You are on page 1of 14

KLIPING MULTIKULTURALISME

NAMA : NATASHA ANANTA


KELAS : XII MIPA 6
NO. ABSEN : 23
MULTIKULTURALISME

Definisi
Multikulturalisme adalah ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari
berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama
dalam masyarakat modern. Multikultural sering digunakan untuk menggambarkan
kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Multikulturalisme mengisyaratkan pengakuan terhadap realitas keragaman kultural
yang mencakup keberagaman tradisional dan keberagaman bentuk-bentuk
kehidupan. atau subkultur.
Bagian dari keberagaman tradisional adalah suku, ras, dan agama. Sedangkan,
keberagaman bentuk-bentuk kehidupan adalah segala hal yang bekaitan dan
bermunculan di detiap tahap sejarah kehidupan masyarakat di luar keberagaman
tradisional. Multikulturalisme menjadi pandangan dunia yang kemudian dapat
diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang
penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, kemajemukan yang terdapat
dalam kehidupan masyarakat. Sehingga, dapat dikatakan, masyarakat multikultural
adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam komunitas dan budaya
dengan segala kelebihannya.

Jenis-jenis Multikulturalisme
Multikulturalisme Isolasionis:
Mengacu pada masyarakat di mana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup
secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.

Multikulturalisme Akomodatif:
Masyarakat yang memiliki kultur dominan dan membuat penyesuaian bagi
kebutuhan kultur kaum minoritas. Kaum mayoritas memberikan kebebasan kepada
kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan mereka.

Multikulturalisme Otonomis:
Masyarakat plural di mana kelompok-kelompok kultural utama berusaha
mewujudkan kesetaraan dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan
otonom yang secara kolektif bisa diterima.

Multikulturalisme Kritikal atau Interaktif:


Masyarakat plural di mana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus
dengan kehidupan kultural otonom, tetapi menciptakan penegasan perspektif khas
mereka. Multikulturalisme Kosmopolitan: masyarakat plural yang menghapus batas-
batas kultural untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak
lagi terikat kepada budaya tertentu.
Bagaimanakah multikulturalisme di Indonesia?

KOMPAS.com - Teknologi informasi “Sebagai pengguna media digital yang berlandaskan


menciptakan ruang tanpa batas. Dengan nilai-nilai positif, kita harus selalu bertekad untuk
demikian, mampu menghubungkan memegang teguh etika dalam berkomunikasi dan
individu dari berbagai belahan dunia menggunakan bahasa komunikasi yang baik,” papar
dengan latar budaya dan bahasa Kismartini dalam webinar dengan tajuk “Memahami
berbeda. Karena hal tersebut, Multikulturalisme dalam Ruang Digital”, Kamis
pemahaman akan multikulturalisme (18/11/2021). Ia pun menyarankan kepada warganet
mesti dimiliki seseorang ketika untuk memahami dan menghargai perbedaan dan
mengakses dunia digital. keberagaman. Bila kedua hal tersebut diterapkan,
Pemahaman ini juga perlu dilengkapi perbedaan dapat diatasi tanpa menimbulkan
dengan penerimaan tentang perbedaan perselisihan atau konflik. “Dengan demikian,
budaya dan sudut pantang. Dosen FISIP keharmonisan ekosistem ruang digital untuk sesama
Universitas Diponegoro Dr Kismartini, dapat terjaga,” lanjutnya.
MSi, menjelaskan bahwa Menguatkan pernyataan Kismartini, Trainer Making
multikulturalisme adalah istilah yang Indonesia 4.0 Lembaga Ketahanan Nasional
digunakan untuk menjelaskan (Lemhannas) RI dan dosen Universitas Mulawarman
pandangan seseorang tentang ragam Dr Rahmawati, MM, CPS, pun menyebut bahwa
kehidupan di dunia. keberagaman yang dimiliki Indonesia merupakan hal
Istilah tersebut juga merujuk pada yang perlu dibanggakan oleh masyarakat danw
kebijakan kebudayaan yang menekankan warganet. “Sebagai anak bangsa, perlu disadari
tentang penerimaan terhadap realitas bahwa multikulturalisme adalah hal yang menjadi
keragaman dan berbagai macam budaya kekuatan kita dibandingkan dengan negara-negara
yang ada dalam kehidupan masyarakat, lain yang rata-rata masyarakatnya bersifat
termasuk nilai sistem budaya kebiasaan homogen,” jelas Rahmawati. Kekuatan tersebut,
dan politik yang mereka anut. Kismartini kata Rahmawati, sepatutnya tidak menjadi hal
melanjutkan, nilai kehidupan sebagai negatif. Masyarakat pun harus disadarkan oleh
masyarakat dan warga digital pada seorang pendidik seperti layaknya seorang dokter
dasarnya tidak berbeda. Nilai-nilai memberikan arahan dan konsultasi kepada
tersebut diterapkan untuk membawa pasiennya dalam hal kesehatan.
manfaat untuk orang lain dan tetap
menjadi nilai yang seharusnya
dikedepankan.
Musisi, rapper, talent and Music Producer Rans Entertainment Rafli Albera pun sepakat
dengan hal tersebut. Key opinion leader ini juga mengatakan bahwa kemampuan literasi
digital dapat menjadi katalisator untuk mewujudkan pemahaman multikulturalisme. “Teman-
teman yang sudah terliterasi digital dengan baik mampu menggunakan media digital dengan
bijak. Literasi digital ini menjadi penting karena kita akan bisa menguasai digital sesuai dengan
potensi diri,” tuturnya. Sebagai informasi, webinar tersebut diselenggarakan atas kerja sama
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi
Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital.
Kegiatan tersebut terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia
literasi digital. Untuk itulah, penyelenggara pada agenda selanjutnya membuka peluang
sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar melalui akun
Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan
Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi.
Penyelenggara juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga
webinar dapat berjalan dengan baik. Hal ini mengingat program literasi digital ini hanya akan
sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.
Permasalahan Apa Saja Yang Dihadapi Dalam Menerapkan
Multikulturalisme Di Indonesia?

INDONESIA adalah negara


multikultural dengan beragam agama,
budaya, dan bahasa adalah suatu
kenyataan yang tidak bisa terelakan
lagi. Bahkan kemajemukan budaya itu
sudah ada di bumi nusantara ini jauh
sebelum Indonesia terbentuk menjadi
sebuah nation-state. Fakta
terdapatnya 718 bahasa ibu, lima
agama besar, 1.340 suku bangsa,
17.504 pulau menjadikan Indonesia
sebagai suatu mosaik kebudayaan. Di
satu sisi kondisi ini adalah anugerah,
Permasalahan Masyarakat namun di sisi lain keberagaman ini
akan memunculkan persoalan-
Multikultural persoalan sosial-budaya jika tidak
Namun, meski kerap ditampilkan sebagai keunikan dan dipahami secara tepat. Kymlica (2002)
kekuatan suatu negara, Pierre L. Van dan Berghe dalam Multiculturalism and Minority
mengatakan bahwa beberapa permasalahan klasik selalu Rights mengkonsepsikan multikultural
saja muncul dalam masyarakat multikultural, seperti sebagai serangkaian gagasan yang
konflik sosial, munculnya sekat-sekat sosial yang bersifat relatif memiliki koherensi dengan ide
eksklusif-segmented, dominasi politik dari kelompok membentuk mosaik kebudayaan,
mayoritas, dan intoleransi. Negara kita pun tidak luput dari
masyarakat multikultural bermula dari
permasalahan-permasalahan tersebut. Misalnya, konflik
kompleksitas dan interseksi antar ras,
Poso di Sulawesi Tengah, konflik Sampit yang melibatkan
suku Dayak dan Madura, kerusuhan Sambas, sentimen gender, kelas sosial, bahasa,
terhadap etnis Tionghoa yang sempat menguat kembali agama/kepercayaaan, orientasi
pada 1998. seksual.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Artikel ini telah tayang di Kompas.com
"Multikulturalisme: Maukah Kita Sepakat untuk Berbeda?", dengan judul "Multikulturalisme: Maukah
Klik untuk baca: Kita Sepakat untuk Berbeda?", Klik untuk
https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/26/070047 baca:
065/multikulturalisme-maukah-kita-sepakat-untuk- https://www.kompas.com/tren/read/20
berbeda. 21/12/26/070047065/multikulturalisme-
maukah-kita-sepakat-untuk-berbeda.
Belum lagi kuatnya wacana politik identitas pada kampanye Pemilu 2019 lalu, dan lain-lain.
Beberapa catatan buruk di atas merupakan bukti bahwa keberagaman budaya masih problematis.
Di saat bersamaan multikulturalisme juga belum sepenuhnya dipahami dan masih digunakan
sebagai jargon popular, namun tidak bermakna.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Prof. Manneke Budiman mengatakan
bahwa dalam konteks Indonesia sebagian besar masyarakat memahami multikulturalisme sebatas
keragaman etnik, agama, dan budaya saja. Menurut dia, pemahaman yang bersifat reduksionis ini
seharusnya sudah selesai dan tidak perlu dipersoalkan kembali.
Indonesia secara faktual memang sudah multikultural sejak dulu sehingga ‘pekerjaan rumah’ kita
selanjutnya adalah memperjuangkan, membangun, dan memeliharanya untuk kehidupan
bersama. Jika tidak, maka akan terus-menerus menjadi ‘bencana’ sosial di masa yang akan datang.
Sebagai perbandingan, Manneke juga menjelaskan bahwa gagasan multikulturalisme di negara-
negara Barat (Amerika, Kanada, Inggris) juga tidak kalah problematisnya. Hanya saja, ‘takarannya’
berbeda. Masyarakat Barat kerap terjebak dalam pemujaan terhadap perbedaan secara
berlebihan.
Sehingga ada kesan bahwa identitas yang mereka miliki adalah sudah ‘final’ dan tidak boleh
diganggu gugat dengan alasan penghormatan. Kondisi ini secara potensial akan memunculkan
persoalan baru, yakni eksklusifisme budaya yang nantinya boleh jadi akan berkembang menjadi
chauvinisme budaya dan memunculkan stigma baru di masyarakat multikultural.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Multikulturalisme: Maukah Kita Sepakat
untuk Berbeda?", Klik untuk baca:
https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/26/070047065/multikulturalisme-maukah-kita-
sepakat-untuk-berbeda?page=2.

Editor : Sandro Gatra

Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6


Download aplikasi: https://kmp.im/app6
Penulis Arum Sutrisni Putri | Editor Arum Sutrisni Putri KOMPAS.com - Bangsa Indonesia
menghadapi tantangan besar terkait masalah etnisitas. Terkait kondisi Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku, agama, ras, etnik dan lainnya. Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI, jika bangsa Indonesia tidak berhasil menghadapi dan menaklukkan tantangan
etnisitas maka akibat paling fatal adalah disintegrasi bangsa. Dalam negara bangsa dengan
masyarakat yang multikultural, warga negara seharusnya memiliki kesepakatan dan komitmen
bahwa negara kesatuan adalah final. Maka proses menjadi negara kesatuan akan makin eksis
dengan mengedepankan Bhinneka Tunggal Ika. Untuk dapat membangun bangsa agar terhindar
dari disintegrasi bangsa, maka multikulturalisme merupakan alternatif yang paling tepat. Meski
sampai saat ini belum ditemukan model multikulturalisme yang paling tepat untuk Indonesia.

Hak Minoritas Dan Multikulturalisme Keanekaragaman masyarakat dan


kondisi geografi
Ada tiga masalah besar isu hak-hak minoritas terkait
multikulturalisme yang menjadi dilema negara Fakta keanekaragaman suku bangsa, ras,
bangsa seperti Indonesia, yaitu: agama dan golongan sosial-ekonomi di
Indonesia. Makin diperumit faktor
1. Keanekaragaman masyarakat dan kondisi geografi Indonesia yang kepulauan,
geografi penduduk yang tinggal terpisah-pisah,
2. Nasionalisme luntur dan kesukubangsaan mendorong potensi disintegrasi
menguat meningkat.
3. Hak-hak minoritas melekat pada fakta
pengaturan keanekaragaman

Nasionalisme luntur dan kesukubangsaaan Hak-hak minoritas melekat pada fakta


menguat pengaturan keanekaragaman

Nasionalisme dan negara seyogyanya dibicarakan Hak-hak minoritas senantiasa melekat pada
mulai dari akarnya. Yakni mulai dari konsep-konsep fakta pengaturan keanekaragaman yang
suku bangsa, kelompok etnik dan etnisitas. Jelas ada. Bila pengaturan nasional berorientasi
menunjukkan bahwa bila semangat nasionalisme pada kebijakan kebudayaan seragam dan
luntur karena berbagai sebab, maka yang sentralistis. Maka fakta pluralisme,
tertinggal adalah semangat kesukubangsaan yang diferensiasi dan hierarki masyarakat dan
menguat. kebudayaan akan meningkat.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan


judul "Disintegrasi Bangsa: Hak Minoritas
Terkait Multikulturalisme", Klik untuk baca:
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02
/19/180000169/disintegrasi-bangsa-hak-
minoritas-terkait-multikulturalisme?page=2.

Penulis : Arum Sutrisni Putri


Bagaimakah kita menghadapi permasalahan yang terjadi karena
adanya multikulturalisme?

Mempertahankan Persatuan
Keanekaragaman budaya bangsa Indonesia menunjukkan kekayaan bangsa Indonesia.
Maka perlu melakukan upaya dalam rangka mempertahankan kekayaan budaya dan
menggalang persatuan budaya. Upaya tersebut antara lain melestarikan masing-masing
budaya dan saling menghormati keanekaragaman budaya bangsa Indonesia.

Penulis Yohanes Enggar Harususilo | Editor Yohanes Enggar Harususilo


KOMPAS.com - Membangun semangat multikulturalisme harus menjadi tanggungjawab
sosial para pendidik. Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Muhadjir Effendy di depan peserta Hari Studi Majelis Nasional Pendidikan Katolik, di
Jayapura, Sabtu siang (24/11/2018). Semangat multikulturalisme dapat membuka ruang
untuk saling menghargai setiap perbedaan meskipun ada ketidaknyamanan. Mendikbud
memandang pembiasaan diri hidup dalam keberagaman penting dilembagakan di lingkungan
pendidikan. Menurutnya, tidak tepat jika kita mudah menuduh pihak lain intoleran karena
semata mereka mengenakan atribut simbolik tertentu. Jangan sampai niat memperjuangkan
toleransi tapi terjebak pada sikap intoleransi.
Mendikbud) Muhadjir Effendy di depan peserta Hari Studi Majelis Nasional Pendidikan
Katolik, di Jayapura, Sabtu siang (24/11/2018). (Dok. Kemendikbud)

"Kekhawatiran akan berkurangnya iman seseorang ketika bergaul dengan penganut agama
lain tidak beralasan. Justru nilai-nilai keberagaman dan memperluas ruang-ruang dialog
menjadi hal mendasar dalam penguatan pendidikan karakter yang selama ini digulirkan
Kementerian Pendidikan," tegas Muhadjir. Untuk itu, ia mendorong perlunya keterbukaan
dan dialog mencari solusi bersama. "Saya mendukung upaya lembaga-lembaga pendidikan
swasta seperti yang dibawah lembaga Katolik ini untuk memperkaya pendidikan karakter
sesuai konteks budaya daerahnya," tambahnya . Kegiatan ini dihadiri 300 peserta yang
merupakan perwakilan dari Majelis Pendidikan Katolik dan Lembaga Pendidikan Katolik se-
Indonesia dari 37 keuskupan. Pertemuan tahunan kali ini mengangkat tema “Penguatan
Pendidikan Karakter Berbasis Multikultur Menuju Peradaban Kasih”. Dalam kesempatan
yang sama, Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik Romo Darmin mengapresiasi kebijakan
Penguatan Pendidikan Karakter. “Kami berkeyakinan pendidikan karakter harus
mengafirmasi realitas multikulturalisme bangsa. Tanah Papua ini mencerminkan
keberagaman. Pendidikan yang mengabaikan budaya akan kehilangan pijakannya," ujar
pengurus Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia ini.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mendikbud: Pendidik Harus
Membangun Semangat Multikulturalisme", Klik untuk baca:
https://edukasi.kompas.com/read/2018/11/24/13511981/mendikbud-pendidik-harus-
membangun-semangat-multikulturalisme.
Penulis : Yohanes Enggar Harususilo
Editor : Yohanes Enggar Harususilo

Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6


Download aplikasi: https://kmp.im/app6
Penulis Christoforus Ristianto |
Editor Sabrina Asril JAKARTA,
KOMPAS.com - Sikap toleransi
antarumat menjadi dasar untuk
inovasi dan kreativitas. Beragam
perbedaan yang ada di masyarakat
sejatinya menjadi sebuah rahmat
dan kekuatan. Hal itu mengemuka
dalam seminar "Penguatan Nilai
Pancasila dalam Mewujudkan
Indonesia Toleran dan Bermartabat"
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie saat ditemui di di Kampus Universitas Indonesia (UI)
sela-sela acara halalbihalal Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang, Kuningan, Depok, Kamis (25/10/2018).
Jakarta Selatan, Sabtu (16/6/2018). (KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

Kendati demikian, lanjut Jimly, toleransi tersebut sedang mengalami gejala yang kurang baik
lantaran
Artikel adanya
ini telah tayangpolitisasi
di Kompas.comkampus. Menurutnya,
dengan judul dunia
"Toleransi Jadi Dasar kampus dan politik sejatinya terpisahkan.
Inovasi dan Kreativitas", Klik untuk baca:
"Dunia kampus dan politik sudah lekat di Indonesia sejak lama. Makanya, itu menjadi karakter
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/25/16361571/toleransi-jadi-
betul kampus di Indonesia," tuturnya. Oleh karena itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas
dasar-inovasi-dan-kreativitas.
Hukum UI ini menyarankan, lembaga pendidikan tinggi di Tanah Air harus evaluasi mengenai
Penulis : Christoforus Ristianto
demokrasi di kampus.
Editor : Sabrina Asril
Evaluasi tersebut bisa mencontoh pendidikan kampus di Amerika Utara yang justru cenderung
fokus ke inovasi, bukan berpolitik. "Kampus di Amerika Utara berkembang luar biasa. Maka, kita
Kompascom+ baca berita
harus evaluasi tanpa iklan:
apakah sudah https://kmp.im/plus6
tepat peran politik di kampus karena seharusnya mahasiswa
menjadiaplikasi:
Download pelopor atau inovator," paparnya.
https://kmp.im/app6

Tak pelak, seperti diungkapkan Jimly, iklim pendidikan tinggi di Indonesia tidak tumbuh. Maka,
selaras dengan hal tersebut, masyarakat rentan terkena dampak kegiatan-kegiatan yang
antitoleransi. Sementara itu, Akbar Tandjung menambahkan, ideologi Pancasila wajib diterapkan
dengan utuh oleh seluruh lapisan masyarakat. Sebab, Pancasila merupakan ideologi terbuka yang
menampung ragam pikiran dan pendapat. "Pancasila bukan ideologi dogmatif, melainkan terbuka
dan dinamis. Maka, ideologi ini bisa dilihat dari ragam perspektif, seperti politik dan hukum,"
ungkap Akbar Tandjung. Seminar tersebut dihadiri oleh Akbar Tandjung (Ketua DPR RI 1999-
2004), Din Syamsuddin (tokoh agama), Hariyono (PLT. Kepala BPIP) Mutjaba Hamdi (Direktur
Eksekutif Wahid Foundation) dan Jimly Asshidiqqie (akademisi). "Jika suasana toleransi timbul
dengan saling menghormati perbedaan, maka di situlah tumbuh inovasi, ilmu pengetahuan dan
teknologi," kata Jimly.
Bagaimankah penerapan multikulturalisme dalam kehidupan
kristiani?

Pada dasarnya, Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Setiap
suku bangsa memiliki budaya dan karakter masing-masing. Oleh sebab itu, kita disebut
sebagai masyarakat multikultural. Menurut KBBI, multikulturalisme adalah gejala pada
seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari
satu kebudayaan. Multikulturalisme adalah pemahaman di mana masyarakat atau
individunya mengakui dan menghargai perbedaan. Tidak hanya mengenai suku dan ras,
perbedaan ini termasuk, prinsip, nilai individu, cara pandang, dan pandangan politik
seseorang. Masih banyak penjelasan tentang pengertian multikulturalisme, contohnya
menurut para ahli, sudut pandangan, dan lain-lain. Pada artikel ini, saya akan
membahas multikulturalisme dalam pandangan iman Kristen.
Indonesia diberkati oleh Tuhan dengan keanekaragamannya. Indonesia dihuni oleh
orang-orang yang memiliki perbedaan etnis, agama, ras, dan lain-lain. Dengan adanya
perbedaan tersebut, kita sebagai umat manusia harus memiliki sikap toleransi terhadap
satu sama lain. Dalam Alkitab Galatia 3:28 tertulis "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi,
tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu
semua adalah satu didalam Kristus Yesus." Artinya adalah semua manusia yang berasal
dari berbagai suku, bangsa, kelas sosial, serta gender dipersatukan dalam Kristus dan
kasih Kristus diberikan bagi semua orang tanpa memandang asal-usul mereka.
Tuhan Yesus seringkali bertemu dengan orang-orang beragama lain bukan hanya
sekedar orang-orang biasa. Tuhan Yesus berjumpa dengan pemimpin agama lain untuk
memberikan nasehat, pengajaran, dan pengetahuan kepada mereka. Dari hal yang
sudah Tuhan Yesus lakukan menandakan bahwa sejak dahulu multikultural berperan
penting demi menjaga toleransi antar umat beragama dan saling menghargai atas
budaya yang ada. Dalam pandangan iman Kristen dianjurkan juga bahwa kita sebagai
umat manusia harus berbuat baik terhadap sesama.
Multikultural membuat kita merenungkan betapa luar biasanya Allah yang telah
menjadikan manusia dalam keragaman. Seharusnya kita dapat memandang perbedaan
sebagai anugerah bukan sebagai ancaman. Dengan begitu kita dapat menerima dan
menghargai berbagai perbedaan yang ada dan saling melengkapi satu sama lain.
Dalam pandangan iman Kristen, ada beberapa sikap yang harus kita hindari dalam
membangun masyarakat multikultural yang rukun dan bersatu, antara lain yaitu:
1. Primordialisme, artinya perasaan kesukuan yang berlebihan.
2. Etnosentrisme, artinya sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan
kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang
meremehkan masyarakat dan kebudayaan yang lain.
3. Diskriminatif, artinya sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama
warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan
lain-lain.
4. Stereotip, artinya konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka
yang subjektif dan tidak tepat.

Setelah kita mengetahui apa itu multikulturalisme? Dan bagaimana pandangan iman
Kristen terhadap multikulturalisme? Kita dapat mengambil point penting menyangkut
multikulturalisme yang dapat memperkuat persatuan antar umat manusia, antara lain:

1. Menerima dan menghargai semua orang tanpa memandang perbedaan yang ada.
2. Menolong sesama serta menunjukkan sikap toleransi tanpa memandang latar
belakang yang ada.
3. Menghilangkan prasangka buruk terhadap suku, bangsa, budaya maupun kelas sosial
tertentu.
4. Secara iman kristen, kita dapat menjadikan hukum kasih sebagai landasan dalam
bergaul dengan sesama.
Jadi, kesimpulannya adalah kita tidak boleh membeda-bedakan siapapun hanya karena
memiliki latar belakang yang berbeda dari kita dan kita juga harus saling menghargai
antar satu sama lain. Kita harus bersyukur karena Allah sudah menciptakan sebuah
keberagaman. Sebagai umat Kristen dalam membangun multikulturalisme haruslah
berpedoman kepada ajaran iman Kristen demi mencerminkan karakter Kristus.
KESIMPULNA
Dari berbagai uraian diatas, multikulturslisme bukan lah suatu
perbedaan yang harus kita hindari. Perbedaan keragaman tersebut
justru merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia.
Keragaman yang diciptakan oleh-Nya merupakan karya seni indah yang
tiada tandingannya. Setiap kelompok dan individu yang ada memiliki
keunikannya tersendiri, dan juga kekurangannya sendiri. Hal tersebut
tentunya sudah disusun seuai rencana Tuhan yang sempurna. Kita
sebagai manusia sudah semestinya harus menjaga kesempurnaan
tersebut dengan penerimaan tulus, toleransi, dan juga persatuan.

You might also like