You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS ASMA BRONKIAL PADA Ny. A


RUANG JERUK RSUD MADANI PALU

DI SUSUN OLEH
ANDI ZULKIFLI
PO7120321090

PRECEPTOR RUANGAN PRECEPTOR INSTITUSI

POLTEKKES KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PALU
TAHUN 2023/2024
KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN
Asma adalah suatau keadan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
intensitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini
bersifat berulang dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan
ventilasi yang lebih normal. Penderita Asma Bronkial, hipersensensitif dan hiperaktif
terhadap rangasangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain
penyebab alergi. Gejala kemunculan sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang
secara tiba-tiba jika tidak dapat mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa
datang. Gangguan asma bronkial juga biasa muncul lantaran adanya radang yang
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lender, dan pembentukan
timbunan lendir yang berlebihan (Irman Somarti, 2012).
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus
yang berulang namun revesibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat
keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentang terkena
asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu keadaan
hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
brokospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan
trakcobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimul seperti oleh faktor biokemikal,
endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi (Imman Somarti, 2012). Menurut (Solmon, 2015).
Tipe asma berdasarkan penyebab terbagi menjadi alergik, idiopatik, dan nonalergik
atau campura (mixed) antara lain:
1. Asma alergik/Ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergan seperti bulu binatang, debu, ketombe,
tepung sari, makanan, dan lain-lain. Alrgi terbanyak adalah airboner dan musiman
(seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada
keluarga dan riwayat pengobatan eksrim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergik
akan mencetus serangan asma, Bentuk asma ini biasanya di mulai sejak kanak-kanak
2. Idiopatik atau nonarelgik asma/instrinsik
Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-faktor seperti
common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas, emosi stres, dan populasi lingkungan
akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi seperti antagonis b-adrenergik
dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab Serangan drai
asma idiopatik atau non nalregik menjadi lebih berat dan sering kali berjalannya waktu
dapat berkembang menjadi btis dan emfisma Pada beberapa kasus dapat dapat
berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma in biasanya dimulai ketika dewasa
(>35 tahun).
3. Asma campuran (Mixed Asma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering Asma campuran dikarateristikkan dengan
bentuk kedua jenis asma alergik dan idiopatik atau nonalergik.
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi) Di dalamnya terdapat
bulu- bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke
dalam lubang hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah keatas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium,
ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal
dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh
sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda
(huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel
bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang
terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke
samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus
(bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat
gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli. Bronkus pulmonaris,trakea terbelah
menjadi dua bronkus utama: bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru.
Dalam perjalanannya menjelajahi paru- paru,bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan
beranting lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa dengan
yang dari trakea mempunyai dinding fibrosa berotot yang mengandung bahan tulang
rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang
rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus
terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini
membran pelapisnya mulai berubah sifatnya: lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel
epitelium yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam
dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu. kantong udara atau alveoli itu terdiri
atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung
bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan
pertukaran gas pun terjadi Pembuluh darah dalam paru-paru. Arteri pulmonaris
membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventikel kanan jantung ke
paru-paru, cabangcabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang-cabang lagi
sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah belah dan membentuk.
6. Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada.
Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh
darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-paru
adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul
lebih tinggi daripada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas
landae rongga thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang
menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk paruparu, sisi belakang
yang menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan
jantung. Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru
kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas
lobula. Jaringan parupuru elastis,berpori, dan seperti spons.
C. ETIOLOGI
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti
penyebababnya, akan tetapi hanya menunjukan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan respon
saluran nafas yang berlebihan ditandai dengan dengan adanya kalor (panas karena
vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsagan sensor),
dan function lacsa fungsi yang terganggu (sudoyoAru.dkk.2015).
Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus RSV), iklim
(perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, tunggau, sisa serangga
mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang
tanah, coklat, biji-bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian,
tertawa terbahak-bahak), dan emosi (sudoyoAru.dkk 2015).
D. KLASIFIKASI
Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat yang
digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika pasien telah
menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu dipahami adalah bahwa
keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa berubah dari waktu-waktu, dari bulan ke
bulan, atau dari tahun ke tahun, (GINA, 2015) Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Asma Ringan Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2,
yaitu terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan intensitas rendah
seperti steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis leukotrien, atau kromon
2. Asma Sedang Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long acting beta agonist (LABA).
3. Asma Berat Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta agonist (LABA)
untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol meskipun telah mendapat
terapi. Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol. Asma yang tidak
terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang kurang tepat, kurangnya
kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada komorbiditas. Asma yang tidak
terkontrol relatif bisa membaik dengan pengobatan. Sedangkan asma berat merujuk pada
kondisi asma yang walaupun mendapatkan pengobatan yang adekuat tetapi sulit
mencapai kontrol yang baik.
E. PATOFISIOLOGI
Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan penyakit yang
disebabkan karena adanya penyempitan bronkus saja, sehingga terapi utama pada saat itu
adalah suatu bronkodilator, seperti betaegonis dan golongan 22 metil ksantin saja. Namun,
para ahli mengemukakan konsep baru ayng kemudian digunakan hingga kini, yaitu bahwa
asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran pernafasan, yang ditandai dengan
bronkokonstriksi, inflamasi, dan respon yang berlebihan terhadap rangsangan
(hyperresponsiveness). Selain itu juga terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan
penurunan kecepatan aliran udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi hiperinflasi
distal, perubahan mekanis paruparu, dan meningkatnya kesulitan bernafasan. Selain itu juga
dapat terjadipeningkatan sekresi mukus yang berlebihan (Zullies, 2016).
Secara klasik, asma dibagidalam dua kategori berdasarkan faktor pemicunya, yaitu
asma ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik atau idiosinkratik. Asma ekstrinsik mengacu
pada asma yang disebabkan karena menghirup alergen, yang biasanya terjadi pada anak-anak
yang memiliki keluarga dan riwayat penyakit alergi (baik eksim, utikaria atau hay fever).
Asma instrinsik mengacu pada asma yang disebabkan oleh karena faktor-faktordi luar
mekanisme imunitas, dan umumnya dijumpai pada orang dewasa. Disebut juga asma non
alergik, di mana pasien tidak memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat memicu
terjadinya asma antara lain: udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga. Khusus untuk
asma yang dipicu oleh olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga dikenal
dengan istilah (Zullies, 2016)
Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamasi saluran napas.
Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons inflamasi, baik pada asma
ekstrinik maupun instrinsik, tetapi karakteristik inflamasi pada asma umunya sama, yaitu
terjadinya infiltrasi cosinofil dan 23 limfosit serta terjadi pengelupasan sel-sel epitelial pada
saluran nafas dan dan peningkatan permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai
juga pada penderita asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena serangan asma,
secara histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang terdiri dari mukus glikoprotein dan
eksudat protein plasma yang memperangkap debris yang berisi se-sel epitelial yang terkelupas
dan sel-sel inflamasi. Selain itu terlihat adanya penebalan lapisan subepitelial saluran nafas.
Respons inflamasi ini terjadi hampir di sepanjang saluran napas, dan trakea samapi ujung
bronkiolus. Juga terjadi hiperplasia dari kelenjar-kelenjar sel goblet yang menyebabkan
hiperserkesi mukus yang kemudian turut menyumbat saluran napas (Zullies. 2016)
Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel inflamasi, mediator
inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel inflamasi utama yang turut berkontribusi
pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara lain adalah sel mast, limfosit, dan
cosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma adalah histamin,
leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa sitokin yaitu: interleukin (Zullies, 2016).
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari meningkatnya responsivitas
otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan dari luar, yang disebut alergen. Rangsangan
ini kemudian akan memicu pelepasan berbagai senyawa endogen dari sel mast yang
merupakan mediator inflamasi, yaitu histamin, leukotrien, dan faktor kemotaktik eosinofil
Histamin dan leukotrien merupakan bronkokonstriktor yang poten, sedangkan
faktorkemotaktik eosinofil bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil 24 menuju tempat
terjadinya peradangan yaitu di bronkus (Zullies, 2016)
F. PATHWAY

Infeksi Merokok Polusi Alergen Genetik

Masuk ke saluran napas

Iritasi mukosa saluran pernapasan

Reaksi Inflamasi

Hipertropi dan hyperplasia mukosa bronkus

Metaplasia sel gobet Produksi Sputum

Pola Napas Tidak Efektif Penyempitan saluran pernapasan Batuk

Penurunan Ventilasi Obstruksi Bersihan jalan napas


tidak efektif
Supply O2 Penyebaran udara ke alveoli

Kelemahan Vasokontriksi pembuluh darah


paru-paru

Intoleran Aktivitas Gangguan pertukaran


Supply O2 berkurang gas

Sesak napas

Kebutuhan tidur tidak efektif

Gangguan pola tidur


G. MANIFESTASI KLINIS (Tanda dan Gejala)
Menurut Wijaya dan Putri (2014) kasifikasi asma berdasarkan berat penyakit, antara lain:
1. Tahap 1: Intermitten Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan:
a) Gejala inermitten < 1 kali dalam seminggu
b) Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai beberapa hari)
c) Gejala serangan asma malam hari2 kali dalam sebulan
d) Asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara periode eksaserbasi
e) PEF atau FEV1: 80% dari prediksi Variabilitas < 20%
f) Pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol: Obat untuk mengurangi gejala
intermitten dipakai hanya kapan perlu inhalasi jangka pendek ẞ2 agonis
g) Intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi kortikosteroid oral
mungkin dibutuhkan.
2. Tahap II: Persisten ringan Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan:
a) Gejala kali seminggu tetapi < 1 kali sehari
b) Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur
c) Gejala serangan asma malam hari> 2 kali dalam sebulan
d) PEF atau FEVI: >80% dari prediksi Variabilitas 20-30%
e) Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol: Obat-obatan pengontrol
serangan harian mungkin perlu bronkodilator jangka panjang ditambah dengan
obat-obatan antiinflamasi(terutama untuk serangan asma malam hari.
3. Tahap III: Persisten sedang Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
a) Gejala harian
b) Gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur
c) Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
d) Pemakaian inhalasi jangka pendek ẞ2 agonis setiap hari
e) PEV atay FEV1: > 60%-80% dari prediksi Variabilitas >30% 6) Pemakaian obat-
obatan harian untuk mempertahankan kontrol: Obat-obatan pengontrol serangan
harian inhalasi kortikosteroid bronkodilatorjangka panjang (terutama untuk
serangan asma malam hari)
4. Tahap IV: Persisten berat Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan:
a) Gejala terus-menerus
b) Gejala eksaserbasi sering
c) Gejala serangan asma malam hari sering
d) Aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
e) PEF atau FEV1: 60% dari prediksi 6) Variabilitas >30%
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat teradi pada Asma Bronkial apabila tidak segera ditangani, adalah:
(Sundaro & Sukanto, 2006).
a) Gagal napas.
b) Bronkhitis.
c) Fraktur iga (patah tulang rusuk).
d) Pneumotoraks (penimbunan udara pada rongga dada disekeling paru yang menyebabkan
paru-paru kolaps).
e) Pneumodiastinum penimbunan dan emfisema subkitus.
f) Aspergilosis bronkopulmoner alergik.
g) Atelektasis.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2015) yaitu:
a) Spirometri Untuk mengkaji jumlah udara yang dinspirasi
b) Uji provokasi bronkus
c) Pemeriksaan sputum
d) Pemeriksaan cosinofit total
e) Pemeriksaan tes kulit dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
f) Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
g) Foto thorak untuk mengetahui adanya pembengkakan, adanya penyempitan bronkus dan
adanya sumbatan
h) Analisa gas darah Untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan
oksigenasi.
J. PENATALAKSANA MEDIS
Penatalaksanaan menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu:
1. Non farmakologi, tujuan dari terapi asma:
a) Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b) Mencegah kekambuhan
c) Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
d) Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise
e) Menghindari efek samping obat asma
2. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel Farmakologi, obat anti asma:
a) Bronchodilator Adrenalin, epedrin, terbutallin, fenotirol
b) Antikolinergin Iptropiem bromid (atrovont)
c) Kortikosteroid Predrison, hidrokortison, orodexon
d) Mukolitin BPH, OBH, bisolvon, mucapoel dan banyak minum air putih.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DASAR

A. PENGKAJIAN
Menurut Donsu, Induniasih, Purwanti (2015) pengkajian yang dilakukan pada keluarga yaitu:
1. Data Umum : nama kepala keluarga, alamat, pekerjaan, struktur keluarga, genogram, dil
2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga dan tugas
b. Riwayat kesehatan keluarga inti
c. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
3. Pengkajian lingkungan: karakteristik lingkungan rumah, karakteristik tetangga, dan
interaksi dengan masyarakat, dil
4. Struktur dan fungsi keluarga
a. Pola komunikasi keluarga: cara berkomunikasi antar anggota keluarga
b. Struktur kekuatan: kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi
orang lain untuk merubah perilaku (key person)
c. Struktur peran: peran masing-masing anggota baik formal maupun nonformal
d. Nilai atau norma keluarga: nilai dan norma serta kebiasaa kesehatan
5. Fungsi keluarga : dukungan keluarga terhadap anggota lain, fungsi perawatan kesehatan
(pengetahuan tentang sehat/sakit, kesanggupan keluarga)
6. Fungsi keperawatan. Tujuan dari fungsi keperawatan :
a. Mengetahui kemampuan keluarga untuk mengenal masa kesehatan
b. Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenal tindakan
kesehatan yang tepat
c. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
d. Mengetahui kemampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang
sehat
e. Mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
dimasyarakat
f. Stres dan koping keluarga
g. Keadaan gizi keluarga
h. Pemeriksaan fisik
Menurut Wijaya dan Putri (2014) pengkajian yang digunakan pada pasien dengan asma
yaitu:
a. Identitas klien: Meliputi nama, Usia, Jenis Kelamin, ras, dil
b. Informasi dan diagnosa medik penting
c. Data riwayat kesehatan Pernah menderita penyakit asma sebelumnya, menderita
kelelahan yang amat sangat dengan sianosis pada ujung jari
d. Riwayat kesehatan sekarang
1) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat tidak ada
nafsu makan.sakit pada dada dan pada jalan nafas.
2) Sesak setelah melakukan aktivitas
3) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
4) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
e. Riwayat kesehatan keluarga
1) Riwayat keluarga yang memiliki asma
2) Riwayat keluarga yang menderita penyakit alergi seperti rinitis alergi, sinustis,
dermatitis, dan lain-lain.
f. Ativitas/istirahat:
1) Keletihan, kelelahan, malaise
2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
3) Ketidakmampuan untuk tidur perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
4) Dispnea pada saat istirahat, aktivitas dan hiburan.
g. Sirkulasi: Pembengkakan pada ekstremitas bawah
h. Integritas ego terdiri dari peningkatan faktor resiko dan perubahan pola hidup
i. Makanan dan cairan mual/muntah, nafsu makan menurun, ketidakmampuan untuk
makan
j. Pernafasan:
1) Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuan untuk bernafas
2) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
3) Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang
4) Penggunaan alat bantu pernafasan
5) Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinanselama
inspirasi berlanjut sampai penurunan tidak adanya bunyi nafas.
k. Keamanan : riwayat reaksi alergi/sensitif terhadap zat
1) Harapan keluarga Perlu dikaji harapan keluarga terhadap perawat (petugas
kesehatan) untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif
2. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Intoleransi aktifitas
5. Gangguan pola tidur
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Luaran Intervensi
1. Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan napas
keperawatan selama 2x24 jam, maka Observasi
pola napas membaik, dengan kriteria a. Monitor pola napas (Frekuensi,
hasil : kedalaman, usaha napas)
a. Dipsnea (cukup menurun) b. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya
b. Penggunaan otot bantu napas Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
(cukup menurun) kering)
c. Frekuensi napas (cukup membaik) c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
a. Posisi semifowleratau flowler
b. Berikan minuman hangat
c. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Setalah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif
keperawatan selama 2x24 jam, maka Observasi
bersihan jalan napas meningkat, a. Identifikasi kemampuan batuk
dengan kriteria hasil : b. Monitor adanya retensi sputum
a. Produksi sputum (cukup menurun) Terapeutik
b. Wheezing (cukup menurun) a. Atur posisi semifowler atau fowler
c. Pola napas (cukup membaik) b. Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
a. Anjurkan tarik napas dalam melalui
hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama
8 detik
b. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
c. Anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik napas dalam yang ketiga
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian mukoitik atau
ekspektoran, jika perlu
3. Setalah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan 2x24 jam, maka Observasi
pertukaran gas meningkat, dengan a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
kriteria hasil : upaya napas
a. Dispnea (cukup menurun) b. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
b. Bunyi napas tambahan (cukup takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
menurun) cheyne-stokes, biot, ataksi)
c. Takikardia ( cukup membaik) c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
b. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Setalah dilakukan tindakan Manajemen Energi
keperawatan 2x24 jam, maka toleransi Observasi
aktivitas meningkat, dengan kriteria a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
hasil : mengakibatkan kelelahan
a. Frekuensi nadi (cukup meningkat) b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
b. Keluhan lelah (cukup menurun) c. Monitor pola dan jam tidur
c. Frekuensi napas (cukup membaik) Terapeutik
a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan
atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
5. Setalah dilakukan tindakan Dukungan Tidur
keperawatan 2x24 jam, maka pola Observasi
tidur membaik, dengan kriteria hasil : a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
a. Keluhan sulit tidur (cukup b. Identifikasi faktor penggangu tidur (fisik
meningkat) dan atau psikologi)
b. Keluhan sering terjaga (cukup c. Identifikasi makanan dan minuman yang
meningkat) menggangu tidur (mis. kopi, teh, alkohol,
makan mendekati tidur)
Terapeutik
a. Modifiksi lingkungan (mis. pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras, dan tempat
tidur)
b. Terapkan jadwal tidur rutin
c. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan
Edukasi
a. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
b. Anjurkan makanan atau minuman yang
mengganggu tidur
c. Anjurkan penggunaan obat tiduryang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM

D. IMPLEMENTASI
Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 2x24 jam untuk semua diagnosa. Dalam
melakukan tindakan penulis berfokus pada perencanaan yang dibuat sesuai kondisi dan
kebutuhan klien, karena ada kesenjangan antara teori dan kasus. Penulis bekerjasama dengan
perawat lain dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan pendokumentasian semua tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai perencanaan
yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini, karena keluarga dan perawat ruangan
sangat membantu penulis dalam melakukan proses keperawatan.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan. Pada ke tiga diagnosa yang
di angkat, ada 3 diagnosa yang masih dalam tahap melanjutkan intervensi atau masalah
teratasi sebagian dengan alasan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam,
hasil yang dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan yaitu, Klien dan keluarga dapat
tahu penyebab yang terjadi yang sudah dijelaskan, klien mematuhi aturan pengobatan dan
perawatan rencana tindakan dihentikan, masalah keperawatan teratasi.

DAFTAR PUSTAKA
Penelitian & Pembanguan Kesehatan. Refrived maret 16,2018,

http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/662/1/WIJI APRIANE NIM.%

20A01401992.pdf.

Hidayat, A. Azis. Allimun, (2009). Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep dan Proses

Keprawatan, (p 2-21). Jakarta: Salemba Medika.

Kemenkes RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Depkes RI. Jakarta Pusat Data & Imformasi
Infodat. (2013). You Can Control Asma. (p. 2-4). Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan Ri. Retrived maret 16, 2018.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/Infodatin- asma.pdf.

Nurarif, Amin Huda, & Kusuma, Hardhi. (2015), Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdesakan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic Noc Jilid 1. (p 65-75). Jogjakarta. Mediaction Jogja.

Somantri, Irman. (2009). Asuhan Keperwatan pada Klien Gangguan Sistem


Pernapasan (p 27-30), Jakarta: Salemba Medika.

Price, Sylvia. A. & Willson, Lorrains M. (2005). Patofisiologi dan Konsep klinis Proses- Proses
Penyakit. Jakarta: EGC

You might also like