Professional Documents
Culture Documents
Refrensi Kti 2
Refrensi Kti 2
*Email: giurhargiana@ui.ac.id
Abstract
The majority of college students are in the phase of emerging adulthood of human development. In this
transition period, the students are susceptible to experiencing psychological instability due to many changes
in their lives. Nursing students are presumed to be at risk of high-stress levels because of the high demands,
expectations and activities during their study. Therefore, some students struggle to adapt to their college life
and choose to avoid their responsibilities or make some dangerous decisions (self-harm behavior) as it is
believed to be a form of coping mechanism to release their stress. This study used a cross sectional approach
with the aim of finding the prevalence of self-harm behavior among nursing students. This study involved 236
students from Faculty of Nursing, University of Indonesia with probability proportionate sampling technique.
The instrument used is the modified Indonesian version of Self-Harm Behavior Questionnaire (SHBQ). The
results showed that nursing students engaged in self-harm behavior, including self-harm (34.3%), suicide
attempted (8.1%), suicide threat (7.2%), and suicide ideation (30.5%). The existence of prevalence of self-
harm behavior among nursing students is needed to improve prevention and treatment at the university level.
Abstrak
Usia mahasiswa termasuk dalam fase emerging adulthood yang berpotensi tinggi untuk mengalami
ketidakstabilan psikologis akibat banyaknya perubahan di masa transisi. Mahasiswa keperawatan atau
kesehatan lainnya dianggap memiliki risiko stres yang tinggi akibat beban studi dan padatnya kegiatan
perkuliahan di setiap tingkatannya. Tidak jarang mahasiswa kesulitan dalam beradaptasi hingga akhirnya
menghindar atau melakukan hal berbahaya seperti menyakiti diri yang dianggapnya sebagai mekanisme
koping untuk melepas beban. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional sederhana dengan tujuan
untuk mengetahui gambaran perilaku menyakiti diri sendiri (self-harm behavior) pada mahasiswa
keperawatan. Penelitian ini melibatkan 236 mahasiswa dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
dengan teknik probability proportional sampling. Instrumen yang digunakan adalah Self-Harm Behavior
Questionnaire terjemahan Bahasa Indonesia yang telah dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mahasiswa keperawatan terlibat dalam self-harm behavior, yang termasuk didalamnya perilaku self-harm
(34.3%), percobaan bunuh diri (8.1%), ancaman bunuh diri (7.2%), dan ide bunuh diri (30.5%). Adanya
gambaran self-harm behavior pada mahasiswa keperawatan sangat diperlukan untuk meningkatkan upaya
pencegahan dan penanganan di tingkat universitas.
Jurnal Kesehatan, vol 11, no. 2, Edisi Desember 2022, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
125
Ananda Nur Shafira, Giur Hargiana
Self-Harm Behavior pada Mahasiswa Keperawatan
Jurnal Kesehatan, vol 11, no. 2, Edisi Desember 2022, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
126
Ananda Nur Shafira, Giur Hargiana
Self-Harm Behavior pada Mahasiswa Keperawatan
Tabel 3 Tabel 4
Distribusi Responden Berdasarkan Self- Distribusi Responden Berdasarkan
Harm Behavior (n=236) Pernyataan, Frekuensi, Onset Usia
Kategori
Ya Tidak Tindakan, Waktu Terakhir Melakukan Self-
n % n % Harm, Disclosure, dan Kebutuhan Medis
Perilaku self-harm 81 34.3 155 65.7 pada Perilaku Self-Harm (n=81)
Percobaan bunuh diri 19 8.1 217 91.9
Frekuensi Persentase
Ancaman bunuh diri 17 7.2 219 92.8 Karakteristik
(n) (%)
Ide bunuh diri 72 30.5 164 69.5
Perilaku self-harm
Berdasarkan Tabel 3, diketahui secara Perempuan 81 34.3
umum responden penelitian yang merupakan Laki-laki 155 65.7
mahasiswa FIK UI pernah melakukan self-harm Frekuensi self-harm
behavior. Dari 236 responden, mayoritas 81 1 kali 20 24.7
responden menyatakan pernah melakukan self- 2 kali 13 16
3 kali 12 14.8
harm (34.3%) dan 155 responden lainnya 4 kali/ lebih 36 44.4
menyatakan tidak pernah melakukan self-harm. Onset tindakan
Sebanyak 72 responden (30.5%) menyatakan self-harm
pernah memiliki ide bunuh diri. Berbeda halnya 0 -1 tahun lalu 24 29.6
dengan angka percobaan bunuh diri dan ancaman 2 - 3 tahun lalu 34 42
4 - 5 tahun lalu 12 14.8
bunuh diri yang masing-masing sebesar 8.1%
6 tahun lalu/ lebih 11 13.6
dan 7.2%. Waktu terakhir melakukan self-harm
Mayoritas responden pernah melakukan ≤ 1 tahun terakhir 50 61.7
self-harm sebanyak 4 kali atau lebih (44.4%). 1 – 2 tahun
8 9.9
Selanjutnya diketahui bahwa mayoritas 34 terakhir
responden pertama kali melakukan self-harm > 2 tahun terakhir 23 28.4
Disclosure
pada 2 – 3 tahun yang lalu (42%). Sedangkan Ya 24 29.6
untuk waktu terakhir melakukan self-harm, Tidak 57 70.4
mayoritas sebanyak 50 responden masih Kebutuhan tindakan medis
melakukannya dalam kurun waktu kurang dari 1 Ya 4 4.9
tahun terakhir. Diketahui hanya 24 responden Tidak 77 95.1
yang pernah memberitahukan kepada orang lain
terkait dengan perilakunya (4.9%). Sedangkan 77 Tabel 5
responden lainnya memilih untuk tidak Distribusi Metode Self-Harm pada
memberitahukannya kepada orang lain (95.1%). Responden (n=81)
Sebagai data tambahan, peneliti mencantumkan Frekuensi Persentase
Metode
pilihan metode self-harm. Perlu diketahui jika (n) (%)
Memukul,
data yang tersedia dalam tabel 5 bukan mendorong, atau 45 53.1
bersumber dari kuesioner yang peneliti gunakan. membenturkan diri
Sesuai dengan tabel 5, diketahui sebanyak 81 Mencakar,
responden melakukan self-harm dengan berbagai menggores, atau 57 70.1
cara atau metode. Sehingga, sangat mencubit tubuh
memungkinkan bagi 1 responden untuk Menarik atau
4 4.8
mencabut rambut
melakukan self-harm dengan lebih dari 1 metode. Mencekik atau
Mayoritas 57 responden melakukan self-harm membekap jalan 6 7.4
dengan cara mencakar, menggores, atau napas
mencubit tubuh (70.1%) serta memukul atau Mengonsumsi obat
11 13.6
membenturkan diri (53.1%). lebih dari dosis
Membuat diri
kelaparan atau makan
36 43.2
berlebihan dan
memuntahkannya
Jurnal Kesehatan, vol 11, no. 2, Edisi Desember 2022, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
127
Ananda Nur Shafira, Giur Hargiana
Self-Harm Behavior pada Mahasiswa Keperawatan
mengungkapkan ancaman bunuh diri sebanyak 1 dilihat dari 20.8% responden yang memilih
– 2 kali (76.5%). Mayoritas responden terakhir pilihan tidak ada. Makna dari pilihan tidak ada
mengungkapkan ancaman bunuh diri pada satu dapat diartikan dengan tidak adanya metode yang
tahun lalu (58.8%), namun sesungguhnya sesuai dan/atau tidak adanya rencana metode saat
responden tidak berniat untuk mati (64.7%). memiliki ide bunuh diri.
Terdapat 2 hingga 3 peristiwa lebih (70.6%) yang
terjadi bersamaan dengan ancaman bunuh diri Tabel 10
responden. Data pada Tabel 9 berasal dari 17 Distribusi Responden Berdasarkan Pikiran
responden yang mengisikan jawaban pilihan Mati dan Bunuh Diri, Peristiwa Pemicu,
metode ancaman bunuh diri sesuai dengan Rencana Spesifik, Pemikiran terhadap
pilihannya masing-masing. Mayoritas sebanyak Reaksi Orang, dan Persiapan Rencana pada
12 responden mengungkapkan ancaman bunuh Ide Bunuh Diri (n=72)
diri dengan metode melukai bagian tubuh Karakteristik
Frekuensi Persentase
(70.6%). Metode yang paling sedikit dilakukan (n) (%)
adalah overdosis dengan kurang dari 10 butir pil Pikiran untuk mati
Ya 132 55.9
(11.8%).
Tidak 104 44.1
Pikiran untuk bunuh diri
Tabel 9 Ya 72 30.5
Distribusi Metode Ancaman Bunuh Diri Tidak 164 69.5
pada Responden (n=17) Jumlah peristiwa pemicu
Frekuensi Persentase Tidak ada 1 1.4
Metode
(n) (%) 1 peristiwa 19 26.4
Tidak ada 3 17.6 2 peristiwa 12 16.7
Overdosis dengan ≤ 10 3 peristiwa/ lebih 40 55.6
2 11.8
butir pil (1 jenis obat) Rencana spesifik
Overdosis dengan ≥ 10 Ya 21 29.2
- -
butir pil (1 jenis obat) Tidak 51 70.8
Overdosis dengan Pemikiran terhadap reaksi orang
berbagai macam jenis 3 17.6 Ya 62 86.1
obat Tidak 10 13.9
Melukai bagian tubuh 12 70.6 Persiapan rencana
Menggantung diri/ Ya 12 16.7
mencekik/ lompat dari Tidak 60 83.3
ketinggian/ 3 17.6
menggunakan senjata
Tabel 11
api
Distribusi Metode Ide Bunuh Diri pada
Responden (n=72)
Pada Tabel 10. tertera bahwa 55.9% Frekuensi Persentase
responden memiliki pikiran untuk mati, namun Metode
(n) (%)
hanya 30.5% yang memiliki ide bunuh diri. Tidak ada 3 17.6
Mayoritas responden tidak memiliki rencana Overdosis dengan ≤ 10
2 11.8
spesifik terkait bunuh dirinya (70.8%) dan belum butir pil (1 jenis obat)
mempersiapkan langkah-langkahnya (83.3%). Overdosis dengan ≥ 10
- -
butir pil (1 jenis obat)
Namun sesuai dengan isian 72 responden yang Overdosis dengan
tertuang dalam Tabel 11, mayoritas 45 responden berbagai macam jenis 3 17.6
memiliki ide bunuh diri dengan cara melukai obat
bagian tubuh (62.5%). Metode yang juga banyak Melukai bagian tubuh 12 70.6
dipikirkan oleh responden adalah menggantung Menggantung diri/
mencekik/ lompat dari
diri/ mencekik/ lompat dari ketinggian/ ketinggian/ 3 17.6
menggunakan senjata api (27.8%). Meski menggunakan senjata
demikian, tidak semua responden memikirkan api
metode dalam ide bunuh dirinya. Hal ini dapat
Jurnal Kesehatan, vol 11, no. 2, Edisi Desember 2022, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
129
Ananda Nur Shafira, Giur Hargiana
Self-Harm Behavior pada Mahasiswa Keperawatan
Jurnal Kesehatan, vol 11, no. 2, Edisi Desember 2022, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
130
Ananda Nur Shafira, Giur Hargiana
Self-Harm Behavior pada Mahasiswa Keperawatan
memiliki pendapatan keluarga dibawah atau pendidikan seperti perguruan tinggi memang
sama dengan UMR yang dapat menjadikannya memiliki peranan untuk menyediakan fasilitas
sebagai stresor. Jika dihubungkan dengan self- layanan yang dapat menunjang kesehatan mental
harm, terdapat korelasi yang selaras antara hasil mahasiswanya, seperti adanya layanan
penelitian Siversten et al. (2019) tersebut dengan konseling, program skrining risiko self-harm
pertimbangan peneliti. Penelitian tersebut atau ide bunuh diri, dan edukasi penanganan self-
menyatakan bahwa mahasiswa yang berasal dari harm behavior yang tepat bagi mahasiswa.
keluarga dengan penghasilan di bawah rata-rata
memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk self- Self-Harm.
harm (6.9% v. 3.7%), percobaan bunuh diri Angka self-harm secara umum pada
(0.8% v. 0.4%), dan ide bunuh diri (11.6% v. responden atau mahasiswa keperawatan
6.5%) dibanding dengan mahasiswa yang tergolong tinggi. Banyaknya frekuensi self-harm
tergolong baik kondisi ekonominya. sejalan dengan ditemukannya prevalensi self-
harm atau NSSI pada mahasiswa dan diantaranya
Self-Harm Behavior melakukan self-harm lebih dari sepuluh kali
Mayoritas responden atau mahasiswa (Siversten et al., 2019). Mahasiswa keperawatan
tercatat pernah melakukan self-harm behavior, cenderung melakukan NSSI impulsif yaitu
baik NSSI (self-harm secara umum) atau SSI perilaku membahayakan diri yang dilakukan
(percobaan, ancaman, atau ide bunuh diri). secara episodik dan terus berulang, seperti
Perbedaan angka pada setiap kategori self-harm menggores atau menyayat kulit dan
behavior menunjukkan tidak semua responden membenturkan tulang atau kaki (Favazza, 2012;
yang mengalami self-harm akan melakukan Arinda & Mansoer, 2020). Awal responden
percobaan bunuh diri. Begitupun dengan melakukan self-harm bertepatan dengan awal
individu yang mengutarakan ancaman bunuh diri fase emerging adulthood dan terdapat responden
atau ide bunuh diri yang tidak serta-merta akan yang masih melakukannya hingga satu tahun
berakhir pada percobaan bunuh diri. Mental terakhir. Hal ini membuktikan bahwa pada fase
Health Foundation (2012) menyatakan bahwa tersebut, mahasiswa berisiko untuk melakukan
mayoritas individu muda melakukan self-harm perilaku berbahaya seperi self-harm. Adanya
bukan untuk mengakhiri hidupnya, melainkan data mengenai usia awal dan waktu terakhir
bertujuan untuk mengatasi perasaannya dan melakukan self-harm sangat penting untuk
dianggap sebagai cara untuk tetap hidup. Namun mengetahui risiko pengulangan self-harm dan
tentunya terdapat beberapa pertimbangan yang risiko bunuh diri (Barger-Larsen, Zeiner,
mengaitkan adanya hubungan antara perilaku Klungsoyr, & Mehlum, 2022).
self-harm dengan percobaan bunuh diri. Pertama, Alasan terbesar mahasiswa melakukan self-
mayoritas individu yang mengakhiri hidup harm adalah untuk melepaskan tekanan
dengan bunuh diri sebelumnya memiliki riwayat emosionalnya dan cara untuk bertahan atau dapat
self-harm (Mental Health Foundation, 2012). disebut sebagai koping. Mahasiswa cenderung
Kedua, adanya self-harm atau NSSI sebelum menerapkan emotion-focused coping yakni
bunuh diri dianggap sebagai gerbang menuju bagaimana perasaannya dapat mereda dan
perilaku bunuh diri (Whitlock et al., 2013). terhindar dari perasaan saat terjadinya suatu
Maka dari itu, diperlukan adanya peristiwa. Contohnya seperti escape avoidance
manajemen penanganan atau pencegahan self- dengan mengonsumsi alkohol atau melakukan
harm behavior yang dilakukan oleh seluruh hal yang berbahaya seperti melukai diri yang
lapisan masyarakat. Mulai dari keluarga, dianggap sebagai pelepas beban (Lazarus &
masyarakat umum, hingga lembaga pendidikan. Folkman, 1984; Stuart, 2013). Mayoritas
Manajemen self-harm behavior pada keluarga responden memilih untuk tidak memberitahukan
dan masyarakat diharapkan dapat membantu kondisinya kepada keluarga, kerabat, atau teman.
mengurangi stigma buruk terhadap individu Hal ini sesuai dengan karakteristik individu yang
dengan self-harm behavior. Pada lembaga melakukan self-harm, diantaranya adalah
Jurnal Kesehatan, vol 11, no. 2, Edisi Desember 2022, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
131
Ananda Nur Shafira, Giur Hargiana
Self-Harm Behavior pada Mahasiswa Keperawatan
tertutup akan kondisi dirinya dan takut untuk 2018; American Foundation for Suicide
memberitahukan kondisinya kepada orang lain Prevention, 2022). Hal ini perlu disikapi lebih
(Arinda & Mansoer, 2020; Mental Health lanjut dengan dilakukannya berbagai upaya
Foundation, 2012). Anggapan tersebut timbul pencegahan di lingkungan kampus. Upaya
akibat adanya beberapa kemungkinan, seperti tersebut dapat melibatkan tenaga kesehatan ahli
terbatasnya pengetahuan responden mengenai seperti psikolog, psikiater, dan perawat jiwa
fasilitas layanan kesehatan jiwa baik di untuk menyusun rencana yang dianggap efektif
lingkungan universitas atau di lingkungan umum untuk menekan angka percobaan bunuh diri.
dan adanya stigma buruk masyarakat kepada Mulai dari skrining, sosialisasi, dan layanan
individu tersebut. Dua hal ini turut memengaruhi konseling lanjutan untuk mahasiswa. Skrining
responden dalam mencari jalan keluar melalui sangat berguna untuk mengidentifikasi
konsultasi. mahasiswa yang memiliki riwayat bunuh diri,
sebab sangat memungkinkan bagi mahasiswa
Percobaan Bunuh Diri untuk melakukannya kembali. Begitu pun
Sebagai fakultas yang memiliki angka stres dengan sosialisasi terkait layanan konseling yang
tinggi, mahasiswa keperawatan turut mengalami dapat menyediakan tempat bagi mahasiswa
percobaan bunuh diri, seperti yang terjadi pada untuk menyampaikan apa yang di rasa dan
populasi mahasiswa umum dan mahasiswa mencoba untuk mencari jalan keluar bersama.
kedokteran (Alzahrani, 2017; Siversten et al.,
2019; O'Connor et al., 2018). Jika dibandingkan, Ancaman Bunuh Diri
metode yang dilakukan responden dapat Responden mengungkapkan perihal bunuh
dikatakan menyerupai hasil kondisi yang diri dengan melakukan metode letal seperti
sebenarnya, baik pada populasi non klinis atau melompat dari ketinggian dan penggunaan
pun populasi klinis yaitu melukai diri dan senjata api, melukai diri, serta overdosis. Hal ini
overdosis. Berkaitan dengan frekuensi percobaan sejalan dengan penelitian yang menyatakan
bunuh diri pada responden, mayoritas melakukan mayoritas mahasiswa pernah menyakiti diri atau
percobaan bunuh diri sebanyak satu kali (63.2%) mencoba bunuh diri dengan cara melukai diri
dan sisanya pernah melakukan percobaan bunuh seperti menggores, membenturkan kepala,
diri lebih dari satu kali. Hal ini sejalan dengan hingga memukul diri (Tresno, Ito, & Mearns,
O’Connor et al. (2018) yang mengungkapkan 2012). Mayoritas responden mengungkapkan
bahwa mayoritas individu yang melakukan ancaman bunuh dirinya sejak berada di masa
percobaan bunuh diri pernah melakukannya lebih perkuliahan yaitu sekitar 15 – 20 tahun, serupa
dari satu kali (60.8%). Mayoritas responden dengan hasil penelitian oleh Mortier et al. (2018).
terakhir kali melakukan percobaan bunuh diri Hal ini dapat dikaitkan dengan tahapan emerging
pada lebih dari dua tahun terakhir. Namun adulthood serta memperjelas bahwa masa
terdapat pula beberapa responden yang perkuliahan sangat berdampak besar bagi proses
melakukannya dalam waktu satu tahun terakhir. adaptasi stress mahasiswa keperawatan. Seperti
Jika diidentifikasi lebih lanjut berdasarkan rata- halnya dengan percobaan bunuh diri, mayoritas
rata usia, maka mayoritas mahasiswa responden atau mahasiswa secara umum yang
keperawatan terakhir melakukan percobaan mengungkapkan ancaman bunuh diri juga tidak
bunuh diri pada usia 18 tahun. Usia ini termasuk benar-benar ingin mati. Melainkan ungkapan
dalam awal emerging adulthood yang ancaman bunuh diri oleh mahasiswa dapat
didalamnya terjadi banyak penyesuaian dan dimaknai sebagai respons dari tekanan stressor
perubahan antara individu dengan lingkungan yang terjadi saat itu juga. Stressor dapat berasal
sekitar. dari peristiwa yang terjadi pada fase emerging
Percobaan bunuh diri dianggap sebagai jalan adulthood, seperti penyesuaian dengan
akhir bagi mahasiswa yang sedang dalam kondisi lingkungan baru, stres akademik, konflik dengan
distress, baik akibat permasalahan akademik, teman atau keluarga, hingga terdiagnosanya
keluarga, atau hal lainnya (Musabiq & Karimah, penyakit kronis. Secara tidak langsung, stresor
Jurnal Kesehatan, vol 11, no. 2, Edisi Desember 2022, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
132
Ananda Nur Shafira, Giur Hargiana
Self-Harm Behavior pada Mahasiswa Keperawatan
tersebut menambah porsi kapasitas tekanan pada memikirkan perihal tersebut, maka angka
mahasiswa. kemungkinan terlaksananya ide bunuh diri akan
Ancaman bunuh diri seringkali dikaitkan semakin rendah. Sebab, dengan memikirkan
dengan percobaan bunuh diri secara bersamaan. reaksi orang lain sudah menjadi indikator jika
Hal ini dikarenakan pada beberapa kondisi, responden masih dapat berpikir tentang keadaan
individu yang mengungkapkan ancaman bunuh di sekitar. Berbeda halnya jika responden tidak
diri dapat berisiko lebih tinggi mengalami memikirkan reaksi orang lain, hal ini dapat
percobaan bunuh diri (American Foundation for mengindikasikan bahwa responden benar-benar
Suicide Prevention, 2022). Namun, hal ini tidak terfokus pada ide bunuh dirinya sehingga
serta-merta terjadi pada semua kondisi. mengabaikan keberadaan orang-orang di
Contohnya dalam penelitian ini yang sekitarnya.
menunjukkan bahwa angka ancaman bunuh diri Cukup tingginya angka ide bunuh diri perlu
pada mahasiswa keperawatan lebih rendah dari diwaspadai karena dapat berdampak pada
percobaan bunuh diri. Meski demikian, adanya terwujudnya pikiran untuk percobaan bunuh diri.
ungkapan ancaman bunuh diri tetap harus Maka dari itu diperlukan adanya upaya
disikapi lebih lanjut agar kemungkinan bunuh pencegahan dan penanganan pada responden
diri dapat dicegah. Apabila ditinjau dari pola atau mahasiswa yang memiliki ide bunuh diri.
responden yang melakukan ancaman bunuh diri, Menurut Wiyuna (2019), pencegahan dapat
maka sudah pasti responden mengungkapkannya dilakukan dengan melakukan deteksi dini dan
melalui pembicaraan atau kalimat tertulis pemilihan intervensi sesuai dengan kebutuhan
mengenai apa yang ingin dilakukan. Menyadari individu. Dibutuhkan pula adanya modifikasi
hal ini, seharusnya orang yang berada di sekitar lingkungan dan suasana agar individu terhindar
responden segera menyadarinya dan dari akses yang dapat memicu kemunculan ide
menyikapinya dengan serius. Hal ini juga berlaku tersebut. Contohnya adalah dengan memberikan
bagi seluruh mahasiswa keperawatan yang edukasi dan sosialisasi mengenai konsep, tanda
dibekali dengan prinsip caring terhadap sesama, gejala, dan manajemen penanganan ide bunuh
termasuk teman atau keluarga yang memiliki diri serta melakukan skrining rutin. Sehingga
indikasi ancaman bunuh diri. nantinya dapat menurunkan risiko kemungkinan
percobaan bunuh diri.
Ide Bunuh Diri
Lebih dari setengah total responden KESIMPULAN
memiliki pemikiran untuk mati, namun tidak Mahasiswa keperawatan dalam penelitian
semuanya berpikiran untuk melakukan bunuh ini sebagian besar adalah perempuan yang
diri. Temuan ini sejalan dengan penelitian termasuk dalam usia dewasa muda dan berada
Siversten et al. (2019) yang menemukan 21% pada fase emerging adulthood. Terdapat
mahasiswa Norwegia pernah berpikiran untuk gambaran perilaku menyakiti diri sendiri (self-
mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Tidak harm, percobaan bunuh diri, ancaman bunuh diri,
hanya itu, pada tahun 2019 mahasiswa Fakultas dan ide bunuh diri) pada mahasiswa
Ilmu Keperawatan tercatat memiliki persentase keperawatan. Dimana angka perilaku self-harm
ide bunuh diri tertinggi dibanding fakultas jauh lebih besar dibanding kategori lainnya.
lainnya di Universitas Indonesia, yakni mencapai Mayoritas mahasiswa lebih memilih untuk
47.6% (Arum, 2019). Sejumlah mahasiswa bungkam dibanding bercerita tentang kondisinya
dalam penelitian ini berpikir untuk melukai kepada konselor, keluarga, atau teman. Maka itu,
tubuh dan melakukan metode letal. Meski data penelitian ini dapat dijadikan referensi dasar
demikian, mayoritas responden masih dan acuan dalam peningkatan mutu pelayanan
memikirkan reaksi orang lain termasuk di dan pendidikan keperawatan, khususnya pada
keluarga, kerabat, teman, pasangan, atau lainnya lingkup keperawatan jiwa. Salah satunya dengan
saat mereka mengetahui kematian responden kerja sama yang terjalin antara pihak fakultas,
akibat bunuh diri. Semakin besar responden universitas, dan profesional kesehatan jiwa untuk
Jurnal Kesehatan, vol 11, no. 2, Edisi Desember 2022, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
133
Ananda Nur Shafira, Giur Hargiana
Self-Harm Behavior pada Mahasiswa Keperawatan
Jurnal Kesehatan, vol 11, no. 2, Edisi Desember 2022, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007
134
Ananda Nur Shafira, Giur Hargiana
Self-Harm Behavior pada Mahasiswa Keperawatan
Jurnal Kesehatan, vol 11, no. 2, Edisi Desember 2022, pISSN: 2301-783X, eISSN: 2721-8007