You are on page 1of 3

Nama: Zaidan Ananda Wardoyo

NPM: 2006588086

Terjebak Sendirian

Hadi melemparkan badannya sekeras mungkin ke pintu. Pintu kamar kosnya terlalu
kuat, kayunya kokoh dan tua khas bangunan tua. Kos-kosan Hadi jauh dari segala tempat,
tidak ada yang bisa mendengarnya walaupun ia berteriak sekali pun. Baru saja libur semester,
semua orang pulang, Ibu kos sudah tua, karyawan yang menjaga kosan baru saja berhenti.
Hadi sendirian di bangunan ini.
Hadi terus menggedor-gedor pintu sampai tangannya merah karena rasa sakit. Tidak
ada siapa-siapa yang akan mengunjunginya. Dia meringkuk memikirkan nasibnya bagaimana
setelah ini.
Mengapa ini bisa terjadi, pikirnya.
Telepon genggamnya berada entah dimana, mungkin tertinggal di luar kamar, dia
tidak ingat. Tidak ada jam di kamarnya, Dia tidak tahu waktu selain dari cahaya matahari
yang menyelinap di jendela. Dia menemukan telepon genggamnya di luar kamar. Telepon
tersebut tidak memiliki data internet maupun pulsa.
Telepon genggam tanpa pulsa hanya bisa melakukan panggilan miss call. Dia tidak
memiliki nomor kontak siapa-siapa dan tidak ingat nomor siapa pun. Hanya berbagai grup
line dan followers Instagram, semua tidak menyertakan nomor atau informasi pribadi lainnya.
Dia kembali putus asa.
Malam menarik cahaya matahari. Yang menemani Hadi sekarang hanya cahaya
imitasi dan barang-barang berserakan. Dari barang-barang tersebut tiga diantaranya menarik
matanya, botol air mineral yang hampir habis, kunci kamarnya, dan roket air yang sayapnya
patah.
Botol air tersebut penyok seakan-akan menunduk. Dia menganggap itu sedikit lucu. Ia
ingat saat baru masuk SMA di waktu perkenalan namanya dipangil ia sakit perut. Sebelum
namanya selesai diucapkan oleh guru, ia sudah lari ke kamar mandi. Tanpa izin ia
membanting pintu dan berlari ke arah tanda kamar mandi.
Saking cepatnya Hadi membuka celana, rasanya seperti menghilang dari badan bagian
bawahnya. Hadi melompat, berjongkok, dan menutup pintu kamar mandi bagai atlet senam
aerobik. Namun kelegaan yang ia rasakan hanya singkat, ia mendengar dua suara yang
berbicara di luar pintu. Hadi menyadari bahwa ini adalah kamar mandi perempuan. Setelah
sedikit serangan panik ia juga melihat bahwa ia meninggalkan celananya di luar kamar
mandi. Ia menyelinap tanpa busana celana keluar disaat orang tidak ada yang melihat.
Entah berapa jam berlalu. Saking bosannya, ia mulai berbicara dengan barang-barang
di kamarnya. Ia terutama menyalahkan kunci kamarnya mengapa ia tega melakukan ini
padanya.
”Mana ada begitu, salahkan si pintu tua yang engselnya sudah kering,” bantah sang
kunci.
”Hei jaga kata-katamu, asal kau tahu, aku sudah disini dari lusinan kunci duplikat
sebelum kau,” jawab sang pintu.
”Berbicara soal duplikat, tuan, kapan kau akan memberikanku pasangan?” tanya sang
kunci kepada Hadi.
Hadi teringat akan tawaran teman sejurusannya akan kunci duplikat. Awalnya ia
menolak karena mengira teman tersebut sebagai sosok yang licin. Menurut Hadi ia
menawarkan jasa kunci duplikat kepada terlalu banyak penghuni kost-an putri.
Tapi bisa jadi dia salah. Bisa jadi teman tersebut memang sedang memerlukan uang.
Kalau dipikir-pikir lagi bekerja sambil kuliah adalah perbuatan yang terbilang terpuji. Oleh
karena itu teman itu memakai baju aneh yang sama setiap hari. Atau, mungkin saja bukan.
Yang jelas ia menyesal tidak berkenalan lebih dekat dengan teman itu. Bisa jadi ia
menyimpan nomornya dan sudah diselamatkan sekarang.
Pikiran Hadi semakin pusing. Barang-barang terus berbicara menyebut kesalahan-
kesalahannya. Sapu berkata kepada Hadi,
”Harusnya kau lebih sering membersihkan kamarmu, disini menjijikkan.”
”Kenapa kau tidak pernah belajar?” saut buku-buku pelajaran yang lesap dari noda.
”Perutmu buncit dan berat badanmu naik,” kata barbel dua kilogram yang ia beli
namun tidak pernah pakai.
”Memang kau lebih baik mati saja,” kata cermin.
Hadi merasa dia sudah tidak tahan dan mencoba mendobrak pintu keluar. Pintu
tersebut terasa berat, seperti tertimbun. Ia lalu mengintip diantara selipan pintu. Ia kaget,
selipan tersebut tertutupi tanah merah. Ia bukan di kamar, melainkan di peti mati yang telah
terkubur.
Ia berlutut, memohon kepada Tuhan Yang Esa untuk memutar waktu. Ia menyesali
cara hidupnya selama ini. Ia meminta ampun terhadap kesalahan-kesalahannya selama ini. Ia
berjanji akan mengubah hidup sepenuhnya, tidak akan menjadi orang tidak berguna lagi.
Namun cahaya itu pun tiba. Penghakiman ada tepat di hadapannya dan ia tidak punya
pilihan lain selain melihat kembali perbuatannya. Tampak sebuah kilauan logam baru dan
terdengar gemerincing yang dikenal Hadi. Terlihat sosok orang itu.
Si Teman muncul dan membuka pintu itu dengan ringan. Hanya gagang pintunya di
dalam yang sudah lemah. Pintu tersebut dengan mudah terbuka dari luar.
”Oi, ini kuncimu,” kata si Teman.
”Oh, terima kasih,” jawab Hadi.
Ternyata Hadi memang telah memesan kunci cadangan dari temannya tersebut. Ia
hanya lupa kapan ia meminjamkan kunci kamarnya dan juga kapan si Teman
mengembalikannya.
”Eh, aku boleh meminjam motormu tidak? Kalau kau mau aku bisa membuat kunci
duplikatnya juga,” tanya si Teman.
Hadi berpikir sejenak, ia tidak benar-benar memerlukan kunci motor. Namun hatinya
tergerak setelah kejadian yang ia alami.
”Boleh, ambil saja,” jawab Hadi.

You might also like