You are on page 1of 10

MENOPAUSE Oleh : Dr. Meity Elvina Premos, M.Ked (OG) PPDS Dept. Obstetri dan Ginekologi FK USU RSUP.

H. Adam Malik Medan 2010 I.PENDAHULUAN Sudah merupakan hukum alam bahwa setiap makhluk di dunia ini mengalami proses pe nuaan. Pada manusia proses penuaan itu sebenarnya terjadi sejak manusia dilahir kan dan berlangsung terus sampai mati. Berbeda dengan kaum pria, proses penuaan pada wanita berlangsung lebih dramatis, terutama karena adanya proses reproduksi d alam kehidupannya. Setelah kurang lebih 30 tahun lamanya indung telur berfun gsi menghasilkan telur dan hormon-hormonnya terutama estrogen dan progesteron, m aka pada usia sekitar 40-49 tahun fungsinya akan menurun. Berkurangnya fungsi in dung telur tersebut berlangsung secara berangsur-angsur antara4-5 tahun. Pada ma sa ini, indung telur tidak peka lagi terhadap rangsangan dari otak, sehingga tel ur tidak dapat berkembang lagi hingga matang. Dengan demikian jarang terjadi ov ulasi (pengeluaran telur) dan akhirnya berhenti. Indung telur sendiri mengecil dan beratnya berkurang. Produksi hormon wanita (estrogen) makin lama makin berku rang sehingga haidpun menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti. Setelah usia 40 tahun seorang wanita memasuki fase klimakterium, yang be rasal dari kata climacter yang berarti tahun-tahun peralihan. Klimakterium atau usia mapan, berlangsung dari saat premenopause (kira-kira umur 40 tahun) yaitu pada masa dimana ovarium berangsur-angsur menurun fungsinya dan berakhir sekitar usia 55 tahun. Pada usia sekitar 49 tahun terjadi menopause (mati haid).1 Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan normal seorang wanita . Pada masa menopause kapasitas reproduksi seorang wanita berhenti. Ovarium tida k lagi berfungsi, produksi hormon steroid dan peptida berangsur-angsur hilang da n terjadi sejumlah perubahan fisiologik. Sebagian disebabkan oleh berhentinya fu ngsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan oleh proses penuaan. Banyak wanita ya ng mengalami gejala dan keluhan akibat perubahan tersebut di atas. Gejala dan ke luhan tersebut biasanya berangsur-angsur menghilang. Walaupun tidak menyebabkan kematian, namun menimbulkan rasa tidak nyaman dan kadang-kadang menyebabkan gangguan dalam pekerjaan sehari-hari.2,3,4 Perubahan lain yang terjadi pada wanita menopause adalah perubahan yang terjadi pada sistem skeletal (tulang) dan kardiovaskular berupa osteoporesis da n penyakit jantung dan pembuluh darah. Keadaan ini merupakan salah satu hal yan g harus ditanggulangi dalam program asuhan kesehatan wanita.2,5 II. DEFINISI Premenopause : masa antara usia 40 tahun dan dimulainya siklus haid yang tidak teratur. Perimenopause (klimakterium) : Masa perubahan antara premenopause dan menopau se, ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur dan disertai pula dengan per ubahan-perubahan fisiologik, termasuk juga masa 12 bulan setelah menopause. Menopause : Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon ovarium. Pasca menopause : Amenorea 12 bulan (12 bulan setelah menopause) ditandai de ngan kadar LH dan FSH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rend ah. Menopause Iatrogenik : Pengangkatan kedua ovarium atau kerusakan ovarium ak ibat radiasi atau penggunaan obat sitostatik atau penyebab lain. Menopause Prekoks : Menopause sebelum usia 40 tahun. Sindrom Klimakterik : Keluhan-keluhan spesifik yang timbul akibat kekurangan estrogen yang dapat dimulai pada masa perimenopause dan berlanjut sampai beberap a tahun paska menopause. III. FISIOLOGI Dengan adanya perimenopause dan mengerti gejala-gejala yang menyertai periode in i, kualitas hidup wanita perimenopause dapat diperbaiki dengan baik. Meskipun pe rimenopause mempunyai pengaruh medis, perimenopause sendiri belum dapat dikenali secara keseluruhan. Sebagian besar wanita hanya mengetahui tentang menopause s

aja. Ketika wanita mengeluh adanya gejala-gejala pada usia 40 tahunan dengan hai d yang masih teratur, mereka sering salah menginterpretasikan gejala-gejala ters ebut. Perubahan pada kondisi ini dimulai dengan meningkatnya populasi wanita usia 40 -45 tahun. Sekitar 16 juta wanita di AS berumur antara 40-54 tahun dan dengan pe rubahan waktu jumlah ini akan mencapai 19 juta orang. Diagnosa dan tersedianya penanganan yang sesuai untuk gejala-gejala perimenopaus e tidak hanya memperbaiki kualitas hidup pasien selama beberapa tahun sebelum ha idnya berhenti, tapi juga mereka akan kelihatan menjadi lebih aktif dan akan set uju dengan terapi sulih hormon selama masa menopause. Tidak seperti menopause yang secara tepat didefinisikan sebagai 12 bula n sesudah haid berakhir, waktu untuk perimenopause masih belum jelas. Sama halny a dengan terjadinya peningkatan absolut dari FSH dan penurunan dramatis dari est radiol didefinisikan sebagai menopause, sedangkan perimenopause ditandai dengan fluktuasi dari hormon yang didefinisikan sebagai irregularly irregular. Menurut WHO: definisi perimenopause adalah 2-8 tahun sebelum menopause d an 1 tahun setelah berakhirnya haid. Definisi kerja yang lebih baik seperti yang dikatakan Dr. Bachman dkk pada suatu seminar perimenopause, yaitu suatu fase se belum menopause yang umumnya terjadi antara umur 40-50 tahun, dimana terjadi tra nsisi dari siklus haid yang teratur menjadi suatu bentuk siklus yang tidak terat ur dan periode amenore yang berhubungan dengan perubahan hormonal. Perimenopause merupakan hal yang terjadi individual. Tidak ada 2 orang wanita yang mempunyai pengalaman atau waktu perimenopause yang sama. Tidak banya k penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variasi dari lamanya perimenopause, tetapi baik McKinlay maupun Trealor menyatakan lamanya 4 tahun dengan durasi be rkisar 2-8 tahun. Secara klinik durasinya bisa saja 10 tahun. Perubahan dari masa ovarium sepanjang kehidupan secara keseluruhan dipen garuhi oleh umur dan perubahan-perubahan ini telah diperlihatkan secara jelas da lam suatu penelitian oleh Tevilla, dimana telah diautopsi 706 pasang ovarium. Te rvilla menunjukkan bahwa berat ovarium meningkat secara perlahan dalam awal perk embangannya, kemudian menurun secara tajam sesudah umur 35 tahun. Penurunan masa ovarium ini menjadi lebih cepat setelah umur 45 tahun. Pengurangan folikel primer dari ovarium terjadi secara terus-menerus mul ai dari kehidupan fetus sampai periode menopause. Pemeriksaan histologi dari ova rium wanita perimenopause menunjukkan sejumlah pengurangan dari folikel primer, jarang pada folikel skunder atau folikel Graff maupun korpus luteum (gambar 2). Penelitian siklus haid selama perimenopause menunjukkan bahwa interval intermens truasi kurang berarti sebelum onset dari siklus haid dengan jelas berhubunngan d engan stadium lanjut dari perimenopause. Dilaporkan terjadi pengurangan 3 hari d alam interval intermenstruasi seorang wanita. Percepatan folikulogenesis merupak an penyebab dari proses ini. Dibandingkan dengan wanita muda, level FSH meningka t pada wanita perimenopause. Ini dapat diartikan sebagai kompensasi akibat menur unnya folikel ovarium atau sebagai akibat menurunnya sekresi dari inhibin. Pengukuran FSH dan estradiol yang sangat bervariasi selama periode ini dan nilai kliniknya yang terbatas, tidak begitu penting untuk proses diagnostik. Kadar LH yang bervariasi dan kurang bernilai dalam mendiagnosis perimenopause. Kadar FSH dapat berguna dalam menilai fertilitias wanita perimenopause yang ingi n hamil. Kadar FSH diukur pada hari ke-3 dari siklus haid yang dapat memperkira kan fungsi dari ovarium dan cadangan folikel. Jika kadar FSH <20 mIU/ml, kehamil an masih mungkin terjadi; jika kadarnya antara 20-30 mIU/ml kecil kemungkinan te rjadi kehamilan dan kadar FSH 30 mIU/ml menunjukkan ovarium mengalami menopause dan tidak mungkin terjadi hamil. Klimakterik merupakan terminologi umum untuk masa transisi dari usia reproduk tif ke masa paskareproduktif dalam kehidupan seorang wanita. Menurut WHO defini si natural menopause sebagai berhentinya haid secara permanen sesudah 12 bulan a menorea tanpa penyebab fisiologi atau patologi lain. Berhentinya haid sebagai ak ibat dari berkurangnya cadangan folikel ovarium dan menurunnya fungsi dari ovari um itu sendiri yang mengakibatkan produksi estrogen dan stimulasi lapisan endome trium berkurang. Dari analisis data secara longitudinal menyatakan bahwa kemungk inan untuk haid spontan pada semua wanita yang telah mengalami amenorea selama 1

2 bulan kurang dari 2%. Selama perimenopause ovulasi terjadi secara tidak teratur karena fluktua si hormon yang dipengaruhi aksis hipotalamus-pituitari-ovarium. Sebagai contoh, pada wanita yang mengalami perimenopause dengan cepat, kadar inhibin B menurun s ehingga kadar FSH meningkat tanpa perubahan berarti pada kadar inhibin A atau e stradiol. Kadar FSH dapat naik selama beberapa siklus tetapi kembali pada kadar premenopause pada siklus berikutnya. Sama halnya juga konsentrasi estradiol juga dapat menurun atau kadang meningkat selama perimenopause. Bervariasinya nilai h ormonal ini menyulitkan interpretasi terhadap hasil dari satu uji laboratorium. III. GEJALA-GEJALA PERIMENOPAUSE Bentuk dari gejala-gejala merupakan dasar diagnosis perimenopause. Gejala-gejala yang ada sangat bervariasi diantara wanita-wanita. Oleh karena itu diperlukan p endekatan secara individual dalam penilaian dan pengobatan. Tabel 1 merupakan ringkasan dari gejala-gejala wanita perimenopause. Tabel 1. Gambaran ringkas dari gejala-gejala perimenopause. A. Perubahan pola haid a. Siklus menjadi pendek (2-7 hari) : - Siklus memanjang - Haid tak teratur b. Perubahan bentuk perdarahan - Mula-mula banyak (akibat siklus anovulatoar) kemudian menjadi sedikit - Spotting - Perdarahan yang banyak, lama atau perdarahan intermenstrual B. Ketidakstabilan vasomotor - Hot flushes - Keringat malam - Gangguan tidur C. Gangguan psikologis/kognitive - Depresi - Irritabilitas - Perubahan mood - Kurang konsentrasi, pelupa. D. Gangguan seksual - Kejadian gangguan seksual pada wanita perimenopause bervariasi dan meningkat dengan bertambahnya umur. - Gejala-gejala berupa; berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispa reuni dan vaginismus. E. Gejala-gejala somatik - Sakit kepala - Pembesaran mammae dan nyeri - Palpitasi - Pusing A. Perubahan pola haid Gejala yang paling umum pada wanita perimenopause adalah perubahan dari pola hai d. Lebih dari 90% wanita perimenopause akan mengalami perubahan dalam siklus hai d. Siklus yang memendek antara 2-7 hari sangatlah khas. Sebagai contoh, wanita d engan siklus haid yang teratur antara 25-35 hari selama usia 20-30 tahun akan me ngalami siklus haid lebih sering terutama disebabkan oleh memendeknya fase folik el. Siklus haid yang sebelumnya menetap tiap 28 hari akan menjadi siklus 25 atau 26 hari dan pada waktu terjadi perimenopause kejadian oligomenore meningkat. Perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya fase luteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Pemanjangan siklus mungkin juga terjadi seperti halnya haid yang tidak teratur. Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam banyaknya perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal perimenopause yang disebabkan oleh si klus anovulasi. Kemudian menjadi lebih sedikit. Beberapa wanita dilaporkan menga lami spotting 1 atau 2 hari segera sebelum haid. Kombinasi dari spotting, siklu s haid yang pendek dan perdarahan yang banyak memberikan kesan secara subjektif wanita tersebut selalu berdarah.

Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap normal selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau perdarahan diantara siklus hai d bukanlah hal yang normal. Adanya perdarahan mengharuskan klinikus untuk melaku kan pemeriksaan lebih lanjut, sepeti biopsi endometrium untuk menegakkan diagnos is, terutama untuk penderita dengan faktor risiko yang lain untuk terjadinya kar sinoma endometrium seperti oligoovulatoar, obesitas atau riwayat infertilitas. Untuk kasus-kasus yang dicurigai, sebelum melakukan biopsi, mungkin berharga bil a ditanyakan pada penderita riwayat perdarahan secara lengkap untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pola perdarahan. Tanda awal dari perimeno pause adalah perubahan pada pola perdarahan haid. Keadaan ini diakibatkan defisi ensi atau berfluktuasinya estrogen dan progesteron. Didapatkan sekitar 33% dari seluruh konsultasi ginekologi berhubungan dengan perdarahan abnormal, dan menin gkat menjadi 69% pada wanita perimenopause dan postmenopause. Penelitian klinik pada wanita perimenopause menunjukkan bahwa lebih kurang 90% wanita selama perim enopause mengalami ketidakteraturan haid; hanya 10-12% dari wanita premenopause yang mengalami amenore mandadak. Insiden kelainan organik pada uterus mencapai puncaknya pada saat perimenopaus e. Oleh karena siklus haid pada periode ini kemungkinan anovulatoar, risiko unt uk terjadinya hiperplasi endometrium akibat unopposed estrogen menjadi lebih tin ggi. B. Ketidakstabilan vasomotor Gangguan vasomotor merupakan gejala kedua pada wanita perimenopause. Lebih kuran g 85% dari wanita perimenopause mengalami hot flushes, keringat malam dan gangg uan tidur yang merupakan gejala dari ketidakstabilan vasomotor. Intensitas, la manya serta frekuensi dari gejala tersebut sangat bervariasi. Kadang kala seoran g wanita mengalami 40 kali hot flushes setiap hari dan badan basah kuyub oleh ke ringat malam, beberapa yang lain mengalami 1-2 kali perhari dan merasa sangat su sah dan terganggu. Hot flushes selama perimenopause, temperatur jari-jari mengalami peningkatan k ira-kira 3,1 0,30 C dan peningkatan ini menetap untuk selama lebih kurang 44 me nit. Mekanisme terjadinya hot flushes ini belum diketahui secara lengkap. Meskip un terjadi perubahan dalam termoregulasi, imunoreaktif neurotensin, katekolamin dan LH semuanya ditemukan selama hot flushes, penurunan estradiol merupakan fakt or yang lebih dipercaya. Hot flashes merupakan sensasi mendadak terhadap rasa panas, berkeringat dan kemerahan yang lebih sering terjadi pada muka, leher dan dada. Chill, clammi nes dan ansietas juga sering menyertai hot flashes. Lamanya hot flashes umumnya 1-5 menit dan hanya 6% yang mengalami >6 menit. Gejala ini lebih banyak dialami oleh wanita di Amerika Utara, Eropa dan Australia sekitar 50-85% dan terjadi secara periodik s elama 1-5 tahun. Hanya 10-20% wanita Indonesia dan 10-25% wanita China yang men galami hot flashes. C. Gangguan tidur Beratnya gangguan tidur bervariasi dan sering dikeluhkan oleh wanita pada masa p erimenopause. Gangguan tidur bervariasi secara luas dan dapat menjadi kronik ata u sementara. Beberapa pola umum gangguan tidur diantaranya : - Susah untuk jatuh tidur - Terbangun tengah malam dan sukar untuk kembali tidur - Bangun pagi lebih awal dan tidak mampu untuk tidur kembali. Kesulitan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup secara serius, mengakibatkan kelelahan, insomnia, depresi, iritabilitas dan ketidakmampuan untuk berkonsentr asi. Harus dapat dibedakan apakah gangguan tidur tersebut skunder akibat hot fl ushes malam hari, berhubungan dengan depresi atau timbul karena faktor lain, sep erti: Gangguan hipotalamus; hampir selalu menyebabkan tidur yang terlambat. Kebiasaan sehari-hari seperti tidur sebentar atau jadwal tidur yang tida k teratur, sehingga menyebabkan gangguan tidur tengah malam. Stimulan seperti kafein, alkohol, nikotin dan beberapa obat; hal lain ya ng dapat mengakibatkan gangguan tidur seperti sakit, ansietas dan gangguan emosi

onal. - Gangguan fisik seperti nyeri artritis, mengakibatkan kesulitan memulai atau m empertahankan tidur. Nokturia yang mengakibatkan sering terbangun. Gangguan tidur yang sangat umum pada perimenopause adalah memanjangnya keterlambatan tidur (saat mulai berbaring sampai benar-benar jatuh tertidur). Normalnya periode ini tidak lebih dari 10 menit. D. Gangguan seksual Selama masa transisi ke menopause, dimana kadar estrogen menurun, frekuensi gan gguan seksual dilaporkan meningkat. Kejadian gangguan ini cenderung meningkat s esuai dengan bertambahnya umur. Gejala-gejala dari gangguan seksual ini antara lain : berkurangnya lubri kasi vagina, menurunnya libido, dispareuni dan vaginismus. Perubahan ini harus d ijelaskan karena banyak dari para wanita tidak mengetahui adanya pengaruh hormo nal. Mereka harus diyakinkan dan belajar bahwa perubahan-perubahan tersebut mer upakan bagian normal pada masa transisi perimenopause. 1. Kekeringan vagina (vaginal dryness) Vaginal dryness kadang-kadang dialami akibat berkurangnya produksi estrogen sela ma perimenopause. Keadaan ini dapat menyebabkan atropi urogenital dan perubahan dalam kuantitas dan komposisi sekresi vagina. Perkiraan prevalensi vaginal dryn ess diantara wanita perimenopause lanjut antara 18-21%. 2. Keinginan seksual yang berubah Dennerstein dkk melaporkan dalam penelitian di Australia, meskipun sebagian besa r wanita tidak menunjukkan perubahan dalam sexual interest selama menopause, se banyak 31% mengalami penurunan seksual dan 7% sexual interest-nya meningkat. Ha nya 6% dari wanita yang mengalami penurunan seksual tersebut mengatakan menopau se sebagai alasan. Penurunan ini mungkin disebabkan oleh faktor fisiologi yang m embuat hubungan seks menjadi sulit (seperti vaginal dryness, hot flashes, inkon tinensia urine) atau oleh faktor sosial dan lingkungan. E. Sindroma urogenital Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital dan d uktus Muller. Selain itu pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor e strogen, sehingga kedua organ tersebut mudah mengalami gangguan begitu kadar es trogen serum mulai berkurang. Gangguangangguan tersebut dapat berupa berkurangny a aliran darah, turgor dan jaringan kolagen. Kekurangan estrogen juga dapat meny ebabkan mitosis sel dan pemasukan asam amino ke dalam sel berkurang. Pada vulva terjadi atropi sel, epitel vulva menipis. Dijumpai fluor dan perdarahan subepitelial (kolpitis senilis), vagina menjadi kering, mudah terjadi iritasi dan infeksi. Pada uretra sel-selnya juga mengalami atropi. Pada uretra tampak otot ya ng menonjol keluar seperti prolaps yang kadang-kadang disalahartikan sebagai prol aps uretra. Stenosis uretra sering juga ditemukan. Stenosis uretra, atropi sel-se l epitel kandung kemih dapat menimbulkan keluhan Reizblase (iritabel vesika) atau sindroma uretra berupa polakisuria, disuria bahkan dapat timbul gangguan berkem ih. Di negara-negara barat pengaruh inkontinensia urine pada wanita usia per tengahan antara 26-55%. Kadar estrogen yang rendah menyebabkan mukosa uretra da n trigonum menjadi atropi sehingga kontrol berkemih menjadi lemah. F. Gangguan Psikologi/kognitif Gejala-gejala psikologi dan kognitif seperti depresi, iritabilitas, perubahanmoo d, kurangnya konsentrasi dan pelupa juga ditemukan pada banyak wanita perimenopa use. Banyak wanita menggambarkan gangguan ini sebagai perimenopause berat. Seperti diketahui bahwa kejadian depresi kira-kira 2 kali lebih sering pada wanita diba ndingkan pria. Risiko depresi mayor adalah 7-12% untuk pria dan 20-25% untuk wa nita. Usia rata-rata terjadinya depresi adalah 40 tahunan.

Data laboratorium menyatakan bahwa hormon ovarium sangat berkhasiat, dim ana sinyal kimiawi perifer secara umum mempengaruhi aktivitas neuronal. Perubaha n level estrogen dan progesteron menunjukkan sejumlah pengaruh neurotransmiter S SP seperti dopamin, norepinefrin, asetilkolin dan serotonin yang kesemuanya dike tahui sebagai modulator untuk mood, tidur, tingkah laku dan kesadaran. Selama perimenopause, fluktuasi hormon terutama fluktuasi estrogen dapat mengubah level neurotransmiter di SSP yang dapat mempengaruhi tidur, daya ingat dan mood. Penting sekali untuk membedakan perubahan mood karena pengaruh hormo n dengan kelainan depresi mayor. Pada pasien tanpa riwayat depresi, terapi sulih hormon harus dipertimbangkan. G. Gejala-gejala somatik Beberapa gejala somatik yang sering terjadi selama perimenopause antara lain; s akit kepala, pusing, palpitasi serta payudara yang membesar dan nyeri. Dari semu a keluhan-keluhan di atas, harus diyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut umum te rjadi dan bersifat fisiologis. Pengobatan yang dilakukan bersamaan dengan pendidikan dan suportif haru s dilakukan pada awal timbulnya gejala. Sekarang ini terapi farmakologi dan non farmakologi sudah tersedia. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa tidak ada p engobatan bagi wanita pada masa perimenopause, sebab mereka masih menghasilkan e strogen. Dalam banyak kasus, meyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut adalah hal yang nyata dan tidak mengancam kehidupan mungkin sudah cukup. Tetapi, jika diang gap penting, pengobatan tidak harus ditunda. H. Fertilitas Gambaran hormonal pada wanita perimenopause bervariasi dengan luasnya secara ind ividual dan waktu. Pilihan terapi hormonal pada perimenopause tergantung pada ke adaan hormonal pasien. Banyak penelitian mengatakan perlunya terapi kombinasi de ngan estrogen dan progestogen pada perimenopause. Wanita pada masa ini akan mengalami periode iregular dan interval amenorea, teta pi ovarium mereka tetap menghasilkan estrogen. Sensitivitas hipotalamus menurun terhadap umpan balik negatif estrogen ovarium karena penurunan yang progresif se jumlah folikel dan menurunnya sekresi inhibin yang merupakan kontrol selektif un tuk FSH. Masa ini juga ditandai oleh hormonal oscillation sehingga seorang wa nita mempunyai gejala-gejala menopause dalam 1 bulan dan bulan berikutnya dengan siklus berovulasi dan menjadi risiko untuk terjadinya kehamilan yang tidak dii nginkan. Limapuluh persen wanita berumur 40-an masih berpotensi untuk subur dan kehamilan pada kelompok umur ini disertai dengan mortalitas ibu yang meningkat , abortus spontan, kelainan fetus dan mortalitas perinatal. Risiko kehamilan kir a-kira 10% pada umur 40-44 tahun, 2-3% untuk umur 45-49 tahun dan risiko tidak menjadi nol untuk wanita lebih dari 50 tahun. I. Osteoporosis (Panduan menopause) Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan hilangnya masa tulang. Akibatn ya dapat terjadi osteoporosis yang akhirnya akan membuat tulang mudah patah. Ost eoporosis adalah penyakit rapuh tulang usia 50 tahun/lebih yang ditandai dengan berkurangnya densitas tulang. Pada wanita proses penyusutan tulang lebih besar dibandingkan pria, karena tulang wanita sangat dipengaruhi oleh estrogen. Penyu sutan terjadi sekitar 3% pertahun dan akan berlangsung terus hingga 5-10 tahun p asca menopause. Sepanjang hidup seorang wanita, total jarinngan tulang yang meny usut sekitar 40-50%, sedangkan pada laki-laki hanya 20-30%. Selain digunakan s ebagai pengobatan, estrogen juga dapat digunakan sebagai pencegahan osteoporosis . Bagaimanapun pencegahan adalah lebih baik daripada pengobatan, karena biaya pe ngobatan untuk osteoporosis cukup besar. Di Amerika Serikat biaya perawatan pata h tulang akibat osteoporosis pertahun mencapai 20-30 triliyun rupiah. Untuk dapat mencegah terjadinya osteoporosis, maka estrogen diberikan be gitu seorang wanita memasuki usia menopause dan terus berlanjut sampai 5-10 tahu n pasca menopause.

J. Kelainan kardiovaskular (Warren & Kulak) Kelainan kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan pada wanit a menopause. Penyebab lain berturut-turut adalah patah tulang, kanker payudara dan kanker endometrium. Pada tahun 2000, 38% wanita di Amerika Serikat berumur 45 tahun atau lebih, pa da tahun 2015 proporsi ini akan meningkat menjadi 45%. Satu dari sembilan wanita berumur 45-64 tahun menderita berbagai macam penyakit kardiovaskular dan setela h 65 tahun rasionya meningkat menjadi 1 banding 3. Kira-kira 40% penyakit korone r pada wanita berakibat fatal dan 67% dari semua kematian mendadak yang terjadi pada wanita tersebut tanpa riwayat penyakit jantung koroner. Mereka kehilangan d aya tahan terhadap penyakit jantung koroner akibat berkembangnya menopause, dan meningkatn ya insiden penyakit ini bukan karena perubahan gaya hidup atau faktor risiko tet api karena perubahan lipoprotein yang terjadi pada menopause. Pada wanita menopause HDL kolesterol adalah satu indikator untuk terjadinya pe nyakit jantung koroner, dimana untuk setiap peningkatan 10 mg/dL risiko akan men urun sampai 50%. Trigeliserida juga merupakan faktor risiko penting untuk peny akit jantung koroner, dimana terjadi peningkatan penyakit jantung jika kadar t rigeliserida meningkat dan kadar HDL yang rendah. Banyak bukti yang mengatakan bahwa pengaruh kardioprotektif dari terapi pengganti estrogen adalah pada kadar lipid serum. Wanita postmenopause yang me mpunyai kadar HDL kolesterol kurang dari 46 mg/dL mempunyai risiko 6 kali lipat untuk terjadi penyakit jantung koroner dibandingkan dengan wanita dengan kadar H DL kolesterol lebih dari 67 mg/dL III. EVALUASI PERIMENOPAUSE Penilaian dapat dibagi dalam 5 kategori dasar : A. Penilaian sendiri. Harus ditanyakan kapan seorang wanita pertama kali merasakan adanya gejala-gejal a menopause. Hal ini harus berdasarkan persepsi mereka dengan adanya kekhawatira n akibat perubahan pada tubuh mereka. Dalam suatu penelitian cross-sectional, Ga ramszegi dkk melaporkan bahwa menopause lebih berhubungan dengan gejala-gejala d ibandingkandengan perubahan siklus haid. B. Gejala-gejala Gejala klimakterik terutama merupakan keluhan vasomotor seperti hot flashes dan keringat malam. Gejala lain adalah akibat berfluktuasinya kadar hormon estrogen dan progesteron seperti vaginal dryness, keinginan seksual yang berubah, inkont inensia urine, depresi, ketegangan syaraf dan iritabilitas serta gangguan tidur. C. Riwayat medis dan riwayat keluarga 1. Usia menopause orang tua. Faktor genetik tampaknya menjadi faktor predisposisi bagi wanita untuk mengalam i menopause lebih cepat. Torgerson dkk melaporkan terjadinya premature menopau se dan early menopause karena usia menopause ibu yang lebih muda dibandingka n usia menopause ibu yang normal. Penelitian case-control oleh Cramer dkk di Bo ston menemukan bahwa wanita dengan riwayat keluarga (seperti ibu, kakak, bibi, n enek) yang mengalami menopause sebelum usia 46 tahun berisiko tinggi untuk terja di menopause yang lebih cepat (early menopause). 2. Merokok. Telah dibuktikan bahwa merokok menyebabkan menopause terjadi 1-2 tahun lebih cep at dibandingkan tidak merokok. Beberapa penelitian mendukung bahwa assertion dan quitting merokok secara signifikan memperlambat menopause. Bukti lain mengataka n bahwa usia rata-rata menopause secara statistik tidak berbeda antara yang tida k pernah merokok dengan eks-perokok. Sebagian besar penelitian terhadap rokok da

n menopause mengatakan adanya hubungan dosis-respon antara jumlah rokok yang dih isap dan usia menopause. 3. Status histerektomi Sering diasumsikan bahwa wanita yang menjalani histerektomi dengan conservation pada ovarium tidak akan mengalami gejala menopause lebih cepat atau lebih berat akibat histerektomi tersebut. Nonetheless, bukti-bukti menunjukkan bahwa wanita dengan conservation ovarium pada histerektomi mengeluh adanya gangguan vasomoto r yang lebih banyak, vaginal dryness dan keluhan-keluhan lain dibandingkan deng an wanita yang tidak menjalani histerektomi. Pada negara-negara maju, histerekt omi merupakan operasi yang sering dilakukan pada wanita dewasa; sepertiga wanita Amerika menjalani histerektomi pada usia 65 tahun. D. Tanda-tanda Fisik. 1. Indeks maturasi Penilaian terhadap defisiensi estrogen vagina adalah evaluasi terhadap indeks pe matangan epitel vagina. Prosedur ini dilakukan dengan cara pengambilan sel pada batas atas dan sepertiga tengah dinding samping vagina menggunakan sikat. Dibuat slide dan dilakukan pengecatan dengan tehnik Papanicolaou kemudian persentase d ari sel parabasal, intermediat dan superfisialis dihitung. Meskipun indeks matur asi berubah secara bermakna setelah terapi pengganti estrogen, diagnosis tidak dapat membandingkan indeks maturasi dengan karakteristik siklus haid. 2. pH vagina Beberapa peneliti mengatakan bahwa peningkatan pH vagina (6,0-7,5) dimana tidak ditemukan bakteri patogen menjadi alasan adanya penurunan kadar estradiol serum. Uji ini dilakukan secara langsung dengan kertas pH pada dinding lateral vagina . Perubahan pH dapat diakibatkan oleh berubahnya komposisi dari sekresi vagina y ang menyertai atropi. 3. Ketebalan kulit Estrogen menstimulasi pertumbuhan epidermal dan promotes pembentukan kolagen da n asam hialuronik sehingga turgor dan vaskularisasi kulit bertambah. Selama kli makterik, berkurangnya kadar estrogen mengakibatkan epidermis menjadi tipis dan atropi. E. Uji laboratorium 1. Pengukuran FSH Pengukuran kadar plasma FSH telah dilakukan untuk mencoba mengidentifikasi wanit a perimenopause dan postmenopause. Kadar FSH yang tinggi menunjukkan telah terja di menopause yang terjadi pada ovarium. Ketika ovarium menjadi kurang responsif terhadap stimulasi FSH dari kelenjar pituitari (produksi estrogen sedikit), kele njar pituitari meningkatkan produksi FSH untuk mencoba merangsang ovarium mengha silkan estrogen lebih banyak. Bagaimanapun, banyak klinikus dan peneliti meraguk an nilai klinik dari pengukuran FSH pada wanita perimenopause dimana kadar FSH b erfluktuasi dan disadari setiap bulan yang tergantung pada adanya ovulasi. 2. Estradiol Penelitian longitudinal akhir-akhir ini melaporkan bahwa wanita dengan early pe rimenopause (perubahan dalam frekuensi siklus) kadar estradiol premenopause terj aga sedangkan pada perimenopause lanjut (tidak haid dalam 3-11 bulan sebelumnya ) dan wanita postmenopause terjadi penurunan secara bermakna dari kadar estradi ol. Estradiol dapat diukur dari plasma, urine dan saliva. Seperti halnya FSH, ka dar estradiol mempunyai variasi yang tinggi selama perimenopause. 3. Inhibin Inhibin A dan inhibin B disekresikan oleh ovarium dan seperti estradiol, exert umpan balik negatif terhadap kelenjar pituitari, menurunkan sekresi FSH dan LH. Kurangnya inhibin menyebabkan peningkatan FSH yang terjadi pada ovarium senesce nce. Kadar inhibin B menurun pada perimenopause sedangkan inhibin A tidak mengal ami perubahan. Inhibin A akan menurun pada saat sekitar haid akan berhenti. Kada r inhibin biasanya diukur dari plasma. Ovarium menghasilkan inhibin B lebih sedi

kit karena hanya sedikit folikel yang menjadi matang dan sejumlah folikel berkur ang karena umur. IV. DIAGNOSA Usia penderita 40-65 tahun Tidak haid lebih dari 6 bulan Keluhan klimakterik (+) FSH >20 IU/mL Estradiol <50pg/mL Sitologi vagina Densitometer USG transdermal V. PENGOBATAN Periode menopause telah dikenal sebagai masa dimana terdapat p[erubahan fisiolog is yang dramatis. Pada periode ini faktor-faktor risiko penting dapat berkembang dengan percepatan penyakit seperti osteoporesis. Gejala-gejala pada menopause seperti perdarahan uterus harus didiagnosa dan ditangani secara tepat. Terdapa t perbaikan kualitas hidup secara berarti dengan pengobatan terhadap gejala-geja la perimenopause. Perbaikan pengobatan tersebut meliputi hot flashes, gangguan t idur, kelelahan dan moodiness. Gejala dapat diobati sebelum haid berhenti; menun ggu sampai haid berhenti baru kemudian diobati tidak mempunyai dasar fisiologi. Jika penderita masih dalam siklus, estrogen dosis rendah dengan progesteron dapa t digunakan secara sinkron. Sebagai alternatif, kontrasepsi oral dosis rendah d apat digunakan dan kadang-kadang estrogen dosis rendah tanpa progesteron dapat mengob ati hot flashes dengan efektif pada wanita yang tampak masih berovulasi. Wanita dengan haid yang tak teratur harus dievaluasi adanya hiperplasia endometrium; ke tidakteraturan sering disebabkan oleh siklus anovulasi dan dapat diobati dengan progesteron untuk mnecegah perdarahan yang memanjang. Kontrasepsi oral juga dapa t mengobati masalah ini dengan efektif, meskipun kandungan hormon pada pil ini l ebih besar dari dosis hormon pengganti. Morbiditas utama selama perdarahan pada masa perimenopause karena anovulasi atau adanya fibroid atau polip. Meskipun ano vulasi akan berespon terhadap pengobatan, lesi pada uterus seperti fibroid atau polip akan menjadi parah dengan terapi hormonal. Masalah lain yang dapat diobat i dengan efektif pada periode perimenopause adalah sakit kepala migren. Gejala i ni sering dicetuskan oleh menurunnya dan berfluktuasinya kadar estrogen terutama pada perimenopause. Penggunaan estrogen dosis rendah yang ditempel dapat memban tu mencegah fluktuasi hormon pada periode ini. Onset penyakit kronis seperti ost eoporesis dimulai pada masa menopause. Terdapat kehilangan substansi tulang sebe lum menopause, disarankaan agar pasien yang berisiko harus diobati selama perime nopause. Sebagai tambahan, periode transisi yang panjang menjadi faktor risiko u ntuk terjadinya osteoporesis. Intervensi menjadi bentuk pengobatan untuk menjaga agar kadar estrogen normal, seperti digariskan di atas. Wanita perimenopause ju ga kehilangan pengaruh kardioprotektif penting karena menurunnya kadar estrogen. Terdapat pengaruh vasodilatasi pada arteri koronaria begitu juga pengaruh terha dap lipid. Terapi sulih hormon merupakan suatu intervensi untuk pasien yang mend erita angina dan palpitasi jantung. Perimenopause telah dikenal lebih jauh seba gai bagian terpisah dalam proses menopause. Kenyataannya, perimenopause mungkin lebih penting dalam hal gejala-gejalanya daripada periode postmenopause awal ata u postmenopause lanjut. Kejadian fisiologis ini memberikan kesempatan pada klini kus untuk melakukan pemeriksaan dalam program kesehatan pencegahan yang akan mem elihara atau memperbaiki kualitas hidup mereka. VII. REFERENSI 1. ` Affandi B. Masalah kesehatan pada menopause. Panduan menopause. Edisi pe rtama. Pokja endokrinologi reproduksi. POGI/PERMI. Jakarta, Balai Penerbit FK UI 1997: 2. Baziad A, Anton H, Rachman IA. Pengobatan dan pencegahan osteoporosis de ngan terapi hormon pengganti pada wanita menopause. Panduan menopause. Edisi per

tama. Pokja endokrinologi reproduksi. POGI/PERMI. Jakarta, Balai Penerbit FK UI 1997: 3. Warren MP, Kulak J. Is estrogen replacement indicated in perimenopause w omen? Clin Obstet Gynecol 1998;41:976-87 4. Kaunitz AM. Oral contraceptive use in perimenopause. Am J Obstet Gynecol 2001; 185: S32-7 5. Klein NA, Soules MR. Endocrine changes of the perimenopause. Clin Obstet Gynecol1998;41:912-20 6. Nochtigall LE. The symptoms of perimenopause. Clin Obstet Gynecol 1998;4 1:921-27 7. Lobo RA. The perimenopause. Clin Obstet Gynecol 1998;41:895-97 8. Bastian LA, Smith CM, Nanda K. Is this women perimenopausal? JAMA. 2003;28 9:895-98 9. Hale GE, Hughes CL, Cline JM. Endometrial cancer : hormonal factors, the per imenopausal window of risk, and isoflavones. J clin endocrinol metab. 2002;87(1):9 -11 10. Symonds EM. Essential obstetrics and gynecology. 2nd ed. New York: Churc ill Livingstone,1992:214-17 11. Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius ;2003:82-8 12. Sakala EP. Obstetrics and gynecology. Baltimore: Williams and Wilkins, 1997 ;287-92 13. Hurd WW. Menopause. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks gynecolo gy. 12thed. Baltimore: Williams and Wilkins,1996;

You might also like