You are on page 1of 50

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah kejahatan acapkali menjadi bahan utama pembicaraan dalam berbagai tulisan, forum ilmiah, maupun berita media massa. Hal ini disebabkan makin maraknya tindak kejahatan di dunia khususnya Indonesia, baik kejahatan ringan maupun kejahatan berat merupakan masalah yang menarik untuk dibahas. Kejahatan merupakan sebagian dari masalah dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu, kita harus memberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan kejahatan itu sendiri, baru kemudian dapat dibicarakan unsur-unsur lain yang berhubungan dengan kejahatan tersebut misalnya siapa yang berbuat, sebab-sebabnya dan sebagainya Batasan mengenai kejahatan menurut Bonger adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara yang berupa pemberian penderitaan (hukuman dan tindakan). Secara yuridis, kejahatan adalah sebagai perbuatan melanggar hukum atau dilarang oleh Undang-Undang. Disini diperlukan suatu kepastian hukum, karena dengan ini orang akan tahu apa perbuatan jahat dan apa yang tidak jahat. 1 Kejahatan merupakan suatu peristiwa penyelewengan terhadap norma-norma atau perilaku teratur yang menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Prilaku yang dikualifikasikan sebagai kejahatan biasanya

dilakukan oleh bagian terbesar warga masyarakat atau penguasa yang menjadi wakilwakil rakyat. Sutherland menyatakan bahwa kejahatan merupakan perbuatan yang ditetapkan oleh negara sebagi kejahatan dalam hukum pidana dan diancam dengan suatu sanksi. Perlu diketahui bahwa kejahtan bukan merupakan fenomena alamiah melainkan fenomena sosial dan historis. Sebab suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai kejahatan adalah jika perbuatan tersebut sudah dikenal, diberi cap, dan ditanggapi masyarakat tersebut yang dilanggar di samping adanya lembaga yang tugasnya menegakkan norma hukum dan menghukum pelanggarannya. Kejahatan tidak lain merupakan hasil dari interaksi sebab adanya interaksi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi pula. Terjadinya suatu kejahatan menunjukkan adanya hubungan fungsional antara pelaku-pelaku kejahatan dan para korban. Artinya, apabila terjadi suatu kejahatan akan menyebabkan adanya korban. Oleh karena itu, setiap kejahatan apapun jenisnya senantiasa meresahkan dan merugikan masyarakat. Salah satu kejahatan yang semakin marak akhir-akhir ini adalah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Kita melihat banyak terjadi pencurian kendaraan bermotor baik melalui media cetak maupun media elektronik bahkan mungkin di lingkungan kita sendiri juga pernah terjadi pencurian kendaraan bermotor Sebagai masyarakat kita kesadaran hukumnya masih sangat rendah, sehingga kita sering menjumpai di tengah-tengah masyarakat seolah-olah penadahan itu adalah hal yang wajar, dengan kata lain masyarakat menganggap penadahan itu bukan suatu tindak pidana. Banyak orang mau membeli barang-barang dengan harga murah

walaupun barang tersebut tidak dilengkapi surat-surat yang sah atau dengan kata lain mereka tidak perduli barang tersebut berasal dari kejahatan atau bukan. Hal inilah yang menjadi latar belakang penelitian yang berkaitan dengan penadahan . Penelitian ini dilakukan ingin melihat sejauh mana peranan kepolisian resort kota Binjai dalam menangani masalah penadahan ini khusunya penadahan kendaraan bermotor Dalam Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya di singkat KUHP) menyatakan bahwa : Karena sebagai sekongkol, barang siapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan, atau menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau yang disangkanya diperoleh karena kejahatan, dalam hal ini disebut sebagai Penadahan. Misalnya salah satu contoh penadahan dalam hal ini kendaraan bermotor, sebut saja contohnya sepeda motor, mobil, dan lain-lain. Meningkatnya modus kejahatan, memaksa aparat penegak hukum untuk bertindak lebih profesional di samping meningkatkan kesadaran masyarakat dalam Kamtibmas di Lingkungan masing-masing. Polri sebagai unsur utama yang paling awal dalam menanggapi kejahatan telah menaruh perhatian khususnya kejahatan kendaraan bermotor yang cukup meresahkan masyarakat namun masih banyak kendala yang dihadapi. Tindak pidana terhadap kejahatan bermotor ini cukup rumit karena pelaku tindak pidana ini tidak satu orang tetapi merupakan tindak pidana yang terorganisir secara rapi oleh sekelompok pelaku atau sindikat yaitu terdiri diri pencuri, penadah dan pemalsu surat-surat kendaraan bermotor hasil tindak pidana tersebut.

Dari uraian diatas, maka peneliti melakukan penelitian yang dapat memberikan gambaran yang berkaitan dengan tindak pidana penadahan kendaraan bermotor, dengan Judul: Peranan Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor di Wilayah Polres Binjai. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimanaa peran lembaga kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penadahan di wilayah Polres Binjai ? Apa Faktor penyebab terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai ? Apa kendala dan upaya Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai ? Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitan adalah: Untuk mengetahui peran lembaga kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penadahan di wilayah Polres Binjai. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai. Untuk mengetahui kendala dan upaya Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai.

Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

Secara teoritis diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan acuan, sebagai literatur mengenai peranan kepolisian dalam menaggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai.

Secara praktis dapat dijadikan masukan bagi aparat hukum untuk mencegah dan menaggulangi kasus-kasus tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai.

Tinjauan Pustaka Pengertian Kepolisian Istilah Polisi sepanjang sejarah ternyata mempunyai arti yang berbedabeda. Pengertian Polisi yang sekarang misalnya adalah berbeda dengan pengertian Polisi pada awal ditemukannya istilah itu sendiri: Pertama kali diketemukannya Polisi dari perkataan Yunani Politea yang berarti seluruh pemerintahan Negara kota. Pada masa itu yaitu abad sebelum Masehi. Negara Yunani terdiri dari kota-kota tidak saja menyangkut pemerintahan Negara Kota saja tetapi juga termasuk urusan-urusan keagamaan. Baru setelah itu timbul agama Nasrani, maka pengertian polisi sebagai pemerintahan kota dikurangi urusan agama. Di negara Belanda pada jaman dahulu istilah polisi dikenal melalui konsep Catur Praja dan van Vollenhoven yang membagi pemerintahan menjadi 4 (empat) bagian, yaitu Bestuur, Politie, Rechtspraack dan Regelig. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarmita dikemukakan bahwa istilah Polisi menduduki pengertian:

Badan pemerintahan sekelompok pegawai negeri yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum.

Pegawai negeri yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban umum.

Analog dalam penerbitan di atas untuk jelasnya dapat disimak pengertian yang tertuang dalam Undang-Undang Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pada Pasal (5) yang menyatakan bahwa: Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Polisi sebagai tugas diartikan sebagai pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat. Sebagai organ Polisi merupakan badan atau wadah yang bertugas dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban. Sebagai petugas dalam arti orang yang dibebani tugas pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat itu, sedangkan sebagai ilmu pengetahuan kepolisian berarti ilmu yang mempelajari segala hal ikhwal kepolisian. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana yakni strafbaar feit yang diartikan sebagai suatu tindak pidana, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan yang dapat dihukum atau dipidana. Menurut simons, strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannnya, yang dinyatakan sebagai dapat di hukum. Menurut Wirjono

Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Sedangkan Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang

didefenisikan beliau sebagai perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Adapun yang menjadi alasan Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana adalah: Bahwa yang dilarang itu adalah perbuatan (perbuatan manusia yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), artinya larangan itu ditujukan pada perbuatannya, sedangkan ancaman pidananya ditujukan pada orangnya. Antara larangan (yang ditujukan pada perbuatan) dengan ancaman pidana (ditujukan pada orangnya) ada hubungan yang erat, dan oleh karena itu perbuatan (yang berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi, melanggar larangan) dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat pula. Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah lebih tepat digunakan istilah perbuatan pidana, suatu pengertian abstrak yang menunjukkan pada dua keadaan konkrit yaitu pertama adanya kejadian tertentu (perbuatan), dan kedua adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu.

3. Pengertian Penadahan Yang dimaksud dengan Penadahan adalah sesuatu yang dipakai untuk menadah atau menampung.Sedangkan Menurut Pasal 480 KUHP menyatakan, bahwa penadahan adalah salah tindak pidana yang dimasukkan ke dalam tindak pidana terhadap harta kekayaan. Harta kekayaan itu sendiri sering jadi incaran para pencuri, penipu ataupun pelaku penggelapan yang kemudian ditadah para penadah misalnya kendaraan bermotor, sebut saja contohnya sepeda motor, mobil dan lain-lain 4. Pengertian Kendaraan Bermotor. Kendaraan atau angkutan adalah alat transportasi selain makhluk hidup. Mereka biasanya buatan tangan manusia (mobil, motor, kereta, perahu, pesawat). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993, Yang dimaksud dengan kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang berada pada kendaraan itu.

Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan melalui asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini. Dalam penelitian skripsi ini, penulis melakukan tehknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan (Library Resecah) yaitu dengan mengumpulkan dan

membaca referensi yang relevan melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku bacaan, koran, majalah. Setelah data-data terkumpul maka langkah-langkah selanjutnya adalah menyeleksi data-data yang layak untuk dipergunakan dalam

penulisan skripsi ini. Data-data yang diperoleh dari riset pustaka lebih banyak dipergunakan dalam penulisan ini. Selain melalui studi kepustakaan, maka dilakukan juga studi lapangan (Library Reseach), yaitu penelitian di kota Binjai pada Kepolisian Resor Binjai yang beralamat di jalan Sultan Hasanuddin Nomor 1 Binjai, 20714. Akhirnya seluruh data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis dengan metode kualitatif. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) Bab, kemudian tiap Bab dibagi lagi kedalam Sub Bab, maksudnya adalah untuk mempermudah penguraian dan pembahasannya dapat dilakukan secara sistematis. Adapun sistematika penulisan dari skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut: Bab Pertama merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab Kedua merupakan bab yang berisi tentang peran lembaga kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penadahan di wilayah Polres Binjai yang menguraikan : keberadaan kepolisian menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, gambaran umum Polres Binjai yakni lokasi dan keadaan fisik wilayah dan struktur organisasi Polres Binjai serta peran lembaga Kepolisian dalam menangani tindak pidana penadahan di Polres Binjai. Bab Ketiga merupakan bab yang berisi tentang faktor penyebab terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai yang

menguraikan : pengaturan tindak pidana penadahan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai serta Faktorfaktor penyebab terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai. Bab Keempat merupakan bab yang berisi tentang kendala dan upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai. Bab ini juga terdiri dari sub bab seperti : kendala yang dihadapi kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai, upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai serta analisis kasus. Bab Kelima merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

BAB II PERAN LEMBAGA KEPOLISIAN DALAM MENAGGULANGI TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH POLRES BINJAI

Keberadaan Kepolisian Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Eksistensi atan keberadaan Kepolisian adalah lakon yang harus dijalankan sehubungan dengan atribut yang melekat pada individu maupun institusi. Dalam hal diberikan oleh Polri didasarkan atas legalitas Undang-Undang, yang karenanya merupakan kewajiban untuk dijalankan oleh seluruh anggota Polri di satu sisi dan ada pula kewajiban untuk dipatuhi oleh masyarakat di sisi yang lain. Agar peran ini dapat dijalankan dengan benar, pemahaman yang tepat atas peran yang diberikan harus pula diperoleh. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian maka yang dimaksud dengan Kepolisian adalah: segala hal-ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan Peraturan Perundang-Undangan 12 Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Fungsi Kepolisian. Dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, dan pelayanan kepada Masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sementara dalam Pasal 5 Ayat 1 dinyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Ketertiban Polri dalam penanggulangan kejahatan dalam ruang lingkup sistem peradilan pidana dapat menentukan langkah-langkah kebijakan yang akan diambil dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Berbicara mengenai tugas dan wewenang Polri menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian dalam Pasal 13 diuraikan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat Menegakkan hukum; dan Memberikan perlindungan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal 13 tersebut di atas maka dapat kita ketahui bahwa pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang meresahkan masyarakat merupakan

salah satu tugas Kepolisian dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Adapun derivasi atau penjabaran tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal 14 adalah: Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas jalan. Membina masyarakat untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan Perundang-Undangan. Turut serta dalam pembinaan hukum internasional. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan nasional. Melakukan kooordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. Melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran Kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas Kepolisian. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang.

Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas Kepolisian, serta

Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14

tersebut di atas, maka Pasal 15 ayat 1 diuraiakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: Menerima laporan dan/atau pengaduan. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Mengeluarkan peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan adminstratif Kepolisian. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan Kepolisian dalam rangka pencegahan. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang. Mencari keterangan dan barang bukti. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional.

Mengeluarkan surat ijin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat.

Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lainnya, serta kegiatan masyarakat. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Gambaran Umum Polres Binjai Lokasi dan keadaan fisik wilayah Wilayah hukum Polreta Binjai memiliki luas wilayah 1.196 Km2 yang terdiri dari Kota Binjai dan Kabupaten Langkat. Wilayah hukum Polres Binjai terletak pada koordinat 30 .3140 sampai dengan 30 .402 Lintang Utara dan 980 .273 sampai dengan 980 .3232 Lintang Selatan dengan ketinggian 28 meter diatas permukaan ait laut. Sedangkan untuk batas wilayah Polres Binjai antara lain sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat.

Wilayah hukum Polres Binjai memiliki penduduk sekitar 387.869 jiwa, dimana jumlah penduduk di Kota Binjai adalah 218.028 jiwa dan penduduk Kabupaten Langkat berjumlah 169.841 jiwa.

Polres Binjai membawahi 5 (lima) Polsek yang terletak di Kota Binjai (yaitu Polsek Binjai Kota, Polsek Binjai Selatan, Polsek Binjai Utara, PolsekBinjai Barat, dan Polsek Binjai Timur) dan 3 (tiga) Polsek terletak di Kabupaten Langkat (yaitu Polsek Selesai, Polsek Sei Bingai, dan Polsek Binjai). Penduduk di wilayah hukum Polres Binjai terdiri dari beragam suku bangsa yaitu Melayu (39%), Karo (26%), Tapanuli (9%), Minang (3%), Kalimantan (2%), Aceh (2%), Cina (2%), dan lain-lain (1%). Selain suku bangsa yang beragam, agama yang dianut penduduk dalam wilayah hukum Polres Binjai juga terdiri dari bermacam-macam agama seperti agama Islam, Protestan, Katholik, Budha, dan Hindu. Wilayah Hukum Polres Binjai merupakan daerah yang berada pada dataran rendah dengan potensi sumber daya alam berupa perkebunan, peternakan, pertanian dan bahan galian C. Perekonomian rakyat di wilayah hukum Polres Binjai masih belum stabil karena di bidang pertanian masih bersifat tradisional dan sering terjadi bancana alam seperti banjir dan kemarau yang panjang serta penyakit tanaman seperti wereng. Sementara perekonomian pertokoan masih dikuasai oleh etnis Tionghoa sebagai pedagang grosir sedangkan etnis lainnya secara umum masih sebagai pedagang dan ada kalanya berubah fungsi sebagai buruh dari pengusaha non pribumi. Para pedagang yang di pedesaan masih tergantung kepada grosir yang pada umumnya dikuasai oleh etnis Tionghoa, karena adanya kesenjangan sosial antara pedesaan dan perkotaan yang masih tinggi, sehingga terjadi urbanisasi yang tidak dapat dibendung untuk mencari lapangan kerja di kota, sementara lahan yang masih ada di pedesaan ditinggalkan.

Struktur organisasi Polres Binjai Polri sebagai aparat pemerintah maka organisasinya berada dalam lingkup pemerintah. Dengan kata lain, organisasi Polisi adalah bagian dari organisasi pemerintah. Dari segi bahasa, organ Kepolisian adalah suatu alat atau badan yang melaksanakan tugas-tugas Kepolisian. Agar alat tersebut dapat terkoordinir dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka diberikan pembagian pekerjaan dan ditampung dalam wadah yang biasa disebut organisasi. Dengan demikian, maka keberadaannya, tumbuh dan berkembangnya, bentuk dan strukturnya ditentukan oleh visi pemerintah yang bersangkutan terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian. Khususnya yang berhubungan dengan Penadahan yakni Satuan Reserse Kriminal (Reskrim). Adapun struktur Organisasi Kepolisian Satuan Reserse Kriminal Resort Binjai adalah sebagai berikut: Wilayah Polres Resort Binjai yang beralamat di jalan Sultan Hasanuddin Nomor 1 Binjai, 20714. Struktur organisasi Polres Binjai merupakan struktur yang berisi tentang Pimpinan di Polres Binjai yakni mulai dari Kapolres Binjai, wakapolres, Kasat Reskrim sampai dengan Kanit-kanit yang berhubungan dengan satuan Reskrim. Semua data-data ini penulis ambil berdasarkan data-data yang diberikan oleh Bapak Zulhelmi, SH, beliau merupakan Kaurmintu di Polres Binjai.

Peran Lembaga Kepolisian Dalam Menaggapi Tindak Pidana Penadahan di Polres Binjai Didalam Undang-Undang Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pada Pasal 5 yang menyatakan bahwa: Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Adapun yang menjadi peran Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri (Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia). Ada 2 (dua) Peran Lembaga Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana penadahan di wilayah Polres Binjai yakni Secara Prefentif dan secara Represif. Secara Prefentif yakni pencegahan dengan menggiatkan pos kamling bersama aparat desa unutk mencegah terjadi kejahatan, dengan demikian semua kegiatan-kegiatan yang negatif khususnya penadahan dapat dicegah, sebagai contoh memakai orang pengintai (kibus) untuk memantau gerak-gerik terjadinya penadahan baik itu lokasi ataupun tempat terjadinya transaksi penadahan.

Secara represif yakni peran polisi dimana apabila ada laporan berarti polisi melakukan hukum dengan melakukan pemeriksaan, pemberkasan (korban lapor ke Polisi kemudian polisi menindak lanjuti) dan pengiriman barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) setelah berkas-berkasnya selesai baik itu target operasinya(TO).

BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH POLRES BINJAI

Pengaturan Tindak Pidana Penadahan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Setelah diuraikan secara mendetail isi Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, baik itu pengertian Penadah maka berikutnya dijelaskan orang yang bagimana yang dikatakan sebagai Penadah. Adapun yang dikatakan sebagi Orang yang dikatakan menadah apabila ia: Membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah sesuatu barang yang diketuhuinya atau patut disangkanya, bahwa barang itu diperoleh karena sesuatu kejahatan atau karena mau mendapat untung. Menjual, menyewakan, menukarkan, membawa, menyimpan atau

menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau patut disangkanya bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan. Selain perbuatan-perbuatan di atas yang dapat digolongkan dalam perbuatan penadahan, orang yang mengambil untung dari sesuatu barang yang diketahuinya atau patut disangkanya bahwa barang itu diperoleh karena hasil kejahatan.

22

Selanjutnya didalam Pasal 481 KUHP menyebutkan bahwa : barang siapa yang membuat kebiasaan dengan sengaja membeli, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan benda, yang diperoleh karena kejahatan dihukum penjara selamalamanya tujuh tahun. Hal penting yang perlu dikemukakan berkaitan dengan penerapan Pasal 481 KUHP ini adalah bahwa perbuatan penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan. Artinya harus paling tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal 2 kali. Kejahatan ini biasa disebut menadah secara kebiasaan. Agar dapat dituntut menurut pasal ini, maka kebiasaan sengaja melakukan penadahan itu harus dibuktikan. Dalam pasal 482 KUHP dikatakan bahwa: Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 480 KUHP itu dihukum sebagai tadah ringan, dengan hukuman penjara selamalamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900, jika barang itu diperoleh karena salah satu kejahatan. Kejahatan ini dinamakan penadahan ringan. Yang termasuk disini adalah perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 480 KUHP, asal saja barang-barang yang diterima sebagai barang tadahan tersebut dari kejahatan ringan seperti pencurian ringan (Pasal 364), penggelapan ringan (Pasal 373), dan penipuan ringan (Pasal 379)

Penadahan Kendaraan Bermotor di Wilayah Polres Binjai

Kejahatan penadahan kendaraan bermotor merupakan salah satu jenis kejahatan terhadap harta benda. Dimaksudnya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor ke dalam tindak pidana harta benda karena objek dari tindak pidana ini merupakan harta kekayaan yaitu kendaraan bermotor. Tindak pidana penadahan kendaraan bermotor ini sangat erat kaitannya dengan pencurian kendaraan bermotor, penggelapan kendaraan bermotor dan penipuan kendaraan bermotor. Dimana tindak pidana penadahan kendaraan bermotor ini selalu didahului oleh pencurian kendaraan bermotor atau penipuan kendaraan bermotor. Dengan kata lain, penadahan tidak akan terjadi apabila tidak ada pencurian, penggelapan atau penipuan. Justru karena adanya orang yang mau melakukan penadahan kendaraan bermotor itulah, sehingga orang-orang seolah-olah dipermudah untuk melakukan berbagai tindak pidana terhadap harta kekayaan khususnya pencurian kendaraan bermotor. Sebagaimana diketahui kendaraan bermotor merupakan sarana transportasi dengan mobilitas tinggi, oleh sebab itu kejahatan terhadap kendaraan bermotor juga merupakan jenis kejahatan dengan mobilitas tinggi. Sifat kejahatan yang demikian menyulitkan Polisi dalam penyelidikan maupun penyidikan, selain itu kejahatan terhadap kendaraan bermotor merupakan kejahatan yang memberikan hasil cukup bernilai pada para pelakunnya dan mudah dilakukan, serta mempunyai resiko diketahui pada para pelakunya dan mudah dilakukannya, serta mempunyai resiko diketahui kecil sekali, seandainya dapat diketahui biasanyasudah berubah identitas (pemilik). Di wilayah hukum Kepolisian Resort Binjai Kota Binjai jumlah total tindak

pidana pencurian kendaraan bermotor setiap tahunnya lumayan banyak, namun yang dapat diselesaikan oleh para pihak Kepolisian setiap tahunnya sangat sedikit. Penadahan kendaraan bermotor merupakan salah satu jenis atau bagian dari pencurian kendaaraan bermotor. Dimana penadahan kendaraan bermotor ini biasanya terjadi setelah kendaraan yang dicuri dan kendaraan bermotor curian ini sudah dilindungi oleh surat-surat palsu, kemudian dijual kepada pihak ketiga (pembeli langsung atau pemesan). Pembeli langsung atau pesanan ini dikatakan sebagai penadah dan dikenakan Pasal 480 KUHP, namun bila pihak ketiga ini pekerjaannya memang perantara penjual kendaraan bermotor curian maka dikenakan Pasal 481 KUHP. Dari hasil penelitian di Polres Binjai, jumlah pencurian kendaraan bermotor di wilayah hukum Polres Binjai cukup banyak, tetapi kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang berhasil ditangkap dan diselesaikan oleh Polisi masih sangat sedikit, sehingga kejahatan penadahan kendaraan bermotor juga belum maksimal ditangani oleh pihak Kepolisian Binjai. Berdasarkan data yang diberikan oleh Brigadir Polisi D. Siringo-ringo, SH, Kanit I Jatanras Polres Binjai kepada penulis, bahwa tingkat kejahatan pencurian dan penadahan kendaraan bermotor diwilayah Binjai dapat digambarkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor di

Wilayah Hukum Polres Binjai No. 1 2 3 4 5 Tahun Crime Total Crime Clear 2 9 8 13 32 Persentase (%) 0% 5,5 % 21,9 % 23,5 % 37,14 % 15,76 %

2006 57 2007 36 2008 41 2009 34 2010 35 Total 203 Sumber: Polres Binjai Tanggal 25 Juni 2011. Keterangan Tabel 1: Crime Total Binjai.

adalah jumlah kejahatan total di wilayah hukum Polres

Crime Clear adalah jumlah kejahatan yang berhasil diselesaikan oleh Polres Binjai.

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ada peningkatan persentase penyelesaian tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan kinerja Polres Binjai dalam

menyelesaikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor walaupun kinerja Polres Binjai tersebut belum maksimal sebab tindak pidana yang diselesaikan masih dalam persentase yang sangat sedikit. Bahkan pada tahun 2006 tidak ada tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang berhasil diselesaikan pihak Polres Binjai. Tabel 2. Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor di Wilayah Hukum Polres Binjai No. 1 2 3 Tahun 2006 2007 2008 Crime total 4 1 1 Crime Clear 13 3 1

4 5

2009 5 2010 4 Total 15 Sumber: Polres Binjai

6 7 30

Keterangan Tabel 2 : Adapun faktor penyebab crime clear lebih besar dari crime total crime total pada tabel di atas adalah karena crime clear setiap tahunnya tidak semua merupakan crime total tahun tersebut. Tetap sebagian merupakan perkara tunggakan dari tahun-tahun sebelumnya artinya bahwa pihak Polres Binjai dalam setiap tahunnya tidak berhasil menyelesaikan semua tindak pidana penadahan pada tahun itu juga. Misalnya pada tahun 2006 terdapat 4 (empat) crime total namun yang berhasil siselasaikan (crime clear) adalah 13 (tiga belas) kasus. Dari 13 crime clear tersebut, sebagaian merupakan perkara dari tahun-tahun sebelum 2006 dari sebahagian lagi merupakan perkara yang terjadi pada tahun 2006. Tabel 1dan tabel 2 dalam hal ini tidak mempunyai hubungan. Tabel-tabel ini hanya memberikan gambaran mengenai kuantitas pencurian dan penadahan kendaraan bermotor di wilayah hukum Polres Binjai. Secara kronologis, kejahatan terhadap kendaraan bermotor di wilayah hukum Polres Binjai dapat dijelaskan melalui suatu rangkaian perbuatan baik yang dilaksanakan suatu jaringan organisasi maupun perorangan, kegiatan tersebut antara lain: Perbuatan di tempat kejadian perkara, meliputi pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan perampasan, penipuan dan penggelapan. Menghilangkan identitas kendaraan bermotor, kegiatan atau perbuatan ini biasanya dilaksanakan setelah kendaraan bermotor hasil kejahatan sudah berada

di tangan pelaku kejahatan pencurian, baru kemudian diubah identitas antara lain dengan jalan: Mengganti plat nomor. Mengubah warna kendaraan bermotor. Mengganti chasis dan nomor mesin. Modifikasi.

Melindungi kendaraan bermotor dengan surat palsu. Agar kendaraan bermotor tersebut bisa dijual, maka kendaraan bermotor tersebut harus dilindungi dengan surat-surat yang dapat menyakinkan pembeli. Cara-cara tersebut antara lain:

STNK dipalsukan. STNK asli dan benar-benar dikeluarkan oleh Polri tetapi dokumen persyaratan STNK tersebut palsu (faktur,KTP).

STNK asli tetapi tidak sah, hal ini menyangkut STNK asli suatu kendaraan bermotor tetapi bukan untuk kendaraan yang dimaksud.

Surat keterangan yang dipalsukan antara lain surat tialng yang dipalsukan seolaholah suatu kendaraan tersebut ditahan untuk pengadilan tilang atau suatu penyitaan barang bukti seolah surat-surat kendaraan tersebut disita. Di wilayah hukum Polres Binjai para pelaku kejahatan kendaraan bermotor ini

sering melakukan pencurian ini di tempat-tempat parkiran umum, dari rumah warga bahkan dari showroom kendaraan bermotor. Pada umumnya kendaraan bermotor. Pada umumnya kendaraan bermotor yang dicuri adalah mobil dan sepeda motor. Namun yang paling banyak dicuri dan ditadah adalah sepeda motor seperti sepeda motor merek honda, yamaha, suzuki dan motor cina seperti zet win, dan lain-lain.

Setelah berhasil melakukan pencurian kendaraan bermotor, biasanya kendaraan bermotor hasil curian ini dipasarkan ke luar wilayah hukum Polres Binjai seperti ke Aceh, dan tempat lainnya yang dilakukan oleh pencuri maupun penadah. Namun sebelum dipasarkan, kendaraan bermotor ini biasanya dihilangkan identitas aslinya dengan cara mengganti nomor plat kendaraan bermotor, mengubah warna kendaraan bermotor, mengganti nomor mesin sampai membuat surat-surat palsu. Selain dibawa keluar daerah Binjai dan dibuat surat palsu, sebagian kendaraan bermotor tersebut dijual ke bengkel dan kendaraan motor tersebut dibongkar dan dijual secara terpisah, sehingga sulit diketahui bahwa kendaraan bermotor itu hasil curian. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor di Wilayah Polres Binjai Pada hakekatnya, seseorang melakukan tindakan baik itu perbuatan yang baik maupun yang jahat adalah karena sesuatu hal yang mendorong untuk bertindak. Entah itu digerakan hati, atau karena bujukan atau rayuan orang lain, atau karena situasisituasi tertentu yang memaksanya. Dengan perkataan lain, motivasilah yang seringkali menyebabkan seseorang melakukan tindakan atau disertai dengan tertentu pula. Demikian halnya biladibicarakan atau dibahas mengapa seseorang menjadi penadah, yang berarti bahwa penelitian akan motivasi seseorang melakukan tindak pidana penadahan kendaraan bermotor perlu dilihat atau ditelaah secara umum. Demikian hal ini tidaklah berarti bahwa mencari faktor mana yang kiranya mungkin merupakan faktor sebab akibat yang pasti. Akan tetapi, disini hanya sekedar menerangkan bahwa sesuatu faktor tertentu akan membawa resiko yang lebih besar

atau lebih kecil dalam menyebabkan orang tertentu dalam melakukan tindakan pidana penadahan kendaraan bermotor. Adapun faktor-faktor pendorong terjadinya tindak penadahan kendaraan bermotor berdasarkan penelitian penulis di wilayah Polres Binjai adalah sebagai berikut: Faktor Ekonomi Hidup manusia tidak terlepas dari ekonomi, baik yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan. Karena tekanan ekonomi dan minimnya pendidikan, seseorang tanpa pekerjaan yang memadai akan sulit untuk menyambung hidupnya dengan layak. Maka cara yang paling mudah adalah dengan mencuri. Seiring dengan semakin banyaknya barang yang dicuri, maka semakin banyak pula barang yang dapat ditadah. Apabila biasanya barang-barang hasil curian itu ditadah dengan harga yang jauh di bawah normal. Selain hal diatas, sifat konsumerisme masyarakat apalagi masyarakat kota juga turut mempengaruhi kejahatan penadahan kendaraan bermotor. Daya tarik kota termasuk Kota Binjai yang menampilkan beragam mode, menarik seseorang untuk mengikuti mode yang ada, tanpa terlebih dahulu mengukur kemampuan ekonomi orangtuanya atau dirinya. Faktor Lingkungan Dalam melakukan kejahatan, seseorang banyak tergantung dengan hubungan sosialnya dalam masyarakat yang bersangkutan, yakni dengan melihat kondisi-kondisi struktur dalam masyarakat. Ada kemungkinan manusia itu sendiri secara sadar memilih jalan yang menyimpang sebagai cara dia memecahkan masalah eksistensinya. Kendatipun

semula seseorang berasal dari keturunan yang baik, jika lingkungan pergaulan dalam masyarakat tempat dia tinggal adalah lingkungan penjahat, maka kemungkinan dia akan menjadi penjahat juga, misalnya dia tinggal di lingkungan sosial masyarakat, dapat juga karena faktor keluarga. Oleh karena hal yang terjadi dalam keluarga sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Jika pendidikan agama kurang ditanamkan dalam keluarga, maka seseorang itu bisa menjadi pencuri atau penadah, lantaran keadaan keluarga yang kurang harmonis.

Faktor Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi Dengan semakin berkembangnya peradaban manusia, maka alat-alat

canggih pun tersedia yang dapat membantu manusia dalam melakukan pekerjaannya dengan lebih cepat dan mudah dibanding sebelumnya. Namun hal ini tidak saja berdampak positif, tetapi juga berdampak negatif yang sulit dihilangkan keberadaannya dalam masyarakat. Misalnya dengan ilmu

penegtahuan dan teknologi canggih sekarang, seseorang akan mudah melakukan penadahan kendaraan bermotor dimana kendaraan bermotor yang ditadah tersebut kemudian dibongkar menjadi bahan-bahan spare part dan selanjutnya dipasarkan kembali misainya ke bengkel, atau bisa juga kendaraan bermotor yang telah ditadah tadi dijual utuh kembali tetapi dengan menggantinya dengan surat-surat palsu yang mirip aslinya. Maka teknologi pun sangat berperan dalam pembuatan surat-surat palsu tersebut. Selain itu dengan perkembangan teknologi para pelaku kejahatan dapat dengan mudah melakukan komunikasi dan transaksi melalui handphone.

Misalnya untuk menentukan jenis dan harga barang tadahan para pelaku dapat membicarakannya melalui handphone tanpa harus bertemu di suatu tempat yang menghabiskan waktu dan biaya yang lebih besar. Faktor Hukum Walaupun Indonesia dikenal sebagai negara hukum, namun tingkat kesadaran hukum masyarakat sangat rendah. Hal ini disebabkan karena dorongan ekonomi sehingga setiap perbuatan walaupun melanggar hukum terpaksa dilakukan. Selain itu ancaman pidana yang tidak maksimal dalam kasus-kasus penadahan kendaraan bermotor tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Menurut Pasal 480 KUHP seorang penadah diancam pidana empat tahun penjara, namun dalam prateknya menurut putusan-putusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Binjai, rata-rata pidana yang diberikan kepada seseorang hanya berkisar beberapa bulan saja. Faktor Kelalaian dari Pemilik Kendaraan Bermotor. Seringkali seseorang pemilik atau pengguna kendaraan bermotor lalai dengan kendaraan bermotornya. Misalnya ketika dia parkir semabarangan, tidak memakai kunci pengaman dan lain-lain. Hal-hal seperti inilah yang sering dimanfaatkan pelaku pencurian dalam melakukan aksinya. Setelah kendaraan dicuri, sebagian besar hasil curian itu dijualnya pada penadah dan sebagian lagi dimiliki.

BAB IV KENDALA DAN UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH POLRES BINJAI

Kendala Yang Dihadapi Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor di Wilayah Polres Binjai Berdasarkan hasil penelitian di Polres Binjai, maka terdapat beberapa kendala atau hambatan-hambatan yang dihadapi Polres Binjai dalam menanggulangi tindak

pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah hukum Polres Binjai. Kendala tersebut terbagi dalam dua bagian, yaitu kendala internal dan kendala eksternal. Kendala Internal Kendala internal merupakan kendala-kendala yang bersumber dari dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia khususnya Polres Binjai. Dari wawancara yang dilakukan dengan Bapak Brigadir D. M. Siringo-ringo, S. H. Di ruangan Kanit I Jatanras Polres Binjai, kendala-kendala yang sering dihadapi dalam memberantas tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah hukum Polres Binjai adalah sebagai berikut: 34

Minimya pengetahuan dari oknum aparat Kepolisian khususnya Polres Binjai dalam memberantas tindak pidana penadahan kendaraan bermotor yang umumnya dilakukan oleh suatu sindikat.

Adanya perbuatan tercela dari oknum polisi. Perbuatan tercela ini terdapat dimisalkan karena oknum polisi tersebut melakukan kerja sama dengan pelaku tindak pidana kendaraan bermotor yang berada di wilayah Polres Binjai.

Kurangnya kesejahteraan dari oknum Polisi, hal ini mendorong kemungkinan oknum polisi tersebut untuk melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Kurangnya koordinasi diantara aparat Kepolisian baik di Polres Binjai dengan Polsek-Polsek lain yang ada di wilayah hukum Polres Binjai.

Kendala Eksternal

Selain kendala yang bersumber dari tubuh Kepolisian (Kendala Intrernal) ada juga kendala yang dihadapi Kepolisian dari luar tubuh Kepolisian. Kendala ini disebut sebagai kendala eksternal yaitu kendala-kendala yang dihadapi Kepolisian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang bersumber dari masyarakat. Adapun kendala ataupun hambatan yang dihadapi Kepolisian yang bersumber dari masyarakat dapat dikemukakan sebagai berikut: Dalam melakukan aksinya, pelaku kejahatan ini biasanya melibatkan beberapa orang (jaringan/ sindikat) yang telah terorganisir dengan baik. Kendaraan bermotor yang berhasil dicuri oleh pelaku kejahatan ini kemudian dijual di luar wilayah hukum Polres Binjai sehingga penyelidik sulit untuk melakukan penyelidikan terhadap pencuri dan penadahan kendaraan bermotor tersebut. Kendaraan bermotor yang ditadah oleh penadah biasanya berasal dari luar wilayah Binjai dan dilengkapi dengan surat-surat palsu sehingga para penadah sulit terdeteksi. Pelaku kejahatan ini sering menghilangkan jejak ke luar daerah, sehingga pihak kepolisian tidak dapat dengan segera menangkap si pelaku. Kurang aktifnya atau keterlambatan masyarakat dalam memberikan informasi kegiatan para pelaku kejahatan yang diketahui dan dilihatnya sendiri. Kurangnya kesadaran hukum masyarakat untuk dapat menjadi saksi dalam penyelidikan dan penyidikan.

Adanya kenyataan-kenyataan dimana para pelaku kejahatan ini dilindungi atau dibantu bahkan dilakukan oleh oknum-oknum anggota TNI sehingga sering menyulitkan polisi dalam mengungkap pelaku kejahatan tersebut.

Pengadilan yang seringkali memberikan putusan pidana yang ringan kepada pelaku kejahatan ini mengakibatkan kejahatan yang sulit diberantas, oleh karenanya rasa hormat masyarakat pada polisi kurang.

Kepatuhan masyarakat pada hukum berkurang akibat law enforcement (penegakan hukum) tidak terlaksana dengan baik. Dari uraian tersebut di atas, maka kesimpulan yang penulis dapat diberikan adalah sangat diperlukan adanya kerja sama yang baik antara semua pihak, dalam hal ini masyarakat, pemerintah dan aparat hukum, agar dapat mengurangi penadahan kendaraan bermotor. Jadi, tidak hanya mengandalkan tugas polisi semata-mata, akan tetapi peran serta masyarakat sangat membantu usaha penaggulangan kejahatan penadahan kendaraan bermotor ini.

Upaya Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor di Wilayah Polres Binjai Kebijakan penanggulangan kejahatan atau criminal policy merupakan usaha yang rasional dari masyarakat sebagai reaksi mereka terhadap kejahatan. Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy) kebijakan penanggulangan kejahatan harus mampu menempatkan setiap komponen sistem hukum dalam arah yang kondusif dan aplikatif untuk menanggulangi kejahatan, termasuk peningkatan budaya hukum masyarakat sehingga mau memberikan

partisipasi yang aktif dalam penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu, kebijakan penaggulangan kejahatan harus dilakukan melalui perencanaan yang rasional dan menyeluruh sebagai respon rehadap kejahatan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh G. Pieter Hoefnagles, kebijakan penanggulangan kejahatan dapat disederhanakan dengan dua cara yaitu kebijakan penal (penal policy) dan kebijakan non penal (non penal policy ). Kebijakan penal atau sering disebut politik hukum pidana indonesia adalah upaya yang menentukan ke arah mana penegakannya saat ini. Hal ini berkaitan dengan konseptualisme hukum pidana yang paling baik untuk diterapkan. Karena adanya keterbatasan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan, baik dilihat dari hakikatnya kejahatan maupun dilihat dari fungsi hukum pidana maka hukum pidana juga butuh pendekatan non penal (pendekatan integral) dalam penanggulangan kejahatan. Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Oleh karena itu, sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang berpusat kepada masalah-masalah atau kondisi sosial yang secara langsung atau tidak dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan terjadinya kejahatan. Langkah-langkah kebijakan penanggulangan kejahatan harus dilakukan sejak dini karena apabila tidak dilakukan dari sekarang, maka kejahatan ini akan semakin berkembang dan tumbuh subur dalam masyarakat. Demikian pula dengan langkahlangkah dalam upaya penanggulangan tindak pidanapenadahan kendaraan bermotor ini juga harus dilaksanakan dari sekarang, karena apabila hal tersebut dibiarkan,

maka tindak pidana itu terus berkembang sehingga dapat menciptakan gangguan kamtibmas yang meresahkan masyarakat. Salah satu upaya kemungkinan yang akan terjadi jika upaya penanggulangan atau operasi penindakan terhadap para penadah ini belum juga dilaksanakan, adalah bahwa posisi sindikat kejahatan ini akan semakin meluas dan semakin sulit diberantas. Anggota sindikat penadah ini akan semakin bertambah sulit dan bekerja sama dengan oknum tertentu untuk memperkokoh kegiatannya, sehingga dalam kurun waktu tertentu, aparat keamanan dan penegak hukum di mata masyarakat kurang berarti karena tidak dapat memberantas kejahatan ini. Kalaupun sekelompok pelaku kejahatan ini terbongkar setelah posisi mereka terkuak, maka kemungkinan besar yang ditangkap hanya kaki tangannya saja, sedangkan pimpinan kelompok yang berkompeten sebagai bos atau yang merupakan intelektualnya sulit untuk di ungkapkan. Sesuai dengan hakikat sumber terjadinya kriminalitas, penanggulangan kriminalitas secara umum senantiasa dilakukan melalui upaya prefentif dan represif, secara konsepsional penanggulangan kejahatan dirumuskan oleh Polri dengan ketentuan bahwa pola dasar penanggulangan kriminalitas di Indonesia bersifat terpadu, baik dalam lingkup intern maupun dalam lingkup yang melibatkan komponen lain diluar Polri. Dengan demikian, penanggulangan kriminalitas melibatkan tidak saja unsur-unsur intern polisi, tetapi unsur-unsur di luar polri dengan dukungan peran serta masyarakat.

Polisi sebagai unsur utama yang paling awal dalam menghadapi kejahatan dan pelaku kejahatan, bertugas melakukan kegiatan penanggulangan kejahatan guna mewujudkan situasi kamtibmas terkendali. Tujuan penanggulangan kriminalitas secara terpadu ini yang dimaksud adalah kemampuan situasi kamtibmas yaitu: Adanya suasana masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psikis. Adanya suasana bebas dari kekhawatiran, keragu-raguan dan ketakutan serta rasa kepastian dan ketaatan hukum. Adanya suasana masyarakat yang meresahkan adanya perlindungan dari segala macam bahaya. Adanya kedamaian dan ketentraman lahiriah.

Upaya penanggulangan kriminalitas melalui upaya prefentif, Polri dan aparat penegak hukum lainnya serta dukungan swakarsa masyarakat, mengusahakan untuk memperkecil ruang gerak serta kesempatan dilakukannya kejahatan. Upaya ini meliputi kegiatan penjagaan, perondaan, pengawalan, dan pengembangan sistem pengideraan dan peringatan secara lebih dini pada lingkungan pemukiman dan lingkungan kerja. Usaha lain yang bersifat represif, Polri dan aparat penegak hukum lain mengadakan usaha yang secara tuntas terhadap setiap kejahatan yang pada hakekatnya bertujuan menimbulkan deterent effect yang efektif (tindakan represif untuk prefentif) Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa terdapat banyak kendala yang dihadapi oleh Polres Binjai dalam melakukan penanggulangan

terhadap tindakan pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah hukum Polres Binjai. Meskipun terdapat berbagai kendala dan hambatan yang di jumpai di lapangan, hal tersebut tidak mematahkan semangat Polres Binjai, justru dengan adanya kendala yang dihadapi mendorong Polres Binjai untuk lebih kreatif dan bijaksana dengan menjalankan tugasnya untuk menciptakan keamanan dan ketertiban bagi masyarakat. Adapun upaya tersebut adalah sebagai berikut: Berusaha mengedepankan fungsi Babinkamtibmas ( BagianPembinaan

Keamanan danKetertiban Masyarakat) dengan memberikan arahan dan bimbingan terhadap masyarakat untuk lebih berhati-hati. Mengupayakan agar pelaku tindak pidana penadahan kendaraan bermotor dipidana dengan pidana maksimal agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Mengintensifkan patroli dan razia terhadap kendaraan bermotor. Melakukan penyuluhan kepada warga masyarakat (khususnya pemilik kendaraan bermotor ) supaya menggunakan kunci pengaman kendaraan bermotor (alarm). Memberikan himbauan kepada masyarakat agar tidak membeli kendaraan bermotor yang tidak dilengkapi dengan surat-surat yang sah atau kendaraan bermotor itu diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh dari kejahatan.

Analisis Kasus Untuk lebih mengetahui yang terjadi, dari Pengadilan Negeri Binjai, penulis telah memperoleh contoh kasus tindak pidana penadahan kendaraan

bermotor yang telah terjadi di wilayah hukum Polres Binjai dan telah diputus.

Putusan Nomor 64 Pid/2007/PN .BJ Kejadian Perkara Dilaporkan ke Polres Binjai : Sekitar tahun 2009 : Jumat, tanggal5 Januari 2010 Pukul : 12.00Wib. Jenis tindak Pidana : Penadahan secara berlanjut.

Pelaku Sumitro alias Mitro, Laki-laki, umur 45 tahun, perkerjaan tukang bengkel, WNI, beragama Islam, Suku Jawa, alamat Desa Gunung Cut Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Junaidi alias Sigam, laki-laki, umur 30 tahun, pekerjaan pedagang, WNI, agama islam, suku jawa, alamat Desa Gunung Cut, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sriyanto alias anto, laki-laki, umur 31 tahun, pekerjaan supir, WNI, agama islam, suku jawa, alamat Desa Serbaguna Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Kasus Posisi Telah terjadi tindak pidana pertolongan jahat terhadap lima unit sepeda motor yaitu : Honda Supra dengan nomor mesin HB21E-1450111. Yamaha Kawasaki Ninja dengan nomor mesin 4WH-292912.

Kawasaki Ninja dengan nomor mesin 4NS-152362. Suzuki Satria FU-150 dengan nomor mesin E406-ID-1745761. Honda Supra X 125 dengan nomor mesin JW150FNGO2162556.

Yang dibeli tersangka Sumitro alias Mitro dan Junaidi alias Sigam dari tersangka Subowo alias bowo. Selanjutnya oleh kedua tersangka menyuruh tersangka Sriyanto alias Anto untuk membawa kelima unit sepeda motor ini ke Kabupaten Nagan Raya Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan menggunakan mobil penumpang umum yang dibawa Sriyanto alias Anto, dan tersangka Junaidi alias Sigam serta tersangka Sumitro alias Mitro membeli sepeda motor dari rumah tersangka Subowo alias Bowo di Jalan Pembina Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, dan kelima unit sepeda motor tersebut tidak dilengkapi dengan surat-surat dengan harga Rp. 1.000.000,- per unit. Dan tersangka Junaidi alias Sigam, Sumitro mengetahui kalau sepeda motor tersebut barasal dari hasil kejahatan, namun kedua tersangka mau membelinya tanpa ada surat-surat dengan maksud untuk dimiliki atau dikuasai dan akan dijual kembali agar mendapatkan keuntungan, serta tersangka Sriyanto alias Anto mau membawa kelima unit sepeda motor tersebut juga karena ingin mendapatkan keuntungan berupa uang.

Pembuktian : Adanya keterangan dari tiga saksi yang menguatkan atau memberatkan terdakwa. Adanya pengakuan terdakwa. Adanya barang bukti: 1 (satu) unit sepada motor Honda Supra dengan nomor mesin HB21E-1450111, 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Kawasaki Ninja dengan nomor mesin 4WH-292912, 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Kawasaki

Ninja dengan nomor mesin 4NS-152362, 1 (satu) unit sepeda motor Suzuki Satria FU-150 dengan nomor mesin E406-ID-1745761, 1 (satu) unit sepada motor Honda Supra X 125 dengan nomor mesin JW150FNGO2162556, 1 (satu) unit sepeda motor Supra Fit dengan nomor mesin HB21E-1450111, 1 (satu) unit mobil L-300 dengan nomor polisi B 2179 IM. Hal yang memberatkan : Bahwa perbuatan mereka terdakwa sangat meresahkan masyarakat. Bahwa perbuatan mereka terdakwa sangat merugikan orang lain. Bahwa mereka terdakwa telah menikmati hasil perbuatan.

Hal yang meringankan : Mereka terdakwa menyesal dan mengakui perbuatannya salah. Mereka terdakwa belum pernah di hukum.

Putusan : Mengingat Pasal 480 ayat (1) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Pasal 64 KUHP, terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah kerana telah melakukan tindak pidana penadahan secara berlanjut, dan menjatuhkan pidana penjara selama 4 (empat) tahun bulan 15 (lima belas) hari; Memerintahkan supaya barang bukti dalam perkara ini yaitu : 1 (satu) unit sepada motor Honda Supra dengan nomor mesin HB21E-1450111, 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Kawasaki Ninja dengan nomor mesin 4WH-292912, 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Kawasaki Ninja dengan nomor mesin 4NS-152362, 1 (satu) unit sepeda motor Suzuki

Satria FU-150 dengan nomor mesin E406-ID-1745761, 1 (satu) unit sepada motor Honda Supra X 125 dengan nomor mesin JW150FNGO2162556, 1 (satu) unit sepeda motor Supra Fit dengan nomor mesin HB21E-1450111, dirampas untuk negara ; 1 (satu) unit mobil L-300 warna green B-2179 IM dikembalikan kepada Bapak Asmadi; Membayar ongkos perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah).

Dari kasus yang telah dijabarkan di atas, kiranya dapat memberikan tanggapan bahwa benar telah terjadi tindak pidana pertolongan jahat (penadahan) secara berlanjut yang dilakukan oleh Junaidi alias Sigam, Sumitro alias Mitro, dan Sriyanto alias Yanto, dengan cara membeli sepeda motor dari hasil kejahatan dari tersangka Subowo alias Bowo di Binjai dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan dimana sepeda motor ini tidak dilengkapi dengan surat-surat yang sah. Berdasarkan pembuktian yang telah dilakukan antara lain pemeriksaan 3 (tiga) orang saksi, pemeriksaan terdakwa dan pemeriksaan barang bukti berupa sepeda motor yang ditadah dan mobil yang digunakan untuk menyangkut sepeda motor tadahan tersebut, maka diperoleh keterangan yang memperkuat atau memberatkan tersangka dan adanya pengakuan sehingga penulis menyimpulkan bahwa benar telah terjadi penadahan atau pertolongan jahat. Menurut analisa dasar hukum yang digunakan hakim untuk memidana para terdakwa tindak pidana pertolongan jahat atau penadahan ini masih kurang tepat kerana berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap para terdakwa dan dari proses

pembuktian di depan persidangan maka para terdakwa seharusnya dijatuhi yang dasar hukumnya adalah Pasal 481 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 64 KUHP, bukan Pasal 480 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 64 KUHP seperti yang dituntut jaksa dan diputuskan oleh hakim. Berdasarkan analisa yuridis jaksa penuntut hukum dan hakim, bahwa unsur dari Pasal 480 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 64 KUHP telah dipenuhi, menurut penulis memang benar semua unsur yang terdapat dalam Pasal tersebut telah dipenuhi. Namun menurut hematnya ada unsur lebih spesifik dari tindak pidana ini yang kurang dicermati oleh Jaksa Penuntut Umum maupun Hakim. Unsur lebih spesifik ini terdapat dalam Pasal 481 ayat (1) KUHP yaitu adanya unsur kebiasaan. Bahwa yang dimaksud dengan unsur kebiasaan dalam Pasal ini adalah melakukan perbuatan lebih dari satu kali. Berdasarkan fakta yang terungkap selama pemeriksaan di persidangan dari keterangan para terdakwa sendiri, bahwa benar terdakwa telah melakukan tindak pidana penadahan ini lebih dari satu kali ( hal ini menunjukkan telah adanya unsur kebiasaan ) yaitu: Sumitro alias Mitro, mengaku sudah membeli sepeda motor hasil kejahatan dari wibowo alias Bowo sebanyak 4 unit, yaitu: Awal tahun 2009 di Binjai yaitu sepeda motor Supra Fit warna hitam dengan Nomor Kendaraan BK 2330 SR Sekira April 2009 di rumah Subowo alias Bowo di Binjai berupa 1 (satu) unit sepeda motor Kawasaki Ninja warna hitam tanpa nomor polisi dan surat-surat kendaraannya.

Sekira Agustus 2009 di rumah Subowo alias Bowo di Binjai berupa 1 (satu) unit sepeda motor jenis Honda Supra Fit warna hitam tanpa nomor polisi dan surat-suratnya.

Tanggal 4 (empat) Januari 2010 di rumah Subowo alias Bowo di Binjai berupa 1 (satu) unit sepada motor Kawasaki Ninja warna hitam tanpa plat dan surat-suratnya.

Junaidi alias Sigam, mengaku telah membeli sepeda motor hasil kejahatan sebanyak 4 (empat) kali, yaitu: Sekitar Agustus 2009, dirumah Subowo alias Bowo di Binjai jenis sepeda motor KTM warna hitam tahun 2005. Sekitar September 2009, di rumah Subowo alias Bowo di Binjai jenis sepeda motor Supra X 125 warna hitam. Sekitar Desember 2009, di rumah Subowo alias Bowo di Binjai jenis sepeda motor Satria FU-150 warna hitam Sekitar Desember 2009 dari Prio adik kandung Subowo alias Bowo, jenis sepeda motor honda Supra Fit warna hitam.

Sriyanto alias Anto, mengaku telah membawa sepeda motor hasil kejahatan dari Binjai ke Kabupaten Nagan Raya Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sebanyak 6 kali, yaitu: Sekitar bulan Juli 2009 sepeda motor jenis Suzuki Satria yang disuruh oleh Sumitro alias Mitro. Sekitar Agustus 2009 sepeda motor Jenis KTM warna hitam biru yang disuruh oleh junaidi alias sigam.

Sekitar bulan Agustus 2009 sepeda motor jenis motor cina (mocin) yang disuruh oleh Sumitro alias Mitro.

Sekitar September 2009 sepada motor jenis Supra X 125 warna hitam yang disuruh oleh Junaidi alias Sigam.

Sekitar November 2009 sepeda motor Supra warna hitam yang disuruh oleh Junaidi alias sigam.

Sekitar Desember 2009 sepeda motor jenis Kawasaki Ninja yang disuruh oleh Sumitro alais Mitro.

Dengan demikian unsur ini telah terpenuhi. Dengan adanya unsur kebiasaan ini sehingga ketiga terdakwa dijatuhi hukuman pidana atas dasar hukum Pasal 481 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 64 ayat (1). Lama pemidanaan yang dijatuhkan hakim pun menurut belum tepat, dimana terdakwa ini dijatuhkan putusan 4 (empat) bulan 15 (lima belas) hari dikurangi masa tahanan. Hukuman ini menurut penulis terlalu ringan sehingga tidak memberikan efek jera kepada para pelaku. Para pelaku ditahan sejak tanggal 12 Januari 2010 dan putusan tersebut dibacakan pada tanggal 26 April 2010, maka para pelaku hanya tinggal menjalani masa hukuman sekitar 1 (satu) bulan lagi. Jadi menurut penulis hukuman ini tidak menimbulkan efek jera kepada para pelaku. Sebaiknya dalam menjatuhkan pidana para pelaku tindak pidana penadahan diberikan pidana yang lebih maksimal agar memberikan efek jera kepada para pelaku.

BAB V PENUTUP

Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, penulis mengemukakan beberapa kesimpulan, yaitu: Adapun yang menjadi peran Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri (Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia). Ada 2 (dua) Peran Lembaga Kepolisian dalam menanggapi tindak pidana penadahan di wilayah Polres Binjai yakni Secara Prefentif dan secara Represif. Secara Prefentif yakni pencegahan dengan menggiatkan pos kamling bersama aparat desa unutk mencegah terjadi kejahatan, dengan demikian semua kegiatan-kegiatan yang negatif khususnya penadahan dapat dicegah. 49 Secara represif yakni peran polisi dimana apabila ada laporan berarti polisi melakukan hukum dengan melakukan pemeriksaan, pemberkasan (korban lapor ke Polisi kemudian polisi menindak lanjuti) dan pengiriman barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hal-hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai diantaranya adalah sebagai berikut:

Faktor ekonomi, Faktor Lingkungan, Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Faktor Hukum dan Faktor Kelalaian dari pemilik kendaraan bermotor. Kendala dan upaya dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai antara lain sebagai berikut: Kendala Kepolisian dalam menaggulangi tindak pidana penadahan

kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai yakni:Kendala internal dan Kendala Eksternal Kendala internal adalah kendala-kendala yang bersumber dari dalam tubuh kepolisian Kendala Eksternal Kendala Eksternal adalah kendala-kendala yang dihadapi kepolisian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang bersumber dari masyarakat.

Upaya Kepolisian dalam

menaggulangi tindak pidana penadahan

kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai yakni: Berusaha mengedepankan Babinkamtibmas (Bagian Pembinaan Keamanan dan ketertiban Masyarakat) dengan memberikan arahan dan bimbingan terhadap masyarakat untuk berhati-hati Melakukan penyuluhan kepada warga (khususnya pemilik kendaraan bermotor) supaya menggunakan kunci pengaman kendaraan atau alarm.

Memberikan himbauan kepada masyarakat agar tidak membeli kendaraan bermotor yang tidak dilengkapi dengan surat-surat yang sah atau kendaraan bermotor itu diketahuinya atau patut disangkanya bahwa kendaraan itu diperoleh karena kejahatan.

Saran Adapun yang menjadi saran penulis adalah:

Perlu ditingkatkannya peran Kepolisianyang harus senantiasa memberikan penyuluhan-penyuluhan untuk tidak membeli suatu kendaraan bermotor dari hasil penadahan walaupun diiming-imingi harga yang miring serta Polisi tidak terlibat dalam tindak pidana penadahan kendaraan bermotor.

Agar memperhatikan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai.

Agar dicari solusi yang tepat mengenai kendala dan upaya dalam menanggulangi tindak pidana penadahan kendaraan bermotor di wilayah Polres Binjai.

DAFTAR PUSTAKA Buku Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum pidana Bagian I, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Kunarto, Etika Kepolisian,Jakarta, Cipta Manunggal, 1997. -----, Perilaku Organisasi POLRI, Jakarta, Cipta Manunggal, 2001 Moeljatno, Asas-asas hukum pidana, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1993. Mulyadi, Mahmud, Politik Hukum Pidana Bahan Kuliah, Fakultas Hukum USU, 2007. Poerwadarminta W.J.S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1995. RM, Suharto, Hukum Pidana Materil, Jakarta, Sinar Grafika, 1991. Subekti, R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta, Pradnya Paramita, 1987. Sugandhi, R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan penjelasannya, Surabaya, Usaha Nasioanal, 1980 Simanjuntak, Noach, Kriminologi, Bandung, Penerbit Tarsito, 1984. Soekanto, Soerjono, Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor, Jakarta, PT. Bina Aksara, 1987. Soesilo, R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bogor, Politea, 1996. Tongat, Hukum Pidana Materil, Malang, Penerbit UMM, 2002. Peraturan Perundang-Undangan. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, Tentang Kendaraan Bermotor.

52 Internet

Waspada News, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Kendaraan Bemotor, http:///www.waspadanews@yahoo.groups.com, (diakses tanggal 03 Januari 2011).

You might also like