You are on page 1of 13

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala

E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

KECAMUK REVOLUSI KEMERDEKAAN DI KUNINGAN (1947-1950)

Rinaldo Adi Pratama

Pendidikan Sejarah, Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun Muka Jakarta
Timur 13220, DKI Jakarta
Email: rinaldoadi@outlook.com

Abstract: This research aims to find the role of locality in the revolution period. As we
know that revolution period was a period that was quite important for the history of the
nation because many areas are involved in this important event. The research method
used is historical methods that include, heuristics, criticism, interpretation, and
historiography. Based on the research conducted that during the period of Indonesia's
independence revolution, Kuningan had a central role in the struggle to maintain the
sovereignty of the country in the eastern region of West Java, especially the Karesidenan
Cirebon. Kuningan in particular Ciwaru has a stake in the struggle for independence
which is the capital of refugee from the Karesidenan Cirebon government after being
bombarded the center of government in Cirebon by the events of the first Dutch Military
Aggression. In addition there are also wars involving civilians with the formation special
troops in Kuningan. As a place of refuge in the civil administration, the Karesidenan
Cirebon certainly made Kuningan as a battleground that was quite powerful in the
eastern region of West Java.

Keywords: Revolution, Ciwaru, Kuningan, Karesidenan Cirebon

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan daerah atau lokalitas dalam
kancah revolusi kemerdekaan Indonesia. Hal ini dikarenakan masa revolusi
kemerdekaan Indonesia merupakan suatu masa yang cukup penting bagi perjalanan
sejarah bangsa karena suasana revolusi tidak hanya dirasakan di lingkup nasional saja
melainkan banyak pula daerah yang melibatkan diri dalam peristiwa penting ini. Metode
penelitian yang digunakan yaitu metode historis yang mencakup, heuristik, kritik,
interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwasanya
selama periode revolusi kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Kuningan memiliki peranan
yang cukup sentral dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan negara di wilayah
timur Jawa Barat khususnya Keresidenan Cirebon. Kabupaten Kuningan khususnya
Ciwaru memiliki andil dalam perjuangan kemerdekaan yakni menjadi ibu kota
pengungsian dari pemerintahan Keresidenan Cirebon pasca dibombardirnya pusat
pemerintahan di Cirebon oleh peristiwa Agresi Militer Belanda I. Selain itu pula di
Kuningan terjadi peperangan yang melibatkan rayat sipil dengan dibentuknya laskar dan
kesatuan-kesatuan khusus yang ada di Kuningan. Sebagai tempat pengungsian
pemerintahan sipil Keresidenan Cirebon tentu saja membuat Kuningan sebagai medan
pertempuran yang cukup dahsyat di wilayah timur Jawa Barat
Kata Kunci: Revolusi, Ciwaru, Kuningan, Keresidenan Cirebon

94
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

PENDAHULUAN kehadiran Belanda di Kuningan pernah


terjadi di wilayah Cilimus dan
Selama masa revolusi kemerdekaan Mandirancan yang merupakan wilayah
berlangsung dalam kurun waktu 1945 Kuningan bagaian utara dan berbatasan
hingga tahun 1950 Indonesia mengalami langsung dengan Kabupaten Cirebon.
perjalanan sejarah yang diwarnai oleh Selanjutnya selain peristiwa yang terjadi
perjuangan untuk mempertahankan dan di Cilimus dan Mandirancan peristiwa
menegakkan kemerdekaan (Dienaputra, lain pun terjadi di Ciwaru. Di wilayah
2011). Kemerdekaan yang telah Ciwaru terdapat suatu peristiwa penting
diproklamasikan pada tanggal 17 dimana Ciwaru dipilih sebagai Ibukota
Agustus 1945 tidaklah secara langsung Pemerintahan Darurat Keresidenan
membawa Indonesia menjadi sebuah Cirebon ketika wilayah Cirebon yang
negara yang berdaulat penuh, melainkan menjadi pusat pemerintahan sebelumnya
masih diperlukan perjuangan panjang di hancurkan oleh pasukan Belanda.
untuk mewujudkan harapan dan cita-cita Setelah Ciwaru dijadikan sebagai
bagi Indonesia yang benar-benar lepas pusat pemerintahan Keresidenan
dari pengaruh asing khususnya Belanda Cirebon, berdatanganlah para laskar-
yang dalam hal ini menjadi lawan laskar pejuang yang bermarkas maupun
Indonesia selama masa revolusi yang hanya singgah sebentar di Ciwaru.
kemerdekaan. Salah satunya adalah Pasukan Divisi
Pada masa revolusi beberapa wilayah Bambu Runcing dibawah pimpinan
di lingkup Jawa Barat tidak terlepas dari Letnan Kolonel Sutan Akbar. Pasukan
perjuangan mempertahankan Bambu Runcing dalam perjalanannya
kemerdekaan seperti pada peristiwa ternyata berkhianat terhadap Divisi
Bojong Kokosan, Bandung Lautan Api Siliwangi. Hal ini mengakibatkan
dan Pertempuran Gekbrong (Ekadjati, ketegangan terjadi antara Pasukan
1980). Selain di wilayah yang telah Bambu Runcing dan pihak tentara
disebutkan tadi, Kuningan pun ikut andil Indonesia khususnya Divisi Siliwangi
dalam upaya mempertahankan semakin meruncing. Selain itu juga
kemerdekaan. Keterlibatan Kuningan muncul kesatuan-kesatuan lain yang
pada masa revolusi kemerdekaan dibentuk oleh masyarakat Kuningan
Indonesia dapat dilihat dalam dua ketika wilayah Kuningan ditinggalkan
konteks, yakni Kuningan sebagai suatu pasca ditetapkannya Perundingan
lokasi tempat terjadinya peristiwa Renville( Agung, 1983).
sejarah dan orang Kuningan sebagai Alasan pemilihan Kuningan
para pelaku sejarahnya (Zakaria, 2011). khususnya Ciwaru sebagai objek
Keberadaan Belanda di Kuningan penelitian, dikarenakan pada
menyebabkan terjadinya perlawanan kenyataannya tulisan sejarah pada
dari rakyat Kuningan dan menimbulkan periode revolusi ini, lebih-lebih untuk
banyak pertempuran dengan pihak sejarah lokal, khususnya Kuningan,
Belanda (Zakaria, 2011). Penghianatan masih sangat sedikit. Penelitian tentang
Belanda terhadap Perundingan Kuningan pada masa revolusi
Linggajati telah menyadarkan kemerdekaan yang penulis lakukan
masyarakat Kuningan untuk menentang dalam rangka mengisi kelangkaan
kembali kehadiran Belanda dalam upaya historiografi periode tersebut. Kalaupun
mempertahankan kemerdekaan Republik ada yang membahas mengenai sejarah
Indonesia. Masyarakat Kuningan yang yang menyangkut Kuningan hanya
merupakan bagian dari masyarakat mengulas mengenai sejarah Kuningan
Indonesia merasa bahwa kehadiran dari masa prasejarah sampai kerajaan-
Belanda akan membuat rakyat kembali kerajaan masa Hindu-Buddha.
sengsara. Walaupun ada mengenai tentang kajian
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di revolusi hanya mengulas sedikit saja
Kuningan dalam usaha menentang mengenai revolusi dan tidak ada paparan

95
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

lain secara terperinci berupa deskripsi Dalam melakukan penelitian sejarah


peristiwa kejadian dari revolusi tersebut. ini, yang dilakukan oleh penulis tidak
Alasan lain dari penulis adalah ingin hanya mengungkapkan peristiwa yang
mencoba untuk mendokumentasikan sudah terjadi secara kronologis,
memori ataupun ingatan para tokoh dan melainkan pula dilakukan analisis
saksi sejarah peristiwa yang terjadi di berdasarkan data dan fakta yang telah
Kuningan sekitar revolusi. Hal ini didapatkan di lapangan. Penggunaan
dikarenakan penulisan sejarah metode historis dalam penelitian ini
menyangkut dengan waktu, hal ini dipilih karena data dan fakta yang
berdampak pada sejarah revolusi di dibutuhkan untuk menunjang kajian
Kuningan tidak akan terangkat dengan yang penulis angkat merupakan fakta-
baik dikarenakan para saksi sejarah atau fakta yang berasal dari masa lampau.
pelaku sejarah telah berusia lanjut. Adapun tahapan yang dilakukan dalam
Kondisi seperti ini akan berdampak pada penelitian historis ini diantaranya,
kesempatan untuk menggali peristiwa (Sjamsuddin, 2012):
dari sumber primer menjadi semakin 1. Memilih suatu topik yang sesuai;
kecil. Penelitian ini menggunakan 2. Mengusut semua evidensi (bukti)
rentang waktu periode tahun 1947 dan yang relevan dengan topik;
berakhir pada tahun 1950. Hal ini di 3. Membuat catatan tentang itu apa
pilih karena menurut sumber data dan saja yang dianggap penting dan
dokumen yang terdapat di Ciwaru relevan dengan topik yang
dikatakan bahwa pada tahun 1947 ditemukan ketika penelitian
Kuningan khususnya Ciwaru sedang berlangsung;
memainkan peranan penting sebagai 4. Mengevaluasi secara kritis semua
basis pertahanan Keresidenan Cirebon, evidensi yang telah dikumpulkan
tidak hanya pemerintahan sipil namun (kritik sumber);
militer pun ada di Kuningan. Sedangkan 5. Menyusun hasil-hasil penelitian
tahun 1950 dipilih karena seluruh (catatan fakta-fakta) ke dalam
pemerintahan dan basis militer suatu pola yang benar dan berarti
Keresidenan Cirebon di Ciwaru kembali yaitu sistematika tertentu yang
ke Cirebon setelah Belanda mengakui telah disiapkan sebelumnya;
kedaulatan Indonesia melalui KMB dan 6. Menyajikan dalam suatu cara
Kuningan tetap termasuk wilayah yang dapat menarik perhatian dan
Keresidenan Cirebon yang telah mengkomunikasikannya kepada
memberikan jasanya selama perjuangan para pembaca sehingga dapat
revolusi kemerdekaan. dimengerti dengan sejelas
mungkin.
METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis HASIL DAN PEMBAHASAN


menggunakan metode historis untuk
menggali peristiwa revolusi yang terjadi BELANDA MENYERANG PUSAT
di Kuningan. Menurut Louis Gottschalk KERESIDENAN CIREBON
(1975) metode historis mengandung arti
proses menguji dan menganalisis secara Belanda melakukan serangan-
kritis rekaman dan peninggalan masa serangan di berbagai wilayah Republik
lampau. Pernyataan Louis Gottschalk di Indonesia mulai akhir tahun 1945
atas menyiratkan bahwasanya metode sebagai akibat dari menangnya sekutu
historis merupakan metode yang atas Jepang. Indonesia yang secara de
digunakan untuk mengkaji suatu facto telah menjadi sebuah negara baru
peristiwa atau permasalahan pada masa tidak tinggal diam melihat serangan-
lampau secara deskriptif dan analitis. serangan tentara Belanda terhadap
wilayah-wilayah Indonesia termasuk di

96
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

wilayah Jawa Barat. Selain usaha Republik Indonesia dari berbagai arah
melalui jalur konfrontasi dilakukan, baik darat, laut dan udara. Untuk
upaya untuk mempertahankan wilayah Jawa Barat, Serangan Belanda
kemerdekaan melalui jalur diplomatik ke wilayah Keresidenan Cirebon dimulai
pun terus berjalan, jalur diplomasi yang dengan kekuatan 2 batalyon artileri
dilakukan yakni Perundingan Linggajati medan, 1 skuadron tank, 1 skuadron
yang dilaksanakan pada November 1946 panser, 1 kompi zeni lapangan dan
dan ditandatangani 25 Maret 1947 kesatuan bantuan lainnya (Soetanto,
(Hermawan, 2000). 2007). Pasukan yang terus bergerak dari
Meskipun isi perundingan bisa arah barat ini dipimpin oleh Mayor van
dikatakan menguntungkan Belanda, Santen dari KNIL dan dibantu oleh
namun Belanda masih tidak puas pasukan udara dari Divisi 7 Desember
terhadap cakupan wilayah yang ada dan terus memaksa masuk ke wilayah
nampaknya menginginkan seluruh tanah Keresidenan Cirebon khususnya pusat
bekas wilayah Hindia Belanda. militer dan sipil di Kota Cirebon, maka
Sekalipun pada kenyataanya hasil pasca serangan tersebut dikuasailah
perundingan tidak dapat direalisasikan Tomo, Kadipaten, Majalengka dan Kota
sama sekali karena terdapat perbedaan Cirebon.
interpretasi oleh kedua belah pihak Sebagai akibat dari Agresi Militer
terhadap isi perundingan, dimana dalam Belanda I, akhirnya membuat
hal ini Belanda mencoba melakukan pertahanan dari pasukan Siliwangi di
kehendaknya sendiri (Agung, 1983). Keresidenan Cirebon tidak karuan dan
Perbedaan pendapat tersebut makin tercerai berai (Soetanto, 2007). Hal ini
meningkat sampai akhirnya secara telah memaksa seluruh unsur baik sipil
sepihak seolah-olah Belanda ingin maupun militer untuk melakukan
menghilangkan adanya Perundingan evakuasi ke daerah yang dirasa aman
Linggajati tersebut dengan jalan dan jauh dari jangkauan pasukan
mengkhianati isi Perundingan Belanda sebagai akibat dari lumpuhnya
Linggajati. Pernyataan ini diperkuat oleh aktivitas di Cirebon karena digempur
Sewaka bahwa, selama dua hari berturut-turut oleh
...Perdjandjian Linggardjati sebagai Belanda.
satu perdjandjian jang tidak akan Akibat kondisi dan situasi yang tidak
membawa kepada tudjuan jang di menentu pada pertengahan tahun 1947
tjita-tjitakan oleh bangsa Indonesia. yang mengakibatkan roda pemerintahan
Bahkan beberapa dari mereka terganggu, maka Dewan Pertahanan
berkata, bahwa perdjandjian Daerah (DPD) Keresidenan Cirebon dan
Linggardjati adalah hanja pimpinan Brigade V/SGD Divisi
merupakan satu djalan bagi Belanda Siliwangi melakukan rapat untuk
untuk mendjadjah Indonesia kembali. menentukan wilayah pengungsian. Dari
Memang didalamnja nampak benar beberapa wilayah di Keresidenan
politik Belanda jang telah berabad- Cirebon seperti Majalengka, Indramayu
abad dilakukan di Indonesia, ialah dan Kuningan, hasil rapat memutuskan
siasat “memetjah-belah” (Sewaka, bahwasanya wilayah pedalaman
1955). Kuningan yang masih aman dapat
dijadikan daerah pengungsian sekaligus
Ketegangan akibat perbedaan menjalankan kegiatan pemerintahan
penafsiran tentang isi Perundingan darurat. Pertimbangan ini didasarkan
Linggajati semakin memuncak, sampai karena wilayah Indramayu dan
pada akhirnya Perundingan Linggajati Majalengka sudah dikuasai oleh Belanda
dilanggar dengan melakukan aksi militer terlebih dahulu dan akses dari Cirebon
pertama pada tanggal 21 juli 1947 yang merupakan basis Belanda terlalu
(Lubis, 2003). Agresi Militer Belanda I dekat (Wawancara dengan E.
bertujuan untuk menyerang wilayah Madrochim, 2014). Alasan lain tidak

97
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

dipilihnya wilayah Indramayu dan kegiatannya ke Desa Cipedes


Majalengka diperkuat oleh Kecamatan Ciniru.
Pustakaningrat (1987) bahwa, 3. Markas Komando Pertahanan
Laut Cirebon (ALCA-III)
Serangan mendadak yang dilakukan pimpinan Letkol (laut) H. P.
Belanda untuk mengimbangi Simanjuntak memindahkan
kekuatan TNI menyebabkan kegiatannya Desa Sukamukti
merosotnya moril rakyat dan tentara, Kecamatan Jalaksana.
dan setelah Brigade V berhasil 4. Kesatuan Induk Resimen XII
menduduki Kota Cirebon, maka Cirebon pimpinan Letkol
untuk dapat menguasai seluruh Mufraeni Mu’min memindahkan
daerah, dilakukan pendudukan kota- kegiatannya ke Desa Pakapasan
kota dan persimpangan- Kecamatan Ciniru.
persimpangan jalan. Indramayu, 5. Komandan Batalyon I Kapten
Kadipaten, Jatibarang dan Umar Wirahadikusumah
Majalengka akhirnya dijadikan memindahkan kegiatannya ke
pangkalan Belanda. wilayah Kuningan Barat di Desa
Sagarahiang.
Setelah ditetapkan bahwa wilayah
Kuningan yang akan dijadikan tempat Seluruh jajaran baik tokoh-tokoh
pengungsian pemerintahan darurat, politik maupun petinggi militer yang ada
terdapat dua pilihan tempat pengungsian di Cirebon menganggap bahwa wilayah
pemerintahan darurat Keresidenan Kabupaten Kuningan merupakan lokasi
Cirebon yaitu wilayah Kecamatan yang tepat untuk dijadikan lokasi
Mandirancan dan Kecamatan Ciwaru evakuasi dan basis pertahanan.
(Hermawan, 2000). Namun apabila Pemilihan Kuningan sebagai lokasi
dilihat dari faktor jarak Mandirancan untuk evakuasi didasarkan karena di
terhadap Kota Cirebon yang dekat dan Kuningan terdapat banyak pegunungan
memiliki akses yang mudah yang masih banyak hutan belantara dan
dikhawatirkan akan mudah dikuasai perkampungan-perkampungan yang jauh
kembali oleh Belanda. Hal ini diperkuat dari kota yang tidak bisa dijangkau oleh
dengan terjadinya penyerangan terhadap Belanda (Wawancara dengan E.
wilayah Desa Mandala Kecamatan Madrohim, 2014).
Dukupuntang Kabupaten Cirebon oleh
Belanda pada Agresi Militer Belanda I KUNINGAN MENGHADAPI
yang akhirnya masuk ke wilayah AGRESI MILITER BELANDA I
Kuningan melalui Mandirancan (Dian,
2007). Maka pilihan lokasi kedua yakni Berbicara mengenai pertimbangan
Ciwaru yang dipilih sebagai lokasi dipilihnya Ciwaru sebagai pusat
pengungsian pemerintahan darurat pemerintahan darurat Keresidenan
Keresidenan Cirebon sekaligus menjadi Cirebon antara lain karena Ciwaru
pusat pertahanan. Adapun unsur-unsur merupakan daerah yang terletak di
yang melakukan evakuasi ke pedalaman Pedalaman Kuningan berada di kaki
Kuningan di antaranya (Dewan Harian bukit Gunung Tilu dan berjarak sekitar
Cabang '45 Kabupaten Kuningan, 2006): 30 km sebelah tenggara Kota Kuningan
1. Pemerintahan darurat sipil atau sekitar 70 km sebelah selatan Kota
Keresidenan Cirebon pimpinan Cirebon yang menjadi pusat pasukan
Residen Hamdani memindahkan Belanda (Dewan Harian Cabang '45
kegiatannya ke Kecamatan Kabupaten Kuningan, 2006).
Ciwaru. Perpindahannya terjadi pada tanggal 25
2. Komando Brigade V Divisi Juli 1947, hal ini didasarkan pada
Siliwangi pimpinan Letkol peristiwa pendudukan Cirebon yang
Abimanyu memindahkan terjadi pada tanggal 23 Juli 1947 dan

98
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

pada 24 Juli 1947 diadakannya rapat 2014). Pasukan Belanda dibiarkan


penentuan ibu kota pengasingan. Selain masuk ke wilayah Kota Kuningan dan
itu juga penyerangan Belanda ke seluruh pejuang Kuningan memilih
Kuningan pada tanggal 27 Juli 1947 untuk mengundurkan diri ke pedalaman,
yang mana Ciwaru sudah menjadi Ibu hal ini dilakukan dengan maksud supaya
Keresidenan Cirebon. Ciwaru tidak ada kehancuran yang besar di
merupakan tempat yang strategis, jauh wilayah Kota Kuningan dan juga
dari jangkauan pasukan Belanda yang dikarenakan senjata yang ada di pihak
telah menduduki Cirebon dan sebagian pasukan Divisi Siliwangi tidak seimbang
wilayah Kuningan. dibandingkan dengan persenjataan yang
Pasca perpindahan pusat lengkap di pihak Belanda. Sementara itu
pemerintahan sipil Keresidenan Cirebon pasukan yang terpencar-pencar sebagai
pada 25 Juli 1947 ke Kuningan, selang akibat dari serangan Belanda tersebut
dua hari yakni tanggal 27 Juli 1947 segera berkumpul di tempat-tempat yang
pasukan infanteri Belanda datang telah ditentukan sebelumnya yang
menyerang Kuningan dengan kemudian menjadi daerah kantong-
menggunakan kekuatan kendaraan berat kantong gerilya.
dan kekuatan zeni. Pasukan Belanda Keadaan yang dialami oleh TNI dan
datang dari arah timur Cirebon pejuang yang ada di Kuningan segera
(Wawancara dengan Juhari, 2014). diketahui oleh Panglima Divisi
Dalam penyerbuannya ke Kuningan Siliwangi yakni A. H. Nasution yang
pasukan Belanda berhasil menduduki berkedudukan di Tasikmalaya.
dua kecamatan yakni Kecamatan Sementara itu untuk menghindari hal-hal
Cilimus dan Kecamatan Mandirancan. yang tidak diinginkan, maka Panglima
Dalam usaha untuk mempertahankan Divisi Siliwangi segera menugaskan
Kota Kuningan terhadap serangan Kapten Abdul Gani untuk menghimpun
pasukan Belanda yang sudah masuk dari dan mengkoordinasikan pasukan tentara
arah utara. Pasukan yang tergabung Indonesia dalam sebuah brigade yang
dalam Batalyon IV/XII/DIV/SGD baru. Brigade yang baru dibentuk itu
melakukan pencegatan di Ciloa dan bernama Komando Militer Daerah
Cirendang (Dewan Harian Cabang '45 (KMD) daerah Keresidenan Cirebon,
Kabupaten Kuningan, 2006). Adapun terdiri dari lima Komando Daerah
pemilihan Ciloa dan Cirendang karena Gerilya (KDG). KDG I pimpinan
lokasi yang strategis, yang mana Kapten Pitoyo, KDG II pimpinan
terdapat bukit di pinggir jalan yang akan Kapten Rukman, KDG III pimpinan
dilalui oleh pasukan Belanda untuk Kapten Umar Wirahadikusumah, KDG
menuju wilayah Kuningan kota, adapun IV pimpinan Kapten Yusuf, KDG V
wilayah perbukitan tersebut dikenal pimpinan Kapten Sangun dan Komando
dengan nama Ciharendong. Militer Kota (KMK) Cirebon pimpinan
Dalam upaya penghadangan tersebut Kapten Hutagaol (Nasution, 1979).
pasukan TNI menderita kerugian dengan Disamping itu pasukan-pasukan yang
gugurnya Sersan Mayor Bundjali dan mundur dari Cirebon yang terdiri dari
tertawannya Letnan Muda Ano Angkatan Laut, Angkatan Darat dan
Suwarno. Setelah berhasil menduduki Polisi Negara Republik Indonesia
Kota Kuningan, Belanda berusaha untuk (PNRI) ikut pula bergabung dengan
menduduki kota-kota kecamatan yang pasukan Batalyon IV/XII/DIV/SGD.
masih dikuasai oleh TNI dan para Mengingat situasi dan kondisi pada saat
pejuang lainnya. Setelah gagal menahan itu maka nomor batalyon tidak
pasukan Belanda di pos Ciloa- dipergunakan lagi, melainkan digunakan
Cirendang, maka pasukan Siliwangi sebutan Batalyon Rukman. Daerah
melakukan langkah untuk mundur ke gerilya dibagi menjadi dua. Daerah
wilayah pedalaman di daerah selatan Gerilya I dipimpin oleh Mayor Rukman
Kuningan (Wawancara dengan Juhari dan Daerah Gerilya II dipimpin oleh

99
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

Kapten Umar Wirahadikusumah. melakukan serangan gerilyanya pada


Sementara itu staf batalyon yang malam hari guna menghindari serangan
berkedudukan di Tundagan dipindahkan balasan dari Belanda. Hal ini dilakukan
ke Kampung Cikahuripan Desa Parakan karena ketika malam hari pasukan
Kecamatan Lebakwangi. Belanda tidak dapat leluasa beraktivitas
Dengan taktik dan strategi baru yang karena belum menguasai dan hapal
digunakan oleh pasukan Siliwangi yakni wilayah dengan baik (Wawancara
bergerilya, pasukan Siliwangi telah dengan S’ai, 2014).
memaksa lawan untuk melakukan Pada masa revolusi kemerdekaan,
pertempuran yang melelahkan, serangan Kabupaten Kuningan hanya mempunyai
yang tiba-tiba kemudian menghilang ke 14 Kecamatan yakni Kecamatan
hutan-hutan terjadi di Kuningan Kuningan, Jalaksana, Cilimus,
(Wawancara dengan E. Madrohin, 2014 Mandirancan, Kadugede, Subang,
; Sa’i, 2014). Dalam melancarkan aksi Garawangi, Ciniru, Lebakwangi,
gerilyanya pasukan Siliwangi Ciawigebang, Cidahu, Luragung,
mendapatkan bantuan penuh dari rakyat. Ciwaru dan Cibingbin. Namun hingga
Perjuangan Siliwangi dalam melawan hingga pasukan TNI yang terdapat di
Belanda selama Agresi Militer I tentu daerah gerilya II dan III menginggalkan
tidaklah akan menemui jalan mulus basis pertahanannya di wilayah
apabila tidak mendapat bantuan dari pedalaman Kuningan untuk hijrah ke
rakyat, karena aksi gerilya sepenuhnya Jawa Tengah dan Yogjakarta di awal
butuh sokongan rakyat yang bertugas tahun 1948, pasukan Belanda hanya
membantu, merawat dan mampu menduduki dan menguasai lima
menyembunyikan gerilyawan. Seperti wilayah kecamatan dari 14 kecamatan
yang diungkapkan oleh Nasution (1984) yang ada di Kuningan pada saat itu
bahwa, (Zakaria, 2011). Adapun lima
…Gerilya dapat melakukan tugasnya kecamatan yang berhasil diduduki oleh
karena rakyat menjadi “jawatan- Belanda antara lain Kecamatan
jawatan dan senjata-senjata Kuningan, Kecamatan Cilimus,
bantuannya”. Dengan bantuan Kecamatan Ciawigebang, Kecamatan
rakyat dapatlah ia selalu Kadugede dan Kecamatan Cidahu
memperoleh keterangan-keterangan (Zakaria, 2011; Dewan Harian Cabang
mengenai musuh, mengenai '45 Kabupaten Kuningan, 2006).
dislokasi, gerakan-gerakan, Semenjak ditetapkannya Kuningan
kekuatan-kekuatan dan lain-lain. khususnya Ciwaru sebagai Ibu Kota
Karena rakyat berada di sekeliling Darurat Keresidenan Cirebon, mengalir
musuh dan rakyat juga bergaul arus pengungsian dari berbagai unsur,
dengan musuh-musuh. Dengan baik pemerintahan sipil, militer dan
bantuan rakyat yang bersimpati penduduk Cirebon. Selain dari unsur
rasanya terbukalah pintu sampai ke penduduk yang mengungsi, turut pula
markas-markas dan tempat-tempat unsur-unsur dari pihak pejuang yang
tidur musuh. tergabung dalam kelaskaran pejuang.
Usaha dari rakyat Kuningan dan Pasukan yang pertama datang ke
pasukan Siliwangi dalam melakukan Kuningan pada awal Agustus 1947
tekanan-tekanan dan gangguan terhadap adalah pasukan kelaskaran yang dikenal
keberadaan Belanda dengan cara gerilya dengan Pasukan Istimewa (PI)
ternyata berhasil dengan baik. Serdadu berkekuatan satu batalyon dipimpin oleh
Belanda tak kunjung merasakan Kapten Syafei dan Letnan Said.
ketenangan karena sewaktu-waktu Selanjutnya ratusan pengungsi secara
mendapat “gangguan” dan bergelombang datang ke Ciwaru, baik
“pengacauan” yang dilakukan oleh pegawai pemerintah dari berbagai
pejuang-pejuang yang tidak berseragam. jawatan dan instansi, Keresidenan
Pasukan Siliwangi dan rakyat selalu /Kabupaten Cirebon, kepolisian wilayah

100
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

Keresidenan Cirebon serta Kabupaten sipil maupun militer. Salah satu


Cirebon, tokoh-tokoh politik, tokoh contohnya demi kelancaran roda
masyarakat dan tidak sedikit rakyat pemerintahan, sejumlah perumahan
biasa yang turut mengungsi ke Desa rakyat dijadikan kantor dinas atau
Ciwaru dan desa-desa lainnya di instansi baik tingkat keresidenan
Kabupaten Kuningan yang cukup aman maupun tingkat kabupaten. Rakyat
dari jangkauan pihak Belanda. Kecamatan Ciwaru yang masih memiliki
Selain laskar-laskar perjuangan dan sifat ketimurannya dengan semangat
komponen pemerintahan Keresidenan gotong royong dan tolong menolong,
Cirebon datang pula Divisi Bambu rela memberikan apa saja yang sedang
Runcing pimpinan Sutan Akbar dari dibutuhkan oleh para pejuang demi
Yogjakarta yang diutus dan mendapat perjuangan kemerdekaan Indonesia.
tugas resmi untuk mengamankan Jawa Masyarakat Ciwaru tidak hanya
Barat khususnya Ciwaru dari Jenderal merelakan rumahnya dipakai untuk
Sudirman. Menyusul pula pasukan berbagai kepentingan, namun juga
Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawasi dengan situasi dan kondisi mereka yang
(KRIS) dan kehadiran Batalyon 400 serba susah dengan adanya agresi militer
Tentara Republik Indonesia Pelajar namun mereka juga rela
pimpinan Salamun A.T. dan A.F. menyumbangkan bahan makanan berupa
Wirasutisna ke Ciwaru mendapat beras, hasil tani dan lainnya demi
sambutan hangat dari masyarakat. kelangsungan perjuangan.
Kedatangan anggota pemerintahan Gerakan untuk mengorganisir dan
sipil maupun militer serta datangnya mempersatukan kekuatan para pelajar
para pengungsi diterima dengan baik antara lain Achmad Hanafi, E. Yunani,
oleh masyarakat Ciwaru dengan tangan Djohari, A. Usman, Anang Setiana, D.
terbuka. Rakyat Ciwaru membukakan Kadarisman, Usnen Setiadi dll. Gerakan
pintu selebar-lebarnya bagi para pejuang tersebut masih belum terwadahi dengan
dan pemerintahan sipil untuk suatu kumpulan yang paten maka dari
menjadikan Ciwaru sebagai tempat itu terbentuklah Ikatan Pelajar Indonesia
pengungsian sementara. Mereka (IPI) Keresidenan Cirebon dengan
merelakan rumahnya untuk dipakai ketuanya Boy Suhesti dengan para
kantor-kantor pemerintahan, kantor pengurus lainnya antara lain Nana
militer Republik Indonesia tempat Yuhana, D. Kadarisman, Anang Setiana,
pemondokan dan dapur umum. Ciwaru Usnen Setiadi dll.
mendadak dibanjiri pengungsi sebagian Disamping para pelajar
lagi menyebar ke desa di wilayah mengorganisasikan dirinya dalam suatu
Kecamatan Ciwaru seperti Desa wadah perkumpulan dengan nama IPI,
Citundun dan Desa Pabuaran yang para guru-guru SLTP dan SLTA yang
sekarang menjadi Desa Linggajaya non-kooperatif terhadap Belanda, baik
Kecamatan Karangkancana (Wawancara itu yang berdatangan dari wilayah
dengan M. Setiadi, 2014). Ciwaru benar- Cirebon dan Kuningan mendirikan SMP
benar menjadi pusat daerah perjuangan negeri menumpang di Sekolah Rakyat
perang kemerdekaan yang sangat ramai Ciwaru dan didirikan pula sekolah-
yang mana sebelumnya Ciwaru sekolah guru bertempat di Desa Gunung
hanyalah sebuah desa yang tanpa Jawa yang sekarang berubah nama
kendaraan bermotor dan tanpa adanya menjadi Desa Karangkancana. Salah
penerangan listrik namun kondisi seorang guru SMPN-SG tersebut ialah
Ciwaru berubah ketika tahun 1947. Talam Amipradja.
Sejak Ciwaru menjadi Ibu Kota Pada bulan Oktober 1947 kepala
Keresidenan Cirebon sekaligus menjadi polisi Kabupaten Kuningan mendidik 30
basis pertahanan Republik Indonesia orang pemuda menjadi half polisi
banyak sekali bantuan rakyat Ciwaru (pembantu polisi). Disamping itu juga
yang diberikan kepada pemerintahan ratusan rakyat dan pemuda bergabung

101
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

dengan tentara, badan-badan kelaskaran 3. Pasukan Hizbullah yang


dan badan-badan perjuangan lainnya. berkedudukan di Kampung
Untuk lebih meningkatkan tekanan- Jagasara Desa Cieurih Kecamatan
tekanan gerilya pada kedudukan- Cidahu di bawah pimpinan Unus.
kedudukan Belanda, maka diadakannya 4. Pasukan Hizbullah yang
pembagian daerah sebagai berikut: berkedudukan di Sindang Jawa
1. Pasukan komando serta staf yang kemudian menggabungkan
batalyon di bawah pimpinan diri dengan pasukan gerilya
Mayor Rukman berkedudukan di pimpinan Djadjang Sudirdja.
Cikahuripan, Desa Parakan 5. Pasukan Hizbullah yang
Kecamatan Lebakwangi. berkedudukan di Timbang, di
2. Daerah gerilya Kuningan barat daerah Kuningan timur di bawah
bermarkas di Sagarahyang pimpinan Sutio.
meliputi wilayah Sagarahyang,
Cikadu, Bayuning dan sekitarnya Sementara itu untuk kelangsungan
sampai dengan perbatasan serta kelancaran gerilya maka
Jalaksana, di bawah pimpinan disusunlah petugas-petugas wilayah atau
Kapten Umar Wirahadikusumah. petugas teritorial yang pada saat itu
3. Daerah Kuningan barat sebelah sasarannya diarahkan pada pelayanan
selatan sampai dengan perbatasan serta bantuan kepada pasukan-pasukan
Majalengka dan sekitarnya bersenjata yang melakukan perang
dipimpin oleh Letnan Latief. gerilya.
4. Daerah Kuningan timur daerah
Ciawigebang dan sekitarnya KUNINGAN PADA MASA
sampai dengan perbatasan PERUNDINGAN RENVILLE
Sindanglaut dipimpin oleh Kapten
Mustofa Sudirdja. Di wilayah Kuningan, beberapa di
5. Daerah gerilya Kuningan utara antara jalan penghubung yang dilalui
dan daerah Cirebon selatan oleh Belanda mendapat julukan “jalan
dipimpin oleh Kapten Machmud maut/jalan kematian” (Nasution, 1979).
Pasha. Jalan-jalan ini seperti jalan antara
6. Daerah Kuningan timur tergabung Cirebon-Ciamis dan jalan antara
sepasukan MB atau Mobile Kuningan-Cikijing (Pustakaningrat,
Brigade pimpinan Diari yang 1984). Disaat Belanda mulai terjepit dan
berkedudukan di Segong dan lemah akibat dilancarkannya sistem
Cibingbin. wehrkreise oleh Divisi Siliwangi,
mereka pun akhirnya kembali
Disamping pasukan-pasukan gerilya menjalankan taktik diplomasinya. Pada
tersebut, yang tergabung dalam kesatuan tanggal 17 Januari 1948 terjadi
TNI terdapat pula pasukan-pasukan Perundingan Renville antar pemerintah
bersenjata kelaskaran yang bergerilya di Republik Indonesia dengan Belanda.
dalam daerah Kabupaten Kuningan, Perundingan Renville yang
adapun kelaskaran yang ada di wilayah menghasilkan beberapa keputusan
Kuningan adalah: membawa akibat lebih parah lagi bagi
perjuangan mempertahankan
1. Pasukan Hizbullah yang kemerdekaan.
berkedudukan di Kutaraja di Salah satu keputusan dari
bawah pimpinan Asnapi. Perundingan Renville yang membuat
2. Pasukan Hizbullah yang sulit perjuangan pihak militer adalah
berkedudukan di Desa Gunung kebijakan yang menyebutkan bahwa
Jawa di bawah pimpinan Uhan pasukan TNI harus dipindahkan dari
Sukanta. daerah yang ada di bawah kekuasaan
Belanda ke daerah yang sepenuhnya di

102
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

bawah kekuasaan Republik Indonesia. Mereka membentuk kembali Kesatuan


Hal ini pun tentu mendorong TNI yang Perjuangan Rakyat Murba (KPRM) dan
ada di Jawa Barat harus hijrah ke Jawa laskar gerilyanya melakukan perang
Tengah dan Yogjakarta, Ibu kota gerilya di bawah pimpinan Imam
Republik Indonesia dan hal ini Hidayat, Achmad Bagdja, A. Hanapi, E.
mengharuskan pula kesatuan-kesatuan Yuhana dan lainnya. Anggota KPRM
yang ada di Kuningan mengikuti aturan terdiri dari tentara dan pasukan
yang telah disepakati untuk hijrah ke kelaskaran yang tidak ikut hijrah ke
Yogjakarta. Yogjakarta dan para pemuda serta
Adapun proses hijrah yang terjadi di masyarakat yang ingin terus berjuang
Kuningan, kesatuan-kesatuan yang ada mempertahankan kemerdekaan
di wilayah Kuningan selatan dan timur Indonesia.
berkumpul di Ciwaru untuk kemudian Untuk selanjutnya KPRM
berangkat menuju Kota Cirebon dan membentuk pemerintahan sipil darurat
selanjutnya menuju Yogjakarta. dengan mengangkat Abdurachman
Kesatuan-kesatuan yang berada di (Sekertaris Keresidenan Cirebon) yang
wilayah Kuningan barat dan utara tidak ikut hijrah menjadi Residen
berkumpul di wilayah Kuningan kota Cirebon menggantikan Residen
untuk selanjutnya berangkat pula ke Hamdani yang ikut hijrah ke Yogjakarta,
Cirebon melaksanakan hijrah. Sejak lalu untuk mengisi kekosongan
tanggal 2 Februari 1948, pasukan sekertarisnya diangkat Hartono.
berangkat melalui 2 jalur yaitu jalur laut, Kemudian A. Subroto dan Achmad
pasukan dikumpulkan di Pelabuhan Warkim yang merupakan anggota
Cirebon, kemudian dengan kapal laut KPRM ditugaskan untuk menghubungi
berangkat menuju Pelabuhan Rembang pemerintah pusat dalam hal ini
dan jalur darat, pasukan berangkat Kementerian Dalam Negeri di
dengan kereta api setelah dikumpulkan Yogjakarta untuk meminta legalisasi
di Stasiun Prujakan Cirebon berangkat Pemerintahan Darurat Keresideann
menuju Gombong (Soetanto, 2007). Cirebon pimpinan Abdurachman, dan
Proses hijrah tidak sepenuhnya akhirnya Kementerian Dalam Negeri
diikuti oleh semua pasukan di Kuningan mengesahkan dan mengakui
sendiri tidak semua tentara dan badan- Pemerintahan Keresidenan Darurat
badan perjuangan ikut hijrah ke Cirebon yang dipimpin oleh
Yogjakarta, ada sebagian pasukan yang Abdurachman. Hubungan Pemerintahan
sengaja ditinggalkan di wilayah Darurat Keresidenan Cirebon dengan
Kuningan untuk terus menggalang pemerintah pusat berjalan dengan baik
kekuatan melawan Belanda dan dan lancar. A. Subroto yang ditugaskan
melakukan pembinaan kepada sebagai kurir beberapa kali pulang pergi
masyarakat agar tidak ikut ke Belanda. ke Yogjakarta untuk terus melaporkan
Hal ini dilakukan oleh sebagian besar situasi dan keadaan yang terjadi di
anggota Tentara Pelajar Batalyon 400 wilayah Keresidenan Cirebon khususnya
dan anggota Laskar Wanita Indonesia Ciwaru, Ciniru dan Subang yang
sesuai instruksi dari Letkol Abimanyu menjadi pusat gerilya pada masa
(Wawancara dengan Bapak Juhari, 2014 revolusi.
; E. Madrohi, 2014). Dari hasil wawancara dengan bapak
Rakyat Ciwaru setelah ditinggalkan M. Setiadi dapat diketahui bahwasanya
oleh pemerintahan sipil dan tentara serta Belanda masuk ke wilayah Ciwaru pada
kesatuan-kesatuan pejuang republik tahun 1948, sebelum tahun tersebut
tidak tinggal diam dan tunduk kepada belum pernah ada tentara Belanda yang
pihak Belanda. Mereka menghimpun berhasil masuk wilayah Ciwaru, namun
dan menggalang kekuatan rakyat dalam kalau pesawat Belanda biasanya sering
menghadapi Belanda atas perintah lewat di atas wilayah udara Ciwaru.
komandan Brigade V Divisi Siliwangi. dipertengahan tahun 1948 Ciwaru

103
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

diduduki oleh militer Belanda dan menuju daerah Jawa Barat (Soetanto,
berdirilah pemerintahan recomba. 2007). Pada awal tahun 1949 pasukan
Kehadiran militer Belanda ini telah Siliwangi mulai berdatangan kembali ke
mempersempit ruang gerak dari para daerah Jawa Barat dan Ciwaru menjadi
pejuang yang ada di Ciwaru. Namun jalan utama dan tempat beristirahat
walaupun gerak-gerik dan aktivitas sebagian TNI dari Yogjakarta yang akan
rakyat tidak luput dari pengawasan menyebar ke daerah Jawa Barat lainnya.
Belanda, para pejuang di Ciwaru tidak Kedatangan dari pasukan Siliwangi yang
kehabisan akal. Rakyat dan pejuang melewati Ciwaru disambut gembira oleh
mengatur taktik dan strategi baru, masyarakat dan KPRM pada khususnya.
misalnya pengumpulan bahan makanan Pasukan yang pertama kali datang ke
dan obat-obatan yang dikumpulkan oleh wilayah Ciwaru adalah satuan batalyon
para wanita penjual makanan. Para yang dipimpin oleh Mayor Rukman.
penjual makanan ini berpura-pura Masyarakat Ciwaru menyambut gembira
menjual dagangan mereka padahal dan mengelu-elukan kedatangan dari
sebenarnya mereka mengumpulkan Batalyon Rukman. Untuk menjamin
makanan dari pintu ke pintu yang pada pasukan TNI yang datang
akhirnya dijadikan bahan logistik bagi bergelombang, KPRM mengumpulkan
pejuang yang berjuang melawan bahan makanan dari warga dan
Belanda (Wawancara dengan Mulyadi, mengatur penempatan TNI. Yang
2014 ; M. Setiadi, 2014). mengatur semuanya adalah Natadisastra,
Kegiatan lainnya pun banyak dibantu E. Yuhana, A. Hanafi, Wasita, S.
oleh para pelajar di Ciwaru, tentara Barnita, R. Mijralsamsu, Nata Rastam
Belanda tidak menaruh curiga kepada dan lainnya. Dapur umum dipimpin oleh
para pelajar dan penjaja makanan maka Muhati Yuhana dari pimpinan Laskar
dari itu mereka cukup bebas untuk Wanita Indonesia (LASWI) Kecamatan
menjalankan aktivitas dalam membantu Ciwaru. Perlakuan masyarakat Ciwaru
pejuang. (Wawancara dengan M. itulah sebagai bukti kepatuhan dari
Setiadi, 2014). Para pelajar turut rakyat Ciwaru terhadap Republik
membantu mengumpulkan “pelor” atau Indonesia dan TNI ketika ditinggal
amunisi dari markas-markas Belanda, hijrah.
mereka mengumpulkan amunisi tersebut Ketika Batalyon Rukman datang ke
sambil bepura-pura main disekitar Jawa Barat khususnya wilayah Ciwaru
markas Belanda dan setelah berhasil, Kuningan, dia tidak menggunakan
amunisi yang didapatkannya istilah Batalyon Rukman dan tidak
disembunyikan dalam roti yang dibawa mengaku bahwa bagian dari Divisi
oleh para pelajar dan akhirnya Siliwangi (Pustakaningrat, 1987). Hal
dikumpulkan di markas pejuang ini dilakukan kemungkinan untuk
Indonesia. menghindari penangkapan dari pihak
Seperti halnya Perundingan Belanda yang sudah menguasai hampir
Linggajati, Perundingan Renville yang wilayah Kuningan. Maka dari itu Mayor
telah dilakukan antara kedua belah pihak Rukman membentuk Kesatuan Gerakan
harus kandas dengan penghianatan dari Rakyat Merdeka (KGRM). Mayor
pihak Belanda dengan melancarkan aksi Rukman dalam membentuk KGRM
Agresi Militer Belanda II. Pada tanggal tidak mengetahui bahwa di Kuningan
19 Desember 1948, secara mendadak sudah ada badan perjuangan selama
serdadu Belanda melakukan Agresi pasukan Divisi Siliwangi hijrah ke
Militer Belanda II, mereka menyerang Yogjakarta, badan tersebut yakni KPRM
dan menduduki Ibu Kota Yogjakarta pimpinan Iman Hidayat. Laskar yang
yang menjadi Ibu Kota Republik dibentuk pada tanggal 26 September
Indonesia. Ketika terjadi agresi tersebut 1948 di Desa Kedungbungkus
pasukan Siliwangi sudah keluar dari Kuningan. Mayor Rukman kemudian
Yogjakarta melakukan longmarch membentuk daerah operasi dan

104
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

pimpinan KGRM, adapun pembagian Negara Kesatuan Republik Indonesia


pimpinan daerah operasi di antaranya: (Pustakaningrat, 1987).

1. Kapten Mustafa Sudirja di


wilayah Kuningan Timur-Cirebon
Timur. KESIMPULAN
2. Kapten Machmud Pasya di Peristiwa revolusi kemerdekaan
wilayah Kuningan Utara dan Indonesia yang terjadi di Kuningan
Cirebon Barat. merupakan bagian yang tidak
3. Letnan Moh. Ilyas di wilayah terpisahkan dari revolusi kemerdekaan
Majalengka Utara dan Timur. yang terjadi di wilayah Keresidenan
4. Kapten A. Sentot di wilayah Cirebon. Penyerangan pertama ke
Indramayu. wilayah Keresidenan Cirebon terjadi
5. Kapten Rivai di wilayah Ujung pada tanggal 23 Juli 1947 dalam
Jaya dan Conggeang serangan ini Belanda berhasil
(Pustakaningrat, 1987). menghancurkan fasilitas vital untuk
Untuk menghindari bentrokan dan berjalannya roda pemerintahan yang
dalam upaya menjaga kekompakan pada akhirnya memaksa Dewan
ketika menghadapi Belanda diadakan Pertahanan Daerah Keresidenan Cirebon
perundingan segitiga antara KPRM, bersama pimpinan Brigade V/Siliwangi
KGRM dan pemerintah sipil memutuskan untuk memindahkan pusat
Keresidenan Cirebon. Dari KPRM pemerintahan dan pusat pertahanan ke
diwakili oleh Imam Hidayat dan wilayah pedalaman Kabupaten
Achmad Bagdja, dari KGRM diwakili Kuningan.
oleh Mayor Rukman dan Oesman Pasca pemindahan pusat keresidenan
Djatikusumah dan dari pemerintah sipil ke Kuningan, Belanda pun mencoba
diwakili oleh Residen Abdurachman. menyerang Kuningan yang mana
Perundingan tersebut dilaksanakan di serangan pertama terjadi pada tanggal
Pasir Panyeuseupan. Hasilnya 25 Juli 1947. Pola serangan pun diganti
terbentuklah Dewan Pimpinan oleh Divisi Siliwangi dari pola linier
Koordinasi (DPK) yang pimpinannya menjadi gerilya untuk menghadapi
terdiri atas ketiga unsur tadi, pembagian pasukan Belanda di Kuningan. pola
tugas antara ketiga unsur tadi ditetapkan gerilya yang dilaksanakan sangat efektif
sebagai berikut: dikarenakan masih banyaknya wilayah
1. Tugas untuk bertempur hutan dan bantuan dari rakyat sangat
diserahkan kepada TNI/KGRM besar di Kuningan.
dan laskar Gerilya KPRM. Gempuran demi gempuran yang terus
2. Tugas untuk urusan yang dilancarkan oleh Belanda akhirnya
menyangkut masalah teritorial memaksa munculnya kesatuan KGRM
dan kepemerintahan diserahkan dan KPRM yang dibentuk oleh rakyat
kepada Pemerintahan Sipil dan laskar-laskar untuk membantu
Keresidenan Cirebon (Hermawan, perjuangan militer di Kuningan.
2000). Akhirnya kecamuk revolusi yang terjadi
di Kuningan beserta perjuangan yang
Pemerintahan Keresidenan Cirebon dilakukan oleh militer maupun sipil
berada di Ciwaru dimulai dari akhir Juli mampu membawa Kuningan kembali ke
1947 hingga 31 Desember 1949. Pada pangkuan Republik Indonesia. Pusat
tanggal 1 Januari 1950 pemerintahan Keresidenan kembali dipindahkan dari
sipil Keresidenan Cirebon kembali lagi Ciwaru, Kuningan ke Cirebon pada
ke Cirebon dan disusunlah aparatur tanggal 1 Januari 1950.
pemerintahan baru di bawah naungan

105
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

DAFTAR PUSTAKA Sewaka. (1955). Tjorat Tjaret Dari


Djaman ke Djaman. Bandung.
Agung, I. G. A. A. (1983). Renville.
Jakarta: Sinar Harapan. Sjamsuddin, H. (2012). Metodologi
Sejarah. Yogjakarta: Ombak
Dewan Harian Cabang '45 Kabupaten
Kuningan. (2006). Perjuangan Soetanto, H. (2007). Long March
Rakyat Kuningan Masa Revolusi Siliwangi. Jakarta: Kata Hasta
Kemerdekaan. Bandung: Kiblat Buku Pustaka.
Utama.
Wawancara dengan E. Madrohim,
Dian, A. (2007). Revolusi Fisik di Desa Anggota Batalyon Umar, 2014.
Mandala Cirebon Tahun 1947 dan
1949. (Skripsi). Jurusan Pendidikan Wawancara dengan Juhari, Anggota
Sejarah, Fakultas Pendidikan Ilmu Tentara Pelajar, 2014.
Pengetahuan Sosial, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung. Wawancara dengan M. Setiadi, Anggota
IPI, 2014.
Dienaputra, R. D. (2011). Sunda:
Sejarah, Budaya dan Politik. Wawancara dengan Mulyadi, Anggota
Bandung: Sastra Unpad Press. API Ciwaru, 2014.

Ekadjati, E. S. (1980). Sejarah Revolusi Wawancara dengan Sa’i, Anggota API


Kemerdekaan Daerah Jawa Barat. Kuningan, 2014.
Jakarta: Depdikbud.
Zakaria, M. M. (2011). Peranan Tokoh
Gottschalk, L. (1975). Mengerti Sejarah. Kuningan Dari Masa Pergerakan
Jakarta: Universitas Indonesia. Hingga Revolusi Kemerdekaan.
Bandung: Balai Pelestarian Sejarah
Hermawan, W. (2000). Kuningan dan Nilai Tradisional.
Menembus Waktu. Kuningan: Humas
Pemda Kabupaten Kuningan.

Lubis, N. H. (2003). Sejarah Tatar


Sunda Jilid 2. Bandung : Lembaga
Penelitian Universitas Padjadjaran.

Nasution, A. H. (1979). Sekitar Perang


Kemerdekaan Indonesia Jilid 6 dan
10. Bandung: Angkasa.

Nasution, A. H. (1984). Pokok-Pokok


Gerilya dan Pertahanan Republik
Indonesia di Masa yang lalu dan
yang Akan Datang. Bandung:
Angkasa.

Pustakaningrat, I. (1987). Cirebon Pada


Masa Revolusi: Dari Linggarjati
Hingga Pengakuan Kedaulatan.
(Skripsi) Jurusan Sejarah, Fakultas
Sastra, Universitas Indonesia, Depok.

106

You might also like