You are on page 1of 29

Mata Kuliah Remediasi Lingkungan

REMEDIASI LIMBAH PADAT DI INDUSTRI

Disusun Oleh:
KELOMPOK 5

Muhammad Jabbal Aqsha Annur. S NIM. 60500122001


Isnaeni Masdar NIM. 60500122069
Madinah Olivia NIM. 60500122018
Nurfathima Azzahra NIM. 60500122023
Afrizal Amir NIM. 60500122056

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha

Esa karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas

makalah mata kuliah Remediasi Lingkungan yang berjudul “Remediasi

Limbah Padat Di Industri”

Makalah ini disusun untuk memenuhi Sebagian syarat-syarat yang

diperlukan untuk lulus mata kuliah Remediasi Lingkungan pada kurikulum di

Jurusan Kimia Fakultas SainS dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar.

Penulisan makalah ini dapat diselesaikan tidak lepas dari dukungan,

bimbingan, dan bantuan dari banyak pihak yang sangat berarti. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr Rismawaty Sikanna, S.Si.,M.Si selaku dosen pengampu mata

kuliah Remediasi Lingkungan.

2. Teman-teman yang telah memberi bantuan dan dukungan baik material

maupun moral.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk mnyempurnakan

makalah ini agar lebih baik dimasa yang akan mendatang.

Romang Polong, 19 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................6
C. Tujuan Pembahasan.......................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................8
A. Integrasi Ayat.................................................................................................................... 8
B. Limbah Industri............................................................................................................... 9
C. Jenis dan Sumber Limbah Industri.......................................................................10
D. Metode Remediasi Limbah Industri.....................................................................15
E. Studi Kasus...................................................................................................................... 21
BAB III PENUTUP..................................................................................................................... 25
A. Kesimpulan......................................................................................................................25
B. Saran.................................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan jumlah populasi penduduk bumi yang tidak terkontrol

saat ini berdampak pada meningkatnya eksploitasi sumber daya alam untuk

mencukupi semakin tingginya kebutuhan terhadap makanan, energi, dan

kebutuhan pokok lain. Revolusi industri adalah salah satu respon manusia

dari meningkatnya kebutuhan tersebut. Namun, revolusi industri juga

menghasilkan masalah baru berupa limbah kimia dalam jumlah yang sangat

besar yang dapat mencemari lingkungan dan berdampak pada

ketidakseimbangan ekosistem (Reddy & Mathew, 2001).

Umumnya limbah kimia akan bertahan lama di lingkungan karena sulit

didegradasi. Polusi air tanah terutama yang disebabkan oleh industrialisasi

dan urbanisasi yang semakin berkembang, tidak lagi memperhatikan

konsekuensi yang terjadi pada lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian oleh

The Environmental Protection Agency (EPA) hanya sekitar 10% limbah

industri yang aman untuk dibuang ke lingkungan. Migrasi limbah dari

sumber asal (tempat pembuangan limbah akhir) akan menimbulkan resiko

yang tinggi terhadap sumber air tanah, jika tidak dikelola secara memadai

(Abhishek, 2018).

Perlindungan air tanah menjadi masalah utama dalam pengelolaan

lingkungan, karena pentingnya kualitas air dalam indikator kesehatan

manusia menarik banyak perhatian belakangan ini. Kualitas air tanah serta

pengembangan strategi untuk melindungi akuifer dari kontaminasi menjadi

penting dalam upaya perencanaan dan perancangan sumber daya air yang

4
5

tepat. Kontaminasi pada air tanah umumnya berasal dari bahan kimia (Balaji,

dkk., 2011).

Bahan kimia baik yang bersifat organik maupun anorganik sebenarnya

dapat didegradasi secara alami melalui aktivitas metabolisme mikroba yang

disebut biodegradasi. Namun, terkadang hasil dari proses biodegradasi yang

terjadi secara alami menghasilan produk atau hasil samping yang justru

membahayakan lingkungan sehingga perlu untuk dipelajari dan dikendalikan

dampaknya. Contohnya, polutan berupa xenobiotik secara alami dapat

mengalami proses mineralisasi melalui bantuan mikroba yaitu perubahan

menjadi produk yang teroksidasi sempurna seperti karbondioksida, berubah

menjadi senyawa lain yang bersifat ramah lingkungan atau justru

membahayakan, terakumulasi dalam tubuh organisme hidup, atau

terpolimerisasi yaitu berikatan dengan senyawa lain seperti tanah, sedimen,

atau air (Dora, 2017).

Sumber pencemaran selain yang berasal dari industri dan berdampak

besar pada lingkungan misalnya pada kasus bencana alam, kecelakaan atau

akibat kelalaian manusia. Contoh pencemaran yang berasal dari peristiwa

kecelakaan dan bencana misalnya tumpahan minyak Exxon Valdez yang

menyebabkan kerusakan habitat laut dan hutan konifer di Kanada dan

beberapa bagian benua eropa, pencemaran zat radioaktif di Chernobyl, dan

kebocoran reaktor nuklir di Fukushima Jepang (Balakrishnan & Rao, 2019).

Limbah industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses

secara langsung maupun proses secara tidak langsung. Limbah yang

bersumber langsung dari kegiatan industri yaitu limbah yang terproduksi

bersamaan dengan proses produksi sedang berlangsung, dimana produk dan

limbah hadir pada saat yang sama. Sedangkan limbah tidak langsung
6

terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses produksi. Ketika

prakonstruksi pada pembangunan pabrik sedang berlangsung, berbagai jenis

limbah padat harus dibuang dari lokasi kegiatan demikian juga pada proses

produksi dari proses produksi perlu mendapat penanggulangan. Bahan baku

diproses pada mesin-mesin dulu untuk dibersihkan dan akibat dari kegiatan

tersebut menghasilkan limbah. Industri mengolah bahan baku menjadi

produk yang dikonsumsi masyarakat langsung maupun digunakan untuk

bahan baku industri berikutnya (Elvania, 2022).

Bioremediasi adalah pemanfaatan reaksi biodegradatif mikroba untuk

menurunkan bahkan menghilangkan atau detoksifikasi 5 polutan yang

mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan, umumnya berupa

kontaminan pada air dan tanah. Teknologi biodegradasi sebenarnya telah

ditemukan sejak lama, namun baru dalam beberapa dekade terakhir upaya

serius memanfaatkan kemampuan biodegradasi alami dengan tujuan untuk

restorasi lingkungan yang efektif dan terjangkau dikembangkan (Hasminar &

Endang, 2017).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan limbah industri?

2. Apa jenis limbah padat yang dihasilkan oleh industri dan seberapa

besar dampaknya terhadap lingkungan?

3. Apa saja metode yang dapat digunakan untuk remediasi limbah padat

industri dan sejauh mana efektivitasnya dalam mengurangi dampak

lingkungan?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian limbah industri.

2. Untuk mengetahui jenis limbah padat yang dihasilkan oleh industri, dan

seberapa besar dampaknya terhadap lingkungan.


7

3. Untuk mengetahui metode yang dapat digunakan untuk remediasi

limbah padat industri dan sejauh mana efektivitasnya dalam

mengurangi dampak lingkungan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Integrasi Ayat
Aktivitas manusia pada bidang Industri dapat menghasilkan limbah

pembuangan dalam jumlah banyak yang apabila tidak dikelola dengan baik

akan berpotensi mencemari lingkungan. Allah SWT telah berfirman dalam

QS. Ar-Rum/30: 41 yang berbunyi :

‫َظَهَر ٱۡل َفَس اُد ِفي ٱۡل َبِّر َو ٱۡل َبۡح ِر ِبَم ا َك َسَبۡت َأۡي ِد ي ٱلَّناِس ِلُيِذ يَقُهم َبۡع َض ٱَّلِذ ي َع ِم ُلوْا َلَع َّلُهۡم َيۡر ِج ُعوَن‬
Terjemahnya :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah menghendaki agar mereka merasakan
sebagaian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar)”

Menurut Ibnu Katsir ayat diatas menjelaskan bahwa manusia

diperintahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia dan berbuat

baik dan dilarang berbuat kerusakan di muka bumi, salah satunya

menghindari pencemaran lingkungan dalam bentuk apapun, karena Allah swt

tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Hasyim, 2016: 1).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa seruan Allah SWT kepada manusia

agar melestarikan alam dan lingkungan supaya tidak tercemar atau merusak

lingkungan. Penegasan Allah SWT bahwa berbagai kerusakan yang terjadi

di darat maupun di laut karena ulah manusia itu sendiri, oleh karena itu

hendaklah sebagai manusia menghentikan atau kembali ke jalan yang benar

yaitu dengan perbuatan yang baik. Salah satu penanganan untuk limbah

industri agar tidak mencemari lingkungan yaitu dengan menggunakan

teknologi yang ramah lingkungan dengan menggunakan bioremediasi (Deffy,

2020: 2)

8
9
10

B. Limbah Industri

Limbah merupakan sampah cair dari lingkungan masyarakat dan

terutama terdiri dari air yang telah digunakan dengan hampir 0,1% berupa

benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik. Limbah

adalah buangan atau material sisa yang dianggap tidak memiliki nilai yang

dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri maupun domestik

(rumah tangga). Pada dasarnya berbagai jenis limbah dihasilkan oleh

kegiatan manusia, baik itu kegiatan industri maupun domestik (rumah

tangga) dan berdampak buruk terhadap lingkungan dan juga bagi kesehatan

manusia. Ada juga yang mengatakan bahwa definisi limbah adalah semua

material sisa atau buangan yang berasal dari proses teknologi maupun dari

proses alam dimana kehadirannya tidak bermanfaat bagi lingkungan dan

tidak memiliki nilai ekonomis. (Sartika, dkk., 2020)

Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan

yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri

dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan

manusia. Limbah industri merupakan konsekuensi yang tak terhindarkan

dari kegiatan produksi dan proses industri. Jenis limbah yang dihasilkan

bervariasi, mulai dari limbah padat seperti abu, limbah cair seperti air limbah

industri, hingga emisi gas yang dihasilkan dari proses pembakaran. Salah satu

tantangan utama terkait limbah industri adalah dampak negatifnya terhadap

lingkungan dan kesehatan manusia. Limbah ini dapat mencemari udara, air,

dan tanah, mengancam keberlanjutan ekosistem dan mengakibatkan masalah

kesehatan serius bagi manusia dan hewan (Palar, 2004).

Regulasi dan kebijakan pemerintah memainkan peran penting dalam

pengelolaan limbah industri. Banyak negara telah mengimplementasikan


11

peraturan yang ketat terkait dengan penanganan, pembuangan, dan

pengelolaan limbah industri guna melindungi lingkungan dan kesehatan

masyarakat. Selain itu, tekanan dari masyarakat dan tuntutan untuk praktik

industri yang berkelanjutan semakin mendorong industri untuk mengadopsi

teknologi dan praktik terbaik dalam pengelolaan limbah.

Untuk mengatasi tantangan ini, industri perlu mengadopsi pendekatan

yang holistik dalam manajemen limbah. Ini mencakup penggunaan teknologi

pengolahan yang efektif, pemantauan yang ketat terhadap limbah yang

dihasilkan, promosi daur ulang dan pengurangan limbah, serta investasi

dalam inovasi untuk pengelolaan limbah yang lebih ramah lingkungan.

Kolaborasi antara industri, pemerintah, masyarakat, dan akademisi juga

penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dalam penanganan

limbah industri.

C. Jenis dan Sumber Limbah Industri

Perkembangan teknologi proses pembuatan pulp dan kertas saat ini

cenderung menghasilkan limbah yang didominasi oleh polutan organik

terlarut dibandingkan polutan tersuspensi, sehingga perlu diolah secara

biologi. Kendala yang dihadapi dengan cara ini adalah terbentuknya hasil

samping berupa lumpur sludge IPAL yang kandungan utamanya terdiri dari

biomassa dengan kadar padatan rendah, hal ini menimbulkan masalah pada

penanganannya (Rusydy, dkk., 2015: 34).

Menurut Purwati, dkk (2006: 68) industri pulp dan kertas telah

diketahui sebagai penghasil limbah padat yang jumlahnya cukup besar

berasal dari berbagai unit produksi, di antaranya meliputi:

1. Bahan sisa (residu) dari Unit Penyediaan Bahan Baku Kayu, seperti kulit

dan serbuk kayu.


12

2. Bahan sisa dan limbah padat dari Unit CRP, seperti kapur dan dreg.

3. Limbah padat abu hasil pembakaran dari unit power plant, yang dikenal

sebagai fly ash dan bottom ash.

4. Limbah lumpur dari unit pengolahan air limbah (IPAL).

a. Limbah Padat Industri Pulp dan Kertas

Menurut Purwati, dkk (2006: 69) Ada 2 jenis limbah padat industri pulp

dan kertas, yaitu sebagai berikut:

1. Lumpur IPAL

Limbah padat yang dihasilkan dari IPAL jumlah dan sifatnya tergantung

pada besarnya beban pencemaran air limbah yang diolah, proses pengolahan

yang digunakan, dan peralatan pengolah lumpur yang digunakan. Limbah

padat lumpur di bedakan atas lumpur primer dan lumpur sekunder yang

kadar airnya masih cukup tinggiantara 60-80%. Lumpur primer terbentuk

dari pengolahan proses fisika-kimia, sedangkan lumpur sekunder berasal

dari pengolahan biologi yang sifatnya lebih sulit dipekatkan dan dipress.

Gambaran tentang jumlah lumpur IPAL yang dihasilkan dari industri pulp dan

kertas dapat dibedakan atas tiga kelompok industri. Perhitungan jumlah

lumpur didasarkan atas data yang diperoleh dari hasil survai di berbagai

industri pulp dan kertas di Indonesia. Jumlah lumpur dari kelompok industri

pulp dan kertas terpadu lebih besar dari air limbah kertas. Kelompok industri

kertas bahan baku pulp umumnya pengolahan air limbahnya menggunakan

proses biologi sehingga lumpur yang terbentuk lebih sedikit, namun sulit

diproses sehingga kadar air lumpur relatif lebih tinggi.

2. Limbah Padat Abu Pembakaran

Limbah padat abu yang dihasilkan dari unit power plant pada industri

pulp dan kertas jumlahnya tergantung dari jenis bahan yang di bakar dan
13

teknologi pembakaran yang digunakan. Industri pulp dan kertas termasuk

industri yang membutuhkan energi cukup besar untuk proses produksinya.

Abu yang dihasilkan dari unit pengadaan energi dengan bahan bakar non

batu bara berkisar antara 0,5-2,0% dari kapasitas produksi. Jumlah yang

cukup besar ini dapat menimbulkan permasalahan bila tidak dikelola dengan

baik. Abu dari unit power boiler dibedakan atas fly ash dan bottom ash. Fly ash

berupa partikel halus dan ringan yang keluar dari furnace bersama gas

buang, sedangkan bottom ash mempunyai ukuran partikel lebih besar dan

berat yang terbawa keluar oleh pasir yang berfungsi sebagai media

pembakaran.

Tabel 1. Sumber dan Jenis-Jenis Limbah Padat Industri Pulp dan Kertas
Sumber Limbah Jenis Limbah

Unit penyediaan bahan baku Kulit dan serbuk kayu, lumpur, pasir
Padatan sisa saring (reject) berupa mata
Unit pencucian dan penyaringan pulp
kayu (knot)
Unit pemulihan bahan kimia (CRP) Lumpur kapur, dreg

Unit persiapan bahan baku kertas bekas Lumpur serat, plastik, lumpur tinta

Unit pengolahan air limbah (IPAL) Lumpur primer, lumpur sekunder


Unit pengadaan energi (Power Plant) dan
Abu pembakaran (fly ash, bottom ash
insinerator

b. Limbah Padat Elektronik

Pemanfaatan teknologi tidak dapat dipisahkan dengan alat-alat

elektronik yang serba digital seperti handphone, komputer, laptop dan

sebagainya. Jumlah kebutuhan akan alat elektronik semakin meningkat dari

tahun ke tahun seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk.

Semakin bertambahnya jumlah penduduk, gaya hidup masyarakat juga

semakin berkembang yang salah satunya adalah untuk selalu mengikuti

perkembangan teknologi terbaru dan meninggalkan alat elektronik yang


14

lama. Gaya hidup ini menyebabkan alat elektronik yang lama menjadi limbah,

karena tidak terpakai dan jumlahnya semakin hari akan terus meningkat

(Priambodo, 2019: 1)

Limbah yang berasal dari alat elektronik disebut sebagai limbah

elektronik dan limbah elektronik termasuk dalam kategori limbah B3 (Bahan

Berbahaya dan Beracun) limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun, Pasal 1, ayat (1) adalah zat, energi, dan/atau

komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik

secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau

merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup

manusia, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.

Selain mengandung bahan berbahaya, limbah elekronik juga memiliki

kandungan material berharga seperti logam mulia dan logam tanah langka

(Priambodo, 2019: 2-3)

Kemunculan limbah elektronik disebabkan karena adanya teknologi

dengan desain-desain baru dan memiliki lebih banyak fungsi sehingga

menyebabkan meningkatnya jumlah barang elektronik yang ada. Masa

pemakaian sebagian besar alat elektronik menjadi lebih singkat karena

adanya perkembangan alat elektronik dengan desain yang menarik bagi

konsumen untuk membelinya. Limbah elektronik yang umumnya berasal dari

barang pabrik, alat rumah tangga, dan produk teknologi informasi dan

ditambah hasil impor limbah elektronik dari negara lain (Priambodo, 2019:

3)

c. Limbah Padat Industri Tekstil


15

Jenis limbah tekstil yang sering kali ditemui ada tiga yaitu, raw

materials atau kimia tekstil, sisa potongan kain, limbah benang dan busana

yang sudah tidak terpakai. Limbah kain tidak hanya dihasilkan oleh industri

besar seperti pabrik ataupun garmen, limbah kain juga dapat dari konveksi,

tailor, butik dan produksi rumahan yang menghasilkan sampah kain. Limbah

kain adalah sisa kain yang bersumber dari proses produksi konveksi dan

garmen berskala kecil hingga besar, seperti proses pemotongan, pewarnaan

dan pengemasan maupun pasca konsumsi masyarakat (Renata, 2022: 1).

d. Limbah Padat Industri Otomotif

Salah satu jenis limbah padat yang akhir-akhir ini semakin meningkat

adalah limbah padat dari hasil perkembangan industri otomotif yang

semakin berkembang. Limbah padat komponen atau onderdil kendaraan

bermotor dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu logam dan non logam

(plastik, karet). Limbah logam umumnya didaur ulang (recycle) dengan cara

dilakukan peleburan. Bengkel-bengkel kendaraan bermotor menjual limbah

onderdil logam ke para pengepul untuk kemudian dilebur dan dicetak

menjadi barang baru. Limbah logam yang dijual oleh bengkel-bengkel

kendaraan bermotor ke pengepul biasanya dibeli kiloan dengan harga yang

sangat murah. Jika limbah logam tersebut dimanfaatkan ulang (reuse) baik

untuk fungsi yang sama maupun berbeda, maka harga jualnya dapat lebih

tinggi lagi. Limbah padat industry otomotif umumnya bersumber dari Logam,

Karet (dari penggantian slang radiator), plastik pembungkus suku cadang,

wadah bekas oli, kaca (Hartono, 2017: 37).

e. Limbah Padat Industri Farmasi

Berdasar Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang perubahan

Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 yang berisi tentang Pengelolaan


16

Limbah B3, maka pada industri farmasi terdapat limbah B3 dari sumber

spesifik. Sumber pencemaran berasal dari seluruh proses produksi serta

produk obat-obatan yang dihasilkan baik yang masih berada dalam kondisi

baik maupun yang telah rusak. Ada banyak jenis limbah padat yang

dihasilkan dari industri farmasi seperti, sisa kemasan, plastik, serbuk obat

yang bersumber dari proses produksi tablet granulasi kering, serbuk obat,

plastik, sisa kemasan, kertas aluminium foil, botol gelas dari proses produksi

beta-laktam, sisa bahan baku, kain lap, bekas tube, product out of spec dan

kemasannya, sisa tinta, kemasan bekas tinta kode produksi, sisa kemasan

plastik dari proses produksi sediaan salep. Kain kasa rusak dari proses

produksi sediaan cairan oral, pecahan botol kaca, sisa kemasan, botol rusak,

gelas rusak, karton rusak, proses produksi sediaan sirup kering,

ampoule/vial pecah, sisa kemasan, kain majun bekas, solvent, kemasan tinta,

kain lap dari proses produksi sediaan injeksi (Syafrudin, 2008: 216).

D. Metode Remediasi Limbah Industri

Limbah industri dapat menghasilkan bahan toksik terhadap lingkungan

yang dapat berdampak negatif terhadap manusia dan lingkungan yang lain.

Limbah cair industri paling sering menimbulkan masalah lingkungan seperti

kematian ikan, keracunan pada manusia dan ternak, kematian plankton,

akumulasi dalam daging ikan dan moluska. Adapun beberapa metode yang

digunakan pada penanganan limbah padat industri yaitu (Wulansari, 2011).

1. Proses fisika

Pengolahan secara fisika didasarkan pada karakteristik fisika dari air

limbah, dilakukan dengan cara sedimentasi, filtrasi, adsorpsi, evaporasi,

penukaran ion, dan pemisahan menggunakan membran. Proses awal limbah

industri yaitu meliputi pemisahan Dimana limbah padat dan limbah cair yang
17

berasal dari organ-organ bahan baku (ikan, udang, rajungan) yang tidak

digunakan dalam proses pengolahan ataupun ikan utuh yang tidak lolos

seleksi laboratorium. penyaringan, dan penggilingan untuk mengubah fisik

limbah.

Air sparging adalah metode remediasi yang digunakan untuk

menghilangkan kontaminan dari tanah atau air tanah di bawah permukaan

tanah. Metode ini sering digunakan untuk mengatasi pencemaran tanah atau

air tanah yang disebabkan oleh limbah padat di industri. Proses air sparging

melibatkan penyisipan udara ke dalam air tanah di bawah permukaan tanah.

Udara yang disisipkan akan membentuk gelembung-gelembung kecil yang

mengangkat kontaminan dari air tanah ke udara di atasnya. Kontaminan ini

kemudian dapat dihapus melalui proses pemompaan atau dioksidasi menjadi

senyawa yang kurang berbahaya.

Air sparging sering digunakan bersamaan dengan teknik lain seperti

pemompaan vakum tanah, proses bioremediasi, atau penggunaan bahan

kimia tertentu untuk meningkatkan efektivitas penghilangan kontaminan.

Teknik ini umumnya dipilih tergantung pada jenis kontaminan, kedalaman

pencemaran, dan kondisi geologis di lokasi yang terkena dampak. Meskipun

air sparging merupakan metode yang efektif untuk mengatasi pencemaran

tanah dan air tanah, namun keberhasilannya dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor seperti jenis kontaminan, karakteristik hidrogeologi, dan desain sistem

remediasi yang digunakan. Sehingga perencanaan dan implementasi yang

hati-hati diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal.

2. Pemrosesan fisik-kimia

Pada proses fisik-kimia dilakukan dengan cara mengubah sifat pada

limbah dengan menggunakan reaksi kimia, misalnya, partikel-partikel padat


18

dalam bentuk padatan tersuspensi dalam air limbah dapat diendapkan secara

langsung berdasarkan gaya berat dan ukuran partikel. Ukuran partikel yang

kecil sulit mengendap sehingga diperlukan penambahan koagulan seperti

tawas (Alum), Ferisulfat, Poli aluminium klorida (PAC). Dengan penambahan

koagulan partikel-partikel akan menempel pada flok koagulan selanjutnya

akan dapat mengendap. Pengaturan pH pada koagulasi ini dilakukan dengan

penambahan soda atau kapur.

Adsorpsi sering digunakan bersama dengan teknik lain seperti

pengolahan fisik atau kimia untuk meningkatkan efektivitas penghilangan

kontaminan. Keunggulan adsorpsi termasuk kemampuannya untuk

menghilangkan kontaminan dalam konsentrasi yang rendah, kemampuan

regenerasi yang memungkinkan penggunaan kembali adsorben, serta

kesederhanaan operasionalnya. Namun, pemilihan adsorben yang tepat dan

pemantauan sistem adsorpsi yang efektif diperlukan untuk mencapai hasil

yang optimal dalam remediasi limbah padat industri.

Stabilisasi atau Solidifikasi tanah merupakan salah satu teknik

remediasi insitu. Stabilisasi merupakan teknik mereduksi potensi bahaya

limbah dengan tidak merubah sifat fisik dari material yang diolah, sedangkan

solidifikasi adalah teknik enkapsulasi limbah menjadi bentuk padat yang

tidak menimbulkan reaksi kimia antara limbah dengan bahan pemadat.

3. Pemrosesan biologis

Pengolahan dengan bantuan mikrobiologi dapat dilakukan untuk jenis

air limbah yang mengandung senyawa organik mudah terurai (degradable).

Senyawa-senyawa organik akan teruraikan menjadi senyawa yang lebih

sederhana. Adanya logam berat seringkali merupakan racun bagi mikroba,

sehingga perlu dilakukan pengolahan pendahuluan dengan cara fisika


19

sebelum dilakukan pengolahan secara biologi. Adapun metode remediasi

pada limbah industri yaitu:

a. Bioremediasi

Bioremediasi terdiri atas dua kata yaitu “bio” yang berarti hidup atau

merujuk pada organisme hidup dan “remediasi” yang berarti tindakan atau

proses penyembuhan yang merujuk pada proses menanggulangi

permasalahan. Bioremediasi adalah pemanfaatan organisme hidup untuk

mengatasi permasalahan lingkungan seperti pencemaran air dan tanah.

Tujuan bioremediasi adalah untuk mendegradasi polutan menggunakan

mikroorganisme hidup agar tidak menimbulkan pencemaran lebih lanjut dan

mengembalikan kondisi lingkungan seperti kondisi alaminya.

Prinsip dasar bioremediasi adalah proses membersihkan lingkungan

dengan memanfaatkan aktivitas metabolik mikroorganisme yang merubah

polutan menjadi zat lain yang tidak berbahaya melalui proses mineralisasi,

pembentukan karbon (IV) oksida dan air, atau merubahnya menjadi biomassa

mikroba. Polutan khususnya yang berasal dari industri sangat berbahaya

apabila dibuang tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Umumnya

limbah industri mengandung bahan pencemar berbahaya seperti logam berat

yang apabila langsung berinteraksi dengan ekosistem dapat menimbulkan

berbagai dampak salah satunya bioakumulasi.

Bioakumulasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

penumpukan atau masuknya bahan kimia berbahaya dalam tubuh makhluk

hidup. Bioakumulasi sering ditemukan pada ekosistem perairan dimana

bahan kimia berbahaya seperti logam berat sisa limbah industri masuk ke

tubuh ikan. Limbah industri berupa logam berat seperti PCB, DDT, Dioksin,

dan merkuri bersifat stabil dan sangat sulit terurai di lingkungan. Oleh karena
20

itu, logam berat yang masuk ke ekosistem perairan akan berpotensi

terakumulasi dalam tubuh ikan. Apabila ikan tersebut dimakan oleh manusia

maka zat logam berat tersebut juga akan terakumulasi dalam tubuh sehingga

menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Salah satu alternatif untuk

menguraikan limbah logam berat agar tidak membahayakan lingkungan

adalah melalui bioremediasi.

Bioremediasi meskipun dianggap sebagai salah satu solusi terbaik

untuk mengatasi permasalahan lingkungan saat ini namun juga berpotensi

menimbulkan permasalahan baru seperti penambahan zat katalis untuk

mempercepat proses biologis mikroba yang dapat mengganggu organisme

lain yang ada di lokasi tersebut. Selain itu, melepaskan organisme hasil

rekayasa genetika secara langsung di lingkungan memiliki resiko tersendiri

yaitu sulit untuk dimusnahkan kembali. Oleh karena itu, bioremediasi

memerlukan kontrol yang sangat intensif dan memerlukan waktu yang cukup

panjang untuk mendapatkan hasil yang dapat optimal.

b. Fitoremediasi

Pencemaran tanah secara antropogenik dalam beberapa dekade

terakhir telah menjadi masalah serius bagi lingkungan dan kesehatan.

Aktivitas industri seperti penambangan dan penyepuhan perhiasan

menghasilkan limbah logam berat beracun yang dapat mencemari tanah.

Apabila pencemaran tersebut terjadi dekat dengan wilayah pemukiman,

maka dampaknya akan sangat besar manakala logam berat tersebut

terakumulasi ke manusia melalui proses biomagnifikasi dalam rantai

makanan. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan dating tragedi

Minamata seperti yang terjadi di Jepang akan terulang kembali. Beberapa

upaya konvensional untuk mengatasi hal tersebut, misalnya dengan


21

pengangkatan lapisan tanah yang tercemar, dinilai terlalu mahal dan dapat

merusak lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi alternatif yang

berkelanjutan untuk mengurangi pencemaran tanah tersebut.

Fito berasal dari kata Yunani “phyto” yang berarti tumbuhan dan

akhiran Latin “remedium” yang berarti dapat menyembuhkan atau

mengembalikan ke kondisi aslinya. Sebuah teknologi yang relatif baru,

dengan memanfaatkan agen hayati berupa tanaman untuk mengurangi

pencemar pada tanah, dinilai dapat menjadi salah satu alternatif untuk

mengatasi permasalahan ini. Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa contoh

penerapan fitoremediasi yang dinilai berhasil, misalnya penggunaan bunga

matahari (Helianthus annuus L.) untuk mengurangi cesium dan strontium

radioaktif pada tanah pasca bencana. Chernobyl atau tanaman dari

genus Brassica yang dilaporkan efektif dalam meremediasi beberapa jenis

logam seperti kemampuannya untuk menyerap 3 kali lipat Cd lebih tinggi

dibandingkan jenis tanaman lain pada umumnya, mengurangi 28% Pb dan

48% Se, serta cukup efektif untuk Zn, Hg, dan Cu.

Melalui fitoremediasi, pencemar tanah berupa logam berat akan

diimobilisasi, didetoksifikasi, atau diakumulasi pada organ tanaman sehingga

pencemar tersebut berkurang atau tidak lagi berbahaya bagi lingkungan.

Namun, tidak semua jenis tanaman dapat dimanfaatkan sebagai agen

fitoremediasi. Setidaknya ada beberapa karakteristik unggul dalam memilih

tanaman sebagai agen fitoremediasi, diantaranya mudah tumbuh dan

memiliki biomassa yang cukup besar dalam waktu singkat sehingga dapat

mengakumulasi pencemar dalam jumlah besar, memiliki sistem perakaran

yang cukup panjang sehingga dapat menjangkau pencemar di tanah,

merupakan tanaman lokal yang teradaptasi pada kondisi iklim dan tanah
22

sekitar wilayah tercemar sehingga tidak memerlukan perawatan berlebih,

serta tumbuh secara annual sehingga dapat dipanen secara periodik jika

dibandingkan dengan tanaman perennial.

E. Studi Kasus

Studi mengenai metode yang digunakan untuk meremediasi lingkungan

terkhususnya pada limbah padat di indsutri, telah dilakukan oleh Wijayati

dan Purwanti (2022) yang dilakukan di Desa Pesarean, Kabupaten Tegal.

Metode penulisan kajian ini yaitu menggunakan studi literatur dengan

mengumpulkan serta menganalisis berbagai pustaka yang berkaitan dengan

masalah pencemaran tanah oleh logam berat timbal (Pb). Remediasi tanah

menggunakan metode stabilisasi/solidifikasi dengan bahan pengikat semen

portland. Metode stabilisasi/solidifikasi dapat digunakan untuk menurunkan

konsentrasi logam berat timbal (Pb) pada tanah tercemar. Metode

Stabilisasi/Solidifikasi ini digunakan karena bahan pengikat yang digunakan

mudah didapat, membutuhkan biaya yang rendah serta bahan hasil

pencampuran mempunyai kekuatan yang tinggi sehingga bisa digunakan

kembali.

Metode stabilisasi/solidifikasi digunakan untuk mencegah penyebaran

pencemar berbahaya ke lingkungan. Stabilisasi merupakan teknik mereduksi

potensi bahaya limbah dengan tidak merubah sifat fisik material yang diolah.

Hal yang perlu diperhatikan agar proses S/S berjalan dengan baik yaitu

pemahaman akan sifat dan mekanisme ikatan logam berat dengan bahan

pengikat semen. Semen Portland dapat digunakan sebagai matriks

solidifikasi. Biasanya semen atau material seperti semen, atau resin yang

digunakan untuk mengikat partikel secara bersama-sama. Penambahan air


23

atau bahan aditif lain sangat dimungkinkan. Pengikat akan menciptakan

bentuk limbah yang terstabilkan. Semen Portland merupakan pengikat yang

paling umum digunakan dalam proses S/S semen.

Metode stabilisasi/solidifikasi yang dilakukan adalah secara ex-situ

karena tanah pada lokasi wilayah studi yang dangkal. Banyaknya semen yang

dibutuhkan untuk meremediasi ¼ tanah tercemar Pb pada Area Selatan

1dengan memilih rasio semen: tanah sebesar 60:40 adalah 1290 ton dengan

berat beban yang tercemar adalah 860 ton. Hasil uji pelindian Pb pada hari ke

28 dengan menambahkan Fe(III) pada sampel tanah sebesar 1,9 x 10 -3 mg per

cetakan batako dengan ukuran 40 x 10 x 20 cm, menghasilkan konsentrasi

total 123 cetakan sebesar 6 x 10 −4 mg/L. Penambahan Fe(III) dapat

membubarkan galena (PbS) dan membentuk anglesite (PbSO4). Sehingga

akan menghasilkan reaksi berikut:

PbS + 2Fe3+ + 3SO42- + 3/2 O2 + H2O → PbSO4 + 2Fe2+ + 2H+ + 3SO42-

Konsentrasi yang dihasilkan pada setiap cetakan bernilai 0,9 x 10 -6

mg/kg. Maka selanjutnya didapatkan massa Fe(III) per cetakan dengan nilai

1,9 x 10-3 mg. Hasil konsentrasi akhir yang didapatkan setelah perlakuan S/S

tanah terkontaminasi di Desa Pesarean pada ¼ Area Selatan 1 yaitu sebesar

2,7 x 10−10 mg/kg, dengan efisiensi stabilisasi yang dihasilkan yaitu sebesar

99,9%.

Studi lain yang yang telah dilakukan oleh Ilmannafian, dkk (2020)

dengan metode filtrasi dan fitoremediasi dengan menggunakan eceng gondok

(Eichhorinia Crassipes). Metode penelitian yang digunakan adalah metode

eksperimental skala laboratorium dengan tujuan untuk mengetahui

efektivitas penggunaan metode filtrasi dan fitoremediasi menggunakan

tanaman eceng gondok. Kedua metode tersebut ditujukan untuk


24

menguraikan kandungan berbahaya dalam limbah cair pabrik kelapa sawit

seperti kadar BOD, COD, TSS, pH, dan sifat fisik (warna, aroma, dan

kekeruhan) pada air limbah.

Penggunaan metode filtrasi dalam pengolahan limbah diharapkan

menjadi lebih efisien jika dipadukan dengan metode fitoremediasi.

Fitoremediasi merupakan suatu sistem yang menggunakan tumbuhan,

dimana tumbuhan tersebut bekerja sama dengan mikroorganisme dalam

media untuk mengubah, menstabilkan, atau menghancurkan zat kontamian

menjadi kurang atau tidak berbahaya sama sekali bahkan menjadi bahan

yang berguna secara ekonomi. Tanaman yang digunakan dalam fitoremediasi

harus memenuhi karakteristik tertentu untuk memperoleh hasil yang efektif,

seperti tingkat pertumbuhan dan produksi yang baik, tahan terhadap tingkat

polusi yang tinggi serta dapat berperan sebagai bioakumulator yang baik.

Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan tersebut,

diperoleh bahwa pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan metode

filtrasi dan fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok (Eichhornia

crassipes) tidak efektif untuk diaplikasikan karena hasil analisis

menunjukkan belum semua hasil uji memenuhi baku mutu untuk aman

dibuang ke lingkungan atau perairan sehingga diperlukan prosespengolahan

air limbah lebih lanjut. Hasil analisis BOD yang belum memenuhi mutu pada

minggu ke-4 yaitu pada perlakuan konsentrasi 100% dan 75%, (berturut-

turut 894,7mg/L dan 304,15mg/L), dan memenuhi baku mutu pada

perlakuan konsentrasi 50% (77,03mg/L). Semua hasil analisis COD belum

memenuhi baku mutu (berturut-turut pada konsentrasi 100, 75, dan 50%

adalah 4.320 mg/L, 1.120mg/L dan 440mg/L). Hasil analisis TSS yang belum

memenuhi baku mutu adalah pada konsentrasi air limbah 100% (400mg/L),
25

dan memenuhi baku mutu pada konsentrasi 75% dan 50% (berturut-turut

adalah 200mg/L dan 0mg/L). Semua hasil analisis pH memenuhi baku mutu

(berturut-turut pada konsentrasi air limbah100%, 75%, dan 50% yaitu 8,8

dan 9).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Limbah adalah material atau zat yang tidak lagi dianggap memiliki nilai

atau kegunaan bagi pemiliknya dan siap untuk dibuang. Limbah bisa

berasal dari berbagai sumber, termasuk proses produksi industri.

Limbah industri adalah jenis limbah yang dihasilkan dari proses

produksi di fasilitas industri. Limbah ini bisa berupa berbagai material

atau zat yang tidak lagi dibutuhkan dalam proses produksi. Limbah

industri seringkali mengandung zat-zat berbahaya atau toksik yang

dapat merusak lingkungan jika tidak dikelola dengan benar.

2. Terdapat beberapa jenis dan sumber limbah padat yang dihasilkan oleh

produksi industri yaitu, pulp dan kertas, limbah elektronik, limbah

tekstil seperti raw materials atau kimia tekstil, sisa potongan kain,

limbah benang dan busana yang sudah tidak terpakai, limbah otomatif

seperti karet, plastic, wadah bekas oli, kaca dan limbah industri farmasi

seperti sisa kemasan, plastik, serbuk obat yang bersumber dari proses

produksi tablet granulasi kering, serbuk obat, sisa kemasan, kertas

aluminium foil, botol gelas dari proses produksi beta-laktam, sisa bahan

baku, kain lap, bekas tube, product out of spec dan kemasannya.

3. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk remediasi limbah

padat industri, yaitu proses fisika dapat dikunakan metode seperti air

sparging, pada pemrosesan fisik-kimia dapat digunakan metode

adsorpsi, stabilisasi/solidifikasi dan pada pemrosesan biologis dapat

digunakan metodes seperti bioremediasi dan fitoremediasi. Efektivitas

metode remediasi pada limbah padat di industri dalam mengurangi

26
27

dampak lingkungan dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor,

termasuk jenis limbah, skala industri, teknologi yang digunakan, dan

kepatuhan terhadap regulasi lingkungan.

B. Saran

Saran pada makalah ini adalah sebaiknya menjelaskan mengenai

inovasi teknologi dalam remediasi limbah padat terkhususnya pada industri.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim
Abhishek K., C. Lakshmikanthan. & Sunil K. “Physicochemical analysis and
isolation of microbes from groundwater nearby landfill site: A case
study”. Indian Journal of Experimental Biology, 56 (2018): 526-530.
Adji, B. K. “Potensi Impatiens balsamina L. sebagai agen fitoremediasi tanah
tercemar limbah industri perak Kotagede: laju penyerapan, laju
eliminasi, dan bioakumulasi subselular”. Skripsi. Fakultas Biologi
Universitas Gadjah Mada, 2018.
Balaji S, Gopi K, Layanya B, Muthuyelan B. “Isolation and optimization of Poly-
hydoxybutyrates producing cyanobacterial strains”. International
Journal of Applied Biology and Pharmaceutical Technology 3 (2011):
137-145.
Balakrishnan SL, Rao PVVP. “Biodegradation of Chlorpyrifos by bacterial
strains isolated from agricultural soils of Visakhapatnam district”. J.
Bioremediat Biodegrad 10 (2019): 459.
Deffy Trisca. “Bioremediasi Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Larutan
Effective Microorganism-4 (EM4) Secara Anaerob-Aerob” Skripsi.
Surabaya: Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya, 2020.
Dora DRT. “Biodegradasi Limbah cair organik menggunakan konsorsium
bakteri sebagai bahan penyusunan buku ajar matakuliah pencemaran
lingkungan”. Pendidikan Biologi Indonesia 3, No. 2 (2017): 95-102.
Elvania, N.C. Manajemen dan Pengelolaan Limbah. Widina Media Utama:
Bandung, 2022.
Hartono. “Penciptaan Seni Kriya Logam Kreatif dengan Memanfaatkan
Limbah Onderdil Kendaraan”. Seni Kriya 6, No.2 (2017): 35-43.
Hasminar RF, Endang S. “Potensi Bakteri Indigen dalam Mendegradasi
Limbah Cair Pabrik Kulit secara in vitro”. Bioeksperimen 3, No. 1
(2017) 1-10.
Hasyim Nur Azizah. “Potensi Fitoremediasi Eceng Gondok (Eichornia
crassipes) dalam Mereduksi Logam Berat Seng (Zn) dari Perairan
Danau Tempe Kabupaten Wajo” Skripsi. Makassar: Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2016.
Ilmannafian, dkk. “Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan
Metode Filtrasi dan Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Eceng
Gondok (Eichhornia Crassipes)”. Teknologi Industri Pertanian 21, No. 2
(2020): 244-253.
Mukimin. Pengolahan Limbah Industri Berbasis Logam dengan Teknologi
Elektrogulasi Flotasi. Skripsi, Semarang: Universitas Diponegoro,
2006.
Palar, Heryanto. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2004.
Priambodo. “Inovasi Kebijakan Pengolahan Limbah (Studi pada Pengelolaan
Limbah Elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-
2019)”. Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
Purwati, dkk. “Potensi dan Alternatif Pemanfaatan Limbah Padat Industri
Pulp dan Kertas”. Selulosa 41, No.2 (2006): 68-79.
Reddy, C.A. & Matthew, Z. Bioremediation Potential of White-Rot Fungi. In:
Fungi in Bioremediation. Gadd, G.M. (Ed.). Cambridge University Press:
Cambridge, UK. (2001).
Renata. “Penerapan Eco Fashion untuk Kebaya”. Skripsi. Bandung: Fakultas
Pendidikan dan Seni Desain Universitas Pendidikan Indonesia, 2022.
Rusydy, dkk. “Simulasi Gasifikasi Sludge Limbah Industri Pulp dan Kertas”.
Sains dan Teknologi 14, No.2 (2015): 33-37.
Sartika, dkk. “Pemanfaatan Limbah Gelas Air Mineral Sebagai Bahan Dasar
Bunga Hias Yang Cantik Dan Menarik Di Pkbm Negeri 26 B”. Abdimas 1,
No. 2 (2020): 84.
Syafrudin. “Evaluasi Sistem Pengolahan Limbah Padat B3 PT. Indofarma, TBK
Bekasi”. Teknik 29, No.2 (2008): 214-219.
Wijayati & Purwanti. “Kajian Remediasi Tanah Terkontaminasi Logam Berat
Timbal di Desa Pesarean, Kabupaten Tegal dengan
Stabilisasi/Solidifikasi”. Teknik ITS 11, No. 2 (2022): 28-33.
Wulansari. “Pengelolaan Limbah pada Pabrik Pengolahan Ikan di PT. Kelola
Mina Laut Gresik”. Ilmiah Perikanan 3. No. 1, 2011.

You might also like