Professional Documents
Culture Documents
Makalah Ekos Kel 5
Makalah Ekos Kel 5
Disusun Oleh :
1. Maulida Hasanah
2. Nailil Karomah
3. Zumrotun Nafilatus Shalehah
4. Sayyidatun Miladunnah Ilma
Puji syukur kami panjatkans kehadirat ALLAH SWT. Yang atas rahmat dan karunia-
NyaKami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Adapunn tema dari makalah
kami adalah"TEORI PRODUKSI ISLAMI”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata
kuliah”pengantar ekonomi islam”. Yang telah memberikan tugas pada kami.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak –pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami jauh dari kata sempurna,dan ini langkah baik dari studi yang sesungguhnya.Oleh
karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami,maka dari itu kritik dan saran yang
membangun yang senantiasa kami harapkan . Semoga makalah ini dapat berguna bagi saya dan
khususnya pada pihak yang berkepentingan pada umumnya.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………………………………...
1.3 TUJUAN
A. Untuk mengetahui pengertian produksi islam
B. Untuk mengetahui prinsip prinsip produksi islam
C. Untuk mengetahui faktor faktor produksi islam
D. Untuk mengetahui motif produksi islam
E. Untuk mengetahui norm dan etika produksi islam
BAB 2
PEMBAHASA
Produksi adalah kegiatan menambah nilai guna benda agar lebih bermanfaat dalam
memenuhi kebutuhan. Pengertian produksi dalam perspekif Islam yang dikemukakan
Qutub Abdus Salam Duaib adalah usaha mengeksploitasi sumber-sumber daya agar dapat
menghasilkan manfaat ekonomi. Produksi dalam ekonomi Islam bertujuan untuk
kemaslahatan individu dan kemaslahatan masyarakat secara berimbang.
Beberapa ahli ekonomi Islam memberikan definisi yang berbeda mengenai pengertian
produksi, meskipun substansinya adalah sama. Berikut adalah beberapa pengertian
produksi menurut para ekonom muslim kontemporer 2 :
a) Kahf (1992), kegiatan produksi dalam perspektif Islam sebagai usaha manusia
untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas,
sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam Islam,
yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
b) Mannan (1992), menekankan pentingnya motif altruism (altruism) bagi produsen
Islami sehingga ia menyikapi dengan hati-hati konsep pareto optimality dan given
demand hypothesis yang banyak dijadikan sebagai konsep dasar produksi dalam
ekonomi konvensional.
c) Rahman (1995), menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan produksi
(distribusi produksi secara merata).
1
Mustafa Edwin Nasution, et all, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2006.
Hal 108
2
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas kerjasama
dengan Bank Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, 2008 hal 230
d) Al Haq (1996), bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan barang
dan jasa yang merupakan fardhu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang
pemenuhannya bersifat wajib.
e) Siddiqi (1992), kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa dengan
memperhatikan nilai keadilan dan kebajikan/ kemanfaatan (mashlahah) bagi
masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan
membawa kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak islami.
Menurut M.A. Mannan, perilaku produksi tidak hanya menyandarkan pada
kondisi permintaan pasar, melainkan juga berdasarkan pertimbangan
kemaslahatan. Pendapat ini didukung oleh M.M. Metwally yang menyatakan
bahwa fungsi kepuasan tidak hanya dipengaruhi oleh variabel tingkat
keuntungan, tapi juga oleh veriabel pengeluaran yang bersifat charity dan good
deeds, sehingga fungsi utilitas pengusaha muslim adalah 32 : Umax = U (F,G)
dimana F adalah tingkat keuntungan dan G adalah tingkat pengeluaran untuk
good deeds/charity.
Menurut Metwally pengeluaran perusahaan untuk good deeds/charity akan
meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan, karena G akan
menghasilkan efek angka pengganda (multiplier effect) terhadap kenaikan
kemampuan beli masyarakat. Kenaikan tersebut pada gilirannya akan
meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan.
23
Mustafa Edwin Nasution, et all, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta,
2006. Hal 112
4
Karim, Adiwarman. A, Ekonomi Mikro Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 103
5
Mustafa Edwin Naution, et all, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2006.
hal 110-111
Islam tidak membenarkan penuhanan terhadap hasil karya ilmu
pengetahuan dalam arti melepaskan diri dari Al-Qur’an dan Al hadist.
c. Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia,
sesuai dengan sabda Nabi yaitu: “kalian lebih mengatahui urusan dunia
kalian”.
d. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam
menyukai kemudahan, menghindari kemudharatan dan memaksimalkan
manfaat.
Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan
dalam kesulitannya, karena berdalih dengan ketetapan dan ketentuan Allah, atau karena tawakal
kepada-Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalam agama-agama selain Islam.
Tawakal dan sabar adalah konsep penyerahan hasil kepada Allah SWT, sebagai pemilik hak
prerogative yang menentukan segala sesuatu setelah segala usaha dan persyaratan dipenuhi
dengan optimal.
Dalam Islam, akhlak juga merupakan hal yang paling penting untuk melakukan produksi.
Meskipun ruang lingkup yang halal itu sangat luas, akan tetapi sebagian besar manusia sering
dikalahkan oleh ketamakan dan kerakusan. Mereka tidak merasa cukup dengan yang banyak
karena mereka mementingkan kebutuhan dan hawa nafsu tanpa melihat adanya suatu akibat yang
akan merusak atau merugikan orang lain. Seorang produsen muslim harus memproduksi yang
halal dan tidak merugikan diri sendiri maupun masyarakat dan tetap dalam akhlak yang mulia.
Dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan dan dianggap sebagai ibadah, dan kemalasan dinilai
sebagai keburukan. Bekerja mendapat tempat yang terhormat di dalam Islam. Sebuah hadits
menyebutkan bahwa bekerja adalah jihad fi sabilillah.
Sabda Nabi Saw, “Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah mujahid
fi Sabillah” (Ahmad)
Dalam hadits Riwayat Thabrani Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa,
ada yang tidak bisa terhapus oleh (pahala) shalat, Sedeqah ataupun haji, namun hanya dapat ditebus
dengan kesungguhan dalam mencari nafkah penghidupan” (H.R.Thabrani).
a) Alam (Tanah) Ekonom klasik menganggap tanah sebagai suatu faktor produksi
penting mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses
produksi36 . Menurut Afzalurrahman, tanah termasuk segala sesuatu yang terdapat
di permukaan bumi, seperti gunung, hutan; di bawah permukaan bumi dalam
36
M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, hal 55
bentu bahan galian/tambang dan kekayaan laut; dan di atas permuakaan bumi,
seperti hujan, angin, keadaan iklim, geografi, dan sebagainya7. Selanjutnya
afzalurrahman menjelaskan bahwa tidak diragukan lagi faktor produksi yang
paling penting adalah permukaan tanah yang di atasnya kita dapat berjalan,
mendirikan rumah, perusahaan, serta melakukan apa saja menurut kehendak kita84
. M.A. Mannan menjelaskan bahwa Islam tidak menyetujui definisi ilmu ekonomi
modern, Islam mengakui tanah sebagai faktor produksi yang diciptakannya
manfaat yang dapat memaksimalkan kesejahteraan ekonomi rakyat.
b) Tenaga Kerja
Faktor tenaga kerja dalam aktivitas produksi merupakan upaya yang
dilakukan manusia, baik berupa kerja pikiran maupun berupa kerja jasmani atau
kerja pikir sekaligus jasmani dalam rangka menghasilkan barang dan jasa
ekonomi yang dibutuhkan masyarakat. Menurut Afzalurrahman, tenaga kerja
adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau pikiran
untuk mendapat imbalan yang pantas. Termasuk semua jenis kerja yang dilakukan fisik
maupun pikiran11.
Adam Smith mengatakan bahwa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi.
Secara umum para ahli ekonomi berpendapat kerja adalah produsen satu-satunya
dan tenaga kerjalah pangkal produktifitas dari semua faktor produksi. Alam tidak
bisa menghasilkan apa-apa tanpa tenaga kerja 12 . Islam mengangkat nilai tenaga
7
Afzalurrahman. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1. Terjemahan Soeroyo, Nastangin. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima
Yasa. 1995. hal 241
48.
Ibid. hal 226
9
M.A. Mannan. Ibid. hal 56
10
Siapa saja yang menanami tanah yang tiada pemiliknya akan lebih berhak atasnya (HR Bukhari)
11
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. 2004. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. hal 223
12
Kelebihan air janganlah ditahan sendiri, karena itu berarti menahan pertumbuhan tanaman (HR. Bukhari)
13
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. 2004. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. hal 224
kerja dan menyuruh orang bekerja untuk mencapai penghidupan yang layak dan
menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan manusia, maupun amal
yang bersifat ibadah semata-mata karena Allah 13. Tenaga kerja dalam Islam, tidak
pernah terpisahkan dari kehidupan moral dan sosial, karena kode dan tingkah laku
pekerja dan majikan berakar pada syariat. Mereka yang mempekerjakan buruh
mempunyai tanggung jawab moral dan sosial. Tenaga kerja tidak diperbolehkan
melakukan pekerjaan yang tidak diinginkan syari’at. Pekerja dan majikan juga
tidak boleh saling memeras.
c) Modal
Menurut Ahmad Ibrahim, modal adalah kekayaan yang memberikan penghasilan
kepada pemiliknya, atau kekayaan yang menghasilkan suatu hasil yang akan
digunakan untuk menghasilkan suatu kekayaan lainnya14 . Afzalurrahman
menyatakan bahwa modal merupakan hasil kerja apabila pendapatan melebihi
pengeluaran, sehingga faktor utama pengumpulan modal adalah peningkatan
pendapatan15. Sedangkan menurut Adam Smith, modal terbagi dalam dua aspek,
yaitu16: 5
a. Modal produksi, yaitu modal yang menghasilkan barang-barang sehingga
dapat langsung dikonsumsi atau dipakai dalam produksi
b. Modal individu (modal leuntungan), yaitu modal yang memberikan hasil
kepada pemiliknya setelah modal itu dipergunakan orang lain dengan
menarik keuntungan.Sebagaimana Manusia hanya diamanahi Allah untuk
mengelola harta (modal) sehingga berkembang. Islam memiliki terapi
terhadap perlakuan modal sebagai salah satu faktor produksi, yaitu17:
i. Islam melarang penimbunan dan menyuruh membelanjakannya,
dan menyuruh segera memutar harta yang belum produktif, jangan
sampai termakan oleh zakat.
ii. Islam mengijinkan hak milik atas modal, dan mengajarkan untuk
berusaha dengan cara-cara lain agar modal tidak berpusat hanya
pada beberapa tangan saja c. Islam mengharamkan peminjaman
modal dengan cara menarik bunga.
iii. slam mengharamkan penguasaan dan pemilikan modal selain
dengan cara-cara yang diizinkan secara syariah, seperti: kerja,
hasil akad jual-beli, hasil pemberian, wasiat, dan waris.
iv. Islam mewajibkan zakat atas harta simpanan atau harta produktif
dalam bentuk dagang tiap tahunnya.
v. Tidak boleh menggunakan modal dalam produksi secara boros
514
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. 2004. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. hal 226
15
7 Afzalurrahman. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1. Terjemahan Soeroyo, Nastangin. Yogyakarta: PT Dana Bhakti
Prima Yasa. 1995. hal 287
16
Muhammad, Ibid 226
17
Muhammad, Ibid. hal 227
4. MOTIF DALAM PRODUKSI
Dalam ekonomi Islam, produksi mempunyai motif kemaslatan, kebutuhan dan
kewajiban. Produksi menciptakan manfaaat atas suatu benda . produksi juga menciptakan
dan menambah kegunaan (nilai guna)suatu barang. Kegiatan produksi merupakan mata
rantai dari konsumsi dan distribusi . Tanpa produksi kegiatan ekonomi akan berhenti,
begitu pula sebaliknya untuk menghasillkan barang dan jassa, kegiatan produksi
melibatkan faktor produksi . Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah
input dan output yang dapat menghasilkan dlam satu waktu tertentu . Dalam kajian
ekonomi , produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkn barang dan jasa yang
kemudian dimanfaatkan oleh konsumen . Dalam ekonomi islam , produksi juga
merupakan bagian terpenting dari aktivitas ekonomi bahkan dapat di katakan sebagai
sebagai salah satu dari rukun ekonomi di samping konsumsi, distribusi , infak zakaat,
nafkah dan sedekah. Produksi dalam perspektif islam tidak hanya berorientasi untuk
memperoleh keuntungan yang sebanyak – banyaknya , meskipun meskipun mencari
keuntungan tidak dilarang . Dalam ekonomi islam , tujuan utama produksi adalah
kemaslahatan individu dan masyarakat secara berimbang . Islam sesunggunya menerima
motif berproduksi sebagai motif dalam sistem ekonomi konvensional , hanya saja lebih
jauh islam juga menambah nilai-nilai moral utilitas ekonomi. Dengan kata lain , di
samping produksi dimaksud untuk mendapatkan utilitas , juga dalam rangka
memperbaiki kondisi fisik – materiel spiritual – moralitas manusia sebagai sarana
hidupuntuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam , yaitu
kebahagian dunia akhirat . Kegiatan produksi yang pada dasarnya halal, harus dilakukan
dengan cara- cara yang tidak kerugian dan mudharat dalam kehidupan masyarakat .
Menurut Lewis, norma pada sistem ekonomi Syariah yang tidak bisa dilepaskan dari
lembaga keuangan Syariah ialah sebagai berikut: 20
1) Riba dilarang dalam segala bentuk transaksi dalam sistem ekonomi Syariah,
terdapat satu aspek yang masih sangat kontroversial bertentangan dengan sudut
pandang barat. Aspek tersebut adalah pelarangan riba (bunga). Pembayaran dan
619
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Norma adalah Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok
dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan berterima:
setiap warga masyarakat harus menaati -- yang berlaku; aturan, ukuran, atau kaidah yang dipakai sebagai tolok
ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu Definisi Norma, Kamus Besar Bahasa Indonesia
http://kbbi.web.id/norma, 25 November 2015
20
Mervyn K Lewis, Handbook of Islamic Banking, (USA: Edward Elgar Publishing, Inc, 2007)
penggunaan riba yang berlaku dalam sistem perbankan konvensional sudah jelas
larangannya. Hal ini jelas tercantum dalam Quran.
2) Bisnis dan investasi ditangani berdasarkan pada kegiatan yang halal (legal,
berizin). Aktivitas finansial Syariah memiliki aturan yang ketat. Oleh sebab itu,
bank Syariah tidak dapat melalukan transaksi yang diharamkan dalam Islam
(seperti, penjualan minuman beralkohol, daging babi, dll). Secara lebih lanjut,
dalam memenuhi kebutuhan umat Islam, lembaga keuangan dituntut untuk
memprioritaskan produksi kebutuhan pokok kelompok Islam pada umumnya.
Sebagaimana dalam tuntunan Syariah, berpatisipasi dalam produksi dan
pemasaran barang mewah merupakan hal yang tidak dapat diterima dalam
pandangan agama ketika kelompok muslim dalam keadaan serba kekurangan
kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan, kesehatan dan pendidikan).
3) Menghindari maysir (gambling) dan harus terbebas dari unsur gharar (spekulasi
atau analisa yang tidak tentu). Larangan dalam mengadu keuntungan secara
eksplisit tercantum dalam Quran (AlMaidah:90-91). Dalam ayat tersebut
digunakan istilah maysir yang berarti permainan berbahaya, berasal dari kata yusr,
bermakna bahwa pelaku maysir berpacu untuk mendapatkan harta tanpa upaya
kerja keras, dan istilah tersebut berlaku pada setiap praktik judi (gambling).
4) Zakat harus disalurkan oleh lembaga keuangan sebagai social benefit.
Berdasarkan Quran, Allah memiliki semua kekayaan dan sumberdaya dimuka
bumi dan alam semesta. Kepemilikan/hak milik memiliki fungsi sosial dalam
Islam yang harus digunakan untuk kepentingan sosial/umat.
5) Segala aktivitas harus sesuai dengan prinsip agama Islam, dengan Dewan Syariah
khusus sebagai supervisor atau penasehat terhadap kelayakan bentuk
transaksi/produk ekonomi.
721
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani Press), hal 203
22.
Isma’il Razi Al-Faruqi, Tauhid, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1988) hal 165
23
QS. Ali Imron 191
24
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal.204.
25
QS. Al-Baqarah: 30
26
M. Umer Chapra, hal 204
Seperti dikatakan oleh Ibnu Taimiyah bahwa” Allah menyukai negeri adil
meskipun kafir, tetapi tidak menyukai Negara tidak adil meskipun beriman,
dan dunia akan dapat bertahan dengan keadilan meskipun tidak beriman,
tetapi tidak akan bertahan dengan ketidakadilan meskipun Islam”. Keadilan
telah dipandang oleh para fuqaha’ sebagai isi pokok maqashid asy-syari’ah.
Islam sangat menentang keras berbagai bentuk ketidakadilan, ketidak
merataan, eksploitasi, penindasan dan kekeliruan, sehingga seseorang
menjauhkan hak orang lain atau tidak memenuhi kewajibannya terhadap
mereka.27 8
4. Kebebasan (al-khuriyyah)
Tidak ada kalimat yang merdu di dengar, yang indah dirasakan, dan selalu
menjadi dambaan insan setelah aqidah dan keimanan menancap di kalbu
kecuali senandung kalimat kebebasan. Akan tetapi kebebasan disini bukan
berarti bebas mutlak tanpa batas, tetapi kebebasan yang terikat dengan hakhak
orang lain, dengan kepentingan umum bagi masyarakat, dan terpenting lagi
adalah keterikatan dengan koridor syari’ah, juga system undang-undang sipil
dalam suatu Negara.28 Disini manusia mempunyai suatu kebebasan untuk
berbuat suatu keputusan ekonomis yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan hidupnya. Karena dengan kebebasan itu manusia dapat
mengoptimalkan potensinya dengan melakukan inovasi-inovasi dalam
kegiatan ekonomi. Maka konsekuensi dari kebebasan ini adalah sebuah
keniscayaan untuk seluas-luasnya terus mengembangkan kreatifitasnya,
melakukan inovasi-inovasi ekonomi sesuai dengan kebutuhan manusia juga
kebutuhan pasar yang secara dinamis mengalami perubahan-perubahan.29
5. Tanggung jawab (al-mas’uliyyah)
Tanggung jawab adalah merupakan konsekuensi logis daripada sebuah
kebebasan. Dalam pandangan Islam tanggung jawab manusia hanya tidak
sebatas tanggung jawab individu dan sosial, tetapi yang lebih penting lagi
adalah tanggungjwab dihadapan Allah SWT. Maka dari itu makna kebebasan
adalah suatu amanah dari Allah yang harus di implementasikan manusia
dalam aktifitas kehidupannya. Pertanggungjawaban manusia perlu difahami
dalam dua aspek, yaitu aspek transcendental (transcendental accountability)
yaitu suatu keyakinan akan adanya hari pembalasan, perhitungan sebagai self
control. Sehingga bagi orang yang sadar akan eksistensi hari pembalasan akan
mampu mengartikulasikan kehidupan dengan sikap dan perilaku yang baik.30
Karena pada hari perhitungan nanti manusia akan disuruh membaca sendiri
catatan amalannya, untuk menjustifikasi eksistensinya di muka bumi. 31 Etika
827
M. Umer Chapra, hal, 211
28
Wahbah Zuhaili, Kebebasan Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005) hal 3
29
Amiur Nurrudin, SDM Berbasis Syari’ah, hal 34
30
Amiur Nurrudin, ibid, hal, 35.
31
Isma’il Razi Al-Faruqi, hal 180
32
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011)
bisnis dapat ditinjau dari sisi etika pendirian perusahaan, etika manajemen,
etika Produksi, etika pemasaran atau marketing, etika menejer, etika
karyawan, dan etika konsumsi. Diasumsikan karena entitas, lembaga, institusi
dan mukalaf (orang yang bertanggung jawab) dalam Islam tidak dapat
dipisahkan, etika pribadi sebagai seorang muslim yang mukalaf yang
memiliki kewajiban selaku muslim berlaku juga pada perusahaan, lembaga
dan organisasi.32
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Aktivitas bisnis dalam Islam tidak hanya bertujuan dalam tataran kehidupan
dunia namun semua aktivitas dapat bernilai ibadah jika didasarkan pada
aturan-aturan yang telah disyariatkan Allah. Dalam pandangan inilah
diterapkan konsep keseimbangan yakni menempatkan aktivitas Keduniaan
dan keakhiratan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Etika bisnis
merupakan Tuntutan yang harus dilaksanakan oleh pelaku bisnis dalam
menegakkan konsep keseimbangan Ekonomi. Dengan adanya etika dalam
bisnis Syariah maka akan menjadikan sistem perekonomian Berjalan secara
baik dan seimbang. Baik yakni dimana bisnis yang dilakukan saling
menguntungkan Kedua belah pihak, sementara dikatakan seimbang karena
tak hanya dunia yang di dapat tapi akhirat Juga.
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa Edwin Nasution, et all, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Grup,
Jakarta, 2006. Hal 108
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas
kerjasama dengan Bank Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, 2008 hal 230
Mustafa Edwin Nasution, et all, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Grup,
Jakarta, 2006. Hal 112
Karim, Adiwarman. A, Ekonomi Mikro Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 103
Mustafa Edwin Naution, et all, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Grup,
Jakarta, 2006. hal 110-111
M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, hal 55
Afzalurrahman. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1. Terjemahan Soeroyo, Nastangin. Yogyakarta: PT Dana
Bhakti Prima Yasa. 1995. hal 241
Ibid. hal 226
M.A. Mannan. Ibid. hal 56
Siapa saja yang menanami tanah yang tiada pemiliknya akan lebih berhak atasnya (HR Bukhari)
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. 2004. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. hal 223
Kelebihan air janganlah ditahan sendiri, karena itu berarti menahan pertumbuhan tanaman (HR.
Bukhari)
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. 2004. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. hal 224
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. 2004. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. hal 226
7 Afzalurrahman. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1. Terjemahan Soeroyo, Nastangin. Yogyakarta: PT Dana
Bhakti Prima Yasa. 1995. hal 287
Muhammad, Ibid 226
Muhammad, Ibid. hal 227
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Norma adalah Aturan atau ketentuan yang mengikat warga
kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang
sesuai dan berterima: setiap warga masyarakat harus menaati -- yang berlaku; aturan, ukuran, atau
kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu Definisi Norma,
Kamus Besar Bahasa Indonesia http://kbbi.web.id/norma, 25 November 2015
Mervyn K Lewis, Handbook of Islamic Banking, (USA: Edward Elgar Publishing, Inc, 2007)
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani Press), hal 203
Isma’il Razi Al-Faruqi, Tauhid, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1988) hal 165
QS. Ali Imron 191
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal.204.
QS. Al-Baqarah: 30
M. Umer Chapra, hal 204
M. Umer Chapra, hal, 211
Wahbah Zuhaili, Kebebasan Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005) hal 3
Amiur Nurrudin, SDM Berbasis Syari’ah, hal 34
Amiur Nurrudin, ibid, hal, 35.
Isma’il Razi Al-Faruqi, hal 180
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011)