You are on page 1of 9

Hubungan Kepribadian dengan Kebudayaan ----> khusus Melayu Riau

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aristoteles mengatakan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk monodualisme. Artinya setiap manusia memiliki dua naluri pokok yang bertentangan. Yang pertama adalah keinginan untuk berhubungan dengan Khaliknya (sebagai makhluk individu), dan yang kedua adalah keinginan untuk berhubungan dengan individu lain dalam konteks masyarakat (sebagai makhluk sosial). Selo Soemardjan mendefinisikan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Sedangkan menurut Paul B. Horton, masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu. Pada bagian lain Horton mengemukakan bahwa masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa ciri-ciri suatu masyarakat pada umumnya adalah sebagai berikut: 1. Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang. 2. Bercampur atau bergaul dalam waktu cukup lama. Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusia-manusia baru. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia. 3. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan. 4. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu dengan yang lainnya. Untuk terbentuknya suatu masyarakat paling sedikit harus terpenuhi tiga unsur berikut. 1. Terdapat sekumpulan orang. 2. Berdiam atau bermukim di suatu wilayah dalam waktu yang relatif lama 3. Akibat dari hidup bersama dalam jangka waktu yang lama itu menghasilkan kebudayaan berupa sistem nilai, sistem ilmu pengetahuan dan kebudayaan kebendaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah manusia satu yang bersatu dengan manusia lainnya dalam suatu wilayah tertentu akan membentuk sebuah masyarakat. Dari masyarakat inilah akan lahir nilai-nilai bermasyarakat yang berkembang menjadi kebudayaan. Kebudayaan masyarakat di daerah tertentu akan berbeda dengan kebudayaan masyarakat di daerah lain. Karena setiap kelompok masyarakat memiliki aspek nilai yang berbeda. Dan kebudayaan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa, keadaan geografis dan kepercayan. Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki ribuan pulau dengan jutaan penduduk yang tersebar di seluruh pulau sudah pasti pula memiliki corak budaya yang beraneka ragam. Dari ragam corak budaya ini pula menghasilkan ragam kepribadian individu masyarakat Indonesia. Kepribadian sendiri adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini dan sikap yang melekat pada seseorang apabila berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan.

Untuk membuktikan adanya hubungan antara kebudayaan dengan kepribadian, kita ambil satu contoh dari sekian kebudayaan yang ada di Indonesia. Misalnya kebudayaan Melayu Riau. Riau adalah salah satu propinsi daerah tingkat I di Indonesia yang wilayahnya terdiri dari daratan (yang berada di pulau Sumatera) dan perairan (yang berada di lautan yang terdiri dari ribuan pulau-pulau). Riau dengan alam lingkungan yang demikian itu memiliki kebudayaan daerah yang khas, yang sangat menarik dijadikan objek penelitian. Penelitian ini mengkaji keterkaitan kebudayaan Melayu Riau dengan kepribadian masyarakatnya per-individu dari sudut bahasan sosiologi-antropologi. Rumusan masalah penelitian ini, adalah : 1. Apa saja yang terkandung dalam Kebudayaan Melayu Riau? 2. Adakah pengaruh kebudayaan Melayu Riau terhadap perkembangan kepribadian masyarakatnya? Jika ada, bagaimana prosesnya? B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menemukan hubungan antara kebudayaan dengan pembentukan kepribadian. Penelitian ini secara khusus memiliki maksud sebagai berikut: 1. Lebih mengenal kebudayaan Melayu Riau melalui pembahasan antropologi. 2. Menemukan fakta keterkaitan kebudayaan dalam proses pembentukan kepribadian. C. Tinjauan Pustaka Arti Kepribadian menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Badudu Zain adalah sifat khas dan hakiki seseorang yang membedakan dia dari orang lain. Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian : 1. Faktor Biologis 2. Faktor Geografis (Lingkungan Fisik) 3. Faktor Kebudayaan Khusus 4. Faktor Pengalaman Kelompok 5. Faktor Pengalaman Unik Sedangkan arti Kebudayaan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Badudu Zain adalah (1) segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia sebagai hasil pemikiran dan akal budinya; (2) peradaban sebagai hasil akal budi manusia; (3) ilmu pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang dimanfaatkan untuk kehidupannya dan memberikan manfaat kepadanya. Selanjutnya Koentjaraningrat dengan mengacu pada pendapat Kluckhohn menggolongkan unsur-unsur pokok yang ada pada tiap kebudayaan dunia, antara lain sebagai berikut. 1. Bahasa 2. Sistem pengetahuan 3. Organisasi sosial 4. Sistem peralatan hidup dan teknologi 5. Sistem mata pencaharian hidup 6. Sistem religi 7. Kesenian D. Landasan Teori Kebudayaan dan kepribadian termasuk objek kajian Sosiologi dan Antropologi. Sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya

pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum. Antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman ciri-ciri fisik serta kebudayaan (cara-cara berperilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Ciri-ciri utama Sosiologi dan Antropologi adalah: a. Empiris, yaitu berdasarkan pada observasi dan akal sehat serta tidak bersifat spekulatif. b. Teoritis, yaitu disusun dari hasil-hasil pengamatan. c. Komulatif, yaitu disusun atas teori-teori yang sudah ada atau memperluas serta memperkuat teori-teori lama. d. Non Etis, yaitu tidak mempersoalkan baik buruk masalah tersebut, namun lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam. Tujuan Sosiologi dan Antropologi a. Akademis, yaitu tujuan yang bersifat sebagai ilmu pengetahuan secara teori. b. Praktis, yaitu tujuan untuk mencari solusi serta menganalisa setiap masalah sosial yang terjadi di masyarakat berdasarkan teori. E. Metode Penelitian Objek material penelitian ini adalah Kebudayaan dan Kepribadian masyarakat Melayu Riau, objek formalnya adalah Manusia sebagai Makhluk Sosial dan Individu. Penelitian ini merupakan penelitian literer, yang mengumpulkan seluruh data dari data kepustakaan. Model penelitian ini adalah penelitian sistematis-refleksif yang dipusatkan pada penelitian kepustakaan. Metode yang dipakai yaitu metode hermeneutik filosofis, unsurunsur metodis yang digunakan sebagai berikut: a. Interpretasi b. Deskripsi c. Holistik Bab II SUBSTANSI KEBUDAYAAN MELAYU RIAU A. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Masyarakat Riau Salah satu karakteristik yang dimiliki daerah Riau adalah letak geografisnya yang sangat strategis. Letaknya berada di tengah-tengah pulau Sumatera bagian timur dan di jalur lalu lintas perdagangan internasional (Selat Malaka) yang berbatas langsung dengan negara Singapura dan Malaysia, khususnya Singapura sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Daerah Riau terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan dengan kawasan perairan yang sangat luas. Oleh karena itu banyak sekali pendatang-pendatang yang masuk ke daerah Riau sebagai pedagang yang singgah ataupun yang menetap. Masyarakat Riau sebagian besar adalah orang Melayu, yang lainnya adalah pendatang yang terdiri dari berbagai suku bangsa, seperti : Jawa, Minangkabau, Batak, Banjar dan Bugis. Masyarakat Riau dalam penelitian ini lebih ditekan pada pengertian orang-orang Melayu Riau. Orang Melayu Riau menganut kebudayaan Melayu dengan identitas Melayu Islam, sedangkan para pendatang sebagian berbaur menganut kebudayaan Melayu dan sebagian masih tetap berakar pada kebudayaan asalnya. Masyarakat Riau mempunyai keragaman dalam adat dan tradisi atau dalam pengertian

yang lebih luas keragaman dalam budaya. Keragaman dalam budaya yang berpangkal dari kerajaan-kerajaan Melayu pada masa lampau memberi implikasi terhadap sistem nilai yang dianut masyarakat. Ada tiga perangkat sistem nilai dalam masyarakat Riau, yaitu : nilai agama, nilai adat dan nilai tradisi. a. Nilai Agama Perangkat sistem nilai ini diberikan oleh agama Islam yang dipandang mulia oleh masyarakat. Nilai-nilai yang diberikan ajaran Islam merupakan nilai yang tinggi kualitasnya, paling elok dan ideal. Setiap orang dalam masyarakat Riau menyadari nilai agung itu, sehingga dengan rela hati akan mengikuti dan mematuhinya. Orang yang berbuat demikian dipandang sebagai manusia yang tinggi martabat pribadinya, dan dipandang sebagai suri teladan untuk menuju jalan hidup yang mulia (Hamidy, 1982 : 8). Sistem nilai agama ini merupakan seperangkat nilai yang berasal dari wahyu Illahi dipandang sebagai sumber nilai yang lainnya. Nilai agama Islam sebagai ukuran terhadap nilai-nilai lain seperti nilai adat dan nilai tradisi. Nilai agama itu berfungsi sebagai penyaring nilai-nilai yang lain dalam kehidupan masyarakat Melayu Riau, sehingga nilai agama Islam dipandang berada di atas nilai-nilai yang lain. Sistem nilai agama Islam bersifat vertikal dan bersifat horizontal. Vertikal yaitu berhubungan manusia dengan Tuhan, hubungan makhluk dengan khalik, sedangkan horizontal adalah hubungan antara sesama manusia. b. Nilai Adat Perangkat sistem nilai adat ini diberikan oleh adat melalui ungkapan adat yang merupakan hasil pemikiran yang mendalam dari pemuka adat (datuk-datuk) terdahulu tentang bagaimana sebaiknya kehidupan dapat diatur, sehingga kehidupan dapat berjalan dengan damai dan bahagia serta harmonis (Hamidy, 1982 : 9). Sistem nilai adat kaidahnya berkadar hukum, oleh karenanya diberi sanksi bagi setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Nilai adat memberi ukuran bagaimana orang harus berbuat dan bertingkah laku di dalam masyarakat Riau. Tujuannya adalah ketertiban dan keselarasan antara orang perseorangan dengan orang lain dan antara rakyat dengan penguasa. c. Nilai Tradisi Perangkat sistem nilai tradisi ini diberikan oleh tradisi berdasarkan mitos, yaitu membuat keharmonisan antara manusia dengan alam. Sistem nilai tradisi memberikan pembenaran kepada sistemnya melalui mitos-mitos. Peursen (1976 : 37) menyebutkan bahwa mitos ialah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. cerita itu dapat dituturkan, tetapi juga dapat diungkapkan lewat tarian atau pementasan. Lewat mitos itu manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian sekitarnya, dapat menanggapi daya-daya kekuatan alam. Nilai tradisi tidak memberikan sanksi dalam pelaksanaan dari norma-norma yang diberikannya. Alam dipandang sejajar dengan manusia, tetapi bisa pula dipandang lebih tinggi dari manusia. Ketiga perangkat sistem nilai tersebut di atas, dapat dibedakan menurut landasannya. Sistem nilai agama landasannya wahyu Illahi, sistem nilai adat landasannya ungkapan adat, dan sistem nilai tradisi landasannya yaitu mitos-mitos. Tingkat kualitas ketiga perangkat sistem nilai itu, tampak bahwa sistem nilai agama merupakan sistem nilai

paling tinggi, di bawahnya sistem nilai adat dan terakhir sistem nilai tradisi. Sistem nilai tradisi adalah nilai-nilai yang paling banyak mewarnai kehidupan sosial masyarakat Riau. Apabila diperhatikan dari bawah, masyarakat Riau sering berawal dengan nilai tradisi yang hidup dalam masyarakatnya. Sesudah itu nilai adat dianggap sebagai jembatan untuk menyelaras hidup dengan masyarakat. Selanjutnya sampai pada nilai agama sebagai nilai yang paling ideal atau nilai yang suci. Ketiga perangkat sistem nilai itu merupakan perwujudan nilai manusiawi sebagai nilai religius, nilai kebenaran, nilai etis, dan nilai estetis.

B. Pola Pikir Masyarakat Melayu Riau Pada masa kerajaan-kerajaan Melayu Riau, agama Islam menjadi agama resmi kerajaan, maka perkembangannya semakin pesat dalam masyarakat. Ciri-ciri orang Melayu Riau adalah: 1) Beragama Islam 2) Berbahasa Melayu, dan 3) Beradat istiadat Melayu (Wahyuningsih & Rivai, 1986 :100 , Wan Ghalib dalam Al Azhar, 986 : 16) Pandangan ini dalam masyarakat Riau yang melahirkan sebutan, bahwa orang yang bukan Islam, kemudian masuk agama Islam, disebut masuk Melayu. Sebaliknya, orang Melayu sendiri yang keluar dari agama Islam, tidak lagi diakui orang Melayu, tetapi disebut orang lain atau budak asing. Para pendatang yang mengalir deras ke Riau disambut baik oleh orang Melayu. Mubyarto dkk (1993 : 1) menyatakan, salah satu modal utama daya tarik propinsi Riau bagi para pendatang adalah kekayaan sumber daya alamnya, yaitu minyak bumi, timah, hutan dan perkayuan, serta perkebunan. Kebudayaan Melayu yang toleran dan suka mengalah (Mubyarto dkk, 1993 : 8), menyebabkan para pendatang menjadi betah tinggal di Riau. Percampuran para pendatang dengan orang Melayu Riau dalam suatu komunal masyarakat Riau, mengakibatkan terjadinya akulturasi nilai-nilai dan kebudayaan. Nilai-nilai orang Melayu Riau lebih dominan mempengaruhi tingkah laku para pendatang sehingga mereka ikut menjadi bagian integral dari masyarakat Riau. Bagi orang Melayu, negeri dan kampungnya adalah rahmat Tuhan di negerinya itu, asalkan sesuai dengan adat dan tata nilai. Pendatang atau penduduk asli sama saja, tidak ada salah satu yang diberlakukan berbeda dengan yang lainnya. Dengan begitu orang pendatang merasa aman, orang tempatan mendapat teman. Masyarakat Riau memiliki sistem nilai yaitu sistem nilai agama, sistem nilai adat, dan sistem nilai tradisi. Pengendali nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat disebut pemimpin. Masyarakat Riau menyebut pemimpin itu kadangkala dengan sebutan orang patut dalam pengertian orang-orang yang terkemuka, pemimpin, dan cendekiawan. Pemimpin sebagai pemegang kekuasaan bagi masyarakat Riau telah disitir dalam bait nyanyian Lancang Kuning, sebagai berikut : Lancang Kuning berlayar malam Haluan menuju ke lautan dalam Kalau Nahkoda kurang paham Alamat kapal akan tenggelam (Tenas Effendy, 1995:19) Lancang Kuning sebagai lambang kejayaan, kekuasaan, kebesaran dan kepahlawanan rakyat Riau itu dikemudikan oleh nahkoda, yakni pemimpin sebagai pemegang

kekuasaan. Lancang Kuning berlayar malam menuju lautan dalam. Tafsirannya, bahwa pemimpin sebagai pemegang kekuasaan harus arif bijaksana dalam membawa masyarakat/pemerintah/negara menuju tujuan yang jauh yaitu adil dan sejahtera. Usaha untuk mencapai tujuan itu penuh tantangan dan bahaya. Apabila Nahkoda kurang paham, bila ia tidak dapat mengemudikan Lancang Kuning itu dengan baik, maka akan celaka dan tenggelam yang memusnahkan segala kejayaan, kekuasaan, kebenaran dan kepahlawanan rakyat Riau. Masyarakat Riau mengingatkan pemimpin sebagai pemegang kekuasaan untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan roda masyarakat/pemerintahan/negara melalui nyanyian Lancang Kuning. Nyanyian itu berkaitan pula dengan peribahasa rakyat (Tenas Effendy, 1995:20), yang berbunyi : Kalau pandai meniti buih Selamat badan sampai di seberang Pemimpin atau orang patut dalam masyarakat Riau terbagi dua jalur. Pertama, pemimpin atau orang patut formal, yaitu kepala desa, camat, bupati, walikota, gubernur dan pemimpin-pemimpin dalam jenjang tertentu pada instansi pemerintah. Kedua, pemimpin atau orang patut informal, yaitu di bidang agama disebut ulama, di bidang adat disebut pemuka adat, dan di bidang tradisi disebut bomo. Hubungan pengabdian rakyat dengan pemimpin terpantul dalam ungkapan : Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah. Sikap dan tingkah laku masyarakat Riau dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai kejayaan daerah dan nasional menurut alur dan patutnya. Ungkapan orang Melayu Riau yang menyebutkan, seperti : betukang ada kiatnya, becakap ada adatnya, artinya setiap pekerjaan ada cara dan ilmunya, berbicara ada pula adat dan adabnya. Salah satu warisan budaya Melayu Riau yang amat tinggi nilainya adalah ungkapan tradisionalnya. Ungkapan itu menyingkap filsafat, pandangan hidup, dan cara hidup orang Melayu Riau, sebagai refleksi nilai-nilai manusiawi yang berpijak dari sistem nilai agama, sistem nilai adat, dan sistem nilai tradisi yang mereka warisi turun temurun. Sistem nilai masyarakat menjadi landasan dalam kehidupan bermasyarakat, hampir seluruhnya dituangkan ke dalam ungkapan yang beraneka ragam yang mengandung makna dan pengertian yang dalam. Panuti, mengatakan warisan budaya yang lalu sebagai akar pandangan hidup, sebagai berikut: Menggali warisan nenek moyang yang agung nilainya itu perlu di dalam rangka membina dan mengembangkan kebudayaan kita. Dengan pengkajian naskah-naskah itu, kita dapat memahami dan menghayati pandangan serta cita-cita yang menjadi pedoman hidup mereka. Kebudayaan masa lampau itulah tempat berakar dan berpijaknya pandangan hidup dan cita-cita bangsa kita dewasa ini (Panuti, 1995 : 46).

Bab III PROSES PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MASYARAKAT MELAYU RIAU A. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Perkembangan Kepribadian Berdasarkan definisi kebudayaan dan kepribadian yang telah dikemukakan sebelumnya, kebudayaan memiliki beberapa pengertian, yaitu segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia atau peradaban manusia sebagai hasil pemikiran dan akal budi mereka.

Kebudayaan juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang dimanfaatkan untuk kehidupannya dan memberikan manfaat kepadanya. Sedangkan kepribadian diartikan sebagai sifat khas dan hakiki seseorang yang membedakan dia dari orang lain. Kesimpulannya, kebudayaan diciptakan oleh manusia dalam bermasyarakat sebagai wujud penyatuan cipta, karya dan rasa masing-masing individu untuk membentuk nilai dan norma baru yang berlaku dalam masyarakat itu. Kemudian nilai dan norma tersebut dipatuhi oleh setiap individu sebagai identitas dari suatu kelompok masyarakat tertentu yang membedakan mereka dari kelompok masyarakat lain yang memiliki nilai dan norma yang berbeda. Secara tidak sengaja, kebudayaan kelompok masyarakat tertentu akan terbawa keluar apabila salah seorang anggotanya melakukan hubungan dengan kelompok masyarakat lain yang memiliki kebudayaan berbeda. Di sinilah akan terlihat perbedaan tingkah laku sosial dari anggota masing-masing kelompok. Masing-masing akan membawa tingkah laku sosial yang berlaku di dalam kelompoknya. Itulah yang disebut dengan kepribadian umum dari suatu masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa tidak berarti bahwa semua anggota termasuk di dalamnya. Karena kepribadian tidak hanya dibentuk oleh faktor kebudayaan saja. Bisa saja dalam suatu kelompok itu terdapat pula kepribadian yang berbeda-beda dari masing-masing anggotanya, namun tetap ada satu kepribadian umum yang melekat pada diri mereka masing-masing sebagai bagian dari pengaruh kebudayaan itu tadi.

B. Cerminan Kebudayaan Melayu Terhadap Kepribadian Masyarakatnya Sebagaimana yang telah kita ketahui, kebudayaan masyarakat Melayu Riau memiliki tiga perangkat sistem nilai, yaitu sistem nilai agama, sistem nilai adat dan sistem nilai tradisi. Untuk melihat kepribadian masyarakat Melayu Riau, kita lihat kepada sejauh mana pengaruh nilai-nilai tersebut dalam kehidupan masyarakat Melayu Riau. a. Sistem Nilai Agama Masyarakat Melayu Riau sangat identik sekali dengan agama Islam. Sehingga tidak diragukan lagi jika nilai agama Islam berada di atas nilai-nilai yang lain. Dalam masyarakat Melayu Riau, nilai agama Islam dijadikan pedoman dalam kehidupan mereka, sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan keseharian mereka diselaraskan dengan nilai-nilai agama Islam. b. Sistem Nilai Adat Masyarakat Melayu dikenal dengan masyarakat yang beradat. Dahulu, apapun yang akan dikerjakan, dilakukan secara adat yang berlaku yang merupakan hasil pemikiran yang mendalam dari pemuka adat terdahulu. Tujuannya agar tercipta ketertiban dan keselarasan antara sesamanya. Oleh karena itu, masyarakat Melayu Riau memiliki sejumlah aturan-aturan adat yang mencakup seluruh kegiatan manusia secara detil. Contohnya saja dalam pernikahan, ada serangkaian adat yang harus dijalankan mulai dari merisik hingga akhir beserta sanksi-sanksi yang akan diterima jika adat tersebut atau salah satu dari rangkaian adat tersebut dilanggar. c. Sistem Nilai Tradisi Kepercayaan tradisi yang tersebar dalam kalangan orang Melayu Riau dewasa ini merupakan kelanjutan dari sistem kepercayaan sebelum masuk agama Islam di daerah

ini. Secara sepintas kepercayaan animisme bertentangan dengan ajaran Islam. Orang Melayu dengan keyakinan Islamnya, masih juga mengandal nilai tradisi disebabkan ketiga sistem nilai yang melandasi kehidupan orang Melayu selalu dipengaruhi tiga aspek: ritus, para pemimpin dan ajarannya. Ketiga aspek ini tidak terpisahkan, bahkan terkait satu sama lain. Setiap aspek tersebut dapat dilaksanakan adanya proses pertentangan dan penyesuaian antara sistem nilai tradisi dan sistem nilai agama. Kekayaan seni dan budaya Riau berupa : hasil-hasil kerajinan rakyat, tari-tarian daerah, nyanyian, langgam Melayu, serta sastra Melayu seperti: Gurindam Dua Belas, Pantun Klasik, dan lain sebagainya. Pantun dalam kebudayaan Melayu telah menjadi ciri khas utama keseharian masyarakat Melayu. Sejarah sastra Melayu berkembang pesat dengan lahirnya sastrawan-sastrawan Melayu yang mewarnai dunia kesusasteraan tanah air, seperti Yung Dollah, Hang Kafrawi, Afrizal Cik dan lain-lain. Bahkan H. Soeman Hs yang notabene asli berdarah Batak dengan bangga mengatakan bahwa beliau lebih merasa menjadi orang Melayu di tanah Melayu ini. Perhatian dan kecintaan beliau pada adat resam Melayu tergambar dengan jelas di dalam karangan-karangannya. Watak tokoh dalam cerita yang beliau karang menurut beliau sangat kuat pada pembawaan-pembawaan Melayu. Seperti kita tahu, bahwa pembawaan Melayu itu banyak memakai pribahasa atau pepatah-petitih. Sama juga dengan orang Minang. Itu jangan sampai ditinggalkan. Seperti di dalam peribahasa Melayu yang hebat mengatakan: Hemat pangkal kaya.. pepatah ini bukan untuk kelakuan manusia saja tetapi dalam bahasa Melayu pun hemat itu dipakai oleh si Melayu.

Bab IV PENUTUP A. Kesimpulan Keseluruhan hasil penelitian dan pembahasan di muka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kehidupan masyarakat Melayu Riau dilandaskan oleh tiga nilai utama, yaitu nilai agama, nilai adat dan nilai tradisi yang tak akan pernah terpisahkan apalagi berjalan sendiri. 2. Kebudayaan Melayu Riau sangat mempengaruhi kepribadian masyarakatnya dalam

menjalankan nilai-nilai agama, adat dan tradisi. 3. Kebudayaan suatu masyarakat akan turut berperan dalam proses pembentukan kepribadian anggota masyarakatnya. B. Saran 1. Diharapkan penilitian ini terus dilanjutkan untuk kebudayaan-kebudayaan yang lain agar khasanah-khasanah budaya Indonesia dapat dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia. 2. Para pemuda-pemuda Melayu Riau hendaknya menjaga serta melestarikan budaya peninggalan nenek moyang ini agar penerus bangsa nantinya tidak kehilangan arah akibat dari punahnya kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Agustianto, 2003, Dimensi Aksiologis Dalam Simbol Riau, Daulat Riau, Pekanbaru. Badudu Zain, 2001, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Cik, Afrizal, 2002, Tempias: Sumpah Harimau di Selatpanjang, Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru. Idianto M, 2004, Sosiologi untuk SMA kelas X, Erlangga, Jakarta. MA Jabbar, Fakhrunnas, 2003, H. Soeman Hs: Bukan Pencuri Anak Perawan sebuah Otobiografi, Yayasan Pusaka Riau.

You might also like