You are on page 1of 166

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Saat ini persaingan bisnis dalam berbagai industri berlangsung secara
dinamis sejalan dengan perubahan lingkungan eksternal. Tingkat persaingan
yang semakin ketat, selera konsumen, kemajuan teknologi, serta perubahan
sosial ekonomi memunculkan tantangan bagi perusahaan di era-global.
Perubahan-perubahan tersebut memaksa perusahaan untuk melaksanakan
pengembangan strategi pemasaran. Strategi pemasaran yang dimiliki perusahaan
hendaknya tidak mudah ditiru oleh pesaing dan menopang tercapainya
keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Lingkungan persaingan yang ketat
(hypercompetitive environment), akan menyebabkan strategi bersaing yang
dibutuhkan oleh organisasi merupakan strategi yang mampu memperbaiki
kinerja sehingga dapat diterima dengan baik oleh pasar sasaran (target market).
Globalisasi sebagai suatu fenomena yang ditandai dengan adanya peningkatan
efektivitas di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan
terjadinya perubahan lingkungan yang begitu cepat (environmental turbulence)
dengan berbagai implikasi yang luas terhadap berbagai aktivitas organisasi, baik
bisnis maupun publik. Hammer & Champy (2004:92) menyatakan globalisasi
bisnis yang terjadi telah berdampak pada apa yang disebut "3C" yakni
Customer, Competition and Change. Pertama, customer memegang kekuasaan
yang lebih besar dibanding produsen, sehingga telah mengubah filosofi mass


2
production menjadi mass customization. Kedua, persaingan semakin meningkat
(competition intensities); Ketiga, perubahan (change) yang mempengaruhi
seluruh aspek bisnis dan terjadi secara terus menerus, sehingga perubahan
menjadi suatu hal yang normal.
Dewasa ini banyak organisasi kelas dunia (world class organization)
telah mengalami kesulitan menghadapi lingkungan yang terus berubah,
implikasinya perencanaan sulit diformulasikan dan implementasi program bisnis
secara efektif dan rasional sulit tercapai. Hal serupa dirasakan di Indonesia,
iklim usaha telah banyak mengalami perubahan mendasar dalam sistem dan
tatanan perekonomian nasional. Banyak organisasi domestik maupun asing di
berbagai sektor usaha telah mencoba menjalankan berbagai program rekayasa
engineering. Saat ini konsumen memiliki banyak pilihan produk dan jasa
dengan berbagai tingkat mutu dan pelayanan. Hanya produk yang dapat
memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen serta memberikan kepuasan
yang dapat bertahan dalam persaingan. Selanjutnya, hanya perusahaan yang
berwawasan pada pelanggan yang akan tetap hidup karena dapat menciptakan
nilai yang lebih unggul dibanding pesaing-pesaingnya. Perusahaan dituntut
untuk mampu menawarkan barang atau jasa dengan kualitas pelayanan yang
diberikan pada konsumen dari waktu ke waktu. Konsumen yang semakin
pandai dan terdidik menyebabkan keinginan dan kebutuhannya berubah sangat
cepat. Perusahaan sudah semestinya lebih terfokus pada konsumen agar dapat
memenangkan persaingan. Dengan memberikan kepuasan pada konsumen
maka akan dapat membangun kepercayaan konsumen dan akhirnya tercipta


3
hubungan yang erat antara konsumen dan perusahaan. Kotler & Keller
(2009:45) menyatakan menurut konsep pemasaran, perusahaan yang bisa bertahan
dan memenangkan persaingan di pasar global adalah perusahaan yang mampu
menawarkan nilai lebih dan sesuai dengan keinginan pelanggan. Selanjutnya
dikatakan bahwa tugas pemasar adalah memformulasikan kegiatan pemasaran dan
implementasi program pemasaran yang sepenuhnya terpadu untuk menciptakan,
mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai unggul (superior value) bagi
konsumen.
Lingkungan eksternal yang tidak langsung mempengaruhi organisasi
(remote societal environment forces) adalah economic forces, technological
forces, sociocultural forces dan political forces, dan lingkungan eksternal yang
langsung mempengaruhi organisasi (actors task environment/industry) yaitu
shareholder; supplier, competitors, employees, trade association, creditor,
customer; community, special interest group, dan government. Mengingat
pentingnya lingkungan eksternal bagi sebuah organisasi maka perlu melakukan
penyelarasan antara kapabilitas organisasi yang merupakan sumber keunggulan
bersaing organisasi dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara terus
menerus. Untuk mengantisipasi ketidakpastian lingkungan tersebut, orientasi
strategik memegang peranan yang sangat penting karena dapat diimplementasikan
pada berbagai aspek dan fungsi dalam organisasi sebagai alat untuk menghasilkan
kinerja. Teori kontigensi menyatakan bahwa antara strategi dan lingkungan
eksternal menentukan kelangsungan hidup dan kinerja perusahaan. Menurut para
pakar dan peneliti, bahwa pada umumnya perusahaan yang menyelaraskan strategi


4
atau menunjukkan tingkat adaptif dan fleksibilitas yang tinggi dengan lingkungan
eksternal memperlihatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan
perusahaan yang kurang berhasil menyelaraskan strategi dengan lingkungan
eksternalnya (Covin dan Slevin, 2001). Sementara Pulendran, Speed & Widing
(2000) menyatakan melalui orientasi pasar atau menjadi market driven,
perusahaan akan memperoleh informasi pasar yang cepat, aktual, akurat, dan
berorientasi tindakan sebagai upaya untuk menghasilkan keunggulan berdaya
saing berkelanjutan (Superior competitive advantage-SCA) melalui penyajian nilai
unggul bagi pelanggan (Superior customer value-SCV). Hal ini menunjukkan
bahwa pada persaingan bebas sekarang ini, sudah semestinya perusahaan
merancang aktivitas organisasi yang berorientasi pasar.
Proses penyusunan strategi pemasaran diawali dengan analisis situasi yaitu
mengidentifikasi peluang pasar, menetapkan segmen, mengevaluasi persaingan,
serta memeriksa kekuatan dan kelemahan organisasi. Dengan melakukan scanning
lingkungan yang sistematis, pengambil keputusan dapat merevisi dan
menyesuaikan strategi pemasarannya guna tantangan dan peluang yang ada
(Kotler and Armstrong, 2006:88). Sedangkan secara teoritis upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk adalah dengan memperkecil
kesenjangan (gap) antara penawaran jasa yang diberikan dengan harapan
pelanggan (Zeithaml, Berry & Parasuraman 1988). Narver & Slater (1990)
menjelaskan orientasi pasar diarahkan untuk menciptakan superior value bagi
pelanggan dan superior performance bagi perusahaan, yang pada gilirannya akan


5
memberikan kemampuan pada perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan
jangka panjang. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Best bahwa :
Gambar 1.1 Customer Focus, Customer Satisfaction, and profitability, Sumber:
Best (2009:38).
Saat ini potensi bisnis di Indonesia luar biasa untuk dikembangkan dan
menarik untuk dibenahi serta dikelola dengan baik dimana jika melihat geografi
Indonesia yang terdiri dari kepulauan, dan letaknya yang berada di garis
khatulistiwa di antara dua benua, menjadikan Indonesia memiliki posisi geografis
yang sangat strategis umumnya dalam usaha jasa transportasi, hal ini memberikan
peluang dan kesempatan yang luas bagi dunia bisnis.
Pertumbuhan usaha jasa transportasi darat yang tampak sangat pesat,
merupakan suatu hal yang sangat menggembirakan. Terbuka kesempatan usaha
dan kesempatan kerja, bukan saja bagi sumber daya manusia di bidang
transportasi, tentu menjadi mata rantai kegiatan ekonomi yang merupakan dampak
ganda dari kegiatan lalu lintas manusia, barang dan jasa yang diciptakannya.
Namun demikian, masih banyak komplain yang diutarakan masyarakat pengguna


6
jasa angkutan darat (travel) dalam berbagai berita baik melalui media cetak koran
di surat pembaca maupun tv, berkaitan buruknya pelayanan beberapa operator
penyedia layanan jasa travel. Diantaranya seringkali terjadi penundaan
keberangkatan, atau bahkan keberangkatan mengalami pembatalan, bagasi hilang,
atau pelayanan yang tidak memuaskan sehingga menyebabkan penumpang
melakukan komplain ke pihak perusahaan. Komplain pelanggan merupakan hal
yang wajar dan seharusnya disambut dengan baik. Penanganan komplain yang
efektif justru akan dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap
perusahaan tersebut. Namun penanganan komplain yang buruk justru akan
mengakibatkan pelanggan berpindah ke perusahaan lainnya, mengingat saat ini
tingkat kompetisi bisnis angkutan darat (travel) sangat tinggi dengan banyaknya
perusahaan baru yang berdiri, dengan berbagai macam tawaran pelayanan yang
banyak memberikan janji terhadap para pelanggan atau para calon penumpang
yang akan melakukan perjalanan darat.
Berdasarkan hasil pra survei menunjukkan bahwa kinerja bauran
pemasaran jasa berada pada kategori cukup setuju, ini mengindikasikan pelanggan
merasa belum optimal pelayanan yang telah diterimanya dari perusahaan angkutan
darat (travel) sehingga kecenderungan penilaian para pelanggan (penumpang)
lebih besar pada kategori cukup setuju dibandingkan dengan kategori lainnya.
Hasil pra survei memperlihatkan bahwa respon pelanggan terhadap kinerja bauran
pemasaran jasa perusahaan transportasi darat (travel), yang setuju bahwa kinerja
bauran pemasaran jasa dinyatakan baik yaitu sebesar 38.5%, dan cukup sebesar
45,5%. Hasil ini akibat dari berbagai komplain berkaitan dengan terjadinya


7
kehilangan barang bawaan, koefisien pengaruh waktu pemberangkatan, tingkat
kenyamanan, serta kualitas pelayanan yang kurang memadai yang dirasakan oleh
pelanggan. Penumpang yang telah kecewa terhadap pelayanan kemudian tidak
melakukan komplain seharusnya perlu diwaspadai karena umumnya penumpang
tidak akan pernah kembali menggunakan jasa travel tersebut. Selain itu akan
menimbulkan terjadinya dampak domino yang lebih hebat, dimana penumpang
tersebut cenderung akan membicarakan kejelekan travel itu kepada orang lain dan
bahkan menyarankan agar orang lain tidak mencoba-coba menggunakan travel
tersebut.
Hasil pra-survei terhadap keunggulan posisi perusahaan angkutan darat
(travel) memperlihatkan bahwa respon pelanggan terhadap keunggulan posisional
perusahaan angkutan darat (travel), menyatakan bahwa keunggulan posisi baik
sebesar 34 %, dan cukup baik sebesar 48%. Masih dirasakan cukup baik
disebabkan karena adanya variasi biaya dalam perjalanan dimana biaya yang
terkadang naik pada saat menghadapi hari-hari besar perayaan keagamaan,
kesesuaian kualitas layanan dengan tarif yang diterapkan, kemudian jenis dan
umur kendaraan yang digunakan dalam perjalanan, serta pelayanan yang
dirasakan oleh setiap pelanggan setelah menggunakan jasa perusahaan angkutan
darat (travel) tersebut. Cravens & Piercy (2009:86) menyatakan segmentasi pasar
merupakan proses penempatan para pembeli didalam sebuah pasar produk
menjadi beberapa kelompok sehingga para anggota dari setiap segmen akan
memberikan tanggapan yang sama terhadap setiap strategi positioning yang
dilakukan:


8

Gambar 1.2, Segmentation in the Market Driven Strategy Process, Sumber: Cravens
& Piercy (2009:86)

Hasil pra survei citra terhadap perusahaan angkutan darat (travel)
memperlihatkan bahwa respon konsumen terhadap nilai citra sebesar 49,2%
(sedang). Citra berada pada interval sedang karena pelanggan dalam hal ini
penumpang masih dicekam oleh berbagai kejadian kecelakaan transportasi darat
saat perjalanan, sehingga mengakibatkan tingkat kepercayaan penumpangpun
menurun. Tingkat kecelakaan lalu lintas darat dari berbagai perusahaan
transportasi darat di Indonesia menunjukkan lemahnya pengelolaan sistem
keamanan transportasi darat di tanah air, yang berdampak pada keputusan-
keputusan yang merugikan penumpang implikasinya penumpang tidak percaya
begitu saja bahwa perusahaan angkutan darat (travel) dapat menjamin keamanan
dan keselamatan saat perjalanan. Tingginya tingkat kecelakaan transportasi darat
di Indonesia, berdampak pada masalah image/citra buruk yang melekat pada
perusahaan transportasi darat. Image yang muncul akan menimbulkan persepsi


9
nasional/internasional bahwa tingkat keselamatan dalam layanan kita setara
dengan sebagian besar negara-negara berkembang di Afrika. Hal ini sesuai
penelitian Ball dan Pedro (2006:391) yang menyatakan bahwa image akan
memberikan pengaruh positif terhadap kepercayaan pelanggan. Kepercayaan
(trust), menjadi sangat penting peranannya dalam membina hubungan, terutama
pada usaha jasa yang penuh ketidakpastian, risiko dan kurangnya informasi
diantara pihak-pihak yang saling berhubungan. Hal ini yang menyebabkan
kosumen menginginkan kepercayaan penuh terhadap penyedia jasa. Menurut
Jasfar F (2005:164).
Wisatawan domestik merupakan salah satu segmen yang dilayani.
Wisatawan domestik di Indonesia sebagian besar bergerak dengan menggunakan
moda transportasi darat. Berdasarkan semua kategori yang diberlakukan oleh
pemerintah dalam mencatat statistik jumlah wisatawan mancanegara, jumlahnya
per September 2009 mencapai lebih dari 493.799 orang, sehingga nilai rupiah
yang dibelanjakan dalam kerangka kegiatan wisata diklaim mencapai milyaran.
Gambaran situasi itu mengindikasikan, betapa bisnis transportasi di Indonesia
mempunyai prospek yang demikian cerah, bersamaan dengan harapan akan
perannya yang penting dalam pengembangan kegiatan masyarakat. Berkaitan
dengan pariwisata, perannya juga dominan untuk kegiatan internasional, walau
harus berbagi dengan moda transportasi lain, yaitu angkutan udara dan laut.
Belakangan ini memang timbul gejala paradoks antarmoda angkutan. Travel
dalam negeri yang tumbuh pesat, sejalan dengan persaingan bisnis dalam merebut
pasar penumpang, berkembang sedemikian rupa sehingga terjadi pergeseran


10
pasar, dimana calon penumpang bertambah dan memiliki berbagai pilihan moda
angkutan darat, udara dan laut untuk melakukan perjalanan.
Dengan melihat kondisi pasar tersebut maka perusahaan-perusahaan
transportasi terus bergerak secara dinamis. Perkembangan yang terjadi saat ini
mengarah pada pergeseran paradigma bisnis, dari semula berciri tradisional
menuju pola bisnis yang lebih modern. Dimana kompetisi usaha semakin tajam
sehingga perusahaan mulai membenahi diri dengan konsep dan model bisnis yang
mampu bersaing, unggul pada produk dan jasa serta memberikan manfaat yang
besar bagi perusahaannya. Bisnis dan usaha yang mampu berkembang dengan
cepat memiliki orientasi pasar yang kuat. Mereka terus menerus selaras dengan
kebutuhan pelanggan, strategi para pesaing, mengubah kondisi-kondisi
lingkungan dan perkembangan teknologi, dan mereka mencari cara untuk
mengembangkan secara berkelanjutan solusi-solusi yang mereka berikan terhadap
target pelanggan (Best 2009:36). Proses ini memungkinkan mereka selalu
bergerak, sering kali memimpin perubahan, dan berkinerja tinggi. Buchari Alma
(2005b:372) menyatakan untuk membentuk citra baik terhadap organisasi, dalam
rangka menarik minat sejumlah calon konsumen, maka perusahaan akan
melaksanakan berbagai upaya strategi yang dikenal dengan strategi pemasaran.
Kelangsungan organisasi tergantung pada sumber daya yang dimiliki dan
strategi apa yang dipilih dalam memberdayakan sumber daya internal itu untuk
merespons ancaman dan peluang eksternal (Barney dalam Campbell, 1997:26;
Hit, Ireland dan Hoskisson, 1999:81). Pendapat ini didukung Urban dan Star
(1991:79) yang menyatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi dalam


11
mencapai kinerja pemasaran tergantung sejauh mana organisasi tersebut
mampu menerapkan strategi pemasaran yang tepat pada konsumen sasarannya.
Song & Parry (2001) menyatakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan
pimpinan adalah membuat ukuran atau patokan dengan tujuan meningkatkan
kinerja organisasi seperti peningkatan kinerja pemasaran, dan reputasi perusahaan,
yang dapat mendorong laju perusahaan melakukan penetrasi pasar.
Era transformasi dari perjalanan sains dan teknologi secara global
melahirkan tantangan adaptasi dan tingkat penyesuaian dari berbagai sektor dan
bidang serta tantangan persaingan semakin ketat dibutuhkan pelaksanaan strategi
bauran pemasaran masa depan untuk menghadapi tantangan yang
berkesinambungan dalam persaingan bisnis serta mampu menguasai dan
memperoleh informasi tentang pasar, persaingan, dan kinerja pemasaran. Dengan
informasi yang diperoleh dianalisis serta mengambil tindakan untuk
merealisasikan peluang dan menghindari ancaman. Penerapan bauran pemasaran
yang tepat dalam dunia usaha yang terstruktur baik akan menciptakan keunggulan
bersaing yang kuat. Sektor usaha yang dirasakan semakin berkembang akibat dari
adanya globalisasi ini adalah sektor jasa. Hal ini antara lain ditandai oleh adanya
perubahan dalam kontribusi sektoral terhadap output nasional sebagai akibat
terjadinya pergeseran tenaga kerja nasional dari sektor pertanian ke sektor industri
untuk kemudian menuju ke sektor jasa. Sektor jasa sendiri dianggap sebagai
tahapan tertinggi dalam proses perkembangan ekonomi (Lovelock; 2002: 7).
Perspektif pemasaran strategik menempatkan nilai pelanggan sebagai
dimensi inti dalam menciptakan posisi dan kinerja suatu organisasi (Day, 1999


12
dan Sucherly, 2003:6). Oleh karena itu penerapan strategi bauran pemasaran yang
tepat merupakan sumberdaya yang sangat bernilai bagi suatu perusahaan. Kinerja
bauran pemasaran sangat penting untuk menciptakan keunggulan bersaing dalam
lingkungan bisnis yang cepat. Pada hakikatnya memiliki keunggulan bersaing
yang berkelanjutan serta mampu memuaskan konsumen baik dalam bisnis barang
maupun jasa, merupakan unsur utama dalam mencapai kinerja perusahaan terbaik.
Serta melalui terpeliharanya citra baik perusahaan, diharapkan perusahaan travel
angkutan darat akan dapat meningkatkan profitability usahanya dimasa yang akan
datang. Tujuan utama dari pemasaran adalah untuk memuaskan kebutuhan
pelanggan. Oleh karena itu tantangan pertama dalam pemasaran adalah untuk
melakukan pergeseran dan identifikasi kebutuhan pelanggan akan produk dan jasa
yang dapat dikembangkan oleh perusahaan (Dalrymple dan Parson, 1995). Kasper
(1999) mengutarakan bahwa untuk bisnis jasa, pelanggan sering menginginkan
untuk mempunyai partner yang dia percayai (trust) dan memperhatikannya. Hal
ini akan memberikan hubungan yang lebih personal dan dalam situasi ekstrim
dikatakan One-on-One personal contact .
Peningkatan permintaan akan jasa angkutan darat perlu mendapat
perhatian dan penanganan yang serius agar dapat memfasilitasi dengan baik
kebutuhan pelanggan (penumpang) moda transportasi angkutan darat, sehingga
diperlukan peningkatan program kinerja bauran pemasaran jasa, keunggulan
posisional dan citra yang memadai dalam menciptakan keunggulan bersaing
perusahan jasa angkutan darat (travel).


13
Berdasarkan uraian di atas maka dirasakan perlu melakukan penelitian
tentang Analisa Bauran Pemasaran Jasa dan Keunggulan Posisional sebagai
Strategi Keunggulan Bersaing dampaknya terhadap Citra Perusahaan
Angkutan Darat (Travel).

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
Terciptanya fenomena ketidakpuasan dan kekurang-percayaan
penumpang terhadap perusahaan angkutan darat (travel) menyebabkan
terciptanya zona gap sehingga dibutuhkan usaha untuk menjembatani kegiatan
masyarakat pengguna transportasi angkutan darat dimana perusahan tidak hanya
harus mampu memberikan fasilitas akan tetapi faktor paling penting adalah
bagaimana memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya. Keterkaitan
sekelompok orang atau individu tertentu sebagai pengguna jasa yang lebih
bersifat banyak menuntut, agresif, dan mudah kecewa akan memberikan suatu
permasalahan jika pelayanan yang kita berikan dirasakan kurang memadai, hal
ini yang perlu diantisipasi sedemikian rupa sehingga dapat diminimalisasi serta
tidak terjadi kesenjangan antara penumpang dengan penyedia jasa (travel)
khususnya masalah kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa sewaktu
menggunakan transportasi angkutan darat. Hal-hal yang dilakukan travel bagi
pelanggan pada dasarnya adalah berupaya memuaskan pelanggan, mem-
pertahankan pelanggan, membangun loyalitas, dan menciptakan customer
relationship pada tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi. Jika hal tersebut
sudah dapat dicapai oleh perusahaan maka keunggulan bersaing dan citra baik


14
perusahaan angkutan darat (travel) dalam benak konsumen akan
tertanam/diperoleh.
Terciptanya peluang pasar membuat perusahaan-perusahaan mulai
bersaing serta membenahi-diri dengan memberikan pelayanan superior baik
melalui penerapan kinerja bauran pemasaran jasa, keunggulan posisional
maupun citra kepada para pelanggan sehingga memiliki reputasi dan kinerja
baik yang secara tidak langsung mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan.
Melalui strategi kinerja bauran pemasaran jasa yang terdiri dari 7P, yaitu
produk, harga, tempat atau saluran distribusi, promosi, orang atau sumberdaya
manusia, tampilan fisik, dan proses yang dikembangkan perusahaan saat ini
diharapkan mampu menjawab tingkat kebutuhan akan nilai kepuasan dan dapat
memberikan pelayanan yang superior kepada pelanggan perusahaan angkutan
darat (travel) di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan kajian evaluasi dan analisa terhadap
permasalahan menyangkut kinerja bauran pemasaran jasa, keunggulan posisi dan
citra, sehingga kebutuhan pelanggan (penumpang) terakomodasi dibarengi dengan
adanya perbaikan kualitas pengelolaan oleh pihak manajemen travel dalam
menciptakan strategi keunggulan bersaing untuk mencapai target pasar.
Untuk dapat melaksanakan penelitian dengan baik dibutuhkan sebuah
dasar filosofi bagi peneliti dalam berfikir ilmiah,


15



Sumber : Umi Narimawati (2010)
Lebih lanjut, Umi Narimawati menyatakan bahwa masalah yang baik :
- Mempunyai nilai dan kelayakan penelitian dari segi manfaat/kontribusi.
- Fisibel/dapat dipecahkan (konkrit) dimana ada data dan metode
pemecahannya.
- Menarik bagi peneliti yang didukung kemampuan keilmuan.
- Spesifik mengenai bidang tertentu (jelas ruang lingkup pembahasannya).
- Berguna untuk mengembangkan suatu teori.


16
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Bagaimana implementasi dan kinerja dari bauran pemasaran jasa di
perusahaan angkutan darat (travel).
2. Bagaimana implementasi dan kinerja keunggulan posisional sebagai strategi
keunggulan bersaing pada perusahaan angkutan darat (travel).
3. Bagaimana kinerja dari nilai citra yang dimiliki oleh perusahaan angkutan
darat (travel).
4. Sejauhmana pengaruh dari kinerja bauran pemasaran jasa dan keunggulan
posisional sebagai strategi keunggulan bersaing serta dampaknya terhadap
citra perusahaan angkutan darat (travel), baik secara parsial maupun simultan.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka maksud
dari penelitian ini adalah untuk menemukan fakta, data, dan semua hal yang
berkaitan dengan permasalahan serta hubungan antar variabel penelitian,
dengan tujuan penelitian adalah untuk memperoleh bukti empiris dan analisa
fenomena mengenai pengaruh bauran pemasaran dan keunggulan posisional
sebagai strategi keunggulan bersaing dampaknya terhadap citra perusahaan
angkutan darat (travel).
Penetapan tujuan dalam penulisan tesis ini dilakukan berdasarkan masalah
yang dikaji, adapun tujuannya adalah sebagai berikut :


17
1. Untuk memperoleh hasil analisis kinerja bauran pemasaran jasa
perusahaan angkutan darat (travel).
2. Untuk memperoleh hasil analisis kinerja keunggulan posisional
perusahaan angkutan darat (travel).
3. Untuk memperoleh gambaran terhadap citra/image yang dimiliki suatu
moda perusahaan angkutan darat (travel) dari konsumen dan masyarakat
pengguna jasa.
4. Untuk memperoleh hasil analisis besarnya pengaruh kinerja bauran
pemasaran jasa, dan keunggulan posisional terhadap citra angkutan darat
(travel).

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Operasional :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
bagi para manajer perusahaan angkutan darat (travel) dalam meningkatkan
pelaksanaan kinerja bauran pemasaran jasa.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu manajemen perusahaan
angkutan darat (travel) dalam menentukan kebijakan terkait dengan
pelaksanaan program peningkatan keunggulan posisional sebagai strategi
keungulan bersaing perusahaan.
3. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat membantu manajemen perusahaan
angkutan darat (travel) di Indonesia dalam upaya memperbaiki citra/imagenya
dalam benak/pandangan konsumen pengguna jasa angkutan darat .


18
4. Besarnya pengaruh serta kinerja dari bauran pemasaran jasa dan strategi
keunggulan posisional dapat menjadi dasar dan membantu manajemen dalam
memperbaiki citra perusahaan angkutan darat (travel).

1.4.2 Manfaat Pengembangan Ilmu :
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan
ekonomi dalam bidang manajemen pemasaran, khususnya sumbangan
pengetahuan bagi para akademisi, dalam mengukur pelaksanaan kinerja
bauran pemasaran jasa, keunggulan posisional, dan citra.
2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan yang bermanfaat bagi
semua pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan, terutama dalam
merancang orientasi pemasaran strategik.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para praktisi dan pakar dalam
upaya mengembangkan variabel penelitian bauran pemasaran, keunggulan
posisional dan citra.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pendukung dan acuan
bagi penelitian lebih lanjut.

1.5 Pembatasan Masalah dan Asumsi
1.5.1 Pembatasan Masalah
Penelitian ini menganalisa kinerja bauran pemasaran (jasa),
penerapan strategi keunggulan posisional dan citra dari perusahaan
angkutan darat (travel), terbatas pada kebenaran dan kejujuran


19
pengisian data quesioner oleh para responden, dan permasalahan
lainnya yang teridentifikasi tapi tidak berada dalam kerangka
penelitian.


1.5.2 Asumsi
Pengetahuan ilmiah dapat menggambarkan semua yang terjadi
secara nyata dan bersifat empirik (berdasar fakta). Metode ilmiah
penelitian tesis ini mengikuti daur logico-hypothetico-verifikatif yaitu cara
mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu
struktur logis yang terdiri atas tahapan kerja : kebutuhan yang obyektif,
perumusan masalah, pengumpulan teori, perumusan hipotesis,
pengumpulan data/informasi/fakta, analisis data, dan penarikan
kesimpulan. Perusahaan angkutan darat (travel) dapat memperbaiki citra
dan mengoptimalkan peroleh profitnya apabila didukung oleh pelaksanaan
bauran pemasaran jasa dan keunggulan posisional yang sangat baik. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid, menggunakan model-
model matematik, statistik, komputer dan berhubungan dengan data
numerik yang bersifat obyektif. Variabel-variabel penelitiannya dapat
diidentifikasi dan dapat diukur. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara
mengumpulkan, mencatat & menganalisa data yang dikerjakan secara
sistematis berdasarkan suatu metode yang sifatnya ilmiah.



20

1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika (outline) dari Tesis ini adalah sebagai berikut :

- BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah,
tujuan penelitian dan manfaat dilaksanakanya penelitian ini
disertai dengan pembatasan masalah dan asumsi.

- BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang kajian pustaka yang menjadi landasan teoritis
penelitian ini, beserta kerangka pemikiran dan hipotesis.

- BAB III METODE PENELITIAN
Penjelasan tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini
yang dilengkapi dengan operasionalisasi variabel, sumber dan
cara penentuan data, teknik didalam pengumpulan data
penelitian, serta rancangan analisis terhadap data dan pengujian
hipotesisnya.

- BABIV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan tentang pembahasan atas hasil penelitian
yang telah dilaksanakan.


21

- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan hasil dari penelitian yang dilengkapi
dengan sejumlah saran dari peneliti

- Tesis ini juga dilegkapi dengan daftar lampiran yang berisi
tentang data-data penelitian.


















22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka
Umi Narimawati (Research Methodolgy & Research Design 2010),
menjelaskan tujuan studi pustaka atau telaah teori sebagai berikut :
Tujuan :
- Untuk mencari teori/konsep/generalisasi yang dapat digunakan sebagai
landasan teori/kerangka bagi penelitian yang akan dilakukan,
- Untuk mencari metodologi yang sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan. Untuk membandingkan antara fakta di lapangan dengan teori
yang ada.
Dilaksanakan dengan membaca sumber-sumber pustaka/bacaan sebagai berikut :
- Sumber acuan umum : buku teks, ensiklopedi, monograph dll (sumber
teori-teori dan konsep-konsep),
- Sumber acuan khusus : jurnal, buletin, tesis, disertasi, majalah ilmiah,
laporan penelitian, makalah seminar, internet dll (sumber generalisasi).

2.1.1 Jasa
Dalam berbagai literatur, para ahli pemasaran telah merumuskan berbagai
definisi jasa. Beberapa definisi tentang jasa atau pelayanan adalah sebagai berikut.
Kotler dan Keller (2009: 386), mendefinisikan jasa sebagai: A service is
any act or performance that one party can offer to another that is essentially


23
intangibles and does not result in the ownership of anything, its production may
or may be tied to a physical product., menurut Kotler, jasa adalah setiap
tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain,
yang pada dasarnya tidak berwujud (intangibles) dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan
suatu produk fisik.
Berry dalam Zeithaml dan Bitner (2003:2) menyatakan, bahwa: Service
are deeds, process and performances include all economic activities whose output
is not a physical or construction is generally consumed at the time is produced,
and provide added value in forms (such as convinience, amusement, timeliness,
comfort or health) that are essentially intangibles concerns or first purchaser.
Definisi tersebut menyatakan bahwa jasa mencakup semua aktivitas ekonomi
yang outputnya bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang secara umum
konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama, dan nilai tambah
yang diberikannya dalam bentuk (kemudahan, kecepatan, dan keramahan) yang
secara prinsip tidak berwujud (intangibles) bagi pembeli pertamanya.
Definisi lain diberikan Lovelock (2002:60) sebagai berikut: Service is a
process and a system (jasa merupakan suatu proses dan suatu sistem). Dari
definisi tersebut dapat diartikan bahwa jasa sebagai suatu proses adalah jasa yang
dihasilkan dari tiga proses input, yaitu: orang (pelanggan), material, dan
informasi. Sebagai suatu sistem, jasa adalah kombinasi antara service operations
system dan service delivery system. Service operations system merupakan
komponen-komponen yang terlihat pada operasi jasa yang dibagi menjadi


24
komponen yang berhubungan dengan service personal dan komponen yang
berhubungan dengan fasilitas fisik, perlengkapan, dan aspek berwujud lainnya.
Sedangkan service delivery system berkaitan dengan dimana, kapan, dan
bagaimana jasa disampaikan kepada pelanggan. Untuk lebih jelasnya, kombinasi
antara service operations system dan service delivery system dapat dilihat pada
gambar 2.1 di bawah ini,
Customer
Technical
Core
Physical Support
Contact Personnel
Other
Customers
Backstage
(Invisible)
Front Stage
(Visible to Customer)

Gambar 2.1
The Service Business as a System
Sumber: Langeard, et. al dalam Lovelock, 2001: 59.

Payne (1993:6) mengatakan bahwa jasa adalah suatu aktivitas yang
mempunyai elemen intangibilitas yang terkait dengan yang melibatkan interaksi
dengan pelanggan atau dengan benda disisi pelanggan dan tidak memindahkan
status kepemilikan. Selanjutnya Kotler and Keller (2006:372) menyatakan bahwa
jasa tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain
yang secara prinsip tidak berwujud (intangible) dan tidak menyebabkan
perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya dapat berbentuk secara fisik
ataupun non-fisik.
Dari beberapa definisi di atas, dapat terlihat bahwa jasa pada dasarnya
dapat berupa tindakan apa saja yang bersifat tidak berwujud (intangibles) dan


25
tidak menghasilkan hak kepemilikan bagi penggunanya, serta dirancang untuk
memuaskannya. Selain itu, jasa mempunyai dua pengertian yaitu sebagai sebuah
proses dari orang, material dan informasi, serta sebagai sebuah sistem yang
merupakan kombinasi dari service delivery operating system dan service delivery
system.
Dalrymple (1995:405) mendefinisikan produk sebagai berikut: Product
can be defined goods and servicer that fill customerneed lebih luas lagi kotler
(2000:399) menjelaskan pengertian produk:A Product as anything that can be
offered to market to satisfy a want or need. Product that are marketed include
physical goods, services, experiences, events, persons, places, properties,
organizations, information, and ideas. Pelanggan sesungguhnya tidak membeli
barang atau jasa, tetapi membeli manfaat dari sesuatu yang ditawarkan. Apa yang
ditawarkan menunjukkan sejumlah manfaat yang bisa didapat oleh pelanggan dari
pembelian suatu barang atau jasa. Hal senada juga ditegaskan oleh Keegean
(1995:477) bahwa : We shall define a Product, then , as a collection of physical,
service, and symbolic attributes which yield satisfaction, or benefits, to user or
buyer. Product management is concerned with the decition that affect the
cutomers perception of the firm product offering
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa produk
adalah merupakan seluruh penawaran dari perusahaan baik berupa fisik (barang)
maupun tidak berfisik (jasa), dimana dapat memberikan nilai tambah dan manfaat
bagi konsumen yang akan mengkonsumsi produk tersebut.



26
2.1.1.1 Karakteristik Jasa
Perusahaan angkutan darat (travel) yang bergerak dalam sektor jasa dalam
menyusun kebijakan pemasarannya harus mempertimbangkan berbagai
karakteristik (ciri-ciri) yang dimiliki oleh jasa.
Secara umum menurut Kotler dan Keller (2009:389) jasa memiliki ciri
utama yang sangat mempengaruhi rancangan kebijakan pemasaran yaitu
intangibility, insparability, variability, perishability. Demikian pula halnya
karakteristik dalam jasa angkutan darat (travel) yang meliputi: Intangibility (tidak
terwujud), Inseparability (tidak dapat dipisahkan), Variability (bervariasi),
Perishability (tidak tahan lama).

1. Intangibility (tidak terwujud)
Produk travel mempunyai sifat tidak terwujud karena tidak dapat dilihat,
disentuh atau diraba sebelum dilakukan transaksi pembelian. Untuk mengurangi
ketidakpastian, pembeli atau calon pembeli akan mencari tahu tentang kualitas
produk travel tersebut sebelum dilakukan transaksi pembelian. Bila pelanggan
membeli produk travel, maka hasil dari produk tersebut adalah digunakan,
memanfaatkan sesuai dengan kegunaannya.
Dalrymple dan Parsons (1995:470) mengemukakan bahwa, To over the lact
of physical product, marketer need to develop a tangible representation of the
service. Seorang pembeli akan menarik kesimpulan mengenai mutu jasa selain
dari pelayaan juga menilai tempat (place), manusia (people), peralatan


27
(equipment), alat komunikasi (comunication material), simbol-simbol (symbol),
dan harga (price) yang mereka lihat. Permasalahan lain dari produk travel yang
bersifat abstrak adalah konsumen mengalami kesulitan dalam mengingat akan
konsep jasa yang bersifat tidak berwujud Salah satu solusinya adalah dengan
menggunakan simbol fisik dalam advertising untuk memudahkan konsumen untuk
mengerti akan jasa yang ditawarkan.
Dalam jasa komponen produk tidak nyata adalah semua yang hanya dapat
dirasakan dan dialami sebagai suatu pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan
dan citra suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Faktor-faktor tidak nyata
lain adalah hal-hal yang dapat memberikan rasa kenyamanan bagi penumpang
sebagai manusia dan kesediaan untuk menyenangkan hati masyarakat pengguna
lainnya.

2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)
Produk yang termasuk kelompok travel umumnya diproduksi secara
khusus dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan. Jika jasa travel yang
disampaikan kepada seseorang, maka orang yang menerima jasa tersebut
merupakan bagian, karena pembeli hadir pada saat disampaikan jasa sehingga
interaksi penyedia merupakan ciri khusus dari pemasaran travel. Lain halnya
dengan barang yang biasanya di produksi dan kemudian dijual kepada pedagang
besar dan selanjutnya dijual lagi kepada pengecer serta selanjutnya kepada
konsumen akhir yang membutuhkannya.


28
Dalam hal ini perusahaan travel perlu memperhatikan adanya saling
pengertian antara penumpang dengan karyawan, tentang sistem pelayanan yang
disediakan. Karena kontak pribadi antara karyawan travel dengan penumpang
merupakan bagian dari produk travel.
3. Variability (bervariasi)
Kualitas produk travel sangat bervariasi karena merupakan non-
standardized output, artinya memiliki variasi bentuk, kualitas, jenis dan
tergantung pada siapa, kapan serta dimana jasa tersebut dihasilkan. Seringkali
pembeli jasa menyadari akan keanekaragaman ini dan membicarakan atau
mencari informasi kepada orang lain, utamanya pada orang yang pernah
menggunakan jasa tersebut sebelum mengambil keputusan untuk menggunakan
jasa tersebut. Pada hari tertentu, penumpang travel mungkin menerima service
excellence, tetapi karena ada karyawan baru, pelayanan untuk orang yang sama
bisa lebih buruk, jauh dibawah pelayanan karyawan yang sebelumnya. Menurut
Bovee, et al (Fandy Tjiptono; 2001:17), menyatakan, ada tiga faktor terbentuknya
variability dalam kualitas jasa, yaitu: 1).Kerja sama atau partisipasi pelanggan
selama penyampaian jasa, 2).Moral/motivasi karyawan dalam melayani
pelanggan, 3).Beban kerja perusahaan.
4. Perishability (tidak tahan lama)
Jasa tidak dapat disimpan. Keadaan tidak tahan lama dari jasa bukanlah
masalah bila permintaan stabil, karena mudah dilakukan persiapan dalam
pelayanannya. Jika permintaan tidak stabil dalam artian berfluktuasi, maka
perusahaan jasa akan mengalami kesulitan.


29
Dalam industri travel produknya sangat tergantung pada waktu karena:
Pertama produk angkutan darat (travel) hanya dapat dinikmati oleh penumpang
pada saat dilakukan produksi yaitu pada saat keberangkatan kendaraan sampai
tiba ditempat tujuan. Kedua apabila sampai pada saat keberangkatan kendaraan,
produk tersebut tidak habis terjual maka sisa produknya tidak dapat disimpan
untuk dijual pada kesempatan lain.
2.1.1.2 Sistem Manajemen Pemasaran Produk Jasa

Gambar 2.2 Faktor yang mempengaruhi strategi pemasaran perusahan, sumber :
Kotler Keller (2006;27)
Setiap bisnis jasa dapat dimasukkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari
operasi jasa, dimana input proses dan elemen-elemen dari produk jasa diciptakan
dan disampaikan. Lovelock (2001:59), mengemukakan bahwa setiap produk atau
jasa yang ditawarkan oleh perusahaan berkaitan dengan proses operasi dan


30
penyerahan kepada konsumen, sehingga kinerja jasa (service performance) sangat
ditentukan oleh dua kegiatan pokok yaitu sistem operasi jasa (service operating
system) dan sistem penyampaian jasa (service delivery system). Lebih lanjut
Lovelock (2001:38-39), menjelaskan bahwa ada empat komponen input yang
dapat mempengaruhi proses pemasaran jasa pada perusahaan angkutan darat
(travel) yaitu:
- People processing involves tangible actions to peoples bodies.
People processing menekankan pada tindakan nyata yang diarahkan kepada
konsumen, artinya tindakan ini dapat diarahkan kepada badan manusia yang
merupakan interaksi antara karyawan yang ada pada perusahaan dengan
penumpang, karena pada umumnya penumpang hadir pada saat proses jasa
berlangsung sehingga puas atau tidaknya penumpang/calon penumpang
bergantung pada interaksi personel karyawan
- Possession processing includes tangible actions to goods and other physical
possessions belonging to the customer.
Prossession processing, merupakan fasilitas yang ditawarkan oleh perusahaan
kepada penumpang yang dipengaruhi oleh lokasi, jadwal pelayanan yang
nyaman (convenience) dan teknologi informasi yang digunakan misalnya
memesan tiket melalui telepon dan internet.
- Mental stimulus processing refers to intangible actions directed at peoples
minds

Mental stimulus processing, merupakan proses interaksi dari setiap
rangsangan pemikiran yang berasal dari penumpang travel yang


31
mempengaruhi sikap dan perilakunya, baik berupa penyajian entertainment
melalui media radio, televisi maupun sebagai sponsor kegiatan olah raga dan
hiburan dengan mendatangkan artis penyanyi yang terkenal.
- Information processing describes intangible actions directed at customer.
Information procession, merupakan proses interpretasi setiap respons yang
berasal dari pelanggan/penumpang travel terhadap informasi yang
disampaikan oleh karyawan lini depan (front office). Misalkan, perangkat
pendukung sistem informasi travel pada bagian resepsionis dalam
memberikan informasi kepada penumpang mengenai tiket sangat
mempengaruhi interprestasi konsumen terhadap kualitas informasi yang
diberikan. Pada saat ini penumpang travel tidak saja membutuhkan informasi
mengenai pemesanan tiket, namun tiket kendaraan, penyewaan mobil, daerah
wisata serta informasi lainnya. Pada bagian inilah perusahaan harus mampu
mengakomodasi kebutuhan informasi bagi penumpang, sehingga dapat
memuaskan konsumen.
Sebagai suatu sistem bisnis, jasa travel merupakan kombinasi antara
service operating system dan service delivery system, Lovelock (2001:52 ).
1. Sistem Operasi Jasa (Service operating system)
Merupakan satu-satunya sistem yang tampak di mata konsumen. Sebagai
komponen yang tampak, sistem ini dibagi ke dalam dua subsistem, yaitu subsitem
yang berhubungan dengan aktor/pelakunya dan subsistem yang berhubungan
dengan penataan panggung/ruang (fasilitas fisik dan pelengkap).


32
Apa yang terjadi di belakang panggung (back stage) hanya menarik sedikit
perhatian pelanggan. Pelanggan hanya menilai produksi yang mereka alami dalam
penyajian jasa dan penerimaan hasil jasa. Bila di bagian ini gagal menyajikan
tugas-tugas pendukung secara tepat, dampaknya akan muncul ke pelanggan.
Proporsi dari keseluruhan operasi jasa yang visibel bermacam-macam, tergantung
pada sifat pemrosesan jasa tersebut, apakah people-processing service,
possession-procesing service atau information proccessing service.
2. Sistem Penyampaian Jasa (service delivery system)
Sistem ini menekankan pada where, when and how produk jasa
disampaikan pada konsumen. seperti terlihat pada gambar 2.1, sistem mencakup
elemen-elemen sistem pengoperasian yang terlihat dan juga pelanggan lainnya.
Tanggung jawab untuk mendisain dan mengatur sistem penyampaian jasa tadinya
ada ditangan manajer operasi, tatapi manajer pemasaran perlu untuk dilibatkan
karena pemahaman manajer operasi yang baik akan kebutuhan konsumen serta
perhatian adalah penting jika ingin sistem tersebut dapat berjalan dengan baik.
Tantangan kunci bagi desainer jasa adalah mempertemukan sifat dari sistem
penyampaian dengan kebutuhan pilihan target kelompok konsumen. Elemen-
elemen pada sistem penyampaian jasa ini, bila digabungkan dengan elemen-
elemen lain seperti iklan, survei penelitian pemasaran dan lain-lain akan
membentuk sistem yaitu sistem pemasaran jasa.
Sistem pemasaran jasa di sini adalah gabungan dari komponen-komponen
yang dapat menyumbangkan pandangan konsumen terhadap organisasi jasa secara
keseluruhan, seperti usaha komunikasi dari bagian penjualan dan periklanan,


33
telepon, cerita-cerita dan editor dalam media massa, komunikasi dari mulut ke
mulut dari pelanggan sekarang atau yang lalu, bahkan partisipasi dalam penelitian
pemasaran. Lovelock (2007:53) menggambarkan sistem pemasaran jasa seperti
pada Gambar 2.3:


















Gambar 2.3 Sistem Pemasaran Jasa
Sumber : Lovelock. (2007:53)
Advertising
Sales Calls
Market Research
Surveys
Billing/Statements
Miscellaneous Mail
Phone Call, Faxes, etc
Random Exposure to
Facilities/Vehicles
Chance Encounters with Service
Personel

Word of Mouth

Other Customer







Other Customer




Interior &
Exterior
Facilities

Equipment

Service People
The
Customer


Techinical
Core
Service Operating System
Service Delivery
System
Other Contact Point


34
Pada Gambar 2.3 tersebut misalkan seorang calon mengunjungi sebuah
travel untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan travel. Calon
penumpang tersebut selain melihat penumpang lainnya juga melihat lingkungan
fisiknya yang terdiri dari gedung, interior, peralatan, perabotan dan sebagainya.
Penumpang juga melihat customer service dan melakukan konfirmasi dengan
karyawan lain seperti porter, dan pengemudi. Semua ini dapat dilihat oleh calon
penumpang, yang tidak terlihat adalah proses produksi dan sistem organisasi yang
mendukung usaha-usaha jasa yang terlihat tersebut. Jadi hasil jasa sangat
dipengaruhi oleh sekumpulan besar elemen-elemen yang sangat beragam.

2.1.2. Bauran Pemasaran Jasa

Jasa merupakan aktivitas atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh satu
pihak ke pihak lainnya dan tidak mengakibatkan perpindahan kepemilikan. Jasa
tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, berubah-ubah dan tidak tahan lama.
Setiap karakteristik mempunyai masalah dan memerlukan strategi. Pada
pemasaran jasa, pendekatan strategis diarahkan pada kemampuan pemasar
menemukan cara untuk "mewujudkan" yang tidak berwujud, meningkatkan
produktivitas penyedia yang tidak terpisahkan dari produk itu, membuat standar
kualitas sehubungan dengan adanya variabilitas, dan mempengaruhi gerakan
permintaan dan pemasok kapasitas mengingat jasa tidak tahan lama. Secara
umum strategi pemasaran jasa diterapkan dalam konteks perusahaan secara
keseluruhan, tidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal, tapi juga


35
pemasaran internal untuk memotivasi karyawan dan pemasaran interaktif untuk
menciptakan keahlian penyedia jasa.
Pemasaran dalam suatu perusahaan menghasilkan kepuasan pelanggan
serta kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang sebagai kunci untuk
memperoleh profit. Hal ini berlaku bagi perusahaan yang bergerak di bidang
industri jasa maupun industri non jasa. Walaupun terdapat kesamaan tujuan pada
kedua jenis industri tersebut, diperlukan strategi pemasaran yang berbeda untuk
masing masing jenis industri. Perbedaan strategi tersebut dipengaruhi oleh
ciri-ciri dasar yang berbeda dari jenis produk yang dihasilkan.
Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:25) menyatakan bauran pemasaran
sebagai elemen-elemen yang dapat dikendalikan oleh organisasi dapat
digunakan untuk memuaskan maupun berkomunikasi dengan pelanggan.
Elemen-elemen tersebut akan menjadi variabel keputusan utama dalam setiap
rencana pemasaran. Sedangkan strategi bauran pemasaran terdiri dari strategi
produk, strategi harga, strategi distribusi dan strategi promosi (Kotler dan
Armstrong, 2006:45).
Kotler dan Keller (2006: 48) mengemukakan definisi bauran pemasaran
(marketing mix) sebagai berikut: "Marketing Mix the set of controllable tactical
marketing tools product, price, place, and promotion that the firm blends to
produce the response it wants in the target market". Bauran pemasaran adalah
sekumpulan alat pemasaran taktis berupa produk, harga, tempat, dan promosi yang dapat
dikontrol oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran.


36
Zeithaml and Bitner (2001: 18) mengemukakan definisi bauran pemasaran sebagai
berikut: "Marketing mix defined as the elements an organizations controls that can
be used to satisfy or communicate with customer. These elements appear as core
decisions variables in any marketing text or marketing plan ". Dalam hal ini berarti
bauran pemasaran jasa merupakan elemen-elemen organisasi perusahaan yang dapat
dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan konsumen dan akan
dipakai untuk memuaskan konsumen. Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa marketing mix merupakan unsur-unsur pemasaran yang saling terkait,
dibaurkan, diorganisir dan digunakan dengan tepat, sehingga perusahaan dapat mencapai
tujuan pemasaran dengan efektif, sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen.
Selanjutnya Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:25-26) mengemukakan
bauran pemasaran jasa yang diperluas (expanded marketing mix for services)
dengan penambahan unsur non traditional marketing mix, yaitu people
(orang), physical evidence (fasilitas fisik) dan process (proses), sehingga
menjadi tujuh unsur (7P). Masing-masing dari tujuh unsur bauran pemasaran
tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lain dan mempunyai
suatu bauran yang optimal sesuai dengan karakteristik segmennya. (Zeithaml,
2000: 18-21). Penambahan unsur bauran pemasaran jasa dilakukan antara lain
karena jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk, yaitu tidak
berwujud, tidak dapat dipisahkan, beraneka ragam dan mudah lenyap. Seperti
yang dikemukakan oleh Zeithaml dan Bitner (2000:19) bauran pemasaran jasa


37
terdiri dari 7P yaitu product, price, place, promotion, people, physical evidence,
dan process.
Ratih Hurriyati, (2005:49) menyatakan bahwa, untuk menjangkau pasar
sasaran yang telah ditetapkan, maka setiap perusahaan perlu mengelola kegiatan
pemasarannya dengan baik. Perusahaan harus dapat menyusun serta menggunakan
controllable marketing variables, untuk mengantisipasi perubahan dari
uncontrollable marketing variables, serta untuk mempengaruhi permintaan produk
perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus dapat mengkombinasikan unsur-unsur
tersebut dalam proporsi yang tepat sehingga bauran pemasarannya sesuai dengan
lingkungan perusahaan, dapat memuaskan pasar sasaran dan tetap sejalan dengan
sasaran perusahaan dalam bidang pemasaran secara keseluruhan. Bauran pemasaran
yang telah ditetapkan perusahaan sebaiknya selalu disesuaikan dengan kondisi dan
situasi yang dihadapai perusahaan, jadi harus bersifat dinamis.














Gambar : 2.4. Unsur Unsur Bauran Pemasaran Jasa (7P), sumber: Zeithaml
Valerie & Bitner Mary Jo (2006:26)
PLACE

Channel type
Exposure
Intermediaris
Outlet Location
Transportation
Storage
Managing Channels
PRICE

Flexibility
Price Level
Terms
Differentiation
Discounts
Allowances
PROMOTION

Promotion blend
Sales People
Number Selection
Training, Incentives
Advertising
Target, Media types,
Types of ads, Copy thrust,
Sales Promotion,
Publicity
PRODUCT

Physical good features
Quality level
Accessories
Packaging
Warranties
Product Line
Branding PEOPLE

Employees
Recruiting, Training,
Motivation, Rewards,
Teamwork
Customers
Education Training
PHYSICAL
EVIDENCE
Facility Design
Equipment
Signage
Employee drees
Other Tangible
Reports
Business Cards,
Statements, Guarantees
PROCESS

Flow of activities
Standardized
Customized
Number of steps
Simple
Complex
Customer involment



38
2.1.2.1 Produk Jasa (The ServiceProduct)
Produk jasa menurut Kotler (2000:428) merupakan "segala sesuatu yang
dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau
dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang
bersangkutan". Produk yang ditawarkan meliputi barang fisik, jasa, orang atau
pribadi, tempat, organisasi, dan ide. Jadi produk dapat berupa manfaat tangible
maupun intangible yang dapat memuaskan pelanggan. Produk jasa merupakan suatu
kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan dari pada
dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpatisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi
jasa tersebut. Sesungguhnya pelanggan tidak membeli barang atau jasa, tetapi
membeli manfaat dan nilai dari sesuatu yang ditawarkan. 'Apa yang ditawarkan'
menunjukan sejumlah manfaat yang dapat pelanggan dapatkan dari pembelian
suatu barang atau jasa, sedangkan sesuatu yang ditawarkan itu sendiri dapat
dibagi menjadi empat kategori, yaitu:
a. barang nyata,
b. barang nyata yang disertai dengan jasa,
c. jasa utama yang disertai dengan barang dan jasa tambahan,
d. murni jasa.
Untuk merencanakan penawaran atau produk, pemasar perlu memahami
tingkatan produk, yaitu sebagai berikut :
a. Produk utama/inti (core benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya
dibutuhkan dan akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk.


39
b. Produk generik, (generic product) yaitu produk dasar yang mampu
memenuhi fungsi produk yang paling dasar (rancangan produk minimal
agar dapat berfungsi).
c. Produk harapan (expected product), yaitu produk formal yang
ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisinya secara normal (layak)
diharapkan dan disepakati untuk dibeli.
d. Produk pelengkap (augmented product), yaitu berbagai atribut produk
yang dilengkapi atau ditambahi berbagai manfaat dan layanan, sehingga
dapat memberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan
produk pesaing.
e. Produk potensial, yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang
mungkin dikembangkan untuk suatu produk di masa mendatang.
Jadi pada dasarnya produk adalah sekumpulan nilai kepuasan yang
kompleks. Nilai sebuah produk ditetapkan oleh pembeli berdasarkan manfaat
yang akan mereka terima dari produk tersebut.

2.1.2.2. Tarif Jasa (Price)
Penentuan harga merupakan titik kritis dalam bauran pemasaran jasa
karena harga menentukan pendapatan dari suatu usaha/bisnis. Keputusan
penentuan harga juga sangat signifikan di dalam penentuan nilai/manfaat yang
dapat diberikan kepada pelanggan dan memainkan peranan penting dalam
gambaran kualitas jasa. Strategi penentuan tarif dalam perusahaan jasa dapat


40
menggunakan penentuan tarif premium pada saat permintaan tinggi dan tarif
diskon pada saat permintaan menurun.
Keputusan penentuan tarif dari sebuah produk jasa baru harus
memperhatikan beberapa hal. Hal yang paling utama adalah bahwa keputusan
penentuan tarif harus sesuai dengan strategi pemasaran secara keseluruhan.
Perubahan berbagai tarif di berbagai pasar juga harus dipertimbangkan. Lebih
jauh lagi, tarif spesifik yang akan ditetapkan akan bergantung pada tipe
pelanggan yang menjadi tujuan pasar jasa tersebut. Nilai jasa ditentukan oleh
manfaat dari jasa tersebut. Secara singkat, prinsip-prinsip penetapan harga,
seperti yang diusulkan oleh Kotler (1996) dikutip dari Zeithalm dan Bitner
(2000:436) sebagai berikut:
a. Perusahaan harus mempertimbangkan sejumlah faktor dalam menetapkan
harga, mencakup: pemilihan tujuan penetapan harga, menentukan tingkat
permintaan, prakiraan biaya, menganalisis harga yang ditetapkan dan
produk yang ditawarkan pesaing, pemilihan metode penetapan harga,
serta menentukan harga akhir.
b. Perusahaan tidak harus selalu berupaya mencari profit maksimum melalui
penetapan harga maksimum, tetapi dapat pula dicapai dengan cara
memaksimumkan penerimaan sekarang, memaksimumkan penguasaan
pasar atau kemungkinan lainnya.
c. Para pemasar hendaknya memahami seberapa responsif permintaan
terhadap perubahan harga.


41
Prinsip-prinsip penetapan harga tersebut dapat digunakan secara bersamaan, baik
untuk barang maupun jasa. Selanjutnya Zeithalm dan Bitner (2000:437), menjelaskan
tiga dasar penetapan harga yang biasa digunakan dalam menetukan harga, yaitu (1)
penetapan harga berdasarkan biaya (cost-based pricing), (2) penentuan harga
berdasarkan persaingan (competition-based pricing) dan (3) penetapan harga
berdasarkan permintaan (demand-based). Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada
gambar 2.4., dimana pelaksanaannya dapat digunakan secara bersamaan baik untuk
penentuan barang dan harga, namun penyesuaiannya harus dibuat dalam jasa.
Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:513) menyatakan perusahaan jasa harus
memahami bagaimana penetapan harga bekerja, tetapi pertama mereka harus
memahami bagaimana pelanggan mempersepsikan harga-harga dan
perubahannya. Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:26) menyatakan dalam
bauran pemasaran jasa yang diperluas harga (price) meliputi: flexibility,
price level, terms, differentiation, discounts, allowances.
Strategi penentuan tarif dalam perusahaan jasa biasanya akan
menggunakan penentuan tarif premium pada saat permintaan sedang tinggi dan
tarif diskon pada saat permintaan sedang turun. Zeithaml, Bitner dan Gremler
(2006:514) menyatakan untuk melihat bagaimana akuratnya referensi harga dari
pelayanan jasa, anda dapat membandingkan mereka dengan harga aktual jasa dari
para penyedia jasa di kota anda.
2.1.2.3. Tempat/Lokasi Pelayanan (Place/Service Location)
Untuk produk industri manufaktur place diartikan sebagai saluran distribusi
(zero channel, two level channels, dan multilevel channels), sedangkan untuk


42
produk industri jasa, place diartikan sebagai tempat pelayanan jasa. Lokasi
pelayanan jasa yang digunakan dalam memasok jasa kepada pelanggan yang dituju
merupakan keputusan kunci. Keputusan mengenai lokasi pelayanan yang akan
digunakan melibatkan pertimbangan bagaimana penyerahan jasa kepada pelanggan
dan dimana itu akan berlangsung. Tempat juga penting sebagai lingkungan dimana
dan bagaimana jasa akan diserahkan, sebagai bagian dari nilai dan manfaat dari
jasa. Menurut Lovelock et all (2005:216), tempat/distribusi dapat berhubungan
dengan jasa/pelayanan inti seperti juga pada jasa-jasa pengganti. Hal ini
merupakan satu pembedaan penting, seperti banyak jasa-jasa inti memerlukan
sebuah lokasi fisik yang terkadang membatasi penyebarannya. Zeithaml, Bitner
dan Gremler (2006:26) menyatakan dalam bauran pemasaran jasa tempat
(place) meliputi: channel type, exposure, intermediaries, outlet locations,
transportation, storage, managing channels. Keputusan mengenai lokasi
pelayanan yang akan digunakan melibatkan pertimbangan bagaimana
penyerahan jasa kepada pelanggan dan bagaimana hal tersebut dapat
berlangsung.
Keanekaragaman jasa membuat penyeragaman strategi tempat menjadi sulit.
Masalah ini melibatkan pertimbangan bagaimana interaksi antara organisasi
penyedia jasa dan pelanggan serta keputusan tentang apakah organisasi tersebut
memerlukan satu lokasi atau beberapa lokasi. Seseorang pemasar produk jasa
seharusnya mencari cara untuk membangun pendekatan penyerahan jasa yang tepat
serta menghasilkan keuntungan untuk perusahaannya. Lokasi berhubungan dengan
keputusan yang dibuat oleh perusahaan mengenai di mana operasi dan stafnya akan


43
ditempatkan, yang paling penting dari lokasi adalah tipe dan tingkat interaksi yang
terlibat. Terdapat tiga macam tipe interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan
yang berhubungan dengan pemilihan lokasi, yaitu sebagai berikut:
a. Pelanggan mendatangi penyedia jasa,
b. Penyedia jasa mendatangi pelanggan, atau
c. Penyedia jasa dan pelanggan melakukan interaksi melalui perantara.
Untuk tipe interaksi dimana pelanggan mendatangi penyedia jasa, letak
lokasi menjadi sangat penting. Didalam interaksi ini penyedia jasa yang
menginginkan pertumbuhan dapat mempertimbangkan menawarkan jasa mereka
di beberapa lokasi. Jika penyedia jasa mendatangi pelanggan, maka letak lokasi
menjadi tidak begitu penting meskipun perlu dipertimbangkan pula jarak
terhadap pelanggan untuk menjaga kualitas jasa yang akan diterima. Sementara
itu dalam kasus penyedia jasa dan pelanggan mengunakan media perantara
dalam berinteraksi, maka letak lokasi dapat diabaikan meskipun beberapa media
perantara memerlukan interaksi fisik antara mereka dengan pelanggan.
Penting tidaknya sebuah lokasi akan sangat tergantung pada jenis jasa
yang ditawarkan. Cowell (1991:87) telah berhasil meringkas beberapa kunci
yang harus dipertimbangkan oleh seorang manajer jasa sebagai berikut:
a. Apa yang diperlukan pasar, bila jasa tidak tersedia di suatu lokasi yang
nyaman pembelian jasa akan terhambat atau tertunda, selain itu
menyebabkan pelanggan merubah pikiran atau merubah pilihan mereka.
b. Kecenderungan apa yang ada di dalam sektor aktivitas jasa dimana
organisasi jasa beroperasi, apakah persaingan dapat memasuki pasar.


44
c. Sejauh mana kefleksibelan jasa, apakah jasa itu berorientasi teknologi
atau orang dan sejauh mana keflesibelannya terpengaruh oleh lokasi.
d. Apakah organisasi mempunyai kewajiban untuk menempatkan jasa di
suatu lokasi yang nyaman.
e. Apakah sistem prosedur dan teknologi baru dapat dipakai untuk
mengatasi kelemahan keputusan lokasi yang lama.
f. Sejauh mana kepentingan jasa pelengkap terhadap keputusan lokasi.
g. Apakah lokasi organisasi sejenis mempengaruhi keputusan lokasi.
Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat digunakan oleh pemasaran jasa
untuk membuat keputusan mengenai lokasi. Selain hal itu, pemilihan tempat
atau lokasi memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap beberapa faktor
berikut:
a. Akses, misalnya lokasi yang mudah dijangkau sarana transportasi umum.
b. Visibilitas, misalnya lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi
jalan.
c. Lalu lintas (traffic), di mana ada dua hal yang perlu dipertimbangkan,
yaitu (1) banyaknya orang yang lalulalang dapat memberikan peluang
besar terjadinya impulse buying, (2) kepadatan dan kemacetan lalu lintas
dapat pula menjadi hambatan.
d. Tempat parkir yang luas dan aman.
e. Ekspansi, tersedia tempat yang cukup untuk perluasan usaha di kemudian
hari.
f. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan.


45
g. Persaingan, yaitu lokasi pesaing.
f. Peraturan pemerintah.

2.1.2.4. Promosi (Promotion)
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu
program pemasaran. Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:26) menyatakan
promosi meliputi: promotion blend, sales people (selection, training &
incentives), advertising (media types, types of ads), sales promotion,
publicity and internet web strategy. Betapapun berkualitasnya suatu produk,
bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk
tersebut akan berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan pernah
membelinya. Pada hakikatnya menurut Buchari Alma (2004: 179):
Promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran, yang merupakan
aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi,
mempengaruhi membujuk dan atau mengingatkan pasar sasaran atas
perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan
loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.

Tujuan utama dari promosi adalah menginformasikan,
mempengaruhi dan membujuk serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang
perusahaan dan bauran pemasarannya. Secara rinci ketiga tujuan promosi
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menginformasikan (informing), dapat berupa:
menginformasikan pasar mengenai keberadaan suatu produk baru,
memperkenalkan cara pemakaian yang baru dari suatu produk,
menyampaikan perubahan harga kepada pasar, menjelaskan cara kerja


46
suatu produk, menginformasikan jasa-jasa yang disediakan oleh
perusahaan, meluruskan kesan yang keliru, mengurangi ketakutan atau
kekhawatiran pembeli, dan membangun citra.
b. Membujuk pelanggan sasaran (persuading) untuk membentuk pilihan
merek, mengalihkan pilihan ke merek tertentu, mengubah persepsi
pelanggan terhadap atribut produk, mendorong pembeli untuk belanja
saat itu juga, dan mendorong pembeli untuk menerima kunjungan
wiraniaga (salesmen).
c. Mengingatkan (reminding), dapat terdiri atas: mengingatkan pembeli
bahwa produk yang bersangkutan dibutuhkan dalam waktu dekat,
mengingatkan pembeli akan tempat-tempat yang menjual produk
perusahaan, membuat pembeli tetap ingat walaupun tidak ada
kampanye iklan, dan menjaga agar ingatan pertama pembeli jatuh pada
produk perusahaan.
Meskipun secara umum bentuk-bentuk promosi memiliki fungsi yang
sama, tetapi bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan berdasarkan tugas-tugas
khususnya. Beberapa tugas khusus itu sering disebut bauran promosi
(promotion mix), yaitu mencakup: (1) Personal Selling, (2) Mass Selling, (3)
Sales Promotion, (4) Public Relation, dan (5) Direct Marketing.
Personal selling adalah komunikasi langsung (tatap muka) antara
penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada
calon pelanggan dan membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk
sehingga mereka kemudian akan mencoba dan membelinya.


47
Mass selling merupakan pendekatan yang menggunakan media
komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada khalayak ramai dalam satu
waktu. Ada dua bentuk utama mass selling, yaitu periklanan dan publisitas.
Periklanan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling banyak
digunakan perusahaan dalam mempromosikan produknya. Iklan adalah bentuk
komunikasi tidak langsung, yang didasarkan pada informasi tentang
keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa
sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran
seseorang untuk melakukan pembelian. AMA (American Marketing
Association) dalam Buchari Alma (2004:194) mendefinisikan iklan sebagai
semua bentuk pembayaran untuk mempresentasikan dan mempromosikan ide,
barang, atau jasa secara non personal oleh sponsor yang jelas. Sedangkan yang
dimaksud dengan periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan iklan. Publisitas adalah bentuk
penyajian dan penyebaran ide, barang dan jasa secara non personal, yang mana
orang atau organisasi yang diuntungkan tidak membayar untuk itu. Publisitas
merupakan pemanfaatan nilai-nilai berita yang terkandung dalam suatu produk
untuk membentuk citra produk yang bersangkutan. Dibandingkan dengan iklan,
publisitas mempunyai kredibilitas yang lebih baik, karena pembenaran (baik
langsung maupun tidak langsung) dilakukan oleh pihak lain selain pemilik iklan.
Promosi Penjualan (sales promotion) adalah bentuk persuasi langsung
melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang
pembelian produk dengan segera dan atau meningkatkan jumlah barang yang


48
dibeli pelanggan. Tujuan dari promosi penjualan sangat beraneka ragam. Melalui
promosi penjualan, perusahaan dapat menarik pelanggan baru, mempengaruhi
pelanggannya untuk mencoba produk pesaing, mendorong pelanggan membeli
lebih banyak, menyerang aktivitas promosi pesaing, meningkatkan impulse
buying (pembelian tanpa rencana sebelumnya), atau mengupayakan kerjasama
yang lebih erat dengan pengecer.
Hubungan Masyarakat (Public relations) merupakan upaya komunikasi
menyeluruh dari suatu perusahaan untuk mempengaruhi persepsi, opini,
keyakinan, dan sikap berbagai kelompok terhadap perusahaan tersebut. Dalam hal
ini yang dimaksud dengan kelompok itu adalah mereka yang terlibat, mempunyai
kepentingan, dan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mencapai
tujuannya. Kelompok-kelompok tersebut dapat terdiri atas karyawan dan
keluarganya, pemegang saham, pelanggan, khalayak/orang-orang yang tinggal di
sekitar organisasi, pemasok, perantara, pemerintah, serta media massa. Kegiatan-
kegiatan public relations meliputi hal-hal berikut: (1) Press relations (2) Product
publicity, (3) Corporate communication, (4) Lobbying, dan (5) Counselling.
Direct marketing adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif, yang
memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon yang
terukur dan atau transaksi di sembarang lokasi. Dalam direct marketing,
komunikasi promosi ditujukan langsung kepada konsumen individual, dan tujuan
agar pesan-pesan tersebut ditanggapi konsumen yang bersangkutan, baik melalui
telepon, pos atau dengan datang langsung ke tempat pemasar. Teknik ini
berkembang sebagai respon terhadap demasifikasi (pengecilan) pasar, dimana


49
semakin banyak ceruk pasar (market niche) dengan kebutuhan serta pilihan yang
sangat individual.
Word of Mouth pentingnya penyerahan (greater importance of referral) dan
komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) merupakan salah satu ciri khusus
dari promosi dalam bisnis jasa. Pelanggan sering kali memperhatikan dengan teliti
penyerahan jasa dan kemudian menceritakan pengalamannya pada pelanggan
potensial lainnya. Mereka yang senang dapat memberikan masukan pada penyedia
jasa dan pada kenyataannya beberapa bisnis khususnya didirikan untuk
menawarkan jasa seperti itu. Penelitian atas rekomendasi perseorangan melalui
word of mouth menjadi salah satu sumber yang penting, di mana orang yang
menyampaikan rekomendasi secara perorangan seringkali lebih disukai sebagai
sumber informasi.
Pelanggan memiliki harapan yang nyata. Pertama kali mereka
memutuskan untuk membeli, pelanggan memulai interaksi dengan penyedia jasa
dan menemukan kualitas teknik dan fungsional dari jasa yang ditawarkan.
Sebagai hasil dari pengalaman dari interaksi dan menilai kualitas jasa tadi,
pelanggan dapat menjadi tertarik atau dapat pula tidak kembali lagi. Positif atau
negatifnya komunikasi word of mouth akan berpengaruh pada luasnya pengguna
lain jasa.

2.1.2.5. Orang/Partisipan (People)
Menurut Zeithaml, Bitner and Gremler (2006; 26) "People is all human
actors who play in service delivery and thus influence the buyer's perceptions:


50
namely, the firm's personnel, the customer, and other customers in the service
environment"
Orang (people) adalah semua pelaku yang memainkan peranan dalam
penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen-elemen
dari 'people' adalah pegawai perusahaan, konsumen, dan konsumen lain dalam
lingkungan jasa. Semua sikap dan tindakan karyawan, bahkan cara berpakaian
karyawan dan penampilan karyawan mempunyai pengaruh terhadap persepsi
konsumen atau keberhasilan penyampaian jasa (service encounter).
Semua karyawan yang berhubungan dengan konsumen dapat disebut
sebagai tenaga penjual. Dengan kata lain, dalam pengertian yang lebih luas,
pemasaran merupakan pekerjaan semua personel organisasi jasa. Oleh karena itu
penting kiranya semua perilaku karyawan jasa harus diorientasikan kepada
konsumen. Itu berarti organisasi jasa harus merekrut dan mempertahankan
karyawan yang mempunyai keahlian, sikap, komitmen, dan kemampuan dalam
membina hubungan baik dengan konsumen.
People dalam jasa ini adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam
menjalankan segala aktivitas perusahaan, dan merupakan faktor yang memegang
peranan penting bagi semua organisasi. Oleh perusahaan jasa unsur people ini
bukan hanya memegang peranan penting dalam bidang produksi atau operasional
saja, tetapi juga dalam melakukan hubungan kontak langsung dengan konsumen.
Perilaku orang-orang yang terlibat langsung ini sangat penting dalam
mempengaruhi mutu jasa yang ditawarkan dan citra perusahaan yang
bersangkutan. Elemen people ini memiliki 2 aspek, yaitu:


51
a. Service People
Untuk organisasi jasa, service people biasanya memegang jabatan ganda,
yaitu mengadakan jasa dan menjual jasa tersebut. Melalui pelayanan yang
baik, cepat, ramah, teliti, dan akurat dapat menciptakan kepuasan dan
kesetiaan pelanggan terhadap perusahaan yang akhirnya akan
meningkatkan nama baik dan citra perusahaan.
b. Customer
Faktor lain yang mempengaruhi adalah hubungan yang ada diantara para
pelanggan. Pelanggan dapat memberikan persepsi kepada konsumen lain,
tentang kualitas jasa yang pernah dirasakannya dari perusahaan.
Keberhasilan dari perusahaan jasa berkaitan erat dengan seleksi, pelatihan,
motivasi, dan manajemen dari sumber daya manusia.
Pentingnya sumber daya manusia dalam pemasaran jasa telah mengarah
perhatian yang besar pada pemasaran internal. Pemasaran internal semakin diakui
perusahaan jasa dalam menentukan suksesnya pemasaran ke pelanggan ekstemal.

2.1.2.6. Sarana Fisik (Physical Evidence)
Sarana fisik menurut Zeithaml, Bitner and Gremler (2006: 27) "The
environment in which the service is delivered and where firm and customer
interact and any tangible component that facilitate performance or
communication of the service"
Sarana fisik ini merupakan suatu hal yang secara nyata turut
mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk


52
jasa yang ditawarkan. Unsur-unsur yang termasuk di dalam sarana fisik antara
lain lingkungan fisik, dalam hal ini bangunan fisik, peralatan, perlengkapan,
logo, warna dan barang-barang lainnya yang disatukan dengan service yang
diberikan seperti tiket, sampul, label, dan lain sebagainya. Lovelock (2002: 248)
mengemukakan bahwa perusahaan melalui tenaga pemasarnya menggunakan
tiga cara dalam mengelola bukti fisik yang strategis, yaitu sebagai berikut:
a. An attention-Creating Medium. Perusahaan jasa melakukan diferensiansi
dengan pesaing dan membuat sarana fisik semenarik mungkin untuk
menjaring pelanggan dari target pasarnya.
b. As a message-creating medium. Menggunakan simbol atau isyarat untuk
mengkomunikasikan secara intensif kepada audiens mengenai
kekhususan kualitas dari produk jasa.
c. An effect-creating medium. Baju seragam yang berwarna, bercorak, suara
dan desain untuk menciptakan sesuatu yang lain dari produk jasa yang
ditawarkan.

2.1.2.7. Proses (Process)
Proses menurut Zeithaml, Bitner and Gremler (2006: 27) adalah "The
actual procedures, mechanism, and flow of activities by which the service is
delivered the service delivery and operating system"
Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas
yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Elemen proses ini mempunyai arti
suatu upaya perusahaan dalam menjalankan dan melaksanakan aktifitasnya


53
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya. Untuk perusahaan
jasa, kerja sama antara pemasaran dan operasional sangat penting dalam elemen
proses ini, terutama dalam melayani segala kebutuhan dan keinginan konsumen.
Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, maka kualitas jasa diantaranya dilihat
dari bagaimana jasa menghasilkan fungsinya.
Proses dalam jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa
seperti pelanggan jasa akan sering merasakan sistem penyerahan jasa sebagai
bagian dari jasa itu sendiri. Selain itu keputusan dalam manajemen operasi
adalah sangat penting untuk suksesnya pemasaran jasa.
Seluruh aktifitas kerja adalah proses, proses melibatkan prosedur-
prosedur, tugas-tugas, jadwal-jadwal, mekanis-mekanisme, aktifitas-aktifitas dan
rutinitas-rutinitas dengan apa produk (barang atau jasa) disalurkan ke pelanggan.
Identifikasi manajemen proses sebagai aktifitas terpisah adalah prasyarat bagi
perbaikan jasa. Pentingnya elemen proses ini khususnya dalam bisnis jasa
disebabkan oleh persediaan jasa yang tidak dapat disimpan (Ratih Hurriyati,
2005:47-65).

2.1.3 Keunggulan Posisional
Cravens (2003:210) mengemukakan konsep penentuan posisi adalah
manajemen memilih produk yang berarti, yang diperoleh dari kebutuhan pembeli
dalam pasar sasaran. Konsep penentuan posisi menggambarkan persepsi atau
asosiasi yang diinginkan manajemen dari pembeli pasar sasaran terhadap
perusahaan atau produknya. Pemilihan konsep penentuan posisi memerlukan


54
informasi tentang keinginan, kebutuhan dan persepsi konsumen terhadap produk
pesaing.
Gambar 2.5 Steps in Market Segmentation, Targeting, and Positioning, Sumber:
Kotler dan Armstrong (2006:183)

Day George S (1999:131), mengemukakan bahwa keunggulan ini meliputi
nilai pelanggan unggul (superior customer value) dan biaya relatif lebih rendah
(lower relative cost). Superior customer value dapat diperoleh dengan men-
ciptakan sesuatu yang berbeda dengan pesaing (differentiated positions). What
we see in the market-from the advantage point of customers or competitors-is
the positional superiority of a business. This can be achieved by providing
superior customer value or reaching the lowest delivered cost. To succeed
with a value strategy the price premium the customer is willing to pay must
exceed the costs of providing the extra value. Similarly, a cost strategy must
offer acceptable value to customers so prices are close to the average of the
competitors. When the low-cost position is achieved by sacrificing too much
quality or eliminating worthwhile features, the price discount demanded by
customers will more than offset the cost advantage.
Day (1999:128) menyatakan sumber-sumber yang dapat menciptakan
kinerja yang superior, seperti terlihat pada gambar berikut :


55
Gambar 2.6 The Elements of Competitive Advantage, Sumber: Day(1999:128)
Gambar 2.6 menunjukkan elemen yang dapat menciptakan kinerja superior
terdiri dari segitiga faktor yang saling mempengaruhi yaitu: 1) sumber keunggulan
(source of advantage) yaitu superior skills, superior resources, dan superior controls
dan disebut sebagai faktor kunci sukses yang membangun keunggulan posisional
(positions of advantage); 2) faktor keunggulan posisional terdiri dari superior
customer value dan lower relative cost yang disebut sebagai faktor tujuan untuk
pertumbuhan dan kemampulabaan dan dapat menciptakan prestasi akhir
(performance outcomes); 3) performace outcomes terdiri dari satisfaction, loyalty,
market share, dan profitability yang akan menjadi faktor investigasi yaitu sustain
advantages (kelangsungan keunggulan).
Superior customer value didefinisikan oleh Cravens, Piercy (2003:8)
sebagai berikut : Customer value is the trade-off of benefits against the cost
involved in acquiring a product. The bundle of benefits includes the product, the
supporting services, the personnel involved in the purchase and use experience,


56
and the perceived image of product. The costs include the price of purchase, the
time and energy involved, and the psychic cost (e.g., perceived risk).
Strategi ini meliputi produk fisik, jasa pendukung, distribusi, harga dan
kegiatan promosi. Efektifitas penentuan posisi keunggulan bersaing melihat pada
bagaimana manajemen mencapai tujuan penentuan posisi keunggulan bersaing
dalam pasar sasaran, yang dapat tercermin antara lain melalui penjualan, pangsa
pasar, tingkat pertumbuhan, kepuasan konsumen, dan keunggulan bersaing
lainnya.
Kotler & Armstrong (2006:206) menyatakan :
To build profitable relationships with target customers, marketers must
understand customer needs better than competitors do and deliver more
value. To the extent that a company can position it self as providing
superior value, it gains competitive advantage. But solid positions cannot
be built on empty promises. If a company positions its product as offering
the best quality and service, it must then deliver the promised quality and
service. Thus, positioning begins with actually differentiating the
companys marketing offer so that it will give consumers superior value.

Perusahaan dapat menempatkan produknya dalam benak konsumen dalam
pasar sasaran sedemikian rupa sehingga memperoleh posisi yang unik dan unggul
dibandingkan dengan produk pesaing. Bagaimanapun kekuatan dan kelemahan
para pesaing, perusahaan harus mampu memberikan nilai superior kepada pasar
sasaran. Untuk itu suatu perusahaan harus mencoba mendiferensiasikan
produknya untuk mencapai keunggulan kompetitif. Pengertian differensiasi
dikemukakan oleh Kotler & Keller (2006:297) sebagai berikut: "Differentiation is
the act of designing a set of meaningful differences to distinguish the company's
offering from competitor's offerings." Diferensiasi adalah tindakan merancang


57
satu set perbedaan yang berarti untuk membedakan penawaran perusahaan dengan
penawaran pesaing. Lebih lanjut Kotler & Keller (2006:298) mengemukakan
bahwa : A company can differentiate its market offering along five dimensions :
product, services, personnel, channel, and image. Dengan demikian suatu
perusahaan dapat mendiferensiasikan penawaran pasarnya menurut lima dimensi
yaitu : produk, servis, personal, distribusi, dan citra.
Upaya diferensiasi dapat dilakukan di semua jenis pasar dan produk, tidak
terkecuali bagi produk komoditas. Hal ini dikemukakan oleh Kotler & Keller
(2006:298) yang menyatakan : Even in the case of commodity product, the
company must see its task as that of coverting an differentiated product into a
differentiated offering.
Keunggulan biaya rendah dapat diperoleh dengan melakukan aktivitas-
aktivitas perusahaan dengan keefektifan biaya yang lebih tinggi dibanding
pesaing. Keunggulan biaya melalui penyediaan barang atau jasa dengan
karakteristik yang dapat diterima pelanggan pada harga bersaing yang
serendah mungkin.
Lovelock, wirtz, Hean, dan Xiongwen (2005:189) menyatakan bahwa,
jasa berbiaya rendah akan mengurangi beban keuangan bagi pelanggan dan
akan sangat mungkin menarik bagi pelanggan korporat maupun perorangan
yang memiliki anggaran keuangan yang sangat ketat. Mereka juga mungkin
akan menggiring untuk membeli dalam jumlah yang lebih besar. Salah satu
tantangan untuk pemberian harga yang rendah adalah meyakinkan pelanggan
bahwa mereka tidak boleh menyamakan. harga dengan kualitas. Tantangan


58
kedua adalah memastikan bahwa biaya ekonomi dipertahankan cukup rendah
untuk memungkinkan perusahaan tersebut meraih keuntungan. Beberapa bisnis
jasa telah membangun seluruh strateginya dengan menjadi pemimpin yang
berbiaya rendah.
Lovelock dan Wirtz (2004:57) menyatakan pada lingkungan kompetisi
yang sangat ketat, terdapat sebuah risiko bahwa para pelanggan akan
mempersepsikan sedikit perbedaan nyata diantara alternatif-alternatif persaingan
dan juga membuat pilihan mereka didasarkan pada harga. Oleh karena itu,
perusahaan harus secara rutin memantau posisi keunggulan bersaingnya dan
bilamana perlu melakukan repositioning agar perusahaan dapat
mempertahankan persepsi unik dan superior di benak konsumen.
Best R.J (2009:211) menyatakan bahwa, keunggulan diferensiasi
berkaitan dengan produk, layanan, image/citra adalah sumber potensial dari
keunggulan bersaing. Penempatan posisi keunggulan bersaing biaya rendah,
dengan menciptakan harga yang lebih rendah untuk mencapai margin
keuntungan yang dinginkan.
Hansen dan Mowen (2005:12) mengemukakan strategi kepemimpinan biaya
adalah untuk memberikan nilai yang sama atau lebih baik bagi pelanggan, dengan
biaya yang lebih rendah dari pesaing. Jadi, strategi biaya rendah memiliki tujuan
untuk meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan menurunkan pengorbanan.
Strategi diferensiasi berusaha untuk meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan
meningkatkan realisasi. Menyediakan sesuatu untuk pelanggan yang tidak
disediakan oleh pesaing, akan menciptakan keunggulan kompetitif. Strategi


59
diferensiasi dapat berjalan, nilai yang ditambahkan bagi pelanggan dengan
diferensiasi ini, harus melebihi biaya perusahaan untuk melakukan diferensiasi.
Butz dan Goodstein dalam Ellitan L dan Anatan L (2007:230)
Berkembangnya konsep nilai pelanggan merupakan usaha pertama untuk
secara serius memahami pikiran, kebutuhan, harapan, dan perilaku pelanggan
dalam mendefinisikan nilai tambah (value added). Konsumen hanya akan
bersedia membeli produk perusahaan yang menawarkan customer delivered
value tertinggi, dimana customer delivered value merupakan selisih antara total
customer value dan total customer cost. Total customer value mencakup nilai
produk, nilai pelayanan, nilai personal dan nilai citra, sedangkan total
customer cost terdiri dari harga moneter, biaya waktu, biaya atas effort yang
dilakukan, dan phsychal cost.
Customer value merupakan emotional bond yang ada antara konsumen
dan produsen setelah konsumen menggunakan produk atau jasa yang
dihasilkan produsen dan memperoleh nilai tambah atas produk atau jasa
tersebut. Keterikatan (bonding) terjadi apabila barang atau jasa dapat
memenuhi atau bahkan melebihi apa yang menjadi harapan pelanggan.
Keterikatan ini terus berkembang ketika pelanggan percaya bahwa barang atau
jasa yang dihasilkan perusahaan produsen memberikan lebih banyak benefit
bagi customer dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain
memberikan net customer value yang lebih besar. Customer bonding bukan
merupakan hal yang mudah dicapai atau dipertahankan. Oleh karena itu untuk
menciptakan customer bonding membutuhkan suatu strategi fokus dan usaha


60
yang keras. Keterikatan antara perusahaan selaku produsen dengan customer
memberikan keuntungan strategik yang penting (signifikan) terutama bagi
produsen, karena hal ini akan menyebabkan terjadinya penjualan berulang, yang
akhirnya dapat mempertahankan pelanggan. Ellitan L dan Anatan L (2007:230).
Net customer value bukan suatu konsep yang sederhana meskipun dapat
dengan mudah didefinisikan. Nilai tersebut selalu dipertahankan secara intuitif
oleh pelanggan berdasarkan keyakinan-keyakinan dan nilai pelanggan (customer
value). Perusahaan produsen jarang sekali mengetahui pelanggan mana yang
menerima net customer value yang memadai sehingga pelanggan bersedia
membeli produk-produk mereka. Untuk bisa memahami net customer value
sepenuhnya perlu meningkatkan pendekatan kepuasan pelanggan (customer
satisfaction). Kepuasan pelanggan lebih berkenaan dengan sikap pelanggan,
sedangkan nilai pelanggan (customer value) lebih menekankan pada perilaku
pelanggan. Perusahaan harus berusaha menghindari tindakan-tindakan yang
menyebabkan penurunan net customer value. Usaha meningkatkan nilai
pelanggan membutuhkan analisis yang berfokus pada pelanggan dan kebutuhan-
kebutuhannya. Selanjutnya, customer value sebagai suatu persepsi pelanggan
atas pemenuhan kebutuhan spesifik dan merupakan outcome dari sesuatu yang
dicari dan diinginkan pelanggan. Ellitan L dan Anatan L (2007:231).
Peran keunggulan posisional terhadap pencapaian kinerja superior
adalah sebagai berikut :


61

Gambar 2.7 Rantai nilai keunggulan perusahaan, sumber :Grunert,2000:107
Istitusi yang memiliki keunggulan posisional memiliki keunggulan,
keunikan, dan keahlian sumberdaya yang dapat menciptakan keunggulan
posisional dibanding para pesaing dengan cara menyampaikan nilai pelayanan
kepada pelanggan yang unggul (superior customer value) dengan harga yang
relatif rendah (lower relative cost) dibanding pesaing untuk mencapai kinerja
yang unggul.
Butz dan Goodstein dalam Ellitan L dan Anatan L (2007:232) membedakan
customer value menjadi tiga tingkatan:
1. Expected value adalah nilai yang diharapkan pelanggan. Pada tingkatan ini
perusahaan memberikan barang atau jasa tanpa sesuatu yang dapat diingat
oleh konsumen dan tidak ada hal-hal istimewa yang membedakannya
dengan perusahaan-perusahaan pesaing. Jika masing-masing perusahaan
yang berada pada level ini berusaha untuk meningkatkan customer value


62
maka hal ini akan dengan cepat ditiru oleh pesaingnya, sehingga
keterikatan antara pelanggan dan perusahaan produsen sangat kecil.
2. Desired value, merupakan suatu usaha meningkatkan value added bagi
pelanggan, tetapi pada dasarnya hal ini tidak diinginkan oleh pelanggan.
Customer value pada level ini tidak membutuhkan riset pemasaran yang
canggih untuk mendeteksi desired value. Misalnya, pelanggan kantor pos
yang menginginkan kebersihan, penampilan, dan performance yang baik,
pelayanan yang ramah, dan waktu pengiriman yang tepat. Pada level ini
organisasi dapat menentukan cara meningkatkan nilai pelanggan (customer
value) yang memungkinkan perubahan perusahaan ke arah yang lebih baik,
dan akhirnya membangun customer bonding.
3. Unanticipated value merupakan tingkatan customer value yang terakhir.
Pada level ini perusahaan produsen menemukan cara menambah nilai di
luar harapan-harapan pelanggan, bahkan di luar yang diinginkan
pelanggan.




63
2.1.4. Citra
2.1.4.1 Pengertian Citra
Citra (image) dari suatu perusahaan berawal dari perasaan pelanggan
dan para pelaku bisnis tentang organisasi yang telah mereka rasakan manfaat
dari produk dan jasanya sebagai produsen produk tersebut dan sebagai hasil
evaluasi individual tentang produk dan jasa tersebut. Selanjutnya masih menurut
Clow & Baack, bahwa efektifitas komunikasi pemasaran dimulai dari jelasnya
keberadaan tentang citra perusahaan (firm image). Clow & Baack, (2002:108).
Menurut Kotler & Keller (2006:338) citra adalah persepsi masyarakat
terhadap perusahaan atau produknya. Selanjutnya menurut Dowling, (1993)
dalam Boyle, (1996:56), mendefinisikan citra sebagai "the total impression an
entity makes on the mind of people". Demikian juga Paul R. Smith (1995:332):
"Corporate image is the sum of peoples perceptions of an organization image
and perceptions are created through all serce: sight, sound, smell, touch, taste
and feeling experienced through product usage, customer service, the
commercial environment and corporate communication, it is straightly a result
of everything a company does or does not do ".
"Citra perusahaan adalah persepsi seseorang mengenai suatu citra
organisasi dan persepsi-persepsi ini diciptakan melalui seluruh indera:
penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, cita rasa dan perasaan yang
dialami melalui penggunaan produk, pelayanan konsumen, lingkungan
komersil dan komunikasi perusahaan, itu merupakan hasil dari setiap
perusahaan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan".


64
2.1.4.2. Jenis-Jenis Citra (Image)
Ketika hal tersebut diimplementasikan maka terdapat 3 (tiga) jenis citra
yang dapat diidentifikasi yaitu :
l. Citra Perusahaan (corporate image), yaitu suatu pandangan masyarakat
terhadap keseluruhan perusahaan.
2. Citra Produk (product image), yaitu suatu pandangan masyarakat terhadap
suatu produk atau kategori suatu produk, dan
3. Citra Merek (brand image) adalah suatu pandangan masyarakat terhadap
merek suatu produk.
Citra Perusahaan (corporate image), ditentukan oleh berbagai kriteria
sumber yang dapat menciptakan citra tersebut yang dapat dikendalikan oleh
perusahaan bukan oleh yang lain. Pengendali citra perusahaan terdiri atas etika
dan budaya perusahaan, etika para pegawainya, etika bisnis, etika produk yang
dihasilkan, komunikasi, tenaga penjual, harga pemasok, pelayanan dan saluran
distribusinya (Barich and Kotler, 1991 dalam Boyle, 1996:57). Sementara itu
Gray and Smelzer (1985:75-76) dalam Boyle, (1996:57), menyatakan bahwa ada
5 (lima) hal yang dapat diadopsi oleh perusahaan dalam rangka membangun citra
perusahaan dan atau citra produknya yaitu :
1. Kesatuan (single entity), dimana produk dan perusahaan adalah satu
kesatuan yang tidak terpisahkan,
2. Dominasi merek (brand dominance), tidak ada upaya untuk membuat
hubungan antara produk dengan perusahaan,


65
3. Dominansi yang sama/adil (equal dominance), dimana keduanya produk
dan perusahaan sama sama diketahui oleh pelangan dengan baik,
4. Dominansi yang digabungkan (mixed dominance), dimana citra
perusahaan dan citra. produk sama sama di munculkan secara
bergantian agar keduanya menjadi suatu bauran yang saling
melengkapi.
5. Dominansi Perusahaan (corporate dominance), dimana citra
perusahaan selalu dikomunikasikan agar tetap terjaga.
Barich and Kotler, (1991) dalam Boyle (1996:59), menyatakan bahwa pada
akhirnya citra suatu perusahaan harus meliputi identitas dan faktor-faktor atribut
yang dapat melibatkan dalam keputusan pembelian oleh pelanggan. Lebih jauh
Barich and Kotler (1991:100) dalam Boyle, (1996:59) menyatakan bahwa agar
pembangunan citra perusahaan tersebut efektif, maka diperlukan usaha yang
kuat untuk meningkatkannya melalui atribut-atribut yang terlibat dalam
keputusan pembelian yang selalu di komunikasikan kepada pasar sasaran. Jika
perusahaan tidak dapat menunjukkan kinerjanya lebih baik sesuai atribut-atribut
tersebut, maka mereka akan kehilangan pangsa pasarnya. Dalam waktu yang
bersamaan perusahaan telah menganggap bahwa pelanggan menjadi tidak
penting atau diabaikan. Sesuai dengan pendapat Barich and Kotler tersebut
diatas, Christensen and Askegaard, (2001:305), menyatakan bahwa citra
perusahaan adalah serangkaian tanda atau notasi yang dapat dibagikan untuk
diinterpretasikan secara berlebihan atau mungkin sangat kurang oleh pasar
sasaran.


66
2.1.4.3. Faktor-Faktor Pembentuk Citra
LeBlanc and Nguyen, (2001:311), menyatakan bahwa citra organisasi
dibentuk didalam benak pelanggan melalui suatu cara dengan memproses
informasi yang diterima tentang budaya, ideologi, reputasi, bisnis yang
dijalankan, pelayanan, dan komunikasi serta interaksi antara perusahaan dengan
pasar sasaran. Citra memilki 2 (dua) komponen yaitu sebagai fungsi dan emosi.
Komponen yang berkaitan dengan fungsi meliputi sarana dan prasarana
(tangible) yang dapat diukur, sementara komponen emosional berkaitan dengan
dimensi psikologi yang dapat diwujudkan dalam bentuk perasaan dan sikap
terhadap perusahaan. Perasaan yang diperoleh dari pengalaman individu dengan
perusahaan, selama mereka berinteraksi. Jadi citra perusahaan merupakan
agregasi proses oleh pelanggan dengan membandingkan setiap atribut
perusahaan.
Citra organisasi adalah dinamis dan komplek. Didalam bisnis jasa seperti
bisnis travel, terdapat 5 (lima) hal yang potensial dapat mempengaruhi persepsi
pelanggan tentang citra perusahaan jasa, yaitu:
1). Identitas perusahaan,
2). Reputasi,
3). Jasa yang dilakukan,
4). Lingkungan fisik,
5). Kontak person.


67
Identitas perusahaan meliputi nama perusahaan, logo, harga, promosi dan
sebagainya yang mudah dimengerti oleh pelanggan. Reputasi adalah
kekonsistenan perusahaan terhadap perilaku organisasi, seperti jaminan dan
kehandalan jasa yang disampaikan. Proses jasa yang dilakukan oleh menajemen
sangat mempengaruhi persepsi pelanggan tentang citra perusahaan, lingkungan
fisik yang digunakan dalam rangka membantu proses operasi dan penyampaian
jasa juga sangat berpengaruh terhadap citra perusahaan karena hal ini akan
mendorong para pegawai untuk meningkatkan kualitas jasa yang disamakan,
sedangkan kontak person, kinerjanya sangat mempengarulti pelanggan dalam
menilai citra perusahaan karena interaksinya dengan para pelanggan dapat
langsung dinilai oleh para pelanggan.

Gambar 2.8 - Factors Influence Corporate Image Formation in Service
Sumber : Le Blanc, Gaston & Nguyen, Nha, (2001 ), Image and Reputation of
Higher Education Institutions in Students' Retention Decisions"The International
Journal of Educational Management, 15 Vol, 6: 301311.


68
2.1.4.4. Citra Organisasi Menurut Pelanggan
Seperti yang dikutip oleh Andreassen dan Lindestad (1998:15), citra
perusahaan dalam literatur pemasaran jasa diidentifikasikan sebagai suatu faktor
penting dalam evaluasi mengenai jasa dan perusahaan secara keseluruhan
(Gronroos, 1998). Konsumen merasakan bahwa produk dan merk memiliki citra
atau arti simbolik. Konsumen cenderung mempunyai pandangan mengenai citra
tentang berbagai produk, dan citra tersebut dapat dipandang sebagai simbol yang
dapat mengkomunikasikan arti mengenai pengguna produk tersebut.
Citra perusahaan merupakan persepsi mengenai suatu organisasi yang
dicerminkan dalam bentuk asosiasi yang melekat dalam ingatan konsumen.
Persepsi pelanggan dapat ditentukan oleh citra atau reputasi perusahaan
(Zeithaml; Berry; Parasuraman (1996:184).
Unsur penting dalam pengambilan keputusan pembelian jasa suatu
perusahaan adalah citra konsumen terhadap perusahaan tersebut. Citra
perusahaan merupakan opini konsumen secara umum atau keseluruhan terhadap
suatu perusahaan atau organisasi. Konsumen akan cenderung menggunakan jasa
perusahaan yang menurut mereka memiliki citra yang baik atau citra yang
dimiliki perusahaan konsisten dengan harapan mereka. Pengalaman pribadi,
informasi yang diterima dari orang lain, serta promosi yang dilakukan oleh
perusahaan semuanya mempunyai dampak terhadap citra konsumen terhadap
suatu perusahaan (Kurtz, Clow, 1998:24).
Perusahaan jasa harus mempelajari bagaimana mengelola citra
perusahaan mereka seperti juga aspek-aspek lain dari bauran pemasaran.


69
Apabila citra perusahaan yang sudah baik menjadi rusak, akan sulit untuk
memperbaikinya. Bukan saja pelanggan yang tidak puas tidak akan mengulangi
pembelian mereka, tetapi mereka juga akan menginformasikan pada orang lain
mengenai pengalaman buruk mereka. Selanjutnya akan sulit mempengaruhi
individu yang pernah mendengar informasi buruk mengenai suatu perusahaan
(Kurtz, Clow, 1998:24).
Seperti yang dikutip oleh Andreassen (1998:10), dalam literatur
pemasaran mengenai barang, Aaker dan Keller (1990) menyatakan bahwa
reputasi merk dapat didefinisikan sebagai suatu penilaian mengenai kualitas
yang diasosiasikan dengan nama. Andreassen juga mengutip pernyataan Keller
bahwa pada level perusahaan, citra dapat didefinisikan sebagai persepsi suatu
organisasi yang dicerminkan berupa asosiasi dalam ingatan konsumen. Citra
terhadap suatu perusahaan ditentukan oleh bagaimana interpretasi mengenai
isyarat yang diproyeksikan dan identitas perusahaan, yang membentuk
keseluruhan kesan atau persepsi dalam pikiran konsumen.
Berkaitan dengan merk, salah satu aspek yang sangat penting dan suatu
merk adalah citra dan merk tersebut. Citra direfleksikan dengan asosiasi yang
dilihat konsumen terhadap suatu merk tertentu (Keller, 1998:334).
LeBlanc and Nguyen (2001:303) menyatakan bahwa citra perusahaan
dapat dideskripsikan sebagai gambaran keseluruhan dalam benak masyarakat
mengenai suatu onganisasi. Hal ini berkaitan dengan berbagai atribut fisik
maupun perilaku dan organisasi, seperti nama bisnis, arsitektur, variasi produk
atau jasa, tradisi, ideologi, dan juga gambaran mengenai kualitas yang


70
dikomunikasikan oleh setiap orang yang berinteraksi dengan klien organisasi.
Citra perusahaan mempunyai dua komponen dasar yaitu fungsional dan
emosional. Komponen fungsional berkaitan dengan karakteristik fisik yang
mudah diukur, sedangkan komponen emosional berkaitan dengan dimensi-
dimensi psikologis yang dimanifestasikan dalam bentuk perasaan dan sikap
terhadap suatu organisasi. Perasaan ini dibentuk dari pengalaman individu
dengan suatu organisasi dan juga dari proses perolehan informasi mengenai
atribut yang mewujudkan indikator fungsional dari citra. Oleh karena itu, citra
institusi merupakan hasil proses secara menyeluruh dimana masyarakat
membandingkan berbagai atribut dari organsisasi.
Seperti dikutip Belanger, Mount, Wilson (2002:218), citra didefinisikan
sebagai kepercayaan, sikap, prototipe/klise, gagasan, dan perilaku yang relevan
yang dimiliki seseorang terhadap suatu obyek, orang, atau organisasi (Prahalad
& Hamel, 1998; Andreassen, 1998). Selain itu peryataan Treadwell dan Harrison
(1994) bahwa citra seringkali mengacu pada cara pihak-pihak eksternal yang
berkepentingan memandang suatu organisasi dan dikomunikasikan dengan
serangkaian kepercayaan mengenai suatu obyek. Mereka mengindikasikan
bahwa citra organisasi merupakan hasil tanggapan pribadi seorang individu
terhadap suatu organisasi. Respon tersebut muncul dari segala interaksi baik
yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan, dipengaruhi maupun tidak
dipengaruhi, melalui perantara atau interpersonal. Citra masyarakat terhadap
suatu organisasi seringkali merupakan hasil interaksi publik dengan anggota
organisasi.


71
2.1.5. Penelitian Terdahulu

Kejelasan arah, originalitas dan manfaat dari suatu penelitian yang
dilakukan secara empirik, memperlihatkan secara jelas tentang kemampuan
seorang peneliti dalam menyelusuri secara mendalam mengenai beberapa temuan
penelitian terdahulu dan terkait dengan penelitian yang dilakukan sekarang.
Adapun temuan hasil penelitian yang dijadikan rujukan adalah kajian teori
manajemen pemasaran sebagai grand theory (Teori Manajemen Pemasaran -
Kotler P & Keller K L 2009, Kotler & Armstrong 2001; Philip Kotler 2003;
Cravens, 2000, Cravens and Piercy; Walker et.al., 2003; Best,2005; Lamb et al.,
2001), Teori Manajemen Pemasaran Jasa, Lovelock, 2007,2001; Oliver, 2000,
dan Teori Strategi Pemasaran, Zeithaml and Bitner 2000, Kotler & Armstrong
2001; Philip Kotler 2003. Midle range theory : Teori Manajemen Pemasaran Jasa-
Lovelock, 2001; Oliver, 2000 dan Teori Strategi Pemasaran-Zeithaml and Bitner
2000, Kotler & Armstrong 2001; Philip Kotler 2003.
Selanjutnya peneliti mengarahkan secara khusus yang membahas
mengenai applied theory: Kinerja bauran pemasaran jasa (Zeithaml and Bitner
2000, Kotler-Amstrong 2006, Cravens 2003), keunggulan posisi sebagai strategi
keunggulan bersaing (Cravens 2003, Day George.S 1999, Best Roger.J 2005), dan
citra perusahaan angkutan darat-travel (Clow & Baack 2002, Kotler & Keller
2006, LeBlanc & Nguyen 2001) .
Beberapa temuan hasil penelitian terdahulu yang mempunyai hubungan
dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :


72
Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Tesis ini :

No

Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

1

Keith J
Mason
(2000)


Marketing
low cost
services to
business
travelers


Menganalisa
penumpang
yang
menggunakan
perusahaan
transportasi
dengan biaya
rendah, serta
system
pemasarannya
.

Dalam
penelitian ini
indicator
biaya rendah
terdapat
dalam
keunggulan
posisi, dimana
penelitian ini
juga
mengukur
nilai citra,
terhadap
perusahaan
angkutan
darat.


Penumpang klas
bisnis menggunakan
transportasi biaya
rendah

Penumpang lebih
memperhatikan faktor
biaya, ketepatan
waktu, frekuensi
keberangkatan, dan
fleksibilitas harga.

2

Matear
Brendan
& Garret
(2004)

Market
Orientatio
n,Brand
Investment,
New
Service
developme
nt,Market
Position
and
Performan
ce for
Service
Organisati
on.


Analisa
sumber-
sumber
keunggulan,
Orientasi
pasar,
investasi
merek, dan
pengembanga
n jasa baru
berpengaruh
terhadap
kinerja
preusan jasa.

Dalam
penelitian ini
analisa
terhadap
keunggulan
dilihat dari
nilai
pelanggan
unggul dan
biaya relative
rendah.


Pengembangan jasa
baru dan investasi
merek berperan
dalam pencapaian
keunggulan
posisional dan kinerja
perusahaan jasa.










73
Lanjutan Tabel 2.1

No

Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
3 M Rizan
(2005)
Hubungan
kepemimpinan
transaksional
dan
tranformasional
dengan
komitmen
organisasional
dalam
menciptakan
kepuasan kerja
dan kualitas
pelayanan
karyawan gugus
depan serta
pengaruhnya
terhadap
kepuasan dan
loyalitas
pelanggan
domestik.

Menganalisi
s perusahaan
jasa
transportasi
serta
pelayananny
a terhadap
para
penumpang.
Penelitian ini
menganalisa
bagaimana
perusahaan
angkutan darat
(travel) dengan
strategi
pemasarannya
dapat
menumbuhkan
citra, sehingga
pelanggan
percata dan
menjadi
customer yang
loyal.
>Komitmen
organisasional pada travels
nasional memiliki
kelemahan pada aspek
continuance commitment
disebabkan rendahnya
tingkat gaji yang diterima
dibandingkan dengan cost
of living yang dikeluarkan.

Kualitas pelayanan
mengalami peningkatan
dan loyalitas pelanggan
domestik memberikan
pengaruh positif.











4 Eggert
Andreas
& Ulaga
(2002)
Customer
perceived value
Persamaan
adalah
analisa
terhadap
nilai
pelanggan
Dalam
penelitian ini
nilai
pelanggan
yang superior
terdapat dalam
keunggulan
posisioning.
Nilai pelanggan
berpengaruh positif
terhadap citra










74
Lanjutan Tabel 2.1
No

Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian

5

Melewar,
Saunders
(2000)







The
Corporate
Visual
Identity
System
(CVIS) is the
basis of the
corporate
differentiatio
n and the
core of the
companys
visual
identity.





Menganalisa
CVIS
sebagai
dasar dari
pembedaan
perusahaan
dan inti dari
identitas
perusahaan
secara visual

Dalam
penelitian
ini,
pembedaan
dianalisis
dalam dua
sub variable
yaitu
pembedaan
produk dan
biaya relatif
rendah

Corporate Visual
Identity System
(CVIS) sebagai
dasar dari
pembedaan
perusahaan dan inti
dari identitas
perusahaan secara
visual

Dari Tabel 2.1 diatas, menunjukkan variabel-variabel yang diteliti terdapat
beberapa penelitian yang variabelnya sama namun menggunakan dimensi dan
pengukuran indikator yang berbeda dengan penelitian ini, yang disesuaikan
dengan aplikasi di lapangan. Berdasarkan hal tersebut maka terdapat beberapa
perbedaan antara penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian yang
dituangkan dalam penelitian tesis ini. Perbedaan itu dapat dilihat dari beberapa
aspek berikut:
1. Dilihat dari dimensi masing-masing variabel penelitian ini berbeda dengan
penelitian terdahulu pada hubungan variabel yang sama dengan penelitian,
demikian pula dengan indikator pengukuran yang berbeda dengan peneliti
sebelumnya.


75
2. Belum ada penelitian yang mengkaji hubungan secara menyeluruh antara
kinerja bauran pemasaran, keunggulan posisional sebagai strategi
keunggulan bersaing, dan dampaknya terhadap citra.
3. Unit pengamatannya atau analisis adalah pelanggan (penumpang) kendaraan
perusahaan angkutan darat (travel). Beberapa peneliti yang juga mengkaji
pada beberapa hubungan variabel yang sama dengan peneliti menggunakan
unit analisis yang berbeda dengan penelitian ini.


2.2. Kerangka Pemikiran
Melihat fenomena yang terjadi saat ini, persaingan bisnis dalam berbagai
industri berlangsung secara dinamis sejalan dengan perubahan-perubahan
lingkungan yang dramatis. Tingkat persaingan yang semakin ketat, perubahan
selera konsumen, kemajuan teknologi, serta perubahan sosial ekonomi
memunculkan berbagai tantangan di era modern saat ini. Pergeseran selera
konsumen dan tuntutan kebijakan pemerintah akan pelayanan prima, memaksa
perusahaan angkutan darat (travel) meningkatkan pelayanannya sebaik mungkin.
Citra yang buruk atas sejumlah perusahaan angkutan darat di Indonesia
menambah daftar panjang akan ketidakmampuan pengelolaan dan menunjukkan
kelemahan dalam mengelola dan membenahi system transportasi di Indonesia.
Dimana perusahaan angkutan darat relatif sulit untuk bersaing dan mencapai
target pasar, jika terus dibiarkan maka sejumlah perusahaan tidak akan mampu
beroperasi secara efisien dan efektif, terjadinya kesenjangan antara layanan


76
dengan harapan, perusahaan tidak dapat menjamin kepuasan penumpang selama
perjalanan yang akhirnya berakibat kepercayaan penumpang terhadap citra
perusahaan angkutan darat (travel) menjadi minim.
Dari kajian pustaka yang telah dikemukakan, maka penelitian ini memiliki
kerangka pemikiran yang disusun dan diorganisasikan dalam 3 variabel utama,
yaitu : (1). Bauran Pemasaran Jasa, (2). Keunggulan Posisional, (3). Citra.
Ketiga variabel tersebut sesuai dengan beberapa pendapat yang dikemukakan
dibawah ini.

2.2.1 Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keunggulan Posisional
Menurut Kotler dan Armstrong (2006:199) bahwa strategi penempatan
berkaitan dengan rencana menempatkan sesuatu di benak konsumen yang menjadi
pasar sasaran. Misalnya: posisi produk merupakan cara produk didefinisikan oleh
konsumen pada atribut penting. Penempatan produk berarti menempatkan produk
pada benak konsumen relatif dengan produk pesaing. Dalam hal ini, penempatan
melibatkan penanaman manfaat dan merk pada benak konsumen yang berbeda
dengan yang lain.
Kotler dan Armstrong (2006:183) menyatakan bahwa, Market Positioning
adalah dengan mengembangkan penempatan untuk segmen sasaran dan
mengembangkan bauran pemasaran untuk segmen sasaran.
Menurut Cravens (2003:212-213) bahwa, strategi penentuan posisi
merupakan kombinasi tindakan bauran pemasaran yang digunakan untuk
menggambarkan konsep penentuan posisi perusahaan kepada pembeli yang dituju.


77
Strategi ini meliputi produk fisik, jasa pendukung, distribusi, harga dan kegiatan
promosi.
Menurut pendapat, Payne Adrian (1993:147) Unsur unsur bauran
pemasaran seperti produk jasa, harga, tempat, promosi, orang, dan proses-proses
layanan pelanggan, mewakili hampir seluruh peluang yang tidak terbatas untuk
positioning. Positioning yang berhasil membuat pelanggan lebih mudah melihat
layanan sebuah perusahaan sebagai berbeda dari yang lain dan tahu dengan
pasti apa yang diinginkan.
Porter (1991:16) mengemukakan bahwa, strategi bersaing merupakan
suatu kombinasi antara tujuan yang diperjuangkan oleh perusahaan dalam hal ini
perusahaan dengan alat (kebijakan) yang digunakan yaitu pelaksanaan program
bauran pemasaran jasa untuk mencapai tujuan tersebut atau pencarian posisi yang
menguntungkan dalam suatu industri tempat persaingan.
Lovelock (Widyantoro A 1999:21), Mengemukakan bahwa, manajer
perlu memperhatikan untuk memberi nilai yang baik kepada pelanggan dan
memperlakukan mereka dengan wajar dalam keputusan-keputusan yang
melibatkan kedelapan komponen dari bauran pemasaran.
Menurut Stanton, et al (1993:32) bahwa transaksi yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia merupakan inti pemasaran. Oleh
karena itu, perusahaan harus memaksimalkan seluruh sumber daya yang
dimiliki agar produk/jasa yang ditawarkan memiliki nilai yang tinggi
dibandingkan dengan pesaing.


78
Oleh karena itu maka pelaksanaan bauran pemasaran jasa perperusahaan
diarahkan untuk memenangkan persaingan disuatu pasar sasaran. Bauran
pemasaran jasa adalah serangkaian alat-alat pemasaran jasa yang dapat
dikendalikan perusahaan untuk melayani segmen pasar sasaran, dimana dalam
perkembangannya, 4P bauran pemasaran, telah bertambah lagi dengan 3P, yaitu
orang (people), proses (process) dan sarana/bukti fisik (physical evidence) yang
banyak digunakan untuk industri jasa, menurut (Rust et. al. 1996 : 10-11) dan
dikenal sebagai bauran pemasaran jasa (service marketing mix). Suatu persaingan
akan dimenangkan dengan syarat mampu menciptakan strategi bersaing
(competitive strategy) yang mempunyai keunggulan bersaing (competitive
advantage). Porter (1991:16) menyatakan bahwa, strategi bersaing merupakan
suatu kombinasi antara tujuan yang diperjuangkan oleh perusahaan dalam hal ini
perusahaan dengan alat (kebijakan) yang digunakan yaitu pelaksanaan program
bauran pemasaran jasa simpanan untuk mencapai tujuan tersebut atau pencarian
posisi yang menguntungkan dalam suatu industri tempat persaingan.
Porter (1997:17) mengemukakan bahwa, keberhasilan dalam menjalankan
strategi pada unit bisnis harus melakukan satu dari strategi bersaing generik.
Kalau tidak, ia akan terjepit ditengah-tengah pasar yang kompetitif dan tidak
memiliki keunggulan kopetitif apapun dan selanjutnya berada di bawah kinerja
rata-rata perusahaan industri sejenis, karena pencapaian jenis keunggulan bersaing
yang berbeda biasanya memerlukan tindakan yang berbeda pula.


79
Menurut Urban dan Star (1991:5) bahwa, strategi pemasaran berkaitan
dengan keputusan tentang di mana akan bersaing, serta bagaimana manfaat dan
nilai diciptakan untuk konsumen melalui penawaran produk dan jasa.
Menurut Fandy Tjiptono (1998 : 6), bahwa, strategi pemasaran merupakan
pernyataan baik secara implisit maupun eksplisit mengenai bagaimana suatu
produk mencapai tujuannya. Sedangkan Tull dan Kahle (1990 : 69) menyatakan
bahwa strategi pemasaran ada tiga langkah yaitu segmentasi, penentuan pasar
sasaran dan penentuan posisi.
Penerapan strategi keunggulan bersaing yang sesuai akan menghasilkan
superior customer value baik berupa lower relative cost ataupun unique benefits.
Selanjutnya superior customer value akan meningkatkan kepuasan pasar
sasarannya yang pada gilirannya akan memberi respon positif dalam membentuk
kepercayaan penumpang. Dalam memenangkan persaingan dipasar jasa angkutan
darat yang bergerak dalam jasa transportasi, dituntut dapat menerapkan strategi
bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, saluran distribusi, promosi,
sumber daya manusia, sarana fisik, dan proses penyampaian yang tepat sehingga
akan menciptakan keunggulan bersaing dan membentuk kepuasan serta
kepercayaan penumpang. Perusahaan jasa angkutan darat (tarvel) sebaiknya
memberikan nilai pada produk/ jasa yang diberikan yang mengandung unsur
kepercayaan kepada penumpang. Bagi penumpang yang sudah merasa percaya,
akan menjadikan konsumen komit kepada perusahaan tersebut.




80
2.2.2 Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Citra
Pemasaran tidak hanya berbicara tentang menjual barang/jasa saja,
melainkan di sana terkait juga masalah produk development, brand image, product
inovation, personal branding, pemahaman terhadap konsumen dan sampai pada
proses-proses yang sifatnya relasional.
Ekuitas merek adalah nilai tambah (incremental utility) suatu produk yang
diberikan melalui nama mereknya seperti misalnya Coke, Kodak, Levis dan Nike
(Farquhar, Han, dan Ijiri, 1991 dalam Yoo et al., 2000; Kamakura dan Russel,
1993; Park dan Srinivasan, 1994; Rangaswarmy, Burke dan Oliva, 1993). Para
peneliti menduga bahwa ekuitas merek bisa diukur dengan mengurangi utilitas
atribut fisik produk dari total utilitas suatu merek. Sebagai aset yang penting bagi
perusahaan, ekuitas merek bisa meningkatkan cash flow bagi bisnis (Simon dan
Sullivan, 1993). Dari sisi perilaku, ekuitas merek penting untuk memberikan
diferensiasi yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif berdasarkan
persaingan non harga (Aaker, 1991).
Pengembangan konsep atau riset empiris yang menghubungkan antara
aktivitas pemasaran dengan pembentukan ekuitas merek tergolong masih sedikit
meskipun banyak hal yang menarik (Barwise, 1993). Shocker, Srivastava dan
Ruekert (1994) mengatakan bahwa : believe more attention is needed in the
development of more of a system view of brands and products to include how
intangibles created by the pricing, promotional, service, and distribution
decisions of the brand manager combine with the product itself to create brand
equity and affect buyer decision making.(P.157)


81
Harga, adalah biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan
suatu produk, diukur secara subyektif berdasarkan apa yang dirasakan di dalam
benak konsumen. Pengeluaran Periklanan, adalah besarnya pengeluaran iklan
yang dikeluarkan oleh produsen yang diukur berdasarkan persepsi subyektif
konsumen untuk produk yang bermerek. Promosi Harga, adalah promosi
penjualan terutama promosi harga yaitu pengurangan harga jangka pendek seperti
potongan harga, obral, cuci gudang dan usaha promosi harga lain yang sejenis.
Promosi harga diukur dari frekuensi relatif price deals (kesepakatan harga) yang
dilakukan produk bermerek dan dirasakan oleh konsumen. Citra merupakan
kesan yang diterima konsumen dari produsen yang menjual produk, yang biasanya
diukur berdasarkan kualitas yang dirasakan.
Persepsi kualitas adalah penilaian subyektif konsumen mengenai
superioritas sebuah produk, pengalaman pribadi terhadap produk/jasa, kebutuhan
yang unik, dan situasi konsumsi yang bisa mempengaruhi penilaian subyektif
konsumen terhadap produsen. Dimensi ini diukur dari penilaian subyektif
konsumen tentang kualitas merek produk yang lebih pada kualitas secara
keseluruhan dari merek produk/jasa dibandingkan unsur kualitas secara individu.
Loyalitas Merek merupakan komitmen yang mendalam untuk membeli kembali
atau berlangganan produk atau jasa yang lebih disukai secara konsisten di masa
yang akan datang. Kesadaran/asosiasi merek adalah segala sesuatu yang
dihubungkan dengan daya ingatan konsumen terhadap suatu merek produk.
Konstruk ini merupakan bentuk mix dari kesadaran akan asosiasi merek. Asosiasi
merek akan menjadi lebih kuat ketika konsumen banyak mendapatkan


82
pengalaman dari produk atau dari komunikasi periklanan yang sering diterima
dibandingkan produk lain yang lebih sedikit.
Best Roger J (2009:37) Menyatakan bahwa, marketing strategies in these
businesses are centered on customer needs and other sources of customer
satisfaction.
Lovelock (2001:64) menjelaskan bahwa, bisnis jasa sebagai suatu sistem,
dimana pemasaran jasa merupakan penggabungan dari sistem operasi dan sistem
penyajian jasa dengan media yang dipakai untuk mengkomunikasikan jasa kepada
konsumen. Konsumen hanya mengetahui secara aktual tentang jasa yang diterima.
Kotler (2000:435) menyatakan bahwa kesulitan yang dihadapi bisnis jasa
dipengaruhi oleh elemen-elemen jasa misalnya lingkungan fisik, petugas yang
merupakan kontak langsung dan di lihat, serta dirasakan oleh pelanggan.
Oliver (Tjiptono F 2005:196) menyatakan bahwa, kepuasan atau
ketidakpuasan pelanggan merupakan suatu reaksi kognitif atau afektif yang
muncul sebagai respons atas suatu atau sekelompok jasa pelayanan.
Menurut Stanton, et al (1993:32) bahwa transaksi yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia merupakan inti pemasaran. Oleh
karena itu, perusahaan angkutan darat (travel) harus memaksimalkan seluruh
sumber daya yang dimiliki agar produk yang ditawarkan memiliki nilai yang
tinggi dan citra yang baik dibandingkan dengan pesaing.
Untuk memenangkan persaingan, suatu perusahaan dapat menciptakan dua
dasar keunggulan bersaing yaitu; kepemimpinan menyeluruh (overall cost


83
leadership) dan diferensiasi (diferentiation). Kedua dasar keunggulan tersebut jika
dihubungkan dengan cakupan pasar dapat menghasilkan tiga strategi, dimana
strategi tersebut sebagai strategi generik untuk mencapai keunggulan bersaing.
Porter (1991 ;16) menyatakan bahwa, keunggulan bersaing perusahaan dapat
bersumber dari biaya rendah, yaitu perusahaan dapat melaksanakan seluruh
aktivitas usaha secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan harga yang relatif
lebih rendah dari pesaingnya, atau dari diferensiasi, dimana unit usaha
berkonsentrasi untuk mencapai kinerja terbaik dalam memberikan manfaat bagi
pelanggan. Sebagaimana diketahui strategi diferensiasi akan menempatkan
perusahaan secara unik untuk memenuhi kebutuhan khusus konsumen. Secara
umum perusahaan akan memberikan nilai penting bagi konsumen sehingga
konsumen bersedia membayar harga premi (premium price).
Untuk mendapatkan citra perusahaan yang baik dalam pandangan/benak
konsumen maka komponen bauran pemasaran jasa harus berkualitas dan sesuai
dengan keinginan dan harapan masyarakat pengguna jasa angkutan darat (travel).

2.2.3 Pengaruh Keunggulan Posisional Terhadap Citra
Desired service ialah jenis jasa yang diharapkan pelanggan akan mereka
terima. Itu adalah tingkat jasa yang diidam-idamkan, gabungan antara apa yang
dapat dipercayai pelanggan dan apa yang seharusnya diberikan untuk memenuhi
kebutuhan pribadi mereka, menurut Lovelock dan Wright (1999:94)
Ekuitas merek memberikan keunggulan kompetitif yang sustainable
karena mampu menciptakan suatu hambatan bersaing yang bermakna. Ekuitas


84
merek bisa dikembangkan dengan meningkatkan persepsi kualitas, loyalitas
merek, dan kesadaran/ asosiasi merek dimana nilai ini tidak bisa dibangun ataukah
dirusak dalam jangka pendek, tetapi hanya bisa diciptakan dalam jangka panjang
melalui suatu desain investasi pemasaran secara hati-hati.
Kotler & Keller (2006:288) mengemukakan pengertian positioning
sebagai berikut : "Positioning is the act of designing the company's offering and
image to occupy a distictive place in the mind of the target market."
Positioning adalah tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan
sehingga menempati posisi yang khas (dibandingkan pesaing) dalam benak
pelanggan sasarannya. Tujuannya adalah untuk menempatkan merek dalam benak
konsumen untuk memaksimalkan potensi dan nilai perusahaan. Hasil dari
penetapan posisi adalah keberhasilan penciptaan nilai yang berfokus pada
pelanggan dengan meyakinkan pasar sasaran untuk membeli produk jasa tersebut.




Sumber : Iman Santoso (International Bussiness Management 2010)

Secara keseluruhan landasan teori di atas, merupakan urutan konseptual
yang dimulai dari teori umum manajemen pemasaran. Model paradigma
penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Benefit(Manfaat)
Customer value =
Cost(biaya)
manfaat fungsional, manfaat emosional
biaya "time", biaya "energy", biaya "psychologis"
=


85




















Gambar 2.9 Paradigma Penelitian










Citra
(Y)

Citra perusahaan
Citra produk
Citra merek







Bauran
Pemasaran Jasa
(X
1
)

Keunggulan
Posisional (X
2
)


Produk
Harga
Saluran distribusi
Promosi
SDM
Tampilan fisik
Proses


Nilai konsumen
superior

Biaya relatif rendah



86
2.3. HIPOTESIS
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran sebagaimana yang
telah diuraikan, maka dapat dikemukakan jawaban sementara atas permasalahan
yang dirumuskan menjadi hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
Hipotesis 1
Secara umum kinerja Bauran Pemasaran Jasa perusahaan angkutan darat
(travel) dinilai sangat baik.

Hipotesis 2
Kinerja variabel Keunggulan Posisional perusahaan angkutan darat (travel)
dinilai sangat baik.

Hipotesis 3
Nilai Citra perusahaan angkutan darat (travel) dinilai sangat baik.

Hipotesis 4
Bauran Pemasaran dan Keunggulan Posisional berpengaruh baik secara
simultan maupun parsial terhadap Citra.









87
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode yang Digunakan
Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu ekonomi sebagai acuan dasar
pengembangan teori dan pemecahan masalah, khususnya pendekatan manajemen
yang memfokuskan pada manajemen pemasaran jasa. Penelitian ini bertujuan
untuk memperoleh informasi tentang analisa bauran pemasaran dan keunggulan
posisional sebagai strategi keunggulan bersaing dampaknya terhadap citra
perusahaan angkutan darat (travel). Sesuai dengan maksud tersebut maka jenis
penelitian yang digunakan adalah descriptive dan verificative, karena penelitian
ini bertujuan menguji jawaban masalah yang kebenarannya bersifat sementara
(hipotesis) berdasarkan teori tertentu atau data empiris. Untuk itu metode
penelitian yang digunakan adalah descriptive survey dan explanatory survey.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran ciri suatu variabel. Penelitian verifikatif bertujuan untuk menguji
hipotesis melalui pengumpulan data di lapangan. Descriptive survey merupakan
metode penelitian yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang objek
penelitian dan explanatory survey adalah metode penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui karakteristik, dan menjelaskan hubungan antar variabel yang diteliti
dengan menggunakan sejumlah sampel (Cooper & Schindler, 2008:20).
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kausalitas
dengan menggunakan populasi/sampel yang bertujuan menjelaskan hubungan


88
antar variabel, time horizon datanya adalah cross sectional yang mencerminkan
gambaran dari suatu keadaan pada suatu saat/waktu tertentu dan untuk unit
penelitiannya pada perusahaan angkutan darat (travel) serta unit analisis adalah
para pelanggan (penumpang) travel. Pengamatan dalam penelitian menggunakan
cakupan waktu one shoot cross sectional. Informasi dari sampel responden
dikumpulkan secara empirik, dengan tujuan untuk mengetahui pendapat dari
responden terhadap objek yang diteliti. Tipe investigasi dalam penelitian ini
kausalitas, dimana akan diuji pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya.
Dilihat dari time horizon-nya, penelitian ini bersifat cross section, dimana
informasi dari sampel responden dikumpulkan secara empirik, dengan tujuan
untuk mengetahui pendapat dari responden terhadap objek yang diteliti, seperti
dikemukakan (Sekaran, 2003: 161).
3.2. Operasionalisasi Variabel
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel eksogen adalah analisa bauran
pemasaran dan keunggulan posisional, sedangkan variabel endogennya yaitu, citra
perusahaan angkutan darat (travel). Variabel-variabel tersebut akan diukur dengan
instrumen pengukuran dalam bentuk kuesioner yang bersifat tertutup yang
memenuhi Skala Likert. Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, dan skor yang
diperoleh mempunyai tingkat pengukuran ordinal.
Variabel kinerja bauran pemasaran jasa meliputi 7 dimensi yaitu: kinerja
produk, harga, lokasi, promosi, orang, tampilan fisik, dan proses. Variabel
Keunggulan Positioning yang terdiri dari 2 dimensi meliputi nilai pelanggan
superior dan biaya relatif rendah. Variabel citra terdiri dari 3 dimensi yaitu citra


89
perusahaan, citra produk dan citra merek. Secara operasional untuk keperluan
pengukuran, maka disajikan dalam Tabel 3.1. berikut ini:
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel

Konsep
Variabel
[ 1 ]
Sub Variabel/
Dimensi
[ 2 ]
Indikator
[ 3 ]
Ukuran
[ 4 ]
Nomor
Kuesioner
[ 5 ]
Skala
[ 6 ]

Kinerja Bauran
Pemasaran Jasa
(Kombinasi
seluruh unsur
bauran
pemasaran jasa
angkutan darat
yang terdiri atas
produk/jasa,
harga/tarif,
saluran
distribusi,
promosi, people,
tampilan fisik
dan proses yang
ditawarkan
kepada
penumpang (X
1
))

Zeithaml Valerie
& Bitner Mary Jo
(2006:26)

Produk/Jasa
































Variasi jadwal
perjalanan




Pemesanan
dan
Pembayaran
Tiket



Pemberangkat
an




Ruangan
kendaraan

Toilet


Tempat bagasi




Keamanan



Kenyamanan



Pengambilan
bagasi




Ketersediaan
bacaan

Tkt.variasi
jadwal
pemberangkatan
n


Tkt.kemudahan
pemesanan &
pembayaran tiket




Tkt.ketepatan
waktu
pemberangkatan



Tkt.kebersihan
ruang mobil

Kebersihan


Tkt.keleluasaan
ruang bagasi



Tkt. Jaminan
keamanan


Tkt. kenyamanan



Tkt.kecepatan
dan keamanan
pengambilan
barang di bagasi


Tkt.ketersediaan
bacaan


1





2






3





4


5


6




7



8



9





10

Ordinal





Ordinal






Ordinal





Ordinal


Ordinal


Ordinal




Ordinal



Ordinal



Ordinal





Ordinal


90

Lanjutan Tabel 3.1
Konsep
Variabel
[ 1 ]
Sub Variabel/
Dimensi
[ 2 ]
Indikator
[ 3 ]
Ukuran
[ 4 ]
Nomor
Kuesioner
[ 5 ]
Skala
[ 6 ]

Harga/Tarif











Tarif yang
ditawarkan

Kejelasan
komponen
biaya

Biaya kelebihan
barang bawaan

Kesesuaian tarif
dengan fasilitas
yang diberikan


Tkt.tarif yang
ditawarkan

Tarif biaya



Tarif biaya
kelebihan
barang

Tkt.kesesuaian
tarif dengan
fasilitas yang
diberikan

11


12



13



14

Ordinal


Ordinal



Ordinal



Ordinal

Saluran
Distribusi/
Lokasi

Kemudahan
akses kelokasi
penjualan tiket


Suasana
lingkungan
travel

Lokasi travel


Tkt.kemudahan
mencapai lokasi
penjualan tiket


Tkt.kemudahan
dan kenyamanan
travel

Tkt.kemudahan
mencapai lokasi
travel


15




16



17

Ordinal




Ordinal



Ordinal

Promosi

Daya tarik
bauran promosi


Kemudahan
memahami isi
promosi

Kesederhanaan
pesan promosi


Daya tarik
discount



Daya tarik
orang
(personality)


Tingkat daya
tarik promosi
perusahaan


Tkt.kemudahan
memahami isi
promosi

Tingkat
kesederhanaan


Tingkat daya
tarik pemberian
discount


Tingkat daya
tarik personality

18




19



20



21




22

Ordinal




Ordinal



Ordinal



Ordinal




Ordinal



91
Lanjutan Tabel 3.1

Konsep
Variabel
[ 1 ]
Sub Variabel/
Dimensi
[ 2 ]
Indikator
[ 3 ]
Ukuran
[ 4 ]
Nomor
Kuesioner
[ 5 ]
Skala
[ 6 ]

Sumber Daya
Manusia

Kemampuan
petugas di area
loket dan check-
in

Keramahan
petugas


Kecakapan
petugas dalam
merespon
kebutuhan
penumpang


Penampilan
petugas

Kemampuan
Pengemudi

Keramahan
pengemudi

Kecakapan
pengemudi

Penampilan
pengemudi

Keramahan &
kesopanan
petugas di
tempat tujuan

Kesediaan
petugas
memberikan
pelayanan di
tempat tujuan

Tkt.Kemampuan
petugas di area
loket dan check in


Tkt.keramahan
petugas di area
loket

Tkt.kecakapan
petugas di area
check in dalam
merespon
kebutuhan
penumpang


Tkt. Penampilan
petugas

Tkt. kemampuan
driver

Tkt. keramahan
driver

Tkt.kecakapan
driver

Penampilan driver


Tkt.keramahan &
kesopanan
petugas di tempat
tujuan

Tkt.kesediaan
petugas
memberikan
pelayanan di
tempat tujuan

23




24



25






26


27


28


29



30


31




32






Ordinal




Ordinal



Ordinal






Ordinal


Ordinal


Ordinal


Ordinal



Ordinal


Ordinal




Ordinal









92
Lanjutan Tabel 3.1
Konsep
Variabel
[ 1 ]
Sub Variabel/
Dimensi
[ 2 ]
Indikator
[ 3 ]
Ukuran
[ 4 ]
Nomor
Kuesioner
[ 5 ]
Skala
[ 6 ]

Tampilan
Fisik

Kapasitas
kendaraan


Ruang tunggu


Tempat duduk


Bagasi


Ruang bagasi




Tkt.kesesuaian
kapasitas
kendaraan

Tkt.kenyamanan
ruang tunggu

Tkt kenyamanan
tempat duduk

Tkt.keamanan
ruang bagasi

Tkt.keamanan
ruang bagasi



33



34


35


36


37

Ordinal



Ordinal


Ordinal


Ordinal


Ordinal

Proses

Kesederhanaan
prosedur
pengecekan
barang


Ketertiban
proses pelayanan

Prosedur
penanganan
bagasi


Kemudahan
mendapatkan
tempat duduk di
kendaraan


Penggunaan alat
bantu
keselamatan

Makanan/Snack


Kedisiplinan
petugas


Pengaduan
masalah

Tkt.kesederhanaan
prosedur
pengecekan
barang


Tkt. ketertiban
proses pelayanan

Tkt. kecepatan
prosedur
pelayanan bagasi


Tkt.kemudahan
pencarian tempat
duduk di
kendaraan


Tkt.kejelasan
penggunaan alat
penyelamatan

Layanan Snack


Tkt.kedisiplinan
petugas travel


Tkt.kemudahan
pengaduan
masalah


38





39


40




41





42



43


44



45

Ordinal





Ordinal


Ordinal




Ordinal





Ordinal



Ordinal


Ordinal



Ordinal


93
Lanjutan Tabel 3.1
Konsep
Variabel
[ 1 ]
Subvariabel/
Dimensi
[ 2 ]
Indikator
[ 3 ]
Ukuran
[ 4 ]
Nomor
Kuesioner
[ 5 ]
Skala
[ 6 ]

Keunggulan
Posisional

(Kapabilitas
perusahaan yang
berkaitan dengan
nilai pelanggan
(penumpang)
yang superior,
serta biaya yang
relatif rendah
unggul
dibandingkan
dengan pesaing.
(X
2
))

Day George S
(1999:131)

Pembedaan
pemosisian
(Differentiat
ed positions)

Umur dan jenis
kendaraan

Layanan dengan
teknologi
Informasi


Keahlian
karyawan dan
pengalaman supir

Image


Tkt.kemampuan
dalam pelayanan

Tkt.ketersediaan
dan kelengkapan
layanan


Tkt.keahlian dan
pengalaman


Tkt.kesesuaian
reputasi

46


47




48



49


Ordinal


Ordinal




Ordinal



Ordinal

Biaya relatif
rendah
(lower
relative cost)


Kesesuaian
kualitas layanan
dengan biaya
yang
dikeluarkan



Variasi biaya
dalam perjalanan


Kelas ekonomi
dalam perjalanan


Tkt.
perbandingan
kualitas layanan
yang diberikan
dengan biaya
yang
dikeluarkan

Adanya variasi
biaya tambahan
dalam perjalanan

Tkt.keterjangkau
an biaya untuk
kelas ekonomi


50







51



52

Ordinal







Ordinal



Ordinal




Citra

(Perasaan
seseorang yang
dihasilkan dengan
membandingkan
kinerja suatu
produk/jasa
dengan
produk/jasa
pesaing menurut
pelanggan. (Y))

Kotler dan Keller
(2009:164);
Lovelock
(2001:57)

Citra
perusahaan


Profesionalisme
perusahaan
memberikan
pelayanan

Integritas
perusahaan

Reputasi
perusahaan

Keadilan dalam
melayani setiap
penumpang

Kesungguhan
perusahaan

Kepedulian
perusahaan


Tkt.
profesionalisme
pelayanan



Tkt. Integritas
perusahaan

Tkt. Reputasi
perusahaan

Tkt.keadilan



Kesungguhan


Keperdulian

53





54


55


56



57


58

Ordinal





Ordinal


Ordinal


Ordinal



Ordinal


Ordinal



94



Citra Produk


Jenis kendaraan

Kemudahan alat
P3K

Ketersedian tv dan
headphone untuk
musik (Internet,
MP3, Radio)

Pendukung fisik



Pengaturan
terhadap suhu
udara yang baik

Pengaturan/penguk
uran intensitas
cahaya

Peralatan lainnya


jenis kendaraan

Alat kesehatan


Hiburan

Internet


Tkt. pendukung
fisik
Papan Informasi

Pengaturan suhu
udara


Cahaya ruang
kendaraan


peralatan
pendukung



59

60


61

62



63

64

65



66



67


Ordinal

Ordinal


Ordinal

Ordinal



Ordinal

Ordinal

Ordinal



Ordinal



Ordinal


Citra Merek



Kesesuian janji
yang diberikan

Memperhatikan
dan memahami
kebutuhan
penumpang selama
perjalanan

Kecepatan dan
kesigapan petugas






Konsistensi mutu



Asuransi


Tkt.kesesuain janji
perusahaan travel

Tkt.Kepedulian

Komunikasi



Tkt.kecepatan
layanan

Penanganan
komplain

Kesigapan

mutu layanan

mutu produk

Asuransi




68


69

70



71


72


73

74

75

76


Ordinal


Ordinal

Ordinal



Ordinal


Ordinal


Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal
3.3 Sumber dan Cara Penentuan Data
3.3.1 Sumber Data
Sumber data/informasi dalam penelitian ini berdasarkan kepada jenis data yang
diperlukan. Data yang diolah (dianalisis) dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa jawaban
responden, yang dikuantifikasikan dalam bentuk skor. Adapun data dalam penelitian ini data yang
digunakan terdiri atas dua jenis :



95
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak perusahaan
angkutan darat (travel) dengan cara survei, menyebarkan kuesioner, dan
wawancara dengan respondennya penumpang travel, dengan menggunakan
teknik pengumpulan data tertentu yang dibuat secara khusus untuk itu
(Sekaran Uma, (2000:221); Mudrajad Kuncoro (2006:127); Zikmund
(2000:124).
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak kedua merupakan data
penunjang yang digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini berupa
data penelitian empirik dilapangan yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Asosiasi
perusahaan angkutan darat nasional.

3.3.2 Cara Penentuan Data
Umi Narimawati (2010) menjelaskan bahwa : Populasi target merupakan
kumpulan dari satuan/unit yang ingin kita buat inferensi/generalisasinya, populasi
studi merupakan kumpulan dari satuan di mana kita mengambil sampel,
percontoh/sampel merupakan kumpulan dari unit yang kita ambil dari populasi
studi di mana pengukuran dilakukan.
Populasi tidak lain adalah himpunan, sedangkan himpunan yang dimaksud
dalam penelitian dapat berupa benda, manusia, gejala, peristiwa, atau hal-hal lain
yang memiliki karakteristik tertentu untuk memperjelas masalah penelitian
(Winarno, 1990; Kerlinger, 1995; dan Suharsimi, 1996). Sedangkan menurut Uma
Sekaran (2000:266) populasi menunjukkan keseluruhan grup dan orang-orang,
peristiwa atau barang-barang yang diminati dan ingin dikaji oleh peneliti untuk


96
diselidiki. Dengan demikian populasi dalam penelitian ini meliputi keseluruhan
pihak yang dijadikan sumber informasi bagi indikator-indikator yang mengukur
setiap variabel, kinerja bauran pemasaran, keunggulan posisional, dan citra
perusahaan angkutan darat (travel).
Untuk memperoleh sampel yang representatif, ada beberapa langkah yang
akan dilakukan dalam penelitian ini. Pertama, menginventarisasi rata-rata jumlah
penumpang beberapa perusahaan angkutan darat (travel). Kedua, menentukan
ukuran sampel dari besarnya populasi yang berupa jumlah penumpang.
Dalam penelitian ini proses penarikan sampel minimal dapat dilakukan
dengan teknik stratified random sampling melalui dua tahap (two stage cluster
sampling), yaitu melakukan random tahap pertama untuk menentukan jumlah
perusahaan angkutan darat (travel) yang menjadi sampel wilayah penelitian dan
kemudian melakukan random tahap kedua dengan cara Purposive sampling untuk
menentukan jumlah penumpang yang menjadi responden pada perusahaan travel
yang telah dipilih.
Menurut Moh. Nazir (1988: 369) penarikan sampel secara random dari
SPU dilakukan dengan menggunakan rumus:
M
m
f =
Dimana:
f = sampel fraction
m = besar unit sampel
M = jumlah SPU



97
Menurut Gay (dalam Husein Umar, 1998: 108) mengatakan bahwa ukuran
sampel fraction untuk penelitian yang menggunakan metode diskriptif
korelasional minimal 20% dari populasi.
Dalam penelitian ini ukuran sampel untuk memperoleh data primer
ditentukan dalam bentuk uji statistika yang akan digunakan yaitu model
persamaan struktural atau Structural Equation Modeling (SEM). Secara umum
ukuran sampel untuk model persamaan struktural paling sedikit 200 pengamatan
(Kelloway, 1998; Marsh et.al), atau 100 perusahaan (Ibu Umi Narimawati).
Jreskog dan Srbom (1988:32) dalam Achmad Bachrudin dan Harapan L.
Tobing;2003:68), menyatakan bahwa hubungan antara banyaknya variabel dan
ukuran sampel minimal dalam model persamaan struktural :

Tabel 3.2
Ukuran Sampel Minimal dengan Banyaknya Variabel
Banyaknya variabel Ukuran sampel minimal
3 200
5 200
10 200
15 360
20 630
25 975
30 1395
Sumber: Bachrudin Achmad dan Harapan L, Tobing. (2003:68)

Hair (1998:605) menyatakan tidak ada kriteria tunggal untuk menentukan
ukuran sample dalam SEM, namun perlu diperhatikan rasio sample terhadap
parameter (indikator) agar mencapai rasio 15 yang berarti tidak hanya
memperhitungkan banyak variabel. Metode yang digunakan adalah survei, yaitu
mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat


98
pengumpul data utama (Masri Singarimbun, 1995:3). Cara penentuan sampel
yang dilakukan dengan teknik stratified random sampling untuk memperoleh
sampel minimal yang representative digunakan rumus berikut ini:
1 ) (
2
+
=
d N
N
n
(Yamane, dalam Rakhmat, 1999:82)

Dimana :
n = ukuran sampel minimal
N = ukuran populasi
d = presisi yang digunakan

Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik stratified random sampling. Menurut Uma Sekaran (2000:283) bahwa,
sampel ditarik dengan memisahkan elemen-elemen populasi dalam kelompok
kelompok yang memiliki strata. Sampel diambil dari populasi yang pernah
menggunakan jasa angkutan darat (travel).
Selanjutnya dari ukuran sampel penumpang, dilakukan secara proporsional
dengan tidak memberikan peluang sama bagi setiap anggota populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel, dengan rumus Al-Rasyid (1993) sebagai berikut:
n
N
Ni
n
i
=

Dimana :
ni = Ukuran sampel penumpang
Ni = Ukuran populasi pada setiap perusahaan travel terpilih
N = Ukuran populasi secara keseluruhan
n = Ukuran sampel keseluruhan dari populasi



99
3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi sasaran adalah perusahaan
angkutan darat (travel), sedangkan unit analisis adalah pelanggan (penumpang)
travel.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Melakukan observasi, yaitu pengumpulan data dengan mengamati kegiatan
penumpang secara langsung yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
2. Menyebarkan kuesioner, kepada responden dengan menggunakan daftar
pertanyaan yang disampaikan langsung kepada responden, menyangkut
kinerja bauran pemasaran, keunggulan positioning dan citra
3. Melakukan wawancara dengan semua pihak yang terkait dengan masalah yang
diteliti, agar dapat mengungkap fakta yang terjadi dilapangan.
4. Dokumentasi, dilakukan dengan menelaah dan mengkaji catatan/laporan dan
dokumen-dokumen lain dari berbagai lembaga yang ada kaitannya dengan
permasalahan yang diteliti.
Data primer yang diperoleh dari kuesioner disusun dengan skala ordinal
berpedoman pada Likert Summated Rating. Sebelum kuesioner dipakai untuk
mengumpulkan data primer, maka dilakukan uji coba kuesioner terlebih dahulu
untuk menguji validitas dan reliabilitasnya.




100
3.4.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang
ingin diukur, atau sejauh mana alat ukur yang digunakan mengenai sasaran.
Semakin tinggi validitas suatu alat test, maka alat tersebut semakin mengenai pada
sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Suatu test
dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat test tersebut menjalankan
fungsi pengukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan
diadakannya test atau penelitian tersebut.
Langkah-langkah uji validitas: 1) menganggap skor butir pertanyaan
sebagai nilai X dan skor total sebagai nilai Y; 2) mengkorelasikan butir-butir soal
pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi pearson
dengan rumus:
(
(

|
.
|

\
|

(
(

|
.
|

\
|

=


= = = =
= = =
n
1 i
2
n
1 i
i
2
i
n
1 i
2
n
1 i
i
2
i
n
1 i
n
1 i
i i
n
1 i
i i
yx
Y Y n X X n
Y X Y X n
r



dimana:
r
xy
adalah koefisien validitas item yang dicari, X adalah skor butir masing-masing
pertanyaan, dan Y adalah skor total pertanyaan.
Angka korelasi yang diperoleh secara statistik dibandingkan dengan angka
kritik tabel korelasi nilai r. Bila r
hitung
> r
tabel
berarti data tersebut signifikan (valid)
dan layak digunakan dalam pengujian hipotesis penelitian.


101
Dan sebaliknya bila r
hitung
< r
tabel
data tersebut tidak signifikan (tidak valid) dan
tidak akan diikutsertakan dalam pengujian hipotesis penelitian.

3.4.2 Uji Reliabilitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat konsistensi hasil pengukuran
jika dilakukan pengukuran ulang terhadap gejala dan alat ukur yang sama. Yang
dimaksud dengan reliabilitas adalah menunjukan pada suatu pengertian bahwa
sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjukan
tingkat keterandalan tertentu. Reliabel artinya, dapat dipercaya, jadi dapat
diandalkan. (Suharsimi Arikunto, 2002:154)
Untuk melakukan uji reliabilitas, penulis menggunakan rumus alpha.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Membuat daftar distribusi nilai untuk setiap bulir angket dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Memberikan nomor pada angket yang masuk.
b. Memberikan skor pada setiap bulir sesuai dengan bobot yang telah
ditentukan yakni kategori 5 skala Likert.
c. Menjumlahkan skor untuk setiap responden dan kemudian jumlah skor ini
dikuadratkan.
d. Menjumlahkan skor yang ada pada setiap bulir dari setiap jawaban yang
diberikan responden.


102
e. Mengkuadratkan skor jawaban dari tiap-tiap responden untuk setiap bulir
dan kemudian menjumlahkannya.
2. Menghitung koefisien r untuk uji reliabilitas dengan menggunakan rumus
alpha sebagai berikut :
3.


Keterangan :
r
11
= Reliabilitas Instrumen
k = banyaknya bulir soal

2
b
o = jumlah varian bulir
2
t
o = varian total

Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan koefisien reliabilitas instrumen, terlebih dahulu setiap
bulir tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan jumlah varian bulir (
2
b
o )
dengan rumus sebagai berikut :

2. Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan perhitungan untuk
mendapatkan varian total (
2
t
o )
3. Mengkonsultasikan nilai r dengan pedoman interpretasi koefisien korelasi
untuk mengetahui apakah instrumen angket yang digunakan reliabel atau
tidak.


r
11 =
(

2
2
1
t
b
k
k
o
o

n
n
X
X

=
2
2
2
) (
o


103
Dalam penelitian ini, penentuan ukuran sample juga dengan
memperhatikan aturan sebagai berikut :
Jenis penelitian
Eksplorasi awal: 1 percontoh mungkin cukup
Generalisasi - harus representative
Skala-ukur variabel dependen
Kategorikal/proporsional
Kontinyu (interval)
Derajat ketepatan perkiraan yang diinginkan
Semakin tinggi ~ semakin besar sample
Variabel dependen : kategori

Satu populasi :



n= Jumlah percontoh dibutuhkan
Z= Nilai Baku distribusi normal pada a tertentu
p= proporsi sesuatu; q=1-p
d= derajat akurasi (presisi) yang diinginkan

o Dua populasi :



n= Jl. Percontoh dibutuhkan=n1=n2
Z= Nilai Baku distribusi normal pada a atau | tertentu
p1= proporsi sesuatu pd klp I; q1=1-p1
p2= proporsi sesuatu pd klp II; q2=1-p2
p= (p1+p2)/2; q=1-p
d
q p
z
= n
2
* *
2
/2 - 1 o
)
2
p - p (
)
2
q p + q p
z
+ 2pq
z
(
= n
2 1
2 2 1 1
- 1 /2 - 1 | o


104
VARIABEL DEPENDEN: KONTINYU


SATU POPULASI :




n= Jl. Percontoh dibutuhkan
Z= Nilai Baku distribusi normal pada a / | tertentu
o= Standar deviasi (simpang baku)
= Rerata


- DUA POPULASI :




n= Jl. Percontoh dibutuhkan
Z= Nilai Baku distribusi normal pada a tertentu
o 2=Varians Gabungan (Pooled Variance)=(S12 + S22 )/2
1= Rerata kelompok I; 2= Rerata kelompok II;



3.5. Rancangan Analisis Data dan Uji Hipotesis
3.5.1 Rancangan Analisis Data
Pada penelitian ini, digunakan dua jenis analisis yaitu (1) analisis
deskriptif khususnya bagi variabel yang bersifat kualitatif dan (2) analisis
kuantitatif be rupa pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik. Analisis
) - (
)
z
+
z
(
= n
2
a 0
2
- 1 - 1
2

o
| o
) - (
)
z
+
z
( 2
= n
2
2 1
2
- 1 - 1
2

o
| o


105
deskriptif digunakan untuk melihat faktor penyebab sedangkan analisis kuantitatif
menitikberatkan dalam pengungkapan perilaku variabel penelitian. Dengan
menggunakan kombinasi metode analisis tersebut dapat diperoleh generalisasi
yang bersifat komprehensif.
Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing
variabel dalam penelitian ini, sehingga akan diperoleh informasi atau gambaran
tentang pelaksanaan kinerja bauran pemasaran, keunggulan positioning, citra
angkutan darat (travel) Indonesia, yang merupakan penjabaran tujuan penelitian
satu sampai dengan empat dalam penelitian ini.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis
deskriptif adalah sebagai berikut:
1. Setiap indikator/sub variabel yang dinilai oleh responden, diklasifikasikan
ke dalam lima alternatif jawaban dengan menggunakan skala ordinal yang
menggambarkan peringkat jawaban. Peringkat jawaban setiap indikator
diberi skor antara 1 sampai dengan 5.
2. Dihitung total skor setiap variabel/sub variabel = jumlah skor dari seluruh
skor indikator variabel untuk semua responden.
3. Dihitung skor setiap variabel/subvariabel = rata-rata dari total skor
4. Untuk mendeskripsikan jawaban responden juga digunakan statistik
deskriptif seperti distribusi frekuensi dan ditampilkan dalam bentuk tabel
ataupun grafik dengan menggunakan bantuan software Excell dan SPSS
5. Untuk menjawab deskripsi tentang masing-masing variabel penelitian ini
digunakan rentang kriteria penilaian:


106
RS = n(m-1)/m
n = jumlah sampel (dalam penelitian ini 400)
m = jumlah alternatif jawaban tiap item (5 alternatif)

Selanjutnya untuk menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian
dapat dilihat dari perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal. Skor aktual
diperoleh melalui hasil perhitungan seluruh pendapat responden sesuai klasifikasi
bobot yang diberikan (1, 2, 3, 4, dan 5). Sedangkan skor ideal diperoleh melalui
perolehan prediksi nilai tertinggi dikalikan dengan jumlah kuesioner dikalikan
jumlah responden.

Misalnya untuk variabel kinerja bauran pemasaran jasa terdiri dari 7 sub variabel
dengan 15 item kuesioner dengan jumlah responden 400 orang, maka akan
diperoleh kriteria berikut ini:
Skor aktual : jawaban seluruh responden (400) orang atas 45 kuesioner
yang diajukan = 60.425.
Skor ideal : bobot tertinggi yakni 5 x 400 x 45 = 90.000
% Skor aktual : skor aktual dibagi skor ideal berarti (60.425/90.000) x
100% = 67.14%. Selanjutnya hasil tersebut, dikonfirmasi
dengan kriteria yang telah ditetapkan yang menunjukkan
kriteria cukup.
Selain dianalisis secara deskriptif untuk menjawab tujuan penelitian 1,
maka selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif (verifikatif) untuk menjawab
tujuan penelitian 2, 3, 4, dan 5 dengan menggunakan alat uji Model Persamaan
Struktural (Structural Equation Modeling/SEMl). SEM merupakan suatu teknik


107
statistik yang menganalisis variabel indikator, variabel laten, dan kekeliruan
pengukuran (Joreskog & Sorbom, 1996). SEM digunakan untuk menganalisis
hubungan antara variabel laten yang satu dengan variabel laten yang lain yang
dikenal sebagai persamaan struktur (structural equation) yang bersama-sama
melibatkan kekeliruan pengukuran. Selain itu, model persamaan structural ini
dapat digunakan untuk menganalisis hubungan dua arah (reciprocal). Pengolahan
data dalam penelitian ini menggunakan program LISREL (Linier Struktural
Relationship) 8.30 yang merupakan paket program statistik untuk Structural
Equation Model (SEM). Pengujian model penelitian untuk mengukur faktor-
faktor yang diidentifikasi dilakukan dengan Confirmatory Factor Analysis
Approach.
Craig (1999:43) mengutif pernyataan Marcoulides bahwa teknik
Structural Equation Model yang merupakan causal modeling adalah unsur dasar
dari analisis multivariat terapan. Teknik Structural Equation Model dapat
digunakan untuk menginvestigasi hubungan yang dihipotesiskan antara
serangkaian latent constructs.
Model persamaan struktural terdiri dari dua jenis variabel yaitu variabel
manifes dan variabel laten. Variabel manifes merupakan variabel observasi yang
mewakili spesifik latent constructs, sedangkan variabel laten merupakan
theoretical constructs. Dengan model persamaan struktural dimungkinkan untuk
mengkuantifisir hubungan antara beberapa variabel manifes menjadi variabel
laten dalam jumlah yang lebih sedikit.


108
Seperti dikutip Craig (1999:44), dinyatakan bahwa analisis faktor
konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis) merupakan yang lebih banyak
digunakan dibandingkan analisis eksploratori (Eksploratory Factor Analysis). Hal
ini disebabkan karena para peneliti memanfaatkan spesifikasi teoritis dari latent
constructs sebagai hipotesis yang akan diuji berdasarkan data korelasional.
Data penelitian dari penyebaran kuesioner memiliki tingkat pengukuran
ordinal. Untuk melakukan analisis dengan menggunakan program LISREL 8.70
memerlukan data dengan skala pengukuran sekurang-kurangnya interval. Maka
untuk keperluan analisis terlebih dahulu dilakukan transformasi data dari skala
ordinal ke interval dengan menggunakan metode Succesive Intervals Method,
dengan langkah kerja sebagai berikut:
(1) Memperhatikan setiap item pertanyaan/pernyataan.
(2) Untuk setiap item pertanyaan/pernyataan, tentukan berapa banyak responden
yang mendapat skor 1,2,3,4, dan 5 yang selanjutnya disebut frekuensi (f).
(3) Tentukan proporsi (p) dengan cara membagi setiap frekuensi dengan
banyaknya responden.
(4) Menghitung proporsi kumulatif (pk).
(5) Menghitung nilai Z setiap proporsi kumulatif yang diperoleh dengan
menggunakan tabel normal.
(6) Menghitung nilai densitas normal (fd) yang sesuai dengan nilai Z.
(7) Tentukan nilai skala untuk setiap nilai Z dengan rumus sebagai berikut:




109
(Density at lower limit) - (Density at upper limit)
Scale Value =
(Are below upper limit) - (Area below lower limit)


Dimana,
Density at lower limit : Kepadatan Batas Bawah
Density at upper limit : Kepadatan Batas Atas
Area Under upper limit : Daerah di bawah Batas
Area Under lower limit : Daerah di bawah Batas Bawah


(8) Sesuaikan nilai skala ordinal ke interval, yaitu scale value yang nilainya
terkecil (harga negative yang terbesar) diubah menjadi sama dengan satu
melalui transformasi sebagai berikut:
Transformed Scale Value = Scale Value + {Scale Value
Minimum
} + 1
Alasan penulis menggunakan model persamaan struktural untuk
menganalisis hipotesis penelitian ini, sesuai pendapat Kelloway Seperti dikutip
Bahrudin & Tobing (2003:5), yaitu:
1. Penelitian sosial umumnya menggunakan pengukuran-pengukuran untuk
menjabarkan konstruk. Dengan SEM sekaligus dapat mengevaluasi kualitas
pengukuran, yaitu reliabilitas dan validitas suatu alat ukur.
2. Dalam penelitian ini, peneliti sangat tertarik terhadap prediksi. Dalam
melakukan prediksi tidak hanya melibatkan model 2 (dua) variabel, tetapi
juga dapat melibatkan model yang berupa struktur hubungan antara beberapa
variabel yang diteliti.


110
3. Dengan SEM dapat melayani sekaligus suatu analisis kualitas pengukuran
dan prediksi. Khususnya dalam model-model variabel laten, model ini
merupakan suatu model yang fleksibel dan sangat ampuh secara simultan
memeriksa kualitas pengukuran dan hubungan prediktif antar konstruk.

Sedangkan alasan-alasan mengapa menggunakan LISREL menurut
Bachrudin & Tobing (2003) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas pengukuran dilibatkan dalam perhitungan
2. Tidak hanya variabel indikator, variabel laten juga diikutsertakan dalam
analisis.
3. Dengan menggunakan LISREL dimungkinkan untuk pengembangan
konsep-konsep atau teori.

Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menggunakan
Model Persamaan Struktural (Structural Equation Model) menurut Hair,
Anderson and Black (1998) adalah sebagai berikut:
1. Langkah pertama: Membangun model yang berbasis teori.
SEM berdasarkan pada hubungan sebab akibat, di mana perubahan yang
terjadi pada suatu variabel diasumsikan untuk menghasilkan perubahan pada
variabel lain. Pada tahap ini model teoritis dikembangkan sesuai dengan
model yang akan diamati yang mana hal ini sudah tercermin dalam kerangka
pemikiran.
2. Langkah kedua: Membangun diagram alur hubungan sebab akibat.


111
SEM menggambarkan hubungan antar variabel pada sebuah diagram alur yang
secara khusus dapat membantu dalam menggambarkan rangkaian hubungan
sebab akibat antar konstruk dari model teoritis yang telah dibangun pada tahap
pertama. Diagram alur menggambarkan hubungan antar konstruk dengan anak
panah yang digambarkan lurus menunjukkan hubungan kausal langsung dari
suatu konstruk ke konstruk lainnya. Konstruk eksogen, dikenal dengan
independent variabel yang tidak diprediksi oleh variabel yang lain dalam
model. Konstruk eksogen adalah konstruk yang dituju oleh garis dengan satu
ujung panah.
3. Langkah ketiga: Menjabarkan diagram alur ke dalam persamaan matematis.
Berdasarkan konsep model penelitian pada tahap dua di atas dapat
diformulasikan dalam bentuk matematis. Persamaan yang dibangun dari
diagram alur yang konversi terdiri atas:
a) Persamaan struktural (structural model), menyatakan hubungan kausalitas
untuk menguji hipotesis.
b) Model pengukuran (measurement model), menyatakan hubungan
kausalitas antara indikator dengan variabel penelitian (latent).
4. Langkah keempat: Memilih tipe matriks input.
Dalam pengujian, matriks input yang digunakan adalah matriks korelasi.
5. Langkah kelima: Menaksir identifikasi persamaan model.
Masalah dalam identifikasi pada prinsipnya adalah pada problem mengenai
ketidakmampuan model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi
yang baik. Pada langkah ini dapat dilakukan dengan melihat:


112
a) Standar error yang lebih besar untuk satu atau lebih koefisien
b) Korelasi yang tinggi (lebih besar atau sama dengan 0,9) diantara koefisien
estimasi.
6. Langkah keenam: Interpretasi model atau hasil pengujian.
Pada tahap ini hasil diinterpretasikan dan dikaji secara teoritis dan mendalam.
Penjelasan-penjelasan logis diuraikan atas temuan.


3.5.2 Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model persamaan
struktural atau Struktural Equation Modeling (SEM), yaitu salah satu teknik
multivariat yang memeriksa rangkaian hubungan ketergantungan antar variabel.
Biasanya digunakan jika satu variabel dependen menjadi variabel independen
dalam hubungan ketergantungan yang berikutnya.
Model persamaan struktural terdiri atas persamaan pengukuran dan
persamaan struktural. Hubungan antara variabel indikator dengan variabel lainnya
merupakan persamaan pengukuran sedangkan hubungan antara variabel laten
dikenal sebagai persamaan struktural.

Berikut ini adalah model persamaan struktural :

, q q + I + = B




113
Model persamaan pengukuran untuk y
c q + A =
y
y
Model persamaan pengukuran untuk x
o q + A =
x
x
dimana
y = vektor variabel endogen yang dapat diamati berukuran px1
x = vektor variabel eksogen yang dapat diamati berukuran px1
q = vektor random dari variabel laten endogen berukuran mx1
= vektor random dari variabel laten eksogen berukuran nx1
c = vektor kekeliruan pengukuran dalam y
o = vektor kekeliruan pengukuran dalam x
y
A = matriks koefisien regresi y atas q berukuran pxm
x
A = matriks koefisien regresi x atas berukuran qxn
I = matriks koefisien variabel dalam persamaan struktural berukuran m xn
B = matriks koefisien variabel q dalam persamaan struktural berukuran m x n
, = vektor kekeliruan persamaan dalam hubungan struktural antara q dan
berukuran m x 1
Lima tahap dalam pemodelan persamaan struktural Bollen dan Long,
dalam Bachrudin Achmad dan Tobing, Harapan L. (2003:55) yaitu:
1. Spesifikasi Model
2. Identifikasi
3. Estimasi
4. Uji Kecocokan
5. Spesifikasi ulang.



114

Seperti terlihat pada gambar berikut ini :











Gambar 3.1
Proses Permodelan Persamaan Struktural
Sumber: Bachrudin Achmad dan Tobing, Harapan L. (2003:56)




Spesifikasi Model.
Pada tahap ini dilakukan model teoritis yang dirumuskan oleh peneliti,
mengacu kepada dasar teori melalui studi literatur. Berdasarkan hipotesis
konseptual yang diajukan, dimana hipotesis konseptual itu saling berkai-
tan/berhubungan, maka terlebih dahulu hipotesis konseptual tersebut digambarkan
dalam suatu kerangka alur hubungan antara variabel dimana dalam kerangka akan
terlihat hubungan tersebut merupakan model persamaan struktural (Structural Eq-
uation Modeling).


Verbal
Proposition
Testable
Theory
Interpretation and
Consequences
Data
Collection
Formulations of
a Model
Correction of a
Rejected
Simplication of a
Theory
Identification
Correlations and
Covariancesbetwee
n Observed
variables
Deration of
Correlations and
Covarians from the
Model
Test of The
Theory
Estimation of The
Effects
Sampling


115
Diagram jalur hubungan variabel manifes (indikator) dengan variabel laten
eksogen bauran pemasaran jasa dan keunggulan posisional terdapat pada Gambar
3.2 berikut :

















Gambar 3.2
Path Diagram Spesifikasi Model
(Hubungan) Bauran Pemasaran Jasa dan Keunggulan Posisional





X1

1
(BP)

X2

X3

X4

X5

X6

X7

o2

o 3

o4

o1

o5

o6

o7

X1
11

12

13

14
15

16

17

2
(KP)

X9

o8

o9

X8

28

29

u12



116
Diagram jalur hubungan antara variabel laten/konstruk bauran pemasaran
jasa, keunggulan posisional dan citra dapat disajikan pada Gambar 3.3 berikut :




















Gambar 3.3. Path Diagram Model Persamaan Simultan
Bauran Pemasaran Jasa dan Keunggulan Posisional dampaknya terhadap
Citra





X1

1
(Bp)

X2

X3

X4

X5

X6

X7

o2

o 3

o4

o1

o5

o6

o7

X1
11

12

13

14
15

16

17

2
(Kp)

X9

o8

o9

X8

82

92

q(C)

|12

13

,2

Y1

Y2

Y3

y
11

y
22

y
33
c1

c2

c3

u12



117
Keterangan notasi-notasi pada gambar :

1
(Bp) =
variabel laten eksogen Bauran Pemasaran Jasa (ksi1)
x
1,...,
x
7

=
variabel indikator produk (x
1
), tarif/harga (x
2
), lokasi
(x
3
), promosi (x
4
), people(x
5
), tampilan fisik(x
6
), dan
proses (x
7
)

11
=
koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen
bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen produk

12
=
koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen
bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen tarif

13
=
koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen
bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen lokasi

14
=
koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen
bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen
promosi

15
=
koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen
bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen people
(orang)

16
=
koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen
bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen
tampilan fisik

17
=
koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen
bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen proses

13
=
koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen
bauran pemasaran jasa terhadap variabel laten endogen
citra
o
1,,
o
7
=
kesalahan pengukuran masing-masing indikator eksogen

2
(Kp) =
variabel laten eksogen keunggulan posisional (ksi2)
X
8,...,
x
9

=
variabel indikator nilai pelanggan superior (X
8
), dan
biaya relatif rendah (X
9
)
o
8,,
o
9
=
kesalahan pengukuran masing-masing indikator eksogen
KP

13
=
koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen
bauran pemasaran jasa terhadap variabel laten endogen
citra
|
12


=
koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen
keunggulan posisional terhadap variabel laten endogen
citra
q (C) =
variabel laten endogen citra
Y
1.Y2.
Y
3

=
variabel indikator citra perusahaan (y
1
); variabel
indikator citra produk (y
2
) dan variabel indikator citra
merek (y
3
)
c
4,
c
6
= kekeliruan pengukuran indikator citra perusahaan (c
1
),
kekeliruan pengukuran citra produk (c
2
) dan kekeliruan
pengukuran citra merek (c
3
)


118
Uji Hipotesis 1 : Kinerja Bauran Pemasaran Perusahaan Angkutan Darat (Travel)
Dirasakan Penumpang Sangat Baik

Hiptesis satu diterima jika hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa skor total
variable lebih besar dari nilai rata-rata batas median.

Uji Hipotesis 2 : Nilai Keunggulan Posisional Perusahaan Angkutan Darat
(Travel) Dirasakan Penumpang Sangat Baik

Hiptesis dua diterima jika hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa skor total
variable lebih besar dari nilai rata-rata batas median.


Uji Hipotesis 3 : Citra Perusahaan Angkutan Darat (Travel) Dirasakan
Penumpang Sangat Baik

Hiptesis tiga diterima jika hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa skor total
variable lebih besar dari nilai rata-rata batas median.

Uji Hipotesis 4 : Bauran Pemasaran dengan Keunggulan Posisional berpengaruh
secara simultan dan parsial terhadap Citra

H
0
: , |

= 0 Bauran Pemasaran Jasa (
1
) dan Keunggulan Posisional (
2
), tidak
berpengaruh terhadap Citra (q) baik secara parsial maupun
simultan
H
1
:
,
|

0 Bauran Pemasaran Jasa (
1
) dan Keunggulan Posisional (
2
),
berpengaruh terhadap Citra (q) baik secara parsial maupun
simultan











119
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Karakteristik Penumpang Perusahaan Angkutan Darat (Travel)
Berdasarkan hasil survey penumpang yang dilakukan pada beberapa
perusahaan angkutan darat (travel) rute Bandung - Jakarta, maka karakteristik
penumpang dijelaskan sebagai berikut. Objek Analisis adalah kinerja bauran
pemasaran, keunggulan posisional, dan citra. Tempat penelitian adalah
perusahaan angkutan darat (travel) di Bandung. Subjek penelitian adalah para
penumpang pemakai jasa angkutan darat (travel) rute Bandung-Jakarta.
Responden (penumpang) yang diambil sebagai sampel penelitian berdasarkan
convenience sampling yaitu penumpang yang menggunakan dan telah mengenal
dengan baik perusahaan yang dinilai. Data disajikan pada table berikut ini :

Tabel 4.1
Perusahaan Angkutan Darat (Travel)
Rute Bandung - Jakarta
No
Perusahaan Ukuran
Travel Sampel
1 Cipaganti 80
2 Cititrans 75
3 Transline 70
4 Baraya 65
5 XTRANS 55
6 Primajasatour 55
400
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2010, (n=400)



120
Untuk mengetahui karakteristik responden (penumpang) perusahaan travel
rute Bandung-Jakarta, selanjutnya akan dilihat dari jenis kelamin, usia, latar
belakang pendidikan, dan jenis pekerjaan.
A. Jenis Kelamin Penumpang
Berdasarkan kuesioner yang telah diisi sebanyak 267 (67%) responden
penumpang berjenis kelamin pria, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 133 orang
(33%) berjenis kelamin wanita.

Gambar 4.1


B. Usia Responden Penumpang
Dalam memberikan penilaian terhadap perusahaan angkutan darat (travel),
karakteristik penumpang penilai juga dikategorikan berdasarkan usianya.
Penumpang yang berkenan memberikan penilaian, dalam hal ini responden


121
terbanyak berada pada usia 18-25 tahun, yaitu sebesar 161 orang (40%), urutan
kedua penumpang berusia 25-35 tahun, yaitu sebanyak 124 orang (31%), urutan
ketiga penumpang berusia 35-45 tahun, yaitu sebanyak 90 orang (23%), dan yang
paling sedikit adalah penumpang berusia 45 tahun yaitu sebanyak 25 orang
(6%). Hal ini mengindikasikan bahwa penumpang pada usia 18-25 menunjukkan
usia produktif dengan aktifitas kegiatan yang tinggi sehingga sering menggunakan
jasa transportasi darat untuk kelancaran aktifitas kegiatannya.
Gambar 4.2

C. Tingkat Pendidikan Responden Penumpang
Karakteristik respoden dilihat dari jenjang pendidikan yang dimiliki,
mengindikasikan bahwa persentasi terbesar adalah penumpang yang sedang
menempuh pendidikan S1, yaitu sebesar 186 (47%), sedangkan urutan kedua
adalah penumpang dengan tingkat pendidikan S1 dan SMU, yaitu sebanyak 93
(23%), sedangkan urutan ketiga adalah penumpang dengan tingkat pendidikan S2,
yaitu sebanyak 76 (19%), sedangkan urutan keempat adalah penumpang dengan


122
tingkat pendidikan Akademi, yaitu sebanyak 38 (9%), dan responden yang paling
sedikit adalah dengan tingkat pendidikan S3, yaitu sebesar 7 orang (2%).
Gambar 4.3


D. Jenis Pekerjaan Penumpang
Berdasarkan jenis pekerjaan, penumpang yang menjadi responden dalam
penelitian ini, diklasifikasikan menjadi 5 kelas interval, yaitu: Swasta,
Pelajar/Mahasiswa, BUMN, PNS, dan lainnya, responden penumpang dalam
penelitian ini mayoritas memiliki pekerjaan pelajar/mahasiswa, yaitu sekitar 137
orang (34%), urutan kedua adalah responden dengan pekerjaan swasta, yaitu
berjumlah 92 orang (23%), urutan ketiga adalah responden dengan pekerjaan
BUMN, yaitu berjumlah 64 orang (16%), urutan keempat adalah responden
dengan pekerjaan PNS, yaitu berjumlah 58 orang (15%) dan yang paling sedikit
adalah responden dengan pekerjaan lainnya, yaitu sebanyak 49 orang (12%).



123

Gambar 4.4
Pekerjaan Penumpang


E. Penghasilan Penumpang

Responden terbanyak dengan penghasilan sebesar antara Rp 500.000 -
Rp 1.000.000 yaitu 180 orang (45%),- disusul kemudian responden
berpenghasilan antara Rp 1.000.000 - 5.000.000 yaitu sebesar 93 orang (23%),
dan Rp 5.000.000 - Rp.10.000.000 sebesar 89 orang (22%).
Gambar 4.5
Penghasilan Penumpang



124

4.2. Kinerja Bauran Pemasaran
Tujuh dimensi digunakan dalam menilai bauran pemasaran jasa
perusahaan travel, yaitu produk, biaya, lokasi, promosi, SDM, sarana fisik dan
proses. Secara keseluruhan perencanaan strategi bauran pemasaran sudah cukup
baik berdasarkan tanggapan responden perusahaan angkutan darat (travel). Dari
tujuh dimensi yang dipertimbangkan dalam menentukan kinerja bauran
pemasaran, terdapat 4 dimensi yang masih harus ditindaklanjuti untuk dicari
penyebab masalah karena masih dalam kategori cukup, yaitu: tarif, promosi,
tampilan fisik, dan proses yang pelaksanaannya belum terprioritaskan secara baik.
Hal ini disebabkan karena penilaian yang ada hanya pada tingkat keberhasilan
cukup saja. Dengan nilai yang demikian, dapat dikatakan peluang berhasil dalam
penerapan strategi dan kebijakan menjadi kecil. Padahal dalam hal perencanaan,
perlu adanya suatu keyakinan yang tinggi bahwa apa saja yang direncanakan akan
dapat dilaksanakan dengan baik.










125
Tabel 4.2, Persepsi Penumpang Perusahaan Travel Mengenai Kinerja
Bauran Pemasaran



Ketujuh sub-variabel yang membangun kinerja bauran pemasaran :
produk, distribusi, dan sumber daya manusia mendapatkan tanggapan yang paling
tinggi, yang ditunjukkan dengan rata-rata skor 71% (baik), sedangkan keempat
sub variable tarif, promosi, tampilan fisik, dan proses memperoleh tanggapan rata-
rata sebesar 65% (cukup). Masing-masing dari tujuh unsur bauran pemasaran
Indikator
Cipaganti
%
Cititrans
%
Transline
%
Baraya
%
XTRANS
%
Primajasa
tour
%
Produk
0.71 0.69 0.68 0.68 0.69 0.70
Tarif
0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
Distribusi
0.23 0.23 0.22 0.23 0.23 0.23
Promosi
0.33 0.33 0.32 0.33 0.33 0.34
SDM
0.70 0.70 0.69 0.70 0.70 0.70
Tampilan
Fisik
0.33 0.32 0.32 0.33 0.32 0.33
Proses
0.55 0.55 0.53 0.55 0.53 0.55


126
tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lainnya dan mempunyai
suatu bauran yang optimal sesuai dengan karakteristik segmennya (Zeithaml,
2000 : 18-21).
Dalam menilai kinerja bauran pemasaran tersebut, pada penelitian ini
adalah hasil kuesioner yang disebarkan kepada para responden yang merupakan
penumpang dari masing-masing perusahaan travel, oleh karena itu persepsi dari
masing-masing komponen (penumpang) tentang produk, tarif, distribusi, promosi,
sumber daya manusia, tampilan fisik, dan proses dapat dijelaskan sebagai berikut.
A. Produk
Produk, merupakan persentase tertinggi nilai yang dirasakan penumpang
sebagai kinerja dari bauran pemasaran perusahaan travel adalah indikator variasi
jadwal pemberangkatan dengan skor 1642 (82%), pemesanan & pembayaran tiket
mendapat skor 1582 (79%), ruang kendaraan 1495 (75%), tempat bagasi 1404
(70%), keamanan 1444 (72%), dan kenyamanan 1484 (74%) termasuk dalam
kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi penumpang, variasi jadwal
pemberangkatan, pemesanan & pembayaran tiket, ruang kendaraan, tempat
bagasi, keamanan, dan kenyamanan kendaraan penting bagi kinerja bauran
pemasaran perusahaan travel, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk
saat ini sudah dinilai baik oleh penumpang.





127
Gambar 4.6
Kategori Produk



B. Harga Tiket

Harga tiket, mendapatkan persentase cukup, seperti yang dirasakan oleh
penumpang sebagai bagian dari kinerja bauran pemasaran perusahaan travel,
untuk indikator kesesuaian tarif dengan fasilitas yang diberikan mendapat skor
1392 (70%) dan kejelasan komponen biaya mendapat skor 1376 (69%) termasuk
dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi penumpang tentang
kesesuaian tarif dengan fasilitas dan kejelasan komponen biaya yang diberikan
travel penting bagi kinerja bauran pemasaran perusahaan, oleh sebab itu harus
selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai cukup baik oleh penumpang.
Disadari sepenuhnya, tanpa kesesuaian tarif dengan fasilitas yang diberikan dan
kejelasan komponen biaya, penumpang tidak akan mendapatkan manfaat dengan


128
apa yang sudah dikorbankan yang pada akhirnya akan memberikan penilaian yang
kurang baik terhadap kinerja perusahaan angkutan darat (travel).
Gambar 4.7
Kategori Harga


Dari gambaran data diatas dapat dilihat harga tiket yang ditawarkan oleh
perusahaan travel secara keseluruhan masuk kategori cukup. Sementara
berdasarkan indikator lain terlihat bahwa kejelasan terhadap komponen biaya
berada dalam kategori baik, dan untuk indikator kesesuaian tarif dengan fasilitas
yang diberikan juga terlihat baik. Zeithalm dan Bitner (2000:437), menjelaskan tiga
dasar penetapan harga yang biasa digunakan dalam menetukan harga, yaitu (1)
penetapan harga berdasarkan biaya (cost-based pricing), (2) penentuan harga
berdasarkan persaingan (competition-based pricing) dan (3) penetapan harga
berdasarkan permintaan (demand-based). Dengan demikian perusahaan harus
mempertimbangkan sejumlah faktor dalam menetapkan harga, mencakup:
pemilihan tujuan penetapan harga, menentukan tingkat permintaan, prakiraan
biaya, menganalisa harga yang ditetapkan dan produk yang ditawarkan pesaing,
pemilihan metode penetapan harga, serta menentukan harga akhir agar kinerja


129
bauran pemasaran jasa bila dilihat dari indikator harga sesuai dengan prinsip-
prinsip penetapan harga sebagaimana dikemukakan oleh Zeithalm dan Bitner
(2000:436).


C. Saluran Distribusi
Saluran Distribusi, mendapatkan persentase baik sesuai yang dirasakan
penumpang sebagai kinerja bauran pemasaran perusahaan angkutan darat (travel),
untuk indikator loket penjualan tiket mendapat skor 1546 (77%), indikator
tersebut termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi
penumpang terhadap kemudahan akses loket penjualan tiket yang diberikan
perusahaan travel penting bagi kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan, oleh
sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai baik oleh
penumpang. Disadari sepenuhnya, tanpa kemudahan akses terhadap loket
penjualan tiket maka tidak akan memberikan kemudahan bagi para penumpang
dan mengurangi tingkat kenyaman konsumen.
Gambar 4.8
Kategori Saluran Distribusi




130

D. Promosi
Promosi, mendapatkan persentase cukup yang dirasakan penumpang
sebagai kinerja bauran pemasaran perusahaan angkutan darat (travel), untuk
indikator kemudahan memahami isi promosi mendapat skor 1400 (70%),
kesederhanaan isi promosi mendapat skor 1390 (70%), dan daya tarik bauran
promosi 1368 (68%), ketiga indikator tersebut termasuk dalam kategori baik. Hal
ini menunjukkan bahwa persepsi penumpang, mengenai kemudahan memahami
isi promosi, kesederhanaan isi promosi, dan daya tarik bauran promosi yang
diberikan perusahaan travel penting bagi kinerja bauran pemasaran perusahaan,
oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai cukup
oleh penumpang. Disadari sepenuhnya, tanpa kemudahan memahami isi promosi,
kesederhanaan isi promosi, dan daya tarik bauran promosi yang memadai maka
para calon penumpang tidak memiliki gambaran yang jelas tentang perusahaan
travel yang akan digunakan untuk perjalan hal ini akan berakibat penurunan
jumlah penumpang pada perusahaan angkutan darat (travel) tersebut.
Gambar 4.9
Kategori Promosi





131

Dari gambaran data diatas dapat dilihat promosi yang dilakukan oleh
perusahaan angkutan darat (travel) secara keseluruhan kategorinya cukup baik.
Buchari Alma (2004: 179) mengemukakan bahwa promosi merupakan suatu
bentuk komunikasi pemasaran, yang merupakan aktivitas pemasaran yang
berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi membujuk dan atau
mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia
menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang
bersangkutan. Meskipun secara umum bentuk-bentuk promosi memiliki fungsi
yang sama, tetapi bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan berdasarkan tugas-
tugas khususnya. Beberapa tugas khusus itu sering disebut bauran promosi
(promotion mix), yaitu mancakup :
(1).Personal Selling, (2).Mass Selling, (3).Sales Promotion, (4).Public Relation,
dan (5).Direct Marketing.

E. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia, mendapatkan persentase baik yang dirasakan
penumpang sebagai kinerja bauran pemasaran perusahaan travel, untuk indikator
kemampuan petugas di area check in mendapat skor 1389 (69%), Kecakapan
petugas merespon kebutuhan penumpang mendapat skor 1306 (65%), penampilan
petugas mendapat skor 1466 (73%), keramahan & kesopanan petugas mendapat
skor 1295 (65%) dan kesediaan petugas memberikan pelayanan di tempat tujuan
mendapat skor 1410 (71%), indikator tersebut termasuk dalam kategori baik. Hal


132
ini menunjukkan bahwa indikator tersebut penting bagi kinerja bauran pemasaran
perusahaan, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah
dinilai baik oleh penumpang.
Gambar 4.10
Kategori SDM

Dari gambaran data diatas dapat dilihat sumber daya manusia yang
dimiliki perusahaan travel secara keseluruhan sudah termasuk dalam kategori
baik.

F. Tampilan Fisik
Tampilan fisik, mendapatkan persentase cukup sebagaimana yang
dirasakan penumpang sebagai bentuk kinerja bauran pemasaran perusahaan travel,
untuk indikator kapasitas kendaraan mendapat skor 1402 (70%), dan ruang tunggu
mendapat skor 1429 (71%), kedua indikator tersebut termasuk dalam kategori
baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi penumpang mengenai kapasitas
kendaraan dan ruang tunggu yang berkaitan dengan sarana dari setiap perusahaan


133
travel sangat dirasakan penting bagi kinerja bauran pemasaran perusahaan travel,
oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai baik oleh
penumpang.

Gambar 4.11
Kategori Tampilan Fisik




Dari gambaran data diatas dapat dilihat tampilan fisik yang dimiliki
perusahaa travel secara keseluruhan sudah masuk kategori cukup. Sementara bila
dilihat berdasarkan indikator terlihat bahwa indikator kenyamanan tempat duduk
kendaraan, dan bagasi, masuk kategori cukup. Lovelock (2002: 248)
mengemukakan bahwa perusahaan menggunakan cara dalam mengelola bukti
fisik yang strategis, berupa An attention-Creating Medium, yaitu perusahaan
jasa melakukan diferensiansi dengan pesaing dan membuat sarana fisik
semenarik mungkin untuk menjaring pelanggan dari target pasarnya.




134
G. Proses
Proses, mendapatkan persentase baik yang dirasakan penumpang sebagai
kinerja bauran pemasaran perusahaan travel, untuk indikator penggunaan alat
bantu keselamatan 1513 (76%), kemudahan pencarian tempat duduk mendapat
skor 1455 (73%), dan kesederhanaan prosedur pengecekan barang mendapat skor
1395 (70%), ketiga indikator tersebut termasuk dalam kategori baik. Hal ini
menunjukkan bahwa persepsi penumpang, mengenai penggunaan alat
penyelamatan, kemudahan pencarian tempat duduk, dan kesederhanaan prosedur
pengecekan barang yang berkaitan dengan fasilitas dari setiap perusahaan travel
sangat dirasakan penting bagi kinerja bauran pemasaran perusahaan travel, oleh
sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai baik oleh
penumpang.
Gambar 4.12
Kategori Proses






135
Dari gambaran data diatas dapat dilihat proses yang dimiliki perusahaan
travel secara keseluruhan sudah masuk kategori cukup. Sementara bila dilihat
berdasarkan indikator terlihat ketertiban proses pelayanan, kecepatan pelayanan,
kedisiplinan petugas, dan kemudahan melakukan komplain, kelima indikator
masih termasuk pada kategori cukup.

H. Uji Hipotesis 1 : Kinerja Bauran Pemasaran Perusahaan Angkutan Darat
(Travel) Dirasakan Penumpang Sangat Baik

Dengan menggunakan analisis uji rata-rata terhadap variabel kinerja
bauran pemasaran jasa perusahaan travel rute Bandung-Jakarta maka diperolah
hasil seperti pada Tabel 4.3. Berdasarkan tabel tersebut mengindikasikan bahwa
perusahaan travel belum memberikan kinerja bauran pemasaran kepada
penumpang. Hal ini ditunjukkan lebih tingginya harapan pelanggan terhadap
produk, tarif, distribusi, sdm, proses, tampilan fisik, dan proses terhadap kinerja
yang dirasakan oleh penumpang.

Tabel 4.3. Hasil Uji Deskriptif Kinerja Bauran Pemasaran

No Hipotesis Rata-Rata
Hasil
Rata-
Rata
Keputusan
Kinerja bauran
pemasaran perusahaan
travel rute Bandung-
Jakarta dirasakan
penumpang sangat
baik.


0,68



1
Ho ditolak, kinerja
bauran pemasaran
perusahaan travel rute
Bandung-Jakarta
dirasakan penumpang
cukup.



Produk, distribusi dan sumber daya manusia merupakan sub-variabel
memberikan skor lebih tinggi dibandingkan tarif, promosi, tampilan fisik, dan


136
proses oleh karena itu pengelola perusahaan angkutan darat (travel) harus dapat
meningkatkan sub variabel tarif, promosi, tampilan fisik, dan proses agar para
penumpang tetap menggunakan moda transportasi darat travel yang selama ini
merupakan favorit dalam melakukan perjalanan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja bauran
pemasaran jasa perusahaan angkutan darat (travel) rute Bandung-Jakarta yang
meliputi product (produk), price (harga), place (tempat/lokasi) dan promotion
(promosi), people (orang), physical evidence (fasilitas fisik) dan process
(proses), berada dalam kategori sedang, rata-rata belum memiliki kinerja bauran
pemasaran jasa yang tinggi.
Pada pemasaran jasa, pendekatan strategis diarahkan pada kemampuan
pemasar menemukan cara untuk mewujudkan yang tidak berwujud,
meningkatkan produktivitas penyedia yang tidak terpisahkan dari produk itu,
membuat standar kualitas sehubungan dengan adanya variabilitas, dan
mempengaruhi gerakan permintaan. Untuk menjangkau pasar sasaran yang telah
ditetapkan, maka setiap perusahaan perlu mengelola kegiatan pemasarannya dengan
baik. Perusahaan harus dapat menyusun serta menggunakan controllable marketing
variables, untuk mengantisipasi perubahan dari uncontrollable marketing variables,
serta untuk mempengaruhi permintaan produk perusahaan. Oleh karena itu
perusahaan harus dapat mengkombinasikan unsur-unsur tersebut dalam proporsi yang
tepat sehingga bauran pemasarannya sesuai dengan lingkungan perusahaan, dapat
memuaskan pasar sasaran dan tetap sejalan dengan sasaran perusahaan dalam bidang
pemasaran secara keseluruhan. Bauran pemasaran yang telah ditetapkan perusahaan


137
sebaiknya selalu disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dihadapai perusahaan,
jadi harus bersifat dinamis .


4.3. Keunggulan Posisional Sebagai Strategi Keunggulan Bersaing
Untuk menciptakan sebuah keunggulan bersaing, perusahaan travel harus
memiliki keunggulan yang meliputi aset dan kapabilitas yang berbeda
dibandingkan dengan pesaingnya. Kapabilitas-kapabilitas tersebut harus
menjadikan perusahaan dapat mengantarkan nilai yang superior kepada
pelanggannya atau memberikan nilai yang lebih dengan cara biaya yang efektif
dibanding pesaingnya (Prahalad and Hamel, 1990). Kapabilitas yang unik atau
unggul menjadi dasar bagi perusahaan menempatkan posisinya di pasar.
Gambaran keunggulan posisi sebagai strategi keunggulan bersaing
perusahaan travel rute Bandung-Jakarta berdasarkan nilai konsumen yang superior
dan biaya yang relatif rendah dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.4
Persepsi Penumpang Travel Mengenai
Keunggulan Posisional.

Indikator
Skor Skor % Skor
Kriteria
Aktual Ideal Aktual

Nilai konsumen yang superior
5802 8000 73% Baik
Biaya yang relatif rendah
3416 6000 57% Cukup
Keunggulan Posisional 9218 14000 66% Cukup

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2010, (n=400)



138
Dari Tabel data diatas dapat dilihat bahwa keunggulan positioning pada
perusahaan travel secara keseluruhan cukup. Kondisi ini tentunya memerlukan
pembenahan pengelolaan perusahaan agar penumpang dan masyarakat pengguna
merasa memperoleh nilai yang lebih dengan biaya yang relatif murah. Sementara
bila dilihat berdasarkan nilai perusahaan travel ada sebanyak 3 (78%) perusahaan
travel yang keunggulan posisionalnya sudah baik. Kemudian sebanyak 3 (65%)
perusahaan travel yang keunggulan posisionalnya masuk dalam kategori cukup,
sementara seluruh keunggulan posisional dari perusahaan travel masuk dalam
kategori cukup (66%) dari total 6 perusahaan travel yang diteliti.

Gambar 4.13
Keunggulan Posisional




139

A. Nilai Penumpang Yang Unggul
Nilai penumpang yang unggul, mendapatkan persentase tertinggi dari nilai
yang dirasakan adalah indikator umur dan jenis kendaraan dengan skor 1487
(75%) termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi
penumpang terhadap umur dan jenis kendaraan penting bagi keunggulan
posisional perusahaan travel, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk
saat ini sudah dinilai baik oleh penumpang.

Gambar 4.14
Nilai Pelanggan Superior





140
Urutan berikutnya yang memperoleh persepsi baik oleh para penumpang
adalah keahlian karyawan dan pengemudi dengan skor 1483 (74%). Penumpang
lebih mengetahui kondisi keahlian karyawan dan pengemudi seperti yang pernah
dirasakan oleh setiap penumpang.
Indikator image berdasarkan persepsi penumpang memperoleh skor 1423
(71%), dimana penumpang dapat melihat dan merasakan indikator tersebut.
Berikutnya mengenai indikator layanan dengan teknologi informasi,
berdasarkan persepsi memperoleh skor 1399 (70%) termasuk dalam kategori baik.
Hal ini mengindikasikan bahwa layanan dengan teknologi informasi oleh
perusahaan travel sepenuhnya memberikan nilai yang lebih kepada para
penumpang, yang merupakan bagian memperoleh kemudahan dan keunikan
tersendiri dan membantu penumpang dalam melakukan transaksi melalui
teknologi informasi. Untuk menciptakan keterikatan pelanggan, perusahaan
membutuhkan suatu strategi fokus dan usaha yang keras. Keterikatan antara
perusahaan selaku produsen dengan customer memberikan keuntungan strategik
yang penting (signifikan) terutama bagi produsen, karena hal ini akan
menyebabkan terjadinya penjualan berulang, yang akhirnya dapat mempertahan-
kan pelanggan (Ellitan L dan Anatan L, 2007:230). Perusahaan dapat
menempatkan produknya dalam benak konsumen dalam pasar sasaran sedemikian
rupa sehingga memperoleh posisi yang unik dan unggul dibandingkan dengan
produk pesaing. Bagaimanapun kekuatan dan kelemahan para pesaing, perusahaan
harus mampu memberikan nilai superior kepada pasar sasaran.



141
B. Biaya Relatif Rendah
Selajutnya keunggulan posisional juga dilihat dari faktor biaya yang relatif
rendah (murah) yang diberikan pihak perusahaan travel, yang diukur melalui
indikator: kesesuaian kualitas layanan dengan biaya yang dikeluarkan, variasi
biaya dalam perjalanan, dan kelas ekonomi dalam perjalanan. Secara keseluruhan
indikator biaya relatif rendah termasuk dalam kategori cukup, yaitu memperoleh
skor total 57%. Dengan demikian ketiga indikator tersebut belum memperlihatkan
nilai keunggulan posisional perusahaan travel. Hansen dan Mowen (2005:12)
mengemukakan bahwa tujuan dari strategi kepemimpinan biaya adalah untuk
memberikan nilai yang sama atau lebih baik bagi pelanggan, dengan biaya yang
lebih rendah dari pesaing. Jadi, strategi biaya rendah memiliki tujuan untuk
meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan menurunkan pengorbanan.
Gambar 4.15
Biaya Relatif Rendah



142


Kesesuaian kualitas layanan dengan biaya yang dikeluarkan, menurut
persepsi penumpang diperoleh skor 1130 (57%) . Hasil tersebut mengindikasikan
bahwa penumpang telah memberikan penilaian cukup terhadap indikator
kesesuaian kualitas layanan dengan biaya yang dikeluarkan, hal ini menunjukkan
bahwa masih perlunya perbaikan sehingga akan lebih baik dari mutu layanan yang
ada saat ini.
Selanjutnya variasi biaya dalam perjalanan dan kelas ekonomi, menurut
persepsi penumpang termasuk dalam kategori cukup. Hal ini berarti penumpang
berpendapat bahwa perusahaan travel cukup dalam menerapkan variasi biaya dan
tarif dalam perjalanan sebagai alternatif pilihan dan perbaikan kebijakan
perusahaan masih harus ditingkatkan dengan alasan tingkat ekonomi dan
penghasilan masyarakat yang berbeda-beda. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa
bahasan tentang biaya memang sensitif. Di satu sisi keberlangsungan bisnis
perusahaan travel tergantung dari keinginan masyarakat untuk menggunakan jasa
transportasi darat, di sisi lain penumpang ingin memperoleh biaya yang rendah
dan kelas ekonomi dengan kualitas layanan yang baik.
Secara keseluruhan keunggulan posisional perusahaan travel rute
Bandung-Jakarta termasuk dalam kategori cukup.




143
C. Uji Hipotesis 2 : Keunggulan Posisional Perusahaan Travel Dirasakan
Penumpang Sangat Baik

Dengan menggunakan analisis uji rata-rata terhadap variabel keunggulan
posisional perusahaan travel rute Bandung-Jakarta maka diperolah hasil seperti
pada tabel. Berdasarkan tabel tersebut mengindikasikan bahwa bahwa perusahaan
travel belum memberikan keunggulan posisional kepada penumpang. Hal ini
ditunjukkan lebih tingginya harapan pelanggan terhadap nilai konsumen yang
unggul dan biaya relative rendah dibandingkan kinerja yang dirasakan oleh
penumpang.
Tabel 4.5. Hasil Uji Deskriptif Keunggulan Posisional

No Hipotesis Rata-Rata
Hasil
Rata-
Rata
Keputusan
Keunggulan Posisional
perusahaan travel rute
Bandung-Jakarta
dirasakan penumpang
sangat baik.


0,66



1
Ho ditolak,
Keunggulan
Posisional perusahaan
travel rute Bandung-
Jakarta dirasakan
penumpang cukup.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum keunggulan
posisional perusahaan jasa angkutan darat (travel) rute Bandung-Jakarta yang
meliputi Superior Customer Value dan Lower Relative Cost berada dalam kategori
sedang, rata-rata belum memiliki keunggulan posisional yang tinggi. Cravens
(2003:210) mengemukakan konsep penentuan posisi adalah manajemen memilih
produk yang berarti, yang diperoleh dari kebutuhan pembeli dalam pasar sasaran.
Konsep penentuan posisi menggambarkan persepsi atau asosiasi yang diinginkan
manajemen dari pembeli pasar sasaran terhadap perusahaan atau produknya.


144
Pemilihan konsep penentuan posisi memerlukan informasi tentang keinginan,
kebutuhan dan persepsi konsumen terhadap produk pesaing. Effektifitas
penentuan posisi melihat pada bagaimana manajemen mencapai tujuan penentuan
posisi dalam pasar sasaran, yang dapat tercermin antara lain melalui penjualan,
pangsa pasar, tingkat pertumbuhan, kepuasan konsumen, dan keunggulan
bersaing lainnya.
Perusahaan dapat menempatkan produknya dalam benak konsumen dalam
pasar sasaran sedemikian rupa sehingga memperoleh posisi yang unik dan unggul
dibandingkan dengan produk pesaing. Bagaimanapun kekuatan dan kelemahan
para pesaing, perusahaan harus mampu memberikan nilai superior kepada pasar
sasaran. Untuk itu suatu perusahaan harus mencoba mendiferensiasikan
produknya untuk mencapai keunggulan kompetitif.


4.4. Citra
Dalam penelitian ini variabel citra diukur oleh indikator citra perusahaan,
citra produk dan citra merk. Hasil tanggapan responden terhadap citra travel untuk
setiap item pertanyaan dalam setiap sub variabel dapat di deskripsikan berikut ini.
Berdasarkan jumlah skor tanggapan responden terhadap variabel citra
travel yang menyediakan pelayanan penumpang prioritas rute Bandung-Jakarta
dapat diketahui bahwa persepsi penumpang terhadap perusahaan travel cukup baik
yang ditunjukkan dengan rata-rata skor 83%, secara detail dapat dilihat pada tabel
berikut ini:


145
Tabel 4.6
Tingkat Citra
Indikator
Skor Skor
%
Skor
Kriteria Aktual Ideal Aktual
Citra perusahaan
7105 8236 86% Sangat Puas
Citra produk
8148 9785 83% Puas
Citra merek
4230 5321 79% Puas
Total 19483 23342 83% Puas

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2010, (n : 400)
Ketiga sub-variabel yang membangun citra, yaitu citra perusahaan
mendapatkan tanggapan yang paling tinggi, yang ditunjukkan dengan rata-rata
skor 86% (puas), sedangkan sub variabel yang memperoleh tanggapan terendah
dari ketiga sub-variabel tersebut adalah citra merek walau berada pada kriteria
puas.



146
A. Citra perusahaan
Citra perusahaan adalah persepsi seseorang mengenai suatu citra
organisasi melalui seluruh indera dan perasaan. Peranan citra perusahaan sangat
penting dalam menentukan kualitas jasa, setiap perusahaan memerlukan service
excellent. Service excellent atau pelayanan yang unggul, yakni suatu sikap atau
cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan.
Persentase tertinggi nilai lebih yang dirasakan penumpang sebagai citra
perusahaan adalah pada indikator integritas perusahaan dalam memberikan
pelayanan terhadap para pelanggan dengan nilai 96% termasuk dalam kategori
puas.


Urutan berikutnya yang memperoleh persepsi sangat puas oleh para
penumpang adalah professionalisme layanan dengan tingkat kepuasan (92%).
Indikator reputasi perusahaan berdasarkan persepsi penumpang memperoleh
tingkat kepuasan (83%).


147
B. Citra produk
Citra Produk adalah pandangan konsumen dan masyarakat terhadap suatu
produk.





Tanggapan penumpang prioritas terhadap jenis kendaraan yang digunakan
telah dinilai baik. Sementara sarana pendukung fisik dan peralatan masing-masing
perusahaan travel juga menunjukkan urutan tinggi/baik. Kredibilitas citra produk
berhubungan dengan reputasi yang dicapai perusahaan di pasar dan merupakan
landasan untuk hubungan yang kuat. Untuk memperoleh kepercayaan konsumen
perusahaan harus berbuat sedemikian rupa yang menunjukkan pada konsumen
bahwa perusahaan mempunyai nilai jika dijadikan partner (Griffin,2002 : 78).



148

C. Citra Merek

Citra Merk pada perusahaan travel diharapkan baik dan memiliki tingkat
kehandalan yang tinggi. Pihak yang dipercaya harus memenuhi janjinya dalam
rangka mempertahankan hubungan (Butler, 1991), keyakinan terhadap pihak
lainnya merupakan hasil dari konsistensi pelayanan (Moorman et al., 1992).
Dengan meningkatnya citra terhadap merk produk jasa perusahaan travel yang
sesuai dengan harapan penumpang maka akan meningkatkan nilai kepercayaan
penumpang terhadap nama baik perusahaan travel tersebut.


Tanggapan penumpang prioritas terhadap kesesuain janji pelayanan
perusahaan travel dinilai cukup. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat
kesesuaian janji pelayanan pihak perusahaan travel terhadap penumpang prioritas


149
harus terus ditingkatkan. Sementara tingkat konsistensi mutu pelayanan, dan
jaminan asuransi menurut penumpang travel mendapatkan penilaian baik.
Zeithaml, A. Parasuraman (2005:132), mengemukakan kehandalan mencakup dua
hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya
(dependability). Ini berarti perusahaan harus memberikan jasanya secara tepat
sejak awal (right the first time).

D. Uji Hipotesis 3 : Citra

Dengan menggunakan analisis uji rata-rata terhadap citra perusahaan
travel rute Bandung-Jakarta maka diperolah hasil seperti pada tabel Berdasarkan
tabel tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan belum dapat memenuhi citra.
Hal ini ditunjukkan lebih tingginya harapan pelanggan terhadap kesesuaian janji,
dan konsistensi mutu dibandingkan kinerja yang dirasakan oleh pelanggan.
Tabel 4.7. Hasil Uji Deskriptif Nilai Citra

No Hipotesis Rata-Rata
Hasil
Rata-
Rata
Keputusan
Citra perusahaan travel
rute Bandung-Jakarta
sangat baik/puas.


0,83



1
Ho ditolak, Citra
perusahaan travel rute
Bandung-Jakarta,
baik/puas.

Etzel, et. al. (1997:579) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan
merupakan hasil dari proses evaluasi pembelian. Pelayanan atau jasa menjadi
tidak excellence bila ada komponen yang kurang. Untuk mencapai excellence
setiap karyawan harus memiliki keterampilan tertentu. Upaya mencapai
excellence bukanlah pekerjaan yang mudah. Akan tetapi bila hal tersebut dapat
dilakukan, maka perusahaan yang bersangkutan akan dapat meraih manfaat yang


150
sangat besar, terutama berupa reputasi terhadap citra dan nama baik perusahaan
juga loyalitas pelanggan.
4.5 Hasil Analisis Data (Structural Equation Modeling)

Model persamaan struktural merupakan suatu teknik statistik yang
menganalisis variable indikator, variable laten, dan kekeliruan pengukurannya.
Dengan SEM kita dapat menganalisis bagaimana hubungan antar variabel
indikator dengan variabel latennya yang dikenal dengan persamaan pengukuran
(measurement equation), hubungan antar variable laten yang satu dengan yang
lainnya yang dikenal dengan persamaan struktural (structural equation), yang
secara bersama sama melibatkan kekeliruan pengukuran. Selain itu model
persamaan struktural dapat menganalisis hubungan dua arah (reciprocal) yang
sering terjadi dalam pengukuran. Dalam SEM juga dikenal variable latent eksogen
(independent latent variable) dan variable laten endogen (dependent latent
variabel). Istilah lain untuk SEM sering disebut juga sebagai analisis faktor
konfirmatori (confirmatory factor analisys), model struktur kovarians (covariance
structure models) dan model variabel laten (latent variable modeling). Beberapa
program komputer (tools) yang dapat digunakan untuk pengolahan data dengan
SEM diantaranya adalah : LISREL/linear structural relationships (Joreskog &
Sorbom), SEPATH (Steiger), AMOS (Arbuckle), CALIS (SAS Institute),
LISCOMP (Muthen), MPLUS (Muthen&Muthen), RAMONA (Browne&Mels)
MX: Statistical Modeling (Neale).


151
Dalam structural equation modeling ada dua jenis model yang terbentuk,
yaitu model pengukuran dan model struktural. Model pengukuran menjelaskan
proporsi varians masing-masing variabel manifes (indikator) yang dapat
dijelaskan di dalam variabel laten. Setelah model pengukuran masing-masing
variabel laten diuraikan selanjutnya dijabarkan model struktural yang akan
mengkaji pengaruh masing-masing variabel laten independen (exogenous latent
variable) terhadap variabel laten dependen (endogenous latent variable).
4.5.1 Model Pengukuran Masing-Masing Variabel Latent
A. Model Pengukuran Variabel Bauran Pemasaran Jasa
Variabel laten bauran pemasaran jasa diukur menggunakan tujuh butir
indikator, loading faktor masing-masing indikator dalam membentuk variabel
laten dapat dilihat pada gambar berikut :

Keterangan:

Gambar Model Pengukuran Variabel Latent
Bauran Pemasaran Jasa
X
1
:
X
2
:
X
3
:
X
4
:
X
5
:
X
6
:
X
7
:

1
:
Produk/jasa
Harga/tarif
Saluran distribusi
Promosi
Sumber daya manusia
Tampilan fisik
Proses
Variabel laten bauran
pemasaran jasa

Dari ketujuh butir indikator model pengukuran variabel konstruk
(unobserved) bauran pemasaran jasa, indikator place lebih dominan dalam


152
pembentukan variabel latent bauran pemasaran dibanding enam indikator lainnya.
Hal ini tercermin dari loading faktor indikator place (0,88), lebih besar dibanding
loading faktor enam butir indikator (manifes) lainnya.
Tabel 4.8
Ringkasan Hasil Komputasi Model Pengukuran
Variabel Laten Bauran Pemasaran Jasa
Indikator Standardized
Loading
(Standardized
Loading)
2

Nilai t* Error
Variance

R
2
X
1

0,75 0.57 17.28 0.43 0.57
X
2

0,80 0.64 18.89 0.36 0.64
X
3

0,88 0.77 21.78 0.23 0.77
X
4

0,80 0.65 19.02 0.35 0.65
X
5

0,85 0.73 20.87 0.27 0.73
X
6

0,56 0.31 11.77 0.69 0.31
X
7

0,32 0.10 6.33 0.90 0.10

Berdasarkan tabel tersebut diatas, menunjukkan bahwa produk jasa
berpengaruh positif terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan
dengan nilai R
2
= 0.57, angka tersebut menunjukkan bahwa kinerja bauran
pemasaran jasa perusahaan angkutan darat (travel) dapat diprediksi atau
dijelaskan oleh komponen produk jasa. Variasi perubahan produk akan
mempengaruhi variasi perubahan kinerja bauran pemasaran jasa sebesar 0.57,
bermakna bahwa semakin tinggi produk jasa, maka akan menyebabkan kinerja
bauran pemasaran semakin baik.
Variabel tarif menunjukkan bahwa, tarif berpengaruh positif terhadap
bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai R
2
= 0.64, angka tersebut


153
menunjukkan bahwa bauran pemasaran jasa perusahaan travel dapat diprediksi
atau dijelaskan oleh tarif, dimana perubahan tarif akan mempengaruhi variasi
perubahan bauran pemasaran jasa sebesar 0.64.
Variabel distribusi menunjukkan bahwa distribusi berpengaruh positif
terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai R
2
= 0.77.
Dapat dikatakan bahwa variasi perubahan distribusi akan mempengaruhi variasi
perubahan kinerja bauran pemasaran jasa sebesar 0.77, artinya semakin tinggi
distribusi, maka akan menyebabkan kinerja bauran pemasaran semakin baik
Variabel promosi menunjukkan bahwa promosi berpengaruh positif
terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai R
2
= 0.65,
Dapat dikatakan bahwa variasi perubahan promosi akan mempengaruhi kinerja
bauran pemasaran jasa perusahaan travel sebesar 0.65. Hal ini bermakna bahwa
semakin tinggi promosi, maka akan menyebabkan kinerja bauran pemasaran
semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah promosi, akan menyebabkan kurang
baiknya kinerja bauran pemasaran jasa.
Variabel sumberdaya manusia menunjukkan bahwa sumberdaya manusia
berpengaruh positif terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan
dengan nilai R
2
= 0.73. Hal ini dapat dikatakan variasi perubahan
sumberdaya manusia akan mempengaruhi variasi perubahan kinerja bauran
pemasaran jasa perusahaan travel sebesar 0.73. Bermakna bahwa semakin tinggi
sumberdaya manusia, maka akan menyebabkan kinerja bauran pemasaran
semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah sumberdaya manusia, akan
menyebabkan kurang baiknya kinerja bauran pemasaran jasa.


154
Variabel tampilan fisik menunjukkan bahwa tampilan fisik berpengaruh
positif terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai
R
2
= 0.31. Variasi perubahan tampilan fisik akan mempengaruhi variasi
perubahan kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan travel sebesar 0.31. Hal ini
bermakna bahwa semakin tinggi tampilan fisik, maka akan menyebabkan kinerja
bauran pemasaran semakin baik. Variabel proses menunjukkan bahwa proses
berpengaruh positif terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan
dengan nilai R
2
= 0.10. Dapat dikatakan variasi perubahan proses akan
mempengaruhi variasi perubahan kinerja bauran pemasaran jasa sebesar 0.10. Hal
ini bermakna bahwa semakin tinggi proses, maka akan menyebabkan kinerja
bauran pemasaran semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah proses, akan
menyebabkan kurang baiknya kinerja bauran pemasaran jasa.
B. Model Pengukuran Variabel Keunggulan Posisional
Loading faktor variabel laten keunggulan posisional (positioning
advantage) diukur menggunakan dua butir indikator :

Keterangan:


Gambar Model Pengukuran Variabel Laten Keunggulan
Posisional
X
8
:

X
9
:

2
:
Superior customer value

Lower relative cost

Variabel laten Keunggulan
Posisional



155

Tabel 4.9
Ringkasan Hasil Komputasi Model Pengukuran
Variabel Laten Keunggulan Posisional
Indikator Standardized
Loading
(Standardized
Loading)
2

Nilai t* Error
Variance

R
2
X
8
0,80 0,64 17.42 0.35
0.65
X
9
0,88 0,7744 19.31 0.23
0.77

Variabel superior customer value berpengaruh positif terhadap keunggulan
posisional yang ditunjukkan dengan nilai R
2
= 0.65 atau 65%. Hal ini dapat
dikatakan variasi perubahan superior customer value akan mempengaruhi variasi
perubahan keunggulan posisional perusahan travel sebesar 65%. Bermakna bahwa
semakin tinggi superior customer value, maka akan menyebabkan keunggulan
posisional semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah superior customer value,
akan menyebabkan kurang baiknya keunggulan posisional.
Variabel lower relative cost berpengaruh positif terhadap keunggulan
posisional yang ditunjukkan dengan nilai R
2
= 0.77 atau 77%, dapat dikatakan
variasi perubahan lower relative cost akan mempengaruhi variasi perubahan
keunggulan posisional sebesar 77%. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi
lower relative cost, maka akan menyebabkan keunggulan posisional perusahaan
travel semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah lower relative cost,
mengindikasikan kurang baiknya keunggulan posisional yang dimiliki oleh
perusahaan travel.


156
C. Model Pengukuran Variabel Citra
Variabel laten Citra diukur menggunakan tiga butir indikator, loading
faktor masing-masing indikator dalam membentuk variabel laten citra dapat
dilihat pada gambar berikut :

Keterangan:



Gambar Model Pengukuran Variabel Laten Citra
Y
1
:

Y
2
:

Y
3
:

q

:

Citra perusahaan

Citra produk

Citra merek

Variabel laten citra


Dari ketiga butir indikator pengukuran variabel citra, indikator citra
perusahaan lebih dominan dalam pembentukan variabel laten citra. Hal ini
tercermin dari loading faktor indikator citra perusahaan (0.85) yang lebih besar
dibanding loading faktor kedua indikator lainnya.
Tabel 4.10
Ringkasan Hasil Komputasi Model Pengukuran
Variabel Laten CITRA
Indikator Standardized
Loading
(Standardized
Loading)
2

Nilai t* Error
Variance

R
2
Y
1

0,85 0.72 0.28 0.72
Y
2

0,82 0.67 15.08 0.33
0.67
Y
3

0,57 0.32 10.92 0.68 0.32



157
Variabel manifes citra perusahaan berpengaruh positif terhadap Citra
sebesar nilai R
2
= 0.72 atau 72%, dapat dikatakan variasi perubahan citra
perusahaan akan mempengaruhi variasi perubahan citra/image sebesar 72%. Hal
ini bermakna bahwa semakin tinggi kinerja indikator citra perusahaan, maka akan
menyebabkan citra/image perusahaan travel akan semakin baik, dan sebaliknya
semakin rendah citra perusahan akan menyebabkan kurang baiknya citra/image
yang dimiliki oleh perusahaan travel.
Variabel manifes citra produk berpengaruh positif terhadap Citra sebesar
nilai R
2
= 0.67 atau 67%, dapat dikatakan variasi perubahan citra produk jasa akan
mempengaruhi variasi perubahan citra/image sebesar 67%. Hal ini bermakna
bahwa semakin tinggi citra produk jasa, maka akan menyebabkan citra/image
perusahaan travel akan semakin baik.
Variabel manifes citra merek (brand image) berpengaruh positif terhadap
Citra sebesar nilai R
2
= 0.32 atau 32%, dapat dikatakan bahwa variasi perubahan
kinerja indikator citra merek persahaan travel akan mempengaruhi variasi
perubahan citra/imagenya sebesar 32%. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi
citra merek, maka akan menyebabkan citra/image perusahaan travel semakin baik,
dan juga sebaliknya semakin rendah citra merek akan menyebabkan kurang
baiknya citra/image yang dimiliki oleh perusahaan angkutan darat (travel).





158
4.5.2 Model Struktural

Setelah dijabarkan model pengukuran masing-masing variabel laten
endogen dan variabel laten eksogen, selanjutnya akan diuraikan model struktural
antar variabel laten yang terbentuk dari model pengukuran. Berdasarkan kerangka
pengujian model struktural, maka secara garis besar struktur yang akan diuji pada
penelitian ini, yaitu: Bauran Pemasaran Jasa (
1),
Keunggulan Posisional (
2) dan

Citra (q)

Tabel 4.11
Model Persamaan Struktural Antar Variabel Laten

Endegenous
Constructs

Exogenous Constructs

Error

1

2


q
1

q
1


11

1

12

2
-




+
1



Keterangan:

1
: Bauran Pemasaran Jasa

2
: Keunggulan Posisional
q
1
: Citra

1
: Pengaruh faktor lain terhadap citra
: Koefisien jalur laten eksogen terhadap laten endogen


Persamaan struktural yang menunjukkan hubungan kausatif antar variabel
penelitian ini adalah sebagai berikut :


159

= 0.45* 1 + 0.21* 2



CITRA = 0.45*BP + 0.21*KP, Errorvar.= 0.62 , R = 0.38
(0.078) (0.079) (0.074)
5.74 2.72 8.39


Keterangan :
0.38 = R, menunjukkan besarnya koefisien determinasi atau besarnya pengaruh
bersama variabel Bauran Pemasaran dan Keunggulan Posisional terhadap Citra
dan sisanya sebesar 0.62 dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak
diteliti/variabel lain diluar penelitian ini.
















160
Gambar Diagram Jalur (Path Diagram) :


















Nilai korelasi/kovarian = 0.70, (dalam ukuran statistik) adalah tingkat
keeratan hubungan antara variabel bebas bauran pemasaran dengan variabel bebas
keunggulan posisional (simetris).
Nilai regresi/tingkat ketergantungan = 0.45 adalah besarnya pengaruh
variabel bebas bauran pemasaran terhadap variabel tergantung citra dan 0.21
adalah besarnya pengaruh variabel bebas keunggulan posisional terhadap variabel
tergantung citra (asimetris/kausal).
X1

1
(BP)

X2

X3

X4

X5

X6

X7

0.36

0.23

0.35

0.43

0.27

0.69

0.90

X1

0.75


0.80

0.88


0.80

0.85

0.56

0.32

2
(KP)

X9

0.35

0.23

X8

0.80

0.88

q(C)

0.21

0.45

0.62

Y1

Y2

Y3

0.85
0.82
0.57
0.28

0.33

0.68

0.70



161
4.5.3 Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji adalah pengaruh bauran pemasaran jasa dan
keunggulan posisional terhadap citra.

Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Citra

Hipotesis:
Ho.
11
= 0 : Secara parsial bauran pemasaran jasa tidak berpengaruh terhadap
citra.
Ha.
11
= 0 : Secara parsial bauran pemasaran jasa berpengaruh terhadap citra.


Tabel 4.12
Uji signifikansi pengaruh Bauran Pemasaran Jasa terhadap Citra
Koefisien Jalur t
-hitung
t
-kritis
Kesimpulan
0,45 5,74 1,96
Terdapat pengaruh
yang signifikan

Koefisien jalur kinerja bauran pemasaran jasa terhadap citra sebesar 0,45
dengan arah positif. Koefisien jalur bertanda positif memiliki makna bahwa
kinerja bauran pemasaran jasa yang makin baik cenderung meningkatkan citra.




162
Pengaruh Keunggulan Posisional terhadap Citra.

Hipotesis:
Ho.
12
= 0 :Secara parsial keunggulan posisional tidak berpengaruh terhadap
citra.
Ha.
12
= 0 :Secara parsial keunggulan posisional berpengaruh terhadap citra.


Tabel 4.13
Uji signifikansi pengaruh Keunggulan Posisional terhadap Citra
Koefisien Jalur t
-hitung
t
-kritis
Kesimpulan
0,21 2,72 1,96
Terdapat pengaruh
yang signifikan


Koefisien jalur keunggulan posisional terhadap citra sebesar 0,21 dengan
arah positif. Koefisien jalur yang bertanda positif memiliki makna bahwa
keunggulan posisional yang makin tinggi cenderung meningkatkan citra.













163
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

1. Kinerja bauran pemasaran perusahaan jasa angkutan darat (travel) rute
Bandung-Jakarta yang dilihat dari nilai produk, tarif, distribusi, promosi,
sumber daya manusia, tampilan fisik, dan proses secara rata-rata berada pada
kategori cukup (sedang) dan kategori baik (tinggi). Strategi keunggulan
besaing yang dinilai berdasarkan keunggulan posisional diukur dari superior
customer value, dan lower relative cost juga berada dalam kategori cukup
(sedang) sampai kategori baik (tinggi). Dalam upaya mendapatkan Citra yang
unggul, baik dengan memperhatikan citra perusahaan, citra produk dan citra
merek secara rata-rata juga berada pada kategori sedang sampai tinggi.
Kondisi ini menggambarkan bahwa perusahaan angkutan darat (travel) rute
Bandung-Jakarta telah memiliki kinerja Bauran Pemasaran, dan Keunggulan
Posisional serta Citra yang cukup.
2. Kinerja bauran pemasaran, dan keunggulan posisional berpengaruh terhadap
Citra. Perubahan positif dalam kinerja bauran pemasaran, dan keunggulan
posisional dapat meningkatkan nilai Citra atas pelayanan yang diterima
pelanggan. Kinerja bauran pemasaran, dan keunggulan posisional berperan
dominan dalam meningkatkan Citra.
3. Kinerja bauran pemasaran, keunggulan posisional dan Citra sangat
menentukan masa depan dan kelangsungan perusahan. Kinerja bauran


164
pemasaran, dan keunggulan posisional yang tinggi akan mendorong
terciptanya citra yang baik dalam benak pelanggan (penumpang) dan
selanjutnya berimplikasi terhadap loyalitas pelanggan (nilai pelanggan unggul)
terhadap produk jasa dari perusahaan angkutan darat (travel).


5.2 Saran

Mengacu pada kesimpulan hasil penelitian, maka penulis menyampaikan
beberapa saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini, antara lain
sebagai berikut:

5.2.1 Saran Akademik
Unit analisis penelitian ini adalah penumpang perusahaan angkutan darat
(travel) dimana akan lebih baik bila peneliti lain dapat melakukan survei yang
sama terhadap perusahaan angkutan darat lainnya yang belum termasuk dalam
survei penelitian ini, agar hasil penelitian dapat lebih mendalam.
Dalam penelitian ini citra dipengaruhi oleh bauran pemasaran dan
keunggulan posisional. Dari hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa masih ada
faktor lain yang mempengaruhi citra. Oleh karena itu disarankan melakukan
penelitian selain variabel yang diungkap yang mempengaruhi citra, misalnya
tingkat kepuasan konsumen, ikatan emosional, history, sarana prasarana, sistem
operasi perusahaan dan lain sebagainya.


165

5.2.2 Saran Praktis
a. Perlunya pembenahan dan perbaikan untuk kualitas kinerja bauran pemasaran
hal ini disebabkan masih adanya beberapa indikator kinerja bauran pemasaran
dari setiap pengelola perusahaan travel yang dirasakan lemah oleh
penumpang.
b. Perlunya adanya perbaikan terhadap kebijakan yang berkaitan dengan strategi
keunggulan bersaing dimensi keunggulan posisional, disebabkan masih
kurangnya indikator kinerja dari setiap pengelola perusahaan travel yang
dirasakan oleh penumpang. Hal ini berkaitan erat dengan kepentingan para
penumpang akan nilai pelanggan unggul serta biaya yang relatif rendah
dimana kedua atribut tersebut merupakan nilai layanan perusahaan travel serta
atribut manfaat yang seharusnya dapat dinikmati oleh semua konsumen
(penumpang).
c. Perlunya pengawasan dan perbaikan citra secara terus-menerus terutama
terhadap nilai citra perusahaan, citra produk dan citra merek dimana masih ada
indikator citra dari setiap pengelola masing-masing perusahaan travel yang
dirasakan lemah/kurang oleh penumpang.







166

You might also like