You are on page 1of 4

Empat Jenjang Evaluasi Pelatihan

Sun, 06/06/2010 - 05:29 Mas Hary

Personal Skills

Donald L. Kirkpatrick merekomendasikan bahwa efektivitas program pelatihan dapat dievaluasi dalam empat jenjang. Kempat jenjang tersebut merepresentasikan keurutan dalam mengevaluasi sebuah program pelatihan. Evaluasi pada masing-masing jenjang sifatnya penting untuk dilakukan dan evaluasi setiap jenjang memiliki dampak pada jenjang berikutnya. Keempat jenjang tersebut adalah sebagai berikut: Jenjang 1 Reaction Evaluasi pada jenjang ini mengukur bagaimana reaksi (tanggapan, penilaian) peserta terhadap pelaksanaan program pelatihan. Evaluasi ini serupa dengan pengukuran kepuasan pelanggan. Dalam menyusun dan menyelenggarakan program pelatihan adalah penting untuk mengetahui tanggapan peserta terhadap program. Jenjang 2 Learning Pengukuran terhadap hasil pembelajaran merupakan unsur yang sangat penting sebab tidak mungkin mengharapkan terjadinya perubahan perilaku bila salah satu dari ketiga hal di atas tidak tercapai. Walaupun demikian, terjadinya perubahan perilaku juga perlu didukung oleh lingkungannya. Bila atasan tidak memberi kesempatan peserta pelatihan untuk menerapkan apa yang didapatnya di pelatihan, maka akan sulit diharapkan munculnya perubahan perilaku. Pengukuran hasil belajar lebih sulit dan memakan waktu dibandingkan dengan mengukur reaksi. Oleh karena itu, perlu disusun alat ukur yang dapat mengukur pengetahuan, keterampilan, atau sikap sebelum dan sesudah pelatihan. Jenjang 3 Behavior Evaluasi jenjang ini menelusuri sejauh mana perubahan perilaku terjadi yang disebabkan oleh kehadiran peserta dalam pelatihan. Caranya dengan menanyakan apakah perilaku peserta dalam pekerjaan berubah karena program pelatihan. Evaluasi jenjang tiga ini tampak lebih rumit dan kadang sulit dilakukan karena : 1. Peserta tidak dapat mengubah perilakunya sampai mereka mendapat kesempatan untuk mempraktekkan hal yang sudah diajarkan dalam pelatihan 2. Sulit untuk melakukan prediksi kapan perubahan perilaku akan terjadi. Walaupun mereka memiliki kesempatan untuk mengaplikasikannya, namun perubahan perilaku belum tentu terjadi secara langsung 3. Reward untuk melakukan perubahan perilaku sangat berpengaruh dan diperlukan untuk membantu agar terjadi perubahan perilaku ketika peserta kembali ke pekerjaannya setelah dari pelatihan 4. Untuk dapat mengevaluasi pelatihan harus dibuat keputusan mengenai : kapan, seberapa sering, dan dengan cara apa perubahan perilaku akan diukur? Jenjang 4 Result Evaluasi ini merupakan hasil akhir yang muncul karena kehadiran peserta yang dapat meliputi

meningkatnya produktivitas, kualitas, dan berkurangnya biaya kerja, serta mengurangi terjadinya turnover sehingga dapat meningkatkan laba. Evaluasi jenjang result adalah evaluasi yang terakhir dilakukan dan merupakan tahap yang sulit dilakukan. Evaluasi ini dapat dilakukan apabila telah melewati tiga evaluasi sebelumnya. Banyak kendala untuk dapat melakukan evaluasi hasil pelatihan. Mengingat hasil yang dicapai juga dipengaruhi oleh banyak faktor, menjadi sulit meyakinkan bahwa hasil yang dicapai benar-benar merupakan pengaruh langsung dari program pelatihan.

node

Tahapan dan Evaluasi Pelatihan

roses penyusunan program pelatihan terdiri beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah fase assessment (Analisa Kebutuhan Pelatihan), diimana pada tahap ini ditentukan jenis pelatihan yang diperlukan melalui dua tehnik utama yaitu analisis tugas dan analisis prestasi. Selanjutnya, dalam fase Training Objectives (Menentukan Sasaran atau Tujuan Pelatihan) dilakukan penyusunan tujuan yang jelas dan dapat diukur merupakan hasil dari penentuan kebutuhan pelatihan. Tahapan berikutnya adalah Implementation of Training (Pelaksanaan Pelatihan) atau pelaksanaan program pelatihan didasarkan pada isi program dan prinsip-prinsip belajar yang telah ditetapkan. Program pelatihan yang ada diharapkan dapat merubah kemampuan, keahlian dan sikap karyawan sesuai dengan keinginan organisasi. Tahapan yang terakhir adalah Evaluasi, dimana pada tahap terakhir ini program pelatihan yang telah dilaksanakan, dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana tujuan telah dicapai. Dalam aspek evaluasi efektivitas training, terdapat empat level evaluasi pelatihan, yakni: a. Reaction (Reaksi) Bagaimana reaksi peserta pelatihan terhadap program. Senangkah mereka dengan program itu? Bermanfaatkah program itu menurut mereka? b. Learning (Belajar) Menentukan apakah peserta pelatihan benar-benar telah mempelajari prinsip-prinsip ketrampilan dan faktor-faktor yang harus dipelajari. c. Behavior (Perilaku) Meneliti apakah perilaku peserta pelatihan mengalami perubahan dalam pekerjaannya yang disebabkan oleh program tersebut. d. Result (Hasil) Bagaimana hasil akhir yang dapat dicapai setelah diadakannya program pelatihan.

(Slide powerpoint presentasi yang bagus mengenai training dan manajemen SDM dapat dilihat DISINI).

Evaluasi pelatihan, perlukah?


Banyak pimpinan perusahaan mengeluh, mengapa anak buah yang dikirim untuk mengikuti pelatihan, seminar dsb nya, hasilnya tak signifikan dengan peningkatan kinerjanya. Agak sulit memang, bagi seorang pembicara seminar selain dituntut dapat menularkan ilmunya, juga harus bisa bertindak sebagai entertainer. Apabila si pembicara tak dapat menarik minat peserta, nilai evaluasi akan rendah, namun di satu sisi seminar yang dibawakan secara menarik belum tentu sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Evaluasi yang dilakukan pada umumnya masih bersifat evaluasi dari peserta pelatihan, dengan cara mengisi kuestioner apakah pelatihan dimaksud sesuai dengan bidang kerjanya, apakah penyajiannya baik, akomodasi bagus dsb nya. Sedangkan evaluasi yang dilakukan oleh staf, berupa laporan hasil seminar yang ditujukan kepada perusahaan pada umumnya bernilai baik, dengan harapan staf tadi dapat dikirim lagi ke seminar atau pelatihan berikutnya. Pada dasarnya, evaluasi setiap program pelatihan dapat dilakukan, dengan memperoleh feedback dari peserta, yang dapat dibagi menjadi 4 (empat) level, sebagai berikut: 1. Evaluasi pada tingkat reaksi (Reaction level). Pada evaluasi ini yang diukur dan dinilai adalah reaksi peserta. Dalam hal ini diukur tingkat kepuasan peserta terhadap program pelatihan yang diselenggarakan, sehingga dapat dilakukan perbaikan atas program tersebut. 2. Evaluasi pada tingkat pembelajaran (Learning Level). Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan utama mengukur seberapa jauh perubahan kompetensi para peserta segera setelah pelatihan berakhir, sebelum mereka kembali bekerja. Dengan kata lain, tujuan evaluasi pada tingkat ini adalah peningkatan kompetensi peserta dalam kelas dan untuk mengidentifikasikan keberhasilan komponen sistem pelatihan (metode, materi, dll). 3. Evaluasi pada tingkat perilaku dalam pekerjaan (On the job behavioral Level). Evaluasi pada tingkat ini yang diukur adalah pengaruh program pelatihan terhadap penerapannya ditempat kerja. Dengan kata lain, tujuan evaluasi pada tahap ini adalah perbaikan perilaku peserta dalam pekerjaan. 4. Evaluasi pada tingkat hasil (Result level). Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur seberapa jauh peningkatan produktivitas yang dicapai pekerja, serta unit kerja, setelah mengikuti program pelatihan. Atau untuk menentukan apakah manfaat pelatihan lebih tinggi dibanding dengan biaya yang telah dikeluarkan. Pada umumnya kita baru bisa mengukur pada tahap 3, karena untuk menilai sesuai tahap 4 dibutuhkan data base yang bagus, serta keterlibatan dengan pimpinan unit kerja yang telah mengirimkan stafnya ke pelatihan tersebut. Bagi yang ditempatkan di unit kerja yang profit oriented, mereka pada umumnya telah disibukkan dengan target-target bisnis, sehingga tak

memungkinkan untuk melibatkan diri secara aktif, baik melalui kuestioner ataupun melalui penilaian langsung, apakah hasil pelatihan dapat diaplikasikan di bidang pekerjaannya. Kita menyadari, bahwa SDM merupakan aset perusahaan, dan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM, antara lain bisa diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu diperlukan campur tangan dari Manajemen perusahaan, agar proses evaluasi pendidikan dan pelatihan ini dapat berjalan lancar. Apalagi bagi perbankan, terdapat aturan Bank Indonesia, bahwa minimal setiap Bank harus mencadangkan 5% dari BTK (Biaya Tenaga Kerja) untuk mendidik para karyawannya. Apabila kita melihat laporan keuangan publikasi Bank-bank , terlihat bahwa angka BTK cukup tinggi, oleh karena itu besarnya biaya pendidikan yang dikeluarkan harus diimbangi dengan hasil yang dapat diaplikasikan dilapangan. Disadari, ada pendidikan yang bersifat konseptual, yang hasilnya tak dapat dilihat langsung, namun akan terlihat pada beberapa tahun kedepan. Pendidikan yang bersifat aplikatif akan langsung terlihat hasilnya, minimal terjadi penurunan tingkat kesalahan, atau kinerja unit kerja tersebut meningkat.

You might also like