155-2646, Edisi ] Januari- Juni 2014
PENERAPAN ASAS ITIKAD BAIK PADA FASE PRA KONTRAK
DALAM HUKUM CIVIL LAW DAN COMMON LAW
Aris Setyo Nugroho
Mahasiswa Program Pascasarjana Iimu Hukum
Konsentrasi Hukum Bisnis FH UNS
E-mail : riez.boy@gmail.com)
Abstract
The principle of good faith isthe foundation that underlies every major manufacture of agreement / contract.
All models applicable legal system, both Civil Law and Common Law is always based on the principle of good
{faith to provide justice for the parties to make an agreement and a statement of entry into force of a treaty.
Civil Law system to apply to the agreement since the negotiation stage or pre-contract. Unlike the common
law system is declared valid since fulfilled the terms of a written agreement validity, but in the development
of the theory of Estoppel raised to protect the parties.
Keyword: the principle of good faith, pre-contract, the Civil Law and Common Law
Abstrak
Asasitikad baik merupakan landasan utama yang mendasari setiap pembuatan perjanjian/kontrak, Semua mode!
system hukum yang berlaku, baik Civil Law maupun Common Law selalu berdasarkan atas asasitikad baik
‘untuk memberikan keadilan bagi para pihak yang membuat kesepakatan dan sebagai pernyataan berlakunya
suatu perjanjian, Sistem Civil Law menyatakan berlakunya perjanjian sejak tahap negosiasi atau pra kontrak.
Berbeda dengan system Common Law yang dinyatakan berlaku sejak terpenubinya syarat-syarat sahnya
_perjanjian secara tertulis, namun dalam perkembangan dimunculkan teori Estoppel untuk melindungi para pihak,
Kata kunci : asas itikad baik, pra kontrak, Civil Law dan Common Law
A. PENDAHULUAN sehingga tercipta suatu bentuk aturan hukum yang,
dapat mengakomodir dan terwujud kepastian hukum
Tidak dapat dipungkiri atau dihindari bahwaseluruh dan keadilan di dalamnya, Hal-hal atau perkembangan
aspek dalam kehidupan manusia dewasa ini erat hukum perjanjian tersebut juga dimaksudkan untuk
kaitannya dengan yang namanya perjanjian atau dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan
kontrak, terlebih terkait dengan duniabisnis, dimana yang terjadi dengan adanya perjanjian yang semakin
perkembangannya saat ini sangat pesat. Dalam —_berkembang.
dunia bisnis, yang dimulai dengan kormunikasi bist
hingga pelaksanaannya pastilah selaluberhubungan Pe? Kembangan hukum perjanjian atau kontrak
dengan kesepakatan-kesepakatan, petjanjian- aH didasari asas kebebasan betkontrak (freedom
pedaniian dan kontrak Kontrak dof contract) juga membawa konsekuensi lahiraya
jenis-jenis kontrakiperjanjian baru yang berpotensi
Seiring dengan perkembangan hukum, khususnya juga memunculkan permasalahan hukum baru.
hhukum di dunia bisnis, perjanjian atau Kontrak ini Dalam interaksi bisnis dan perdagangan akan
juga mengalami perkembangan yang signifikan. lebih banyak dijumpai masalah-masalah hukum,
Petkembangan tersebut merupakan suatu tuntutan _mengingat adanya perbedaan prinsip dan ketentuan
dari hukum atas perkembangan bisnis kedepan, pada masing-masing system hukum yang berlaku,
74Aris Setyo Nugroho, Penerapan Asas Itikad Baik pada Fase Pra
Oleh Karena itu» menjadi penting bagi para pihak
yang mengadakan perjanjian untuk mempelajari
dan memahami substansi atau isi perjanjian sebelum
‘melakukan kesepakatan perjanjian tersebut.
Secara teoritis, ahapan dalam penyusunan perjanjian
‘menurut J.M. Van Dunne dapat dibedakan menjadi
tiga tahap, yaitu pertama tahap penyusunan
perjanjian/pra kontraktual (precontractuele
fase), kedua, tahap pelaksanaan isi perjanjian/
Kontraktual (condractuele fase), dan ketiga tahap
paska kontraktual (postcontractuele fase) (Ridwan
Khairandy, 2003:190).
Dalam fase pra kontrak ini dapat diketahui adanya
penawaran dan permintaan, dimana para pihak
‘melakukan perundingan untuk menentukan bent uk-
bentuk kesepakatan dalam isi perjanjian. Kesepakatan
inilah poin penting untuk meneiptakan hubungan
hukum selain syarat-syarat dalam melakukan
perjanjian sebagaimana dituangkan dalam Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) yakni ;Kesepakatan, cakap, hal
tertentu dan causa yang halal
Selain syarat-syarat tersebut diatas, suatu perjanjian
juga harus berlandaskan asas-asas perjanjian yang.
tertuang dalam kitab undang-undang yang ada.
Salah setunya adalah asas“Itiked Baik” sebagaimana
tertuang dalam KUHPerdata, khususnya Pasal 1338
ayat (3) yang menyebutkan “ Suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas dalam pasal
ini bermakna bahwa perjanjian yang disepakati para
pihak harus dilaksanakan sesuai dengan kepatutan
dan keadilan,
Terdapat banyak perdebatan terkait dengan kapan
‘mulai berlaku dan mengikatnya perjanjian terhadap
para pihak yang bersepakat. Apakah suatu perjanjian
mengikat para pihak setelah adanya kesepakatan
vyaig tert uang/tertulis dalam sebuah kontrak? ataukah,
dianggap mengikat setelah adanya kesepakatan
diantara para pihak, meskipun belum dituangkan
dalam kontrak tertulis? Perbedaan mengenai awal
berlaku/mengikatnya perjanjian terhadap para pihak
inilah yang terdapat perbedaan pada masing-masing
system hukum yang ada, Terlebih terkait dengan
akibat hukum yang ditimbulkannye
Perbedaan system hukum perdata yang ada,
terlebih dalam kontrak memberikan pengaruh yang
sangat signifikan kepada masing-masing Negara
dalam pembentukan hukum (undang-undang)
yang mengatur mengenai kontrak, baik dari segi
formil maupun materiiinya. Hukum kontrak pada
kenyataannya sangat beragam karena adanya
perbedaan system hukum di masing—masing Negara
tersebut, Jikalau terdapat persamaan, hanya terkait
dengan prinsip-prinsip umum yang belum dapat
iaplikasikan secara nyata sebagai pedoman dalam
pembentukan kontrak bisnis
Sedangkan aturan-aturan yang sifatnya substantif
berbeda masing-masing Negara. Situasi ini tentunya
‘membuat dunia bisnis menjadi kurang kondusif yang,
‘mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan transaksi
bisnis yang diharapkan berkeadilan dan kepastian
hukum, Sehingga dituntut kesadaran tanggung,
jawab para pelaku bisnis dalam menerapkan asas
kebebasan berkontrak dan itikad baik merupakan
hal yang sangat penting untuk meneiptakan kontrak
xyang baik. Asas kebebasan berkontrak memberikan
kkesempatan para pelaku bisnis untuk dapat saling
mengikatkan diri sebebas-bebasnya (selama tidak
melanggar ketentuan umum) agar pelaksanaan bisnis
dapat berjalan dengan baik. Oleh karena pemberian
wewenang membuat hukum sendiri (yang berlaku
untuk para pihak) maka tanpa adanya kesadaran
akan tanggung jawab dan itikad baik, maka mustabil
kkontraktersebut dapat memberikan keunt ungan bagi
kedua belah pihak. Itikad baik sendiri merupakan
sesuatu yang abstrak, tidak ada tolak ukur nilai yang
pasti. Sehingga jika tidak berasal dari murani para
pihak maka dapat dipastikan kontrak tidak akan
saling menguntungkan
‘Mengingat bahwa perjanjian/kontrak adalah suatu
proses menuju pelaksanaan hak dan kewajiban
‘masing-masing pihak yang di dalamnya terdapat
tahapan-tahapan yang tiap-tiap tahapan harus
dilandasi oleh prinsip itikad baik. Maka dengan
bertitik tolak bahwa suatu kontrak adalah proses,
schingga pendekatan system dapat digunakan
sebagai sarana mengkaji terhadap fungsiitikad baik
dalam masing-masing tahapan. Dari ketentuan
Pasal 1338 ayat (3) tentang landasan/asas itikad
baik sebagai landasan suatu perjanjian, narmun tidak
ditentukan secara tegas sejak kapan “itikad baik”
tersebut dinyatakan berlaku, Padahal kembali lagi
bahwa dalam hal pelaksanaan perjanjian tentulah
‘membawa konsekuensi hukum bagi para pihak yang,
‘memuntut adanya keadilan,
Seperti yang kita ketahui terdapat dua system
Inukum yang berlaku, yakni system hukum Fropa
Kontinental atau Civil Law dan system hukum Anglo
Saxon atau Comon Law. Seringkali prinsip-prinsip
75Jurmal Repertorium, ISSN:2355-2646, Edisi 1 Janwari- Juni 2014
hukum yang dianut diantara kedua sistem hukum
berbeda satu dengan lainnya, Kedua system hukum,
{ni juga menerapkan konsep itikad baik yang berbeda
dalam suatu kontrak. Adanya perbedaan terkait
berlakunya asas itikad baik pada masing-masing
system hukum itu tentunya juga membawa akibat
hhukum dalam tujuan perwujudan rasa keadilan bagi
para pihak yang membuat perjanjian. Berdasarkan
uraian tersebut diatas, pomulis tertarik untuk mengkaji
permasalahan dengan rumusan bagaimana penerapan
asas/prinsip itikad baik dalam fase pra kontrak
‘menurut system hukum civil law dan system hukum
common law’?
B, PEMBAHASAN
1. Teori Tentang Kontrak
Kesepakatan sangat penting untuk diketahui
Karena merupakan awal tetjadinya sebuah
kontrak, Untuk mengetahui kapan terjadinya
kesepakatan, terdapat beberapa macam teori,
antara lain (Mery Christian Putri, 2013)
1) Teori Pernyataan, mengajarkan bahwa
sepakat terjadi saat kehendak pihak yang
‘menerima tawaran menyatakan menerima
penawaran itu,
2) Teori Pengitiman, mengajarkan bahwa
sepakat terjadi pada saat kehendak yang
dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang
menerima tawaran,
3) Teori Pengetahuan, mengajarkan bahwa
pihak yang menawarkan scharusnya sudah
mengetahui bahwa tawarannya diterima,
4) Teori Penerimaan, mangajarkan
kesepakatan terjadi pada saat pihak yang
‘menawarkan menerima langsung jawaban
dari pihak lawan.
Selain teori diatas menurut Djaja $ Meliala
(Djaja $ Meliala, 1987:93-94) juga terjadinya
perjanjian didasari dari ;
1) Teori Kehendak, menurut teori ini yang
menentukan apakah telah terjadi kontrak
adalah adanya kehendak dari para pihak
2) Teori Pernyataan, menurut teori ini
yang menentukan apakah telah terjadi
kontrak adalah adanya pernyataan, Jika
terjadi perbedaan antara kehendak dengan
pemyaaan amaka kontrak tetap terjadi
76
3) Teori Kepercayaan, menurut teori ini yang,
‘menentukan apakah telah terjadi kontrak
atau belum adalah pernyataan seseorang
yang secara objektif dapat dipercaya
Prinsip itikad batk pada dasarnya telah diatur
dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPPerdata. Disana
dikenal dua bentuk itikad baik, scbagaimana
disampaikan oleh Subekti, (Subekti, 2009:7)
yaitu;
1) Itikad baik secara subjektif maknanya
adalah Kejujuran, dan kejujuran harus ada
sebelum perjanjian dilaksanakan oleh para
pihak. Artinya pada tahap pra kontrakttal
telah ada itikad baik secara subjektif
2) _Itikad baik secara objektifadalah kepatutan
dan berada pada tahap kontraktual. hal ini
terjadi karena masa kontraktual perjanjian
berisi hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan dengan itikad baik pula.
Itikad baik dalam hukum Romawi mengacu
pada tiga bentuk perilaku para pihak. Pertama,
para pihak harus memegang teguh janji atau
perkataannya, Kedua, para pihak tidak boleh
mengambil keuntungan dengan tindakan
yang menyesatkan tethadap salah satu pihak.
Ketiga, para pihak mematuhi kewajibannya
dan berperilaku sebagai orang terhormat dan
Jjujur walaupun kewajiban itu tidak secara tegas
diperjanjikan (Arkie VY Tumbelaka, 2012-77),
Terdapat suatu prinsip yang disebut bona
Jfides, yaitu suatu konsep yang pada mulanya
merupakan sumber yang bersifat religious
yang bermakna kepetcayaan yang diberikan
seseorang kepada orang lainnya, atau suatu
kepercayaan atas kehormatan dan kejujuran
seseorang kepada orang lain (Mery Christian
Putri, 2013:4)
Konsep tersebut diperluas sedemikian rupa
melalui diskresi pengadilan Romawi. Diskresi
tersebut membolehkan orang membuat kontrak
diluar formalisme yang telah ditentukan
dan mengakui ex fide bona, yakni sesuai
dengan persyaratan itikad baik. Disini semakin
terlihat bahwa pengadilan Romawi sclain
mengakui keberadaan atau kekuatan hukum
kontrak konsensual, pada saat yang bersamaan
membebankan adanya kewajiban itikad baik
bagi para pihak. Dengan demikian, fides
bermakna sebagai keyakinan akan perkataanAris Setyo Nugroho. Penerapan Asas Itikad Baik pada Fase Pra
seseorang. Bona fides diterapkan untuk
memastikan isi kontrak. Kepercayaan akan
perkataan seseorang merupakan prasyarat bagi
suatu hubungan hukum (Ridwan Khairandy,
2013:30-133)
Pemikiran tentang itikad baik harus meliputi
keseluruhan tahap perjanjian, dimana itikad baik
hendaknya diartikan sebagai ;
1) Kejujuran pada waktumembuat perjanjian;
2) Padatahap pembuatan ditekankan, apabila
perjanjian dibuat dihadapan pejabat, para
pihak dianggap beritikad baik (meskipun
atas pendapat ini masihterdapat keberatan
dari beberapa pihak);
3) Sebagai kepat tan dalam tahap pelaksanaan,
yaitu terkait suatu penilaian terhadap
perilaku para pihak dalam melaksanakan
apa yang telah disepakatai dalam
perjanjian, semata-mata bertujuan untuk
mencegah perilaku yang tidak patut dalam
pelaksanaan perjanjian tersebut
Menurut teori perjanjian yang klasik
sebagaimana Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata
dihubungkan dengan Pasal 1320 ayat (3)
KUHPerdata, bahwa “asas itikad baik” dapat
diterapkan dalam situasi dimana perjanjian
sudah memenubi “syarat hal tertentu”, maka
dengan demikian sebagaimana kasus diatas,
mengingat perjanjiannya belum memenuhi
syarat hal tertentu, oleh karenanyajanji-janji pra
kontrak sama sekali tidak berdampak hukum.
Akibatnya teori perjanjian yang klasik ini tidak
‘melindungi pihak yang menderita kerugian
dalam tahap pra perjanjian/kontrak atau pada
tahap perundingan
Sementara menurut “teori hukum perjanjian
yang modern” bahwa “asas itikad baik” bukan
baru mulai dilaksanakan setelah ditandatangani
perjanjian dan pelaksanaan perjanjian, akan
tetapi harus sudah dilaksanakan (ada) sejak
tahap perundingan (pra perjanjian’kontrak), jadi
Janji-janji_ pra perjanjian/kontrak selayaknya
mempunyai dampak (akibat) hukum dan dapat