You are on page 1of 10

Latar Belakang

Keistimewaan indische partij adalah usia nya yang pendek, tetapi anggaran dasarnya
di jadikan program politik pertama di Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh E.F.E. Douwes
Dekker atau Setyabudi di bandung pada tanggal 16 September 1912 dan merupakan
organisasi
campuran indo dengan bumi putera. Douwes Dekker ingin melanjutkan Indische Bond,
Organisasi campuran antara Asia dan Eropa yang berdiri sejak tahun 1898. Indische Partij
sebagai organissai politik semakin bertambah kuat setelah bekerja sama dengan dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketiga tokoh ini
kemudian di kenal dengan sebutan “ Tiga Serangkai “.
Indische Partij sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerja sama orang
indo dengan bumi putera. Hal ini disadari benar karena jumlah orang indo sedikit, maka
diperlukan adanya kerja sama dengan orang Bumi putera agar kedudukan organisasinya
makin bertambah kuat. Di samping itu juga disadari betapa baiknya usaha yang di laksanakan
oleh orang indo tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa bantuan orang-orang bumi
putera. E.F.E. Douwes Dekker memiliki segalanya, mempunyai akal yang terang, otak yang
tajam, jiwa kritis, tekad yang teguh, sedangkan keberaniaanya untuk melahirkan segala yang
terkandung dalam hatinya sangat besar. E.F.E.Douwes Dekker masih mempunyai hubungan
keliarga dengan Edward Douwes Dekker atau Multatuli, yang merupakan penulis buku Max
Havelar yang dimana membela petani banten dalam tanam paksa, lahir pada tahun 1874 dari
keturunan campuran ayahnya belanda dan ibunya indo. Pengalaman hidupnya itulah yang
menjiwai gerakan politiknya.
Setelah kita kita tinjau tentang perkembangan mengenai gagasan yang menandai
adanya kebangkitan kesadaran nasional dan kebangklitan revolusioner yang bersifat
kerakyatan yang berjiwa islam, maka sebagai fase ketiga di dalam perkembangan Sejarah
Pergerakan Nasional pada awal pertumbuhannya lahir konsepsi yang bercorak politik seratus
persen dan program nasional yang meliputi pengertian nasionalisme modern. Organisasi
pendukung gagasan Revolusioner nasional itu adalah Indische Partij yang didirikan pada
tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini juga ingin menggantikan Indische Bond sebagai
organisasi kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan tahun1898. Perumusan gagsan
itu adalah E.F.E.Douwes Dekker kemudian terkenal dengan nama Danudirdja Setyabudi,
seorang indo, yang melihat keganjilan dalam masyarakat colonial khususnya diskriminasi
antara keturunan Belanda totok dan kaum indo. Lebih dari pada hanya membatasi pandangan
dan kepentingan golongan kecil masyarakat indo, Douwes Dekker meluaskan pandangannya
terhadap masyarakat Indonesia umumnya, yang masih tetap hidup didalam situasi colonial.
Nasib para Indo tidak di tentukan oleh pemerintah kolonial, tetapi terletak didalam
bentuk kerja sama dengan penduduk Indonesia lainnya. Bahkan menurut Suwardi
Suryaningrat ia tidak mengenal supremasi Indo atas penduduk Bumi Putera, ia menghendaki
hilangnya golongan Indo dengan jalan peleburan kedalam masyarakat bumi putera. Indische
Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan Indonesia, dan Indische
Partij Merupakan Partai Politik Pertama Di Indonesia yang Berdasarkan Nasionalisme,
Indische Partij adalah suatu partai yang radikal dan dinyatakan Douwes Dekker didirikan
partai ini merupakan “ Penantang perang dari pihak koloni yang menyebar Lasting kepada
Karajaan penjajah, Pemungut pajak. Indonesia sebagai “ National Home “ semua orang
keturunan bumi putera, belanda, cina,arab dan sebagainya, yang mengakui Hindia sebagai
tanah air dan kebangsaannya. Paha mini dulunya di kenal sebagai Indische Nationalosme,
yang kemudian hari melalui Perhimpunan Indonesia dan PNI menjadi Indonesisch
Nationalisme atau Nasionalisme Indonesia. Berbeda dengan organisasi sebelumnya dimana
organisasi sebelumnya bersifat sangat berhati-hati, sedangkan organisasi ini bersifat keras
dan langsung bergerak dalam bidang politik.
Sifat keberaniannya sangat menonjol, yaitu melalui tulisan-tulisannya yang dimuat
dalam berbagai majalah. Suwardi Suryaningrat menulis dalam harian De Expres dengan judul
Als ik eens Nederlander was (Andaikata saya seorang Belanda). Tulisan ini sebenarnya di
tujukan untuk menyindir pemerintah Hindia Belanda, yang pada waktu itu akan mengadakan
peringatan 100 tahun pembebasan negeri Belanda dari penjajahan Perancis. Dalam peringatan
tersebut di perlukan biaya yang dipungut dari penduduk Hindia Belanda. Yang berarti
penduduk di negeri jajahan, diajak untuk berfoya-foya dalam peringatan bangsa yang
menjajah itu untuk kepentingan dirinya.
Hal tersebut memang sangat mengherankan dan dinilai tidak pada tempatnya. Oleh karena
itu, Suwardi Suryaningrat mengadakan protes secara halus melalui tulisannya itu. Dalam
tulisannya tersebut juga dikatakan sebagai berikut:
“Jika sekiranya penulis seorang Belanda, maka ia akan mengusulkan kepada pemerintah
Hindai Belandda agar tidak merayakan hari pembebasan itu di Hindia Belanda.”(Ruben
Nalenan 1974:86.)
Kata-kata tersebut mengandung maksud, bahwa sebenarnya pemerintah Hindia
Belanda harus malu mengajak bangsa yang terjajah untuk peringatan negeri si penjajah, di
negeri jajahannya itu. Namun disadari atau tidak, bahwa pihak pemerintah Hindia Belanda
juga telah membuka mata rakyat Hindia Belanda tentang pentingnya “kemerdekaan dan
kebebasan suatu bangsa”. Oleh karena itu, tulisan tersebut segera di tarik dari peredaran, agar
tidak dapat terbaca oleh masyarakat luas.
Dengan tulisannya tersebut, maka Suwardi Suryaningrat di tangkap. Berhubung
Suwardi termasuk salah satu pendiri Indische Partij dan sesuai dengan anggaran dasar
Indische Partij yang di susun pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung, maka dr. Cipto
Mangunkusumo berusaha membelanya. Tulisan dr. Cipto Mangunkusumo tersebut dimuat di
dalam majalah Indische Partij yang bernama Het Tijdschift dan hariannya bernama De
Express. Adapun Judul tulisan tersebut berbunyi (dalam bahasa Indonesianya) “ Kekuatan
atau Ketakutan”. Setelah tulisan dr. Cipto Mangunkusumo tersebut beredar di majalah dan
juga di harian itu, maka tidak lama kemudian dr Cipto juga ditangkap. Dengan demikian di
antara pendiri Indische Partij tersebut, tinggal satu lagi yang belum di tangkap, yaitu EFE.
Douwes Dekker.
Dengan pendiriannya yang tetap teguh dan sangat berpegang kepada prinsip
perjuangan, Ketegasan sikap organisasi dalam bertindak dan asasnya yang telah mengandung
wawasan kebangsaan yang luas dan tegas itu, telah menarik tokoh-tokoh seperti Cipto
Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat dapat menyalurkan dan merealisasi cita-citanya
untuk memperjuangkan politiknya dari berbagai daerah dan berbagai lapisan masyarakat
yang terdapat di wilayah Indonesia. Karena Indische Partij merupakan tempat pertemuan
semua orang yang menaruh cinta kepada tanah airnya lepas dari batas kedaerahan, dan
sanggup memimpinnya kearah kemerdekaan, daya tariknya demikian kuat. Lagi pula
organisasi itu semata-mata organisasi politik kearah kemerdekaan negara dan kesatuan
bangsa.
Tujuan Indische Partij
Melalui karangan- karangan di dalam Het Tijdschrift tujaun dari Indische Partij
kemudian dilanjutkan didalam De Express, propagandanya meliputi, Pelaksaan suatu
program “ Hindia “ untuk setiap gerakan politik yang sehat dengan tujuan menghapuskan
perhubungan kolonial, Menyadari golongan Indo dan penduduk bumi putera, bahwa masa
depan meraka terancam oleh bahaya yang sama yaitu bahaya Eksploitasi Kolonial. Alat untuk
melancarkan aksi-aksi perlawanan ialah dengan membentuk suatu Partij: Indische Partij.
“Tujuan Indische Partij ialah untuk membangunkan patriotisme semua Indiers terhadap
kepada tanah air, yang telah memberi lapangan hidup kepada mereka, agar mereka mendapat
dorongan untuk bekerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan tanah
air “Hindia” dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.”(Sartono Kartodirjo,
1975,:191.)
Pendiri Indische Partij yang tinggal satu belum ditangkap itu, tetap terus berjuang
membela rakyat. Baginya, meskipun termasuk keturunan Belanda (Indo), namun dalam
perjuangan merasa satu dengan orang-orang kelahiran Hindia Belana asli. Dalam perjuangan
untuk kepentingan tanah air tidak ada perbedaan antar Indo maupun Pribumi. Dia merasa
hidup di tanah airnya sendiri dan tidak senang melihat kehidupan di masyarakat yang sangat
membedakan ras, derajat, maupun perlakuan. Dia berjuang untuk mendapatkan persamaan
hak bagi semua orang Hindia. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal-pasal dalam anggaran dasar
Indische Partij, seperti sebagai berikut:
1. Memelihara nasionalisme Hindia dengan meresapkan cita-cita kesatuan kebangsaan semua
Indiers, meluaskan pengetahuan umum tentang sejarah budaya Hindia, mengasosiasikan
intelek secara bertingkat kedalam suku dan antar suku yang masih hidup berdampingan pada
mada ini, menghidupkan kesadaran diri dan kepercayaan kepada diri sendiri.
2. Memberantas rasa kesombongan rasial dan keistimewaan ras baik dalam bidang
ketatanegaraan maupun bidang kemasyarakatan.
3. Memberantas usaha-usaha untuk membangkitkan kebencian agama dan sektarisme yang
bisa mengakibatkan Indiers ading sama lain, sehingga dapat memupuk kerjasama atas dasar
nasional.
4. Memperkuatdaya tahan rakyat Hindia dengan memperkembangkan individu ke arah
aktivitas yang lebih besar secara taknis dan memperkuat kekuatan batin dalam soal
kesusilaan.
5. Berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
6. Memperkuat daya rakyat Hindia untuk dapat mempertahankan tanah air dari serangan
asing.
7. Mengadakan unifikasi, perluasan, pendalaman, dan meng-Hindia-kan pengajaran, yang di
dalam semua hal terus ditujukankepada kepentingan ekonomi Hindia, dimana tidak
diperbolehkan adanya perbedaan perlakuan karena ras, seks atau kasta dan harus
dilaksanakan sampai tingkat yang setinggi-tingginya yang bisa di capai.
8. Memperbesar pengaruh pro-Hindia di dalam pemerintahan.
9. Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat mereka yang
ekonominya lemah.
Jadi, jelas bahwa Indische Partij bergerak langsung terjun dalam bidang politik. Oleh
karena itu, tidak mustahil apabila tokoh-tokohnya mendapat pengawasan secara ketat.
Pergerakan dalam bidang politik pada saat itu memang masih sangat berbahaya. Organisasi
yang tampak bergerak dalam bidang poitik, sudah pasti mendapat tuduhan pemerintah
kolonial Belanda, bahwa organisasi tersebut akan melakukan pemberontakan terhadap
pemerintah. Hal ini dapat dirasakan Indische Partij pada saat mengajukan permohonan
kepada Gubernur Jenderal pada tanggal 4 Maret 1913, agar organisasi ini mendapat
pengakuan sebagai badan hukum, ternyata ditolak. Alasan penolakannya karena organisasi ini
berdasarkan politik dan mengancam hendak merusak keamanan umum.
Walaupun sudah jelas kegiatan Indische Partij mendapat pengawasan secara ketat,
namun pendirinya, yaitu EFE. Douwes Dekker tetap meneruskan perjuangannya. Dia
berusaha menghadap kepada Gubernur Jenderal dengan tujuan, ingin menjelaskan dan
bersedia mengubah pasal-pasal dan anggaran dasar Indische Partij, apabila dianggap
membahayakan pemerintah. Akan tetapi usaha EFE. Douwes Dekker ini sia-sia saja, karena
pada tanggal 11 Maret 1913 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peringatan kepada
Indische Partij dan organisasi ini tetap dinyatakan sebagai partai terlarang. Peringatan itu juga
ditujukan kepada partai-partai lain. Akhirnya Douwes Dekker menyimpulkan sebagai berikut:
“Bahwa pengertian “Pemerintah Hindia” haruslah dipandang sebagai salah satu daripada
partai yang bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan. Pemerintah yang berkuasadisuatu
tanah jajahan, bukanlah pemimpin namanya penindasan, dan penindasan itu adalah musuh
yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,.”(DMG. Koch, 1951:39).

Adapun perkataan “Pemerintah Hindia” yang dimaksudkan adalah pemerintahan bagi


rakyat di negeri jajahan, apabila memang nantinya telah berhasil perjuangannya untuk
mencapai kemerdekaan bangsanya. Jadi bukan pemerintahan kolonial Belanda yang biasa
disebut dengan “Pemerintah Hindia-Belanda (Nederlandsch Indie)”. Jadi, perjuangan rakyat
di Hindia Belanda itu bertujuan untuk mencapai mencapai negara merdeka, yang nantinya
disebut “Pemerintah Hindia”. Inilah yang menjadi tujuan utama dari Indische Partij. Oleh
karena itu, Indische Partij dapat dikatakan sebagai organisasi pergerakan nasional pertama
yang bergerak dalam bidang politik. Berbeda dengan Budi Utomo dan Sarekat Dagang Islam,
dimana organisasi tersebut bergerak sangat hati-hati, sehingga sampai tahun 1912 belum
tampak radikal. Bagi anggota-anggotanya yang menghendaki pergerakan radikal, menyatakan
keluar dari Budi Utomo, yaitu dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat.
Sedangkan untuk organisasi SDI, baru berubah kearah pergerakan politik pada tahun 1913,
setelah organisasi berubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI).
Pergerakaan Indische Partij, setelah Suwardi Suryaningrat dan dr. Cipto
Mangunkusumo di tangkap, maka Douwes Dekker terus mengadakan pembelaannya. Di
dalam makalah dan harian Indische Partij, EFE. Douwes Dekker menulis pembelaan itu
dengan judul (bahasa Indonesianya) “Pahlawan kita Suwardi Suryaningrat dan Cipto
Mangunkusumo”. Setelah tulisan tersebut diketahui oleh pihak pemerintah kolonial Belanda,
maka EFE. Douwes Dekker ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun yang
sama, yaitu tahun 1913. Jadi, umur Indische Partij sangat singkat, kurang lebih hanya satu
tahun saja. Namun apa yang dicita-citakan Indische Partij, telah tertanam pada hati sanubari
seluruh rakyat Indonesia.
Sebenarnya ketiga pemimpin Indische Partij tersebut ditawari dibuang didalam negeri
saja. Yaitu Douwes Dekker ke Timor (Kupang), dr. Cipto Mangunkusumo ke Banda, dan
Suwardi Suryaningrat ke Bangka. Namun ketiga-tiganya memilih dibuang ke luar negeri saja,
yakni ke negeri Belanda. Dengan pertimbangan, kalau dibuang ke luar negeri di perlakukan
hukum internasional. Sifat hukum internasional adalah liberal dan demokrasi, sehingga masih
dapat untuk mempelajari masalah-masalah perjuangan di negara-negara lain.
Hal tersebut memang benar dan ternyata setelah sampai di negeri Belanda, mereka
dapat bertemu dengan para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negeri tersebut. Pada
saat itupara mahasiswa Indonesia di negeri Belanda juga sedang giat-giatnya berorganisasi,
yaitu Indische Vereniging. Dengan demikian para tokoh Indische Partij tersebut dapat
bergabung dalam organisasi tersebut. Bahkan Suwardi Suryaningrat sempat duduk menjadi
ketua Indische Vereniging.
Kedatangan “tiga serangkai” membawa udara segar bagi para mahasiswa Indonesia di
negeri Belanda. Cita-cita nasional yang tidak berhasil diperjuangkan ditanah air, diteruskan di
negari Belanda. Indische Vereniging yang sebelumnya hanya bergerak dalam bidang sosial =,
mulai berubah kearah bidang politik untuk mencapai cita-cita nasional. Untuk menyampaikan
gagasannya, agar diketahui oleh sesama kawan dalam perjuangan baik yang ada di negeri
Belanda maupun di tanah air, maka sejak tahun 1918 Indische Vereniging mendirikan
“Kantor Berita” yang diberi nama National Persbureau (Kantor Berita Nasional). Pemimpin
kantor berita ini adalah Suwardi Suryaningrat dan telah menerbitkan majalah yang di beri
nama “Hindia Putera”. Pada tahun 1919, nama majalah dan nama organisasi, di usulkan oleh
Ahmad Soebardjo, agar diganti nama yang mengarah kepada kepentingan nasional. Nama
organisasi diusulkan menjadi Indische Vereniging. Jadi, ada perubahan dari Indische menjadi
Indonesische kemudian nama “Hindia Putera” agar diganti menjadi “Indonesia Merdeka”.
Atas usul tersebut pada prinsipnya disetujui, namun untuk memasyarakatkan secara
luas, masih harus dipertimbangkan secara matang. Baru pada tahun 1922 nama itu
diperkenalkan ke masyarakat dan secara resmi, yaitu pada tahun 1925 kata-kata yang berbau
kolonial tidak boleh dipakai lagi. Sepertiga Indonesische Vereniging harus diterjemahkan
menjadi “Perhimpunan Indonesia”.
Sepeninggalnya “Tiga Serangkai” ke negeri Belanda, keadaan organisasi Indische
Partij semakin lama semakin mundur. Mundurnya Indische Partij bukan karena ditinggalkan
oleh ketiga tokoh pendirinya, melainkan karena adanya larangan dari pihak pemerintah
kolonial Belanda. Akibatnya hampir setiap langkah geraknya tertutup, walaupun penerusnya
berusaha mengubah nama organisasi, yaitu dari Indische Partij menjadi “Partai Insulinde”.
Namun pihak pemerintah tetap curiga terhadap organisasi yang baru ini. Dari program
partainya masih tampak sebagai penerus dari Indische Partij yang telah dilarang itu. Antara
lain menyebutkan sebagai berikut:
Mendidik suatu Nasionalisme Hindia dengan memperkuat cita-cita persatuan
bangsa.”(Sartono Kartodirjo, 1975:193).

Sementara itu juga disebabkan oleh pengaruh Sarekat Islam yang semakin kuat
dikalangan masyarakat, maka banyak para penerus Indische Partij yang mengikuti jejak
Sarekat Islam. Dengan deemikian, Indische Partij semakin lemah dan mati dengan sendirinya.
Walaupun sebenarnya Douwes Dekker sekembalinya dari negeri Belanda pada tahun 1918,
masih berusaha untu menghidupkan kembali kegiatan Indiche Partij, namun usahanya sia-sia
saja. Usaha Douwes Dekker itu antara lain dengan mengubah nama Indische Partij menjadi
National Indische Partij (NIP) pada tahun 1919. Berhubung sudah dicatat oleh pemerintah
sebagai organisasi yang berbahaya, maka dalam bentuk apapun Indische Partij tetap dilarang.
Akhirnya “Tiga Serangkai” yang masih dapat diharapkan adalah cita-citanya yang
masih hidup di kalangan masyarakat, yaitu dapat disalurkan melalui bidang pendidikan.
Suwardi Suryaningrat pada tanggal 3 Juli 1922, berhasil mendirikan “Taman Siswa” yang
bergerak dalam bidang pendidikan, sehingga banyak berdiri “Sekolah-sekolah Taman Siswa”
hampir di seluruh Indonesia dan yang pertama kali berdiri adlah Sekolah Taman Siswa di
Yogyakarta. Kemudian pada tahun yang sama, Douwes Dekker juga mendirikan sekolah di
Cigelereng, Bandung dengan nama Ksatria School. Pada tahun 1926 sekolah ini maju pesat,
dan Douwes Dekker berhasil mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama “Yayasan Ksatria
Institut” . Demikian juga dr. Cipto Mangunkusumo tidak mau ketinggalan, ia mendirikan
sekolah “Kartini Club”, tetapi karena kekurangan dana, sehingga tidak dapat berkembang dan
akhirnya bubar.
Dari anggaran dasarnya dapat diketahui bahwa program-program menunjukkan sifat
revolusionernya. Tujuan Indische Partij adalah membangunkan patriotisme semua “Indiers”
terhadap tanah air, yang telah memberikan lapangan hidup kepada mereka, agar mereka
mendapat dorongan untuk bekerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk
memajukan tanah air “Hindia” dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah:
a. Memelihara nasionalisme Hindia dengan meresapkan cita-cita kesatuan kebangsaan semua
“Indiers”.
b. Memberantas rasa kesombongan rasial dan keistimewaan ras baik dalam bidang
ketatanegaraan maupun kemasyarakatan.
c. Memberantas usaha-usaha untuk membangkitkan kebencian agama dan sektarisme.
d. Memperkuat daya tahan rakyat Hindia dengan memperkembangkan individu kearah aktivitas
yang lebih besar.
e. Berusaha mendapatkan persamaan hak bagi semua orang.
f. Memperkuat daya rakyat Hindia untuk dapat mempertahankan tanah air.
g. Mengadakan unifikasi, perluasan, pendalaman dalam pengajaran.
h. Memperbesar pengaruh pro-Hindia di dalam pemerintahan dan
i. Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia.
Berkat propaganda yang dilakukan dengan cermat baik melalui persuratkabaran, surat
edaran, selebaran, maupun segala macam pertemuan dan rapat-rapat, Indische Partij
mengalami kemajuan yang demikian pesat. Kemajuan yang demikian pesat itu merupakan
ancaman yang membahayakan bagi keberlangsungan penjajahan Belanda. Itulah sebabnya
dengan berbagai daya upaya pihak penjajah mencoba menghalang-halangi lajunya
pertumbuhan organisasi pergerakan tersebut. Persuratkabaran Belanda seperti Preanger,
Mataram, Soerabajaasch Handelsblod, dan Semarang Handelsblod melancarkan serangkaian
aksi dengan komentar-komentar yang sangat merugikan Indische Partij.
Sudah barang tentu sikap pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap Indische Partij
sangat berbeda dengan sikapnya yang hati-hati terhadap Budi Utomo dan Sarekat Islam, yaitu
dua organisasi pergerakan yang telah lahir lebih dahulu. Pemerintah kolonial Hindia Belanda
bersikap tegas terhadap keberadaan Indische Partij. Hal itu terbukti dari permohonan para
pendirinya yang diajukan kepada Gubernur Jenderal Idenburg untuk mendapatkan pengakuan
sebagai organisasi yang berbadan hukum (rechtspersoon) pada tanggal 4 Maret 1913, dengan
tegas ditolak. Alasan penolakan itu adalah karena dipandang organisasi baru ini dipandang
bersifat politik dan mengancam hendak merusak keamanan umum. Juga setelah pihak
pimpinan Indische Partij mengadakan audensi kepada Gubernur Jenderal serta diubahnya
pasal 2 anggaran dasar, sebuah pasal yang dikhawatirkan oleh pemerintah kolonial Belanda
akan mengakibatkan hal-hal yang tidak dikehendaki tetap saja Indische Partij dinyatakan
sebagai partai terlarang.
2.4 Penyebab Mundurnya Indische Partij
Dilihat dari aktivitasnya, sejak semula Indische Partij memang menunjukkan
keradikalannya sehingga pemerintah kolonial Belanda merasa perlu untuk cepat-cepat
menghentikannya. Itulah sebabnya organisasi ini tidak dapat berumur panjang karena pada
akhirnya pemimpinnya dibuang ke luar negeri (1913). Adalah menarik, bahwa persoalan
yang menyangkut nasib tiga serangkai tersebut erat hubungannya dengan tindakan Belanda
pada tahun 1913, dalam rangka memperingati bebasnya negeri Belanda dari penindasan
Prancis pada tahun 1813. Adalah suatu ironi bahwa negara yang menjajah, merayakan
kebebasan negerinya itu di negeri yang dijajahnya sendiri, lebih-lebih untuk perayaan
tersebut pemerintah akan memungut biaya dari rakyat Hindia.
Melihat fenomena menarik tersebut, Suwardi Suryaningrat dan kawan-kawan
akhirnya membentuk “Komite Bumi Putera”, suatu komite yang bertujuan menentang
peringatan tersebut. Komite ini kemudian mengeluarkan brosur yang didalamnya dimuat
tulisan Suwardi Suryaningrat dengan judul: “Als ik een Nederlander Was...”(“Andaikata saya
seorang Belanda”), yang isinya menyindir dengan tajam sikap pemerintah kolonial Belanda
yang ingin merayakan kebebasannya di tanah jajahan dengan cara memungut biaya dari
rakyat. Karena tulisannya itulah kemudian Suwardi Suryaningrat ditangkap, dan teman-
temannya tang tergabung dalam “Komite Bumi Putera” juga tidak luput dari pemeriksaan
pemerintah. Setelah penangkapan Suwardi, Cipto mangun Kusumo kemudian menlis sebuah
karangan di harian De Expres dengan julul “ Kracht of Vrees” (Kekuatan atau Ketakutan).
Tulisan itu jelas merupakan sindiran terhadap pemerintah kolonial. Selanjutnya Douwes
Dekker yang merasa senasib dengan kawan-kawannya itu kemudian juga menulis sebuah
karangan yang berjudul “Onze Helden: Cipto Mangunkusumo en R.M. Suwardi Suryaningrat
(Pahlawan kita: Cipto Mangunkusumo dan R.M. Suwardi Suryaningrat), yang isinya sangat
membangga-banggakan kedua temannya tersebut. Akibatnya sudah jelas, ketiga tokoh
tersebut akhirnya dieksernisasi ke negeri Belanda.
Mulai saat itu, berhembuslah gerakan politik yang menusuk kekuasaan kolonial.
Ditambah lagi meledaknya Perang Dunia I (1914-1918), membuat pemerintah Hindia
Belanda selalu berhati-hati terhadap gerakan-gerakan politik disini. Walaupun peperangan itu
tidak terjadi secara riil di Indonesia, getarannya menyentuh alam pikiran kaum pergerakan.
Semboyan presiden Amerika Serikat Wilson, “The Right of Self Ditermination” sangat
mempengaruhi sikap para tokoh Indonesia.
Kepergian dari ketiga pemimpin tersebut membawa pengaruh terhadap kegiatan
Indische partij yang makin lama makin menurun, kemudian Indische Partij nama menjadi
partaiInsulinde. Sebagai asas yang utama dalam programnya tertera: “ Mendidik suatu
nasionalisme Hindia dengan memperkuat cita- cita persstuan bangsa”, kepada anggota-
anggota ditekankan supaya menyebut dirinya “ Indiers “, orang Hindia ( Indonesia ).
Pengaruh Serekat Islam yang kuat telah menarik orang- orang Indonesia, sehingga Partai
Insulinde menjadi semakin lemah. Kembalinya Douwes Dekker dari negeri Belanda tahun
1918 tidak begitu mempunyai arti bagi partai insulinde, yang kemudian pada bulan juni 1919
berganti nama menjadi National Indische Partij(NIP). Dalam perkembangannya partai ini
tidak mempunyai pengaruh kepada rakyat banyak bahkan akhirnya hanya merupakn
perkumpulan orang- orang terpelajar.
Sungguhpun Indische Partij hidup tidak lama, konsep kebangsaan yang dicanangkan
dan dikembangkan sangat berpengaruh terhadap tokoh-tokoh pergerakan kebangsaan
Indonesia dan sepak terjang organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan Indonesia pada
masa-masa selanjutnya. Pemimpin-pemimpin Indische Partij setelah organisasinya
dibubarkan dan dianggap sebagai partai terlarang bersepakat secara perorangan tetap terus
mempropagandakan cita-cita organisasi tersebut melalui tulisan-tulisan ataupun organisasi
lain. Dengan demikian, meskipun Indische Partij telah dibubarkan, pemimpin-pemimpinnya
sebagai seorang pribadi tetap meneruskan propaganda dengan berbagai tulisan, terutama surat
kabar De Express Bandung menjadi media tulisan mereka.

Sumber : Adam.2012. Indische Partij. https://mediabacaan.blogspot.co.id/2012/11/indische-


partij.html. (20 November 2017)

You might also like