You are on page 1of 187
PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Diknas No. 38/Dikti/Kep/2002 Edisi Revisi Drs. Syahrial Syarbaini, M.A. 1 GHALIA INDONESIA Anggota IKAPI PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI Oleh : Drs. Syahrial Syarbaini, M.A. Cetakan Pertama : Juni 2003 Editor : M.Sofyan Khadafi, S.Pd. Tata Letak + Ghalia Indonesia Tata Muka : Ghalia Indonesia Diterbitkan oleh‘; Penerbit Ghalia Indonesia Jl. Mesjid Al-Hidayah No. 5, Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp. (021) 7984325 - 8581814 Fax. (021) 7984325 ISBN: 979-450-379-7 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ©Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997. Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Penerbit Ghalia Indonesia. Kata Pengantar 5 KATA PENGANTAR Gerakan reformasi telah mengembalikan Pancasila sebagai dasar negara dengan mengharuskan kajian Pancasila bagi mahasiswa di perguruan tinggi dilakukan secara ilmiah, Oleh sebab itu, Dirjen Pendidikan Tinggi beberapa kali melakukan penyempurnaan silabus dan GBPP Pendidikan Pancasila agar dapat mengantisipasi tuntutan perkembangan ilmu pengetahun dan pola hidup yang global. Buku ini disusun berdasarkan SK. Dirjen Dikti, No. 265/Dikti/ Kep./2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Pancasila pada Perguruan Tinggi di Indonesia. Kemudian telah direvisi berdasarkan SK. Dirjen Dikti No. 38/Dikti/Kep./2002. Berangkat dari kesulitan mahasiswa yang dibimbing dalam memperoleh bahan-bahan perkuliahan secara satu kesatuan dan terpadu berdasarkan GBPP yang baru sebagaimana tersebut di atas, maka penulis terpanggil untuk membuat buku teks bagi mahasiswa. Buku ini ditulis dalam 7 bab sesuai dengan banyaknya permasalahan yang akan dibahas. Isu-isu yang dibahas dalam buku inimeliputi landasan dan tujuan pendidikan Pancasila, Pancasila sebagai filsafat, Pancasila sebagai etika politik, Pancasila sebagai ideologi nasional, Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa Indonesia, Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia, dan Pancasila sebagai paradigma kehidupan dalam masyarakat berbangsa dan bemegara. Akhir kata, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam merevisi buku Pendidikan Pancasila ini. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan buku ini di edisi berikutnya. Jakarta, Mei 2002 Wassalam Penulis KATA PENGANTAR... BAB1 LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA BAB2 PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT A. BAB3 PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK... DAFTAR ISI A. Landasan Pendidikan Pancasila . 1. Landasan Historis .. 2. Landasan Kultural B, Tujuan Pendidikan Pancasila 1. Tujuan Nasional.. 2. Tujuan Pendidikan Nasional ; 3. Misi dan Visi Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. 4, Kompetensi Pendidikan Pancasila ... 5: 5 6. Dasar Substansi Kajian Pendidikan Pancasil Metodologi Pembelajaran Pendidikan Pancasila . Cara Berpikir Filsafati... 1. Pengertian Filsafat . 2. Sistem Filsafat 3. Aliran-aliran Filsafal 4, Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filsafat B. Pengertian Pancasila Secara Filsafat. 1. Aspek Ontologi ... 2. Aspek Epistemologi 3. Aspek Aksiologi .. C. Nilai-Nilai Pancasila Menjadi Dasar dan ArahKeseimbangan antara Hak dan Kewajiban Asasi Manusia D. Pendalaman Materi.... A. Bidang Etika Politik ... 1. Pengertian Etika Polit 2. Legitimasi Kekuasaan 3. Legitimasi Moral dalam Kekuasaan.. B. Pengertian Nilai, Moral, dan Norma 1. Nila... A BAB 4 PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL. 2. Moral.. 3. Norma C. Nilai Dasar, Nilai Instrumental, dan Nilai Praksis 1. Nilai Dasar 2. Nilai Instrumental 3. Nilai Praksi: D. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Bangsa dan Negara RI... E. Makna Nilai-nilai Setiap Sila Pancasila 1. Ketuhanan Yang Maha Esa..... 2, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab . 3. Persatuan Indonesia J 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan.. 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesi: FE. Etika Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegar: G. Pendalaman Materi.. A. Pengertian Ideologi. 1. Arti Ideologi 2. Pancasila sebagai Ideologi Nasional B. Makna Ideologi Bagi Negara 1. Teori Perseorangan (Individualistik). 2. Teori Golongan (Class Theory) .... 3. Teori Kebersamaan (Integralistik) C. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Lain 1, Ideologi Liberalimi 2. Ideologi Sosialism D. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka 1. Arti Ideologi Terbuka ... 2. Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila 3. Sifat Ideologi . 4. Batas-batas Keterbukaan Ideologi Pancasila. E. Pendalaman Materi. BAB 5 PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA .... A. Nilai-nilai Pancasila pada Masa Kejayaan Nasional. 1. Masa Kerajaan Sriwijaya .. 2. Masa Kerajaan Majapahit B. Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Sistem Penjajahan 1. Perjuangan Sebelum Abad ke-XX... C, Proklamasi ‘Kemerdekaan 17 Agustus 194 1 2 3, PENDIDIKAN PANCASILA di Perguru Kebangkitan Nasional 190! Sumpah Pemuda 1928... Perjuangan Bangsa Indonesia pada Masa Penjajahan Jepang Proses Perumusan Pancasila dan UUD 1945 . Proklamasi Kemerdekaan dan Maknanya .. Proses Pengesahan Pancasila Dasar Negara dan UUD 1945, D. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Indonesis 1. 2. 3. 4. 5. E. Pendalaman Mate: Masa Revolusi Masa Demokrasi Liberal Masa Orde Lama Masa Orde Baru Masa Era Global BAB6 PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN RI... A. Sistem ketatanegaraan RI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 1. 2. 3. B. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945... ¥G 2 3. 4 C. Pendalaman Materi. Pengertian, Kedudukan, Sifat, dan Fungsi UD 1945 . Pembukaan UUD 1945 Pasal-pasal UUD 1945 . Masa Awal Kemerdekaan. Masa Orde Lami Masa Orde Baru Masa Globalisasi BAB 7 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA A. Pancasila Paradigma Pembangunan .. i: 2 3. B. Aktualisasi Pancasila dalam Kehidupan.... pe 5. DAFTAR PUSTAKA... Pengertian Paradigma .. Paneasila sebagai Paradigma Pembangunan Iptel Pancasila sebagai Pengembangan Ipleksusbudhankam Pemahaman Aktualisasi.. Tridarma Perguruan Tinggi Budaya Akademik.... Kampus sebagai Moral Force Pengembangan Hukum dan HAM .. Pendalaman Materi ian Ti 2 Tingg 163 168 17 171 172 174 Bab 1 Landasan dan Tujvan Pendidikan Pancasila 9 LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA Pert, adalah dasar falsafah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, setiap warga negara Indonesia harus mempelajari, mendalami, menghayati, dan mengamalkannya dalam segala bidang kehidupan. Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas landasan pendidikan Pancasila dan kompetensi pendidikan Pancasila di perguruan tinggi. A. LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Pempulaan UUD 1945 dalam perjalanan sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia) telah mengalami persepsi dan interpretasi sesuai dengan kepentingan rezim yang berkuasa. Pancasila telah digunakan sebagai alat untuk memaksa rakyat setia kepada pemerintah yang berkuasa dengan menempatkan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masyarakat tidak dibolehkan menggunakan asas lain sekalipun tidak bertentangan dengan Pancasila. Nampak pemerintahan orde baru berupaya menyeragamkan paham dan ideologi bermasyarakat dan bernegara dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang bersifat pluralistik. Oleh sebab itu, MPR melalui Sidang Istimewa tahun 1998 dengan Tap. No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamlan Pancasila (P4) dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. - = ie PENDIDIKAN PANCASILA d Perguruan Tinggi 1, Landasan Historis Suatu bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidupnya sendiri yang diambil dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam bangsa itu sendiri. Pancasila digali dari bangsa Indonesia sendiri yang telah tumbuh dan berkembang semenjak lahimya bangsa Indonesia. Yang dapat dipersamakan dengan lahimnya bangsa Indonesia yang memiliki wilayah seperti Indonesia merdeka saat ini adalah masa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa itu, nilai-nilai ketuhanan, seperti kepercayaan kepada Tuhan telah berkembang dan sikap toleransi juga telah lahir, begitu pula nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila-sila yang lainnya. Setelah melalui proses sejarah yang cukup panjang, nilai-nilai Pancasila itu telah melalui pematangan sehingga tokoh-tokoh bangsa Indonesia saat akan mendirikan negara Republik Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia telah terjadi perubahan dan pergantian undang-undang dasar, seperti UUD 1945 digantikan kedudukannya oleh Konstitusi RIS, kemudian berubah menjadi UUD Sementara dan kembali lagi menjadi UUD 1945. Dalam pembukaan undang-undang dasar itu tetap tercantum nilai-nilai Pancasila. Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila telah disepakati sebagai nilai yang dianggap paling tinggi kebenarannya. Oleh sebab itu, secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan. nilai-nilai Pancasila. Keyakinan bangsa Indonesia telah begitu tinggi terhadap kebenaran nilai- nilai Pancasila dalam sejarah kenegaraan negara Indonesia. Pancasila mendapat tempat yang berbeda-beda dalam pandangan rezim pemerintahan yang berkuasa. Penafsiran Pancasila didominasi oleh pemikiran-pemikiran dari rezim untuk melanggengkan kekuasaannya. Pada masa orde lama, Pancasila ditafsirkan dengan nasionalis, agama, dan komunis (Nasakom) yang disebut dengan Tri Sila, kemudian diperas lagi menjadi Eka Sila (gotong royong). Pada masa orde baru, Pancasila harus dihayati dan diamalkan dengan berpedoman kepada butir-butir yang telah ditetapkan oleh MPR melalui Tap. MPR No. I/ MPR/1978 tentang P-4. Namun, penafsiran rezim itumembuat kenyataan dalam masyarakat dan bangsa berbeda dengan nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, timbullah tuntutan reformasi dalam segala bidang. Dalam kenyataan ini, MPR melalui Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, yang mengandung makna ideologi nasional sebagai cita-cita dan tujuan negara. 2. Landasan Kultural Pandangan hidup bagi suatu bangsa adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan bangsa itu sendiri. Bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup adalah bangsa yang tidak memiliki kepribadian dan jati diri Bab 1 Landasan dan Tyjuan Pendidkkan Pancasiia, 11 sehingga bangsa itu mudah terombang-ambing dari pengaruh yang berkembang dari luar negerinya. Kepribadian yang lahir dari dalam dirinya sendiri akan lebih mudah menyaring masuknya nilai-nilai yang datang dari luar sehingga dapat memperkukuh nilai-nilai yang sudah tertanam dalam diri bangsa itu sendiri. Sebaliknya, apabila bangsa itu menerima kepribadian dari bangsa luar, tentu akan mudah terpengaruh dari nilai-nilai yang belum teruji kebenarannya sehingga dapat menghilangkan jati diri dari bangsa itu sendiri. Pancasila sebagai kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia merupakan pencerminan nilai-nilai yang telah lama tumbuh dalam kehidupan bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang dirumuskan dalam Pancasila bukanlah pemikiran satu orang, seperti hainya ideologi komunis yang merupakan pemikiran dari Karl Marx, melainkan pemikiran konseptual dari tokoh-tokoh bangsa Indonesia, seperti Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Prof. Mr. Dr. Supomo, dan tokoh-tokoh lain-lain. Sebagai hasil pemikiran dari tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang digali dari budaya bangsa sendiri, Pancasila tidak mengandung nilai-nilai yang kaku dan tertutup. Pancasila mengandung nilai-nilai yang terbuka masuknya nilai-nilai baru yang positif, baik yang datang dari dalam negeri sendiri maupun yang datang dari luar negeri. Dengan demikian, generasi penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai Pancasila sesuai dengan perkembangan zaman. 3. Landasaan Yuridis Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi, Pasal 39 ayat (2) -. menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat: (a) Pendidikan Pancasila, (b) Pendidikaan Agama, dan (c) Pendidikan Kewarganegaraan. Di dalam operasionalnya, ketiga mata kuliah wajib dari kurikulum tersebut dijadikan bagian dari kurikulum yang berlaku secara nasional. Sebelum dikeluarkan PP No. 60 Tahun 1999, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 Tahun 1990 menetapkan status Pendidikan Pancasila dalam kurikulum pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat nasional. Silabus Pendidikan Pancasila semenjak tahun 1983 sampai tahun 1999 telah banyak mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang berlaku dalam masyarakat, bangsa, dan negara yang berlangsung cepat serta kebutuhan untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat disertai dengan pola kehidupan mengglobal. Perubahan dari silabus Pendidikan Pancasila adalah dengan keluarnya Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nomor: 265/Dikti/Kep/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Pancasila pada Perguruan —— de PENDIDIKAN PANCASILA di Pergurvan Ting! Tinggi di Indonesia. Dalam keputusan ini dinyatakan bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila yang mencakup unsut filsafat Pancasila merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MKPK) dalam susunan kurikulum inti perguruan tinggi di Indonesia, Mata kuliah Pendidikan Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa pada perguruan tinggi untuk Program Diploma/Politeknik dan Program Sarjana. Pendidikan Pancasila dirancang dengan maksud untuk memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang Pancasila sebagai filsafat tata nilai bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional dengan segala implikasinya. Selanjutnya, berdasarkan keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan penilaian hasil belajar mahasiswa telah ditetapkan bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi/kelompok program studi. Oleh sebab itu, untuk melaksanakan ketentuan di atas, maka Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas mengeluarkan Surat keputusan No. 38/Dikti/Kep./2002 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan kelompok Matakuliah Pengembangan kepribadian di Perguruan Tinggi. 4, Landasaan Filosofis Secara filosofis dan obyektif, nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara Republik Indonesia. Sebelum berdirinya negara Indonesia, bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan, bangsa yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, dan bangsa yang selalu berusaha mempertahankan persatuan bagi seluruh rakyat untuk mewujudkan keadilan. Oleh karena itu, sudah merupakan kewajiban moral untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai dasar filsafat negara harus menjadi sumber bagi segala tindakan para penyelenggara negara, menjadi jiwa dari perundang-undangan yang berlaku dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan kehidupan bangsa memasuki globalisasi, bangsa Indonesia harus tetap memiliki nilai-nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan yang menjiwai pembangunan nasional dalam bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan. B. TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA. Rakyat Indonesia melalui majelis perwakilannya, menyatakan bahwa pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan Bab 1 Landasan dan Tujyan Pendidikan Pancasila 13 berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri, sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan. Dengan demikian, perbedaan pemikiran, pendapat, atau kepentingan diatasi melalui keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ' 1, Tujuan Nasional Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, menyatakan: ’... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, ... memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ...”. Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan itu diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan. demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa oleh penyelenggara negara, yaitu lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara bersama-sama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tantangan perkembangan global: Dalam pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai-nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya. Pemikiran di atas dinyatakan dalam Tap. MPR No. IV /MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999 - 2004. Dengan demikian, peranan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa Indonesia sangat penting sekali dalam menentukan tercapainya tujuan nasional. aa PENDIDIKAN PANGASILA di Perguruan Ting: 2. Tujuan Pendidikan Nasional Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional, Berdasarkan UUNo. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menurut Pasal 4 dinyatakan tentang tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memilikj pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Hal ini sesuai dengan Pasal 31 ayat3 UUD 1945 yang menyatakan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang- undang”. Berdasarkan pasal ini, maka Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi sangatlah penting keberadaannya. * Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila di bidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan pertama, pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri, kedua, pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh yang mengandung makna terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham, dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. 3. Misi dan Visi Pendidikan Pengembangan Kepribadian Pendidikan Pancasila sebagai salah satu dari mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) memiliki misi dan visi yang sama dengan mata kuliah MPK lainnya, yaitu sebagai berikut. 1. Misi Pendidikan Pancasila Misi pendidikan Pancasila di perguruan tinggi menjadi sumber nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan kepribadiaanya 2. Visi Pendidikan Pancasila Bertujuan membantu mahasiswa agar mampu mewujudkan nilai dasar agama dan-kebudayaan serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang dikuasainya dengan rasa tanggung jawab kemanusiaan. Bab 1 Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila 15 4, Kompetensi Pendidikan Pancasila Pendidikan Pancasila yang mencakup unsur filsafat Pancasila di perguruan tinggi dengan kompetensinya bertujuan menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Kompetensi yang diharapkan adalah sebagai berikut. 1. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya. 2. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan, serta cara-cara pemecahannya. 3. Mengantarkan mahasiswa mampu mengenali perubahan-perubahan dan _perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 4, Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia. Pendidikan Pancasila yang berhasil akan membuahkan sikap mental bersifat cerdas, penuh tanggung jawab dari peserta didik dengan perilaku yang: 1. beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2. berperikemanusiaan yang adil dan beradab, 3. mendukung persatuan bangsa, 4, mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perorangan, dan 5, mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial. Melalui pendidikan Pancasila, warga negara republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasionai, seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945, Pada saatnya dapat menghayati filsafat dan ideologi Pancasila, sehingga menjiwai tingkah lakunya selaku warga negara Republik Indonesia dalam melaksanakan profesinya. Diharapkan melalui pendidikan Pancasila mahasiswa akan menjadi manusia Indonesia terlebih dahulu, sebelum menguasai dan memiliki iptek dan seni yang dipelajarinya. Didambakan bahwa warga negara Indonesia unggul dalam penguasaan iptek dan seni, namun tidak kehilangan jati dirinya, apalagi tercabut dari akar budaya bangsa dan keimanannya. 5. Dasar Substansi Kajian Pendidikan Pancasila Sesuai dengan SK Dirjen Dikti, Depdiknas No.38/Dikti/2002 menyatakan bahwa dasar substansi kajian pendidikan Pancasila meliputi pokok-pokok 16 PENDIDIKAN PANCASILA di Perguruan Tinggi bahasan sebagai berikut. Landasan dan tujuan pendidikan Pancasila. Pancasila sebagai filsafat Pancasila sebagai etika politik. Pancasila sebagai ideologi nasional. Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Pancasila sebagai paradigma kehidupan dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara. wameaoge 6. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Pancasila Agar pendidikan Pancasila lebih memberikan kesan dan mencapai sasaran sesuai dengan misi dan visi pendidikan pancasila di perguruan tinggi, maka proses pembelajarannya hasus sesuai dengan konteks kemahasiswaan yang bercirikan kritis, analistis, dan dinamis, maka metodologi pembelajaran harus meliputi sebagai berikut. 1) Pendekatan: menempatkan mahasiswa sebagai subjek pendidikan, mitra dalam proses pembelajaran dan sebagai umat, anggota keluarga, masyarakat, dan warga negara. 2) Metode proses pembelajaran: pembahasan secara kritis analitis, induktif, deduktif, dan reflektif melalui dialog kreatif yang bersifat partisipatoris untuk meyakini kebenaran substansi dasar kajian. 3) Bentuk aktivitas proses pembelajaran: Kuliah tatap muka, ceramah, dialog (diskusi) interaktif, studi kasus, penugasan mandiri, seminar kecil, dan evaluasi belajar. 4) Motivasi: menumbuhkan kesadaran bahwa proses belajar mengembangkan kepribadian merupakan kebutuhan hidup. Bab 2 Pancasila sebagai Filsalat 17 PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT LE vsrcas dalam bab ini bertujuan untuk memahami Pancasila sebagai sistem filsafat, meliputi sebagai berikut. a. Cara berpikir filsafati. b. Pengertian Pancasila secara filsafat (aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi). c. Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar dan arah keseimbangan antara hak dan kewajiban ~. asasi manusia. D alam kehidupan bangsa Indonesia diakui bahwa nilai-nilai Pancasila adalah falsafah hidup atau pandangan hidup yang berkembang dalam sosial-budaya Indonesia. Nilai Pancasila dianggap nilai dasar dan puncak atau sari budaya bangsa. Oleh sebab itu, nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Dengan mendasarnya nilai ini dalam menjiwai dan memberikan watak (kepribadian dan identitas) sehingga pengakuan atas kedudukan Pancasila sebagai falsafah adalah wajar. Sebagai ajaran falsafah, Pancasila mencerminkan nilai-nilai dan pandangan mendasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Pencipta. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai asas fundamental dalam kesemestaan, dijadikan pula asas fundamental kenegaraan. Asas fundamental itu mencerminkan identitas atau kepribadian bangsa Indonesia yang religius. 1B PENDIDIKAN PANCASILA di Perguruan Ting9i Sejak kelahirannya, Pancasila sebagaifalsafah nasional modern (1 Juni 1945), Pancasila telah dinyatakan menjadi milik nasional, artinya milik seluruh bangsa Indonesia. Sekalipun telah merasa memiliki Pancasila, tetapi belum tentu secara otomatis sudah mengamalkan Pancasila tersebut. Untuk dapat mengamalkan Pancasila yang juga disebut menjadi Pancasilais seharusnya memenuhi tiga syarat, yaitu (1) keinsyafan batin tentang benarnya Pancasila sebagai falsafah negara, (2) pengakuan bahwa yang bersangkutan menerima dan memper- tahankan Pancasila, dan (3) mempersonifikasikan seluruh sila-sila Pancasila dalam perbuatan dengan membiasakan praktek pengamalan seluruh sila-sila dalam sikap, perilaku budaya, dan politik. A. CARA BERPIKIR FILSAFATI 1, Pengertian Filsafat Secara etimologi, kata falsafah berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia: philo/philos/philein yang artinya cinta / pecinta/mencintai dan sophia, yang berarti kebijakan/ wisdom /kearifan/hikmah/hakikat kebenaran. Jadi, filsafat artinya cinta akan kebijakan atau hakikat kebenaran. Berfilsafat, berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu secara metodik, sistematis, menyeluruh, dan universal untuk mencari hakikat sesuatu. Menurut D. Runes, filsafat berartiilmu yang paling umum yang mengan- dung usaha mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan.(BP-7, 1993:8) Pada umumnya, terdapat dua pengertian filsafat, yaitu filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Demikian pula, dikenal ada filsafat dalam arti teoretis dan filsafat dalam arti praktis. Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini berarti filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia di mana pun mereka berada. Sebelum seseorang bersikap, bertingkah laku, atau berbuat, terlebih dahulu ia akan berpikir tentang sikap, tingkah laku, dan perbuatan mana yang sebaiknya dilakukan. Hasil pemikirannya merupakan suatu putusan dan putusan ini disebut nilai. Nilai adalah sifat, keadaan, atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir rhaupun batin. Setiap orang di dalam kehidupannya, sadar atau tidak sadar, tentu memiliki filsafat hidup atau pandangan hidup. Pandangan hidup atau filsafat hidup seseorang adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya, ketepatan, dan manfaatnya. Hal itulah yang kemudian menimbulkan tekad untuk mewujudkan dalam bentuk sikap, tingkah laku, dan perbuatan Bab 2 Pancasila sebagai Filsafat fe Nilai-nilai sebagai hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kehidupan yang dianggap paling baik bagi bangsa Indonesia adalah Pancasila, baik sebagai filsafat maupun sebagai pandangan hidup. Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak terikat langsung dengan suatu obyek), yang mendalam, dan daya pikir subyek manusia dalam memahami segala sesuatu dalam mencari kebenaran. Berpikir aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan fungsi kepribadian manusia. Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kesemestaan, secara mendasar (fundamental dan hakiki). Filsafat sebagai hasil pemikiran pemikir (filosof) merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang dianut suatu masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat demikian telah berkembang dan terbentuk sebagai suatu nilai yang melembaga (dengan negara) sebagai suatu paham (isme), seperti kapitalisme, komunisme, sosialisme, nazisme, fasisme, theokratisme, dan sebagainya yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modern. 2. Sistem Filsafat Pemikiran filsafat berasal dari berbagai tokoh yang menjadikan manusia sebagai subyek. Perbedaan latar belakang tata nilai dan alam kehidupan, cita- cita dan keyakinan yang mendasari tokoh filsafat itu melahirkan perbedaan- Perbedaan mendasar antarajaran filsafat. Meskipun demikian, antarajaran tokoh- tokoh filsafat mempunyai persamaan, dapat digolongkan dalam aliran berdasarkan watak dan inti ajarannya. Jadi, aliran filsafat terbentuk atas beberapa - ajaran filsafat dari berbagai tokoh dan dari berbagai zaman. Tegasnya, perbedaan aliran bukan ditentukan oleh tempat dan waktu lahirnya filsafat, melainkan oleh watak isi dan nilai ajarannya. Suatu ajaran filsafat yang bulat mengajarkan tentang berbagai segi kehidupan yang mendasar. Suatu sistem filsafat sedikitnya mengajarkan tentang sumber dan hakikat realitas, filsafat hidup, dan tata nilai (etika), termasuk teori terjadinya pengetahuan manusia dan logika. Sebaliknya, filsafat yang mengajarkan hanya sebagian kehidupan (seKtoral, frakmentaris) tak dapat disebut sistem filsafat, melainkan hanya ajaran filosofis seorang ahi filsafat. Suatu sistem filsafat sedikitnya mengajarkan tentang sumber dan hakikat Tealita, filsafat hidup dan tata nilai (etika), termasuk teori terjadinya pengetahuan manusia dan logika. 3. Aliran-aliran Filsafat Aliran-aliran utama yang ada sejak dahulu sampaisekarang meliputi sebagai berikut. (Lab. Pancasila IKIP. 1990:20-21). a6 PENDIDIKAN PANCASILA di Pergurvan Ting: a. Aliran Materialisme Aliran materialisme mengajarkan bahwa hakikat realitas kesemestaan, termasuk makhluk hidup, manusia, ialah materi. Semua realitas ity ditentukan oleh materi (misalnya benda-ekonomi, makanan) dan terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum kausalitas) yang bersifat obyektif. b. Aliran Idealisme/Spritualisme Aliran idealisme atau spritualisme mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Subyek manusia sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan, karena ada akal budi dan kesadaran rohani. Manusia yang tak sadar atau mati sama sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas semata. Jadi, hakikat diri dan kenyataan ialah akal budi (ide dan spirit). c. Aliran Realisme Aliran realisme menggambarkan bahwa kedua aliran di atas, materialisme dan idealisme yang bertentangan itu, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis). Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama Kehidupan bukanlah benda (materi) semata-mata. Kehidupan, seperti tampak pada tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia, mereka hidup berkembang biak, kemudian tua, akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih daripada materi. Karenanya, realitas itu adalah paduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang nonmateri (spiritual, jiwa, dan rohaniah). Khusus pada manusia, tampak dalam gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi, realisme merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah, materi dengan nonmateri. 4, Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filsafat Pendekatan filsafat Pancasila adalah ilmu pengetahuaan yang mendalam tentang Pancasila. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam, kita harus mengetahui sila-sila Pancasila tersebut. Dari setiap sila-sila kita cari pula intinya. Setelah kita ketahui hakikat dan inti tersebut diatas, maka selanjutnya kita cari hakikat dan pokok-pokok yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai berikut. 1. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia, dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat, dan alam semesta. 2. Pancasilg sebagai dasar negara, ini berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata Bab 2 Pancasiia sobagal Filsalat 21 kehidupan bernegara, seperti yang diatur oleh UUD 1945. Untuk kepentingan-kepentingan kegiatan praktis operasional diatur dalam Tap. MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut. Undang-Undang Dasar 1945. Ketetapan MPR. Undang-undang. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu). Peraturan pemerintah. Keputusan presiden. . Peraturan daerah. 3, Filsafat Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan uraian terinci dari Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dijiwai Pancasila. 4, Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebulatan yang utuh. 5. Jiwa Pancasila yang abstrak setelah tercetus menjadi Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tercermin dalam pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. 6. Berdasarkan penjelasan otentik UUD 1945, undang-undang dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 pada pasal-pasalnya. Hal ini berarti pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945 menjelmakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan dari jiwa Pancasila. 7. Berhubung dengan itu, kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan berdasarkan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. 8. Nilai-nilai yang hidup berkembang dalam masyarakat Indonesia yang belum tertampung dalam pembukaan UUD 1945 perlu diselidiki untuk memperkuat dan memperkaya nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, dengan ketentuan sebagai berikut. a. Nilai-nilai yang menunjang dan memperkuat kehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat kita terima asal tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, misalnya referendum atau pemilihan presiden secara langsung. b. Nilai-nilai yang melemahkan dan bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 tidak dimasukkan sebagai nilai-nilai Pancasila. Bahkan harus diusahakan tidak hidup dan berkembang lagi dalam masyarakat Indonesia, misalnya demonstrasi dengan merusak bangunan/kantor, penjahat dihakimi massa, atau penjarahan. @ameeanoge 22 PENDIDIKAN PANCASILA di Pergurvan Ting) ©. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 dipergunakan sebagai batu ujian dari nilai-nilai yang lain agar dapat diterima sebagai nilai-nilai Pancasila. Oleh sebab itu, secara filosofis dalam kehidupan bangsa Indonesia diakuj bahwa nilai Pancasila ‘adalah pandangan hidup. Dengan demikian, Pancasila dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku dan berbuat dalam segala bidang kehidupan, meliputi bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan. Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai dan pandangan dasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Pencipta. Dasar normatif yang dapat kita sebut filsafat negara diperlukan sebagai kerangka untuk menyelenggarakan negara. Falsafah negara merupakan norma yang paling mendasar untuk mencek apakah kebijakan legislatif dan eksekutif sesuai dengan persetujuan dasar masyarakat. B. PENGERTIAN PANCASILA SECARA FILSAFAT Apabila kita berbicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan, filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu pandangan. Keduanya akan berguna bagi ideologi Pancasila. Filsafat sebagai metode menunjukkan cara berpikir dan cara mengadakan analisis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk dapat menjabarkan ideologi Pancasila. Sedangkan Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya >angsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara nendasar dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif yakni dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif, dapat juga jilakukan secara induktif yakni dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya nasyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari zejala-gejala itu. Dengan demikian menyajikan sebagai bahan-bahan yang sangat senting bagi penjabaran ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila adalah kekuasaan, Karena adanya hukum, kehidupan itentukan semata-mata oleh kepentingan mereka alturan rasional yang seoptimal mungkin K, oleh suaty emua Bab 3 Pancasila sebagai Etika Politik 31 3. Legitimasi Moral dalam Kekuasaan Legitimasi etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma moral. Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan negara baik dari legislatif maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Tujuannya adalah agar kekuasaan itu mengarahkan kekuasaan ke pemakaian kebijakan dan cara-cara yang semakin sesuai dengan tuntutan-tuntutan kemanusiaan yang adil dan beradab. Pada zaman sekarang (modern), tuntutan legitimasi moral merupakan salah satu unsur pokok dalam kesadaran bermasyarakat. Anggapan bahwa negara hanya boleh bertindak dalam batas-batas hukum, bahwa hukum harus menghormati hak asasi manusia, begitu pula berbagai penolakan terhadap kebijakan ‘politik tertentu, seperti isu ketidakadilan sosial, semua berwujud tuntutan agar negara melegitimasikan diri secara moral. Dalam hal inilah kalangan paham agama secara klasik membuat rumusan bahwa kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia. Moralitas kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Apabila masyarakatnya adalah masyarakat religius, maka ukuran apakah penguasan itu memiliki etika politik tidak lepas dari moral agama yang dianut oleh masyarakatnya. Oleh sebab itu, pernyataan-pernyataan yang sering dilontarkan oleh umat beragama adalah bahwa kekuasaan itu adalah amanah dari Allah dan harus dipertang- gungjawabkan kepada-Nya kelak. Di samping itu, terdapat juga ungkapan dari tradisi masyarakat yang menyatakan raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah. Makna dari ungkapan ini tidak lepas dari kemuliaan dan kebaikan seorang penguasa sangat ditentukan oleh masyarakatnya, tentunya sikap masyarakat tersebut dilandasi oleh moralitas yang hidup dalam masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, alat pengukur etika politik yang dilaksanakan oleh penguasa ditentukan oleh nilai, moral, dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Pada hakikatnya kekuasaan memiliki hati nurani, yaitu keadilan dan kemakmuran rakyat. Apabila kehilangan hati nurani tersebut, maka kekuasaan yang terlihat adalah perebutan kekuasaan semata-mata yang dilumuri oleh intrik, fitnah, dengki, caci maki, dan iri hati. Sehingga kekuasaan akan merusak tatatan kerukunan hidup masyarakat. Apabila hati nurani kekuasaan melekat pada nurani seorang penguasa, maka kekuasaan adalah amanat rakyat sehingga akan melahirkan martabat, harga diri, dan rezeki. B. PENGERTIAN NILAI, MORAL, DAN NORMA Nilai, moral, dan norma merupakan konsep yang saling berkaitan, di mana ketiga konsep ini terkait dalam memahami Pancasila sebagai etika politik. ENDIDIKAN PANE rohan ot eS ouruan Tin, eee 32 1. Nilai Kehidupan manusia dalam masyarakat, baik sebagai pribadi maupuy, sebagai kolektivitas, senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai, norma, day moral. Kehidupan masyarakat di mana pun tumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup interaksi nilai, norma, dan moral yang memberi motivasi day arah seluruh anggota masyarakat untuk berbuat, bertingkah, dan bersikap, Dengan demikian, nilai adalah suatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, di samping sistem sosial dan karya. / Cita-cita, gagasan, konsep, ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak Dalam menghadapi alam sekitarnya, manusia didorong untuk membuaty hubungan yang bermakna melalui budinya. Budi manusia menilai benda-benda 7 itu serta kejadian yang beraneka ragam di sekitarnya dan dipilihnya menjadi kelakukan kebudayaannya. Proses pemilihan itu dilakukan Secara terus- menerus, Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam: kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu nilai teori, nilai ekonomi, anilai estetika, nilai sosial, nilai politik, dan nilai religi. Manusia dalam memilih nilai-ni menempuh berbagai cara yang dapat dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya. Apabila tujuan penilaian itu untuk mengetahui identitas benda serta kejadian yang terdapat di sekitarnya, terlihat proses penilaian teori yang menghasilkan pengetahuan yang disebut nilai teori. Jika tujuannya untuk menggunakan benda-benda atau kejadian, manusia dihadapkan kepada proses penilaian ekonomi, yang mengikuti nalar efisiensi untuk memenuhi kebutuhan hidup, disebut nilai ekonomi. Perpaduan antara nilai teori dan nilai ekonomi itu merupakan aspek progresif dari kebudayaan manusia. Apabila manusia menilai alam sekitar sebagai wujud rahasia kehidupan dan alam semesta, di situlah tampak nilai religi, yang dipersepsikan sebagai } suatu yang suci. Jika manusia mencoba memahami yang indah, kita» berhadapan dengan proses penilaian estetik. Perpaduan antara nilai religi dan » nilai estetik yang lebih menekankan kepada intuisi, rasa, dan imajinasi | merupakan aspek ekspresif dari kebudayaan. Nilai estetik mempunyai kedudukan yang khusus karena nilai itu bukan hanya menyangkut keindahan yang dapat memperkaya batin, tetapi juga berfungsi sebagai media yang memperhalus budi pekerti. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat kepada Bab 3 Pancasila sebagai Etika Politik 33 kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik. Disamping teori nilai terurai di atas, Prof. Notonogoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut. 1, Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. 2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas. 3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dirinci menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut. a)» Nilai kebenaran, yaitu bersumber kepada unsur rasio manusia, budi, dan cipta. b) Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa atau intuisi. ©) Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak manusia atau kemauan (karsa, etika). Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhanan, merupakan nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia terhadap Tuhan. Nilai religi i berhubungan dengan nilai penghayatan yang bersifat transedental, dalam usaha manusia untuk memahami arti dan makna kehadirannya di dunia. Nilai ini berfungsi sebagai sumber moral yang dipercayai sebagai rahmat dan rida Tuhan. @ Dalam pelaksanaannnya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran, dan kriteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak” dikehendaki, atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai dasar pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai berada dalam hati nurani, kata hati, dan pikiran sebagai suatu keyakinan, dan kepercayaan yang bersumber dari berbagai sistem nilai. 2. Moral Moral berasal dari kata mos (mores)= kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral etika, moral a PENDIDIKAN PANCASILA i Perguran Tey, hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma, dan moral secara bersam,, mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya. 3, Norma Manusia cenderung untuk memelihara hubungan dengan Tuhan, masyarakat, dan alam sekitarnya dengan selaras. Hubungan manusia terjalin secara vertikal (Tuhan), horizontal (masyarakat), dan hubungan vertikal. horizontal (alam, lingkungan alam) secara seimbang, serasi, dan selaras. Oleh sebab itu, manusia juga memerlukan pengendalian diri, baik terhadap manusig sesamanya, lingkungan alam, dan Tuhan. Kesadaran akan hubungan yang idea] akan menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-har berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral, dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya: a. norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan, b. norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diti sendiri, cc. norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat, d. norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat negara. C. NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL, DAN NILAI PRAKSIS Dalam kaitannya dengan penjabarannya, nilai dapat dikelompokkan kepada tiga macam, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. 1. Nilai Dasar Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui pancaindera manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai memilikinilai dasar, yaitu berupa hakikat, esensi, intisari, atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan obyektif dari segala sesuatu. Contohnya, hakikat Tuhan, manusia, atau makhluk lainnya Bab 3 Pancasila sebagai Elka Pollik 35 Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa prima (penyebab pertama), segala sesuatu yang diciptakan berasal dari kehendak Tuhan. Nilai dasar itu juga berkaitan dengan hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut harus bersumber kepada hakikat manusia itu sendiri, nilai dasar yang bersumber pada hakikat kemanusiaan itu dijabarkan dalam norma hukum yang dapat diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia). Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat kepada suatu benda, kuantitas, aksi, ruang, dan waktu, nilai dasar itu dapat juga disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praksis. Namun, nilai yang bersumber dari kebendaan itu tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma tersebut. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila. 2. Nilai Instrumental Nilai instrumental ialah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila nilai dasar tersebut belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkret. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, maka nilai tersebut akan menjadi norma moral. Akan tetapi, jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu arahan kebijakan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar, sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. ‘ Dalam kehidupan ketatanegaraan kita, nilai instrumental itu dapat kita temukan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Tanpa ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945, maka nilai-nilai dasar yang termuat dalam Pancasila belum memberikan makna yang konkret dalam praktek ketatanegaraan kita. 3. Nilai Praksis Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata. Dengan demikian, nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai instrumental. Berhubung fungsinya sebagai penjabaran dari nilai dasar dan nilai instrumental, maka nilai praksis dijiwai oleh nilai-nilai dasar dan instrumental dan sekaligus tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar dan instrumental tersebut. Nilai praksis dalam kehidupan ketatanegaraan dapat ditemukan dalam undang-undang organik, yaitu semua perundang-undangan yang berada di 36 PENDIDIKAN PANCASILA di Perguruan Tingg, bawah UUD 1945 sampai kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah. Apabila kita melihat Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, dinyatakan bahwa tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya, yaitu sebagai berikut. © Undang-Undang Dasar 1945, + Ketetapan MPR-RI. © Undang-undang. + Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu). © Peraturan pemerintah. * Keputusan presiden. * Peraturan daerah. Apabila kita kaitkan dengan nilai-nilai yang kita bahas di atas, maka nilai dasar terdapat dalam UD 1945, yaitu dalam pembukaannya, sedangkan nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal UUD 1945 dan juga dalam ketetapan MPR. Nilai praksis dapat ditemukan dalam peraturan perundang- undangan berikutnya, yaitu dalam undang-undang sampai kepada peraturan di bawahnya. : D. PANCASILA SEBAGAINILAI DASAR FUNDAMENTAL BAGI BANGSA DAN NEGARA RI Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanisme, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya (Andre Ata Ujan, 1998), yaitu sebagai berikut. Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya memuat pengakuan eksplisit akan eksistensi Tuhan sebagai sumber dan pencipta universum. Pengakuan ini sekaligus memperlihatkan relasi esensial antara yang mencipta dan yang diciptakan serta menunjukkan ketergantungan yang diciptakan terhadap yang mencipta. Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab, sesungguhnya merupakan refleksi lebih lanjut dari sila pertama. Sila ini memperlihatkan secara mendasar Bab 3 Pancasila sobagai Etika Politk 37 dari negara atas martabat manusia dan sekaligus komitmen untuk melindunginya. Asumsi dasar di balik prinsip kedua ini ialah bahwa manusia, karena kedudukannya yang khusus di antara ciptaan-ciptaan lainnya di dalam universum, mempunyai hak dan kewajiban untuk mengembangkan kesempatan untuk meningkatkan harkat ‘dan martabatnya sebagai manusia. Dengan demikian, manusia secara natural dengan akal dan budinya mempunyai kewajiban untuk mengembangkan dirinya menjadi person yang bernilai. Sila ketiga: Persatuan Indonesia, secara khusus meminta perhatian setiap warga negara akan hak dan kewajiban dan tanggung jawabnya pada negara, khususnya dalam menjaga eksistensi negara dan bangsa. Sila keempat: Demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, memperlihatkan pengakuan negara serta perlindungannya terhadap kedaulatan rakyat yang dilaksanakan dalam iklim musyawarah dan mufakat. Dalam iklim keterbukaan untuk saling mende- ngarkan, mempertimbangkan satu sama lain, dan juga sikap belajar serta saling menerima dan memberi. Hal ini berarti bahwa setiap orang diakui dan dilindungi haknya untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, secara istimewa menekankan. keseimbangan antara hak dan kewajiban. Setiap warga negara harus bisa menikmati keadilan secara nyata, tetapi iklim keadilan yang merata hanya bisa dicapai apabila struktur sosial masyarakat sendiri secara adil. Keadilan sosial terutama menuntut informasi struktur-struktur sosial, yaitu struktur ekonomi, politik, budaya, dan ideologi ke arah yang lebih akomodatif terhadap kepentingan masyarakat. Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai * yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila kita memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, pada hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut. Pokok pikiran pertama, negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran dari sila ketiga. Pokok pikiran kedua, menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini penjabaran dari sila kelima. Pokok pikiran ketiga, menyatakan negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini 88 PENDIDIKAN PANCASILA di Perguruan Ting menunjukkan negara Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat, sesuai dengan sila keempat. Pokok pikiran keempat, menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yanag adil dan beradab, Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai berikut. 1. Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas politik negara (negara Republik Indonesia dan berkedaulatan rakyat), dan asas kerohanian negara (Pancasila). 2. Ketentuan diadakannya undang-undang dasar, yaitu “ ... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu undang-undang, dasar Negara Indonesia..”. Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum. Nilai dasar yang fundamental suatu negara dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk diubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran negara Proklamasi 17 Agustus 1945. E. MAKNA NILAI-NILAI SETIAP SILA PANCASILA Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan negara yang merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila- silanya, karena apabila dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Namun, makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat ditukarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan. 1. Ketuhanan Yang Maha Esa Ketuhanan berasal dari kata Tuhan pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa, berarti Yang Maha Tunggal, tiada sekutu dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Zat Tuhan tidak terdiri atas zat-zat yang banyak lalu menjadi satu. Sifat-Nya adalah sempurna dan perbuatan-Nya tiada dapat disamai oleh siapa pun/apa pun. Tiada yang menyamai Tuhan, Dia Esa. Jadi, Ketuhanan \Bab 3 Pancasila sebagai Etika Polk 39 ‘Yang Maha Esa, pencipta alam semesta. Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha #sa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar dan dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah- kaidah logika. Atas keyakinan yang demikianlah, maka negara Indonesia ‘berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan negara memberi jaminan sesuai dengan keyakinannya dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Bagi kita dan di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti- Ketuhanan Yang Maha Esa dan antikeagamaan. Dengan perkataan lain, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme), dan yang seharusnya ada ialah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme) dengan toleransi beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Sebagai sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber pokok nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan mencari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk negara kesatuan Indonesia yang telah berdaulat penuh, yang bersifat kerakyatan dan dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakikat pengertian di atas sesuai dengan: a) Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa...”, b) Pasal 29 UUD 1945. 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Karena potensi yang dimilikinya itu, maka manusia tinggi martabatnya. Dengan budi nuraninya -manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma, Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabatnya. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Keputusan dan tindakan didasarkan pada sesuatu objektivitas, tidak pada subjektivitas, Di sinilah yang dimaksud dengan wajar/sepadan. Beradab kata pokoknya adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur, dan susila. Beradab artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila. Maksudnya, sikap hidup, keputusan, dan tindakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Adab terutama mengandung pengertian tata kesopanan, kesusilaan, atau moral. Dengan demikian, beradab berarti Pi ji a ENDIDIKAN PANCASILA di Perguruan Ting berdasarkan nilai-nilai kesusilaan, bagian dari kebudayaan. Kemanusiaan yan, adil dan beradab ialah kesadaran Sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang sopan dan susila nilai. Potengj kemanusiaan tersebut dimiliki oleh semua manusia, tanpa kecuali. Mereka harug diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai dengan fitrahnya, sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam sila kedua itu telah disimpulkan cita-cita kemanusiaan yang lengkap, yang adil dan beradab memenuhi seluruh hakikat makhluk manusia. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah suatu rumusan sifat keluhuran budi manusia (Indonesia). Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama terhadap undang. undang negara, mempunyai kewajiban dan hak-hak yang sama, setiap warga negara dijamin haknya serta kebebasannya yang: menyangkut hubungan dengan Tuhan, orang seorang, negara, masyarakat, dan menyangkut pula kemerdekaan menyatakan pendapat dan mencapai kehidupan yang layak sesuai dengan hak. hak dasar manusia. Kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Manusia adalah makhluk pribadi anggota masyarakat dan sekaligus hamba Tuhan. Hakikat pengertian di atas sesuaj dengan Pembukaan UUD 1945 alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan...”, Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya secara pokok-pokok dalam Batang Tubuh UUD 1945. 3. Persatuan Indonesia Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan j kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia, bertujuan, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi. Bab 3 Pancasila sebagai Etika Polltik 41 Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena itu paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa, serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD 1945. 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Rakyat meliputi seluruh Indonesia itu tidak dibedakan fungsi dan profesinya. Kerakyatan adalah rakyat yang hidup dalam ikatan negara, Dengan sila keempat berarti bahwa bangsa Indonesia menganut demokrasi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Demokrasi tidak langsung (perwakilan) sangat penting dalam wilayah negara yang luas serta penduduk yang banyak. Pelaksanaan demokrasi langsung sekalipun sulit diwujudkan dalam alam modern, namun dalam beberapa hal tertentu dapat dilaksanakan, seperti dalam memililtkepala negara atau sistem referendum. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya- waratan/ perwakilan berarti bahwa kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat. Kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat. Hikmat kebijaksanaan *. berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu memper- timbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksa- nakan dengan sadar, jujur, dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya- waratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan. Sila keempat ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat, sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat..”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya secara pokok-pokok dalam pasal-pasal UUD 1945. - PENDIDIKAN PANGASILA o Perguruan Tings 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam dalam negeri maupun warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa setiap warga Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan, Sesuai dengan UUD 1945, maka keadilan sosial ity mencakup pula pengertian adil dan makmur. Keadilan sosial yang dimaksud tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis, karena yang dimaksud dengan keadilan sosial dalam sila kelima ini bertolak dari pengertian bahwa antara pribadi dan masyarakat satu sama lain tiada dapat dipisahkan. Masyarakat tempat hidup dan berkembang pribadi, sedangkan pribadi adalah komponennya masyarakat. Tidak boleh terjadi praktek dalam masyarakat sosialistis/komunalistis yang hanya mementingkan masyarakat, dan juga sebaliknya yang berlaku dalam negara liberal yang segala sesuatu dipandang titik beratnya dari pribadi /individu. Keadilan sosial mengandung arti tercapainya keseimbangan antara kehi- dupan pribadi dan kehidupan masyarakat. Karena kehidupan manusia itu meliputi kehidupan jasmani dan rohani, maka keadilan itu pun meliputi keadilan dalam memenuhi tuntutan kehidupan jasmani serta keadilan meme- nuhi tuntutan kehidupan rohani secara seimbang (keadilan material dan spritual). Hakikat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia ..... negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam pasal-pasal UUD 1945. Kelima Sila Pancasila Merupakan Satu Kesatuan Pancasila susunannya adalah majemuk tunggal (merupakan satu kesatuan yang bersifat organis), yaitu sebagai berikut. 1) Terdiri atas bagian-bagian yang tidak terpisahkan. 2) Masing-masing bagian mempunyai fungsi dan kedudukan tersendiri. 3) Meskipun berbeda tidak saling bertentangan, tetapi saling melengkapi. 4) Bersatu untuk mewujudkannya secara keseluruhan. 5) Keseluruhan membina bagian-bagian. 6) Tidak boleh satu sila pun ditiadakan, melainkan merupakan satu kesatuan. Bentuk susunannya adalah hierarkis piramidal (kesatuan bertingkat di mana tiap sila di muka merupakan basis sila lainnya). ‘Bab 9 Pancasila sebagai Etika Polltik 43 Bentuk susunan Pancasila yang hierarkis - piramidal adalah sebagai berikut. Sila pertama ; meliputi dan menjiwai sila kedua, sila ketiga, sila keempat, dan sila kelima. Sila kedua : diliputi dan dijiwai sila pertama, meliputi dan menjiwai sila ketiga, sila keempat, dan sila kelima. Sila ketiga : diliputi dan dijiwai sila pertama dan sila kedua, meliputi dan menjiwai sila keempat dan sila kelima. Sila keempat : diliputi dan dijiwai sila pertama, sila kedua, dan sila ketiga, meliputi dan menjiwai sila kelima. Sila kelima : diliputi dan dijiwai oleh seluruh sila-sila. Konsep Negara Pancasila Menurut Pembukaan UUD 1945, konsep negara Pancasila adalah paham negara persatuan yang meliputi kehidupan masyarakat. 1)_ Sifat sosialistis - religius. 2) Semangat kekeluargaan dan kebersamaan. 3) Semangat persatuan. 4) Musyawarah. 5) Menghendaki keadilan sosial. Ide Pokok Bangsa dan Kebangsaan Indonesia Ide pokok bangsa dan kebangsaan Indonesia dapat dilihat dari sifat keseimbangan Pancasila, yaitu sebagai berikut. 1) Keseimbangan antara golongan agama (Islam) dan golongan nasionalis (negara theis demokrasi) 2) Keseimbangan antara sifat individu dan sifat sosial (aliran monodualisme). 3) - Keseimbangan antara ide-ide asli Indonesia (paham dialeKtis). Paham Integralistik Paham integralistik (paham negara persatuan) tercermin dalam nilai-nilai dasar paham kekeluargaan, yaitu sebagai berikut. 1) Persatuan dan kesatuan serta saling ketergantungan satu sama lain dalam masyarakat. 2) Bertekad dan berkehendak sama untuk kehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan bersatu. 3) Cinta tanah air dan bangsa serta kebersamaan. 4) Kedaulatan rakyat dengan sikap demokratis dan toleran. PENDIDIKAN PANCASILA di Perguruan Tir 44 atrvan Tino, 5) Kesetiakawanan sosial, nondiskriminatif. 6) Berkeadilan sosial dan kemakmuran masyarakat. 7) Menyadari bahwa bangsa Indonesia berada dalam tata pergaulanan dunia dan universal. Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. 8) FE. ETIKA POLITIK DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA Sesuai dengan Tap. MPR No.VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika kehidupan berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal dan bilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam Pancasila sebagai acuan dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa. Pola berpikir untuk membangun kehidupan berpolitik secara jernih mutlak diperlukan. Pembangunan moral ;politik yang berbudaya adalah untuk melahirkan kultur politik yang berdasarkan kepada iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha gare menggalang suasana kasih sayang sesama manusia Indonesia, yang berbudi kemanusiaan luhur, yang mengindahkan kaidah- kaidah musyawarah secara kekeluargaan yang bersih dan jujur, dan menjalin asas pemerataan keadilan di dalam menikmati dan menggunakan kekayaan negara. Membangun etika politik berdasarkan Pancasila akan diterima baik oleh segenap golongan dalam masyarakat. Pembinaan etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah urgent. Langkah permulaan dimulai dengan membangun konstruksi berpikir dalam rangka menata kembali kultur politik bangsa Indonesia. Kita sebagai warga negara telah memiliki hak-hak politik, pelaksanaan hak-hak politik dalam kehidupan bernegara akan saling bersosialisasi, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan sesama warga negara dalam berbagai wadah, yaitu dalam wadah infra-struktur dan suprastruktur. Wadah infrastruktur, antara lain mimbar bebas, unjuk rasa, bicara secara lisan atau tulisan. Aktivitas organisasi partai politik atau lembaga sosial kemasyarakatan, kampanye pemilihan umum, penghitungan suara dalam memilih wakil di DPR atau pimpinan eksekutif. Sedangkan wadah suprastruktur antara lain mencakup semua lembaga legislatif di semua tingkat dan jajaran eksekutif (mulai dari Presiden sampai ke RT/RW) dan semua jajaran lembaga kekuasaan kehakiman (tingkat pusat sampai ke daerah-daerah). Ke semua wadah tersebut telah diatur dengan perundang-undangan dengan sedemikian rupa agar hak-hak.politik terdapat berjalan sebagaimana mestinya. Sudahkah kita sebagai warga negara telah berpedaman kepada perundang- undangan yang berlaku dalam menjalankan hak-hak politik kita?. Jawaban yang Bab 3 Pancasila sebagai Etika Politik 45 sesuai adalah hati nurani dan kejujuran batin, karena hukum positif yang berlaku tidak menjamin bahwa hak-hak politik warga negara telah dilaksanakan. Beberapa kasus dapat kita lihat, seperti korupsi, pelanggaran pemilihan umum, politik uang dalam merebut jabatan, dan lain sebagainya hanya dapat dirasakan, tetapi sangatlah sulit untuk dibuktikan secara hukum sehingga terjadi bermacam ketidakadilan. Oleh sebab itu, semua pelanggaran dan kejahatan ini sangat sulit diberantas melalui jalur hukum, kecuali hanya etika berpolitik yang berasaskan nilai-nilai Pancasila yang betul-betul ada keinginan dari setiap warga negara sebagai insan politik mau mengamalkan dalam kehidupan riil dalam masyarakat, Etika politik lebih banyak bergerak dalam wilayah, di mana seseorang secara ikhlas dan jujur melaksanakan hukum yang berlaku tanpa adanya rasa takut kepada sanksi daripada hukum yang berlaku. Dalam demokrasi liberal, sering ditemukan apabila seseorang kepala pemerintahan gagal melaksanakan tugasnya sesuai dengan janjinya saat kampanye pemilihan umum, atau dituduh terlibat korupsi yang belum sampai dibuktikan di pengadilan, maka pemimpin itu mengundurkan diri. Ada suatu pandangan dalam demokrasi liberal bahwa jabatan publik (perdana menteri, anggota parlemen, hakim, pegawai birokrasi, dan lain-lain) dianggap suci, mulia, dan terhormat dalam negara. Oleh sebab itu, setiap orang yang berkeinginan atau sedang menduduki jabatan tersebut harus bersih dan jujur. Apabila ada tuduhan masyarakat bahwa seseorang pejabat publik tidak bersih, maka hati nurani pejabat tersebut langsung mengundurkan diri. Kasus di negara Malaysia tahun 1990-an adalah suatu contoh dalam perkara ini, di mana Muhammad bin Muhammad Tahib adalah Gubernur (Menteri Besar) negara bagian Selangor dituduh melakukan suatu pelanggaran hukum, namun beliau mengundurkan diri dari gubernur dan kemudian mempertangungjawabkan perbuatannya secara hukum, ternyata tidak bersalah tetapi beliau rela tidak kembali ke jabatan semula. Akan tetapi, bagaimana dengan Indonesia, di mana ada di antara pejabat publik yang dijatuhi hukuman penjara di pengadilan tingkat rendah belum juga bersedia untuk mengundurkan diri atau banyak pejabat negara baik di DPR maupun eksekutif kurang memenuhi tata tertib, seperti sering absen dan sebagainya. Inilah suatu contoh krisis moral dan termasuk juga kepada krisis etika politik. Banyak pengamatan yang dapat dilihat bahwa kerusakan kronis dalam seluruh sistem berbangsa dan bernegara pada awal masa reformasi di mana suatu pandangan jabatan yang diduduki sekadar bermakna kekuasan untuk meraih kepentingan berupa status, politik, dan uang, Kerusakan pola berpikir dan bertindak dari para petinggi di negeri ini telah mencemaskan hati nurani rakyat banyak, sepeti terbukti bersalah tak mau mundur, salah urus jalan terus, jika ada kasus dibawah tanggung jawabnya, selalu menyalahkan bawahan, dan sebagainya. Jabatan kekuasaan seakan-akan untuk diri sendiri, bukan diabdikan kepada rakyat. Perlulah kita meninjau ulang kepemimpinan yang bagaimanakah PENDIDIKAN PANCASILA 46 4 Pergurvan Tings yang diperlukan dalam kehidupan bernegara kita? Belum ada suatu bukg keberhasilan kepeminpinan simbolik, feodalistik, dan selebriti dapa, menyelesaikan permasalahan berbangsa dan bernegara. Di samping itu, dengan perubahan UUD 1945 yang lebih memberdayakay politisi sipil juga harus meningkatkan proses politik yang “cantik” dalam seluruh kehidupan politik. Misalnya, politik yang berjalan tanpa premanisme dan kekerasan. Khususnya dalam pelaksaaan Pemilu oleh parati-parati politik, apakah pemilu betul-betul terhindar dari korupsi, KKN, premanisme dan kekerasan politik, politik uang, dan cara-cara yang tidak halal lainnya. Inilah suatu ujian bagi partai politik yang ikut pemilu apakah mampu melaksanakan seluruh kegiatan politik yang penuh dengan etika politik berdasarkan nilai. nilai luhur Pancasila. Pada hakikatnya etika politik tidak diatur dalam hukum tertulis secara, lengkap, tetapi melalui moralitas yang bersumber dari hati nurani, rasa maly kepada masyarakat, dan rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Adanya kemauan dan memiliki itikad baik dalam hidup bernegara dapat mengukur | secara seimbang antara hak yang telah dimiliki dengan kewajiban yang telah ditunaikan, tidak memiliki ambisius yang berlebihan dalam merebut jabatan, namun membekali diri dengan kemampuan secara kompetitif yang terbuka untuk menduduki suatu jabatan, tidak melakukan cara-cara yang terlarang, seperti penipuan untuk memenangkan persaingan politik. Dengan kata lain, tidak menghalalkan segala macam cara untuk mencapai suatu tujuan politik. Dewan Kehormatan Dalam kehidupan politik Indonesia banyak suara masyarakat untuk menuntut agar dibentuknya dewan kehormatan dalam berbagai institusi kenegaraan dan kemasyarakatan, dengan harapan etika politik dapat terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berdasarkan Tap. MPR No. VI/MPR/ 2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR oleh Presiden, DPR, DPA, MA, dan BPK, DPR harus segera membentuk dewan kehormatan untuk memeriksa anggota DPR yang kurang disiplin. Dalam Tap. MPR VI/MPR/2002 ditegaskan: DPR perlu meningkatkan kinerja anggotanya dengan landasan moral, etika, dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Dalam Pasal 6 tata tertib DPR mengenai kode etik DPR, diungkapkan dalam ayat (1) anggota DPR harus mengutamakan tugasnya dengan cara menghadiri secara fisik setiap rapat yang menjadi kewajibannya. Ayat (2) menegaskan, ketidakhadiran anggota secara fisik sebanyak tiga kali berturut-turut dalam rapat sejenis, tanpa izin dari pimpinan fraksi merupakan suatu pelanggaran kode etik. Berbicara tentang etika politik dalam kehidupan bernegara kita tampaknya lebih banyak pengaruh subyektif. Banyak politisi melihat dan mencari kesalahan Bab 3 Pancasila sebagai Etika Polk a7 kelompok politik pihak lain. Mereka lupa apakah etika tersebut telah dilaksanakan pada diri dan kelompok mereka sendiri. Oleh sebab itu, terwujudnya etika politik dengan baik dalam kehidupan bernegara sangat ditentukan oleh kejujuran dan keikhlasan hati nurani dari masing-masing warga negara yang telah memiliki hak-hak politiknya untuk melaksanakan norma-norma dan aturan-aturan berpolitik dalam negara. Semenjak terjadinya krisis multidimensional, muncul ancaman serius terhadap persatuan bangsa dan kemunduran dalam pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal ini tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dala kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan yang disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam dan luar negeri. Faktor yang berasal dari dalam negeri, antara lain sebagai berikut. 1) Masih lemahnya pengamalan agama dan munculnya pemahaman ajaran agama yang keliru dan sempit. 2) Sistem sentralisasi pemerintahan di masa lampau sehingga timbul fanatisme daerah. 3) Tidak berkembangnya pemahaman kemajemukan dalam kehidupan berbangsa. 4) Terjadinya ketidakadilan ekonomi dalam kurun waktu yang panjang sehingga munculnya perilaku ekonomi yang bertentang dengan moralitas dan etika. 5) Kurangnya keteladanan bersikap dan berperilaku sebagai pemimpin bangsa. Sedangkan faktor penyebab dari luar negeri adalah sebagai berikut. 1) Pengaruh globalisasi yang luas dengan persaingan bangsa yang semakin tajam. 2) Makin tingginya intensitas intervensi kekuatan global dalam perumusan kebijakan nasional. Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Dalam Tap. MPR No. VI/MPR/2002 diuraikan etika kehidupan berbangsa adalah sebagai berikut. 1. Btika sosial dan budaya. Etika politik dan pemerintahan. Etika ekonomi dan bisnis. Etika penegakan hukum yang berkeadilan. Etika keilmuan. Etika lingkungan aa Ren IDIKAN PA orguevan fa PENDIDIKAN PANCASILA di Pe i Dalam uraian etika politik dan pemerintahan dinyatakan bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,efisian dan efektif serta menumbuhkan suiasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggun, jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, seria menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajibay dalam kehidupan berbangsa. Btika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memilikj rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, sian mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai atay, dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara, Btika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaky politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik, serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagaj tindakan yang tidak terpuii lainnya. G. PENDALAMAN MATERI Jelaskanlah pertanyaan berikut dalam kertas kerja Anda! 1. Jelaskanlah apakah yang menjadi pokok pembahasan dalam etika politik! 2. Jelaskanlah pengertian nilai, kenapa nilai menekankan pada segi-segi Kemanusiaan? 3. Apakah pengertian moral? Apakah bedanya dengan nilai? 4. Norma cenderung pada perwujudan martabat manusia. Jelaskanlah pendapat Anda! 5. Jelaskanlah hubungan antara nilai, moral, dan norma! 6. Apakah yang dimaksud dengan nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis? Jelaskanlah dengan perbedaannya! 7. Tunjukkanlah bukti-bukti rasional yang menyatakan Pancasila adalah nilai dasar fundamental bagi negara Indonesia! 8. Kenapa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dijadikan sebagai pokok- pokok kaidah negara yang fundamental? 9. Jelaskanlah makna nilai-nilai setiap sila Pancasila! 10. Kelima Pancasila sebagai satu kesatuan. Jelaskanlah uraian Anda! 11. Bagaimanakah konsep negara menurut Pancasila? 12. Apakah yang dimaksud paham integralistik? 13. Carilah suatu kasus etika politik, dan berilah solusinya! (Bab 4 Pancasiasobaga ioiog! Nasional PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL Pista st niversn ‘yang meliputi sebagai berikut, a, Pengertan ideologi. b, Makna ideologi bagi negara, ¢. Perbandingan ideologi Pancasila dey dd. Pancasila sebagai ideologi terbuka ‘A. PENGERTIAN IDEOLOGI 1. Arti Ideologi Ideologi adalah gabungan dari dt dari bahasa Yunani eidos dan logos gagasan yang berdasarkan pemikira pemikiran filsafat. Dalam arti kata segala kelompok cita-cita,nilai-nilai dijunjung tinggi sebagai pedoman t terbuka, Dalam arti sempit ideologi: tentang makna hidup dan nilai-nil bagaimana manusia harus hidup di ideologi tertutup. Kata ideologi memutlakkan gagasan tertentu, sit pura-pura dengan kebenaran terte: kekuasaan tertentu yang bertentany diasosiasikan kepada hal yang bert

You might also like