Professional Documents
Culture Documents
KOMPAS.com/BANAR FIL ARDHI Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz. PEKANBARU, KOMPAS.com - Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan faridz kembali menegaskan, bahwa rumah tipe 36 merupakan amanah undang-undang. Pihaknya sudah menyiapkan prototip rumah sederhana tipe 36 tersebut di lingkungan kantor Kemenpera.
Dindingnya dari beton. Jika dihitung sampai jadi, modalnya cuma Rp 25 juta. -- Djan Faridz
"Dindingnya dari beton. Jika dihitung sampai jadi, modalnya cuma Rp 25 juta," ujarnya di Pekanbaru, Riau, Selasa (14/2/2012). Yang pasti, tegas Djan, kementeriannya berusaha semaksimal mungkin mewujudkan rumah sejahtera, murah dan layak huni. "Saya mencoba mengurangi biaya-biaya rumah hingga harga rumahnya hanya Rp 70 juta. Dari harga segitu, bila dibeli secara kredit, seharusnya DP yang dikeluarkan adalah Rp 11,5 juta rupiah. Setelah komponen-komponen biaya dikurangi, DP turun jadi Rp 7 juta. Cicilan juga ikut turun, dari Rp 650 menjadi Rp 550 ribu," papar Djan. Djan melanjutkan, komponen asuransi sudah jadi tanggung jawab bank. Komponen-komponen biaya lainnya yang bisa dikurangi adalah biaya sertifikasi di BPN, pembebasan biaya perijinan IMB, gratis pemasangan listrik.
Djan berharap Pemda Riau mau membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk dibebaskan dari berbagai biaya perijinan. Pengembang bisa menjual rumah dengan harga murah karena tiap rumah diberi subsidi. Dibantu prasarana dan sarananya oleh pemerintah. "Tiap rumah dibantu Rp 6 juta untuk prasarana jalan. Saya tidak mau mendengar, saat serah terima rumah dengan konsumen, prasarana dan sarana adi rusak," ucap Djan. Seperti diberitakan sebelumnya, setelah mendapat dukungan penuh dari Ketua DPR RI Marzuki Alie soal negosiasi kredit suku bunga rendah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz makin percaya diri mempromosikan program-program kerja kementerian yang dipimpinnya. Dukungan juga mengalir dari asosiasi-asosiasi pengembang. Padahal, pengembang dan perbankan satu suara menentang kebijakan-kebijakan Menpera soal Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan (FLPP). Salah satu dukungan itu datang dari Ketua DPD Apersi (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia) Riau, Hermanto. http://properti.kompas.com/read/2012/02/15/14505186/Menpera.Modal.Rumah.Murah.Cuma.Rp.25.Jut a
FLPP
shutterstock PEKANBARU, KOMPAS.com - Setelah mendapat dukungan penuh dari Ketua DPR RI Marzuki Alie soal negosiasi kredit suku bunga rendah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz makin percaya diri. Menpera terus mempromosikan program-program kerja kementerian yang dipimpinnya. Dukungan juga mengalir dari asosiasi-asosiasi pengembang. Padahal, pengembang dan perbankan satu suara menentang kebijakan-kebijakan Menpera soal Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan (FLPP). Salah satu dukungan itu datang dari Ketua DPD Apersi (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia) Riau, Hermanto. Kepada wartawan Hermanto mengungkapkan, seluruh pengembang yang tergabung dalam Apersi Riau tidak ada yang keberatan dengan kebjakan Kemenpera. Hermanto juga menjamin, Apersi Riau memegang teguh amanah undang-undang yang mewajibkan seluruh pengembang untuk membangun rumah minimal tipe 36. "Rumah sejahtera Tapak ini terdiri 3039 unit rumah. Tipe paling rendah 36, dengan luas tanah minimal 90 meter persegi. Persiapan pembangunannya selama 3 bulan," kata Hermanto saat membuka peresmian Rumah Sejahtera Tapak di Perumahan Kelapa Gading, Jl Kubang Raya, Desa Kubang Raya, Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa (14/2/2012) kemarin. Di sisi lain, Menpera Djan Faridz nyaris tidak percaya bila Apersi Riau mau membangun minimal tipe 36. Padahal, DPP Apersi pusat sedang menggugat Kementerian yang dipimpinnya ke MK. "Apersi ini merupakan rekan perjuangan, sekaligus rekan berlawanan kata," kata Djan. "Tipe 36 ini amanah undang-undang. Untuk menegaskan lagi, saya sudah siapkan prototip rumah sederhana tipe 36 yang saya bangun di lingkungan kantor Kemenpera. Dindingnya dari beton. Jika dihitung sampai jadi, modalnya cuma Rp 25 juta," ujarnya. http://properti.kompas.com/read/2012/02/15/1200432/Apersi.Riau.Dukung.Pembangunan.Rumah.Tipe. 36
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/02/16/81672/menpera_pengembang_bisa_bangun_r umah_tipe_36_rp_70_juta/
DJAN FARIDZ RMOL.Para pengembang yang tergabung dalam Realestat Indonesia (REI) memberikan nilai C terhadap kinerja Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz yang sudah melewati 100 hari masa jabatannya. REI menilai, Djan mendapat ponten pas-pasan karena program rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) hingga saat ini belum diimplementasikan secara baik. Memang belum terimplementasi baik saat ini, terutama masalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang terganggu akibat komunikasi yang tidak benar, kata Ketua Umum REI Setyo Maharso di Jakarta, Jumat (10/2). Menurut Setyo, apa yang dilakukan Menpera saat ini adalah warisan dari terobosan menteri pendahulunya, Suharso Monoarfa. Kinerja Djan masih buruk karena program FLPP hingga kini tertunda dan belum menemukan titik terangnya. Setyo menilai, tertundanya FLPP menjadi nilai minus karena telah merugikan para pengembang yang membangun rumah bersubsidi. Akibatnya, konsumen tidak bisa melakukan akad kredit karena pemerintah menghentikan kucuran pembiayaannya. Sekalipun begitu, katanya, REI menilai ada hal positif yang telah dilakukan Menpera Djan. Sisi positifnya terlihat dari langkah Djan yang menghapus syarat surat pemberitahuan tahunan (SPT), katanya. Menunjukkan SPT syarat wajib bagi konsumen yang mengajukan kredit rumah bersubsidi tidak tepat. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) menghambat pemanfaatan FLPP. Selama proses mendapatkan SPT, gaji konsumen bisa saja naik sehingga tak lagi memenuhi syarat sebagai penerima FLPP. Syarat SPT dianggap memberatkan karena tak semua masyarakat punya banyak waktu untuk membuat NPWP dan SPT. Merayakan ulang tahunnya ke-40, REI sudah membangun tiga juta unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sebagai mitra kerja pemerintah dalam mengembangkan rumah rakyat, REI selalu menjadi asosiasi yang sangat diperhitungkan stakeholder dalam membuat kebijakan, khususnya terkait pembangunan properti di Indonesia.
Kami menilai REI sudah menjadi asosiasi yang cukup kuat, terdapat di seluruh provinsi dengan jumlah 32 Dewan Pengurus Daerah dan tumbuh senafas dengan geliat perkembangan zaman, kata Setyo. Setyo menyatakan, REI akan terus melakukan perbaikan, bukan hanya soal internal organisasi, tapi yang terpenting meningkatkan profesionalitas anggotanya. Hal ini menyangkut kepentingan dan kebutuhan mitra kerja kami, terutama konsumen. Untuk itu, REI harus lebih sigap dan tanggap terhadap anggotanya yang merugikan konsumen, tambah cetus. REI juga menyinggung masalah perizinan dan pungutan liar dalam pembangunan rumah yang kerap terjadi. REI minta pemerintah memberantas hal itu. [Harian Rakyat Merdeka]
http://ekbis.rakyatmerdekaonline.com/read/2012/02/16/54974/Pengembang-REI-Nilai-Kinerja-Menteri-Djan-Faridz-Buruk-
JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Riau membangun rumah sejahtera tipe 36 di Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Pembangunan ribuan rumah tersebut merupakan sebuah bukti oleh pengembang, bahwa membangun rumah tipe 36 di daerah bukan merupakan sesuatu kesulitan. Ribuan rumah karya anggota DPD Apersi Riau tersebut juga telah diresmikan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz. Dia menyambut baik peresmian rumah sejahtera tapak tipe 36 yang dibangun anggota DPD Apersi Riau. "Saya harap pembangunan rumah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Riau," ujar Djan Faridz, seperti yang dikutip dari situs Kemenpera, Kamis (16/2/2012). Menurutnya, pengembang di daerah perlu memperbanyak pembangunan rumah tipe 36, karena kebutuhan hunian untuk masyarakat semakin meningkat dari waktu ke waktu. "Apalagi pembangunan rumah 36 pada dasarnya juga merupakan salah satu amanah Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang harus dipatuhi oleh semua pihak termasuk para pengembang," paparnya.
Djan Faridz berharap program pembangunan perumahan di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan mendapat dukungan dari semua pemangku kepentingan bidang perumahan seperti pemerintah daerah, pengembang serta masyarakat luas. "Untuk itu, Kemenpera siap memberikan bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) kepada para pengembang serta subsidi pembiayaan kepada masyarakat agar dapat menjangkau harga rumah yang dibangun," beber politisi Nahdatul Ulama tersebut. Dia juga menjanjikan untuk melobi BPN agar sertifikatnya dapat digratiskan, termasuk izin dan biaya instalasi listrik. Tujuannya supaya harga rumah tipe ini tetap terjangkau oleh masyarakat miskin. (rhs)
http://property.okezone.com/read/2012/02/16/471/576687/redirect
Jakarta - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz siap menghadapi gugatan para pengembang yang diajukan oleh Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesa (Apersi) akhir Januari 2012. Apersi telah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan Kawasan Permukiman soal pada Pasal 22 ayat 3 terkait aturan pembatasan luasan rumah sejahtera tapak tipe 36 m2. Menurutnya pengembang perumahan di Indonesia sebenarnya dapat membangun rumah tipe 36 dengan harga yang terjangkau dan murah. Dengan demikian, masyarakat miskin yang saat ini belum memiliki rumah dapat terbantu untuk memiliki rumah yang layak huni. "Pengembang perumahan bisa membangun rumah tipe 36 dengan harga Rp 70 juta. Jadi tidak benar kalau ada pengembang bilang tidak bisa membangun tipe 36," katanya seperti dikutip dari situs Kemenpera, Rabu (15/2/2012) Djan mengaku siap menghadapi tuntutan ke MK dari Apersi yang menyatakan rumah tipe 36 tidak mungkin dibangun dengan harga Rp 70 juta. Untuk itu, sudah punya jawaban dan akan membuktikannya bahwa Kemenpera sanggup membangun rumah tipe 36 dengan harga murah. "Saya punya jawaban atas gugatan tersebut. Daripada berdebat akan saya buktikan bahwa Kemenpera sanggup bikin rumah tipe 36 serta harga yang terjangkau yakni dengan harga tanah Rp 200.000 permeter," katanya. Djan mengaku telah melihat sendiri adanya pembangunan rumah 36 sebanyak 3.039 unit yang dibangun oleh anggota DPD Apersi Provinsi Riau. Menpera bahkan meresmikan serta mendukung pembangunan perumahan Apersi di daerah-daerah. Apalagi harga tanah di daerah masih sangat murah. Sebelumnya Apersi menegaskan batasan minimal membangunan rumah 36 m2 tidak didasarkan pada kondisi di masyarakat. Rata-rata bangunan rumah minimal 36 m2, harganya paling murah Rp 120 juta
dengan cicilan jadi Rp 1,2 juta per bulan. Hal ini tentunya sangat memberatkan bagi masyarakat yang gajinya kecil maka yang paling cocok adalah rumah tipe 22 m2 dengan harga Rp 60-70 juta. Rencananya ketentuan wajib hunian minimal tipe 36 akan berlaku dalam waktu dekat. Hal ini berdasarkan UU No.1 Tahun 2011 soal perumahan pasal 22 ayat 3 berbunyi luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam) meter persegi. Untuk implementasinya akan dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP). (hen/dnl) http://finance.detik.com/read/2012/02/15/184413/1843472/1016/digugat-di-mk-soal-rumah-36-djanfaridz-siap-ngeles
Jakarta - Kebutuhan rumah di Indonesia setiap tahunnya terus bertambah. Berdasarkan hitungan Real Estate Indonesia (REI), total kebutuhan rumah per tahun bisa mencapai 2,6 juta didorong oleh pertumbuhan penduduk, perbaikan rumah rusak dan backlog atau kekurangan rumah. Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Dewan Pengurus Pusat Realestat Indonesia (REI) F. Teguh Satria dalam keterangan tertulisnya yang diterima detikFinance, Kamis (16/2/2012). Dikatakan Teguh berdasarkan data jumlah penduduk Indonesia lebih kurang 241 juta jiwa dengan angka pertumbuhan penduduk 1,3 % per tahun. Jumlah rata-rata orang per Kepala Keluarga (KK) lebih kurang 4,3 jiwa. Dengan perhitungan jumlah kebutuhan rumah 241 juta x 1,3% = 4,3 juta. Sehingga setiap tahunnya dibutuhkan 728.604 unit rumah per tahun atau jika dibulatkan menjadi 729 ribu unit rumah pertahun. Selain itu, data BPS juga menyebutkan jumlah rumah di Indonesia mencapai angka 49,3 juta unit. Dari jumlah itu 3%-nya perlu diperbaiki karena rusak sehingga jumlah rumah yang harus direhabilitasi mencapai 1.479.000 unit berasal dari perhitugnan 49,3 juta x 3%. "Saya mencoba menghitung. Sebut saja sekarang jumlah backlog nasional hanya 8 juta unit. Jika diasumsikan angka itu bisa dipenuhi dalam jangka waktu 20 tahun, artinya jumlah backlog pertahun mencapai 400 ribu unit rumah (8 juta : 20 tahun). Sehingga total kebutuhan rumah di Indonesia per tahun = akibat pertumbuhan penduduk + rehabilitasi/ upgradation + backlog = 729.000 unit + 1.479.000 unit + 400.000 unit = 2.608.000 unit rumah per tahun," katanya. Teguh mengatakan melihat angka kebutuhan rumah yang sangat besar maka harus diperlukan penyediaan dana yang sangat besar untuk membangunnya. Sehingga perlu pembiayaan perumahan berjangka waktu panjang sedangkan pada umumnya bank mendapatkan dana dari masyarakat berupa dana jangka pendek dan relatif mahal, sehingga terjadi mismatch pendanaan. "Oleh karena itu perlu mengupayakan terkumpulnya dana yang berjangka panjang dan murah," katanya. Ia menambahka, terhentinya kucuran kredit perumahan bersubsidi melalui skema bantuan Fasilitas
Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) salah satu masalah yang mengganjal pengadaan perumahan bagi masyarakat menengah bawah. Menurutnya kisruh yang terjadi bisa dihindari jika pemerintah memiliki roadmap yang jelas tentang bagaimana memenuhi salah satu hak azasi manusia seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 (amandemen) pasal 28 H ayat I. Isinya Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan. "Tetapi sejak Indonesia merdeka sampai sekarang backlog perumahan bukannya makin mengecil tetapi justru makin bertambah. Data BPS pada 2009 lalu menyebutkan angka backlog sudah mencapai lebih dari 8 juta unit. Jumlah itu jelas akan terus bertambah akibat pertambahan keluarga baru dan adanya rumah yang rusak sehingga perlu rehabilitasi," katanya. (hen/qom) http://finance.detik.com/read/2012/02/16/065221/1843675/1016/wuih-kebutuhan-rumah-capai-26-jutaunit-per-tahun
Jakarta - Bank Bukopin ternyata masih menyimpan keinginannya dalam partisipasi dalam program FLPP. Perseroan mengaku siap membiayai KPR rumah murah ini senilai Rp 1 triliun. Hal ini ditegaskan Direktur Utama Bukopin, Glen Glenardi di kantor BNI, Jakarta, Rabu (15/2/2012). "Kita tetap berkeinginan ikut FLPP. Kita sedang hitung-hitung. Plafon kita kalau jadi, bisa Rp 1 triliun," katanya. Perseroan mengaku, struktur biaya KPR Bukopin dan Bank Tabungan Negara (BTN) nyaris sama. Sehingga ia pun menyarankan kepada Kemenpera agar porsi penyertaan pemerintah dan perbankan tidak berubah, jadi 60:40, dari usulan Menpera Djan Faridz, 50:50. "Kalau 50:50 berat. Kita ga setuju. Kalau tetap berimbang kita ga masuk, tapi kalau tetap seperti sebelumnya masuk. Structure cost BTN dengan Bukopin hampir sama," paparnya. "Kalau unit penyerapannya, saya tidak hafal. Tapi kita sudah banyak kerja sama dengan beberapa pengembang seperti di Malang, Karawang, Bekasi, Tangerang," tambah Glen. (wep/ang) http://finance.detik.com/read/2012/02/15/145023/1843196/1016/bukopin-tetap-ikut-program-flpp-di2012
Tiru Singapura, China dan Malaysia, RI Juga Harus Wajibkan Tabungan Rumah
Suhendra - detikFinance
Jakarta - Indonesia sudah seharusnya memiliki aturan yang mewajibkan warga memiliki tabungan perumahan untuk mengatasi kebutuhan rumah yang terus bertambah setiap tahun. Tabungan wajib untuk perumahan ternyata sudah diterapkan oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura termasuk China. Berdasarkan hitungan Realestat Indonesia (REI) total kebutuhan rumah per tahun bisa mencapai 2,6 juta unit, yang didorong oleh pertumbuhan penduduk, perbaikan rumah rusak dan backlog atau kekurangan rumah. Sayangnya yang bisa dipasok atau bisa dipenuhi tidak signifikan. "Jalan keluar yang paling tepat, perlu adanya Tabungan Wajib Perumahan. Ini merupakan keniscayaan. Tabungan wajib perumahan ini berazas gotongroyong. Warganegara yang mampu, membantu yang kurang mampu, sehingga tidak membebani APBN. Hal seperti itu sudah diterapkan di Singapura, Malaysia dan China," kata Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Dewan Pengurus Pusat Realestat Indonesia (REI) F. Teguh Satria dalam keterangan tertulisnya yang diterima detikFinance, Kamis (16/2/2012). Teguh mencontohkan Singapura yang mewajibkan tabungan perumahan bagi warganya dan dikelola oleh Central Provident Fund (CPF]. Dana yang dikelola oleh negara yang berpenduduk 4 juta jiwa, sejak tahun 1955 itu, kini berjumlah sampai Rp 1.500 triliun. "Dengan dana itulah kini semua warganya mampu tinggal di hunian yang layak dan terjangkau bagi semua lapisan,"katanya. Di Singapura, setiap warga negara yang berumur di bawah 55 tahun harus menyisihkan sekitar 25% dari total pendapatannya untuk berbagai kebutuhan, termasuk tabungan perumahan. Sedangkan warga yang usianya 55 ke atas potongan untuk tabungan perumahan jumlahnya lebih kecil. Dengan ketentuan tersebut, maka setiap bulannya CPF Singapura memungut iuran tabungan perumahan sebesar 1,64 miliar dolar Singapura atau sekitar Rp 8,2 triliun. "Demikian juga dengan negara lain seperti Malaysia dan China, yang juga memiliki kebijakan serupa,"
katanya. Melihat contoh negara-negara tadi, lanjut Teguh, tabungan wajib perumahan (TWP) perlu diterapkan terhadap seluruh masyarakat yang sudah berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau minimal Rp 1.320.000 per bulan. Soal badan pengelola tabungan wajib perumahan, pemerintah bisa mengatur sendiri melalui peraturan pemerintah. "Bukan hanya terhadap karyawan yang berpenghasilan tetap. Besarnya tabungan wajib perumahan ditetapkan, misalnya 1% dari penghasilan bersih," katanya. Ia menambahkan tabungan wajib perumahan bukan hanya dikenakan kepada pekerja/karyawan tetapi juga diikuti oleh pemberi kerja berupa iuran wajib perumahan. Misalnya PNS oleh pemerintah,TNI, Polri,Anggota DPR/DPRD oleh negara, pekerja oleh perusahaannya, sehingga ratio antara tabungan wajib perumahan berbandind 1:1 dengan iuran wajib perumahan. Misalnya Teguh melakukan asumsi dan simulasi perhitungan: Penduduk Indonesia 2011 sebanyak 241 juta jiwa
y y y y y y
Angkatan kerja 2011 sebanyak 119,4 juta Jumlah orang yang bekerja 111,3 juta Income per kapita tahun 2011 sebesar US$ 3.600/tahun Asumsi fixed income 30% dan non fix income 70% Asumsi jumlah yang menabung 50%: 50% x 111,3jt = 55.650.000 orang Sehingga jumlah tabungan wajib perumahan per tahun tahun = 55.650.000 (3.600 x Rp.9.000) x 1% = Rp 18 triliun.
Menurutnya bila iuran wajib perumahan : tabungan wajib perumahan = 1:1 dan fixed income diasumsikan 30%. Maka iuran wajib perumahan dari pemberi kerja: 30% x Rp 18 triliun = Rp 5,4 triliun. Sehingga total iuran wajib perumahan dan tabungan wajib perumahan Rp 5,4 triliun + Rp 18 triliun = Rp 23,5 triliun /tahun. "Bayangkan setiap tahunnya negara bisa menghimpun dana murah mencapai Rp 23,5 triliun setiap tahun. Sebelum peringatan satu abad Indonesia merdeka, Tabungan Wajib Perumahan bisa mencapai angka Rp 752 triliun," katanya. (hen/qom) http://finance.detik.com/read/2012/02/16/080645/1843698/1016/tiru-singapura-china-dan-malaysia-rijuga-harus-wajibkan-tabungan-rumah
(Vibiznews-Property), Menteri Perumahan Rakyat RI, Djan Faridz, Selasa, menyatakan salut kepada Pemerintah Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, yang bekerjasama dengan para pengembang, untuk fokus membangun ribuan rumah sederhana tipe 36 di seluruh kabupaten tersebut. Ia mengatakan itu, setelah mendapat laporan dari Bupati Kampar, H Jefry Noer, selang lima tahun terakhir, telah terbangun rumah sangat sederhana (RSH) tipe 36 sebanyak 9.315 unit di kabupaten yang bertekad menjadi 'serambih mekah'-nya Provinsi Riau tersebut. "Sekali lagi saya mengucapkan salut kepada pihak pengembang dari DPD Perumahan Seluruh Indonesia (Persi) yang berani membangun perumahan rakyat tipe 36 dengan harga murah, yakni Rp70 juta per unit," tambah Menteri Perumahan Rakyat (Menpera). Dikatakan, membangun perumahan sangat sesuai dengan amanat konstitusi maupun undang-undang, guna membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat kurang mampu. "Memberikan rumah murah kepada masyarakat kurang mampu, merupakan tindakan sangat terpuji," kata Djan Faridz di lokasi kompleks Perumahan Desa Kubang Raya, Kecamatan Siakhulu, Kabupaten Kampar. Didampingi Gubernur Riau (Gubri), HM Rusli Zainal dan Bupati Kampar, H Jefry Noer, Menpera mengharapkan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera dapat memproses sertifikat gratis kepada para penghuni dari kalangan rakyat kecil ini. "Juga diharapkan, agar pihak pengembang yang membangun 3.000-an unit baru rumah ini, segera berkoordinasi dengan BUMN yang mengelola kelistrikan, berikut dengan instansi terkait dalam hal izinizin lainnya. Mudah-mudahan biayanya gratis, atau dimurahkan pula," pintanya. Ia menambahkan, Pemerintah RI memang terus mengupayakan bagaimana rakyat dapat memiliki rumah dengan harga murah dan terjangkau, serta dibebaskan dari biaya-biaya akibat bangunan tersebut. "Yang menjadi kendala selama ini bagi masyarakat, ialah, harga uang muka yang tinggi dan cicilan bulanannya juga tinggi. Sekarang bagaimana pemerintah memberi bunga 0,5 persen. Itulah usaha dan bantuan pemerintah," jelasnya. Sementara Guberi, Rusli Zainal, pada kesempatan itu menghaturkan limpah terima kasih atas besarnya perhatian Pemerintah Pusat melalui Menpera RI ini. Dikatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, kini telah juga membangun rumah layak huni sebanyak 5.777 unit, juga rumah PNS 3000 unit. "Khusus untuk PNS, masih kurang 500 unit, yang diharapkan bisa ditanggulangi tahun 2012 ini," ungkapnya. Rusli Zainal menjelaskan pula, di Provinsi Riau ini ada 120 pengembang, tetapi hanya 70 yang aktif. http://property.vibiznews.com/news/menpera-salut-kampar-bangun-rumah-sederhana/4955
http://property.vibiznews.com/news/djan-faridz-siap-digugat-perihal-rumah-murah-tipe-36/4962
http://property.vibiznews.com/news/tahun-2045-semua-penduduk-indonesia-bisa-punya-rumah/4960
http://property.vibiznews.com/news/bukopin-siap-biayai-program-rumah-murah/4959
JAKARTA - Pengembang properti identik dengan membangun properti sektor residensial dengan kategori mewah. Jarang rasanya ada pengembang yang mau membangun rumah bertipe mungil dengan harga terjangkau. Namun, anggapan itu berusaha ditepis oleh Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman (Apersi) provinsi Riau yang telah membangun 3.036 unit rumah tipe 36 di Kabupaten Kampar, Riau. Hal tersebut pun diakui oleh Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz. Menurutnya, pengembang perumahan di Indonesia sebenarnya dapat membangun rumah tipe 36 dengan harga yang terjangkau dan murah. "Dengan demikian, masyarakat miskin yang saat ini belum memiliki rumah dapat terbantu untuk memiliki rumah yang layak huni. Pengembang perumahan bisa membangun rumah tipe 36 dengan harga Rp70 juta," kata Djan Faridz, seperti yang dilansir dari laman Kemenpera, Kamis (16/2/2012). Jadi, menurutnya, tidak benar kalau ada pengembang bilang tidak bisa membangun tipe 36. Dia juga menyampaikan, pernyataan tersebut terkait adanya gugatan Apersi yang mengajukan judicial review atau peninjauan kembali Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan Kawasan Permukiman khususnya pada Pasal 22 ayat 3 terkait aturan pembatasan luasan rumah sejahtera tapak tipe 36 m2. "Ketua Umum Apersi Eddy Ganefo mengatakan gugatan tersebut telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada akhir Januari lalu. Tuntutan ke MK dari Apersi yang menyatakan rumah tipe 36 tidak mungkin dibangun dengan harga Rp 70 juta," jelasnya.
Namun, Djan Faridz melanjutkan, instansinya punya jawaban atas gugatan tersebut. "Daripada berdebat akan saya buktikan bahwa Kemenpera sanggup bikin rumah tipe 36 serta harga yang terjangkau yakni dengan harga tanah Rp 200.000 permeter," imbuh politisi Nahdatul Ulama (NU) tersebut. Dirinya telah melihat sendiri adanya pembangunan rumah 36 sebanyak 3.039 unit yang dibangun oleh anggota DPD Apersi Provinsi Riau. Menpera bahkan meresmikan serta mendukung pembangunan perumahan Apersi di daerah karena harga tanah di daerah masih sangat murah. "Sewaktu saya meresmikan rumah tipe 36 yang dibangun anggota DPD Apersi Provinsi Riau. Dan seluruh rumah yang mereka bangun tipe 36. Saat saya tanya berapa harga tanah satu meternya di Pekanbaru mereka bilang per meter masih cukup murah. Jadi kalau dibilang tidak bisa membangun tipe 36 menurut saya jawabannya salah," tandasnya. Menurut Djan Faridz, Apersi perlu melakukan koordinasi lebih intensif agar kebijakan yang dikeluarkan di pusat dapat dilaksanakan di daerah. Namun demikian, Kemenpera juga mendukung pembangunan perumahan di daerah yang dilaksanakan oleh para pengembang. "Semua masalah perumahan merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh kita bersama khususnya para pemangku kepentingan bidang perumahan. Kami mendukung para pengembang yang telah membangun perumahan bagi masyarakat miskin baik di pusat maupun di daerah," pungkas Djan Faridz. (rhs) http://property.okezone.com/read/2012/02/16/471/576693/pengembang-pun-bisa-bangun-rumah-tipe36
KRISTIANTO PURNOMO/KOMPAS IMAGES Menurut Ketua DPP Apersi, Eddy Ganefo, rumah bertipe 36 tetap bisa dimungkinkan terbangun asalkan harga tanah masih murah dan ketersediaannya juga masih luas. JAKARTA, KOMPAS.com - Gugatan pengembang yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) terhadap kebijakan pembangunan rumah tipe 36 dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pasal 22 ayat 3 perlu diluruskan. Ketua Umum DPP Apersi, Eddy Ganefo, mengatakan gugatan ke Mahkamah Konsitusi tersebut dimaksudkan untuk memperjuangkan kesempatan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk tinggal.
Bukan masalah mendukung atau tidak mendukung kebijakan pemerintah terkait pembatasan hunian tipe 36. Kami ajukan uji materiil tentang pasal ini dengan paparan data di lapangan, silakan hakim yang memutuskan. -- Eddy Ganefo
"Jadi, ini bukan masalah mendukung atau tidak mendukung kebijakan pemerintah terkait pembatasan hunian tipe 36. Kami mengajukan uji materiil tentang pasal ini, dengan paparan data di lapangan, silakan hakim yang memutuskan," katanya ketika dihubungi Kompas.com di Jakarta, Rabu (15/2/2012). Eddy mengatakan, rumah bertipe 36 tetap bisa dimungkinkan terbangun asalkan harga tanah masih murah dan ketersediaannya juga masih luas. Jawaban ini sekaligus menanggapi dukungan Apersi Riau terhadap kebijakan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz, yang mewajibkan pengembang membangun rumah minimal tipe 36.
"Kalau di Riau itu memang bisa untuk rumah tipe 36, karena tanahnya masih luas dan murah. Namun, kalau di kotamadya Pekanbaru sudah tidak mungkin bagi MBR memiliki rumah tipe 36, karena tanahnya sudah mahal dan sempit," ujarnya. Seperti diberitakan sebelumnya, setelah mendapat dukungan penuh dari Ketua DPR RI Marzuki Alie soal negosiasi kredit suku bunga rendah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz makin percaya diri. Menpera terus mempromosikan program-program kerja kementerian yang dipimpinnya. Dukungan juga mengalir dari asosiasi-asosiasi pengembang. Padahal, pengembang dan perbankan satu suara menentang kebijakan-kebijakan Menpera soal Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan (FLPP). Salah satu dukungan itu datang dari Ketua DPD Apersi (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia) Riau, Hermanto. Kepada wartawan Hermanto mengungkapkan, seluruh pengembang yang tergabung dalam Apersi Riau tidak ada yang keberatan dengan kebjakan Kemenpera. Hermanto juga menjamin, Apersi Riau memegang teguh amanah undang-undang yang mewajibkan seluruh pengembang untuk membangun rumah minimal tipe 36. http://properti.kompas.com/read/2012/02/15/15365287/Apersi.Tipe.36.Terwujud.Kalau.Tanah.Luas.dan .Murah.
Kemenpera akan buktikan sanggup membuat rumah 36 berharga terjangkau. JAKARTA, Jaringnews.com - Pengembang perumahan di Indonesia sebenarnya dapat membangun rumah tipe 36 dengan harga yang terjangkau dan murah. Dengan demikian, masyarakat miskin yang saat ini belum memiliki rumah dapat terbantu untuk memiliki rumah yang layak huni. Jadi, tidak benar kalau ada pengembang bilang saat ini tidak bisa membangun tipe 36, ujar Menteri Perumahan Rakyat RI Djan Faridz di Jakarta kemarin. Menteri Djan Faridz menyampaikan pernyataan tersebut terkait adanya gugatan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) yang mengajukan judicial review terhadap Undangundang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; khususnya pada Pasal 22 Ayat 3 terkait aturan pembatasan luasan rumah sejahtera tapak ke tipe 36 m2. Saya punya jawaban atas gugatan tersebut. Daripada berdebat akan saya buktikan bahwa Kemenpera (Kementerian Perumahan Rakyat) sanggup bikin rumah tipe 36 serta harga yang terjangkau yakni dengan harga tanah Rp 200.000/m2, kata dia melalui keterangan resmi. Menteri Djan Faridz menyatakan, dirinya telah melihat sendiri adanya pembangunan rumah tipe 36 sebanyak 3.039 unit yang dibangun oleh anggota Dewan Pimpinan Daerah Apersi Propinsi Riau. Kemarin saya meresmikan rumah tipe 36 yang dibangun anggota DPD Apersi Propinsi Riau. Dan seluruh rumah yang mereka bangun tipe 36. Saat saya tanya berapa harga tanah di Pekanbaru, mereka bilang per meter masih cukup murah. Jadi kalau dibilang [saat ini] tidak bisa membangun tipe 36, menurut saya itu salah, tandasnya. (Dhi / Dhi) http://jaringnews.com/ekonomi/property/9998/menteri-perumahan-rumah-bisa-berharga-terjangkau
PEMBANGUNAN DAERAH
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=297399
RUMAH MURAH
KOMPAS.com/BANAR FIL ARDHI Menpera Djan Faridz. JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengatakan, para pengembang perumahan sebenarnya dapat membangun rumah tipe 36 dengan harga terjangkau dan murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Djan Faridz tetap bersikeras bahwa pengembang bisa membangun rumah tipe 36 dengan harga Rp 70 juta.
Daripada berdebat, akan saya buktikan bahwa Kemenpera sanggup bikin rumah tipe 36 serta harga yang terjangkau, yakni dengan harga tanah Rp 200.000 per meter. -- Djan Faridz
"Jadi, tidak benar kalau ada pengembang bilang tidak bisa membangun tipe 36," kata Djan Faridz dalam keterangan tertulis Kementerian Perumahan Rakyat di Jakarta, Kamis (16/2/2012). Menurut dia, bila para pengembang perumahan dapat membangun rumah tipe 36 sesuai tuntutan UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, masyarakat miskin yang saat ini belum memiliki rumah dapat terbantu memiliki rumah layak huni. Menpera menyampaikan pernyataan tersebut terkait adanya gugatan uji materi dari Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) terhadap UU No 1/2011 khususnya pada Pasal 22 ayat 3 terkait aturan pembatasan luasan rumah sejahtera tapak tipe 36 m2 (Baca: Wah...Aturan Rumah Tipe 36 Digugat ke MK!).
"Saya punya jawaban atas gugatan tersebut. Daripada berdebat, akan saya buktikan bahwa Kemenpera sanggup bikin rumah tipe 36 serta harga yang terjangkau, yakni dengan harga tanah Rp 200.000 per meter," katanya. Djan mengatakan, dirinya telah melihat sendiri adanya pembangunan rumah tipe 36 sebanyak 3.039 unit dibangun oleh pengembang yang merupakan anggota dari DPD Apersi Provinsi Riau. Untuk itu, lanjutnya, Apersi perlu melakukan koordinasi lebih intensif agar kebijakan di pusat dapat dilaksanakan di daerah. Namun, Kemenpera juga mendukung pembangunan perumahan di daerah yang dilaksanakan para pengembang. "Semua masalah perumahan merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh kita bersama, khususnya para pemangku kepentingan bidang perumahan. Kami mendukung para pengembang yang telah membangun perumahan bagi masyarakat miskin, baik di pusat maupun di daerah," kata Menpera. Tolak ketentuan Sebelumnya, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) secara terbuka menolak ketentuan bahwa penyaluran kredit Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan (FLPP) hanya diperuntukan bagi pengembang perumahan yang membangun rumah dengan tipe 36. " Kami menolak ketentuan itu karena tidak realistis. Peminat rumah di daerah itu didominasi untuk mencicil rumah di bawah tipe tersebut seperti tipe 30, 21, dan sebagainya," kata Ketua Umum Edi Ganefo dalam diskusi tentang Tinjauan Kebijakan Perumahan 2012 dengan tema Menggugat Pembatasan Luas Lantai Rumah, di Jakarta, Rabu (15/2/2012). Edi memperkirakan, jika kebijakan itu diteruskan, hampir bisa dipastikan akan banyak anggota Apersi yang umumnya membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan gulung tikar karena umumnya mereka berkemampuan membangun rumah tipe kecil di bawah tipe 36.
http://properti.kompas.com/index.php/read/2012/02/16/20034977/Menpera.Kekeuh.Soal.Rumah.Tipe.36
Ist/Ilustrasi pembangunan Rusunami BERITA TERKAIT LENSAINDONESIA.COM: Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tetap optimis program pembangunan 1.000 tower rumah susun sederhana milik (Rusunami) tetap berjalan. Namun demikian, Kemenpera juga berharap Pemerintah Daerah (Pemda) memberikan kemudahan dalam hal perijinan. Sehingga, pembangunan hunian vertikal tersebut dapat terlaksana dengan baik. Hal tersebut disampaikan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) di Kantor Kemenpera, Jakarta, Kamis (16/2/2012). Menurutnya, Rusunami merupakan salah satu pembangunan hunian yang cukup tepat untuk dibangun di daerah kota-kota besar di Indonesia. Program 1.000 tower Rusunami tetap berjalan, ujar Menpera Djan Faridz. Menurut Djan Faridz, program 1.000 tower tersebut harus dilaksanakan dengan baik. Sehingga, pemerintah dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk dapat memiliki rumah yang layak huni di daerah perkotaan. Selain itu, Rusunami juga bisa menjadi solusi untuk mengurangi mobilitas penduduk yang berpergian dari tempat tinggal menuju tempat kerjanya. Saat ini, imbuh Djan Faridz, mobilitas penduduk di kota-kota besar seperti di DKI Jakarta memang cukup tinggi. Apabila, di siang hari jumlah penduduk di DKI Jakarta bisa mencapai angka 9 juta lebih. Sedangkan, malam hari saat orang-orang kembali dari tempat kerjanya di Jakarta menuju rumahnya di daerah-daerah pinggiran maka jumlahnya akan berkurang menjadi sekitar 6 juta. Kalau masyarakat bisa tinggal di Rusunami tentunya mobilitas dari rumah ke tempat kerja akan berkurang, terangnya. Lebih lanjut, Djan Faridz mengungkapkan, pembangunan Rusunami di kawasan perkotaan biasanya memang terkendala masalah lahan yang harganya mahal. Untuk itu, Kemenpera saat ini sedang
berupaya menggandeng Kementerian BUMN untuk dapat menggunakan tanah-tanah miliki kementerian tersebut yang berada di daerah perkotaan untuk dibangun Rusunami. Saat ditanya mengenai adanya target Rusunami yang salah sasaran, Menpera Djan Faridz mengaku, hal itu tidak benar. Sebab, masyarakat yang ingin memiliki Rusunami dengan cara kredit akan diverifikasi terlebih dahulu oleh pihak bank. Kemenpera, lanjutnya, juga sedang mengkaji kenaikan harga Rusunami. Selain itu, Kemenpera juga akan melakukan sejumlah perubahan peraturan terkait jual beli hunian vertikal tersebut. Masyarakat yang membeli Rusunami dengan memanfaatkan subsidi pemerintah ke depan tidak boleh memperjualbelikan atau memindah tangankan. Jadi yang tinggal di Rusunami tersebut benar-benar mereka yang membutuhkan rumah, tambahnya. *ari Editor: Rudi Rubrik : EKONOMI , headline ekonomi , PROPERTI , Terkini
http://www.lensaindonesia.com/2012/02/17/kemenpera-optimis-program-1-000-rusunami-tetap-berjalan.html
RUMAH MURAH
shutterstock
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum DPD Riau yang baru saja terpilih, Zalmesi Fradius, mengatakan pihaknya dapat membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tipe 36 dengan harga Rp 70 juta. Namun, dengan catatan, rumah tersebut hanya dapat dibangun di pinggir kota
Rumah tipe 36 dengan harga Rp 70 juta masih bisa kami bangun, tetapi di pinggiran. Di dalam kota tidak bisa masuk harganya, karena tanah sudah mahal. -- Zalmesi Fradius
Zalmesi mengungkapkan, mustahil rumah seharga Rp 70 juta bisa dibangun di dalam kota. Di dalam kota, harga rumah tipe 36 mencapai Rp 135 juta. "Rumah tipe 36 dengan harga Rp 70 juta masih bisa kami bangun, tetapi di pinggiran. Di dalam kota tidak bisa masuk harganya, karena tanah sudah mahal. Di pinggiran tanah masih murah, Rp 50 - 75 ribu per meter persegi, sementara di kota tanah mencapai Rp 150 - 200 ribu per meter persegi," kata Zalmesi ketika dihubungi Kompas.com di Pekanbaru, Kamis (16/2/2012). Zalmesi mengatakan, masalah ini tidak hanya dialami oleh Apersi Riau, melainkan semua pengembang yang tergabung dalam Apersi di daerah-daerah lainnya.
"Tipe 36 pasti di pinggiran, sementara kebutuhan untuk rumah bagi MBR tidak hanya di pinggiran saja. Di dalam kota, rumah untuk MBR tetap dibutuhkan," ujar Zalmesi. "Kalau tetap membangun di harga Rp 70 Juta di dalam kota, kami bisa rugi dua kali. Rugi material, juga rugi mental," imbuhnya. Terkait penghentian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sejak 6 Januari 2012, Zalmezi mengatakan, kerugian telah diderita pihaknya, yaitu para pengembang. Sebanyak 800 unit rumah terhenti akad kreditnya, yang mengakibatkan kerugian mencapai Rp 48 miliar. "Belum lagi keluhan masyarakat yang tak juga mendapatkan rumah," jelasnya. http://properti.kompas.com/read/2012/02/16/16405772/Apersi.Riau.Rumah.Rp.70.Juta.Cuma.di.Pinggir .Kota.