You are on page 1of 64

Drs. Sumirim, M.

Pd

Proses Berbangsa
dan
Bernegara

PENERBIT

Proses Berbangsa dan Bernegara i


Proses
Berbangsa dan
Bernegara
Penulis
Drs. Sumirim, M.Pd

Penyelaras Akhir
Tim Editor Aneka Ilmu

Design dan Tata Letak


Tim Design Aneka Ilmu

Edisi
Tahun 2009

Penerbit
PT. Aneka Ilmu
Jl. Semarang - Demak Km 8,5 Semarang
Telp. 024 6580335

ISBN
978 – 979 – 048 – 303 – 3

Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang

ii Proses Berbangsa dan Bernegara


Kata Pengantar

Buku ini disusun untuk menambah wawasan, dan menunjang


pengetahuan siswa dalam menyongsong masa depan. Tidak dapat
dipungkiri perkembangan masyarakat mengikuti berkembangnya
teknologi yang semakin maju, terutama teknologi informasi yang
memiliki pengaruh yang sangat besar. Masyarakat terus berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman. Tidak ada masyarakat yang
tidak berkembang. Contohnya masyarakat yang tinggal di daerah
pegunungan sekarang sudah tidak jauh berbeda dengan masyarakat
kota, mereka sudah pandai menggunakan alat komunikasi yang modern.
Mereka sudah tidak ketinggalan informasi lagi, tahu apa yang sedang
terjadi di dunia ini. Desa berkembang seiring dengan perkembangan
masyarakatnya.
Dalam pembangunan masyarakat desa, banyak unsur yang harus
dilibatkan secara aktif, misalnya para pemimpin desa, baik pemimpin
formal maupun pemimpin informal. Masyarakat desa harus ikut terlibat
secara aktif dalam proses pembangunan dan modernisasi. Banyak
program pemerintah yang juga baru dapat berjalan kalau para pemimpin
formal maupun informal menyetujuinya, umpama saja program keluarga
berencana (KB), inovasi pertanian, peternakan, maupun perikanan,
bahkan masalah perkreditan, dan lain sebagainnya.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak Penerbit yang telah membantu terbitnya buku
ini. Tidak lupa juga kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu terselesaikannya buku ini. Semoga bermanfaat.

Penulis

Proses Berbangsa dan Bernegara iii


Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................... iii


Daftar Isi ............................................................................... iv
Pendahuluan .................................................................... 1
Bab 1 Penduduk dan Perkembangannya ........................ 2
B. Penduduk Dunia Makin Maju ........................................... 5
C. Pertumbuhan Penduduk Dari Masa Kemasa .................... 6

Bab 2 Masyarakat Desa.................................................. 9


A. Masyarakat Beradat ......................................................... 9
B. Masyarakat Bertutur ........................................................ 11
C. Masyarakat Berkerohanian .............................................. 13

Bab 3 Pemimpin Desa .................................................... 17


A. Mengapa Pemimpin Desa ................................................ 17
B. Siapakah Pemimpin Desa Itu? ........................................... 18
C. Kepala Desa Kepala Pemerintah Desa............................... 22

Bab 4 Perkembangan dan Perubahan Desa .................... 26


A. Desa Sederhana ................................................................ 26
B. Desa Madya ...................................................................... 28
C. Desa Maju ........................................................................ 30
D. Desa Modern .................................................................... 32

Bab 5 Proses Berdirinya Suatu Negara............................ 34


A. Pengertian Bangsa dan Negara ........................................ 36
B. Proses Berbangsa dan Bernegara ..................................... 40
C. Kerangka Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ..... 42

iv Proses Berbangsa dan Bernegara


Bab 6 Pengendalian Diri Dalam Pergaulan...................... 48
A. Kebiasaan Menolong Orang Lain ...................................... 51
B. Tenggang Rasa Antar Umat Beragama .............................. 53
C. Rasa Percaya Diri ............................................................... 55

Daftar Pustaka ...................................................................... 58

Proses Berbangsa dan Bernegara v


vi Proses Berbangsa dan Bernegara
Pendahuluan

Masyarakat merupakan sebuah komponen dengan berbagai


peranan masing-masing anggotanya, dan memiliki permasalahan
tersendiri. Perjalanan sebuah masyarakat ibarat perahu layar
yang menyinggahi bandar dan pelabuhan, bukan tanpa ombak
dan batu karang yang melintang. Demikianlah perjalanan dan
perkembangan sebuah masyarakat desa. Oleh sebab itu, keliru
bila ada pendapat yang mengatakan bahwa masyarakat pedesaan
itu statis, tetap, dan tak berkembang.
Perkembangan dan perubahan dalam masyarakat justru
merupakan salah satu ciri masyarakat itu sendiri, termasuk
masyarakat desa. Untuk masyarakat desa di Indonesia misalnya,
tidak terkecuali terjamah pula oleh perkembangan dan perubahan-
perubahan melalui pembangunan dan modernisasi.
Dalam kaitan itulah maka pemahaman terhadap masyarakat
desa menjadi semakin perlu, sebab dengan pemahaman yang
benar akan terjadi penanganan yang benar pula. Melalui
pemahaman dan penanganan yang benar itu, pembangunan
masyarakat pedesaan secara benar, artinya tidak bertentangan
dengan pemahaman masyarakat itu sendiri, berdasarkan nilai-nilai
dan norma-norma yang ada dan berlaku dalam bermasyarakat.

Proses Berbangsa dan Bernegara 1


Bab I

Penduduk dan
Perkembangannya
A. Mula-mula Manusia Berkembang
Kira-kira duabelas ribu tahun yang lalu, manusia masih
merupakan makhluk yang langka. Jumlah manusia hampir-hampir
tidak bertambah. Pertambahan manusia terhambat oleh penyakit
dan sukarnya mendapatkan makanan.
Dalam banyak hal manusia lebih lemah dibandingkan dengan
hewan, saingan hidupnya di dalam hutan. Binatang berbadan lebih
besar dan kuat. Banteng bertanduk, gajah bertaring, harimau dan
singa bergigi dan berkuku yang kuat dan tajam untuk membunuh
mangsanya atau membela diri. Untunglah manusia mempunyai
senjata yang lebih unggul, yaitu akalnya. Selain itu dia berjalan
tegak. Lengannya dapat digerakkan ke semua arah. Dengan
tangan yang luwes dan akal yang tajam manusia dapat membuat
senjata dan bermacam-macam alat. Dengan senjata buatannya
sendiri manusia dapat membunuh mangsanya atau membela
diri. Karena segala alat dan senjata dibuat dari batu. Zaman ini
disebut zamat batu.
Lambat laun manusia dengan akalnya menemukan cara
yang lebih baik untuk mendapatkan makanan. Dengan anjing
yang telah dijinakkan dia menggiring kambing dan rusa ke dalam
perangkap. Kambing dan rusa yang tertangkap tidak dibunuh
semua sekaligus. Dengan jalan ini dia seolah-olah mempunyai
persediaan makanan dan pakaian. Bukankah pakaiannya dibuat
dari kulit binatang? Inilah permulaan manusia memelihara ternak.
Pada suatu waktu ditemukan, bahwa susu hewan juga baik untuk
manusia. Maka ternak kambing dan biri-biri tidak semata-mata

2 Proses Berbangsa dan Bernegara


untuk daging dan kulitnya, melainkan juga untuk susunya.

Dengan anjing yang sudah dijinakan dia menggiring


kambing dan rusa ke dalam perangkapnya.

Ternak yang makin banyak jumlahnya tidak dapat hidup


di satu tempat saja. Mulailah orang menggembala. Digiringnya
ternaknya dari satu tempat ke tempat yang lain, yaitu ke tempat
yang cukup rumput untuk makanan ternaknya. Maka manusia
penggembala ini bersama dengan ternaknya hidup di padang
rumput yang luas. Di padang rumput tidak ada pohon buah-
buahan atau daun-daunan yang dapat dimakan.
Suatu waktu dia turut memakan biji-bijian bersama-sama
dengan ternaknya. Dia merasa puas dapat makan sekenyang-
kenyangnya. Sebagai tanda terima kasih, beberapa wanita
menebarkan biji-bijian sebelum melanjutkan perjalanannya.
Lebih kurang setahun kemudian mereka kembali ke tempat itu,

Proses Berbangsa dan Bernegara 3


dijumpainya tanaman biji-bijian tumbuh dengan subur terkumpul
pada suatu tempat. Secara kebetulan dan tidak disadari manusia
untuk pertama kalinya menanam sejenis padi-padian. Suatu
peristiwa yang menuju ke pertanian.
Untuk beralih dari manusia pemburu menjadi manusia
penghasil makanan, manusia zaman batu harus menciptakan
alat-alat yang sama sekali baru. Alat-alat tersebut ialah alat
untuk berburu, menangkap ikan, memetik dedaunan dan buah-
buahan. Semua itu tidak ada yang dapat dipakai mengolah tanah
dan bertani. Manusia memeras otaknya lagi. Dengan akalnya
yang tajam dan tangannya yang serba guna manusia zaman batu
berhasil membuat alat-alat pertanian. Bagi manusia pada zaman
itu merupakan satu penemuan baru. Itulah sebabnya zaman ini
disebut zaman batu baru.

Senjata dan rupa-rupa alat dalam zaman batu baru

4 Proses Berbangsa dan Bernegara


Kira-kira 8000 tahun yang lalu manusia sudah mulai pandai
menghasilkan pangan, dengan jalan bertani dan berternak.
Persediaan makanan mulai berlimpah. Akal manusia tidak lagi
hanya terpusat pada memikirkan makan saja. Lebih maju lagi
dia mulai membangun rumah, kampung, bahkan kota. Dia juga
membuat pakaian yang lebih baik untuk melindungi badannya.
Dia tidak lagi hidup mengembara. Perempuan mulai lebih banyak
waktu untuk memelihara bayinya. Meskipun begitu, manusia tidak
berkembang secepat sekarang. Banyak hambatan yang dialami.
Hambatan yang terkenal ialah kelaparan. Tanaman di ladang
diserang hama, dan akhirnya gagal panen. Ada kalanya musim
kering berkepanjangan. Karena tidak ada air orang tidak dapat
menanam. Orang lapar tidak panjang pikiran. Benih simpanannya
habis dimakan, karena tidak dapat menahan lapar.
Penghambat yang ke dua ialah penyakit. Meskipun manusia
sudah pandai bertani dan membangun kota, orang belum banyak
mengetahui tentang tubuhnya sendiri. Orang belum tahu apa
sebenarnya yang menyebabkan orang menjadi sakit. Akibatnya
orang tidak tahu bagaimana mengobati dan menyembuhkan
penyakit itu. Lebih parah lagi orang tidak tahu bagaimana
mencegah penyakit.
Penghambat yang ke tiga adalah peperangan. Peperangan
pertama terjadi di zaman batu purba. Sekelompok penggembala
yang daerahnya kekeringan menyerang kelompok di lembah
yang subur. Sejak itu terjadi bermacam-macam peperangan. Ada
peperangan antarsuku, antarkampung, bahkan antara satu negeri
dengan negeri lain.

B. Penduduk Dunia Makin Maju


Memang mula-mula penduduk dunia sangat lambat
bertambahnya. Memang banyak yang lahir, tetapi banyak pula
yang mati. Selisih antara yang lahir dengan yang mati sedikit
sekali. Banyak manusia mati, karena kelaparan, diserang penyakit
atau karena peperangan.

Proses Berbangsa dan Bernegara 5


Akal manusia makin maju. Makin berkurang orang yang
mati, karena lapar atau sakit. Tetapi jumlah yang lahir tetap, tidak
berkurang. Selisih antara yang lahir dengan yang mati makin
besar. Akibatnya manusia makin bertambah banyak.

C. Pertumbuhan Penduduk Dari Masa Kemasa


1. Lebih kurang 10.000 tahun sebelum Masehi (SM) penduduk
dunia diperkirakan tidak lebih dari 5 juta manusia.
Pada waktu itu manusia hidup dari berburu dengan
menggunankan senjata yang sangat sederhana. Hidup
manusia sangat tergantung pada hasil perburuan. Kadang-
kadang berlimpah makanan tetapi lebih sering orang lapar.
Zaman ini disebut zaman batu purba.
2. Kira-kira 6.000 tahun kemudian yaitu pada tahun 4.000 SM
akan manusia lebih maju. Meskipun masih dari batu sudah
dapat dibuat cangkul dan kampak. Orang sudah mulai
menanam dan memelihara ternak. Manusia sudah mulai
terjamin makanannya. Meskipun begitu penduduk dunia
masih berkembang sangat lambat. Dalam waktu 6.000
tahun penduduk dunia hanya berkembang 4 x lipat, dari 5
juta menjadi 20 juta. Cara hidupnya berubah, dari manusia
pemburu yang mengembara, menjadi manusia petani yang
menetap. Zaman ini disebut zaman batu baru.
3. Begitulah pada tahun 1 Masehi penduduk dunia diperkirakan
250 juta. Jadi untuk berlipat 12½ kali manusia memerlukan
jangka waktu lebih kurang 4.000 tahun. Selama waktu
ini manusia makin pandai bertani. Manusia menemukan
padi, gandum, dan jenis padi-padian lainnya. Manusia juga
sudah pandai mengawetkan makanan, hasil pertanian,
dan peternakannya. Mualilah terjadi perdagangan antara
satu daerah dengan daerah lain. Dalam sejarah zaman ini
tercatat kota Roma mengimpor gandum dari Alexandria
(Mesir).

6 Proses Berbangsa dan Bernegara


4. Usaha menambah persediaan dan jenis makanan terus
meningkat. Perdagangan antarbenua dan antarbangsa
memperkenalkan jenis-jenis makanan baru. Bangsa Eropa
jadi mengenal rempah-rempah yang tumbuh di Asia
(India, Sri Langka dan Indonesia), kentang dan tomat dari
Amerika. Juga terjadi pertukaran ternak seperti ayam, biri-
biri, kuda, sapi, dan kerbau. Terdorong oleh perdagangan
rempah-rempah ini maka bangsa Eropa yang mengarungi
lautan. Mereka kemudian berhasil mengelilingi dunia dan
menemukan Amerika, Australia, dan Afrika. Pada tahun
1650 penduduk dunia diperkirakan 500 juta. Dua kali lipat
jika dibanding dengan jumlah penduduk dunia pada tahun
1 Masehi. Untuk berlipat dua diperlukan jangka waktu 1650
tahun.
5. Abad antara 1650 dan 1850 ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknik. Industri makin maju dengan pesat
di Eropa. Pada tahun 1701 di Inggris, Jetro Tull menemukan
mesin penabur benih. Sejak tahun 1800 petani di Eropa
mulai menggunakan mesin untuk membajak tanah dan
untuk pemotong gandum. Dalam bidang kesehatan dokter
mulai dapat memberantas penyakit menular. Pada tahun
1796 Edward Jenner, seorang Dokter di Inggris berhasil
mencegah penyakit cacar dengan melakukan vaksinasi.
Manusia mulai berhasil memerangi bahaya kelaparan dan
penyakit. Pada tahun 1850 penduduk dunia diperkirakan
1.000 juta, yaitu 2 x jumlah penduduk pada tahun 1650.
Sebelumnya penduduk dunia berlipat dua dalam waktu
1650 tahun. Untuk berlipat dua yang kedua kali hanya
diperlukan waktu 200 tahun.
6. Di negara maju orang lebih pandai lagi bertani dan beternak.
Pada pertengahan abad ke-XIX satu orang petani dengan
bekerja keras hanya dapat memberi makan kepada 5 orang.
Sekarang dengan menggunakan alat-alat mekanis (mesin)
satu orang petani bisa memberi makan 20 orang. Tanah

Proses Berbangsa dan Bernegara 7


dapat menghasilkan sepanjang tahun. Rupanya manusia
dalam abad ini dapat mengatasi masalah pangan. Pada
tahun 1930 hanya 80 tahun sejak tahun 1850, penduduk
dunia sudah berlipat dua lagi menjadi 2.000 juta.
7. Sekarang penduduk dunia diperkirakan sudah menjadi
4.000 juta. Berarti sudah berlipat dua lagi dalam waktu 50
tahun. Nampak, bahwa jangka waktu untuk berlipat dua
makin lama makin pendek.
Kalau penduduk dunia berkembang terus seperti sekarang
pada permulaan abad ke-XIX (tahun 2001) dunia akan dihuni
oleh kurang lebih 7.500 juta manusia. Demikianlah sekitar
riwayat pertumbuhan manusia dari zaman purba sampai
sekarang. Juga perkiraan perkembangan manusia di masa
depan yang dekat ini.

8 Proses Berbangsa dan Bernegara


Bab II

Masyarakat Desa

Kata desa seringkali memberi cap yang kurang sedap,


bahkan seringkali bernada sinis. Kita tahu bahwa orang yang
tertinggal perkembangan disebuti “ndesani”, sedangkan orang
yang bertingkahlaku kurang sopan, kurang baik disebut sebagai
“kampungan”. Pendek kata desa, kampung ataupun apa saja
yang berhubungan dengan desa berarti kurang baik, kurang
maju, terlambat dan kuno. Tanpa memandang remeh beberapa
kenyataan akan kebenaran pendapat tersebut, maka pemahaman
tentang masyarakat desa secara lebih simpatik akan dipaparkan
di bawah ini.

A. Masyarakat Beradat
Salah satu ciri masyarakat desa adalah keeratan dan
kepatuhan mereka terhadap adat istiadat masyarakatnya. Mereka
adalah masyarakat yang terikat erat oleh kebiasaan-kebiasaan dan
tradisinya. Oleh sebab itu, siapapun dan bagaimanapun keadaan
mereka biasanya akan menjunjung tinggi adat istiadat mereka.
Keterikatan mereka terhadap tradisi dan adat, menyebabkan
mereka cukup tangguh untuk tetap memegang teguh apa kata
nenek moyang, dan apa yang diterima sebagai kebenaran oleh
masyarakatnya.
Ketangguhan tersebut, pada satu pihak jelas merupakan
modal dan milik masyarakat desa yang tak boleh dipandang
enteng, justru karena mereka memegang teguh adat dan
tradisi, maka mereka tak mudah menyerah dan tak gampang
goyah pendiriannya. ltulah sebabnya mengapa masyarakat desa

Proses Berbangsa dan Bernegara 9


menjadi sebuah masyarakat yang sepanjang perkembangan
sejarah diakui memiliki daya tahan dan daya tangkal terhadap
tantangan dan datangnya nilai-nilai baru serta asing dari luar
masyarakatnya. Itulah pula sebabnya mengapa masyarakat desa
tak terlalu gampang berkembang dan bahkan cenderung tidak
banyak mengalami perubahan cepat. Kalaupun ada perubahan,
akan berjalan secara pelahan-lahan dan memakan waktu yang
cukup lama pula.
Namun demikian harus pula diakui bahwa pada pihak lain
keterikatan masyarakat desa terhadap adat istiadatnya dapat
menjadi penghalang dan penghambat kemajuan masyarakat
desa. Mereka menjadi amat lambat mengikuti perkembangan
zaman, dan amat lambat pula menerima nilai-nilai baru yang
lebih modern. Oleh sebab itu tidak mengherankan pula kalau
perkembangan masyarakat desa menjadi tersendat-sendat dalam
menangani perkembangan dan pengaruh modernisasi serta
pembangunan.
Apabila kita dapat mengerti hal tersebut di atas, maka
jangan kuatir, kita akan mampu pula menangkap masyarakat
tersebut. Katakanlah kita akan dapat mendekati mereka,
memahami mereka secara lebih simpatik, diterima mereka dan
dapat bersahabat dengan mereka pula. Adat-istiadat sebuah
masyarakat memang erat sekali hubungannya dengan kehidupan
seluruh masyarakat itu sendiri. Bukankah kita tahu bahwa adat
menyentuh seluruh eksistensi (kebaradaan) hidup kita sebagai
manusia? Sejak kita masih di dalam perut sang ibu, adat telah
menyentuh kita, demikianlah sepanjang hidup manusia di
dunia ini bahkan setelah meninggalkan dunia, adat masih tetap
menyertai kita. Ini sungguh sebuah realitas dalam kehidupan
masyarakat desa.
Lebih-lebih bila kita tahu bahwa adat-istiadat sebuah
masyarakat desa seringkali terkait erat dengan sistem keagamaan
dan upacara-upacara keagamaan masyarakat tersebut. Hampir
dapat dipastikan bahwa setiap masyarakat desa memiliki adat yang

10 Proses Berbangsa dan Bernegara


berhubungan erat dengan agama dan upacara agama masyarakat
itu. Keadaan seperti ini tidak boleh kita lupakan manakala kita
berbicara dan mendekati masyarakat desa. Memang harus
diingat pula bahwa biasanya sebuah masyarakat desa cenderung
menganut sebuah agama tertentu, dan oleh sebab itu niscaya
agama tertentu menjadi agama resmi desa itu. Maka upacara
keagamaan itulah diresmikan sebagai upacara adat.
Maka kita menjadi tahu mengapa kenduri (semacam upacara
selamatan) harus didahului oleh doa-doa dan mantera yang
harus diucapkan oleh seseorang pemimpin agama. Kita menjadi
tahu mengapa upacara pernikahan misalnya harus disahkan dan
dilakukan dengan ritus-ritus agamawi. Begitulah, teramat banyak
contoh bisa kita jumpai yang menyangkut hubungan erat antara
adat dan agama. Tentulah menjadi tugas kita bersama, dalam
mendekati dan mengerti masyarakat desa, kita harus mencoba
lebih dahulu mengerti adat-istiadat masyarakat dan agama ma-
syarakat tersebut.

B. Masyarakat Bertutur
Ciri lain disamping adat-istiadat yang kokoh dalam
masyarakat desa ialah tradisi bertutur atau tradisi lisannya.
Sebuah masyarakat desa hampir pasti lebih banyak memegang
teguh tradisi lisannya daripada tradisi menulis. ltulah sebabnya
di mana-mana yang namanya desa lebih banyak menggunakan
kebiasaan bertutur, berceritera, dan berkata-kata secara lisan
dalam pengajaran dan pewarisan budayanya.
Lihatlah betapa banyak dan tersebar ceritera rakyat dan
petuah-petuah lisan dalam masyarakat desa, sehingga kita
hampir dibikin pusing untuk mengerti, yang manakah petuah
pokok dan yang mana yang menyekitarinya. Tetapi berbahagialah
mereka yang mampu menelusuri pandangan masyarakat desa
melalui ceritera rakyat yang ada, melalui pepatah dan ungkapan-
ungkapan budaya yang ada. Sebab hanya melalui itu, kita akan
ditolong lebih paham dan lebih tepat dalam mengerti masyarakat

Proses Berbangsa dan Bernegara 11


desa. Maka jangan sepelekan cerita-cerita dan omongan rakyat
desa, bila kita ingin bergaul dengan mereka.
Berdasarkan pemahaman ini, maka tidak benar pula
kalau kita hendak mendekati masyarakat desa tetapi tidak
mau menggunakan kebiasaan mereka, yaitu bertutur kata, ber-
bincang-bincang dan bergaul. Meskipun kita datang dari latar
belakang kota yang lebih cenderung bersikap individualistis,
tetapi kita harus segera merubah sikap itu dengan terbuka dan
lebih memperhatikan sesama, lebih ramah, banyak berbicara
dengan siapa saja yang dipertemukan dengan kita.
Masyarakat bertutur berarti masyarakat yang memegang
tradisi lisan sebagai tradisi utama. Oleh sebab itu, apa-apa
yang terjadi dalam masyarakat itu cenderung dimengerti dan
diselesaikan dengan banyak menggunakan pembicaraan dan
pertemuan anggota masyarakatnya. Mereka amat menjunjung
tinggi peranan pertemuan atau rapat-rapat desa. Itulah sebabnya
“rembug desa” (bahasa menterengnya rapat desa) merupakan
lembaga resmi yang bernilai tinggi. Dengan demikian rembug
desa menjadi lembaga desa, bahkan lembaga desa tertinggi.
Sebagai lembaga tertinggi dalam masyarakat desa, maka
rembug desa diadakan setiap ada masalah besar dan bersifat
menentukan kehidupan bersama. Rembug desa akan kita temui
ketika sebuah desa harus menentukan sikap terhadap ajakan
atau instruksi atasan. Kita temui rembug desa ketika rakyat
harus mengambil keputusan bersama tentang suatu keputusan
penting. Kita temui rembug desa dalam musyawarah bersama
yang membawa konsekuensi besar bagi semua warga desa itu.
Dalam suasana demikian, bijaksanalah kita kalau mau
menggunakan jalur resmi ini andaikata kita ingin membawa
rakyat desa menuju sebuah pembaharuan. Tentu saja, kita
tidak harus tampil sebagai sosok individu, kita bisa menitipkan
gagasan dan saran kita kepada para pemimpin masyarakat desa
itu sendiri. Kita memang seharusnya tidak hadir sebagai sosok

12 Proses Berbangsa dan Bernegara


pribadi yang individualistis, dan ini memang sebaiknya selalu
diingat. Mengapa demikian? Karena masyarakat desa lebih
senang menerima gagasan dan pikiran yang sudah bersifat sosial.
Katakanlah gagasan seseorang, tetapi ke luar sebagai gagasan
kolektif pemerintah desa misalnya, melalui perkataan seorang
pemimpin desa. Jadi, meskipun kita tahu bahwa masyarakat
desa adalah masyarakat bertutur, namun kita bertutur melalui
aturan main yang disepakati bersama oleh masyarakat desa itu,
melalui saluran resmi yang dijunjung tinggi oleh seluruh warga
masyarakat desa tersebut. Dengan kata lain, jangan kita mencoba
muncul dan bersikap mau menjadi pahlawan sendiri, jangan kita
berusaha mau menjadi seorang jagoan pembaharuan seorang
diri. Berjuanglah dan berusahalah dengan giat dan tak kenal lelah,
tetapi rapatlah dan rentangkan bahu-membahu dengan seluruh
unsur yang ada di desa itu. Inilah cara terbaik dalam membangun
masyarakat pedesaan.

C. Masyarakat Berkerohanian
Di muka telah disinggung bahwa masyarakat desa seringkali
disebut sebagai masyarakat beradat, dan di dalam beradat lekat
dengan antara adat dan agama maupun kepercayaan kerohanian
pada umumnya. Dalam bagian ini hendak diungkapkan secara
singkat kehidupan masyarakat desa dalam kaitannya dengan
masalah kepercayaan kerohanian dan keagamaan.
Masyarakat desa adalah masyarakat berkerohanian,
barangkali ungkapan ini memang tepat dan cukup memberi
bobot. Berkerohanian itu berarti bahwa masyarakat desa pada
umumnya memiliki perhatian yang cukup terhadap masalah
yang berhubungan dengan kerohanian, misalnya kepercayaan,
kebatinan, dan agama. Katakanlah, bahwa masyarakat desa
relatif lebih rohaniah daripada masyarakat yang tinggal jauh dari
pedesaan.

Proses Berbangsa dan Bernegara 13


Oleh sebab itu, bila kita memperhatikan masyarakat desa,
kita akan mendapatkan suasana yang cukup tebal kerohaniannya,
kepercayaan tentang kuasa-kuasa dan roh-roh misalnya,
kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa sangat kentara adanya di sana. Orang desa tidak akan
begitu saja mau berubah kepercayaannya terhadap apa-apa yang
selama ini dianutnya. Begitulah, maka menyadarkan mereka akan
ketahayulan (tahyul) pun bukan perkara mudah. Salah-salah,
kita bisa dituduh mengacau masyarakat. Untuk tidak jatuh ke
dalam bahaya itu, maka kita harus mengenal suasana kehidupan
kerohanian di pedesaan.
Seperti apakah suasana kehidupan kerohanian di pedesaan
itu ? Marilah kita mengenalnya secara singkat agar dengan begitu
kita tidak salah menanganinya dan kalau perlu mengembangkan
dan mengarahkannya agar lebih baik lagi. Beberapa pokok
kepercayaan biasanya hidup dalam masyarakat desa, dapat
disebut di bawah ini.
1. Alam dan Penciptaan serta Penciptanya.
Hampir menjadi ciri umum masyarakat desa, mereka
mempercayai akan adanya asal-usul dunia dan alam ini. Alam
menurut kepercayaan masyarakat desa, dipandang sebagai
sesuatu yang diadakan atau diciptakan, jadi bukan suatu
kebetulan ada. Alam dengan segala isinya ini diciptakan
oleh Sang Pencipta yang maha kuasa. Alam tanpa isinya
juga menjadi tidak lengkap, maka dari itu, Sang Pencipta
merasa perlu menciptakan pula isi alam yang maha luas
dan beraneka pula jenisnya. Sebagai ciptaan, atau hasil pen-
ciptaan, maka alam dengan segala isinya bukannya tanpa
makna dihadapan para penghuni alam. Itulah sebabnya
maka hubungan antara alam dan penghuni alam atau hu-
bungan antara si penghuni alam dengan Pencipta Alam,
senantiasa menjadi inti kepercayaan masyarakat sepanjang
sejarah. Manusia sebagai makhluk tertinggi, mahkota pen-
ciptaan, dituntut untuk memberi makna terhadap alam

14 Proses Berbangsa dan Bernegara


dan segala isinya melalui kehidupannya sebagai manusia.
Ia sebagai makhluk juga dituntut untuk selalu memuja Sang
Pencipta, meski dengan banyak variasi dan perbedaan cara.
Pendek kata, manusia tidak terlepas begitu saja dari ling-
kungan alam, dan keberatan manusia dengan latarbelakang
alamnya itu diperuntukkan bagi kemuliaan Sang Pencipta.
2. Hidup itu sementara, maka upayalah hidup yang abadi
Paham ini berpangkal dari pandangan bahwa hidup manusia
itu saat kini hanya sementara saja. Hidup ini bukan hidup
yang abadi, bahkan hidup ini pun bukan milik kita sendiri,
oleh sebab itu sungguh keliru apabila kita hidup seenaknya
sendiri tanpa mempedulikan keperluan sesama manusia
dan tanpa ingat akan campurtangan Sang Pencipta. Atas
dasar kepercayaan ini, maka banyak orang desa menjadi
amat tekun dan taat menjalani semua perintah keagamaan,
petuah kebudayaan yang ada dan juga berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk dapat mengumpulkan sebanyak
mungkin modal buat hidup setelah kematian berlangsung.
Perbuatan baik dan amalan pun banyak dilakukan oleh
orang desa, lebih daripada orang kota, dan berbeda sekali
motivasinya. Mereka berbuat baik demi masa depan anak
keturunannya dan demi masa setelah mati. Tak segan-
segan mereka menjalankan upaya yang berat, seperti
berpuasa Senin dan Kamis, mengurangi makan dan minum
dan banyak lagi praktik semacam itu, demi mendapatkan
jaminan akan hidup yang abadi kelak.
3. Kebersamaan merupakan suasana rohaniah pedesaan.
Di mana-mana akan terbentang kenyataan bahwa masya-
rakat desa tidak akan lupa mengundang tetangga atau
orang lain, apabila ia mengalami kegembiraan, kesedihan
dan bahkan bila ia menginginkan sesuatu. Rasanya, seperti
kurang lengkap apabila belum mengadakan upacara
selamatan, disaksikan oleh tetangga dan sesamanya atas

Proses Berbangsa dan Bernegara 15


sebuah peristiwa paling kecilpun. Maka jangan heran kalau
kita berjumpa sebuah kerumunan tetangga bertandang
dan berdatangan ke rumah seseorang yang baru mendapat
peristiwa, walau cuma kedatangan anak-anaknya, sanak
saudara ataupun tamu dari jauh. Tanpa diundangpun
mereka berdatangan menjenguk dan memberi selamat
datang pada orang baru itu. Demikian sebaliknya, seseorang
tak merasa tenang, apabila mendapatkan cucu atau anak
baru lahir tidak segera menyelenggarakan selamatan
dengan mengundang tetangga dan masyarakat sekitarnya.
Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat desa,
sepanjang menyangkut kehidupan, akan diwarnai oleh
kehadiran orang lain dan ditandai dengan upacara-upacara
bersama. Pendek kata, kehidupan masyarakat desa adalah
kehidupan bersama. Siapa berani menentang kebersamaan,
dan siapa berani menjadi lain dari lainnya, ia akan kurang
mendapatkan tempat di hati masyarakatnya.
Dari paparan singkat di atas tentang masyarakat desa yang
berkerohanian, dapat ditarik pelajaran bagi kita semua
bahwa sesungguhnya masyarakat desa amat mengutama-
kan kehidupan rohani. Mereka dapat dengan segera dibang-
kitkan rasa kerohaniannya, baik melalui upacara keagamaan
maupun upacara adat. Mereka adalah masyarakat yang
mempunyai perasaan peka rohani, tidak individualistis,
tidak egois. Maka benar pula kesimpulan sementara ahli,
yang mengatakan bahwa agama dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa jauh lebih hidup dan lebih nampak
praktiknya di pedesaan daripada di kota-kota. Tanpa mengu-
rangi kepekaan dan kesadaran religius orang kota, maka
orang desa memang jauh lebih peka dan lebih sadar akan
hal-hal rohaniah.

16 Proses Berbangsa dan Bernegara


Bab III

Pemimpin Desa

Betapapun sederhananya sebuah masyarakat, di sana


ada pemimpin. Demikian juga dengan masyarakat desa. Dalam
bab ini akan dibahas siapakah pemimpin desa, pengertian dan
peranannya dalam masyarakat. Secara singkat, akan diuraikan
pula bagaimana seorang pemimpin desa memimpin masyarakat
warga yang dipimpinnya. Tentu saja dengan segala permasalahan
yang timbul karenanya. Pemimpin desa, ialah mereka yang
dianggap dan diakui masyarakat memiliki kekuasaan dan kekuatan
memimpin, mengatur dan memerintah banyak orang dalam
masyarakat itu.
Berdasarkan pemahaman di atas, maka pemimpin desa
dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni pemimpin
formal dan pemimpin informal. Yang termasuk dalam golongan
pertama, ialah para tokoh pemerintahan desa seperti Lurah
(Kepala Desa), Carik, Kebayan, Kamitua, pimpinan-pimpinan
Koperasi dan Bank ataupun lembaga-lembaga desa lainnya.
Sedangkan para pemuka agama (Kyai, Pendeta, Penghulu, Modin)
dan tokoh masyarakat lainnya lagi seperti pemimpin organisasi
massa, termasuk dalam kelompok pemimpin informal.

A. Mengapa Pemimpin Desa


Pertanyaan yang segera muncul, ialah mengapa justru
pemimpin desa menjadi penting dalam pemahaman masyarakat
desa? Apakah memang sedemikian pentingnya, dalam pemahaman
sosiologi pedesaan untuk membahas masalah pemimpin desa?
Dan kalau ya, mengapa? Demikianlah pertanyaan-pertanyaan
yang memang memerlukan jawab kita.

Proses Berbangsa dan Bernegara 17


Ya, mengapa tiba-tiba saja, kita harus membahas pemimpin
desa? Jawaban atas pertanyaan ini sesungguhnya telah tersedia
dalam masyarakat desa itu sendiri. Di muka telah diuraikan
bahwa masyarakat desa adalah masyarakat beradat, bertutur dan
berkerohanian. Tersirat dalam uraian itu, maka masyarakat desa
adalah masyarakat yang amat tergantung kepada peranan dan
peran para pemimpin, baik pemimpin adat, pemimpin agama,
maupun pemimpin formal di desa tersebut.
Sebuah masyarakat desa yang memiliki tradisi atau adat
istiadat tertentu, mau tak mau harus menokohkan seorang atau
lebih untuk menjadi tokoh adat, atau pemimpin adat. Demikian
halnya dengan suasana kerohanian masyarakat desa, maka di
sana tokoh pemuka agama, kebatinan dan pemuka kerohanian
lainnya menjadi tokoh yang dipatuhi perintah dan tutur katanya.
Begitupun sebagai masyarakat bertutur, maka tokoh kebudayaan
dan seniman menjadi panutan (tempat bergantung dan bertanya,
untuk kemudian diikuti) di samping pemimpin formal lainnya.
Maka dari itu, adalah sebuah kekeliruan kalau kita hendak
memahami masyarakat desa tidak mengerti secara tepat siapa
pemimpin desa dan bagaimana peranan mereka itu. Dalam
suasana masyarakat pedesaan, maka seorang pemimpin
desa (baik formal maupun informal) sangat menentukan
perkembangan masyarakatnya. Maju atau mundurnya sebuah
masyarakat desa, seringkali ditentukan oleh sikap dan pendapat
para pemimpinnya.

B. Siapakah Pemimpin Desa Itu?


Pertanyaan berikut ialah : siapakah pemimpin desa itu?
Katakanlah dengan pertanyaan ini : siapakah yang berhak disebut
sebagai pemimpin di desa? Biasanya seseorang disebut sebagai
pemimpin, tentu memiliki kelebihan-kelebihan dibanding dengan
orang lain yang sifatnya kebanyakan. Beberapa kelebihan di
bawah ini merupakan kriteria yang digunakan oleh masyarakat
desa dalam memilih seseorang menjadi pemimpin mereka.

18 Proses Berbangsa dan Bernegara


1. Memiliki keahlian di bidang tertentu
Seseorang dipilih sebagai pemimpin, bukannya tanpa syarat
dan tanpa ujian lebih dahulu. Untuk itu maka seseorang
baru muncul, katakanlah kelihatan menonjol dari antara
kebanyakan, kalau ia memiliki kelebihan keahlian tertentu
di bidangnya. Masyarakatpun memperhatikan setiap warga
masyarakat desa, maka siapa saja tak terlepas dari perhatian
itu. Betapapun pintarnya seseorang, dan betapapun
ningratnya seseorang, bila ia tidak memiliki keahlian yang
cukup mencuat, tak bakal ia muncul sebagai tokoh apalagi
pemimpin desa. Jadi, tidak mengherankan bila suatu
saat, dan memang telah terjadi, sebuah masyarakat desa
mengangkat seseorang menjadi pemimpinnya, padahal
orang itu sekolah saja tidak. Tetapi jangan lupa, bahwa yang
terpenting bagi masyarakat desa sang pemimpin memiliki
keahlian tertentu dan dapat diandalkan betul.
2. Dekat dengan masyarakat kecil
Seseorang dianggap baik dan dipilih oleh masyarakatnya,
kalau ia dekat dengan mereka, dekat dengan rakyat kecil.
Berhubungan dengannya tidak terlalu sulit dan bergaul
dengannya juga tidak sulit. Demikianlah kriteria seorang
pemimpin masyarakat desa. Jarak yang tidak terlalu jauh,
mengandaikan adanya keberanian anggota masyarakat
untuk mengutarakan persoalan mereka terhadap si
pemimpin, dan sebaliknya tentu saja. Sejauh mana
kedekatan hubungan antara mereka, tentu saja sulit diukur
dengan ukuran apapun. Bagaimanapun salah satu fakta dari
kedekatan itu akan nampak dalam penurutan para warga
yang dipimpinnya, kalau ia memimpin. Atau kalaupun ia
belum resmi menjadi pemimpin, ia akan diperhatikan setiap
omongan dan pendapatnya. Orang macam ini, biasanya
merupakan pemimpin-pemimpin informal, sebab walaupun
ia atau mereka bukan pemimpin, namun hakikatnya juga
pemimpin.
Proses Berbangsa dan Bernegara 19
3. Mampu berbicara terhadap atasan
Seorang dapat dikatagorikan sebagai pemimpin, biasanya
tidak hanya mampu berbicara dan berhubungan dengan
bawahannya atau orang yang lebih di bawahnya, melainkan
ia juga mempunyai kemampuan untuk berbicara dengan
orang-orang yang ada di atasnya. la adalah orang yang
mampu membawakan aspirasi masyarakat maupun
aspirasinya sendiri terhadap siapa saja yang kebetulan ada
di atasnya. Dengan demikian, maka ia adalah orang yang
memiliki keberanian mengutarakan pendapatnya sendiri,
juga berani berbicara atas nama orang lain, demi keperluan
banyak orang, meskipun terpaksa la harus nyerempet-
nyerempet bahaya. Kemampuan berbicara terhadap atasan,
memang tidak hanya. merupakan anugerah dan bakat
seseorang sejak lahirnya, tetapi juga merupakan berkat
latihan dan ketekunan sebelumnya. Maka tepat juga bila
dikatakan bahwa kemampuan berbicara terhadap atasan
memerlukan seni tersendiri. Dan barangsiapa memilikinya,
maka ia pasti merupakan orang-orang yang tidak terlalu
sulit mendapatkan posisi pemimpin dalam masyarakatnya.
4. Berpikir lebih, mendahului masyarakatnya
Seseorang dianggap mampu memimpin masyarakat,
seringkali. karena ia memang dianggap lebih mampu berpikir,
atau berpikir lebih dari masyarakatnya. Beberapa bahkan
dianggap berpikir mendahului masyarakatnya. Barangkali
orang seringkali merasa heran, atau terpaksa diam karena
belum mengerti mengapa, tak berapa lama, masyarakat
mengakui betapa kebenaran pendapat dan tindakan orang
itu. Ini juga merupakan kriteria yang tak boleh dilupakan.
Seseorang dipilih sebagai pemimpin, kadangkala memang
bukan karena kekuatan tubuhnya, bukan pula karena
kekayaannya, melainkan karena pemikirannya lebih dan
mengatasi masyarakatnya.

20 Proses Berbangsa dan Bernegara


Dari beberapa kriteria yang telah dipaparkan di atas,
menjadi jelas bahwa seseorang bisa dianggap dan dipilih jadi
pemimpin dalam masyarakat desa. Dalam masyarakat desa,
tersusun struktur kepemimpinan desa, dan setiap desa memiliki
struktur yang tidak selalu sama, maka di bawah ini dipaparkan
beberapa contoh model struktur desa.
1) Kepala Desa (Lurah sebagai penaggungjawab utama dan
tertinggi atas pemerintahan desa. Di bawahnya seorang
Sekretaris Desa (Carik), dengan beberapa jabatan lainnya
seperti : Kebayan (Bayan), Kamituwa, Ketua RW, RT,
Jagabaya (Keamanan Desa), Bau Desa, dan lain-lain. Dalam
hal ini Kepala Desa menjadi pemimpin tertinggi baik secara
yuridis maupun praktis.
2) Strukturnya sama persis dengan model (1), tetapi Sekretaris
Desa (Carik) yang menjalankan pemerintahan secara
praktis dalam desa itu. Kepala Desa (Lurah) boleh dikata
hanya menjadi penaggungjawab akhir, tetapi segala urusan
desa yang paling tahu dan paling kuasa sebenarnya sang
sekretaris.
3) Mirip struktur (1) tetapi ditambah lagi dengan Pengulu
atau Modin sebagai unsur pemimpin agama, terhisab
dalam struktur itu. Dalam model ini, maka pemimpin
agama menentukan sekali posisi dan peranannya. Struktur
semacam ini mengingatkan kita pada struktur pemerintahan
para raja di zaman Islam, teristimewa di Demak, di sana
peranan para Ulama dan Wali memang amat besar bahkan
menentukan sekali.

Dari tiga model di atas, yang juga merupakan model umum,


menjadi jelas bagi kita bahwa soal kepemimpinan desa khususnya
struktur kepemimpinannya dianut dua sistem. Yang pertama kuasa
penuh ada di tangan Kepala Desa atau Lurah. Dan yang kedua,
kuasa praktis ada di tangan Sekretaris Desa (Carik). Bila dilihat,

Proses Berbangsa dan Bernegara 21


dari kacamata siapa yang menentukan jalannya pemerintahan,
ternyata menjadi tiga sistem atau bahkan empat sistem. Pertama,
Kepala Desa, ke dua Carik Desa, ke tiga pemimpin agama seperti
Pengulu, Modin, ke empat Kepala Adat atau ahli adat masyara-
kat setempat. Yang disebut terakhir, banyak terdapat di daerah
luar Jawa, seperti di Sulawesi, Kalimantan, Sumba, Bali, Timor
dan Irian Jaya. Tentu saja yang di daerah-daerah. Itupun tentunya
juga bervariasi pula. Sebagai contoh, sekedar menyebut, desa
di Bali (Banjar) misalnya, di sana ada Klian Dinas (Kepala Desa),
ada pula Klian Adat (Pemimpin/Kepala Adat). Dalam hal-hal
tertentu klian Adat ini amat menentukan lebih dari Klian Dinas.
Tak jarang bahkan Klian Dinas akan menyerahkan sepenuhnya
urusan-urusan kemasyarakatan kepada Klian Adat. Barangkali
saja, memang inilah struktur yang paling tepat dalam masyarakat
tersebut. Sebab, struktur itu memang jauh lebih dahulu ada di
masyarakat Bali. Demikian juga dengan kepala-kepala suku dan
sekaligus kepala adat atau bahkan sebutan mereka Raja di Timor,
Sumba, dan di masyarakat Dayak.

C. Kepala Desa Kepala Pemerintah Desa


Di muka telah disinggung bahwa dalam kenyataannya,
Kepala Desa adalah pemimpin tertinggi dan pemegang kekuasaan
formal tertinggi di dalam masyarakat desa. Kepala Desa ibarat
seorang raja di dalam masyarakat kerajaan, seperti Presiden bagi
sebuah republik. Ia berkuasa, dan mempunyai kekuasaan dan
kekuatan untuk memerintah masyarakatnya. Maka di bawah ini
berturut-turut hendak diuraikan secara garis besar apa, dan siapa
Kepala Desa itu.
1. Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan Desa
Bukan barang baru, pemahaman tentangnya. Tetapi
benarkah bahwa ialah pemegang kekuasaan tertinggi
dalam masyarakatnya? la memang kepala pemerintahan
desa, oleh sebab itu tak salah kalau Kepala Desa dipandang
sebagai penanggungjawab utama pemerintahan desa.

22 Proses Berbangsa dan Bernegara


Dialah juga yang bertanggungjawab terhadap pembangunan
desa, keamanan, dan ketertiban. Maka seorang Kepala
Desa adalah seorang administrator pemerintahan,
pembangunan, juga administrator kemasyarakatan pada
lingkup desa. Dialah juga pelaksana urusan pemerintahan
umum, termasuk di dalamnya masalah pemerintahan,
keamanan dan ketertiban.
2. Kepala Desa sebagai pengemban masyarakat
Kepala Desa tak beda dengan pejabat pemerintahan
lainnya yang memiliki kekuasaan dan kekuatan guna
memerintah, ia memiliki hak untuk memaksa atas dasar
kewenangannya, tentu saja. Tetapi ada satu peranan dan
sekaligus kedudukan Kepala Desa yang jarang diperhatikan
oleh masyarakat maupun oleh Kepala Desa itu sendiri,
yakni sebagai “pengemban masyarakat”. Kalau sebagai
kepala pemerintahan desa ia memiliki kuasa memerintah,
maka dalam kedudukan sebagai pengemban masyarakat ia
adalah pengabdi, hamba dan pelayan dari masyarakatnya.
Barangkali itulah sebabnya seorang Kepala Desa disebut
juga sebagai pamong atau kepala pamong (Pamong (Jawa)
= yang melayani, yang memelihara demi keselamatan yang
diemong). Dalam kaitan ini maka seorang Kepala Desa tak
lain, orang yang diserahi harapan dan kekuatan masyarakat
agar ia memelihara, mengemban dan berupaya menciptakan
ketenteraman dan keselamatan masyarakatnya, ia tempat
berlindung.
3. Kepala Desa sebagai Kepala Adat
Meskipun tidak selalu seorang Kepala Desa tahu seluruh
adat-istiadat masyarakat yang dipimpinnya, tetapi keba-
nyakan Kepala Desa memang diserahi tugas dan dipercaya-
kan kepadanya tugas keadatan. Tugas itu dengan sendirinya
menyangkut hal ihwal adat istiadat masyarakat setempat.
Dengan demikian seorang Kepala Desa pada hakikat-
Proses Berbangsa dan Bernegara 23
nya seringkali memiliki tugas rangkap, ia seorang kepala
pemerintahan masyarakat sekaligus seorang pemuka adat.
Dalam suasana dan pemahaman seperti itu, maka kita dapat
memahami betapa sulitnya seorang Kepala Desa menghindari
anggapan dan kepercayaan seperti itu. Kesulitan tersebut
bukan hanya bersifat psikologis melainkan juga struktural.
Bukan berasal dari ia semata-mata. Ataupun dari beberapa
orang disekitarnya, melainkan juga dari masyarakat yang
memilihnya dan pemerintah sendiri. Bukanlah kita tahu
bahwa selama ini pemerintah kita juga memperlakukan
seorang Kepala Desa sebagai orang serba tahu, serba bisa,
dan ahli kemasyarakatan yang menyeluruh. Ia seringkali
dianggap ahli hukum, ahli politik, ahli dalam bidang agama,
dan macam-macam bidang lainnya lagi. Bukan hanya itu,
terkadang pemerintah memperlakukannya sebagai raja-
diraja, penguasa atas segala dalam masyarakat pedesaan.
Kepala Desa ditempatkan dan disituasikan sebagai serba
tahu dan harus tahu segala.
Jabatan ganda dan peranan dobel memang sudah me-
rupakan wajah masyarakat pedesaan kita, bukan hanya di
kota-kota. Mengapa demikian? Biasanya hal itu disebabkan
langkanya orang pintar dan pandangan bahwa orang yang
terdidik mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang
luas dan tinggi. Sebagai akibat, dengan sendirinya siapapun
dia yang datang dari kota dan dari dunia pendidikan, apalagi
pendidikan tinggi, akan mendapatkan kepercayaan dan ke-
sempatan memperoleh jabatan dan peran yang banyak dan
tidak selalu seiring dengan keahlian yang dimilikinya.
Kepala Desa sebagai kepala pemerintahan desa meng-
andaikan adanya tugas dan kepercayaan ganda terhadapnya
yang datang dan diberikan oleh masyarakat yang memilih
dan dipimpinnya. Kedudukan seperti itu tentunya dapat
berakibat ganda pula, pada satu pihak dapat memperlancar
tugas seorang Kepala Desa, pada pihak lain dapat memper-

24 Proses Berbangsa dan Bernegara


sulit Kepala Desa. Bukankah dapat terjadi, suatu ketika
Kepala Desa mempraktikkan fungsi gandanya (sebagai
kepala pemerintahan sekaligus sebagai pemuka adat) secara
baik dan apapun yang dilakukannya berkenan di hadapan
masyarakat. Tetapi dapat saja suatu ketika fungsi ganda
justru membuat masyarakat kurang puas. Dalam keadaan
seperti ini tentu saja seorang Kepala Desa harus segera
mengerti dan tahu diri. Maka, bagaimanapun kepercayaan
masyarakat terhadapnya, dalam susunan kepemimpinan
Kepala Desa, semacam Kepala Adat, atau apapun namanya,
perlu dihubungi Kepala Desa harus berusaha berlaku sebaik
mungkin, senantiasa berkonsultasi dengan rakyatnya.

Proses Berbangsa dan Bernegara 25


Bab IV

Perkembangan dan
Perubahan Desa

Seperti telah kita ketahui, bahwa masyarakat desa sama juga


dengan masyarakat pada umumnya, selalu mengalami perkem-
bangan dan perubahan dari zaman ke zaman. Perkembangan
dan perubahan, demikian barangkali istilah yang paling tepat
untuk menggambarkan keadaan perjalanan sebuah masyarakat.
Penulis dengan sengaja menggunakan istilah perkembangan
dan perubahan, dengan pengertian bahwa perkembangan
sesuatu termasuk masyarakat, seringkali membawa perubahan-
perubahan demikian pula sebaliknya perubahan mengakibatkan
perkembangan. Kadangkala yang terjadi adalah dua-duanya,
berkembang dan berubah.
Untuk mengenal secara menyeluruh perkembangan dan
perubahan desa di Indonesia, berturut-turut dalam Bab ini
hendak diuraikan hal-hal berikut (1) Desa Sederhana; (2) Desa
Madya; (3) Desa Maju, dan (4) Desa Modern. Marilah kita ikuti
satu persatu uraiannya.

A. Desa Sederhana
Desa dalam arti yang sebenarnya berkembang dari seke-
lompok manusia yang tinggal dalam sebuah tempat yang sama.
Pada mulanya, setiap orang tidak pernah bermaksud mengumpul
dan menjadi satu, apalagi membentuk sebuah perserikatan dan
perkumpulan yang namanya desa. Tidak! Semula orang memang
berkumpul serta cenderung mengelompok dengan sesamanya,

26 Proses Berbangsa dan Bernegara


itupun yang satu asal, satu keturunan, satu ras, satu kepentingan
dan satu daerah. Kecenderungan itu, menurut ilmu jiwa dan ilmu
sosial disebut sebagai kecenderungan sosial.
Keadaan seperti itu, telah ada ketika zaman purba di mana
organisasi belum ada, katakanlah belum lahir secara nyata.
Perkembangan berikut, ketika zaman prasejarah, masyarakat
telah membentuk suatu ikatan sedikitnya ikatan daerah, ikatan
keluarga dan ikatan kebiasaan dan kesamaan kelakuan dan cara
hidup mereka. Demikianlah, desa sederhana lahir di dunia ini,
demikian pula di Indonesia yang ketika itu masih negeri tanpa
nama Indonesia.
Desa sederhana adalah sebuah desa yang jauh dari
keramaian kota, tata kehidupan desa juga lain dengan tata
kehidupan kota. Keadaan sederhana tersebut, barangkali persis
sama seperti yang seringkali dilihat dan dilukiskan oleh para ahli
ilmu sosial dan para etnolog dan antropolog sebagai masyarakat
dalam artian sebagai “Gemeinschaft” suatu persekutuan hidup,
bentuk-bentuk persekutuan hidup bersama atau kehidupan
bersama dengan solidaritas yang kuat. Demikian paling tidak
lukisan dari seorang ahli F. Tonnies, namanya Dr. P.J. Bouman
dalam bukunya Sosiologi, pengertian dan masalah (1960)
misalnya juga mengetengahkan hal itu. Itulah kacamata para ahli
sosial pada umumnya. Sekedar menggambarkan keadaan desa di
Indonesia ketika masa “desa sederhana”, di bawah ini dapat kita
catat hal berikut.
1. Hubungan individu dengan individu lain
Hubungan individu dengan individu lain, berjalan me-
nurut aturan kekeluargaan dan persaudaraan. Hampir
semua penduduk desa masih mempunyai hubungan
famili. Hubungan antarindividu tentu saja dilatarbelakangi
oleh pandangan tentang dunia dan pandangan hidup
masyarakatnya. Setiap keluarga mendidik keluarga atau
anggota keluarganya untuk mempraktikkan sikap saling

Proses Berbangsa dan Bernegara 27


menghargai dan menghormati sesama manusia. Satu
prinsip yang sering diutarakan ialah “berbuatlah baik
kepada sesama kita, agar kita hidup tenteram dan diterima
sesama kita”. Dari dasar pandangan inilah tersebar seluruh
jabaran sikap hidup pergaulan orang desa terhadap sesama
penduduk maupun terhadap sesama manusia, dan terhadap
orang asing.
2. Hubungan manusia dengan alam
Hubungan manusia dengan alam, berjalan secara
mesra. Manusia dan alam seolah satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Manusia amat ditentukan oleh alamnya.
Demikianlah, seseorang yang tinggal di daerah pegunungan
akan menjadi orang gunung dalam arti sesungguhnya,
karena ia akan hidup dengan berkondisikan alam gunung
dan keharusan gunung itu.
Hubungan antara manusia dan alam, demikian dekatnya
sehingga tak dapat lagi kita pisahkan lagi siapakah yang lebih
penting dari keduanya itu, orang gunungnya atau tanah
pegunungannya? Manusia hidup dari hasil tanah gunung
itu, dan dari daerah pegunungan itulah kehidupan bermula
secara damai, tenteram, dan penuh keserasian. Dari alam
itu juga manusia menghirup udara segar dan hidup dengan
enak, bebas dari polusi industri dan kekerasan manusia
maju. Alam sebaliknya tertata dengan baik karena manusia
gunung yang tahu menempatkan dirinya. Dahulu bahkan
kita dengar begini : manusia dan alam adalah satu kesatuan
kosmis. Oleh sebab itu, alam harus dirawat, dijaga dan tak
jarang dipuja sebagai sumber kejayaan dan kehidupannya.

B. Desa Madya
Desa Madya ialah sebuah atau beberapa desa yang dalam
wujudnya tetap sebuah desa, tetapi penduduknya sudah bersikap
tidak sebagaimana adanya kehendak alam. Desa madya berarti

28 Proses Berbangsa dan Bernegara


desa yang sudah berkembang, sudah mulai mengarah kepada suatu
desa setengah kota. Hal semacam itu bisa saja dalam arti masih
desa tetapi sudah lebih tertata secara organisatoris, dapat pula
diartikan sebagai sebuah desa yang mulai menyatakan kekuatan
dan kemampuannya dalam menata kehidupan bersamanya.
Desa madya adalah desa yang sudah mulai mampu
menyelenggarakan kehidupan bersamanya berdasarkan aturan
main tertentu, yang disepakati bersama. Sebagai gambaran
selintas, dapat kita catat hal-hal berikut.
1. Hubungan individu dengan individu lain
Hubungan individu dengan individu lain, masih berciri
sosial, ramah dan penuh persaudaraan. Akan tetapi di dalam
masyarakat desa madya, hubungan tersebut sudah menjadi
tradisi pergaulan. Di dalam masyarakat sudah diciptakan
semacam etiket atau kumpulan tatacara pergaulan yang
resmi dan disepakati oleh warga masyarakatnya. Oleh sebab
itu maka setiap pergaulan atau hubungan antara individu
dengan individu lain diatur berdasarkan adat tata sopan
yang ada, jadi sudah ada aturan bahasa pergaulan dan tata
sopan pergaulan di dalam masyarakat dan keluarga. Bahasa
sebagai alat komunikasi sudah ditata lebih terperinci,
misalnya sudah ada bahasa antara orang tua dengan orang
muda, paling tidak dalam tata sopannya sudah diatur. Sudah
ada aturan bagaimana seorang tamu asing atau orang bukan
keluarga disapa dan disambut.
2. Hubungan antara manusia dengan alam
Hubungan antara manusia dengan alam, masih mencirikan
pula hubungan yang erat satu sama lain. Dalam masya-
rakat. desa madya, peranan manusia sudah mulai nampak
muncul tidak hanya ditentukan saja oleh alamnya. Meski-
pun hubungan itu tetap erat, akan tetapi sudah ada inisiatif
manusia di dalam menggarap kehidupannya dan menggarap
alamnya melalui berbagai upaya budaya. Manusia sudah

Proses Berbangsa dan Bernegara 29


mengolah alam, sudah mengolah tanahnya dan mencoba
menanaminya dengan berbagai tanaman. Mereka sudah
mulai membuat dan menciptakan ladang ataupun teknik
pertaniannya sudah lebih tertata. Sistem perekonomian
desa sudah mengalami bentuk tengahan, sudah mulai
ada perkembangan misalnya dengan mengembangkan
sistem pemasaran dan perniagaan. Pasar dan perdagangan
merupakan salahsatu cara hidup yang dikembangkan
manusia masa ini.
Kesatuan alam dan manusia sebagai kesatuan kosmis
walaupun masih tetap diakui, tetapi tingkatnya sudah mulai
lebih realistis. Manusia tidak lagi memuja alam sebagai
sumber kehidupannya. Manusia masih mengakuinya
sebagai sarana dan anugerah yang berharga dan patut
diterima dengan ucapan syukur. Hal itu berkaitan erat
dengan munculnya kesadaran manusia akan kuasa-kuasa
dan kekuatan-kekuatan yang Ilahi. Jadi, keadaan kerohanian
masyarakat desa waktu itu, terutama masyarakat desa,
sudah lebih tersistematisir. Alam dan manusia serta segala
isinya sudah diatur dan menuruti aturannya sendiri-sendiri.
Peranan agama dan kegiatan keagamaan masih nampak
di dalam kehidupan masyarakat desa. Tidak sebagaimana
dalam keadaan masyarakat modern.

C. Desa Maju
Desa maju adalah sebuah atau beberapa desa yang dalam
perkembangannya sudah setingkat di atas desa madya. Dalam hal
ini desa maju telah mengenal sistem pemerintahan yang lengkap,
organisasi yang mantap, dan komunikasi yang cukup luas pula.
Desa maju berarti juga sebuah desa yang mampu me-
laksanakan program terencana dan mempunyai organisasi yang
mapan dalam mencapai cita-cita masyarakat dan kesejahteraan
masyarakat. Oleh sebab itu, desa maju dapat digambarkan
sebagai sebuah desa yang sudah setengah kota lebih maju

30 Proses Berbangsa dan Bernegara


daripada desa madya yang baru mengarah kepada desa setengah
kota. Gambaran dari desa maju secara ringkas dapat disebutkan
sebagai berikut.
1. Hubungan individu dengan individu lain
Hubungan individu dengan individu lain, tertata secara
lebih mapan dengan aturan adat-istiadat dan etiket yang
telah disepakati di dalam masyarakat itu. Hubungan antara
orang perseorangan berjalan secara baik dan masih cukup
mesra pula, hal itu disebabkan karena tiap-tiap anggota
masyarakat masih mempunyai tali temali persaudaraan,
tentu saja tidak seluruh anggota masyarakatnya, sebagian
besar. Di samping etiket masyarakat, sudah ada aturan-
aturan lagi yang menyangkut hubungan dinas di desa yaitu
hubungan antara individu sebagai anggota masyarakat
dengan pimpinan atau pemuka desa. Pemerintah
sudah menempatkan beberapa petugas dan aparat
pemerintahannya di desa, oleh sebab itu di dalam
beberapa hal pemerintah telah menempatkan diri secara
nyata di desa. Jadi, sebuah desa maju sebenarnya sudah
merupakan sebuah pemerintah yang ditingkat bawah
dan di lingkungan kecil. Desa maju merupakan sebuah
gambaran penyelenggaraan pemerintahan dalam arti
sesungguhnya di dalam masyarakat.
2. Hubungan manusia dengan alam
Di sini alam mulai bercerai dengan manusia. Katakanlah
manusia mulai menceraikan alam dari kehidupannya. Alam
sudah dipisahkan secara lebih nyata di dalam kehidupan
masyarakat. Orang sudah tidak memandang lagi bahwa alam
merupakan sumber hidup. Pekerjaan dan mata pencaharian
masyarakat sudah mulai mengarah pada pembagian kerja
secara barat. Artinya, orang sudah menempatkan dirinya
sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditekuninya, yang
petani bekerja sepenuhnya sebagai petani, yang pegawai

Proses Berbangsa dan Bernegara 31


kantor sepenuhnya sebagai pegawai kantor, yang pedagang
juga hidup sebagai pedagang.
Alam sudah dikerjakan manusia sebagai alat untuk
kebutuhan hidupnya. Tanah sebagai sumber rejeki potensial
yang harus diusahakan dan diolah agar dapat menghasilkan
bahan makanan sebanyak-banyaknya. Tanah sepenuhnya
menjadi tanah garapan manusia untuk keperluan hidup
manusia. Di bidang pekerjaan atau mata pencaharian
lainnya juga demikian. Orang sudah memandang pekerjaan
sebagai sumber hidup dan tempat mencari makan.

D. Desa Modern
Desa modern adalah sebuah desa yang sudah terjamah
kemajuan dan teknologi tinggi, terjamah kebudayaan barat dan
kebudayaan dunia pada umumnya. Kadangkala desa semacam
itu merupakan perkembangan dari keadaan kota yang sudah
terlalu padat, lantas dibukalah sebuah atau lebih tepatnya satelit
kota barupa desa atau desa kota, kota desa. Pendek kata desa-
desa seperti itu jelas bukanlah desa lagi melainkan sebuah kota
tambahan, dan andaikata disebut desa adalah desa modern.
Berikut beberapa ciri pokok desa modern.
1. Hubungan individu dengan individu lain
Hubungan individu dengan individu lain, sudah berjalan
secara formal dan hanya atas dasar kepentingan saja. Hu-
bungan antara individu dengan individu lain amat ditentukan
oleh ada dan tidaknya kepentingan di antara mereka. Jadi,
kalau mereka tidak punya kepentingan, maka merekapun
tidak akan mengadakan hubungan. Maka dari itu, sifat
hubungan yang ada menjadi sangat formal dan kalaupun
ada yang bersifat pribadi, harus dengan perjanjian lebih
dahulu.
Etiket dan pergaulan antarindividu sudah ketat sekali.
Oleh sebab itu, apabila memang tidak sungguh-sungguh

32 Proses Berbangsa dan Bernegara


penting orang tak akan berani mengganggu keperluan dan
acara orang lain. Hubungan antarindividu menjadi semakin
menipis dan hanya kalau perlu saja. Keadaan seperti ini
pernah dilukiskan sebagai kehidupan manusia kota. Demi-
kianlah dalam istilah sosiologi terkenal dengan ungkapan
cara hidup “Gesellschaft” di mana orang dengan orang
lain sudah tidak berhubungan dengan langsung, organisasi
sudah merupakan jalur hubungan mereka.
2. Hubungan manusia dengan alam
Hubungan manusia dengan alam, jelas sudah semakin
menunjukkan perbedaan tingkatan yang berbeda sekali.
Manusia lain dengan barang, alam sudah bukan yang
berhubungan kalau tidak kita hubungkan. Alam sudah di-
pandang sebagai barang garapan yang tak ada makna ro-
haninya sama sekali. Alam kini sudah menjadi benda yang
dikuras dan didayagunakan, diperas dan diambil manfaat-
nya sebesar-besarnya dan sebanyak-banyaknya. Oleh sebab
itu, kini di mana-mana telah timbul kekhawatiran tentang
daya dukung dan potensi alam yang semakin lama semakin
habis.
Sangat mudah diduga, bagaimana sikap manusia desa
modern ini terhadap masalah kerohanian. Manusia desa
modern, sebagai akibat modernnya perkembangan dan
akibat renggangnya hubungan dengan alam, maka sikap
kerohaniannya menjadi menipis. Sikap rohaniah manusia
desa modern menjadi tak berbeda lagi dengan sikap
manusia modern pada umumnya. Badan-badan keagamaan
dan kerohanian berubah menjadi semacam organisasi
sosial dan bergerak di bidang sosial religius tidak lagi melulu
dibidang pelayanan religius. Sementara yang lain bahkan
sudah melangkah ke bidang politik dan ekonomi.

Proses Berbangsa dan Bernegara 33


Bab V

Proses Berdirinya
Suatu Negara

Sejak anak-anak masuk sekolah, bahkan sebelum masuk


sekolah pernah mendengar kata-kata bangsa, negara, pemerintah,
rakyat dan lain-lain. Kata-kata tersebut mungkin dilihat, didengar
baik melalui media cetak maupun media elektronika.
Dalam rumah tangga Bapak Muhammad Qoiman kebetulan
anaknya ada yang baru kelas 6 sekolah dasar, waktu santai di
sore hari setelah shalat Asar, Pak Muhammad Qoiman dengan
anaknya duduk di serambi garasi mobil. Terjadilah dialog antara
Rifki (anaknya) dengan Pak M. Qoiman.
Rifki : Pak, tadi di sekolahan bu guru memberikan
pertanyaan masalah sejarah berdirinya suatu
negara dan pemerintah. Bagaimana Pak
sejarah berdirinya suatu negara dan apa itu
pemerintahan?
Pak M. Qoiman : Kalau sejarah berdirinya suatu negara,
sejarahnya panjang sekali, yah singkatnya syarat
suatu negara itu berdiri adalah:
1. adanya wilayah,
2. adanya penduduk,
3. adanya pemerintah yang berdaulat, dan
4. adanya pengakuan dari negara lain.
syarat no. 1 s/d 3 itu syarat pokok, sedangkan
syarat yang no. 4 tidak pokok.

34 Proses Berbangsa dan Bernegara


Wilayah, contohnya negara Indonesia. Wilayah
negara Indonesia mulai dari sebelah paling
barat yaitu dari Sabang sampai paling timur
yaitu Merauke, sedangkan penduduk yaitu
orang-orang yang mendiami pulau-pulau yang
terletak antara Sabang sampai Merauke.
Rifki : Lalu, kalau pemerintah itu apa artinya, Pak?
Pak M. Qoiman : Pemerintah itu organisasi yang mengatur, yang
berkuasa di suatu negara. Contoh pemerintah
yang paling rendah adalah pemerintah Desa/
Kelurahan, seperti di sini kampung Ngablak
RT.05/RW.04 ini termasuk wilayah kelurahan
Bangetayu Kulon.
Pemerintahan yang diatasnya lagi yaitu
pemerintahan tingkat kecamatan, pemerintahan
ini terdiri atas beberapa kelurahan/desa,
seperti kelurahan Bangetayu Kulon, kelurahan
Gebangsari, termasuk Kecamatan Genuk.
Pemerintahan di atasnya lagi adalah pemerin-
tahan tingkat Kabupaten/Kota, yang terdiri
atas beberapa kecamatan, contoh kecamatan
Genuk, kecamatan Semarang Utara dan 14
kecamatan lainnya di Semarang ini termasuk
wilayah pemerintahan kota Semarang.
Pemerintahan di atasnya lagi adalah pemerin-
tahan tingkat provinsi yang terdiri atas beberapa
kabupaten/kota. Sebagai contoh, Pemerintah
Kota Semarang, Kabupaten Klaten, Kabupaten
Sukoharjo dan 32 pemerintah kota/kabupaten
lainnya di Jawa Tengah ini termasuk wilayah
Provinsi Jawa Tengah.
Pemerintahan di atasnya adalah Pemerintah
tingkat pusat/negara yang terdiri atas beberapa

Proses Berbangsa dan Bernegara 35


provinsi, sebagai contoh Provinsi Jawa Tengah,
Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan timur,
dan lain-lain dalam wilayah negara ini termasuk
pemerintahan Indonesia di Negara Republik
Indonesia.
Rifki : Yah, terima kasih Pak, sekarang aku mau
persiapan Sholat Maghrib.
P. M. Qoiman : Rifki, untuk lebih jelasnya/lebih terperincinya
tentang pemerintah desa dan kecamatan ke atas
bisa membaca buku di perpustakaan sekolah.

Gambar Bpk Qoiman sedang berdialog dengan anaknya,membicarakan


tentang syarat berdirinya suatu negara.

A. Pengertian Bangsa dan Negara


1. Bangsa
Sejarah timbulnya bangsa-bangsa di dunia berawal dari
Benua Eropa. Pada akhir abad XIX, di Benua Eropa timbul
berbagai gerakan kebangsaan. Gerakan-gerakan perjuangan
ini merupakan ancaman terhadap pemerintahan kerajaan

36 Proses Berbangsa dan Bernegara


yang saat itu menguasai bangsa-bangsa yang bersangkutan
dan akhimya gerakan-gerakan perjuangan tersebut mengaki-
batkan kerajaan-kerajaan besar di Eropa (seperti Kerajaan
Austria, Hongaria, Kerajaan Turki dan Perancis), terpecah-
pecah menjadi negara-negara merdeka yang lebih kecil.
Ben Anderson merumuskan bangsa secara unik. Menurut
pengamatannya, bangsa merupakan komunitas politik
yang dibayangkan (Imagined Political Community) dalam
wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat. Dikatakan
sebagai komunitas politik yang dibayangkan karena bangsa
yang paling kecil sekalipun para anggotanya tidak kenal
satu sama lain. Dibayangkan secara terbatas karena bangsa
yang paling besar (sekalipun yang penduduknya ratusan
juta) mempunyai batas wilayah yang jelas. Dibayangkan
berdaulat karena bangsa ini berada di bawah suatu negara
mempunyai kekuasaan atas seluruh wilayah dan bangsa
tersebut. Akhirnya bangsa disebut sebagai komunitas yang
dibayangkan karena terlepas adanya kesenjangan, para
anggota bangsa itu selalu memandang satu sama lain sebagai
saudara sebangsa dan setanah air. Perasaan sebangsa inilah
yang menyebabkan berjuta-juta orang bersedia mati bagi
komunitas yang dibayangkan itu (Surbakti, 1992 : 42).
Merujuk pendapat Anderson di atas, penciptaan solidaritas
nasional digambarkan sebagai proses pengembangan
imaginasi di kalangan anggota masyarakat tentang komunitas
mereka, sehingga orang Aceh yang tidak pernah berkunjung
ke Jawa Tengah dan tidak pernah bertemu dengan orang
Jawa Tengah bisa mengembangkan kesetiakawanan
terhadap sesama anggota komunitas Indonesia itu.
Dengan demikian pengertian bangsa kiranya mengandung
intisari adanya elemen pokok berupa jiwa, kehendak,
perasaan, pikiran, semangat yang bersama-sama
membentuk kesatuan, kebulatan dan ketunggalan serta
semuanya itu yang dimaksud adalah aspek kerohaniannya.

Proses Berbangsa dan Bernegara 37


Bangsa, bukanlah kenyataan yang bersifat lahiriah, melainkan
bercorak rohaniah, yang adanya hanya dapat disimpulkan
berdasarkan pernyataan senasib sepenangungan dan
kemauan membentuk kolektivitas.
2. Negara
Negara adalah alat dari sesuatu masyarakat yang mempunyai
kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia
dalam masyarakat, disamping itu juga menertibkan gejala-
gejala kekuasaan yang timbul oleh karena adanya hubungan-
hubungan tersebut dalam masyarakat.
Negara merupakan suatu organisasi yang dalam wilayah
tertentu dapat memaksakan kekuasaannya secara sah
terhadap semua golongan kekuasaan lain yang dapat
menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu.
Negara berwenang menetapkan cara-cara dan batas-batas
sampai kekuasaan itu dapat digunakan oleh seseorang/
individu dan golongan, pihak lain, dan digunakan oleh
negara sendiri. Jadi negara dapat membimbing kegiatan-
kegiatan sosial dari penduduk negara ke arah tujuan
bersama mereka.
Terbentuknya suatu negara harus memenuhi beberapa
unsur sebagai syarat. Unsur-unsur esensial negara yaitu
rakyat, wilayah dan pemerintahan yang berdaulat.
1) Rakyat
Rakyat atau penduduk yaitu suatu kelompok manusia
yang merupakan suatu kehidupan bersama yang menetap
di suatu tempat yang tertentu. Rakyat merupakan modal
pertama bagi negara. Rakyat dalam hal ini diartikan
di sebagai sekumpulan manusia yang dipersatukan
oleh suatu rasa dan bersama-sama mendiami wilayah
tertentu.

Bagi terbentuknya suatu negara, rakyat merupakan

38 Proses Berbangsa dan Bernegara


unsur yang esensial. Rakyat lebih dahulu adanya
daripada negara, dan negara didirikan dengan tujuan
untuk menyelenggarakan kepentingan rakyat. Berapa
jumlah manusia yang diperlukan untuk syarat berdirinya
suatu negara, tidak ada standar yang menjadi ukurannya.
Setiap negara mempunyai sejumlah individu yang
berkedudukan sebagai warga negara. Penduduk suatu
negara yang memenuhi syarat tertentu merupakan
warga negara dan ia disebut subjek negara.
Sebagai anggota negara, warga negara memiliki hak-hak
tertentu yang dinamakan privilege. Privilege muncul
sebagai akibat dari keanggotaannya tadi. Warga negara
dipandang sebagai subjek karena ia adalah individu
terhadap siapa perintah-perintah negara itu ditujukan.
2) Wilayah
Negara pada kenyataannya tidak dapat dibayangkan
tanpa landasan fisiknya. Sekelompok manusia dengan
pemerintahan yang stabil, baru dapat disebut negara
apabila kelompok tersebut menetap pada suatu wilayah
tertentu.
Mengenai luas wilayah negara ditentukan oleh batas
wilayah atas dasar perjanjian antarnegara dan di dalam
batas-batas itu negara menjalankan teritorial atas
orang dan benda-benda yang berada di dalam wilayah
itu, kecuali beberapa golongan orang dan benda yang
dibebaskan dari yuridiksi, yaitu perwakilan diplomatik
negara asing dengan harta benda mereka.
Dalam hubungan ini yang dimaksudkan wilayah bukan
hanya geografis dalam arti sempit, tetapi wilayah dalam
arti luas yaitu wilayah yang melaksanakan yuridiksi
negara meliputi wilayah geografis maupun udara sampai
ketinggian tak terbatas, dan juga laut di sekitar pantai
negara itu, yang disebut laut teritorial. Dalam batas
wilayah dalam arti luas inilah negara dapat menjalankan

Proses Berbangsa dan Bernegara 39


kedaulatannya. Jadi kekuasaan negara mencakup seluruh
wilayah, tidak hanya tanah tetapi juga laut di sekitarnya,
dan udara di atasnya.
3. Pemerintah yang berdaulat
Pemerintah yang berdaulat adalah pemerintah yang
memiliki kekuasaan tertinggi, yang berarti tidak berada
di bawah kekuasaan lainnya. Pemerintah merupakan
organisasi negara. Suatu pemerintahan yang tersusun rapi
dan stabil sangat diperlukan untuk berdirinya negara.

Gambar Peta lndonesia


Syarat kestabilan ini sangat penting bagi negara karena suatu
pemerintahan yang stabil dan kuat merupakan syarat utama
bagi terlaksananya berbagai tugas yang harus ditanggung
oleh negara dalam rangka mencapai tujuan negara.

B. Proses Berbangsa dan Bernegara


Dalam upaya untuk memahami proses berbangsa dan
bernegara merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan
perkembangan kehidupan suatu masyarakat. Kesadaran terhadap

40 Proses Berbangsa dan Bernegara


sejarah menjadi penting ketika suatu masyarakat itu mulai
menyadari bagaimana posisinya sekarang dan seperti apa jati diri
atau identitasnya serta apa yang akan dilakukan ke depan.
Dari tinjauan sejarah, semenjak zaman Kerajaan Sriwijaya
abad VII dan Kerajaan Majapahit abad XIII, telah ada upaya untuk
menyatukan wilayah Nusantara. Namun kekurang mampuan
penguasa menghadapi tantangan zaman dan mempertahankan
kejayaan yang telah dicapai menyebabkan kehancurannya. Di
samping itu ketidak mampuan juga disebabkan karena kerajaan
tradisional tersebut belum memahami konsep kebangsaan
dalam arti luas dan modern, seperti yang dihayati oleh bangsa
Indonesia sekarang. Keadaan demikianlah yang menyebabkan
penduduk Nusantara terpecah belah, sehingga penjajah dengan
leluasa memanfaatkan kondisi tersebut dan melaksanakan
penindasan selama lebih dari tiga setengah abad. Pada babakan
kolonialisme-imperialisme, di kalangan masyarakat yang hidup
dalam komunitas kerajaan tradisional, tumbuh kesadaran baru
tentang demokrasi, ilmu pengetahuan, ekonomi dalam persepsi
modern karena persentuhan dengan kebudayaan Barat. Pada sisi
lain masyarakat Indonesia yang telah disentuh oleh pengaruh
sosial budaya, sistem nilai bangsa Barat dan ilmu pengetahuan
tersebut, memahami dan menyadari akan konsep bangsa yang
modern dan timbul kehendak membentuk nation state atau
negara kebangsaan.
Pengalaman tersebut menimbulkan semangat kebangsaan
yang berkembang melalui Kebangkitan Nasional pada tahun 1908
yang dipelopori oteh golongan terpelajar. Sumpah Pemuda tahun
1928 merupakan sikap dan tekad persatuan dan kesatuan bangsa.
Sumpah Pemuda membangun tiga sendi persatuan Indonesia
yaitu persatuan dan kesatuan bangsa, tanah air, dan bahasa. Tiga
sendi persatuan Indonesia ini kemudian menjadi dasar perjuangan
merebut kembali kemerdekaan.

Proses Berbangsa dan Bernegara 41


Puncak dari wujud perjuangan rakyat Indonesia merebut
kemerdekaan adalah Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan Proklamasi tersebut secara
yuridis formal bangsa Indonesia membentuk/mendirikan negara
(negara Proklamasi, Negara Kesatuan Republik Indonesia). Dengan
terbentuknya negara Republik Indonesia bangsa Indonesia
bertekad mengupayakan tercapainya cita-cita dan nasional yang
telah disepakati bersama seperti tercantum dalam pembukaan
UUD 1945.
Dengan terwujudnya identitas bersama sebagai bangsa dan
negara Indonesia dapat mengikat eksistensinya serta memberikan
daya hidup. Sebagai bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat
dalam hubungan internasional akan dihargai dan sejajar dengan
bangsa dan negara lain. Identitas bersama itu juga dapat
menunjukkan jati diri serta kepribadiannya. Rasa solidaritas sosial,
kebersamaan sebagai kelompok dapat mendukung upaya mengisi
kemerdekaan. Dengan identitas bersama itu juga memberikan
motivasi untuk mencapai kejayaan bangsa dan negara di masa
depan.

C. Kerangka Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Sejarah menunjukkan dinamika kehidupan bangsa
Indonesia mengalami pasang surut sesuai dengan tantangan
zaman yang dihadapi. Segala perubahan yang terjadi disadari
sebagai konsekuensi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan
lingkungan masyarakat internasional. Dalam rangka pelaksanaan
kehidupan nasional Indonesia telah memiliki seperangkat sarana
yang dapat digunakan sebagai acuan yaitu Pancasila sebagai
falsafah, ideologi dan dasar negara, UUD 1945 sebagai hukum
dasar, Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional, Ketahanan
Nasional sebagai konsepsi yang merupakan prasyarat untuk
mencapai cita-cita dan tujuan nasional.

42 Proses Berbangsa dan Bernegara


1. Pancasila sebagai Falsafah, Ideologi dan Dasar Negara RI
Bangsa Indonesia dalam hidup bernegara telah memiliki
suatu pandangan hidup bersama yang bersumber pada
akar budaya dan nilai-nilai religiusnya yang terkristalisasi
dalam Pancasila. Oleh karena Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan
hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya. Pancasila
sebagai pandangan hidup bagi bangsa Indonesia merupakan
azas pemersatu masyarakat Indonesia yang bhinneka.
Sebagai intisari dari nilai budaya masyarakat Indonesia,
maka Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa yang
memberikan pedoman dan kekuatan rohani oleh bangsa
untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Pancasila tidak hanya sebagai pandangan hidup bangsa,
tetapi juga sebagai dasar negara RI. Pancasila dalam
kedudukan ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau
Dasar Falsafah Negara (Philosofiche Gronslag). Dalam
pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta
norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan
kata lain Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur
penyelenggaraan negara. Konsekuensinya, seluruh pelak-
sanaan dan penyelenggaraan negara terutama segala
peraturan perundang-undangan dijabarkan dari nilai-nilai
Pancasila. Pancasila juga merupakan sumber dari segala
sumber hukum, yaitu sumber kaidah hukum negara yang
secara konstitusional mengatur negara RI seluruh unsur-
unsurnya yaitu rakyat, wilayah, serta pemerintahan
negara.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan suatu azas
kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita
hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma
dan kaidah moral maupun hukum negara, dan menguasai

Proses Berbangsa dan Bernegara 43


hukum dasar baik yang tertulis (undang-undang dasar)
maupun yang tertulis (konvensi). Dalam kedudukannya
sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan
mengikat secara hukum.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia
secara resmi disahkan oleh PPKI pada sidang tanggal 18
Agustus 1945, tercantun dalam Pembukaan UUD 1945 dan
diundangkan dalam ”Berita Republik Indonesia” tahun II
no. 7 tanggal 15 Februari 1946. Penegasan sebagai dasar
termuat dalam ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998.
Sebagai ideologi bangsa dan negara, Pancasila merupakan
cita-cita yang ingin dicapai dan mencakup nilai-nilai yang
menjadi dasar serta pedoman negara dan kehidupannya.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Pancasila sebagai
ideologi pada hakikatnya memiliki makna dasar filsafat
negara yang sekaligus sebagai asas kerohanian negara.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai
dasar negara dan ideologi nasional secara konsepsional
mengandung nilai-nilai demokrasi HAM, persatuan dan
kesatuan dalam semangat kekeluargaan dan kebersamaan
yang harmonis, serta ingin mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut sesuai dengan
tuntutan zaman pada saat ini dan masa mendatang dalam
membina kehidupan nasional.
Pancasila merupakan sumber motivasi bagi perjuangan
seluruh bangsa Indonesia dalam tekadnya untuk secara
berdaulat dan mandiri menata kehidupan di dalam negara
kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai falsafah,
ideologi bangsa dan dasar negara mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat bagi setiap warga negara Indonesia,
para penyelenggara negara, lembaga kenegaraan dan
lembaga kemasyarakatan.

44 Proses Berbangsa dan Bernegara


2. UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional
Undang-Undang Dasar 1945 adalah hukum dasar yang
tertulis. Sebagai hukum, maka UUD 1945 bersifat mengikat
bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat,
setiap warganegara Indonesia di mana saja dan setiap
penduduk yang ada di wilayah negara Indonesia. Sebagai
hukum, UUD 1945 berisi norma-norma, aturan-auturan atau
ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
Undang-Undang Dasar bukanlah hukum biasa. Sebagai
hukum dasar, undang-undang dasar itu sendiri merupakan
sumber hukum. Setiap produk hukum seperti undang-
undang, peraturan atau keputusan pemerintah, dan juga
setiap tindakan kebijakan pemerintah haruslah berdasarkan
dan bersumberkan pada peraturan yang lebih tinggi yang
pada akhirnya dipertanggungjawabkan pada ketentuan-
ketentuan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran
yang diciptakan dan dijelmakan dalam batang tubuh UUD
yaitu dalam pasal pasalnya. Ada empat pokok pikiran yang
sifat dan maknanya sangat dalam yaitu: (1) Negara Persatuan;
(2) Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat; (3) Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas
kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan; (4) Negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan sebagai
pokok kaidah fundamental negara RI. Dengan demikian
pembukaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
pasal-pasal UUD 1945. Atau dengan kata pembukaan
merupakan tertib hukum tertinggi dan terpisah dari pasal-
pasal UUD 1945. Pembukaan merupakan pokok kaidah
fundamental yang menentukan adanya UUD itu. Terbawa
oleh kedudukannya sebagai pokok kaidah fundamental,

Proses Berbangsa dan Bernegara 45


pembukaan mengandung pokok-pokok pikiran, oleh
sebab itu UUD harus diciptakan/dituangkan dalam pasal-
pasalnya.
Dalam kedudukannya sebagai pokok kaidah fundamental,
maka Pembukaan UUD 1945 bersifat tetap, artinya tidak
dapat diubah, apalagi diganti oleh siapapun termasuk
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam hukum,
Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan kuat, tetap
dan tidak berubah, terlekat pada kelangsungan hidup
negara. Hal ini berarti, jika Pembukaan UUD 1945 diubah,
apalagi diganti berarti membubarkan negara Proklamasi 17
Agustus 1945.
Dalam kaitannya dengan pembukaan UUD 1945 ini,
bagaimana hubungannya dengan Pancasila. Dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menunjukkan
bahwa Pancasila merupakan, dasar negara RI. Hal ini berarti
bahwa negara Indonesia harus didirikan dan dibangun
atas dasar Pancasila. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa Pancasila adalah inti dari Pembukaan UUD 1945.
Oleh karena merupakan pembukaan, maka Pancasila tidak
dapat diubah, apalagi diganti oleh siapapun termasuk MPR,
karena mengubah/menggantinya berarti membubabarkan
negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Jadi jelas sekali bahwa
terdapat hubungan yang erat antara Pancasila dengan
pembukaan dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya.
Oleh karena kedudukan Pembukaan sebagai pokok kaidah
fundamental negara RI, mempunyai kedudukan yang sangat
kuat, tetap dan tidak dapat diubah oleh siapapun, maka
perumusan Pancasila : terkandung di dalam pembukaan
bersifat kuat, tetap dan tidak dapat diubah oleh siapapun.
Dengan kata lain, pemmusan Pancasila yang sah adalah
seperti yang tencantum di dalam Pembukaan UUD 1945.

46 Proses Berbangsa dan Bernegara


Pancasila sebagai substansi esensial Pembukaan UUD 1945
adalah sumber dari segala sumber hukum RI. Oleh karena
itu, yang penting bagi bangsa Indonesia bahwa dalam
mewujudkan cita-cita/tujuan harus sesuai dengan Pancasila,
artinya cara dan hasilnya tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, sedangkan
cita-cita/tujuan bangsa Indonesia tertuang di dalam
Pembukaan UUD 1945. Karena Pancasila dan pembukaan
mempunyai hubungan yang erat, maka harus dilaksanakan
secara selaras, serasi dan seimbang.
Bagian kedua, UUD 1945 terdiri atas 20 bab, 73 pasal, 3
pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan. Pasal-
pasal UUD 1945 mengandung semangat dan merupakan
perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam pembukaan, juga merupakan rangkaian kesatuan
pasal-pasal yang bulat dan terpadu. Pasal-pasal UUD 1945
berisi materi dasar yang terbagi dalam dua bagian, yaitu:
1) Pasal-pasal yang berisi materi pengaturan sistem
pemerintahan negara, didalamnya termasuk pengaturan
tentang kedudukan tugas, wewenang dan saling
hubungan antara kelembagaan negara.
2) Pasal-pasal yang berisi materi hubungan negara dengan
warganegara dan penduduknya, mengatur berbagai
bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya,
hankam dan lain-lain, ke arah mana negara bangsa/
rakyat Indonesia akan bergerak mencapai cita-cita/
tujuan nasionalnya.

Proses Berbangsa dan Bernegara 47


Bab VI

Pengendalian Diri
Dalam Pergaulan

Pada waktu istirahat, Pak Ansori berbincang-bincang dengan


anak-anak di perpustakaan sekolah, Pak Ansori sebelumnya juga
melihat anak-anak yang lain, sebagian ada yang pergi ke kantin,
ada yang bermain sepak bola plastik, ada yang duduk santai
sambil bermain gitar. Dari ruang perpustakaan terdengar anak-
anak yang main sepak bola, ada yang sambil mengeluarkan kata-
kata yang tidak pantas terdengar atau kata-kata yang kotor (saru).
Spontan terjadilah dialog antara anak-anak dengan Pak Ansori.
Siti Khumaidah : Pak An, itu anak-anak yang main sepak bola
kok ada yang berbicara saru, gimana sih bisa
begitu?
Pak Ansori : Itu mungkin kata-kata spontanitas, tidak
didasarkan pikiran yang sehat dan mungkin
tidak dapat mengendalikan diri.
Temon Wijianto : Pak An, sebetulnya pengendalian diri itu apa
maksudnya Pak?
Pak Ansori : Pengendalian diri, dalam bahasa yang mudah
diterima adalah mengatur, menata dan
mengendalikan segala sesuatu tindakan,
kegiatan, perbuatan sesuai dengan aturan-
aturan, norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat, baik masyarakat sekolah maupun
lingkungan masyarakat pada umumnya.

48 Proses Berbangsa dan Bernegara


Pengendalian diri ini terutama dari masing-
masing individu/diri kita masing-masing dan
juga pengendalian diri dalam kelompok.
Temon Wijianto : Oh begitu Pak, terima kasih Pak, maaf ini
sudah bel masuk berbunyi, mau masuk kelas.
Pak Ansori : Yah, sebelum masuk bila anak-anak ingin
mengerti contoh pengendalian diri, baca buku
cerita ini.
Poltak dan beberapa orang teman sekelasnya merencanakan
pergi ke kebun binatang. Selain piknik, mereka juga akan mencatat
nama binatang yang dilihatnya untuk menyelesaikan tugas
pelajaran IPA. Mereka akan pergi ke kebun binatang pada hari
Minggu. Karena jaraknya tidak jauh, mereka akan pergi berjalan
kaki.
Sehari sebelumnya, mereka telah membicarakan rencana itu
dalam pertemuan. Mereka telah menyetujui rencana kunjungan
dan akan berangkat bersama dari sekolah pukul delapan.
Pada hari Minggu pagi, sebelum pukul delapan, mereka
telah tiba di sekolah. Di antara mereka hanya Gito yang belum
datang. Setelah mereka menunggu beberapa saat, Sandi berkata
kepada teman-temannya.
“Teman-teman, apabila lima menit lagi Gito belum datang,
kita tinggalkan saja,” kata Sandi kepada teman-temannya. Sandi
datang paling awal, sekitar pukul tujuh.
Yanto menanggapinya. “Saya setuju karena saya datang
setelah Sandi, lama sekali rasanya menunggu Gito. Lebih baik kita
tinggalkan saja.”
Di antara mereka ada yang setuju, ada pula yang tidak
setuju. Poltak termasuk yang tidak setuju terhadap ajakan Sandi
dan Yanto.
Poltak berkata “Teman-teman. saya bukannya tidak
menghargai ajakan Sandi dan Yanto. Kita harus memegang

Proses Berbangsa dan Bernegara 49


janji yang telah kita sepakati bersama. Kita bersepakat untuk
berangkat pukul delapan pagi. Kita harus sabar menunggu Gito
sampai pukul delapan. Siapa tahu sebentar lagi dia datang. Mari
kita tunggu lima belas menit lagi. Sambil menunggu Gito, kita
sebaiknya memeriksa perlengkapan yang kita bawa. Apakah
semua perbekalan telah kita siapkan.”
Pada saat mereka memeriksa perlengkapan, Gito datang.
Ia membawa makanan yang cukup banyak. ”Teman-teman, maaf
saya datang agak terlambat. Saya mampir ke rumah Paman dulu
untuk mengambil makanan kecil. Mudah-mudahan makanan ini
cukup untuk kita semua,” kata Gito kepada teman-temannya.
”Wah, kebetulan!” seru teman-temannya sambil bersorak
gembira.
Mereka berangkat ke kebun binatang tepat pada pukul 08.00.
Tidak searangpun yang tertinggal. Semua berangkat bersama-
sama. Sandi dan Yanto akhirnya menyadari kesalahannya. Mereka
merasa terlalu memikirkan diri sendiri. Ia segera meminta maaf
kepada Gito. Gito memaafkannya.
Itulah wujud pergaulan yang baik. Saling memaafkan jika
terjadi kesalahan. Mereka ingat akan nasihat Pak Guru. Pak Guru
pernah mengatakan bahwa kita bersama-sama dengan keluarga
dan orang lain hidup dalam masyarakat. Kita harus dapat
mengendalikan diri dalam pergaulan dengan orang lain. Jangan
cepat marah atau tersinggung. Berani mengakui kesalahan dan
mau memaafkan orang lain.
Setelah berkeliling di kebun binatang, mereka merasa lelah
dan lapar. Mereka sepakat untuk beristirahat sambil minum
dan makan makanan kecil yang mereka bawa. Mereka makan
bersama.
Rupanya Sandi merasa sangat lapar sehingga begitu cepat ia
makan. Dalam waktu singkat ia telah menghabiskan empat potong
kue, padahal teman-temannya yang lain baru menghabiskan dua
potong. Ketika melihat sikap Sandi, Poltak mengingatkan.

50 Proses Berbangsa dan Bernegara


”Kalau makan jangan terburu-buru, Sandi!”
Sandi tidak menghiraukan kata-kata Poltak. Bahkan, ketika
kue tinggal beberapa potong, ia mempercepat makannya dan
menyambar satu potong kue lagi tanpa memperhatikan teman
yang lain.

A. Kebiasaan Menolong Orang Lain


Suatu sore Pak Badrun duduk bersama dua anaknya, Budi
dan Ria. Pak Badrun memberi nasihat kepada kedua anaknya.
“Kamu harus menjadi anak yang baik, taat kepada orang tua,
dan suka membantu orang tua. Jangan bertengkar. Kamu harus
saling membantu, tidak hanya membantu keluarga, tetapi
juga membantu orang lain, apalagi kalau orang lain itu sedang
tertimpa bencana. Membantu orang lain adalah perbuatan mulia.
Yang perlu kamu camkan ialah setiap membantu orang lain harus
dilakukan dengan ikhlas. Artinya adalah bahwa perbuatan itu
dilakukan tanpa pamrih atau tanpa mengharap imbalan.”
Budi berkata, “Kata Pak Guru, kami harus menolong orang
yang terkena musibah. Kami disuruh mengumpulkan pakaian,
bahan makanan, atau uang.”
“Betul,” jawab Pak Badrun. “Kita yang sehat dan dalam
keadaan aman harus mau membantu orang yang terkena musibah
atau sakit. Banyak yang bisa kita lakukan, antara lain memberikan
pakaian, bahan makanan, obat-obatan, dan uang.”
”Coba kita bayangkan jika kita terkena musibah banjir. Rumah
kita tergenang air dan barang-barang kita rusak. Ternak banyak
yang mati, tanaman di sawah juga rusak sehingga tidak dapat
dipanen. Sebagai akibatnya, kita tidak punya bahan makanan dan
pakaian, bahkan anggota keluarga jatuh sakit. Untuk mengatasi
hal itu diperlukan uang. Orang yang terkena musibah tidak bisa
bekerja. Alangkah sedihnya orang yang terkena musibah. Dalam
keadaan sedih seperti itu, ada orang yang datang memberi
pertolongan. Pertolongan itu sangat besar nilainya bagi mereka.

Proses Berbangsa dan Bernegara 51


Dalam UUD 1945 Pasal 34 disebutkan bahwa fakir
miskin serta anak yatim yang terlantar harus dipelihara oleh
negara. Pemerintah kita mempunyai Departemen Sosial. Tugas
Departemen Sosial adalah menangani masalah-masalah sosial.
Misalnya: mengurus anak terlantar, gelandangan, orang miskin,
dan orang yang terkena musibah. Meskipun demikian, kalau
semua masalah sosial itu hanya ditangani oleh Pemerintah,
hasilnya tidak akan memuaskan. Orang yang mampu perlu
membantu orang yang terkena musibah.”
Ria menyela pembicaraan Budi, ”Kalau tidak ada bencana
alam seperti musibah banjir atau gempa bumi, bisakah kita
menolong orang lain?”
Dengan cepat Budi menjawab, ”Untuk menolong orang lain,
kita tidak harus menunggu bencana alam, tetapi kapan saja dapat
kita lakukan. Misalnya membantu fakir miskin atau menyantuni
anak yatim atau orang jompo.”
”Betul,” jawab Pak Badrun. ”Bahkan, di sekolah pun kamu
bisa membantu temanmu. Misalnya, suatu hari ada pelajaran
seni lukis. Temanmu lupa membawa pensil. Kamu bisa menolong
temanmu dengan meminjamkan pensilmu.”
Ria bertanya lagi, ”Kalau kita tidak punya uang atau alat-alat
lainnya, bisakah kita menolong orang lain?
Pak Badrun menjawab, ”Menolong orang lain tidak harus
dengan uang atau benda, tetapi bisa juga dengan perbuatan.
Misalnya kamu pulang sekolah. Di pinggir jalan ada seorang nenek
yang akan menyeberang jalan. Kendaraan cukup padat sehingga
nenek tersebut takut menyeberang. Bisakah kamu menolong
nenek itu?
Budi langsung menjawab, ”Kita bisa menolong nenek-
nenek itu, kita tuntun nenek tersebut untuk menyeberang jalan.”
”Betul! Perbuatan seperti itu sudah termasuk menolong orang
lain. Ketika kamu pulang sekolah, ada ibu-ibu pulang dari pasar.
Ia membawa belanjaan yang sangat banyak.

52 Proses Berbangsa dan Bernegara


Kamu membantu membawa sebagian bawaannya. Itu juga
termasuk perbuatan menolong orang lain. Kalau di jalan ada duri,
duri itu akan terinjak orang yang lewat dan menusuk kakinya.
Kalau kamu pindahkan duri itu ke tempat yang tidak diinjak
orang, itu juga termasuk perbuatan menolong orang lain,” urai
Pak Badrun. ”Oleh sebab itu, kamu harus suka menolong, orang
lain, baik berupa uang, bahan makanan, maupun benda-benda
lain. Bahkan, bisa juga dengan tenaga dan pikiran sekalipun.
Tuhan akan menolong orang yang suka meringankan kesulitan
orang lain,” lanjut Pak Badrun mengakhiri nasihatnya.

B. Tenggang Rasa Antar Umat Beragama


Sore hari itu seorang anak sedang duduk di teras rumah
sambil mendengarkan lagu-lagu dari radio. Ia membunyikan
radio keras-keras. Ia tidak mendengar ketika ibunya memanggil-
manggil namanya.
“Anwar, kecilkan suara radio itu!” perintah ibunya sambil
berdiri di dekat pintu.
“Ada apa, Bu?” tanya Anwar.
“Kecilkan suara radio itu, Nak!” kata ibunya lagi. Anwar
segera mengecilkan suara radionya.
“Nak, lihatlah! Tetangga kita sedang melaksanakan ibadah.
Suara radio itu sangat keras. Tentu hal itu sangat mengganggu
mereka,” kata ibunya. Anak itu diam mendengarkan nasihat
ibunya. Ia berusaha memahami penjelasan ibunya.
”Kalau kamu sedang beribadah, lalu ada orang yang
mengganggumu, bagaimana perasaanmu?” tanya ibunya.
”Ya, tentu saja tidak senang, Bu. Agar dapat melaksanakan
ibadah dengan baik, saya memerlukan suasana tenang. Kalau ada
yang mengganggu, bagaimana saya bisa beribadah dengan baik?”
jawab anak itu.

Proses Berbangsa dan Bernegara 53


“Nah, begitu juga orang lain. Mereka tentu merasa tidak
senang jika ibadahnya terganggu. Mereka tidak dapat beribadah
dengan baik. Jika kita tidak senang diganggu waktu menjalankan
ibadah, kita pun jangan mengganggu orang lain yang sedang
melaksanakan ibadah. Kita harus menghormatinya,” kata ibunya
menasihati.
“Baik, Bu. Saya mengerti,” jawab anak itu.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita hidup bersama orang
lain. Di Sekolah kita bergaul dengan teman-teman. Di kampung
kita hidup bersama tetangga, kawan, dan sanak-saudara. Di
antara mereka mungkin ada yang seagama dengan kita, tetapi
ada pula yang berbeda agama. Di antara mereka mungkin ada
yang beragama Islam, (Kristen) Protestan, Katolik, Hindu, atau
Budha. Memeluk salah satu agama yang diyakini merupakan hak
setiap warga negara. Pemerintah, melindungi kebebasan setiap
warga negara untuk memeluk agama yang diyakininya. Dalam
UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2 dinyatakan bahwa ”Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-
masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga dan mengendalikan
diri agar jangan sampai kita mengganggu kemerdekaan orang
lain dalam melaksanakan ibadah. Kita tidak boleh menghina atau
merendahkan agama orang lain. Di antara kita harus ada tenggang
rasa antarumat beragama agar tercipta kerukunan.
Pemerintah melindungi dan mengatur kehidupan beragama.
Dalam mengatur kehidupan beragama itu, pemerintah mengambil
langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menjamin kebebasan setiap penduduk dalam memeluk
agamanya masing-masing dan melakukan ibadah menurut
agama dan kepercayaannya itu.
b. Melindungi penduduk yang beragama.
c. Melayani kebutuhan masyarakat dalam kehidupan
beragama, antara lain diajarkannya pendidikan agama

54 Proses Berbangsa dan Bernegara


di sekolah-sekolah, dan didirikannya sekolah-sekolah
keagamaan dan tempat-tempat beribadah.

C. Rasa Percaya Diri


Karim anak seorang petani. Pada mulanya Karim termasuk
anak yang rendah diri di sekolahnya. Ia lebih sering duduk
menyendiri daripada bermainn dengan temannya. Ia sering
menolak jika diajak bermain. Kalaupun bermain dengan
temannya, ia lebih banyak diam. Kadang-kadang ia baru berbicara
setelah ditanya temannya. Karena sikapnya itu, Karim tidak
mempunyai banyak teman. Selain pemalu, Karim juga pendiam.
Ia sering menjumpai kesulitan dalam memahami pelajaran,
tetapi ia tidak mau bertanya kepada teman atau kepada guru. Ia
takut kalau pertanyaannya akan ditertawakan temannya. Karena
malu bertanya, akhirnya ia tidak dapat memahami pelajaran.
Pengetahuan yang diperolehnya pun sangat sedikit.
Pada saat ulangan Karim tidak dapat mengerjakan soal yang
diujikan. Bagi teman-temannya soal itu tidak terlalu sulit, tetapi
bagi Karim terasa sangat sulit. Sebagai akibatnya, nilai ulangan
yang diperolehnya kurang baik. Karim bertambah malu terhadap
teman-temannya.
Ibu Guru menasihati Karim agar tidak putus asa dan
menyarankan agar Karim memperbaiki kelemahan yang ada pads
dirinya. Ibu Guru menunjukkan kelemahan Karim, seperti cara
belajar yang kurang baik, pemalu, penakut, pendiam, dan rendah
diri. Karim menyadari kelemahannya. Ia mulai meningka.tkan
keberanian, tidak malu bertanya, dan tidak rendah diri dalam
pergaulan di sekolah.
Sedikit demi sedikit usahanya mulai menampakkan hasil.
Kegiatan belajar di sekolah selalu diikutinya dengan penuh
perhatian. Apabila tidak memahami materi pelajaran, Karim
langsung bertanya kepada guru. Ia juga tidak segan-segan
bertanya kepada temannya.

Proses Berbangsa dan Bernegara 55


Gambar Karim duduk menyendiri.

Dengan sedikit kemajuan yang dicapainya, Karim merasa


senang. Ia menyadari bahwa keberhasilan sangat ditentukan
oleh kemauan. Ia bertambah rajin belajar dan terus berusaha
memperbaiki kelemahan-kelemahannya. Selanjutnya, sekarang
Karim selalu belajar dengan tekun. Ia juga selalu mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan ibu guru. Nilai-nilai ulangannya
bertambah baik. Tidak jarang nilai ulangannya lebih bagus
daripada temannya.
Karim dapat meningkatkan prestasi belajar karena yakin
kepada kemampuan dirinya. Ia yakin bahwa setiap orang telah
dianugerahi kemampuan oleh Tuhan Yang Maha Esa. la yakin
bahwa tugas dapat diselesaikan jika ada kepercayaan kepada diri
sendiri.
Kita perlu melakukan kegiatan dengan percaya diri. Di rumah
kita mampunyai kegiatan membersihkan rumah, membersihkan
halaman, merawat taman, menjaga rumah, dan sebagainya.
Di sekolah kita melakukan kegiatan belajar, mengerjakan
ulangan, menerima pelajaran, membaca buku perpustakaan,

56 Proses Berbangsa dan Bernegara


melaksanakan upacara, dan sebagainya. Di lingkungan masyarakat
kita melakukan kegiatan kemasyarakatan, seperti ikut menjaga
keamanan kampung dan menjaga kebersihan kampung. Semua
kegiatan itu dapat kita laksanakan dengan sebaik-baiknya apabila
kita mempunyai keyakinan terhadap dira sendiri. Kegiatan-
kegiatan itu tidak akan memberikan hasil yang memuaskan kalau
kita selalu ragu-ragu dalam melakukannya. Rasa percaya diri perlu
dimiliki oleh setiap siswa.

Gambar Karim sudah berani bertanya


kepada Guru saat pelajaran di dalam kelas.

Proses Berbangsa dan Bernegara 57


Daftar Pustaka

BSNP 2006, Peraturan Mendiknas Republik Indonesia


Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999, Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Untuk Sekolah
Dasar, Jakarta, Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta, Balai
Pustaka.
Mastur. dkk, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
SD/MI, Semarang, Aneka Ilmu
Subagyo, Drs, M.Pd, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan,
Semarang, UPT MKU UNNES.
Sunardi, HS, dkk, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
untuk Kelas 3 SLTP, Solo, PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri.
TIM Redaksi, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta,
Balai Pustaka.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistim Pendidikan Nasional, Jakarta, Balai
Pustaka.
Undang-Undang Dasar, 1945, Hasil Amandemen Keempat,
Surakarta, Pustaka Mandiri.

58 Proses Berbangsa dan Bernegara

You might also like