You are on page 1of 28

http://ekmon-saurus.blogspot.com/2011/01/pengambilan-sampelmikroorganisme-udara.

html Pengambilan Sampel Mikroorganisme Udara (Air Sampling)


1. Sekilas komposisi umum mkroorganisme di udara. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan mikroorganisme di udara. 3. Berbagai macam metode untuk mengambil sampel mikroorganisme di udara. A.Metode non kultur (non-culturable / non-vialbe air sampling) -spore trap B.Metode kultur (culturable / viable air sampling) a.metode pasif - exposure plate b.metode aktif -impingement -impaction (sieve impactor, sentrifugal impactor) -filtration 4. Kisaran hitung setiap air sampler. a.LOD (Limit of Detection) b.LOQ (Limit of Quantification) c.batas atas kisaran hitung (upper limit) 5. Berbagai macam pertimbangan dalam memilih air sampler.

1. Sekilas komposisi umum mikroorganisme di udara Kemungkinan lingkungan alami yang paling tidak bersahabat dengan mikroorganisme adalah lingkungan atmosfer. Sel mikroba berukuran sangat kecil yang tersuspensi dalam udara dapat terancam kekeringan, rusak karena efek radiasi dari cahaya matahari ataupun dari aktivitas kimia gas oksigen. Banyak jenis bakteri yang mati ketika terekspos ke udara terutama dari jenis gram negatif tetapi beberapa jenis mampu bertahan dan menggunaakan turbulensi aliran udara untuk penyebarannya. Meskipun begitu tidak ada satu jenis pun yang mampu tumbuh dan berkembang biak dalam lingkungan atmosfer. Flora bakteri utama yang mendominasi yaitu bakteri gram positif batang dan kokus yang sering menjadi pengontaminasi udara yang berasal dari binatang, manusia atau lingkungan air. Dari bakteri gram positif tersebut terdapat beberapa jenis yang sering dijumpai yaitu Micrococci dan Corynebacteria (koloni berpigmen), Bacillus (mampu membentuk endospora dan mempunyai bentuk koloni besar berwarna putih sampai krem), Streptomyces atau genus yang berhubungan dengan Actinomycetes (bakteri berfilamen dan koloni kecil dan timbul/raised) (Adam dan Moss, 2000). Beberapa faktor yang menjadikan jenis-jenis ini mampu bertahan hidup adalah (1) Pigmentasi pada mikroorganisme dapat membantu melindungi dari radiasi cahaya tampak maupun UV, (2) Selubung dinding sel yang dimiliki oleh bakteri gram positif mampu mencegah kekeringan, (3) Pembentukan endosopra dari Bacillus dan konidiospora dari Actinomycetes menjadikannya resisten terhadap radiasi dan kekeringan (Ray, 2005). Bahkan spora dari genus Streptomycetes terspesialisasi untuk tersebar lewat udara

karena spora kering tersebut terbentuk di ujung filamen berbentuk rantai dan siap disebarkan angin. Ketika berada di udara bakteri menjadi tidak aktif, mereka hanya melekat pada partikel debu. Penyebaran bakteri di udara juga sangat dipengaruhi oleh partikel-partikel/tetesan kecil air. Volume aerosol yang cukup ringan terbawa angin ini lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri sehingga bakteri dapat mudah terlarut didalamnya dan tersebar di udara. Aerosol dapat terbentuk oleh kegiatan-kegiatan yang dapat memisahkan dan menyebarkan formasi air seperti batuk, bersin, semprotan air, cipratan air, gelembung udara di dalam air, dll. Spora fungi dan sel yeast juga merupakan faktor pengontaminasi yang penting. Beberapa jenis umum jamur yang sering ditemukan dan yang bertanggung jawab terhadap pembusukan adalah Aspergillus dan Penicillium. Jenis ini tidak mempunyai mekanisme penyebaran spora secara aktif tetapi mereka memproduksi banyak spora kecil yang kering sehingga akan beratahan lama dari kekeringan dan radiasi. Beberapa fungi seperti Fusarium menghasilkan spora yang umumnya tersebar saat keadaan udara lembab. Saat kelembaban udara (relative humidity) menurun seperti ketika pergantian malam ke siang, sporofor Cladosporium akan bereaksi dengan memelintir dan lepas sehingga tersebar ke udara dan menjadikannya jenis yang sering dijumpai di siang hari (Adam dan Moss, 2000). 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan mikroorganisme di udara. Keberadaan mikroorganisme di udara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kelembaban udara, ukuran dan konsentrasi partikel debu, temperatur, aliran udara, jenis mikroorganisme. Semakin lembab (banyak uap dan partikel air) maka kemungkinan semakin banyak kandungan mikroba di udara karena partikel air dapat memindahkan sel-sel yang berada di permukaan. Begitu juga dengan partikel debu, semakin tinggi konsentrasinya dan semakin kecil ukuran partikel debu maka semakin banyak jumlah mikroba di udara. Jika suhu di suatu ruangan dinaikkan maka akan berdampak pada kekeringan di udara, tetapi perlu diperhatikan bahwa suhu tinggi dapat menaikkan suhu air sehingga memudahkan proses penguapan air. Aliran udara yang tinggi juga mampu mempercepat penguapan dan menerbangkan partikel debu. Pada umumnya keadaan udara yang kering dan mengandung sedikit debu memiliki konsentrasi mikroorgansime yang rendah. Selain itu jenis mikroba udara juga dipengaruhi oleh sumber-sumber pertumbuhan mikroorganisme. Lingkungan peternakan tentunya memiliki komposisi mikroorganisme udara yang berbeda dengan lingkungan rumah sakit atau lingkungan produksi minuman ringan. Kontaminasi mikroorganisme dari udara dapat dikurangi melalui beberapa usaha yaitu mengontrol partikel debu dengan menyaringnya, membuat udara positif dalam ruangan aseptik (udara positif dibuat dengan meninggikan tekanan di suatu ruang sehingga udara akan selalu mengalir ke tekanan yang lebih rendah), mengurangi kelembaban udara, dan memasang lampu UV. Pengukuran konsentrasi mikroorganisme udara dalam suatu ruangan tertutup maupun terbuka harus memperhatikan beberapa hal penting berikut: aliran udara pernafasan, jendela dan pintu, letak dan sitem ventilasi, ada atau tidaknya sistem penyaringan, sirkulasi udara, kecepatan angin, letak sumber bahan pengontaminan (sampah, saluran pembuangan, wastafel dll.), AC, tekanan udara dalam suatu ruang, jumlah orang/ lalulalang operator, adanya kayu atau bahan berpori. dll.

3.Berbagai macam metode untuk mengambil sampel mikoorganisme di udara. Berikut adalah beberapa macam metode yang diklasifikasikan berdasarkan prinsip kerjanya. A.Metode non kultur (non-culturable / non-vialbe air sample) -spore trap Dasar metode non kultur adalah dengan menjebak mikroorganisme pada suatu alat kemudian mikororganisme yang terjebak dihitung secara langsung (saat itu juga tanpa inkubasi) dengan mikroskop. Dasar teknik ini adalah sama dengan metode impaction atau filtration yang akan dijelaskan kemudian. Cara ini hanya spesifik digunakan untuk menghitung spora jamur maka disebut juga jebakan spora (spore trap). Spora yang dihitung tidak memperdulikan apakah spora tersebut mampu untuk berkecambah atau tidak. Beberapa jenis spore trap adalah Air-O-Cell, Allergenco, VersaTrap, Burkard, Cyclex, Cyclex-d, Micro-5 dll. Cara kerjanya adalah dengan menyedot udara memasuki alat lalu partikel yang terbawa akan ditumbukkan dengan substrat sampling yang lengket, kemudian sisa udara keluar lewat lubang. Spora yang menempel langsung dihitung dan diidentifikasi. Kelebihan metode non kultur adalah : -mudah digunakan. -dapat membedakan jenis jamur secara cepat berdasarkan bentuk spora. -cepat dan dapat menghemat waktu (tanpa inkubasi). -tidak tergantung pada jenis media pertumbuhan yang cocok. -bisa juga untuk mendeteksi partikel udara lainnya seperti hifa, polen, fragmen epitel kulit dll. -cocok untuk menghitung spora yang dihubungkan dengan dampak alergi karena alergi dapat dipicu oleh spora hidup atau mati. Kekurangan metode ini adalah : -tidak dapat membedakan jenis jamur lebih jauh atau lebih detail (misalnya morfologi spora Aspergillus sp. dan Penicillium sp. umumnya sama). -tidak dapat membedakan spora yang mampu untuk tumbuh atau spora mati. -Kurang cocok dipakai untuk mendeteksi sel vegetatif atau endospora bakteri.

B.Metode kultur (culturable / viable air sample) Semua metode kultur menggunakan suatu media pertumbuhan dapat berupa agar dalam cawan petri atau agar strips untuk menumbuhkan mikroorganisme yang terjebak. Kelebihan metode kultur adalah : -dapat digunakan untuk mendeteksi bakteri (tidak hanya spora saja).

-memiliki gambaran berapa jumlah mikroorganisme hidup yang berada di udara. -dapat menentukan jenis mikroorganisme sampai spesies karena mempunyai koloni tunggal yang dapat dikultur lagi. Kekurangannya adalah : -membutuhkan waktu inkubasi yang lama. -tidak begitu akurat mengingat spora yang rusak dan tidak mampu tumbuh tidak terhitung. -pertumbuhan jenis mikroorganisme tergantung jenis media yang digunakan sehingga mikroorganisme yang tidak mampu tumbuh pada media tersebut tidak akan terdeteksi. -jumlah total mikrorganisme mungkin dapat mengalami kesalahan karena koloni dapat bertindihan dan adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan koloni. -pada umumnya dalam pengoperasiannya metode ini dapat memakan dana yang cukup besar. a.Metode pasif Disebut dengan metode pasif karena membiarkan partikel udara mengenai sendiri pada permukaan media pertumbuhan. Exposure Plate Cara pengambilan sampel metode exposure plate adalah dengan memaparkan cawan /settle plate (umumnya digunakan cawan d=9cm) berisi media pertumbuhan non selektif ke udara terbuka selama waktu tertentu. Partikel udara yang mengendap karena gravitasi akan menempel pada permukaan agar. Pada umumnya cawan dibiarkan selama beberapa menit selanjutnya diinkubasi pada temperatur yang sesuai (misalnya 35C untuk Total Count atau 25C untuk Yeast and Mold). Exposure plate cocok digunakan pada ruangan tertutup yang aliran udaranya tenang. Metode ini bukan merupakan metode kuantitatif dan lebih berguna untuk mengetahui kecenderungan jumlah mikroorganisme di udara secara mudah dan murah. Cara ini bukan tergolong metode kuantitatif karena tidak dapat dihitung seberapa besar volume udara yang mengendap dan sangat tergantung kecepatan aliran udara dan diameter cawan yang dipakai. Selain kekurangan diatas, partikel udara yang sangat kecil dan tidak cukup berat untuk terendap menjadi tidak dapat terdeteksi dengan metode ini. b.Metode aktif Metode pegambilan udara secara aktif adalah dengan memaksa udara bergerak memasuki suatu pipa pada peralatan untuk menjebak partikel yang terkandung didalamnya. Terdapat tiga prinsip dalam pengumpulan sampel udara secara aktif, yatiu: Impingement Dasar teknik ini adalah dengan menjebak partikel udara saat gelembung udara dilewatkan dalam cairan. Alat yang biasa digunakan adalah liquid impinger AGI-30 (ACE Glass,Vineland, NJ). AGI-30 umumnya beroperasi pada debit aliran 12,5 L/menit dengan 20 ml cairan pengumpul (0,1% pepton solution+ 0,1 ml anti-foam agent) selama 20 atau 30 menit. Pelarutan partikel udara dalam cairan terjadi ketika udara ditekan dan bertumbukan dengan permukaan cairan. Cairan pengumpul dapat berupa air steril atau media pertumbuhan (pepton) dan jika setelah selesai pengambilan sampel cairan ini dapat dikultur untuk menghitung mikroorgansime yang ada dengan metode yang tepat. Beberapa metode untuk mengkultur cairan tersebut adalah dengan mengambil 0,1 ml untuk spread plate dengan beberapa kali ulangan atau memakai metode filtrasi membran dengan ukuran sampel yang sesuai (Pepper dan Gerba, 2004). Jika waktu

pengambilan diperpanjang maka akan memperbesar evaporasi cairan dan dapat menonaktifkan mikroorganisme yang telah terjebak. Pengenaan sel mikoroganisme ke dalam cairan dapat menyebabkan kerusakan sel dan hold time sampel yang lama akan menyediakan waktu yang cukup untuk mikroorganisme berkembang biak pada cairan pengumpul berupa media pertumbuhan. Kelebihan alat ini adalah murah, mudah digunakan, dan portable. Jika debit aliran udara tidak dapat ditentukan berdasarkan kecepatan pompa dan diameter pipa penyedot maka cara ini tidak tergolong cara pengambilan sampel kuantitatif karena satuannya tidak dapat ditentukan dengan jelas. Efisiensi dari AGI-30 akan menurun tajam jika digunakan lebih dari 30 menit karena cairan pengumpul yang memiliki viskositas rendah dapat terevaporasi dengan mudah. Untuk mengurangi kelemahan ini telah dirancang alat biosampler dengan cairan pengumpul dari minyak berupa non-evaporating heavy white mineral oil (kekentalan lebih tinggi) yang mampu mengumpulkan udara selama 4 jam. Hal ini memberi keuntungan saat digunakan pada udara yang memiliki sedikit partikel sehingga dibutuhkan volume sampel udara yang besar. Sebaiknya pelaporan jumlah perhitungan mikroorganisme menggunakan AGI-30 memakai satuan CFU/m3. Menurut Pepper dan Gerba (2004), berdasarkan debit aliran udara sebesar 12,5L/menit maka perhitungannya menjadi:

Impaction Dasar teknik impaction adalah dengan menempelkan partikel udara pada permukaan padat media dengan cara menumbukkannya. Udara masuk ke dalam alat dengaan disedot oleh pompa lalu Teknik ini biasanya menggunakan media agar padat sebagai substrat langsung penempelan partikel udara dan secara umum teknik impaction lebih banyak digunakan karena kelebihan tersebut.

-Sieve impactor (six stage Andersen air sampler) Udara yang masuk ke dalam alat Andersen air sampler (Anderson Instruments Inc., Smyra, GA) disedot oleh pompa udara (28,3 L/menit) sehingga udara mengalir dari atas ke bawah. Alat ini menggunakan 6 tingkatan tumbukan yang bisa memisahkan partikel berdasarkan ukurannya. Setiap tingkatan diisi oleh satu media pertumbuhan (27 ml) yang berada dalam cawan petri. Semakin tinggi tingkatannya (kebawah) lubang (setiap tingkat memiliki lubang berjumlah 400) tiap tingkatan akan semakin kecil (Maier et.al., 2000). Tumbukan yang terjadi pada Andersen sampler adalah dengan merubah aliran udara tangensial yang mendadak atau dengan menabrakkan partikel udara ke permukaan agar sehingga kelembaman pada pertikel akan menjatuhkannya. Kemudian angin akan melewati pinggir cawan dan menuju tingkat selanjutnya. Kecepatan aliran udara yang terjadi semakin ke bawah semakin cepat sehingga secara bertahap partikel yang tertabrak dan menempel menjadi semakin kecil. Partikel udara yang besar akan terkumpul pada tingkat 1 dan partikel udara yang tidak memiliki potensial tumbukan yang cukup akan mengisi tingkat dibawahnya. Kecepatan tumbukan partikel udara pada permukaan agar sekitar 11m/detik. Partikel udara yang di benturkan dengan kecepatan seperti ini memastikan bahwa partikel dengan ukuran lebih dari 1um akan menempel. Oleh karena itu alat ini disebut juga sieve (ayakan) impactor karena kemampuan memisahkan ukuran partikel tersebut.

Setelah pengambilan sampel selesai, cawan dapat langsung diinkubasi tanpa perlakuan apapun. Perhitungan koloni pada tingkat 1 dan 2 dilakukan dengan mata telanjang atau jika terlalu penuh dilihat dengan mikroskop. Hasil hitungan pada tingkat 3-6 dihitung dengan metode yang sama atau dikonversikan dengan tabel konversi positive hole yang berfungsi sebagai pengoreksi berdasarkan teori probabilitas. Menurut Andersen (1958), tabel konversi ini dibuat berdasarkan anggapan bahwa jumlah partikel yang bertumbukan dan menempel pada cawan selama proses pengambilan sampel akan meningkat dan probabilitas beberapa partikel yang melewati lubang yang sama juga akan meningkat tapi kemungkinan/kesempatan partikel selanjutnya yang akan melewati lubang kosong (empty hole) atau lubang yang belum pernah terlewati partikel akan menurun. Misalnya ketika 9/10 lubang telah terlewati

lebih dari 1 partikel maka partikel selanjutnya yang akan lewat memiliki 1 kemungkinan dari 10 kesempatan untuk melewati lubang yang belum dilewati (empty hole). Jadi ratarata 10 tambahan partikel dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah lubang yang terlewati (positive hole) sebanyak satu. Sebelum semua lubang menjadi positif, kamungkinan beberapa lubang bisa menerima beberapa partikel dalam sekali lewat. Tabel tersebut dikalkulasi dari rumus:

Selain itu terdapat suatu efek kehilangan partikel karena menempel atau terjebak pada permukaan alat. Contohnya saat aliran udara menuju tingkat selanjutnya dibelokkan saat melewati antar sambungan dan dibelokkan lagi melewati lubang, sering dijumpai terdapat kumpulan partikel yang tersangkut pada lubang tersebut karena kelembaman

partikel tidak mampu mengikuti alur udara yang dibelokkan. Kejadian ini dinamakan wall loss. Wall loss akan mengurangi efisiensi alat ini (Vaughan, 1988).

Andersen sampler cocok digunakan untuk mengambil sampel dengan aliran udara yang cepat atau ukuran sampel yang besar seperti menghitung mikroorganisme udara pada ruang aseptis yang dimungkinkan memiliki sedikit jumlah mikroorganisme. Resiko yang ditimbulkan jika waktu pengambilan sampel terlalu lama adalah agar dapat pecah karena kekurangan air (air terevaporasi) dan meningkatkan resiko kematian sel karena sel kekeringan. Telah terbukti bahwa metode ini lebih efektif dibandingkan teknik impinger. Secara komersial banyak variasi dan modifikasi berdasarkan prisip Andersen air sampler yang beredar diantaranya adalah yang memiliki 8 tingkat, 2 tingkat atau hanya satu tingkat. Salah satunya adalah MAS 100 (MBV AG, Switzerland) yang terdiri dari satu tingkat yang memiliki kecepatan 100L/menit dan dapat menyedot sampai 2000 L setiap siklus. Hasil akhir koloni yang tumbuh tetap dikonversikan pada tabel konversi positive hole.

http://bohkasim.wordpress.com/2009/03/29/praktikum-1/

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Udara di dalam suatu ruangan dapat merupakan sumber kontaminasi mikroba. Udara tidak mengandung mikroflora secara alami, tetapi kontaminasi dari lingkungan di sekitarnya mengakibatkan udara mengandung berbagai mikroorganisme, misalnya debu, air, proses aerasi, dari penderita yang mengalami infeksi saluran pencernaan, dari ruang yang digunakan dalam fermentasi, dan sebagainya. Mikroorganisme yang terdapat di udara biasanya melekat pada bahan padat, misalnya debu atau terdapat dalam droplet air (Dwyana, 2009).

Udara sekitar ruang pengolahan sering terkontaminasi mikroba yang berasal dari debu, udara yang dikeluarkan oleh penderita penyakit saluran napas dll. Peralatan pengolahan yang tidak dicuci bersih seperti pisau (slicer), talenan, dan peralatan lain yang berhubungan langsung dengan bahan pangan; juga peralatan saji seperti piring, gelas, sendok, botol dan lain-lain. dapat menjadi sumber kontaminan (Rachmawan, 2001).

Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh setiap permukaan seperti tangan atau alat/wadah. Oleh karena itu sanitasi lingkungan sangat perlu untuk diperhatikan terutama yang bekerja dalam bidang mikrobiologi atau pengolahan produk makanan atau industri (Dwyana, 2009).

Sanitasi memegang peranan penting dalam industri pangan karena merupakan usaha atau tindakan yang diterapkan untuk mencegah terjadinya perpindahan penyakit pada makanan. Dengan menerapkan sanitasi yang tepat dan baik, maka keamanan dari pangan yang diproduksi akan dijamin aman untuk dikonsumsi (Rachmawan, 2001).

Pengetahuan dasar dan keterampilan pengujian adanya kontaminan, pengujian pengaruh penggunaan sanitasi terhadap kontaminan serta cara-cara sanitasi yang baik sangat diperlukan dalam industri pangan baik skala kecil, menengah ataupun industri besar (Rachmawan, 2001).

I.2 TUJUAN PERCOBAAN

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:

Untuk mengetahui dan menghitung jumlah koloni mikroorganisme di udara dengan menggunakan media Nutrien Agar (NA) dan Potato Dekstrose Agar (PDA),

Untuk mengetahui jumlah koloni dengan menguji kebersihan tangan sebelum dicuci dan setelah dicuci dengan antiseptik menggunakan media Eosin Methyle Blue Agar (EMBA) dan Vogel Johson Agar (VJA).

Untuk mengetahui jumlah koloni dari pengujian kebersihan alat dengan menggunakan media Nutrien Agar (NA).

I.3 WAKTU DAN TEMPAT

Praktikum ini dilaksanakan hari Sabtu 07 Maret 2009 pada pukul 13.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Makassar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari mikroba. Mikrobiologi adalah salah satu cabang ilmu dari biologi, dan memerlukan ilmu pendukung kimia, fisika, dan biokimia. Mikrobiologi sering disebut ilmu praktek dari biokimia. Dalam mikrobiologi dasar diberikan pengertian dasar tentang sejarah penemuan mikroba, macam-macam mikroba di alam, struktur sel mikroba dan fungsinya, metabolisme mikroba secara umum, pertumbuhan mikroba dan faktor lingkungan, mikrobiologi terapan di bidang lingkungan dan pertanian. Mikrobiologi lanjut telah berkembang menjadi bermacam-macam ilmu yaitu virologi, bakteriologi, mikologi, mikrobiologi pangan, mikrobiologi tanah, mikrobiologi industri, dan sebagainya yang mempelajari mikroba spesifik secara lebih rinci atau menurut kemanfaatannya (Sumarsih, 2003).

Whittaker membagi jasad hidup menjadi tiga tingkat perkembangan, yaitu: (1) Jasad prokariotik yaitu bakteri dan ganggang biru (Divisio Monera), (2) Jasad eukariotik uniseluler yaitu algae sel tunggal, khamir dan protozoa (Divisio Protista), dan (3) Jasad eukariotik multiseluler dan multinukleat yaitu Divisio Fungi, Divisio Plantae, dan Divisio Animalia. Sedangkan Woese menggolongkan jasad hidup terutama berdasarkan susunan kimia makromolekul yang terdapat di

dalam sel. Pembagiannya yaitu terdiri Arkhaebacteria, Eukaryota (Protozoa, Fungi, Tumbuhan dan Binatang), dan Eubacteria (Sumarsih, 2003).

Mikroba di alam secara umum berperanan sebagai produsen, konsumen, maupun redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan energi sinar matahari. Mikroba yang berperanan sebagai produsen adalah algae dan bakteri fotosintetik. Jasad konsumen menggunakan bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah protozoa. Jasad redusen menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi siklus unsur-unsur kimia. Contoh mikroba redusen adalah bakteri dan jamur (fungi) (Sumarsih, 2003).

Flora mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat, debu, dan tetesan cairan yang kesemuanya ini mungkin dimuati mikroba. Jumlah dan tipe mikroorganisme yang mencemari udara ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia disemprotkan melalui batuk dan bersin, dan partikel-partikel debu dari permukaan bumi diedarkan oleh aliran udara (Pelczar, 2006).

Mikroorganisme asal udara dapat terbawa partikel debu, dalam tetes-tetes cairan berukuran besar dan tersuspensikan hanya sebentar, dan dalam inti tetesan yang terbentuk bila titik-titik cairan berukuran kecil menguap. Organisme yang memasuki udara dapat terangkut sejauh beberapa meter atau beberapa kilometer. Sebagian segera mati dalam beberapa detik, sedangkan yang lain dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau lebih lama lagi. Nasib akhir mikroorganisme asal udara diatur oleh seperangkat rumit keadaan di sekelilingnya,

termasuk keadaan atmosfer, kelembapan, cahaya matahari dan suhu, ukuran partikel yang membawa mikroorganisme, ciri-ciri mikroorganismenya, terutama kerentanannya terhadap keadaan fisik di atmosfer (Pelczar, 2006).

Keselamatan tiap-tiap makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan di sekitarnya, terutama mikroorganisme. Mikroorganisme tidak dapat menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya sama sekali tergantung kepada keadaan sekelilingnya (Dwidjoseputro, 1987).

Faktor-faktor yang menguasai kehidupan bakteri antara lain sebagai berikut :

o Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan mikroba. Beberapa mikroba dapat tumbuh pada kisaran suhu yang luas. Berkait dengan pertumbuhan dikenal suhu minimum, maksimum, dan optimum. Suhu minimum adalah suhu yang paling rendah dimana kegiatan masih berlangsung. Suhu optimum adalah suhu yang paling baik untuk kehidupan jasad. Sedangkan suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang masih dapat menumbuhkan mikroba tetapi pada tingkat kegiatan fisiologi yang paling rendah (Hidayat, 2006).

o Bahan Bentuk Gas

Jenis dan konsentrasi gas dalam lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, selain dari jenis-jenis gas yang telah dibicarakan pada bab terlebih dahulu, seperti oksigen dan karbondioksida yang sangat penting untuk kehidupan bakteri. Nitrogen dan amonia adalah esensial untuk siklus nitrogen, dan H2S mengambil peranan utama dalam siklus sulfur. Tetapi selain gas yang diperlukan untuk pertumbuhan, ada pula gas-gas toksik yang

digunakan sebagai bahan untuk mematikan mikroba, seperti formalin dan etilenoksida yang sering dipakai untuk bahan disinfeksi (Irianto, 2006).

o Tekanan Osmosis

Terjadinya plasmolisis dan plasmoptisis disebabkan karena sel berada dalam lingkungan dengan tekanan osmosis lebih tinggi atau lebih rendah dari isi sel. Karena itu, untuk mempertahankan kehidupan sel harus diciptakan tekanan osmosis yang seimbang antara lingkungan dan isi sel (Irianto, 2006).

o Kelembaban dan Pengeringan

Tiap jenis mikroba mempunyai kelembaban optimum tertentu. Pada umumnya khamir dan bakteri membutuhkan kelembapan yang lebih tinggi dibandingkan jamur. Tidak semua air dalam medium dapat digunakan mikroba. Air yang dapat digunakan disebut air bebas. Banyak mikroba yang tahan hidup dalam keadaan kering untuk waktu yang lama. Misalnya mikroba yang membentuk spora, spora, dan bentuk-bentuk kista. Pada proses pengeringan air akan menguap sehingga kegiatan metabolisme terhenti (Hidayat, 2006).

BAB III

METODOLOGI

III.1 ALAT

Adapun alat yang digunakan yaitu cawan petri, kertas label dan swap steril.

III. BAHAN

Adapun bahan yang dipakai yaitu media pertumbuhan mikroba Nutrien agar, Eosin methyle blue agar, Vogel johson agar, Nacl fisiologis, sabun antispektik, tissue dan alkohol 70 %.

III. CARA KERJA

Uji kontaminasi udara

1. Menyiapkan cawan petri yang berisi media Nutrien afgar (NA ) dan Potato Dextrose agar ( PDA )dalam suatu ruangan tertutup dalam kondisi cawan petri terbuka.

2. Biarkan dalam keadaan terbuka selama 30 menit.

3. Menutup cawan petri dan menginkubasinya pada suhu 30C selama 1-2 x 24 jam.inkubasi dilakukan dengan posisi cawan terbalik.

4. Mengamati dan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada agar cawan. Kemudian menghitung densitas bakteri ( pada NA ) dan densitas khamir/ kapang ( pada PDA ). Densitas bakteri di udara : Jumlah koloni percawan x 60 menit/ 30 menit x 144 in / luas cawan ( in).

Uji kebersihan udara

1. Menyiapkan media EMBA dan VJA masing- masing sebanyak 2 cawan

2. Menyentuhkan tangan yang belum di cuci pada media EMBA dan VJA selama 5 detik.kemudian menyentuhkan tangan yang telah dicuci dengan sabun antispektik pada cawan yang lainnya.

3. Semua cawan diinkubasikan secara terbalik pada suhu 30c selama 1 2 hari. Mengamati pertumbuhan mikroba tersebut. Memperhatikan koloni hitam pada VJA dan koloni hijau metalik dan merah muda pada EMBA.

Uji kebersihan alat

1. Menyiapkan swap yang telah direndam dalam larutan buffer fosfat/ Nacl 0,85%.

2. Memeras swap dengan cara menekankan pada dinding tabung kemudian dipakai untuk menyeka permukaan alat alat gelas seluas 10 cm.

3. Selanjutnya mengusapakan secara merata pada seluruh permukaan media cawan petri berisi medium nutrient agar ( NA ) dan menginkubasinya pada suhu 30C selama 24 jam

4. Menghitung jumlah koloni yanag tumbuh pada permukaan cawan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 HASIL

Uji kontaminasi udara

Nutrien agar ( NA )

KETERANGAN Jumlah koloni 38

Potato Dextrose agar ( PDA )

KETERANGAN Jumlah koloni 2

Uji kebersihan tangan

Eosin methyl blue ( EMBA ) Tangan Sebelum dicuci sabun antispektik

Eosin methyl blue ( EMBA ) setelah dicuci sabun antispektik

Keterangan :

Keterangan : Terdapat koloni bakteri, berwarana merah muda dan berbentuk

Koloni merah muda, Ada koloni bakteri yang tumbuh Vogel Johson agar ( VJA )tangan sebelum dicuci sabun antispektik

bulat. Bakteri tersebut dari golongan colyform Vogel Johson agar ( VJA ) setelah dicuci antispektik

Keterangan : Koloni putih kekuningan

Keterangan : Koloni berwarna kuning, bukan berasal dari golongan staphylococcus

Uji kebersihan alat

Nutrien agar ( NA )

IV. 2 PEMBAHASAN

Uji kontaminasi udara

Media yang digunakan untuk menguji adanya kontaminasi udara adalah media NA dan PDA. Masing-masing media tersebut dituangkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan terbuka selama 30 menit. Setelah itu ditutup dan kemudian diinkubasikan selama 1 hari pada suhu 37C.

Hasil yang diperoleh adalah bahwa untuk media NA tumbuh koloni bakteri yang berwarna putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat-bulatan kecil dan kasar, dan jumlah koloni yang tumbuh adalah 38 koloni.

Sedangkan pada media Potato Dextrose (PDA) Hari pertama inkubasi, terdapat sedikit bakteri, lalu pada hari ketiga tumbuh jamur yang bercabangcabang dan berserabut yang dikenal sebagai hifa dan terdapat 2 koloni yang tumbuh pada media ini.

Tumbuhnya bakteri pada NA dan kapang pada PDA menunjukkan bahwa medium agar (NA dan PDA) terkontaminasi dengan udara sekitarnya. Dan ini membuktikan bahwa mikroorganisme ada yang hidup di udara. Hal ini berarti bahwa udara di dalam ruangan dapat merupakan sumber kontaminasi mikroba.

Uji kebersihan tangan

Kontaminasi oleh mikroorganisme dapat terjadi setiap saat dan menyentuh setiap permukaan seperti tangan atau alat/wadah. Hasil yang diperoleh pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

Bahwa setelah diinkubasi, pertumbuhan koloni hitam pada VJA dan koloni hijau metalik dan merah muda pada EMBA. Media EMBA dengan menggunakan antiseptic menunjukkan hasil yang positif dengan terbentuknya pertumbuhan koloni. Hal ini, mengindiokasikan bahwa mungkin saja proses pencucian dengan menggunakan antiseptic tidak dilakukan dengan diteliti sehingga masih terdapat mikroba pada permukaan kulit tangan dan atau dikarenakan tangan praktikan menyentuh permukaan wadah atau meja yang terdapat mikroba setelah mencuci

tangannya. Sedangkan EMBA yang telah disentuh tangan tanpa antiseptic memberikan hasil yang positif dengan terbentuknya koloni dari bakteri koliform yang berwarna merah muda

Media pertumbuhan Vogel Jhonson Agar yang telah disentuh tangan dengan menggunakan antiseptic menunjukkan terbentuknya pertumbuhan koloni. Sedangkan VJA tanpa antiseptic tidak terdapat koloni. Terdapatnya bakteri pada tangan setelah pemakaian antiseptic bisa disebabkan karena pada proses pencucian tangan tidak steril dan setelah mencuci tangan menyentuh permukaan meja yang mungkin terdapat sekumpulan mikroba dan faktor lainnya yaitu tidak sterilnya alat yang digunakan (cawan Petri) dan tidak sterilnya tempat pelaksanaan percobaan (enkas). VJA yang disentuhkan dengan tangan tanpa dibersihkan dengan antiseptic tidak ada koloni yang tumbuh, karena bisa dikarenakan oleh media VJA dalam keadaan steril.

Uji kebersihan alat

Media yang digunakan untuk menguji kebersihan alat adalah nutrient agar (NA). Adapun hasil yang telah didapat adalah bahwa tumbuh koloni mikroba pada permukaan cawan, berbentuk bulat-bulat kecil atau bisa juga dikatakan berbentuk titik-titik. Koloni tersebut berwarna putih kekuningan. Jumlah koloni yang tumbuh tidak dapat dihitung karena jumlahnya terlalu banyak untuk dihitung (TBUD).

BAB V

PENUTUP

V.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari percobaan ini berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan di atas adalah sebagi berikut:

Pada uji kontaminasi udara pada Media Nutrien Agar, jumlah koloni sebanyak 38 koloni, sedangkan pada media Potato Dekstrose Agar jumlah koloni sebanyak 2 koloni.

Pada media pertumbuhan bakteri Eosin Methylen Blue Agar terbentuk koloni bakteri coliform yangberwarna merah muda, lalu pada media pertumbuhan Vogel jhonson Agar terbentuk koloni hitam.

Jumlah koloni yang ternetuk pada media pertumbuhan Nutrien agar sangat banyak (terlalu banyak untuk dihitung).

V.2 SARAN

Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai nama mikroba yang tumbuh pada medium yang diujikan.

Sebaiknya kebersihan laboratorium ditingkatkan lagi. Keramahan asisten tetap dipertahankan.

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Malang. Dwyana, Zaraswaty dan Nur Haedar. 2009. Penuntun praktikum Mikrobiologi Pangan. Jurusan Biologi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hidayat, N. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi, Yogyakarta. Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1. CV. Yrama Widya, Bandung. .Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. Penerbit UI-Pres. Jakarta. Rachmawan, Obin. 2001. Sumber Kontaminasi dan Teknik Sanitasi. http://202.152.31.170/modul/pertanian/pengendalian_mutu/sumber_kontaminasi_dan_tekni k_sanitasi.pdf. Didownload pada tanggal 25 Maret 2009 Sumarsih, Sri. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian UpnVeteran. Yogyakarta.

http://biologi.blogsome.com/2011/12/03/ada-mikroba-di-udara/ ADA MIKROBA DI UDARA


Oleh Mustahib, S.Pd.Si. December 3, 2011 Mungkinkah di udara terdapat bakteri, virus, spora jamur dan sebangsanya? Maka jawabannya ya! Bahkan banyak. Artikel berikut akan membahasa tentang mikroba yang mungkin ada di udara yang tiap hari kita hirup. Atmosfer tersusun atas 2 lapisan utama yaitu troposfer dan stratosfer. Troposfer tersusun atas lapisan laminar, lapisan turbulen, lapisan friksi luar, dan lapisan konveksi. Atmosfer mengandung partikel-partikel yang disebut sebagai aerosol, salah satu komponen aerosol yaitu bioaerosol yang terdiri antara lain mikroba dan pollen (Sofa, 2008). Sebenarnya tidak benar-benar ada organisme yang hidup di udara, karena organisme tidak dapat hidup dan terapung begitu saja di udara. Flora mikroorganisme udara terdiri atas organisme yang terdapat sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap kegiatan manusia agaknya menimbulkan bakteri di udara. Batuk dan bersin menimbulkan aerosol biologi (yaitu kumpulan partikel udara). Kebanyakan partikel dalam aerosol biologi terlalu besar untuk mencapai paru-paru, karena partikel-partikel ini tersaring pada daerah pernapasan atas. Sebaliknya, partikel-partikel yang sangat kecil mungkin mencapai tapak-tapak infektif yang berpotensi. Jadi, walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme, kehadirannya hampir selalu dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara (Volk & Wheeler, 1989). Mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapimerupakan pembawa bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang kesemuanya ini mungkin dimuati mikroba. Untuk mengetahui atau memperkirakan secara akurat berapa jauh pengotoran udara sangat sukar karena memang sulit untuk menghitung organisme dalam suatu volume udara. Namun ada satu teknik kualitatif sederhana, menurut Volk & Wheeler (1989) yaitu mendedahkan cawan hara atau medium di udara untuk beberapa saat. Selama waktu pendedahan ini, beberapa bakteri di udara akan menetap pada cawan yang terdedah. Semakin banyak bakteri maka bakteri yang menetap pada cawan semakin banyak. Kemudian cawan tersebut diinkubasi selama 24 jam hingga 48 jam maka akan tampak kolonikoloni bakteri, khamir dan jamur yang mampu tumbuh pada medium yang digunakan. Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Daerah yang berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Sebaliknya hujan, salju atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah organisme di udara dengan membasuh partikel yang lebih berat dan mengendapkan debu. Jumlah mikroorganisme menurun secara menyolok di atas samudera, dan jumlah ini semakin berkurang pada ketinggian (altitude) yang tinggi (Volk & Wheeler, 1989). Menurut Irianto (2002), jumlah mikroorganisme yang mencemari udara juga ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia yang

disemprotkan melalui batuk dan bersin, dan partikel-partikel debu, yang terkandung dalam tetestetes cairan berukuran besar dan tersuspensikan, dan dalam inti tetesan yang terbentuk bila titik-titik cairan berukuran kecil menguap. Organisme yang memasuki udara dapat terangkut sejauh beberapa meter atau beberapa kilometer; sebagian segera mati dalam beberapa detik, sedangkan yang lain dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan lebih lama lagi. Nasib akhir mikroorganisme yang berasal dari udara diatur oleh seperangkat rumit keadaan di sekelilingnya (termasuk keadaan atmosfer, kelembaban, cahaya matahari dan suhu), ukuran partikel yang membawa mikroorganisme itu, serta ciri-ciri mikroorganismenya terutama kerentanannya terhadap keadaan fisik di atmosfer. Kandungan mikroba di dalam udara Meskipun tidak ada mikroorganisme yang mempunyai habitat asli udara, tetapi udara di sekeliling kita sampai beberapa kilometer di atas permukaan bumi mengandung berbagai macam jenis mikroba dalam jumlah yang beragam. a. Udara di dalam ruangan Tingkat pencemaran udara di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti laju ventilasi, padatnya orang, dan sifat serta taraf kegiatan orang-orang yang menempati ruangan tersebut. Mikroorganisme dapat terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut misalnya selama bersin, batuk dan bahkan saat bercakap-cakap. Titik-titik air yang terhembuskan dari saluran penapasan mempunyai ukuran yang beragam dari mikrometer sampai milimeter. Titik-titik air yang ukurannya jatuh dalam kisaran mikrometer yang rendah tinggal di udara sampai beberapa lama, tetapi yang berukuran besar segera jatuh ke lantai atau permukaan benda lain. Debu dari permukaan ini kadang-kadang akan berada dalam udara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan tersebut. b. Udara di luar atmosfer Permukaan bumi, yaitu daratan dan lautan merupakan sumber dari sebagian besar mikroorganisme yang ada dalam atmosfer. Angin menimbulkan debu dari tanah, kemudian partikel-partikel debu tersebut akan membawa mikroorganisme yang menghuni tanah. Sejumlah besar air dalam bentuk titik-titik air memasuki atmosfer dari permukaan laut, teluk, dan kumpulan air alamiah lainnya. Di samping itu, ada banyak fasilitas pengolahan industri, pertanian, baik lokal maupun regional mempunyai potensi menghasilkan aerosol berisikan mikroorganisme. Beberapa contoh antara lain, Penyiraman air irigasi tanaman pertanian atau daerah hutan dengan limbah air. Pelaksanaan penebahan air skala besar. Saringan tricling-bed di pabrik-pabrik pembersih air. Rumah pemotongan hewan dan peleburan minyak. Alga, protozoa, khamir, kapang, dan bakteri telah diisolasi dari udara dekat permukaan bumi. Contoh mengenai jasad-jasad renik yang dijumpai di atmosfer kota diperlihatkan pada tabel berikut:

Contoh udara tersebut diambil dari daerah perindustrian selama jangka waktu beberapa bulan. Bagian terbanyak dari mikroba yang berasal dari udara adalah spora kapang, terutama dari genus Aspergillus. Di antara tipe-tipe bakteri yang ditemukan ada bakteri pembentuk spora dan bukan pembentuk spora, basilus Gram positif, kokus Gram positif, dan basilus Gram negatif. Komposisi udara Komposisi baku udara yang kita hisap setiap saat, sudah diketahui sejak lama. Walaupun begitu, seiring dengan semakin kompleksnya masalah pencemaran udara, maka komposisi tersebut banyak yang berubah, khususnya karena dalam udara banyak komponen-komponen baru ataupun asing yang masuk. Dari data-data yang sudah ada, komposisi baku udara tersebut tersusun oleh komponenkomponen kimia antara lain, Nitrogen, Oksigen, Argon, CO2, Neon, Helium, metan, Kripton, NOksida, Hidrogen dan Xenon. Akan tetapi selain komponen-komponen kimia tersebut masih terdapat juga komponen lain yang bersifat hidup, yang pada umumnya berbentuk mikroba (Suriawiria, 1985). Kelompok kehidupan di udara Kelompok mikroba yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalge. Kehadiran jasad hidup tersebut di udara, ada yang dalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun dalam bentuk generatif (umumnya spora). Menurut Suriawiria (1985), pencegahan kehadiran mikroba baik secara fisik ataupun kimia yang dapat dilakukan, yaitu: Secara fisik dengan penggunaan sinar-sinar bergelombang pendek (umumnya sinar UV) sebelum dan sesudah tempat dipergunakan, ataupun dengan carapenyaringan udara yang dialirkan ke dalam tempat atau ruangan tersebut. Secara kimia dengan penggunaan senyawa-senyawa yang bersifat membunuh mikroba, baik

dalam bentuk larutan alkohol (55-75%), larutan sublimat, larutan AMC (HgCl2 yang diasamkan), dan sebagainya. Kelompok mikroba yang paling banyak ditemukan sebagai jasad hidup yang tidak diharapkan kehadirannya melalui udara, umumnya disebut jasad kontaminan (hal ini mengingat apabila suatu benda/substrat yang ditumbuhinya dinyatakan sebagai substrat yang terkontaminasi). Adapun kelompok mikroba yang termasuk dalam jasad kontaminan antara lain adalah: 1. Bakteri: Bacillus, Staphylococcus, Pseudomonas, Sarcina dan sebagainya. 2. Jamur: Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium, Trichoderma, dan sebagainya. 3. Ragi: Candida, Saccharomyces, Paecylomyces, dan sebagainya. Banyak jenis dari jamur kontaminan udara yang bersifat termofilik, yaitu jamur yang tahan pada pemanasan tinggi di atas 800C, misal selama suatu benda/substrat sedang disterilkan. Ketahanan ini umumnya kalau mereka sedang berada di dalam stadia/ fase spora. Ini terbukti bahwa walaupun suatu substrat/media sudah disterilkan, tetapi di dalamnya setelah melewati waktu tertentu kemudian tumbuh dan berkembang pula bakteri ataupun jamur tanpa diharapkan sebelumnya (Suryawiria, 1985). Ruangan tempat pembedahan di rumah-rumah sakit sangat dihindari sekali kehadiran mikroba kontaminannya. Karenanya ruangan tersbut akan di jaga kebersihannya sebelum dipergunakan untuk keperluan operasi secara menyeluruh (Suryawiria, 1985) . diambil dari: iqbali.com

You might also like