Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 7 Hukum Perwakafan
Kelompok 7 Hukum Perwakafan
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum
Islam Mahasiswa Hukum Keluarga Islam
Oleh :
RENI YASTUTI
(NIM. 742302021052 )
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Tak lupa pula kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..........................................................................................
B. Rumusan masalah.....................................................................................
C. Tujuan penulisan......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayah atau
jarimah. Jinayah merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana. Secara
etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan
perbuatan dosa atau perbuatan salah. Seperti dalam kalimat jana'ala
qaumihijinayatan artinya ia telah melakukan kesalahan terhadap kaumnya. Kata
jana juga berarti "memetik", seperti dalam kalimat janaas-samarat, artinya
"memetik buah dari pohonnya”. Orang yang berbuat jahat disebut jani dan orang
yang dikenai perbuatan disebut Mujnaalaih. Demikian pula menurut Imam al-
San'any bahwa al-jinayah itu jamak dari kata "jinayah" masdar dari "jana" (dia
mengerjakan kejahatan/kriminal).1
Kata jinayah dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak
pidana. Secara terminologi kata jinayah mempunyai beberapa pengertian, seperti
yang diungkapkan ole oleh Abd al-Qadir Awdah, jinayah adalah perbuatan yang
dilarang oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.
Pengertian yang sama dikemukakan Sayyid Sabiq bahwa kata jinayah menurut
tradisi syariat Islam ialah segala tindakan yang dilarang oleh hukum syariat
melakukannya. Perbuatan yang dilarang ialah setiap perbuatan yang dilarang
oleh syariat dan harus dihindari, karena perbuatan in menimbulkan bahaya yang
nyata terhadap agama, jiwa, akal (intelegensi), harga diri, dan harta benda.
Sebagian fuqaha menggunakan kata jinayah untuk perbuatan yang
berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai,
menggugurkan kandungan dan lain sebagainya. Dengan demikian istilah fiqh
jinayah sama dengan hukum pidana. Sebagian fuqaha lain memberikan
pengertian "jinayah" yang digunakan para fuqaha adalah sama dengan istilah
"jarimah”, yang didefinisikan sebagai larangan-larangan hukum yang diberikan
Allah yang pelanggarnya dikenakan hukum baik berupa hal atau ta 'zir.
1
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri' Al-Jindi Al-Islam, (t.c; Beirut: Ar-Risalah, 1998), h. 66.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-Jenis Jarimah Dalam Islam
Menurut bahasa, kata jarimah berasal dari kata jarama kemudian bentuk
masdarnya adalah jaramatan yang artinya perbuatan dosa, perbuatan salah, atau
kejahatan. Pengertian jarimah tersebut tidak berbeda dengan pengertian tindak
pidana(peristiwa pidana, delik) dalam hukum pidana positif. Dalam fiqih jinayah,
jarimah disebut juga dengan tindak pidana2.
Pengertian tindak pidana hukum positif, ole Mr. Tresna yaitu rangkaian
perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan
perundang-undangan lainnya terhadap perbuatan maka dikenakan hukuman. Dapat
dipahami bahwa jarimah adalah suatu pelanggaran terhadap perintah dan larangan
agama, baik pelanggaran tersebut mengakibatkan hukuman duniawi maupun
akhirat.
Jarimah itu sebenarnya sangat banyak macam dan ragamnya, akan tetapi,
secara garis besar dapat dibagi dengan meninjaunya dari beberapa segi, diantara
sebagai berikut:
1. Ditinjau dari segi berat ringannya hukuman, Jarimah dapat dibagi kepada
tiga bagian antara lain:
a. Jarimah qisas dan diyat
Jarimah qisas dan diyat adalah jarimah yang diancam dengan
hukuman qisas atau diyat. Baik qisas maupun diyat keduanya adalah
hukuman yang sudah ditentukan oleh syara'. Perbedaannya dengan
hukuman had adalah bahwa had merupakan hak Allah (hak
masyarakat), sedangkan qisas dan diyat adalah hak manusia (individu).
Adapun yang dimaksud dengan hak manusia sebagaimana
dikemukakan oleh Mahmud Syaltut adalah yang ada hubungannya
dengan kepentingan pribadi seseorang dan dinamakan begitu karena
kepentingannya khusus untuk mereka.
Dalam hubungannya dengan hukuman qisas dan diyat maka
pengertian hak manusia di sini adalah bahwa hukuman tersebut bisa
2
Syeikh Mahmud Syaltut, Akidah dan Syariah Islam, (cet.2; Jakarta: Bina Aksara, 1985), h.34
dihapuskan atau dimaafkan oleh korban atau keluarganya. Dengan
demikian maka ciri khas dari jarimah qisas dan diyat itu adalah:
1. Hukumannya sudah tertentu dan terbatas, dalam arti sudah
ditentukan oleh syara' dan tidak ada batas minimal atau
maksimal;
2. Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu),
dalam arti bahwa korban atau keluarganya berhak memberikan
pengampunan terhadap pelaku. Jarimah qisas dan diyat ini hanya
ada dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan.
Namun apabila diperluas maka ada lima macam, yaitu:
a. Pembunuhan Sengaja
b. Pembunuhan Menyerupai Sengaja
c. Penganiayaan Sengaja
d. Penganiayaan Tidak Sengaja3
b. Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had.
Pengertian hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh
syara' dan menjadi hak Allah (hak masyarakat). Dengan demikian ciri khas
jarimah hudud itu sebagai berikut.
1. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukumannya
telah ditentukan oleh syara' dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
2. Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau ada
hak manusia di samping hak Allah maka hak Allah yang lebih
menonjol. Pengertian hak Allah sebagaimana dikemukakan oleh
Mahmud Syaltut sebagai berikut: hak Allah adalah sekitar yang
bersangkut dengan kepentingan umum dan kemaslahatan bersama,
tidak tertentu mengenai orang seorang. Demikian hak Allah, sedangkan
Allah tidak mengharapkan apa-apa melainkan semata-mata untuk
membesar hak itu di mata manusia dan menyatakan kepentingannya
terhadap masyarakat. Dengan kata lain, hak Allah adalah suatu hak
3
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah). (t.c;Bandung:Pustaka Setia,2000), h.29.
yang manfaatnya kembali kepada masyarakat dan tidak tertentu bagi
seseorang.
Jarimah hudud ini ada tujuh macam antara lain jarimah zina,
jarimah qazaf (menuduh zina). jarimah syurbul khamr (minum-
minuman keras), jarimah pencurian (sariqah), jarimah hirabah
(perampokan), jarimah riddah (keluar dari Islam), jarimah al-bagyu
(pemberontakan).
c. Jarimah Tazir
Jarimah ta'zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta'zir.
Pengertian ta'zir menurut bahasa ialah ta'dib atau memberi pelajaran.
Ta'zir juga diartikan ar rad wa al man'u, artinya menolak dan mencegah.
Akan tetapi menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam
Al-Mawardi ta’zir itu adalah hukuman atas tindakan pelanggaran dan
kriminalitas yang tidak diatur secara pasti dalam hukum had. Hukuman ini
berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan kasus dan pelakunya. Dari satu
segi, ta'zir ini sejalan dengan hukum had yakni ia adalah tindakan yang
dilakukan untuk memperbaiki perilaku manusia, dan untuk mencegah
orang lain agar tidak melakukan tindakan yang sama seperti itu. Dengan
demikian ciri khas dari jarimah ta'zir itu adalah sebagai berikut.4
1. Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas.
Artinya hukuman tersebut belum ditentukan oleh syara' dan ada
batas minimal dan ada batas maksimal.
2. Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa.
Tujuan diberikannya hak penentuan jarimah-jarimah ta'zir dan
hukumannya kepada penguasa adalah agar mereka dapat mengatur
masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya, serta bisa
menghadapi dengan sebaik-baiknya setiap keadaan yang bersifat
mendadak.
4
Jaih Mubarok dan Enceng Arif Fauzal, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam),
(t.c: Jakarta: Anggota IKPAPI. 2004). h. 164.
Jarimah ta'zir di samping ada yang diserahkan penentuannya
sepenuhnya kepada ulilamri, juga ada yang memang sudah ditetapkan oleh
syara', seperti riba dan suap. Di samping itu juga termasuk ke dalam
kelompok ini jarimah-jarimah yang sebenarnya sudah ditetapkan
hukumannya oleh syara' (hudud) akan tetapi syarat-syarat untuk
dilaksanakannya hukuman tersebut belum terpenuhi. Misalnya, pencurian
yang tidak sampai selesai atau barang yang dicuri kurang dari nishab
pencurian, yaitu seperempat dinar.
5
Imam Al-Mawardiy,al-Ahkamal-Sultaniyyahwaal-Wilayatal-Diniyyah,(t.c:Beirut:al-Maktab al-
Islami, 1996), h. 236.
Jarimah tidak tertangkap basah adalah jarimah di mana
pelakunya tidak tertangkap pada waktu melakukan perbuatan tersebut,
melainkan sesudahnya dengan lewatnya waktu yang tidak sedikit.
Tujuan hukum Islam sejalan dengan tujuan hidup manusia serta potensi
yang ada dalam dirinya dan potensi yang datang dari luar dirinya, yakni
kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat, atau dengan ungkapan yang
singkat, untuk kemaslahatan manusia. Tujuan ini dapat dicapai dengan cara
mengambil segala hal yang memiliki kemaslahatan dan menolak segala hal yang
merusak dalam rangka menuju keridoan Allah sesuai dengan prinsip tauhid7.
kemaslahatan itu dapat terwujud apabila terwujud juga lima unsur pokok. Kelima
unsur pokok itu adalah agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta. Menurut al-
Dalam usaha mewujudkan dan memelihara lima unsur pokok itu al-Syathibi
7
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syariah menurut Al-Syaitibi, (t.c; Jakarta: Rajawali Prs.,
1996), h. 71.
tahsiniyyah). Atas dasar inilah maka hukum Islam dikembangkan, baik hukum
pengkategorian ini mengacu tidak hanya kepada pemeliharaan lima unsur, akan
Dengan mengacu kepada lima kebutuhan pokok manusia dan tiga peringkat
hukum pidana Islam adalah untuk kemaslahatan manusia. Abdul Wahhab Khallaf
Islam yang dikaitkan dengan pemeliharaan lima kebutuhan pada manusia dalam
hak milik orang lain dengan cara yang tidak benar. Jika larangan
potong tangan.
merupakan hal yang mutlak harus ada pada manusia. Karenanya Allah menyuruh
atau mengurangi salah satu dari kelima kebutuhan pokok itu. Hukuman atau
sanksi atas larangan itu bersifat tegas dan mutlak. Hal ini ditetapkan tidak lain
hanyalah untuk menjaga eksistensi dari lima kebutuhan pokok manusia tadi.
9
Abd al-Wahhab Khallaf, 'Ilmu Ushul al-Fiqh.... h. 204.
Atau dengan kata lain, hukuman-hukuman itu disyariatkan semata-mata untuk
kemaslahatan manusia. Dengan ancaman hukuman yang berat itu orang akan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan:
1. Terdapat beberapa bentuk jarimah yang dapat dilihat dari beberapa segi,
yakni dari segi berat ringannya hukuman, dari segi niat, dari segi waktu
tertangkapnya, dari cara melakukannya, dari segi objeknya, dan ditinjau dari
tabiatnya.
2. Batasan-batasan dalam pengkajian jarimah menjadi sebuah inti dalam tindak
pidana dan sanksinya. Seperti dalam jarimah qadzf, jarimah syurbal-khamr,
jarimah al-baqhyu, jarimah ar-riddah, jarimah sariqah, dan jarimah
hirabah.
B. Saran
Tindak pidana adalah hal yang kerap terjadi di kalangan masyarakat.
Dalam menjatuhkan sebuah hukuman, maka tidak terlepas dari pada hukum
Islam itu sendiri yang mana di Indonesia ini penduduknya mayoritas muslim.
Maka dari itu tindak pidana sepantanya diadili dan dihukumi berdasarkan
peraturan yang berlaku, hal ini dilakukan agar tidak merajalelanya tindakan yang
sama
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mawardiy Imam, al-Ahkam al-Sultaniyah wa al-Wilayat al-Diniyyah, t.c
Beirut: al- Maktab al-Islami, 1996.
Al-Wahhab Adb. Khallaf, 'Ilm Ushul al- Fiqh t..c; Al-Qahirah: Dar al-'Ilm li al-
Thiba'ah wa al- Nasyr wa al-Tawzi', 1978.
Hakim Rahmat, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), t.c;Bandung: Pustaka Setia,
2000.
Jaya Asafri Bakri, Konsep Maqashid Syari 'ah menurut Al-Syaitibi, t.c; Jakarta:
Rajawali Prs., 1996.
Mahmud Syeikh Syaltut, Akidah dan Syariah Islam, cet.2; Jakarta: Bina Aksara,
1985.
Mubarok Jaih dan Enceng Arif Fauzal, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum
Pidana Islam), t.c; Jakarta: Anggota IKPAPI, 2004.
Qadir Abdul Audah, At-Tasyri' Al-Jindi Al-Islam, t.c; Beirut: Ar-Risalah, 1998.
Santoso Topo, Menggagas Huklum Pidana Islam Penerapan dalam Syari'atIslam
dalam Konteks Modernisasi, t.c; Bandung: Asy Syamil & Grafika, 2017.