You are on page 1of 11

MAKALAH

TIWAH UPACARA KEMATIAN PADA MASYARAKAT


DAYAK NGAJU
Untuk tugas kelompok mata pelajaran Geografi

NAMA KELOMPOK :
 YUSTINA VIVI SUMANTI
 SOPHIA LIDIA
 YUSUF BERNADINO
 KORNELIA MELIN FEBURI
 VALENTINO KURNIAWAN
 ELVINA AGUSTINE

SMAS PANCA SETYA SINTANG


TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas
rahmat-Nya dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Adapun tema dari makalah ini adalah Tiwah Upacara Kematian
Pada Masyarakat Dayak Ngaju.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada guru mata pelajaran Geografi yang telah memberikan tugas ini kepada
kami. Kami juga ingin berterima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam pembuatan makalah ini. Bagi kami sebagai penyusun meras bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan
kemampuan kami, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami
harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kami sebagai penulis pada
khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebudayaan merupakan hasil karya dan gagasan pemikiran manusia yang


dilaksanakan secara berkelanjutan dari turun-temurun. Kebudayaan memiliki
banyak ragam. Salah satu bentuk ragam budaya yang dimiliki masyarakat
Kalimantan Tengah yakni sebuah tradisi kebudayaan Tiwah. Tradisi budaya
Tiwah menurut masyarakat Kalimantan Tengah adalah sebuah aturan atau
perbuatan (adat), tetapi menurut masyarakat Dayak pemeluk agama Hindu
Kaharingan (dalam Riwut 2007:375) menyebutkan Tiwah merupakan proses
mengantar arwah oleh masyarakat digunakan sebagai sistem religiusitas
mereka dalam menyembah sang pencipta (hatala ranying langi) dilatar
belakangi kepercayaan asli suku Dayak. Dalam bahasa sangiangnya
mengantarkan ke “Lewu Tatau Habarus Bulau Hagusung Intan Dia Rampang
Tulang” yang berarti sebuah tempat yang berhiaskan emas, permata, berlian,
dan kekal atau abadi sedangkan dalam bahasa Dayak yaitu “Liau ke surge”.
Suku Dayak yang ada di Kalimantan, khususnya Kalimantan Tengah memiliki
cara tersendiri dalam mengekspresikan keyakinannya. Dijumpai
beranekaragam cara suku Dayak dalam mengungkapkan keyakinan, tetapi
pada kenyataan tujuannya sama untuk menyembah Tuhan atau Allah
penciptanya, hanya cara dan sebutannya saja yang berbeda.
Masyarakat Dayak yang beragama Islam atau agama Hindu Kaharingan
sebagian hanya mengetahui upacara Tiwah sebagai wadah untuk
mengantarkan arwah menuju langit ketuju. Dalam pemikiran masyarakat
Dayak di Kalimantan, upacara Tiwah segera dilaksanakan agar tidak menjadi
beban pikiran. Dengan demikian, tradisi kebudayaan Tiwah sudah banyak
dilupakan oleh masyarakat, generasi muda tidak mengenal dan banyak
generasi muda kurang peduli terhadap kebudayaan yang ada. Sehingga hanya
orang yang sudah sesepuh, menimbulkan kekhawatiran peneliti untuk
melakukan penelitian terkait kebudayaan ini.
Peneliti ini membuka pemahaman masyarakat luas yang sebenarnya budaya
tidak hanya kaya akan nilai tetap juga kaya akan tanda-tanda. Dalam tradisi
Budaya Tiwah terhadap banyak sekali sebuah tanda tetapi masyarakat disana
belum begitu memahami dengan baik arti sebuah tanda, tujuan sebuah tanda
ataupun bentuk sebuah tanda. Pada prosesi upacara Tiwah banyak masyarakat
hanya melaksanakan upacara tersebut, tanpa memiliki rasa ingin tahu
mengenai pentingnya sebuah tanda benda-benda yang digunakan seperti,
sesajian, mantra yang diucapkan, tingkah laku sekelompok masyarakat ketika
upacara Tiwah dimulai ataupun makna yang terdapat dalam upacara tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari upacara Tiwah?
2. Apa makna dari upacara Tiwah?
3. Apa saja tahapan dari upacara Tiwah?
4. Apa saja peralatan yang digunakan dalam upacar Tiwah?

1.3 Tujuan
1) Mendskripsikan pengertian dari upacara Tiwah
2) Mengetahui makna dari upacara Tiwah
3)
4) Mengetahui apa saja tahapan dalam upacara Tiwah
5) Mengetahui peralatan yang digunakan dalam upacara Tiwah
2

BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Upacara Tiwah


Upacara Tiwah merupakan ritual para penganut Hindu Kaharingan,
kepercayaan asli suku Dayak, sebagaitanda bakti kepada leluhur.
Tiwah merupakan upacara kematian tingkat terkahir. Bagi suku Dayak,
kematian perlu disempurnakan dengan ritual lanjutan agar roh dapat
hidup tentram Bersama Ranying Hatalla.
Tiwah adalah upacara sakral terbesar untuk mengantarkan jiwa atau
atau arwah anggota keluarga yang telah meninggal dunia menuju
tempat yang dituju, yaitu lewu tatau (surga), terletak dilangit ketujuh.
(Tjilik Riwut, 2019).
Tradisi Tiwah atau Tiwah Lale merupakan suatu tradisi dalam upacara
kematian yang dilakukan oleh masyarakat Dayak beragama (Hindu
Kaharingan). Biasanya budaya Tiwah ini bertjuan untuk mengantarkan
arwah kelangit ketujuh atau tempat peristirahatan terakhir. Budaya
Tiwah ini, terdapat dipulau Kalimantan. (Riwut, 2005).

1.2 Makna Upacara Tiwah


Ritusl Tiwah memiliki makna mendalam bagi masyarakat suku Dayak
Ngaju. Mereka akan mempersiapkan Tiwah selama berbulan-bulan
sebelum pelaksanaan. Pelaksanaannya pun memrlukan waktu lama,
mulai dari tiga hari, tujuh hari, bahkan hungga satu bulan.
Adapun makna dari ritual yang besar ini adalah agar keluarga yang
ditinggalkan dapat tenang. Ketenangan itu muncul karena keyakinan
keluaraga mereka yang meninggal sudah diantarkan ke alam arwah
melalui Tiwah.
Selain itu, prosesi ini juga diharapkan menghindarkan keluarga dari
penyakit dan kesialan. Sedangkan bagi arwah, Tiwah ini menjadi
sarana mereka untuk berangjat ke Lewu Liau, tempat mereka
seharusnya.

3
1.3 Tahapan Upacara Tiwah
Banyaknya tahapan dalam upacara Tiwah membuat perayaan ini bias
berlangsung selama 7 hingga 40 hari.
Tahapan-tahapan dalam upacara Tiwah dalah sebagai berikut.
1) Keluaraga harus mendirikan balai nyahu, yaitu tempat untuk
menyimpan tulang berulang yang sudah dibersihkan.
2) Keluarga harus membuat anjung-anjungatau bendera kain yang
jumlahnya harus sama dengan jenasah yang akan ditiwahkan.
3) Keluarga harus memasukkan tulang belulang ke balai nyahu.
Tahapan ini disebut Tabuh I, Tabuh II, dan Tabuh III. Ini
merupakan tahapan yang riskan karena disinilah roh mulai
diantarkan ke LewuTatau. Tabuh dilakukan secara tiga hari
berturut-turut.
4) Keluarga melakukan tarian Manganjan sambal mengelilingi
sangkai raya (tempat anjung-anjung dan persembahan untuk
Kanying Hatalla berada) dan sapundu (patung berbentuk manusia).

1.4 Peralatan dalam upacara Tiwah


Peralatan dalam upacara Tiwah yakni:
1) Balai Tiwah atau Balai Nyahu merupskan rumah kecil yang
memiliki ukuran sekitar 9 x 12 meter. Tempat ini terbuat dibangun
dari bahan-bahan yang terbuat dari kayu-kayu yang masih utuh
(bulat). Digunakan untuk menyimpan gong.
2) Sangkaraya merupakan sejumlah batang bambu yang tersusun rapi
dengan ukuran 2-4 meter. Biasanya dijadikan tempat tarian dalam
pelaksanaan upacara. Sangkaraya didirikan didepan Balai Tiwah
dan setelah upacara Tiwah selesai akan dipindah kedekat sandung.
3) Sandung merupakan tempat penyimpanan tulang-tulang manusia
setelah upacara Tiwah berakhir. Biasanya terbuat dari kayu besi
(ulin) yang dapat bertahan hingga 100 tahun. Pada dinding sandung
terdapat ukiran dengan motif tertentu. Sandung memiliki ukuran
lebar sekitar 0,5-1,5 meter dan tinghi sekitar 0,5 meter.
4) Pantar merupakan tiang yang terbuat dari kayu besi. Tiang ini
memiliki tinggi 10 meter dengan diameter sekitAR 20-30 meter.
Pda bagian bawah pantar terdapat ukiran dengan motif tertentu.
Sedangkan pada bagian atas terdapar pahatan berbentuk burung
enggang. Dibagian atas juga biasanya akan ditusukkan sebuah
belanga/guci atau sebuah gong. Tiang ini dibuat tidak jauh dari
sandung yang menandakan selesainya upacara Tiwah.

4
5) Bara-bara atau Hantar Bajang yakni sejenis pagar yang terbuat dari
bambu dihiasisejumlah bendera yang mewakili arwah yang akan
melaksanakan upacara Tiwah. Bara-bara merupakan pintu gerbang
yang letaknya ditepi sungai. Hal ini dikarenakan rumah masyarakat
Dayak Ngaju umumnya terletak ditepi sungai. Tiang-tiang yang
menjadi pagar tersebut saling terhubung dengan daun-daunan yang
disebut dengan daun biru.
6) Pasah pali merupakan rumah-rumahan yang berfungsi sebagai
tempat meletakkan saji-sajian. Pasah pali memiliki bentuk persegi
empat dengan ukkuran 1x1 meter. Selain itu, Pasah pali dilengkapi
dengan beberaoa tiang dengan tinggi rata-rata 2 meter.
7) Garantung (gong) dan kakandin (kain merah). Gong dalam upacara
Tiwah tidak hanya berfungsi sebagai alat music, juga sebagai
tempat membawa tulang-tulang. Sedangkan kain merah digunakan
sebagai pembungkus tulang belulang sebelum dimasukkan
kedalam sandung.
8) Pahamay merupakan wadah yang digunakan untuk membakar
jenazah. Hewah kurban yang biasa disediakan dalam upacara
Tiwah adalah ayam, babi, dan kerbau.

5
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Sebagian masyarakata suku Dayak pada dasarnya masih sangat menghargai
kebudayaaan tersebut dan juga sangat menghormati leluhur mereka, karena
dalam kehidupan mereka sangat percaya pada leluhur mereka, apapun yang
ditinggalkan leluhur mereka itulah yang wajib dikerjakan dan dilestarikan.
Mereka beranggapan bahwa bila ini tidak dijalankan maka aka nada bencana
bagi keluarga mereka dan juga orang yang ada disekitar mereka. Ritual
upacara Tiwah merupakan suatu kewajiban moral mereka yang harus tetap
dilestarikan.

1.2 Saran
Hendaknya kita sebagai masyarakat Dayak lebih mengenal lagi kearifan serta
tradisi budaya yang sejak lama diwariskan oleh nenek moyang dahulu agar
kelak dapat kita wariskan kepada anak cucu kita. Kami dari penulis menyadari
bahwa banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini tentu nantinya akan
menjadi bahan evaluasi kedepan.
6

You might also like