You are on page 1of 9
PENGARUH TERAPI DE-ESKALASI TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU PASIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ATMA HUSADA MAHAKAM SAMARINDA Nur Rahma Azis!', Edi Sukamto”, Arifin Hidayat” ‘Program Studi DIV Keperawatan, Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kalimantan Timur *Program Studi D-IV Keperawatan, Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kalimantan Timur E-mail: nurrahmaaris96@ gmail.com Abstrak Pendahuluan: Risiko perilakt kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi de-eskalasi terhadap perubahan perilaku pasien dengan risiko perilaku kekerasan. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian. eksperimen semu atau guasi experiment dengan rancangan penelitian pre and post test without contrat. Sampel berjumlah 11 orang yang diberikan terapi de-eskalasi sebanyak 3 kali seminggu dalam kurun waktu 3 minggu. Pada penelitian ini, peneliti hanya melakukan intervensi pada satu kelompok tanpa pembanding. Efektiffitas perlakuan dinilai dengan cara membandingkan nilai post test dan pre tes Hasil: Hasil ujihipotesis dengan Wifcoxon didapatkan ada pengaruh terapi de-eskalasi terhadap perubahan perilaku pasien dengan risike perilaku kekerasan (p~ value = 0,001) Kesimpulan: Terapi de-eskalasi dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku pasien dengan risiko perilaku kekerasan, Saran:Bagi penelitian selanjutnya agar memasukkin kelompok kontrol sebagai kelompok pembanding dan melakukan-Tandom dalam pengambilan sampel pada tiap bangsal yang ada Kata Kunci: perubahan perilaku, risiko perilaku kekerasan, terapi de-eskalasi, THE EFFECTOF DE-ESCALATION THERAPY ON CHANGES IN PATIENT. BEHAVIOR WITH RISK OF VIOLENT BEHAVIOR IN LOCAL PSYCHIATRIC HOSPITALS ATMA HUSADA MAHAKAM SAMARINDA Abstrack Introducion:The risk of violent behavior ix the behavior of individuals who intended to injure or harm another individual whe dees nat want the influx of such behaviour. The purpose of this study is to knaw the influence af de-escalation therapy ta change the behavior af the Patients with the risk of violent behavior, Methods:This research uses quasi experimental research design or quasi experiment with design research pre and post test without control. The sampels are 11 people who were given de-escalation therapy three times a week for three weeks. dn this study, researchers only intervene on one group without comparison, Efektiffitas treatment is assessed by means of comparing the value of post west and pre test. Result: The result of hypothesis test with Wilcoxon abtai escalation therphy on changes in patien behavior with ri 0,001). ed that there ix an impact from de- of violent behavior (p — value = Conclusion: De-escalatien therphy can affect the behavior changes of patient with the risk of viatent behavior. Suggestion: Next reserchers are hoped ro include the control grup as a comparison gruop and conducted raguon in thes study. Key words: behavior change, the risk of violent behavior, de-escalation ther PENDAHULUAN Kesehatanjiwasnaty’ Kondisi_ mental sejahtera yang _memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan mempethatikan semua segi kehidupan. dengan ciri— menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, Mampu menghadapi stress kehidupan dengan. wwajar, mampu bekerja dengan produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan seria dalam lingkungan_hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada manusia dirinya dan merasa nyaman dengan orang lain (Keliat, 2014) Data statistik yang dikemukakan oleh WHO menyebutkan bahwa sekitar 450 juta orang di dunia mengalami —masalah gangguan kesehatan jiwa. Sepertiga diantaranya terjadi di negara berkembang tendapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 Juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 Depertemen juta terkena — dimensia. Kesehatan Republik Indonesia tahun 2015, ‘menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di indonesia mencapai 2.5 juta yang ‘salah satunya adalah pasien risiko perilaku kekerasan, Merujuk pada data Dinas Kesehatan Kalimantan Timur setidaknya tereatat 10.597 pasien yang mengalami gangguan jiwa pada 2012. Angka ini lalu meningkat sekitar 1346 persen atau ‘mencapai 13.893 pasien di tahun 2013. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada ‘Mahakam Samarinda jumlah pasien gangguan jiwa pada tahun 2014 tereatat 1.282 pasien lalu meningkat di tahun 2015 sebanyak 1541 pasien, di tahun 2016 semakin meningkat yaitu sebanyak 1545 pasien, Salah satu dari penyumbang tingginya gangguan jiwa di RSID Atma Husada Mahakam = Samarinds adalah Risiko Perilaku Kekerasan terbukti dengan pravelensi sebanyak 26.89% yang di mana angka tersebut menyumbangkan separuh daci tingginya pravelensi orang dengan gangguan jiwa. Risiko perilaku kekerasantimbul akibat rasa tidak nyaman dan panik yang terjadi akibat stressor dari dalam dan luar lingkungan, Perilaku kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak olehlingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan Grang lain(Made, dk, 2014). Banyaknya perilaku kekerasan yang terjadi baik di dunia maupun i Indonesia sendiri dikarenakan—ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol _perilaku marah dengan baik.Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu: Mengungkapan secara verbal .menekan, menantang. Dari ketiga cara ini, cara yang pertama adalah konstrotif sedangkan 2 cara lain adalah destruktif (Made, dkk. 2014), Adapun cara untuk menangani pasien dengan risiko perilaku kekerasan adalah dengan cara terapi de-esklasi. Terapi ini menipakan salah satu jenis teknik terapi dalam hal mengantisipasi dan jika terapi ini berhasil maka lion tidak perl menjalani tindakan berikutnya yaitu pengekangavrestrain. De-eskalasi atau “tatking down” yaitu mengembangkan teknik psikososial pada saat perilaku Klien yang tidak tenang dan mengembalikan klien menjadi tenang lagi atau umpan balik Klien dengan harapan Klien kembali menjadi individu yang tenang. Selama penanganan Klien agresif diperlukan tim dengan anggota tiga orang yang mampu menerapkan komunikasi terapetik, bekerja dengan aman, letak tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Implementasi dilakukan tidak jauh dari pint Keluar. Kesuksesan implementasi teknik de-eskalasi dipengaruhi oleh seringnya berlatih, Kemampuan memahami klien agresif dan pengelolaan —serta penatalaksanaannya(Indrono,W& ‘Caturini,E, 2012). Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada pengaruh terapi de- eskalasi terhadap perubahan perilaku pasien dengan resiko perilaku kekerasan di ruang belibis RSID Atma Husada ‘Samarinda ?. ‘Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui pengaruh terapi de-eskalasi tethadap perubahan perilaku pasien dengan risiko perilaku kekerasan di RSID AHM Samarinda. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei di Ruang Belibis RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. Rancangan penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu atau quasi experiment dengan desain penelitian pre test and post test without contrai.. (Dharma, 2011). Populasi dan sampel Populasi dalam —penelitian ini adalah semua pasien resiko _perilaku kekerasan di ruang Belibis RSID Atma Husada Mahakam Samarinda. Sampel dalam penélitian ini adalah responden yang diambil _erdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dari populasi yang telah menandatangani lembariny consent Metode pengumpulan data Pada penelitian ini, tahap. pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan observasi.Peneliti melakukan wawancara dan observasi responden di Ruang Belibis RSID Atma Husada Mahakam Samarinda dengan menanyakan nama, usia dan penyebalr melakukan Perilaku Kekerasan seta mengobservasi perubahan perilaku pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan Analisis data Uji normalitasyang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Shapiro Wilk, dikarenakan data yang akan diyji kurang dari SO responden dan berskala interval. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel penelitian untuk melihat distribusi frekwensi Analisis Bivariat Analisis bivariat — dilakukan menggunakan uji Paired T-Testyang dengan bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel. Uji Paired T-Test digunakan untuk menguji beda mean dari dua basil pengukuran pada kelompok pre dan post test. HASIL PENELITIAN Tabel 4.1 Jenis Terapi De-Eskalasi Kelamin. N % Takia OdTSSSC*dO Perempuan 0 0 Total 1 100% ‘Tabel 4.1 di atas menunjukkan presentase Jenis kelamin responden pada terapi de- ceskalasi dengan presentase laki-taki yang ‘berjumlah 11 responden dengan presentasi sebesar 100%. Tabel 42 Umur Terapi De- eskalasi N % 12-16(RemajaAwal) 0 0 17-25 (Remaja Akhir) 0 0 26-35 (DewasaAwal) 7 63,6 36-45 (Dewasa Akhiry 4364 46-55 (LansiaAwal) 0 0 36-65 (Lansia Akhir) 0 0 Total I 100 Tabel 42 menunjukkan presentase umur responden terapi de-eskalasi dengan presentase dan hasil terbanyak terdapat pada umur 26-35 dengan jumlsh 7 perubahan perilaku pre dan post dengan nilai p value - > 0,05 yang memberikan arti responden dengan presentase 63,6 % bahwa data terdistribusi normal. Tabel 4.3 Tabel 4.6 Tingkat Terapi De-eskalasi Selisih Perubahan Perilaku Pendidikan N % Perubahan. Pre Post Selisih — Nilai sD 6 345 Perilaku Mean Mean Mean P- SMP 1 9. ; Value SMA 4 364 2735, 291 0.001 Toial i 100: Kesimpulan : signifikan Tabel 4.3 menunjukkan hasil presentase tingkat pendidikan pada responden terapi de-eskalasi dengan sébagian besar SD berupa 6 responden dengn_ presentasi sebesar $4,5%. juilah yang terbesar. Tabel 44 Min Max Std. Deviasi 13s 1,856 Tabel 4.4 memperlihatkan data nilai mean. perubahan perilaku pre 22.73 dengan ailai min 21 dan max 25, sedangkan pada hasil mean post 25,64 dengan nilai min 22 dan max 28 dengan standar deviasi pre 1.348 dan post 1,856 yang menunjukkan bahwa ada peningkatan standar deviasi-pre dan post. Tabel 4.5 Perubahan Sapihire Wilk Test Peritaku Post Nilai P 0.166 Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji normalitas nilai Perubahan Perilaku dengan batas a = > 0,05. Uji tabel di atas dapat dilihat Tabel 4.6 menunjukkan hasi uji paired test perubahan perilaku —pre-post didapatkan nilai P-value 0,001 yang dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi de-eskalasi terhadap perbahan perilaku ‘pasien dengan risiko perilaku kekerasan, PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa semua responden berjenis kelamin laki-laki.Hal ini hampir sesuai dengan penelitian (Suratno, 2012), ‘yang dalam teorinya menyebutkan bahwa laki-laki lebih rentang kekerasan, dimana dari 30 responden yang diteliti, didapatkan hasil 23 (76,67%) berjenis kelamin lakitaki dan 7 (23.33%) berjenis kelamin perempuan, Laki-laki kecenderungan untuk lebih berperilaku di atas, berperilaku mempunyai agresif Hal ini fibandingkan dengan perempuan disebabkan arena laki-laki memiliki hormon androgen dan testosterone yang akan memicu aktifitas emosional yang lebih tinggi, merangsang kemarahan, menimbulkan perasaan mudah lersinggung, tegang, —gelisah_ dan bermusuhan, sehingga laki-laki cenderung berespon agresif. Peningkatan hormon androgen, testosterone, norepinephrine dan penurunan serotonin pada cairan cerebrospinal vertebra dapat dapat menjadi faktor predisposisi- munculnya perilaku agresif. Berdasarkan tabel 4.2 di atas, menunjukan karakteristik’ umur responden dengan jumlah presentase terbanyak pada. umur 26-35 tahun. Keterkaitan umur dengan risiko perilaku kekerasan di tetapkan oleh (Nadzla, K, 2014) yang menyebutkan bahwa risiko perilaku kekerasan banyak terjadi pada usia remaja akhir hingga dewasa yang 90% onset penderitanya terjadi pada usia antara 20-55 tahun dimana berdasarkan hasil penelitian yang dilskukan terhadsp 34 orang responden, diperoleh mean umur responden adalah 32,56 tahun dengan wsia termuda 20 tahun dan usia tertua 45 talun, Nadzla juga menyebutkan bahwa pada usia ini, individu mengalami—penurunan ketergantungan pada orang tua, telah pisah tempat tinggal dengan orang tua, khususnya individu yang telah menikah kegagalan dalam tugas perkembangan ini akan menyebabkan produktivitas dan kreativites berkurang, individu hanya perhatian terhadap diri sendiri dan kurang pevhatian terhadap orang lain, Dari abel 4.3 karakteristik menunjukkan responden —_berdasarkan tingkat —_pendidikan pendidikan SD terbanyak. Penelitian ini sejalan dengan (Linda H, 2013) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah akan dimana — tingkat menjadi presentasi mempengaruhi pengetahuan pasien tentang isiko perilaku kekerasan menjadi rendah pula sehinggan akan menjadi hambatan dalam berinteraksi sosial maupun dalam mendapatkan informasi tentang _risiko perilaku kekerasan. Akibatnya keluarga maupun masyarakat masih memiliki pandangan yang buruk terhadap orang ‘yang menderita risiko perilaku kekerasan, sehingga banyak penderita risike perilaku kekerasan telat untuk dibawa ke pelayanan kesehaian — jiwa. Kejadian ini mengakibatkan anyak pasien _risiko perilaku kekerasanmenjadi © sukar untuk disembuhkan, Dari tabel 4.6 menunjukkan hasilni paired ttesterdapat perubahan perilaku pada pasien dengan risiko perilaku kekerasansetelah diberikan terapi de- eskalasi dengan nilai P-value 0,001. Dimana dari kesebelas responden semua mengalami —peningkatan. —_Peneliti berasumsi bahwa terjadinya perubahan perilaku disebabkan oleh seringnya sescorang yang berperilaku kasar diajak berinteraksi dihadapinya, maksudnya bisa berupa terapi tentang masalah yang non farmakologis. dengan cara mengungkapkan secara verbal apa yang menjadi masalahnya tersebut.Secara teori terapi de-eskalasi adalah terapi bercakap- cakap terhadap pasien yang agresif guna membuat perilaku agresifnya menjadi turun. Terapide-eskalasi—_sendiri merupakan tindakan pertama dari pelayanan kesehatan jiwa yang disarankan terhadap pasien yang agresif untuk menurunkan sikap agrésifaya (Irene, J, 2010).Menurat Vedebeck (2008) pasien dengan gangguan jiwa dan penderita autisma méngalami gangguan pada sistem limbik yang mengakibatkan kesulitan dalam mengendalikan emosi. Hal. ini diperkuat oleh Kelist bahwa _perilaku kekerasan merupakan marah yang. tak terkendali. Menurut Irine (2010), de- eskalasi adalah tindakan mengurangi konflik, mendinginkan atau, menenangkan agar tidak berkelanjutan. Pada penelitian sebelumya yang dilakukan oleh (Indrono.W & CaturiniE, 2012), yang bejudul “implementasi teknik de-eskalasi terhadap penurunan respon marah klien dengan mengungkapkan bahwa perilaku kekerasan” implementasi verpide-eskalasi—terbukti dapat meurunkan kadar marah_pasien dengan risko perilaku kekerasan dimanahasil rerata 2,21 dan tchitung 3,51 tingkat signifikasi 0,004 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Karakteristik responden —risiko perilaku kekerasan berjenis kelamin laki- Jaki dengan rentang usia 26-35 dan 35-45 tahun yang kebanyakan pendidikan akhir SD. Terdapaiperbedaanperilaku —_pasien dengan risiko —_perilaku sebelumdansetelahdiberikan terapi, ‘yaituskor rufa setelahinteryensilebihbesardariskorrufaseb ‘elumdiberikanterapi de-eskalasi Terapi De-eskalasi berpengaruh pada perubahan perilaku pasien dengan risiko perilaku kekerasan di muang Belibis RSID Atna Husada Mahakam Samarinda, Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa uji paired ‘test yaitu nilai P= 0,001 (P<0,05). Saran memiliki kekerasan Bagi imu —Keperawatanhasil penelitian ini saya harapkan dapat dijadikan rajukan dalam mengembangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) tindakan mengontral marah pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan. Bagi penelitian selanjutnya agar memasukkan kelompok kontrol sebagai kelompok pembanding dan melakukan random dalam pengambilan sampel pada tiap bangsal yang ada sehingga lebih mengurangi bias pada penelitian tersebut. DAFTAR PUSTAKA Arles, dan tim, 2017. Penangan pada pasien dengan risiko —_perilaku kekerasan — universitas semarang: semarang. Akhamd, H 2011, Pengaruh Terapi Senam Aerobic Low Impact Tethadap Score Agression Self Controi Pasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan, Banyumas. : Poltekkes Kemenkes Semarang. Awaludin, LN. 2016. Upaya Peningkatan Kemampuan Mengontrol — Emosi Dengan Cara Fisik Pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan Di RSJD dr. Arif Zainudin —Srakarta’, Universitas Muhammadiyah Surakarta Bagi. 8, 2013. Pengaruh” Cognitive- Behavior Group Therapy Peningkatan Anger Management, Malang : Universitas Negeri Malang, Benita, 1, 2012. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok : Stimulasi Persepsi Sesi I — V Terhadap Kemampuan Mengontrol dan Mengekspresikan Marah Pada. Pasien Risiko Perilaku Kekerasan di RSID Dr. Amino Gondohutomo- Semarang, Semarang: Paltekkes Kemenkes Semarang. Bhave, swati Y.& Saini, sunil. 2012. Anger Management. “Los Angeles: Sage. Cahya, 2012, “ Perbedaan. Gender dan ‘Tenis Kelamin”.karya tulis ilmiah ilmu kedokteran Dahlan, S, 2008, Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi dengan Menggunakan SPSS. Edited by 3. Jakarta: Salemba Medika Dea, Y. 2013. Efektivitas Terapi Relaksasi Nafas Dalam Dan Tertawa Dalam Mengontrol Perilaku Kekerasan Pada Pasien Perilaku Kekerasan di RSID. Dr. Amino Gundo Hutomo, Sekolah Tinggi Iimu Kesehalan Keperawatan Semarang Dharma, K. K, 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media. Dian, M., Ki . A, B., & Wardani, Y, 1. 2014 pengaruh acceptance and commitment therapy tethadap gejala dan kemampuan klien dengan resiko perilaku kekerasan, Fallis, A . 2013 Perilaku Kekerasan’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689-1699. Doi: 10.1017/CBO978110741 5324004. Hastono, S, (2006). Analisis Data. Jakarta: FKM UL. Hoetomo, 13. Desember 2915.umur ‘menjadi faktor agresif seseorang. Jakarta Pos, him 14 Indrono, Wabyu., Caturini, Endang. 2012, Implementast Teknik De-Exkalasi Terhadap Penurunan Respon Marah Klien dengan Perilakw Kekerasan Jumal Terpadu limu Kesehatan, Jilid 2, November 2012, Him. 1-94. Diperoleh pada Tanggal 2 Desember 2015 dari Indonesian Publication Index. Indi, M. 2015 Analisis Faktor yang Purwokento + Fak. lmu Kesehatan UMP. Imelda, SF, 2015 Konsep Asuhan JiwaPasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan, Banyuwangi : Akademi Kesehatan Rustida.. IreneJ.Su(2010) De-escalating the aggressi patient. www ncbi.alm.nih, gov? mipubmed/. Irvanto. D, 2013. Pengaruh terapi aktivitas kelompok asertif terhadap perubahan perilaku pada pasien _perilaku kekerasan. Sekolah tinggi ilmu keschatan, Semarang Keliat, D. 2014 Document! ". Available at: hup:/feprints.ums.ac.id/33897/4/04., BAB Lpdf (Accessed: 23 October 2017). Krisnakai, 2017. Pengertian — tingkat pendidikan, detikhealth. 20 Mei 2017 Kusuma, J. 1 Mei 2017 pengaruh tingkat pendidikan dengan emosi seseorang jawa pos hm, 384. Marryre. 2011 konsep keperawatan intensif psikiatri, jumal penelitian,. Universitas. gajah mada : yogyakaria, Made, D, Keliat, B, A, &,Wardani, I, C. 2015 Pengaruh Acceptance And Commitment Therapy Terhadap Gejala Dan Kemampuan Klien Dengan Resiko Perilaku —-Kekerasan, Jakarta:Denpasar Fakultas —Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Nadzla, K. 2014, Efektivitas) Senam Aerobic Low Impact Terhadap Agression Self Control Pada Pasien. Dengan Risiko Perilaku Kekerasan Riau: program studi ilmu keperawatan Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda. 2017. Sarwono, $, 2012Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep —__Beserta Aplikasinya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Saseno & Giri P. 2013. Pengaruh Tindakan Restrain Fisk Dengan Manset Terhadap — Penurunan —_Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofernia Di Ruang Rawat Intensif Bima Rumah. Sakit Jiwa Grahasia Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumal Terpadu mu Keperawatan, Jilid 4. No 2 Oktober 2013. Stuart, 2011 The Basic Cancept OF Violent Behavior, Amcican : Big Five Timpanometri, 2012 penanganan pasien dengan risko perilaku kekerasan sumatera utara: “Universitas Sumatera utara ‘Triatriani, D, 2013Efektivitas Penerapan ‘Terapi Anger Control Assistance Terhadap =Kemampuan Mengontrol Perilaku Marah Klien Dengan Resiko Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Tiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, Malang? Universitas ‘Muhammadiyah Malang, WHO, 2014 konsep kesehatan _jiwa, America > world health organization. Widi, A. 2013 Asuhan Keperawatan Jiwa, ‘purwokerto: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Purwokerto. UU RINo 18 2014 Tentang Kesehatan Jiwa full-text. Edited by P. R. Indonesia. VOA, Indonesia. 2016. Data Penderita Kejiwaan, Amerika Serikat : Harvard University (Surat Kahar). Yosep.. 2011 The effect of therapeutic communication on the decreased level of violent behavior in schizophernia patients, NY: Hachette Book Group

You might also like