Professional Documents
Culture Documents
Studi Qur'an - Etwin
Studi Qur'an - Etwin
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
PONOROGO 2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Asbab al-Nuzul al-Quran?
2. Bagaimana macam-macam penurunan al-Qur’an?
3. Bagaimana kaidah-kaidah riwayat Asbab al-Nuzul al-Quran?
4. Bagaimana kegunaan Asbab al-Nuzul al-Quran?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Para ahli linguistik menerangkan Asbab jama taksir dari Sabab yang
artinya “tali”, sedagkan menurut Lisan al-arab diungkapkan atau diartikan saluran,
yaitu segala sesuatu yang menghubungkan satu benda kebenda lainnya.
Sedangkan para ahli Dilalah mengungkapkan pemakainnya sebagai segala sesuatu
yang mengantarkan pada tujuan. Sementara itu para ahli hukum islam
mendefinisikan dengan ungkapan “sesuatu jalan yang terbentuknya suatu hukum
tanpa adannya pengaruh apapun dalam hukuman itu”.
3
member jawaban terhadap sebabnya atau menerangkan hukumnya pada saat
terjadinya peristiwa itu.
Secara singkat asbab al-nuzul dapat diartikan sebagai sebab turunnya al-
Qur’an. Terkait sebab turunnya al-Qur’an ada dua kemungkinan, seperti yang di
sebutkan oleh al-Zarkasyi, dua kemungkinan itu adalah sebagai berikut:
4
beserta umatnya masing-masing pada umumnya tidak ada sebabnya. Bila
dikatakan punya sebab hanya ada satu alasan yaitu guna menghibur hati Nabi.
Lebih jauh, asbab al-nuzul bermakna memberikan dampak yang sangat besar
dalam membantu memahami ayat-ayat dan surah-surah al-Qur’an dan akan lebih
dapat mengetahui rahasia-rahasia dibalik cara pengungkapan dalam menjelaskan
masalah-masalah yang ada.
Al-Suyuthi mengemukakan bahwa asbab al-nuzul ialah sesuatu yang pada
hari-hari terjadinya ayat al Qur’an diturunkan. Maksud “sesuatu” ialah peristiwa-
peristwa yang pada umumnya berupa peristiwa perseotangan yang terjadi di
zaman Nabi, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada beliau. Dari
definisi itu tergambar bahwa belum adanya kaitan antara latar belakang turunnya
ayat dengan kandungan ayat yang mengomentarinya.
Lebih lanjut al-Zarqani, menyebutkan asbab al-nuzul ialah sesuatu yang turun
satu ayat atau beberapa ayat berbicara tentangnya (sesuatu itu) atau menjelaskan
ketentuan-ketentuan hukum yang terjadi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut.
Fazlur Rahman menjelaskan apa yang dikemukakan oleh al-Zarqani hanyalah
merupakan asbab al-nuzul mikro , yang dalam penafsiran Al-Qur’an harus dibantu
dengan asbab al-nuzul makro , yaitu latar belakang yang berupa situasi sosio
kultural religious masyarakat arab ketika Al-Qur’an diturunkan. Yang senada
dengan itu ialah al-Syatibi bahwa asbab al-nuzul ialah situasi dan kondisi. Dengan
demikian maka pengertian asba al-nuzul itu dapat dibagi dua. Pertama bahwa
asbab al-nuzul ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang ayat atau ayat-ayat
dan ayat tersebut mengomentari peristiwa itu. Definisi ini kita sebut Asbab Al-
Nuzul Khas. Maksud “menjelang” ialah sebagai peristiwa “singkat” menjelang
turunnya ayat atau beberapa ayat. Biasanya ditandai dengan kata “al-fa” atau
dengan kata “bi sabab kadza.” Dari definisi tersebut dapat kita ambil suatu
pengertian bahwa ada sebagian ayat-ayat al-Qur’an yang tidak ada asbab al-
nuzulnya.
Kedua,bahwa asbab al-nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
masa Nabi, yang ayat-ayat tersebut mengandung hukumnya atau maknanya dari
peristiwa-peristiwa tersebut. Maksud “peristiwa-peristiwa di masa Nabi atau
5
peristiwa yang terjadi jauh setelah Nabi wafat, atau peristiwa yang terjadi jauh
sebelum nabi lahir. Biasanya ditandai dengan kata “sabab fi kadza” Definisi ini
kita sebut saja asbab al-nuzul ‘Am. Dari definisi ini semua ayat ada asbab al-
nuzulnya. Karena seluruh wahyu yang turun pasti menyentuh salah satu aspek
kehidupan pada masa Nabi. Al-Zarkasyi menyebutkan bahwa telah dikenal
sebagian dari kebiasaan sahabat dan tabi’in, apabila berkata: “nazalat hadzihi al-
ayat fi kadza”, memberi makna ayat tersebut mengandung hukum ini, tidak karena
“ini” sebab turunnya ayat.
Ada beberapa hal yang pasti berkaitan dengan asbab al-nuzul yaitu (1)
syaikh al-nuzul ialah subjek yang pertama kali menjadi sasaran ayat, tetapi karena
keumuman ungkapan al-Qur’an atau didorong oleh kesopanan, maka nama terang
subjek nuzul tidak jelas, (2) mawathin al-nuzul yaitu tempat Rasulullah berada
waktu ayat turun, (3) asbab al-nuzul [peristiwa yang mengiringi turunnya ayat] (4)
haditsatun nuzul yakni pokok permasalahan. Di antara yang empat itu yang paling
penting jadi pertimbangan ialah asbab al-nuzul. Karena dengan mengetahui
peristiwa itu akan mempermudah memahami kandungan ayat.3
3
Ibid,79-82.
6
Sedangkan yang berpandangan kedua, seperti al-Zarkasyi dal al-Suyuthi
dari abad pertengahan dan al-Zarkasyi dan subhi shalih dari ulama abad modern
dalam hal ini mereka mentarjihkan atau mengkompromikan berbagai riwayat yang
berbeda-beda itu.
Al-zarkasyi menyebutkan kaidah kaidah tersebut, yaitu:
1. Jika ada dua riwayat yang satu shahih dan yang lainnya dha’if, maka
yang digunakan ialah yang shahih dan yang dha’if ditolak
Riwayat pertama dari Imam Bukhari dan Muslim dari Jundub, pada
suatu saat Rasulullah merasa gelisah sehingga beliau tidak
bersembahyang malam (shalat nafilah atau shalat sunah) selama satu atau
dua malam. Hal itu tiketahui oleh seorang perempuan, lalu ia berkata
pada beliau: “Hai Muhammad, kurasa temanmu (syaithanaka) telah
meninggalkan dirimu.” Lalu turunlah ayat tersebut diatas.
7
Sejak itu tiap beliau di tempat tersebut tampak gelisah. Kemudian Allah
menurunkan ayat tersebut di atas.
2. Dua riwayat sama-sama shahih dan salah satunya lebih rajih dari pada yang
lain, maka yang dipegangi adalah riwayat yang rajih dan yang marjuh
ditinggalkan
Hal-hal yang bisa menjadikan satu riwayat lebih rajih antara lain ialah
nilainya yang lebih shahih dan salah satu dari dua riwayat itu perawinya
menyaksikan jalannya peristiwa dan yang lain tidak. Sebagai contoh dua
asbab al-nuzul tentang turunnya firman Allah surat Al-Isra’(17): 85: “Dan
mereka bertannya kepadamu tentang roh. Katakanlah Roh itu termasuk
urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”
8
dikompromikan. Keduanya sama-sama menjelaskan asbab al-nuzul, tapi
berhubung jarak dan waktunya berjauhan, maka bentuk komprominya adalah
bahwa ayat itu diturunkan dua kali. Sedang menurut al-Suyuthi bahwa
riwayat yang pertama lebih rajih, sebab perawi Ibnu Mas’ud menyaksikan
jalannya peristiwa, sedangkan perawi riwayat kedua (Ibnu Abbas) tidak
menyaksikannya. Bandingkan dengan pendapat al-Shabuni. Subh Shahih
menambahkan bahwa Jumhur Ulama lebih mengutamakan hadis-hadis Shahih
Bukhari dari pada hadis-hadis Shahih yang diriwayatkan oleh Turmudzi.
3. Dua riwayat sama-sama shahih dan tidak dapat dirajihkan salah satunya,
tetapi dapat dikompromikan dengan jalan bahwa dua riwayat itu sama-sama
menjelaskan asbab al-nuzul dan ayat tersebut diturunkan setelah dua peristiwa
yang disebutkan terjadi
Seperti dua riwayat asbab al-nuzul bagi firman Allah surat Ali Imran
(3) : 77: “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-
sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat
bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan
mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak
(pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.”
Riwayat pertama, Imam Bukhari dan Muslim dari Asy’ats yang
mengatakan bahwa ia bersengketa dengan seorang Yahudi mengenai
sebidang tanah. Setelah perkara diajukan kepada Nabi SAW dan beliau
menanyakan, apakah Asy’ats mempunyai buku dan dijawab tidak, maka
beliau menyuruh lawannya untuk bersumpah. Tapi Asy’ats keberatan. Dia
beralasan, bila lawannya itu bersumpah, maka sumpahnya adalah sumpah
palsu dan akibatnya hak milik Asy’ats bisa hilang. Kemudian Allah
menurunkan ayat di atas.
Riwayat kedua, yaitu Imam Bukhari dari Abdullah bin Abi Auf yang
mengatakan bahwa ada orang yang memegang barang milik orang lain di
pasar. Dia bersumpah bahwa barang itu telah diberikan pemiliknya
9
kepadanya. Dia mengaku demikian untuk merugikan seorang muslim.
Kemudian turunlah ayat di atas.
4. Dua riwayat sama-sama shahih, tetapi tidak ada perajihnya. Dan berhubung
peristiwa masing-masing berjauhan waktunya, maka kita dapat menjadikan
asbab al-nuzul secara bersama-sama. Oleh karena itu diputuskan bahwa ayat
itu diturunkan berulang-ulang setelah peristiwa-peristiwa yang disebutkan
terjadi.
Seperti asbab al-nuzul firman Allah surat An-Nahl (16): 126-128: “Dan jika
kamu memberi balasan maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar,
sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang benar. Bersabarlah
(hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan
Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan
janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang
berbuat kebajikan.”
Riwayat pertama, yaitu Imam Baihaqi dan dan al-Bazzar dari Abu
Hurairah yang menceritakan, ketika Hamzah ditemukan wafat sebagai syahid
dalam perang Uhud. Nabi berdiri di depan jenazahnya dalam keadaan
jenazahnya sudah dicincang dan di saat itu beliau berucap, akan membalas
dengan tujuh puluh orang kafir. Kemudian Jibril turun membawa ayat di atas
Riwayat kedua yaitu riwayat Imam Turmudzi dan al-Hakim dari Ubay bin
Ka’ab. Dia menceritakan setelah dalam perang Uhud ada 64 sahabat Anshar
dan 6 Muhajirin yang gugur, di antaranya adalah Hamzah, maka para sahabat
bersumpah untuk membalas dendam. Para sahabat Anshar berkata: Jika pada
suatu saat kami menang, maka akan kami hancurkan mereka. Kemudian
setelah mekkah jatuh ketangan muslimin, Allah menurunkan ayat diatas.
Kedua riwayat diatas, yang pertama menyebutkan bahwa ayat- ayat tersebut
diturunkan di perang uhud dan yang kedua berhubungan dengan jatuhnya kota
10
mekkah ke tangan muslimin. Karena itu banyak ulama mengatakan bahwa
ayat-ayat itu diturunkan dua kali setelah dua peristiwa diatas. Bahkan Ibnu
Hashar menyatakan bahwa ayat-ayat itu diturunkan tiga kali, di makkah
bersama-sama dengan ayat-ayat surat An-Nahl yang lain yang diturunkan di
kota ini, di Uhud setelah perang dan pada waktu penaklukan kota Makkah
untuk memberikan peringatan kepada hamba-hambanya.
Empat cara itulah yang ditempuh oleh mufassir yang memakai asbab al-
nuzul sebagai hal yang harus ada dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an yang
sedang ditafsirkan. Perlu ditegaskan bahwa dalam pemakaian asbab al-nuzul
sebenarnya bukanlah harfiah asbab al-nuzulnya yang dijadikan pertimbangan,
tetapi harus dilihat nilai yang terkandung didalamnya.4
4
Ibid,84-92.
11
1. Memberikan petunjuk tentang hikmah yang dikehendaki Allah atas apa
yang telah ditetapkan hukumnya.
2. Memberikan petunjuk tentang adanya ayat-ayat tertentu yang memiliki
kekhususan hukum tertentu.
3. Merupakan cara yang efisien untuk memahami makna yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an.
4. Menghindarkan keraguan tentang ketentuan pembatasan yang terdapat
dalam al-Qur’an.
5. Menghilangkan kemuskilan dalam memahami ayat.
6. Membantu memudahkan penghafalan ayat, pengungkapan makna yang
terkandung di dalam ayat.5
5
ibid,100-102.
12
BAB III
KESIMPULAN
13
2. Memberikan petunjuk tentang adanya ayat-ayat tertentu yang
memiliki kekhususan hukum tertentu.
3. Merupakan cara yang efisien untuk memahami makna yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an.
4. Menghindarkan keraguan tentang ketentuan pembatasan yang
terdapat dalam al-Qur’an.
5. Menghilangkan kemuskilan dalam memahami ayat.
6. Membantu memudahkan penghafalan ayat, pengungkapan
makna yang terkandung di dalam ayat.
14
DAFTAR PUSTAKA
15