Professional Documents
Culture Documents
Askep DM
Askep DM
3. KRISDALING (221151015)
JURUSAN KEPERAWATAN
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transisi pola penyakit dalam pada saat ini telah bergeser dari penyakit
infeksi menular ke penyakit tidak menular atau penyakit degenaratif. Hingga
saat ini penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia.
Bahkan hal ini berimbas kepada kerugian yang telah dialami oleh beberapa
negara di dunia. Sebanyak 38 juta (68%) dari 56 juta kematian di dunia pada
tahun 2012 disebabkan oleh penyakit degeneratif (WHO, 2014).
Salah satu faktor penyebab dari penyakit ini yaitu makanan dan minuman
manis. Makanan dan minuman manis tentunya digemari oleh banyak orang
mulai dari anak-anak hingga lanjut usia. Kandungan gula dalam makanan dan
minuman manis banyak terdapat dalam bentuk olahan sehingga bentuk asli gula
sudah tidak lagi terlihat. Gula bukanlah hal yang harus dihindari tetapi
konsumsinya yang perlu dibatasi agar tidak berlebihan. Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2018 didapatkan bahwa tingkat
konsumsi makanan manis (87,9%) dan minuman manis (91,49%) di Indonesia
sangat tinggi. Padahal telah terdapat anjuran mengenai konsumsi gula per hari
agar tidak berlebihan. Menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2013, anjuran
konsumsi gula per orang per hari adalah 10% dari total energi (200kkal).
Konsumsi tersebut setara dengan gula 4 sendok makan per orang per hari atau 50
gram per orang per hari. Konsumsi harian makanan dan minuman manis serta
konsumsi gula harian yang berlebih dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan termasuk meningkatkan risiko penyakit diabetes melitus.
Diabetes Mellitus atau yang lebih dikenal dengan kencing manis adalah
sakit kronis yang sangat perlu diwaspadai. Diabetes Mellitus (DM) merupakan
salah satu penyakit yang prevalensinya terus mengalami peningkatan di dunia,
baik pada negara maju ataupun negara berkembang, sehingga dikatakan bahwa
DM sudah menjadi masalah kesehatan atau penyakit global pada masyarakat.
Organisasi kesehatan dunia atau WHO memperkirakan bahwa lebih dari 346 juta
orang diseluruh dunia mengidap DM. Jumlah ini kemungkinan akan lebih dari
dua kalilipat pada tahun 2030 tanpa intervensi. Hampir 80% kematian DM
terjadi dinegara berpenghasilan rendah dan menengah (Suiraoka, 2012) dalam
Waode Azfari Azis, dkk 2020.
Diabetes mellitus sendiri memiliki 2 tipe. Diabetes Melitus tipe 1
adalah kondisi di mana tubuh tidak bisa menghasilkan insulin dengan cukup
karena adanya kerusakan pada sel pankreas. Jenis diabetes ini merupakan
kelainan autoimun dan seringnya diderita oleh anak-anak dan remaja.
Sedangkan, diabetes mellitus tipe 2 adalah suatu penyakit kronik yang ditandai
dengan hiperglikemia akibat dari terjadinya resistensi tubuh terhadap efek
insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas. Diabetes mellitustipe 2
(diabetes mellitus non-dependen insulin) merupakan diabetes onset dewasa
yang terjadi pada sekitar 80% pasien yang mengidap diabetes mellitus.
Prevalensi DM tipe 2 meningkat pada lanjut usia. Peningkatan jumlah
penderita DM tipe 2 ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah
genetika, gaya hidup, usia, obesitas dan aktifitas fisikyang kurang. Berdasarkan
data Riskesdas Tahun2013, prevalensi diabetes pada kelompok usia 45–54
tahun sebesar 3,3%, 55–64 tahun 4,8%, 65–74tahun 4,2% dan >75 tahun sebesar
2,8% (Kemen-trian Kesehatan RI, 2013). Menurut Rizvi (2009) orang dewasa
berusia 60 tahun dan lebih tua akan menempati dua per tiga populasi diabetes
pada tahun 2025.
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis penyebab
kematian tertinggi di Indonesia. Menurut data dari Institude for Health Metrics
and Evaluation bahwa diabetes merupakan penyakit penyebab kematian
tertinggi ke 3 di Indonesia tahun 2019 yaitu sekitar 57,42 kematian per 100.000
penduduk. Data International Diabetes Federation (IDF) mendapati bahwa
jumlah penderita diabetes pada 2021 di Indonesia meningkat pesat dalam
sepuluh tahun terakhir. Jumlah tersebut diperkirakan dapat mencapai 28,57 juta
pada 2045 atau lebih besar 47% dibandingkan dengan jumlah 19,47 juta pada
2021.
Oleh karena itu, dengan tingginya angka kematian pada kasus penderita
diabetes, menjadi perhatian yang cukup tinggi bagi tenaga kesehatan. Tingginya
angka kematian ini harus dicegah bahkan ditanggulangi, salah satunya dengan
memberikan pendidikan kesehatan guna meningkatkan pola dan gaya hidup
sehat di masyarakat. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan tentunya juga
sangat berperan dalam penangan kasus seperti ini, pasalnya penderita diabetes
sangat sulit untuk di sembuhkan. Jadi hal yang harus dilakukan yaitu dengan
mempertahakan penerapan gaya dan pola hidup sehat merupakan salah satu hal
yang dapat dilakukan guna mengurangi tingkat keparahan dari penyakit ini.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang gangguan nutrisi akibat patologis
sistem metabolic endokrin salah satunya yaitu Diabetes Mellitus.
2. Untuk memahami asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi, dan evaluasi pada pasien dengan Diabetes
Mellitus.
C. Manfaat
1. Membantu pembaca untuk mengetahui serta memahami tentang gangguan
nutrisi akibat patologis sistem metabolic endokrin salah satunya yaitu
Diabetes Mellitus.
2. Membantu pembaca untuk memahami tentang seperti apa asuhan
keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
3. Agar mengetahui dan memahami tentang apa saja penyebab Diabetes
Mellitus dan seperti apa penanganan pasien dengan Diabetes Mellitus.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smeltzer & Bare,
2015 dalam Ari Eriadi, 2019).
Diabetes militus merupakan gangguan metabolis kronis yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh
sel beta langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya
terhadap insulin. (smeltzer & Bare, 2015 dalam Ari Eriadi, 2019).
Menurut PERKENI (2011) Seseorang dapat di diagnosa diabetes melitus
apabila mempunya gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi, dan
polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu 200 mg/dl dan gula darah
puasa 126 mg/dl.
Diabetes meleitus (DM) adalah penyakit kronis yang sangat kompleks,
membutuhkan perawatan yang teratur karena penyakit DM adalah penyakit
seumur hidup sehingga perlu strategi perawatan yang baik, dukungan orang-
orang disekitarnya juga sangat penting untuk mencegah komplikasi dari
hiperglikemi yang tidak terkendali seta dapat meningkatkan intervensi DM.
(American Diabetes Association, 2015).
B. Etiologi
1. Poliuria (Pengeluaran urin)
. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula
dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk
mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkan melalui urin. Gejala
pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang
dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011).
2. Timbul rasa haus (Polidipsia)
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan
cairan (Subekti, 2009).
3. Timbul rasa lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan
karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam
darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).
4. Penurunan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh
terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti,
2009).
C. Klasifikasi
1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi
karena kecelakaan sel B (beta) (WHO, 2014). Canadian diabetes assocation
(CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel B pangkreas diduga
karena proses autonium, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti.
Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosi, memiliki insidensi lebih sedikit
dibandingkan diabetes tipe, akan meningkat setiap tahun baik dinegara maju
maupun dinegara berkembang (IDF, 2014).
2. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan kelainan heterogen ditandai dengan
adanya resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glucose production
(HCP), dan penurunan fungsi sel beta dan akhirnya menuju kekerusakan sel
beta. Awalnya pada stadium prediabetes timbul resistensi insulin kemudian
disusul dengan peningkatan sekresi insulin yang bertujuan mengkompensasi
resistensi insulin itu agar glukosa darah tidak meningkat. Lama kelamaan sel
beta tidak sanggup mengkompensasi resistensi insulin glukosa darah
kemudian semakin meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun
progresif sehingga tidak mampu lagi mengeksresikan insulin dan terjadilah
diabetes melitus tipe 2 (Suryono, 2009).
3. Diabetes Gestational
Diabetes gestational diabetes melitus (GDM) adalah diabetes yang
didiagnosis selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan
hiperglikemia (kadar glukosa darah diatas normal) (CDA, 2013 dan WHO,
2014). Wanita dengan diabetes gestational memiliki peningkatan resiko
komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki resiko
diabetes tipe 2 yang lebih tinggi dimasa depan (IDF, 2014).
D. Patofisiologi
Apapun penyebabnya, semua tipe diabetes terjadi akibat defisiensi relatif
kerja insulin. Selain itu, pada diabetes tipe 1 dan 2, kadar glukagon tampaknya
meningkat secara abnormal. Gangguan metabolik yang terjadi bergantung pada
derajat penurunan kerja insulin. Jaringan adiposa paling peka terhadap kerja
insulin. Rendahnya aktivitas insulin dapat menyebabkan penekanan lipolisis dan
peningkatan penyimpanan lemak. Kadar insulin yang lebih tinggi diperlukan
untuk melawan efek glukagon di hati dan menghambat pengeluaran glukosa oleh
hati.
Orang normal, kadar basal aktivitas insulin mampu memerantarai
berbagai respons tersebut. Namun, kemampuan otot dan jaringan peka-insulin
lainnya untuk berespons terhadap pemberian glukosa dengan menyerap glukosa
(melalui perantaraan insulin) memerlukan sekresi insulin yang terstimulasi dari
pankreas. Karena itu, penurunan ringan kerja insulin mula-mula bermanifestasi
sebagai ketidak-mampuan jaringan peka-insulin untuk mengurangi beban
glukosa (Jennifer, 2013).
Meskipun pengidap diabetes tipe 2 biasanya masih menyisakan kerja
insulin endogen, hal tersebut tidak berlaku bagi pengidap diabetes tipe 1. Selain
hiperglikemia puasa dan pasca makan, mereka juga mengalami ketosis karena
pengurangan nyata insulin menyebabkan lipolisis simpanan lemak menjadi
maksimal untuk menghasilkan substrat bagi ketogenesis di hati yang dipicu oleh
glucagon (Jennifer, 2013).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam elektrolit yang dinamakan diuresis osmotik. Kehilangan
cairan yang berlebihan akan mengalami peningkatan berkemih (polyuri) dan
rasa haus (polydipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polyfagia) akibat menurunnya simpanan kalori dan
gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan (Jennifer, 2013).
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar glukosa darah
a. Glukosa darah puasa
b. Glukosa 2 jam post prandial
c. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa plasma
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl
c. Glukosa plasma dan stempel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gram karbohidrat
3. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa teh saring tes diagnosis tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi
4. Tes saring
a. GDP (gula darah puasa dengan GDS (gula darah sewaktu)
b. Tes glukosa urine
1) Tes konvensional (metode reduksi atau benedict)
2) Tes carik celup (Metode gluchose oxidase/hexokinase)
5. Tes diagnostik
a. GDS (Gula Darah Sewaktu)
b. GDP (Gula Darah Puasa)
c. GD2PP (glukosa darah 2 jam post prandial)
6. Tes monitoring terapi
Tes monitoring terapi DM adalah:
a. GDP: plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP: plasma vena
c. Alc: darah vena, darah kapiler
G. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer & Bare yang di kutip Riesty (2016) terdapat 5 pilar
perawatan diri Diabetes yaitu pengaturan pola makan (diet), latihan fisik
(olahraga), monitoring gula darah, obat untuk mencegah hipoglikemik dan
penyuluhan/edukasi sedangkan menurut Deborah et all perawatan diri diabetes
melitus meliputi diet, aktivitas fisik, periksa gula darah, perawatan kaki, dan
merokok (Riesty, 2016).
1. Edukasi
Program edukasi pasien DM merupakan proses pendidikan
kesehatan yang dilakukan secara terus menerus untuk mendapatkan
pengetahuan, keterampilan, kemampuan yang diperlukan untuk perawatan
mandiri diabetes. Program edukasi DM ini merupakan dasar untuk
melakukan perawatan pasien Diabetes.
Proses ini menggabungkan kebutuhan, tujuan, dan pengalaman
hidup orang dengan DM, dan dituntun oleh panduan standar berdasarkan
berbagai penelitian. Tujuan dari program edukasi DM adalah untuk
mendukung informasi pengambilan keputusan, perilaku perawatan diri,
pemecahan masalah dan kolaborasi aktif dengan tim kesehatan dan untuk
meningkatkan hasil klinis, status kesehatan, dan kualitas kehidupan (Riesty,
2016).
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien
penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan
pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang mungkin
timbul secara dini/saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan
pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku kebiasaan
kesehatan diperlukan (Ndraha, 2014).
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti
merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan
diet tinggi lemak (Ndraha, 2014).
5. Manajemen Obat
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan
peningkatanpengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani.
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Berdasarkan
cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: Pemicu sekresi insulin
finsulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid. peningkat sensitivitas
terhadap insulin metformin dan tiazolidindion, penghambat glikoneogenesis
(metformin), penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa,
DPP-IV inhibitor (Ndraha, 2014).
Pemberian OHO, terdiri dari: OHO dimulai dengan dosis kecil dan
ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis optimal. Sulfonilurea: 15-30 menit sebelum makan,
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan, Metformin sebelum /pada
saat 7 sesudah makan, Penghambat ghikosidase (Acarbose); bersama makan
suapan pertama, Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan, DPP-
IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan
(Ndraha, 2014).
6. Merokok
Penderita diabetes melitus yang merokok berisiko 1,64 kali lebih besar
untuk mengalami komplikasi daripada lansia pengidap diabetes melitus
yang tidak merokok. Perilaku merokok pada pasien Diabetes melitus
merupakan perilaku negatif, seorang pasien Diabetes seharusnya
menghindari perilaku merokok Penelitian yang dilakukan olch Jee, er al
mendapatkan merokok dapat meningkatkan resiko insiden Diabetes dan
mortalitas pada pasien Diabetes (Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,
2013).
7. Perawatan Kaki
Penderita Diabetes melitus rentan untuk mengalami komplikasi
beruka luka atau borok yang sukar sembuh. Seringanya mereka mendapati
luka yang sukar sembuh pada daerah kaki, dimana untuk itu perawatan kaki
yang teratur sangat diperlukan antara lain yaitu:
a. Jaga kelembaban kulit dengan menggunakan Lotion yang tidak
menimbulkan alergi.
b. Potong kuku secara teratur dan ratakan ujung kuku dengan
menggunakan kikir, jangan pernah memotong ujung kuku terlalu dalam.
c. Menggunakan alas kaki yang nyaman dan sesuai dengan bentuk serta
ukuran kaki.
d. Menggunakan bahan sepatu yang lembut dan sol yang tidak keras,
pakai sepatu yang tertutup jika hendak bepergian keluar rumah.
e. Waspada terahadap luka kecil apapun, segera obati dengan
antiseptik (Riesty, 2016).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Menurut (Santosa, Budi. 2008)
1. Identitas klien, meliputi: Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.
2. Keluhan utama
a. Kondisi hiperglikemi: Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak
kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
b. Kondisi hipoglikemi Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa
lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya
ingat, patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan
kesadaran.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar gula darah b.d disfungsi pankreas
2. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih
4. Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi
5. Gangguan integritas kulit b.d perubahan status nutrisi
C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
meningkat
Penyiapan dari
penyimpanan
meningkat
Sikap terhadap
makanan/minuman
sesuai dengan tujuan
kesehatan meningkat
Perasaan cepat
kenyang menurun
Nyeri abdomen
menurun
Sariawan menurun
Rambut rontok
menurun
Diare menurun
(IMT) membaik
Frekuensi makan
membaik
Nafsu makan
membaik
trisep membaik
Membran mukosa
membaik
menurun Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
Karakteristik urine obat supositoria uretra,
jika perlu
menurun
membaik
rata membaik
Membran mukosa
membaik
Mata cekung
membaik
Hematoma menurun
Pigmentasi abnormal
menurun
Nekrosis menurun
Sensasi membaik
Tekstur membaik
Pertumbuhan rambut
membaik
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatuskesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan dan pengobatan dan tindakan untuk memperbaiki kondisi dan
pendidikan untuk klienkeluarga atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan implementasi
harus berpusat kepada kebutuhan klien dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan& strategi implementasikeperawatan&
dan kegiatan komunikasi. Implementasi keperawatan adalah kegiatan
mengkoordinasikan aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain
untuk mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan (Nettina, 2002). Jadi, implemetasi keperawatan adalah
kategori serangkaian perilaku perawat yang berkoordinasi dengan pasien,
keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan
pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan
dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini
dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan
dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan. Evaluasi ini akan
mengarahkan asuhan keperawatan, apakah asuhan keperawatan yang dilakukan
ke pasien berhasil mengatasi masalah pasien ataukan asuhan yang sudah dibuat
akan terus berkesinambungan terus mengikuti siklus proses keperawatan sampai
benar-benar masalah pasien teratasi.
Daftar Pustaka
Aziz, W. A, dkk (2020). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Gaya Hidup
Pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Penelitian Perawat Profesional Volume 2
Nomor 1. Diakses Jurnal Penelitian Perawat Profesional
(globalhealthsciencegroup.com).
IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, Idf Diabetes Atlas (Buku Elektronik), Diakses Pada
Tanggal 1 November 2023: Www.Idf.Org/Diabetesatlas.
Kusniawati (2011). Analisis Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Self Care Diabetes
Pada Klien Diabetes Milletus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Tangerang. Tesis.
Depok:Universitas Indonesia.
Ndraha, Suzana (2014). Diabettes Mellitus Tipe 2 Dan Tata Laksana Terkini
Departemen Penyakit Dalam Fk Ukrida , Leading Article Medicinus Vol.27 No.2.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi I. Cetakan II. Tim Pokja SLKI DPP PPNI.
Smeltzer, Suzane C (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Egc, Jakarta.