You are on page 1of 10

Xerophthalmia

From Wikipedia, the free encyclopedia

Jump to: navigation, search

Xerophthalmia
Classification and external resources

ICD-10

E50.6-E50.7

ICD-9

264.6-264.7

DiseasesDB

34035

MeSH

D014985

Xerophthalmia ( i/zrflmi/; Greek for dry eyes, from = , dry + , eye) is a medical condition in which the eye fails to produce tears. It may be caused by a deficiency in vitamin A and is sometimes used to describe that lack, although there may be other causes. Xerophthalmia caused by a severe vitamin A deficiency is described by pathologic dryness of the conjunctiva and cornea. The conjunctiva becomes dry, thick and wrinkled. If untreated, it can lead to corneal ulceration and ultimately to blindness as a result of corneal damage. Xerophthalmia is a term that usually implies a destructive dryness of the conjunctival epithelium due to dietary vitamin A deficiency a rare condition in developed countries, but still causing much damage in developing countries. Other forms of dry eye are associated with aging, poor lid closure, scarring from previous injury, or autoimmune diseases such as rheumatoid arthritis and Sjgren's syndrome, and these can all cause chronic conjunctivitis. Radioiodine therapy can also induce xerophthalmia, often transiently, although in some patients late onset or persistent xerophthalmia has been observed.[1] The damage to the cornea in vitamin A associated xerophthalmia is quite different from damage to the retina at the back of the globe, a type of damage which can also be due to lack of vitamin A, but which is caused by lack of other forms of vitamin A which work in the visual system. Xerophthalmia from hypovitaminosis A is specifically due to lack of the hormone-like vitamin A metabolite retinoic acid, since (along with certain growth-stunting effects) the condition can be reversed in vitamin A deficient rats by retinoic acid supplementation (however the retinal damage continues). Since retinoic acid cannot be reduced to retinal or retinol, these effects on the cornea must be specific to retinoic acid. This

is in keeping with retinoic acid's known requirement for good health in epithelial cells, such as those in the cornea.

Contents
[hide]

1 Epidemiology and mechanical etiology 2 Treatment 3 Prophylaxis 4 See also 5 References 6 Further reading 7 External links

[edit] Epidemiology and mechanical etiology


Xerophthalmia usually affects children under nine years old and "accounts for 20,000100,000 new cases of childhood blindness each year in the developing countries." The disease is largely found in developing countries like many of those in Africa and Southern Asia. The condition is not congenital and develops over the course of a few months as the lacrimal glands fail to produce tears. Other conditions involved in the progression already stated include the appearance of Bitot's spots, which are clumps of keratin debris that build up inside the conjunctiva and night blindness, which precedes corneal ulceration and total blindness.

[edit] Treatment
Treatment can occur in two ways: treating symptoms and treating the deficiency. Treatment of symptoms usually includes use of artificial tears in the form of eye drops, increasing the humidity of the environment with humidifiers, and wearing wrap around glasses when outdoors. Treatment of the deficiency can be accomplished with a Vitamin A or multivitamin supplement or by eating foods rich in Vitamin A. Treatment with supplements and/or diet can be successful until the disease progresses as far as corneal ulceration, at which point only an extreme surgery can offer a chance of returning sight.

[edit] Prophylaxis
Prophylaxis consists of periodic administration of Vitamin A supplements. WHO recommended schedule, which is universally recommended is as follows :

Infants 6-12 months old and any older children weighing less than 8 kg - 100,000 IU orally every 3-6 months Children over 1 year and under 6 years of age - 200,000 IU orally every 6 months

Infants less than 6 months old, who are not being breastfed - 50,000 IU orally should be given before they attain the age of 6 months

Keratomalacia

Keratomalacia is an eye disorder that leads to a dry cornea. One of its major causes is Vitamin A deficiency. When xerophthalmia persists for a long time, it results in keratomalacia. There is degradation of corneal epithelium which may also get vascularised. Later corneal opacities develop. Bacterial infection leads to corneal ulceration, perforation of cornea, and total blindness BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas manusia berkaitan dengan banyak faktor, dan faktor gizi mempunyai peranan yang sangat strategis. Gizi yang baik merupakan hasil dari konsumsi makanan dengan kecukupan yang dianjurkan dan keseimbangan antar zat-zat gizi tersebut. Jika keseimbangan ini tidak tercapai maka akan timbul berbagai jenis kelainan gizi.

Kelainan gizi dihasilkan dari ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh untuk sumber zat gizi dan energi dengan penyediaan sunstrat matabolisme. Ketidakseimbangan mungkin terjadi karena kekurangan atau kelebihan yang ditandai dengan intik yang tidak sesuai atau penggunaan yang kurang baik, atau kadang-kadang karena kombinasi keduanya. Terlepas dari kebutuhan manusia untuk mempertahan kesehatan, malnutrisi selanjutnya akan menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang, khususnya bagi anak-anak.

Pada masyarakat yang teknologinya sudah maju, gizi kurang sehubungan dengan keterbatasan tidak lagi merupakan bahaya utama bagi kesehatan, tapi tetap terjadi pada pasien di rumah sakit dan khususnya pada kelompok yang rentan. Keadaan kekurangan tetap terjadi dan meningkat pada pasien dengan masalah alkohol dan penyiksaan jangka panjang dan dalam perilaku konsumsi pangan. Gizi kurang skunder yang dihasilkan dari kesalahan absorpsi, kegagalan transportasi, penyimpanan atau penggunaan seluler, atau kehilangan akibat praktek pengobatan. Penggunaan yang kurang tepat

dari suplemen zat gizi menunjukkan berbagai contoh toksisitas vitamin dan mineral, yang sering disebabkan oleh kelalaian pengguna atau kekurangan informasi. Vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang mempunyai beragam resiko baik karena defisiensi maupun kelebihan intik.

Anak-anak yang mengalami kurang gizi berat berada pada resiko yang tinggi dari perkembangan kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A. Selain anak-anak, kelompok yang juga rentan terhadap defisiensi gizi adalah wanita hamil yang selanjutnya akan membahayakan janin yang

dikandungnya. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena generasigenerasi baru yang akan lahir sangat ditentukan sejak dalam kandungan.

1.2. Tujuan Mengetahui pentingnya Vitamin A untuk pecegahan dini penyakit mata. BAB II PEMBAHASAN
Vitamin A adalah istilah umum untuk suatu kelompok senyawa yang memiliki aktivitas biologi dari retinol dan merupakan zat gizi esensial untuk penglihatan, reproduksi, pertumbuhan, diferensiasi epitelium, dan sekresi lendir/getah. Sumber utama vitamin A adalah pigmen karotenoid (umumnya - karetin) dan retinil ester dari hewan. Senyawa ini diubah menjadi retinol dan diesterifikasi dengan asam lemak rantai panjang. Hasil dari retinil ester diabsorpsi bersama lemak dan ditransportasikan ke hati untuk disimpan Tergantung kebutuhan jaringan, retinil ester diubah menjadi retinol dan ditranportasikan oleh retinol-binding protein (RBP), yang membentuk suatu kompleks bersama prealbumin. RBP berfungsi untuk melarutkan retinol yang mengirimkannya ke sel-sel Konsentrasi serum RBP berbeda dengan ketersediaan vitamin A, yang akan berkurang ketika defisiensi protein dan penyakit hati dan meningkat ketika penyakit ginjal dan pengaturan estrogen. Ketika status vitamin A mencukupi, sekitar 50 hingga 80% total retinol tubuh akan disimpan pada hati dan lebih dari 90% sebagai retinil ester. Tingkat plasma vitamin A dan RBP mungkin ditekan atau tidak pada pecandu alkohol yang kronis. Pada penyakit hati kronis konsentrasi plasma retinol dan RBP biasanya berkurang proporsinya sehubungan dengan penyakit yang berat (Ross,1999).

Vitamin A diperlukan untuk pembesaran tulang dan gigi yang kuat bagi anakanak. Diperlukan juga untuk penglihatan yang normal. Dapat juga membantu memelihara kulit yang sehat dan mencegah lapisan mulut, hidung, paru-paru, dan saluran kencing dari kuman penyakit. Vitamin A juga mengatur sistem kekebalan (immune system) di mana sistem kekebalan badan ini membantu mencegah atau melawan jangkitan dengan membuat sel darah putih yang menghapuskan bacteria dan virus.

Vitamin A berfungsi dalam pertumbuhan terutama dalam menyesuaikan pertumbuhan tulang melalui proses remodeling. Vitamin A penting untuk aktivitas sel-sel dalam tulang rawan epifase yang harus menjadi sustu siklus pertumbuhan normal, pendewasaan dan degenerasi untuk pertumbuhan tulang yang normal, yang dikontrol oleh epifase ( Vitamin A mempertahan integritas jaringan epitel melalui pengaruhnya terhadap pemecahan sel, sintesis RNA, glikosilasi protein, stabilitas membran lisosom, dan biosintesis prostaglandin. Melalui mekanisme ini, vitamin A menentukan proses keratinisasi dan diferensiasi lapisan epitel. Hal ini menjalankan peranan penting dalam penglihatan. Retina adalah kelompok prosthetic pigmen fotosensitif pada mata kemungkinan cahaya yang diterima diubah menjadi rangsangan syaraf Vitamin A mempunyai peranan penting dalam kesuburan/fertilasi. Dalam keadaan defisiensi vitamin A, spermatogenesis berhenti/ditahan pada tingkat spermatid (pada tikus, ayam dan sapi), dan sebaliknya

spermatogenesis akan terjadi apabila diberi vatamin A. Defesiensi vatamin A juga akan mengganggu siklus estrus, perkembangan plasenta dan aspek ini reproduksi betina (tikus dan ayam), yang dapat menyebabkan resorpsi janin Vitamin A juga memilki peranan penting dalam fungsi normal sistem kekebalan tubuh. Defisiensi vatamin A pada hewan percobaan berkaitan dengan pengurangan proliferasi limfosit, reaksi hipersensitivitas kulit, pengurangan fungsi makrofage, sitotoksik sel-T dan sel NK; dan pengurangan proliferasi sel- dan produksi antibodi

Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan keberlangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) dengan mempertimbangkan faktor-faktor khas dari keadaan tubuh orang Indonesia

Tabel 1. Daftar Kecukupan Konsumsi Vitamin A Golongan Umur Kebutuhan Vitamin A (RE) 350 350 1-3 bulan 4-6 tahun 7-9 tahun 350 460 400 500 10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun 20-45 tahun 46-59 tahun >60 tahun 600 700 700 700 600 500 500 10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun 20-45 tahun 46-59 tahun > 60 tahun +200 +350 +300 500 500 500 500

0-6 bulan 7-12 bulan

Pria

Wanita

Hamil Menyusui 0-6 bulan 7-12 bulan

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998)

Tanda-tanda defisiensi vitamin A telah dipelajari secara luas dan rinci dibanding kelainan defisiensi zat gizi lainnya. Mata merupakan organ tubuh yang mengalami gangguan, yang secara dominan terjadi pada anak-anak. Kekeringan (xerisis) dan diakui oleh ketidakmampuan untuk membasahi konjungtiva bulbar. Bitots spot (bercak bitot) merupakan keratinisasi lebih lanjut dari sel epitel konjungtif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, Bitots spot merupakan cacat dari defisiensi masa lalu. Keikutsertaan komea, dimulai sebagai keratopathy punctate permukaan dan lanjutan dari xerosis dan berbagai tingkat pemborokan dan keratomalasia, yang sering mengakibatkan kebutaan

Defisiensi vitamin A yang menunjukkan pengeringan membran konjungtif dan komea (xerosis) dan adanya Bitos spot merupakan perubahan yang dapat disembuhkan dengan vitamin A. Jika defisensi vitamin A terus berlangsung dan pelunakan komea (keratomalasia) serta pemborokan, maka kebutaan merupakan akibat yang tidak dapat disembuhkan

Di Indonesia, kekurangan vitamin A merupakan penyebab utama kebutaan pada anak-anak. Kekurangan vitamin A yang paling mudah dikenali adalah xerophthalmia. Xerophthalmia adalah kelainan pada mata, ditandai dengan kekeringan pada selaput lendir (conjungtiva) atau bagian putih dari mata, dan kekeringan pada selaput bening (cornea) atau bagian hitam mata yang berfungsi sebagai jalan masuknya cahaya ke dalam bola mata.

Xerophtalmia merupakan suatu tahap lanjutan akibat kekurangan vitamin A setelah seorang anak mengalami tahap seperti diare, kista, anemia, gangguan pertumbuhan. Ini diawali dengan kondisi kekurangan gizi yang dibiarkan saja. Xerophtalmia sendiri bisa berakibat kebutaan kalau tak mendapat pengobatan

Namun, sebelum gejala-gejala spesifik dari xerophthalmia muncul, pada anak sudah tampak gejala-gejala umum kekurangan vitamin A. Mula-mula

anak sulit beradaptasi dalam suasana gelap, terutama jika meninggalkan suasana terang masuk ke suasana gelap. Keadaan ini dikenal sebagai nyctalopia -- buta senja atau buta ayam.

Keadaan

selanjutnya,

mulai

terjadi

kekeringan

pada

mata

karena

pengeluaran air mata berkurang, bagian putih mata menjadi mengeriput dan warna jadi kecoklatan. Keadaan ini dikenal sebagai xerosis conjungtivae. Keadaan ini dapat disertai dengan munculnya bercak putih seperti busa sabun, biasanya berbentuk segitiga pada tepi luar mata dekat dengan cornea.

Kemudian, keadaan berlanjut menjadi xerosis corneae -- cornea menjadi kering, mengeriput dan keruh. Cornea lalu akan melunak (keratomalacia) dan akhirnya terjadi luka pada bagian cornea (ulcus corneae). Pada proses penyembuhannya akan meninggalkan bekas yang disebut sikatrik atau jaringan parut yang permanen. Sampai tingkat xerosis corneae, kelainan yang muncul masih dapat kembali normal. Namun, jika sudah menyebabkan keratomalacia, maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat disembuhkan.

Angka wanita mengidap xeroftalmia, semacam penyakit mata yang ditandai oleh pengeringan selaput mata dan selaput bening, karena kekurangan vitamin A, adalah dua kali lipat-nya laki-laki. xeroftalmia umum dijumpai pada wanita menopause, manula, dan mereka yang memakai lensa kontak, pemakai komputer dan peminum obat untuk penyakit.

Berikut adalah gambar pengidap penyakit Xeropthalmia :

A. Xeroftalmia scar (XS)= sikatriks (jaringan parut) kornea Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Pnderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.

B. Xeroftalmia Fundus (XF) Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar tampak seperti cendol.

C. Xerosis konjungtiva (X1A) Selaput lender atau bagian putih bola mata tampak kering, berkeriput, dan berpigmentasi denagn permukaan terlihat kasar dan kusam.

D. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot (X1B). 1B adalah tanda-tanda xerosis konjungtiva (X1B) ditamabah bercak putih seperti busa sabun atau keju (bercak bitot) terutama didaerah celah mata sisi luar. Kekeringan meliputu seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih mata) konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut-kerut.

E. Xerosis kornea (X2) Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea (bagian hitm mata). Kornea tampak menjadi suram dan kering dan permukaan kornea tampak kasar. Keaadaan umum biasanya gizi buruk (gizi buruk, menderita penyakit campak, ISPA, diare).

F. Keratomalasia dan ulserasi kornea (X3A/X3B) Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus kornea atau perlukaan. Taahap 3A; Bila berlainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea. Tahap 3B: bila kelainan mengenai sama atau ;lebih dari 1/3 permukaan kornea. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah). Beberapa sampel cerita pengidap xeroftalmia Sebelum pensiun, Nancy Frankhouse (70 tahun) adalah kepala eksekutif sebuah perusahaan asuransi. Kurang lebih 4 tahun yang lalu, ia melakukan perjalanan pelesir ke New York, Los Angeles, San Fransisco, London dan daerah lain, ia mulai merasakan matanya terasa gatal sampai perih, hingga pada 6 bulan lalu ia memeriksakan diri ke dokter dan baru tahu kalau semua itu disebabkan xeroftalmia. Sebelumnya, ia merasa tidak nyaman, karena ia mengira itu karena pengaruh usia yang sudah lanjut.

Made Ratna.( 5,5 tahun) seumur hidup harus menggunakan bola mata palsu di mata kanannya. Mata kirinya tak kalah mengenaskan, harus terus menjalani perawatan hingga sembuh total dari xerophtalmia. Kalau terlambat sedikit saja diobati, maka putri seorang penjual janur di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu bisa menderita buta total di kedua indra penglihatannya.

Ratna adalah contoh seorang anak korban kekurangan vitamin A dan gizi buruk akibat kemiskinan. Sejak usia dua tahun orangtuanya bercerai. Ibunya yang hanya berpenghasilan Rp 4.000 per hari tak mampu memberi gizi cukup bagi Ratna. Lengkap sudah derita anak yang kini bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) tersebut. Sekolah pun hanya bisa dilakukan sebulan sekali. Ini

karena jarak antara rumah Ratna dengan SLB sangat jauh, bisa menghabiskan biaya Rp20.000. Tapi itu lebih baik, setidaknya dia sudah bisa berbuat sesuatu daripada buta sama sekali.

BAB III

PENUTUP 3.1. KESIMPULAN Vitamin sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan hidup, tidak hanya pada fungsi penglihatan tetapi juga pada proses perkembangan yang dimulai sejak pembentukan embrio. Vitamin A terus diperlukan untuk mempertahankan diferensiasi sel secara nornal sepanjang hidup. Dapat dipahami pentingnya jika vitamin A digunakan sepanjang waktu untuk pencegahan dan kontrol penyakit kanker.

3.2. SARAN Untuk menjaga kesehatan dan keseimbangan metabolisme dalam tubuh seseorang sebaiknya mengkonsumsi zat-zat gizi sesuai dengan

kecukupannya. Karena vitamin A mempunyai efek yang kurang baik bagi keseimbangan di dalam tubuh, baik jika dikonsumsi dalam jumlah yang kurang maupun berlebihan maka sangat penting untuk dipertimbangkan kembali untuk mengkonsumsinya dalam jumlah yang berlebih (misalnya dengan suplemen).

You might also like