang untuk selebihnya harus dituntut PT-nya sebagai subyek hukum;

5
41. Putusan MA-RI No.21.K/Sip/1973, tanggal 5 Nopember 1973 :

Pengurus PT sebagai Perusahaan satu orang.

Karena PT. Tujuhbelas praktis adalah suatu perusahaan satu orang dari penggugat dengan
nama PT. pembeslahan eksekusi atas rumah Penggugat, mengingat banyaknya hutang PT
tersebut secara yuridis tidak dijamin oleh harta kekayaan lain daripada PT, dapat dibenarkan;
maka perlawanan Pembantah harus dinyatakan tidak dapat diterima;

(Perkara antara : O. Sibarani lawan PT. Perusahaan Pelayaran Samodra "Gesuri Llyod"),
Catatan : bandingkan dengan UU. No. 1 Th. 1995 tentang Perseroan Terbatas.

42. Putusan MA-RI No.577.K/Sip/1969, tanggal 9 Mei 1970 :

Regres pada Cek.

Penarik cek dalam keadaan bagaimanapun juga wajib menyediakan dana yang cukup bagi
cek yang ditariknya (tiap klausula yang menghapuskan kewajiban itu dianggap tidak tertulis)
dan karena cek tidak mungkin di akseptir (lain halnya pada wissel), maka Bank tertarik tidak
mungkin berkedudukan sebagai Debitur Cek;

43. Putusan MA-RI No.904.K/Sip/1973, tanggal 29 Oktober 1975 :

Dalam mempertahankan gono-gini (harta bersama) terhadap orang ketiga memang benar
salah seorang dari suami-isteri dapat bertindak sendiri, tetapi karena perkara ini tidak
mengenai gono-gini, si suami tidak dapat bertindak selaku kuasa dari istrinya tanpa Surat
Kuasa Khusus untuk itu;

44. Putusan MA-RI No.42.K/Sip/1974, tanggal 5 Juni 1975 :

Orang yang bertindak sebagai kuasa penjual dalam jual-beli, tidak dapat secara pribadi
(tanpa Kuasa Khusus dari Penjual) mengajukan gugatan terhadap pembeli, gugatan harus
dinyatakan tidak dapat diterima;

45. Putusan MA-RI No.369.K/Sip/1973, tanggal 4 Desember 1975 :

Menurut Ps. 144 (1) Rbg., orang yang diberi kuasa tidak mempunyai hak untuk mengajukan
gugat lisan;

46. Putusan MA-RI No.102.K/Sip/1972, tanggal 23 Juli 1973 :

Apabila dalam perkara baru ternyata subyek hukum para pihak berbeda dengan pihak-pihak
dalam perkara yang sudah diputus lebih dulu, maka tidak ada Ne bis in Idem (perkara
diteruskan);

47. Putusan MA-RI No.1121.K/Sip/1973, tanggal 22 Oktober 1975 :

Perkara ini benar obyek gugatannya sama dengan Perkara N0. 597/Perd/1971/ PN.Mdn,
tetapi karena subyek hukum pihak-pihaknya tidak sama (berbeda), tidak ada Ne bis in Idem
(perkara diteruskan);

48. Putusan MA-RI No.177.K/Sip/1976, tanggal 26 Oktober 1976 :

Di dalam amar putusan orang-orang yang tidak merupakan pihak dalam perkara, tidak dapat
dinyatakan sebagai Ahli waris;

6
49. Putusan MA-RI No.365.K/Pdt/1984, tanggal 30 Juli 1985 :

Dengan adanya pernyataan dari kontraktor, bahwa segala akibat dan resiko pembangunan
proyek pertokoan dan perkantoran tersebut menjadi tanggung jawab kontraktor, kontraktor
tersebut harus ikut digugat;

50. Putusan MA-RI No.878.K/Sip/1977, tanggal 27 Juni 1979 :

Antara perkara ini dengan perkara yang telah diputus oleh Pengadilan Tinggi pada tanggal 8
Juli 1974 tidak terjadi Ne bis in Idem, sebab putusan Pengadilan Tinggi tersebut menyatakan
bahwa gugatan tidak dapat diterima oleh karena ada pihak yang tidak diikut sertakan,
sehingga masih terbuka kemungkinan untuk menggugat lagi;

51. Putusan MA-RI No.41.K/Pdt/1990, tanggal 27 Pebruari 1992 :

Tanggung jawab perdata pejabat-pejabat peradilan.

 Aparat peradilan yang bertindak melaksanakan tugas-tugas teknis peradilan atau Kekuasaan
Kehakiman tidak dapat diperkarakan secara perdata;
 Tindakan aparat peradilan yang melanggar kewenangan atau melampaui batas yang
dibenarkan hukum, dapat diajukan kepada instansi peradilan yang lebih tinggi, dalam hal ini
Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, untuk diadakan tindakan pengawasan;
 Atas tindakan penyelenggaraan peradilan yang mengandung cacat hukum dapat diajukan
gugatan perdata untuk pembatalan, dengan menarik pihak yang mendapatkan hak dari
tindakan tersebut sebagai Tergugat, dan bukan Hakim, Juru sita atau Panitera yang
bersangkutan.

1. Putusan MA-RI No.2678.K/Pdt/1992, tanggal 27 Oktober 1994 :

Bahwa Pengadilan Tinggi telah keliru dalam pertimbangannya yang mengatakan bahwa
Bank Duta Cabang Lhokseumawe hanya merupakan cabang dari Bank Duta Pusat dengan
demikian tidak mempunyai legitimasi personal standi in judicio, padahal Cabang adalah
perpanjangan tangan dari Kantor Pusat oleh karena itu dapat digugat dan menggugat;

Sehingga gugatan yang ditujukan kepada Agamsyah Hamidy selaku Manager Operasional
Bank Duta Cabang Lhokseumawe dalam kapasitasnya sebagai Manager berdasarkan Akte
Perjanjian Kredit dalam rangka perikatan dengan permohonan kasasi adalah mempunyai
legitimasi dalam jabatannya mewakili Bank Duta Cabang Lhokseumawe, oleh karena itu
gugatan tersebut adalah sah menurut hukum;

1. Putusan MA-RI No.146.K/Sip/1973, tanggal 28 Nopember 1973 :

Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung. Karena apa


yang dinamakan PT. Citrawati Tour & Travel belum ada pengesahan dari Menteri
Kehakiman, sekalian pengurusnya masing-masing bertanggung jawab atas
tindakannya terhadap pihak ketiga; maka dalam hal ini Tergugatlah yang
bertanggung jawab atas penerimaan cek tersebut;

2. Putusan MA-RI No.429.K/Sip/1971, tanggal 10 Juli 1971 :

Dalam hal pada waktu perkara disidangkan Tergugat ternyata telah meninggal,
apabila Penggugat tidak berkeberatan perkara dapat diteruskan oleh ahli waris
Tergugat;

Karena i.e. dari Berita Acara persidangan Pengadilan Negeri tidak ternyata bahwa
pihak Penggugat berkeberatan perkara diteruskan oleh ahli waris Tergugat, putusan
Pengadilan Tinggi yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima atas pertimbangan
7
bahwa seharusnya gugatan diperbaiki dulu dengan menunjukkan gugatan kepada ahli
waris;

Harus dibatalkan dan diperintahkan agar Pengadilan Tinggi memeriksa kembali dan
selanjutnya memutus pokok perkaranya.

3. Putusan MA-RI No.332.K/Sip/1971, tanggal 10 Juli 1971 :

Dalam hal perkara sebelum diputuskan, Tergugat meninggal, haruslah ditentukan


lebih dulu siapa-siapa yang menjadi ahli warisnya dan terhadap siapa selanjutnya
gugatan itu diteruskan, karena bila tidak putusannya tidak dapat dilaksanakan (vide :
Putusan MA-Ri No. 459.K/Sip/1973, tanggal 29 Desember 1975);

4. Putusan MA-RI No.437.K/Sip/1973, tanggal 9 Desember 1975 :

Karena tanah-tanah sengketa sesungguhnya tidak hanya dikuasai oleh Tergugat I


Pembanding sendiri tetapi bersama-sama dengan saudara kandungnya, seharusnya
gugatan ditujukan terhadap Tergugat I Pembanding bersaudara, bukan hanya
terhadap Tergugat I Pembanding sendiri, sehingga oleh karena itu gugatan harus
dinyatakan tidak dapat diterima;

5. Putusan MA-RI No.966.K/Sip/1974, tanggal 12 Pebruari 1976 :

Sudah tepat gugatan untuk menyerahkan / mengosongkan tanah tersebut ditujukan


terhadap Tergugat asal, Kotamadya pelambang, karena secara "feitelijk" asal tersebut
yang menguasai tanah terperkara;

6. Putusan MA-RI No.64.K/Sip/1974, tanggal 1 Mei 1975 :

Walaupun tidak semua ahli waris tutur menggugat, tidaklam menjadikan batalnya
atau tidak sahnya Surat Gugatan itu, sebab sebagai ternyata dalam Surat Gugatan
para Penggugat/Terbanding semata-mata menuntut haknya; dan tidak ternyata ada
intervensi dari ahli waris lainnya, lagi pula para Penggugat Terbanding tidaklah
minta untuk ditetapkan sebagai satu-satunya ahli waris dari alm. Haji Bustami;

7. Putusan MA-RI No.175.K/Sip/1974, tanggal 17 Juni 1976 :

Bahwa Hakim pertama telah menjadikan isteri ke II dari Tergugat sebagai pihak III
dalam perkara ini, dengan tiada lawan;

Bahwa lebih tepat kepadanya diberi kedudukan dalam perkara sebagai Tergugat II di
samping suaminya sebagai Tergugat I, mengingat ia masih tinggal bersama dan
bersama-sama pula menguasai barang-barang cidra;

8. Putusan MA-RI No.161.K/Sip/1959, tanggal 20 Juni 1959 :

Gugatan yang diajukan oleh sebagian ahli warisnya terhadap seseorang yang dengan
melawan hukum menduduki tanah warisan, tidak dapat ditahan oleh ahli waris
lainnya;

9. Putusan MA-RI No.174.K/Sip/1974, tanggal 6 Maret 1975 : Bahwa orang yang


dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri di dengar sebagai saksi, di Pengadilan
Tinggi bertindak sebagai Kuasa dari Terbanding / Penggugat asal, tidaklah
bertentangan dengan HIR;

Yurisprudensi Alat Bukti Saksi.

1. Putusan MA-RI No.191.K/Sip/1962, tanggal 10 Oktober 1962 :

8
Berapa banyak Saksi Ahli yang harus didengar dan penilaian atas keterangan saksi terserah
kepada kebijaksanaan Hakim yang bersangkutan dan hal ini tidak dapat dipertimbangkan
dalam pemeriksaan kasasi;

2. Putusan MA-RI No.213.K/Sip/1955, tanggal 10 April 1957 : Bagi Hakim Pengadilan Negeri
dan Pengadilan Tinggi tidak ada keharusan untuk mendengar seorang Saksi Ahli berdasarkan
Ps. 138 ayat (1) jo. Ps. 164 HIR;

Penglihatan Hakim di sidang tentang adanya perbedaan antara dua buah tangan- tangan
dapat dipakai oleh Hakim sebagai pengetahuannya sendiri dalam usaha pembuktian;

3. Putusan MA-RI No.300.K/Sip/1973, tanggal 10 April 1973 :

Saksi bekas ipar tidak termasuk yang disebut dalam Pasal 146 ayat (1) HIR, sedang saksi
keponakan ada hak untuk mengundurkan diri;

4. Putusan MA-RI No.140.K/Sip/1974, tanggal 6 Januari 1976 :

Bekas suami menurut Hukum Acara yang berlaku (pasal 172 RBg) tidak boleh di dengar
sebagai saksi;

5. Putusan MA-RI No.84.K/Sip/1975, tanggal 25 Juni 1973 :

Persaksian dari ibu tiri, sesuai dengan Pasal 145 ayat (1) HIR harus dikesampingkan;

6. Putusan MA-RI No.1409.K/Sip/1975, tanggal 12 Mei 1976 :

Bahwa Pengadilan Negeri telah memeriksa HM. Tohir selaku saksi di luar sumpah dengan
alasan saksi ini kakak kandung Penggugat/Terbanding;

Bahwa berdasarkan Pasal 145 ayat (4) HIR Pengadilan dapat memeriksa seorang saksi di
luar sumpah terhadap anak-anak yang umurnya tidak dapat diketahui benar sudah cukup 15
tahun atau orang gila yang kadang-kadang ingatannya terang;

Bahwa terhadap H.M. Tohir tesebut seharusnya diterapkan ketentuan Pasal 146 ayat (1) sub
1 HIR;

Bahwa oleh karena itu keterangan HM. Tohir itu tidak mempunyai kekuatan bukti menurut
Undang-Undang;

7. Putusan MA-RI No.90.K/Sip/1973, tanggal 29 Mei 1975 :

Karena keterangan-keterangan dari Ambu Samilin diberikan tidak dibawah sumpah,


keterangan-keterangan tersebut hanya dinilai sebagai petunjuk untuk menambah keterangan-
keterangan saksi di bawah sumpah lainnya.

8. Putusan MA-RI No.218.K/Sip/1956, tanggal 12 Juni 1957 :

Tidak ada keberatan menurut hukum untuk meluluskan permintaan salah satu pihak agar
kuasa dari lawannya di dengar sebagai saksi;

9. Putusan MA-RI No.731.K/Sip/1975, tanggal 16 Desember 1976 :

Dalam Berita Acara sidang pemeriksaan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Barat,
diperiksa 2 (dua) orang saksi secara bersama-sama dan sekaligus;

 Hal ini adalah bertentangan dengan Pasal 144 ayat (1) RID (salah menerapkan hukum)
sehingga kedua keterangan saksi tersebut tidak dapat dipergunakan;

9
 Ration dari Pasal 144 ayat (1) RID ialah agar kedua saksi tak dapat menyesuaikan diri
dengan keterangan masing-masing, sehingga diperoleh keterangan saksi yang obyektif
dan bukan keterangan saksi yang sudah bersepakat menyatakan hal-hal yang sma
mengenai sesuatu hal;

Yurisprudensi Kekuatan Pembuktian Akta

1. Putusan MA-RI No. 50.K/Sip/1962, tanggal 7 Juli 1962 :

Tentang bukti surat yang tidak disangkal.

Dengan tidak menggunakan alat pembuktian berupa saling tidak disangkalnya isi surat-surat
bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak, Judex facti tidak melakukan peradilan menurut
cara yang diharuskan oleh Undang-Undang, maka putusannya harus dibatalkan;

2. Putusan MA-RI No.74.K/Sip/1955, tanggal 11 September 1975 :

Apabila isi surat dapat diartikan dua macam, ialah menguntungkan dan merugikan bagi
penandatangan surat itu, penandatanganan ini patut dibebani untuk membuktikan
Positumnya;

3. Putusan MA-RI No.1122.K/Sip/1971, tanggal 22 Oktober 1975 :

Bukti surat kwitansi itu (P.1. merah), tidaklah merupakan suatu ikatan sepihak di bawah
tangan, oleh karena kwitansi itu tidak seluruhnya ditulis oleh Tergugat/ Pembanding sendiri
ataupun paling sedikit selain tanda tangan harus ditulis dengan tangan Tergugat/Pembanding
sendiri suatu persetujuannya yang memuat jumlah uang yang telah diterima;

4. Putusan MA-RI No.983.K/Sip/1972, tanggal 28 Agustus 1975 :

Kwitansi yang diajukan oleh Tergugat sebagai bukti, karena tidak bermaterai, oleh Hakim
dikesampingkan;

5. Putusan MA-RI No.701.K/Sip/1974, tanggal 1 April 1976 :

Karena Judex facti mendasarkan putusannya melulu atas surat-surat bukti yang terdiri dari
foto-foto copy yang tidak secara sah dinyatakan sesuai dengan aslinya, sedang terdapat
diantaranya yang penting-penting yang secara substansial masih dipertengkarkan oleh kedua
pihak, Judex facti sebenarnya telah memutuskan perkara ini berdasarkan bukti-bukti yang
tidak sah;

6. Putusan MA-RI No.167.K/Sip/1959, tanggal 20 Juni 1959 :

Surat bukti pinjam uang yang diakui tanda tangannya tetapi disangkal jumlah uang
pinjamannya, dapat dianggap sebagai permulaan pembuktian tertulis;

7. Putusan MA-RI No.3901.K/Pdt/1985, tanggal 29 Nopember 1988 :

Surat bukti yang merupakan pernyataan belaka dari orang-orang yang memberi pernyataan
tanpa diperiksa di persidangan (P.III), tidak mempunyai kekuatan pembuktian apa-apa (tidak
dapat disamakan dengan kesaksian);

8. Putusan MA-RI No.383.K/Sip/1971, tanggal 3 Nopember 1971 :

Tidak dimintakannya pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM), dalam hal ini tidak
mengakibatkan tidak dapat diterimanya gugatan.

Menyatakan batal surat bukti hak milik yang dikeluarkan oleh instansi Agraria (sekarang :
Kantor Badan Pertahanan) secara sah tidak termasuk wewenang Pengadilan melainkan
10
semata-mata termasuk wewenang Pengadilan melainkan semata-mata termasuk wewenang
administrasi/

Pembatalan surat bukti hak milik harus diminta oleh pihak yang dimenangkan Pengadilan
kepada instansi Agraria berdasarkan putusan Pengadilan yang diperolehnya;

9. Putusan MA-RI No.3738.K/Pdt/1987, tanggal 14 Pebruari 1990 :


1. Wewenang Mahkamah Agung untuk menjatuhkan Putusan Sela dan menambah
pemeriksaan sendiri. Apabila dianggap perlu Mahkamah Agung sebelum
menjatuhkan Putusan Akhir dapat menjatuhkan Putusan Sela. Dalam perkara ini
Putusan Sela dijatuhkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan yang dilakukan
oleh Mahkamah Agung sendiri;
2. Oleh karena surat-surat yang diajukan sebagai bukti adalah surat-surat palsu, maka
penggugat dianggap telah tidak berhasil membuktikan dalil gugatannya;
10. Putusan MA-RI No.4069.K/Pdt/1985, tanggal 14 Juli 1987 :

Kekuatan bukti Akta di bawah tangan.

 Untuk memenuhi perumusan dalam Undang-Undang seyogyanya dalam pertimbangan yang


terlepas daari dalam Kasasi yang diajukan ditambahkan bahwa hal itu dilakukan berdasarkan
alasan kasasi Mahkamah Agung sendiri;
 Nampak kwitansi dianggap sebagai akta di bawah tangan yang bersifat sepihak dan
kewajiban untuk melunaskan hutangnya (Pasal 291 ayat(1) RBg).
 Untuk Jawa dan Madura Stb. 1867-29 tanggal 14 Maret 1967 tentang kekuatan bukti akta di
bawah tangan orang Indonesia dan yang disamakan dengan orang Indonesia.

Yurisprudensi Tentang Beban Pembuktian :

1. Putusan MA-RI No. 162.K/Sip/1955, tanggal 21 Nopember 1956 :

Pihak yang menyatakan sesuatu yang tidak biasa, harus membuktikan hal yang tidak biasa
itu; i.e. orang yang diberi hak untuk memungut uang sewa pintu-pintu toko mengajukan
bahwa pintu-pintu Toko tersebut tidak selalu menghasilkan sewa;

2. Putusan MA-RI No.74.K/Sip/1955, tanggal 11 September 1957 :

Apabila isi surat dapat diartikan 2 macam, ialah menguntungkan dan merugikan bagi
penandatangan surat, penandatanganan ini patut dibebani untuk membuktikan positumnya;

3. Putusan MA-RI No. 108.K/Sip/1954, tanggal 10 Januari 1957 :

Pihak yang mengendalikan bahwa Cap dagang yang telah didaftarkan oleh pihak lawan telah
3 tahun lamanya tidak dipakai, harus membuktikan adanya non-usus selama 3 tahun itu; dan
tidaklah tepat bila dalam hal ini beban pembuktian diserahkan kepada pihak lawan, ialah
untuk membuktikan bahwa ia selama 3 tahun itu secara terus menerus menggunakan Cap
dagang termaksud;

4. Putusan MA-RI No.22.K/Sip/1973, tanggal 25 Nopember 1976 :

Dalam hal ada pengakuan yang terpisah-pisah, hakim bebas untuk menentukan berdasarkan
rasa keadilan pada siapa harus dibebankan pembuktian;

5. Putusan MA-RI No. 197.K/Sip/1956, tanggal 30 Desember 1957 :

Dalam sengketa jual beli dimana pihak pembeli mendalilkan bahwa ia belum menerima
seluruh barang yang dibelinya menurut kontrak, sedang pihak penjual membantah dengan
mengemukakan bahwa ia telah menyerahkan seluruh barang yang dijual-belikan, pihak
pembeli harus dibebani pembuktian mengenai adanya kontrak dan pembayaran yang telah
dilakukan, sedang pihak penjual mengenai barang-barang yang telah diserahkannya.
11
6. Putusan MA-RI No. 94.K/Sip/1956, tanggal 10 Januari 1957 :

Dalam hal Penggugat mendalilkan bahwa : ia menuntut penyerahan kembali tanah


pekarangan tersengketa yang kini diduduki oleh Tergugat oleh karena pekarangan tersebut
dulu hanya dipinjamkan saja oleh Penggugat kepada Tergugat;

Sedang Tergugat membantah dengan dalil : bahwa pekarangan tersebut dulu benar milik
Penggugat tetapi pekarangan itu telah dibelinya dari Penggugat;

Pembebanan pembuktian haruslah sebagai berikut :

1. Penggugat diberi kesempatan untuk membuktikan hal peminjaman tanah tersebut


kepada Tergugat, dan
2. Kepada Tergugat diberi kesempatan untuk membuktikan tentang pembelian lepas
tanah tersebut;
7. Putusan MA-RI No. 540.K/Sip/1972, tanggal 11 September 1975 :

Karena Tergugat asal menyangkal, Penggugat asal harus membuktikan dalilnya;

Alasan Pengadilan Tinggi untuk membebankan pembuktian pada Penggugat asal karena
Tergugat asal menguasai sawah sengketa bukan karena perbuatan melawan hukum; adalah
tidak berdasarkan hukum;

Yurisprudensi Penggabungan Gugatan :

1. Putusan MA-RI No.1043.K/Sip/1971, tanggal 3 Desember 1974 :

HIR tidak mengatur hal penggabungan gugatan, maka terserah Hakim dalam hal mana
diizinkan asal tidak bertentangan dengan prinsip cepat dan murah;

2. Putusan MA-RI No.677.K/Sip/1972, tanggal 13 Desember 1972 :

Menurut Jurisprudensi, dimungkinkan "penggabungan" gugatan-gugatan jika antara gugatan-


gugatan itu terdapat hubungan yang erat, tetapi adalah tidak layak dalam bentuk perkara
yang satu (No. 53/1972.G) dijadikan gugatan rekonpensi terhadap perkara yang lainnya (No.
521/1971.G);

3. Putusan MA-RI No. 677.K/Sip/1972, tanggal 13 Desember 1972 :

Dua perkara yang berhubungan erat satu dengan lainnya tetapi, masing-masing tunduk pada
Hukum Acara yang berbeda, tidak boleh digabungkan seperti : Perkara atas dasar Undang-
Undang No. 21 tahun 1961 dengan perkara atas dasar Pasal 1365 BW;

4. Putusan MA-RI No. 880.K/Sip/1973, tanggal 6 Mei 1975 :

Bahwa oleh Hakim pertama ke 3 buah gugatan tersebut digabungkan menjadi satu perkara
dan diputuskan dalam satu putusan tertanggal 24 Januari 1969 No. 10/ 1968/Mkl;

Bahwa ke 3 gugatan itu ada hubungan satu dengan lainnya, sehingga meskipun
menggabungkan gugatan-gugatan itu tidak diatur dalam RBg. (juga HIR) akan tetapi karena
penggabungan itu akan memudahkan proses dan menghindarkan kemungkinan putusan-
putusan yang saling bertentangan, maka penggabungan itu memang ditinjau dari segi acara
(processuel doematig);

5. Putusan MA-RI No. 1652.K/Sip/1975 :

Kumulasi dari beberapa gugatan yang berhubungan erat satu dengan lainnya tidak
bertentangan dengan Hukum Acara (Perdata) yang berlaku;

12
6. Putusan MA-RI No. 677.K/Sip/1972, tanggal 20 Desember 1972 :

Suatu perkara yang tunduk pada suatu Hukum Acara yang bersifat khusus, tidak dapat
digabungkan dengan perkara lain yang tunduk pada Hukum Acara yang bersifat umum,
sekalipun kedua perkara itu erat hubungannya satu sama lain;

Misalnya : Gugatan perdata umum digabungkan dengan gugatan perdata


khusus, seperti gugatan tentang PMH dan tuntutan ganti rugi digabungkan
dengan perkara mengenai hak atas Merek (Merkenrecht); vide ketentuan-
ketentuan tentang HAKI.

7. Putusan MA-RI No. 201.K/Sip/1974, tanggal 28 Agustus 1976 :

Karena sawah-sawah tersebut pemilikny berlainan, seharusnya masing-masing pemilik itu


secara sendiri-sendiri menggugat masing-masing orang yang merugikan hak mereka dan kini
memegang sawah-sawah itu; kumulasi gugatan-gugatan yang tidak ada hubungannya satu
sama lain seperti yang dilakukan sekarang ini, tidak dapat dibenarkan;

8. Putusan MA-RI No.123.K/Sip/1963, tanggal 13 Juli 1963 :

Dengan digabungkannya 3 perkara menjadi satu, surat-surat kuasa yang oleh salah satu pihak
diberikan kepada seorang kuasa yang ada pada ke 3 perkara tersebut seharusnya juga
dipertimbangkan sebagai satu kesatuan; sehingga ketidak sempurnaan yang terdapat pada
salah satu dari surat-surat kuasa itu harus-lah dianggap telah diperbaiki oleh surat Kuasa
lainnya;

9. Putusan MA-RI No.343.K/Sip/1975, tanggal 17 Pebruari 1977 :

Karena antara Tergugat-Tergugat I s.d. IX tidak ada hubungannya dengan lainnya, tidaklah
tepat mereka digugat sekaligus dalam satu Surat Gugatan; seharusnya mereka digugat satu
per satu secara terpisah.

Gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima;

10. Putusan MA-RI No.885.K/Sip/1985, tanggal 30 Juli 1987 :

Penggabungan Perkara.

Menurut hemat saya (Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH), putusan Mahkamah Agung
sudah tepat dengan alasan-alasan sebagai berikut :

1. Penggabungan perkara selalu terjadi atas inisiatif para/salah satu pihak;


2. Perkara perlawanan terhadap sita tanggungan (C.B.) bukan merupakan pokok
perkara, sehingga penggabungan mempunyai akibat perlawanan masuk dalam pokok
perkara;
3. Seharusnya kalau dianggap ada alasan, perkara-perkara tersebut diperiksa oleh
Majelis yang sama;
11. Putusan MA-RI No. 867.K/Pdt/1985, tanggal 4 Agustus 1987 :

Catatan : Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH :

Penggabungan Perkara

UMUM :

1. Mengenai "penggabungan gugatan" masih diperlukan perhatian yang lebih seksama


lagi istilah yang dipakai antara lain :

 Samenloop van Rechtsvordering (Concursus), STAR BUSMANN, hlm. 177.


13
 Samenvoeging van vordering, obyectieve cumulatie, Edisi CREMERS - Wetboek
Burgelijke Rechtvorderingen Wet RO, hlm. 19;

Cumulatie van vordering (hlm. 1-8a) BRv tentang azas Hukum Acara oleh beberapa Sarjana
Belanda a.l. : Funke.

Di dalam RID hal penggabungan gugatan-gugatan tidak diatur, akan tetapi penggabungan gugatan-
gugatan dikembangkan berdasarkan Yurisprudensi, buku-buku yang diuraikan di atas memberikan
komentar mengenai penggabungan gugatan-gugatan sebagai salah satu aspek dari Ps. 1 Buku I BRv
tentang hal penggabungan gugatan-gugatan.

Pengertian lain lagi ialah penggabungan perkara-perkara (bukan peng-gabungan gugatan-gugatan)


mengenai sengketa yang mempunyai hubungan yang erat yang mendasar dan semula ke 2 (dua)
perkara tersebut diperiksa sebagai 2 (dua) perkara yang terpisah dengan 2 (dua) Nomor Register
oleh seorang Hakim (Majelis) dapat dimintakan (jadi atas permintaan) baik oleh
Tergugat/Penggugat untuk digabungkan menjadi satu perkara dengan satu Nomor Register;

1. Putusan MA-RI No. 885.K/Pdt/1985, tanggal 30 Juli 1987 :

Salah melaksanakan tertib Hukum Acara.

Perkara ini merupakan gabungan dari perkara No. 250/Pdt/1983/PN Mdn, mengenai tanah
seluas 110 Ha milik Penggugat yang telah dikuasai dan diperjual belikan secara melawan hukum
oleh para Tergugat;

Dengan perkara-perkara perlawanan (verzet) masing-masing No.34/VZ/Pdt/ 1983/PN Mdn,


No.33/VZ/Pdt/1933/PN Mdn, No.27/VZ/Pdt, No.28/VZ/Pdt/1983/ PN Mdn, No.
29/VZ/Pdt/1983/ PN Mdn, dan No. 30/VZ/Pdt/1983/ PN Mdn. Penggabungan dilakukan
ditingkat banding tanpa permohonan para pihak ;

Dari penggabungan ini kedudukan para Pelawan menjadi Tergugat bertentangan dengan
kehendak para Pelawan dan akan menempatkan kedudukan para Pelawan di dalam hukum
pembuktian berlawanan dengan kedudukannya semula sebagai Pelawan, dan hal itu dapat
mempersulit para Tergugat baru itu dalam menghadapi gugatan;

Yurisprudensi Tentang Subyek Hukum (Para Pihak) dalam Gugatan Perkara. :

1. Putusan MA-RI No. 419.K/Sip/1988, tanggal 22 Oktober 1992 :

Suatu Badan Hukum seperti PT yang mengadakan, membuat dan menanda tangani
"perjanjian" dengan pihak subyek hukum lainnya (bila terjadi wanprestasi dan tuntutan ganti
rugi) haruslah ditujukan terhadap Badan Hukum (PT) dan bukan ditujukan pada Direktur
(Utama) Badan Hukum tersebut. Gugatan yang ditujukan Ir.S. untuk diri sendiri dan sebagai
Direktur PT. Graha Gapura berarti seolah-olah memisahkan antara Direktur PT dengan PT.
Graha Gapura itu sendiri, sehingga gugatan terhadap Tergugat Ir. S tersebut Obscuur Libel
dan harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Mengenai tidak digugatnya PT. Graha Gapura sebagai Tergugat, sedangkan Ir. S. telah tidak
lagi menjabat Direktur tersebut, maka gugatan menjadi kabur maka seharusnya yang digugat
adalah terhadap PT. Graha Gapura dan PT. Rencong Aceh dan bukan kepada Direkturnya;

2. Putusan MA-RI No.2322.K/Pdt/1986, tanggal 30 Maret 1988 :

Tentang Kasus Tanah Adat di Jayapura, kemudian di PK dan dalam Putusan MA-RI No.
381.PK/Pdt/1989, tanggal 28 Juli 1992 membatalkan putusan MA-RI No. 2322.K/Pdt/1986
yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri Jayapura serta
mengabulkan gugatan para Penggugat sebahagian dan menyatakan tanah sengketa adalah
tanah adat yang dimiliki para Penggugat secara turun menurun serta menghukum T.I, T.IV,
T.VIII, membayar ganti rugi kepada para Penggugat Rp 18.600.000.000,- (Delapan Belas
14
Milyar Enam Ratus Juta Rupiah), masing-masing untuk 1/6 bagian : Dalam Surat MA-RI
No. KMA/126/IV/1985, tanggal 5 April 1995 dinyatakan bahwa para Pejabat Negara
tersebut (Gubernur Kepala Daerah TK. I Irian Jaya dan kawan-kawan) bukan merupakan
Badan Hukum Publik yang mempunyai harta kekayaaan tersendiri, maka putusan MA-RI
tidak dibatalkan dan tetap ada, hanya saja tidak dieksekusi. Gubernur Kepala Daerah TK. I
adalah "Wakil" dari Daerah TK. I sedang status Daerah TK. I itulah yang Badan Hukum
Publik.

Pasal 23 (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintah Daerah
menyatakan : "Bahwa Kepala Daerah (KDH) mewakili daerahnya di dalam dan di luar
Pengadilan". Jadi sebagai wakil di daerahnya dan tidak boleh disimpulkan bahwa Gubernur
Kepala Daerah adalah Badan Hukum Publik.

Pasal tersebut harus diartikan, yang disebut Badan Hukum Publik adalah Daerah Tk. I,
sedang Gubernur berstatus sebagai yang mewakilinya, sehingga tanggung jawab yuridis
tetap ada pada Badan Hukum Publik yaitu Daerah Tk. I. Surat MA-RI tersebut, timbul
berhubung dengan kewenangannya sebagaimana Pasal 32 Undang-Undang No. 14 tahun
1985 (Vide : Pendiriann P.P-IKAHI);

3. Putusan MA-RI No.244.K/Sip/1959, tanggal 5 Januari 1959 : Gugatan penyerahan kembali


harta warisan yang dikuasai seseorang tanpa hak, dapat diterima walaupun tidak semua ahli
waris ikut sebagai pihak (Saudara kandung Penggugat), karena Tergugat tidak dirugikan
dalam pembelaannya;
4. Putusan MA-RI No.25.K/Sip/1973, tanggal 30 Mei 1973 :

Menurut Statuten CV. diurus oleh Direktur yang bertindak di dalam dan diluar Pengadilan,
sedang Pasal 19-21 KUHD didalam CV. tak ada Direktur Utama, maka gugatan yang
diajukan oleh "Direktur Utama" atas nama CV. tidak dapat diterima;

5. Putusan MA-RI No.495.K/Sip/1973, tanggal 6 Januari 1976 :

Karena kontrak adalah dengan CV. Palma, gugatan yang diajukan oleh Achmad Paeru,
Direktur CV. Palma tersebut secara pribadi, seharusnya tidak dapat diterima;

6. Putusan MA-RI No.495.K/Sip/1975, tanggal 8 Agustus 1975;

Penggugat sebagai debitor hanya sekedar mempunyai kewajiban-kewajiban, ialah kewajiban


untuk melunasi hutangnya dan tidak mempunyai hak terhadap kreditornya, sedangkan bagi
suatu pengajuan gugatan harus ada suatu hak yang dilanggar oleh orang lain, untuk dapat
menarik yang bersangkutan sebagai Tergugat dalam suatu proses peradilan;

7. Putusan MA-RI No.1771.K/Sip/1975, tanggal 19 April 1979 :

Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena itu gugatan ditujukan terhadap
Tergugat Pribadi, sedang gugatan itu mengenai tindakan-tindakannya dilakukannya sebagai
Pejabat;

8. Putusan MA-RI No.174.K/Sip/1974, tanggal 6 Maret 1975 :

Tentang saksi sebagai Kuasa pihak.

Bahwa orang yang dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri di dengar sebagai saksi, di
Pengadilan Tinggi bertindak sebagai kuasa dari Terbanding/Penggugat asal, tidaklah
bertentangan dengan HIR.

15
16

You might also like