You are on page 1of 19

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA

TINJAUAN YURIDIS UU NO.3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DALAM PENERAPAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK NAKAL SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Poltabes dan Pengadilan Negeri Kota Banjarmasin)

Bidang Kegiatan : PKM Penulisan Ilmiah (PKMI)

Diusulkan Oleh: Ketua : Sunandar Rizqy S : (04400141) (Angkatan 2004) Anggota : Afan Ari Kartika : (04400149) (Angkatan 2004) Putri Noor Adha : (06400017) (Angkatan 2006)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG MALANG 2007

HALAMAN PENGESAHAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA ILMIAH 1. Judul Kegiatan : TINJAUAN YURIDIS UU NO.3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DALAM PENERAPAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK NAKAL SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Poltabes dan Pengadilan Negeri Kota Banjarmasin) 2. Bidang ilmu : (X) Humaniora 3. Ketua Pelaksana Kegiatan/ Penulis Utama Narna Lengkap : Sunandar Rizqy S NIM : 04400141 Jurusan : Ilmu Hukum Universitas : Universitas Muhammadiyah Malang Alamat Rumah dan No. Telp/ Hp : JI. Arjuno No. 35 Batu. Malang, Telp. (0341) 5414103 4. Anggota Pelaksana Kegiatan 5. Dosen Pendamping Nama Lengkap dan Gelar NIP Alamat Rumah No. Telp/ Hp : 2 orang : Hj. Rahayu Hartini, S.H.,M.Si. : 131 879 368 : Jl. Joyosuko Metro No. 41 C, Merjosari, Kota Matang : (0341) 582 841 / 08123351357

Malang, 05 Maret 2007 Menyetujui Koordinator Bidang Penalaran Tingkat Fakultas/Jurusan

Ketua Pelaksana,

Hj. Rahayu Hartini, SH., M.Si NIP: 131 879 368

Sunandar Rizqy S NIM: 04400141

Pembantu Rektor III,

Dosen Pendamping,

Drs. H. Joko Widodo, M.Si. NIP.UMM 104.8611.0039

Hj. Rahayu Hartini, S.H. M.Si. NIP. 131 879 368

LEMBAR PENGESAHAN SUMBER PENULISAN ILMIAH PKMI 1. Judul Tulisan yang Diajukan: TINJAUAN YURIDIS UU NO.3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DALAM PENERAPAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK NAKAL SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Poltabes dan Pengadilan Negeri Kota Banjarmasin) 2. Sumber Penulisan (X) Kegiatan Imiah Lainnya (sebutkan) dengan keterangan lengkap: Tugas penelitian untuk mata kuliah Hukum Perlindungan Anak dan Perempuan. Nama Penulis : Sunandar Rizqy S Afan Ari Kartika Putri Noor Adha. Tahun pelaksanaan : 2006 Judul Karya : PENERAPAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA KEPADA ANAK NAKAL PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF UU No.3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK(Studi di Kota Banjarmasin) Tempat Kegiatan : Kota Banjarmasin. Keterangan ini kami buat dengan sebenarnya.

Malang, 5 Maret 2007 Menyetujui Ketua Program Studi Penulis Utama,

Catur Widoharuni, SH., MSi. NIP : 131 9532 222

Sunandar Rizqy S NIM : 04400141

TINJAUAN YURIDIS UU NO.3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DALAM PENERAPAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK NAKAL SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Poltabes dan Pengadilan Negeri Kota Banjarmasin) Sunandar Rizqy, Afan Ari Kartika, Putri Noor Adha. Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang ABSTRAKSI Peneliti membahas mengenai realita dalam pelaksanaan penerapan penjatuhan sanksi pidana kepada anak nakal yang melakukan tindak pidana narkotika. Hal ini dipilih karena anak sebagai bagian dari generasi muda bangsa dan masalah narkotika merupakan salah satu masalah yang mengancam ketertiban dan keamanan bangsa. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengetahui realita penerapan penjatuhan sanksi pidana, metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis sosiologis yaitu penelitian yang didasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku dan juga dilihat dari segi kenyataan atau realita yang ada dalam masyarakat, dengan menggunakan descriptive kualitative analisys (analisa diskriptif kualitatif). Penelitian ini dilakukan di Kota Banjarmasin dengan responden penyidik yang pernah menangani kasus narkotika yang dilakukan oleh anak di Banjarmasin, beberapa anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, serta hakim anak yang ada di Pengadilan Negeri Banjarmasin. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mengenai penjatuhan sanksi pidana kepada anak yang melakukan tindak pidana narkotika ternyata tidak semuanya dijatuhi sanksi pidana, ada yang diberikan kebijaksanaan tergantung dari berat atau ringannya kasus narkotika tersebut. Bagi kasus yang berat akan tetap dilanjutkan ke Pengadilan, dan di Pengadilan Hakim dalam mengambil penjatuhan sanksi tetap mengacu pada UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, karena didalam UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak mengatur secara spesifik tentang penjatuhan sanksi kepada anak yang melakukan tindak pidana narkotika. Saran yang diberikan oleh peneliti adalah agar pemerintah secepatnya membuat LAPAS khusus untuk anak di daerah Banjarmasin dan sekitarnya agar dapat digunakan sebagaimana mestinya dan untuk panti rehabilitasi agar dilengkapi dengan fasilitas medis untuk penyembuhan bagi mereka yang ketergantungan. Kata Kunci : Anak, Perspektif, Rehabilitasi

PENDAHULUAN

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Apa yang disebut generasi muda oleh Zakaria Daradjat dibatasi sampai seorang anak berumur 25 tahun. Menurut beliau generasi muda terdiri dari masa kanak-kanak umur 0-12 tahun, masa remaja umur 13-20 tahun dan masa dewasa muda umur 21-25 tahun (Supramono, 2000, hal.1). Dalam berbagai hal upaya pembinaan dan perlindungan anak, dihadapkan pada permasalahan dan tantangan di masyarakat. Kadang-kadang dijumpai penyimpangan perilaku dikalangan anak. Bahkan ada kalanya anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum, tidak memandang status sosial dan ekonomi. Disamping itu, terdapat pula anak yang karena satu dan lain hal tidak mempunyai kesempatan memperoleh perhatian baik secara fisik, mental, maupun sosial. Karena keadaan diri yang tidak memadai tersebut, maka baik disengaja maupun tidak disengaja sering juga anak melakukan tindakan atau berperilaku yang dapat merugikan dirinya dan atau masyarakat. Perlindungan terhadap anak tentu melibatkan lembaga dan perangkat hukum yang lebih memadai. Untuk itu, tanggal 3 Januari 1997 pemerintah telah mensyahkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, sebagai perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai dalam melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak. Dalam Undang-Undang ini telah ditentukan pembedaan perlakuan di dalam hukum acaranya, dari mulai saat penyidikan hingga proses pemeriksaan perkara anak pada sidang pengadilan anak. Pembedaan ancaman pidana bagi anak ditentukan oleh KUHP, yang penjatuhan pidananya ditentukan paling lama setengah dari maksimum ancaman pidana terhadap orang dewasa, sedangkakn penjatuhan pidana mati dan pidana penjara seumur hidup tidak diberlakukan terhadap anak. Sanksi yang dijatuhkan terhadap anak dalam undang-undang tersebut ditentukan berdasar perbedaan umur, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 sampai 12 tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan bagi anak yang telah beusia di atas 12 sampai 18 tahun dapat dijatuhi pidana (Soetodjo, 2006,hal 3).

Seorang anak yang melakukan perbuatan menyimpang dari peraturan dan tergolong sebagai tindak pidana misalnya saja penyalahgunaan narkotika maka perbuatan itu dapat menjadi perkara pidana yang penyelesaiannya melalui sidang pengadilan. Penanganan perkara pidana yang pelakunya masih tergolong anak, sebelum diberlakukannya Undang-undang Pengadilan Anak tahun 1997 dapat dikatakan hampir tidak ada bedanya dengan perkara yang tersangka / terdakwanya adalah orang dewasa. Sehingga seluruh proses perkaranya dilakukan sama dengan perkara orang dewasa. Salah satu masalah yang mengancam gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat, pemicu tindak pidana dan kriminal lainnya di Indonesia hingga kini adalah penyalahgunaan Narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan berbahaya). Bahkan oleh sebagian pihak narkoba disinyalir sebagai masalah serius bangsa. Dari sudut kriminologi telah membuktikan bahwa penyebab anak melakukan perbuatan pidana berbeda dengan penyebab orang dewasa yang melakukan perbuatan pidana. Pada anak-anak unsur pendidikan yang harus diutamakan, bukan pemidanaan sebagaimana orang dewasa. Pidana yang diancam terhadap orang dewasa yang melakukan tindak pidana tidaklah dapat dilaksanakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana (Wahyono, Siti Rahayu, 1993, hal 88). Oleh karena itu, dalam menangani masalah anak yang melakukan tindak pidana, aparat hukum baik penyidik, penuntut umum dan yang terutama hakim harus berhati-hati dalam memberikan sanksi kepada anak yang melakukan tindak pidana. Dalam Konvensi Hak Anak pasal 65 setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan dan perdagangan anak serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang narkoba pasal 1 (1), yang menyebutkan narkoba adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa

nyeri, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Dalam penjatuhan sanksi kepada anak yang melakukan tindak pidana narkotika tidak mengacu pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika tetapi perlu dipahami bahwa penentuan penjatuhan sanksi tersebut sepenuhnya tetap mengacu pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, karena pada UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika itu sendiri tidak mengatur secara spesifik tentang penjatuhan sanksi kepada anak yang menyalahgunakan narkotika. METODE PENDEKATAN Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan yuridis sosiologis yaitu penelitian yang didasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku dan juga dilihat dari segi kenyataan atau realita yang ada dalam masyarakat, dengan menggunakan descriptive kualitative analisys (analisa diskriptif kualitatif). Lokasi penelitian yang dilakukan adalah di Kota Banjarmasin, khususnya di Poltabes Banjarmasin dan Pengadilan Negeri Banjarmasin. Untuk mendapatkan data mengenai penjatuhan sanksi kepada anak yang melakukan tindak pidana

narkotika. Penulis memilih lokasi ini dengan dasar pertimbangan, bahwa kota Banjarmasin sebagai kota yang sedang berkembang, dimana sangat

memungkinkan meningkatnya tindak pidana yang dilakukan oleh anak terutama tindak pidana narkotika. Sumber data yang dipergunakan adalah sumber data primer yaitu sumber data yang tertulis yang di peroleh dari Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, serta sumber data skunder yaitu data yang di peroleh langsung dari subyek yang dimintai data atau keterangan / penjelasan yang diambil dari lokasi penelitian tersebut, yaitu pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah salah satu anggota Kepolisian Wilayah Banjarmasin yang pernah menangani kasus tindak pidana narkotika yang

dilakukan oleh anak, Hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin. Selain Hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin dan anggota Kepolisian Wilayah Banjarmasin subyek yang dimintai keterangan / penjelasan yang diambil adalah anak yang melakukan tindak pidana narkotika yang di putus di Pengadilan Negeri Banjarmasin. Teknik Pengumpulan data dengan cara: Studi lapang, dengan cara wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi (anggota Kepolisian, Hakim Pengadilan Negeri, anak sebagai pelaku tindak pidana narkotika). Studi dokumentasi, yakni dengan cara mencatat dan menyalin data-data yang diperlukan. Data ini diperoleh dari berbagai sumber baik itu dari arsip-arsip yang ada di tempat penelitian yang berkaitan dengan penjatuhan penerapan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana narkotika. Analisa bahan hukum dilakukan secara deskriptif kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Ketentuan hukum mengenai anak-anak, khususnya bagi anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, baik pembedaan perlakuan di dalam hukum acaranya maupun ancaman pidananya. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan dan pengayoman terhadap anak dalam menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain itu, pembedaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada anak agar setelah melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang lebih baik, yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam Undang-undang ini juga diatur mengenai batasan umur anak yang dapat diajukan ke sidang anak seperti tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997 , yaitu sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin, apabila anak yang bersangkutan telah mencapai umur 21

tahun, maka menurut Pasal 4 (2) UU No.3 Tahun 1997 tetap diajukan ke sidang anak. (Soetodjo, 2006, hal 29) Mengenai penerapan di lapangan, penjatuhan sanksi kepada anak yang melakukan tindak pidana narkotika, penulis melakukan wawancara dengan salah satu hakim anak yang ada di Pengadilan Negeri Banjarmasin yaitu Bapak Abdul Halim Amran, S.H. Mengenai penahanan setelah penangkapan anak di Banjarmasin diserahkan ke Rumah Tahanan yang masih bergabung dengan tahanan orang dewasa, hal itu dikarenakan keterbatasan sarana, tetapi masa dalam tahanan dikurangi sepertiga dari masa tahanan orang dewasa (wawancara tanggal 31 Oktober 2006). Penahanan adalah penempatan tersangka / terdakwa ditempat tertentu (rumah tahanan negara) oleh penyidik, atau penuntut umum, atau Hakim. Untuk itu harus ada surat perintah penahanan dari penyidik atau penuntut umum, atau penetapan penahanan dari hakim, yang ketika melaksanakan penahanan itu diserahkan kepada tersangka/terdakwa dan tembusannya disampaikan kepada keluarganya. Penahanan Pasal 1 angka 21 KUHAP dapat berupa: ditahan di Rumah Tahanan Negara yang meliputi : Lembaga Pemasyarakatan, Kantor Polisi, Kantor Kejaksaan. Ditahan melalui Tahanan Rumah, dan ditahan melalui Tahanan Kota. Suatu penahanan haruslah memenuhi syarat formal dan syarat material. Adapun syaratnya dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu atas pelimpahan wewenang dari penyidik, penuntut umum atau hakim (Prinst, 2003, hal. 41). Adanya penahanan pada dasarnya untuk kepentingan pemeriksaan, dengan maksud agar tersangka tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi lagi perbuatannya. Meskipun demikian untuk seorang anak, Pasal 45 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Anak memberikan syarat, agar penahanan itu dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan anak dan atau kepentingan masyarakat. Wewenang penahanan yang diberikan Undang-undang kepada penyidik anak, berdasarkan Pasal 44 ayat (2) penyidik anak dapat menahan paling lama 20 hari. Jangka waktu penahanan tersebut sama dengan yang ditetapkan oleh KUHAP. Apabila pemeriksaan itu belum selesai penyidik anak dapat meminta perpanjangan itu lebih sedikit dibanding Pasal 24 ayat (2)

KUHAP yang menetapkan selama 40 hari. Apabila jangka waktu 30 hari telah terlampaui dan pemeriksaan perkara masih belum selesai dilakukan penyidik anak, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum (Supramono, 2000, hal.40) Menurut Kasat Narkoba Poltabes Banjarmasin penahanan anak yang ada di kota Banjarmasin dilakukan selama 20 hari selama penahanan dilakukan penyidikan yang berhubungan dengan tindak pidana yang dilakukannya. Selama penahanan Tim penyidik juga menyiapkan BISPA (Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak) untuk membuat laporan sosial. Apabila penyidikan dan jika belum

belum selesai bisa diperpanjang penahanannya sampai 30 hari,

selesai juga anak tersebut dikeluarkan dari tahanan (wawancara dengan Kasat Narkoba Poltabes Banjarmasin Tanggal 30 Oktober 2006). Didalam penerapannya dasar untuk melengkapi pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara anak juga menerapkan BISPA (Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak). Kehadiran Petugas BISPA tidak diharuskan dalam persidangan yang terpenting adanya laporan tentang latar belakang kehidupan si anak,dll. Apabila laporan dari BISPA belum ada maka hakim anak di Pengadilan Negeri Banjarmasin tetap menunggu laporan dari BISPA, guna melengkapi pertimbangan hakim dalam memeriksa dan

memutuskan perkara anak dalam sidang anak di Pengadilan Negeri Banjarmasin (wawancara dengan Hakim Anak PN Banjarmasin Tanggal 31 Oktober 2006). Sejak adanya sangkaan atau diadakannya penyidikan sampai diputuskan pidananya dan menjalani putusan tersebut, anak harus didampingi oleh petugas sosial yang membuat Case Study tentang anak dalam sidang oleh petugas BISPA (Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak). Adapun yang tercantum dalam case study ialah gambaran keadaan si anak berupa : masalah sosial, kepribadiannya, dan latar belakang kehidupannya : misalnya riwayat sejak kecil, pergaulan di luar dan di dalam rumah, keadaan rumah tangga si anak, hubungan antara bapak, ibu dan si anak, hubungan si anak dengan keluarganya, dan lainlain, latar belakang saat dilakukannya tindak pidana tersebut.

Semua itu didapat dari keterangan si anak sendiri, orang tuanya, lingkungan sekitarnya (guru, RT/RW dan lurah setempat). Case Study ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak dikemudian hari, karena dapat dilihat dengan keadaan nyata si anak secara khusus, apabila hakim yang memutuskan perkara anak tidak dibantu dengan pembuatan case study, maka hakim tidak akan mengetahui keadaan sebenarnya dari si anak sebab hanya boleh bertemu terbatas dalam ruang sidang yang hanya memakan waktu beberapa jam saja, dan biasanya petugas BISPA menyarankan pada hakim tindakan-tindakan yang sebaiknya diambil oleh para hakim guna kepentingan dan lebih memenuhi kebutuhan anak (Soetodjo, hal 29) Laporan pembimbing kemasyarakatan atau yang sering disebut sebagai case study tersebut merupakan salah satu bahan yang penting bagi hakim dalam putusannya, karena laporan pembimbing kemasyarakatan sesuai dengan Pasal 59 ayat (2) wajib dipertimbangkan dalam putusan hakim, Undang-undang tidak menjelaskan tentang apa alasannya sehingga merupakan kewajiban bagi hakim. Jika laporan pembimbing kemasyarakatan ini dilalaikan maka putusan berakibat batal demi hukum (Supramono, 2000, hal. 85) Saat ditanya mengenai penerapan pemeriksaan anak dimuka sidang Pengadilan Negeri Banjarmasin oleh penulis bapak Abdul Halim Amran, S.H. mengatakan bahwa sidang anak berbeda dengan sidang orang dewasa perbedaannya banyak sekali diantaranya disidangkan oleh hakim tunggal, hakim, penuntut umum dan penasehat hukum tidak memakai toga, dan sidangnya juga tertutup. Mengenai hakim anak bapak Abdul Halim Amran, S.H. mengatakan hakim anak haruslah hakim yang oleh Mahkamah Agung sudah dikeluarkan SK nya untuk menjadi hakim anak (wawancara Tanggal 31 Oktober 2006). Hal ini sesuai dengan prosedur pemeriksaan anak dimuka sidang yaitu pemeriksaan sidang anak silakukan oleh hakim khusus yaitu hakim anak. Dengan hakim tunggal tujuannya agar sidang perkara anak dapat diselesaikan dengan cepat. Perkara anak yang dapat disidangkan dengan hakim tunggal adalah perkara-perkara pidana yang ancaman hukumannya lima tahun kebawah dan pembuktiannya mudah atau tidak sulit Pemeriksaan perkara anak dilakukan

sidang tertutup dimaksudkan agar tercipta suasana tenang, dan penuh dengan kekeluargaan sehingga anak dapat mengutarakan segala peristiwa dan segala perasaannya secara terbuka dan jujur selama sidang berjalan. (Soetodjo, Hal.34) Mengenai penerapan penjatuhan sanksi kepada anak yang melakukan tindak pidana narkotika di Pengadilan Negeri Banjarmasin bisa dikenakan sanksi tidakan atau dijatuhkan sanksi pidana, karena menurut pernyataan Bapak Abdul Halim Amran, S.H. meskipun anak yang melakukan tindak pidana narkotika yang pernah masuk ke Pengadilan Negeri Banjarmasin adalah anak yang berumur 12 tahun keatas, beliau mengatakan dalam UU No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika tidak mengatur secara spesifik tentang penjatuhan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika jadi tetap mengacu pada Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan UU pengadilan anak sendiri bersifat Lex Spesialis Derogat Lex Generalis. Menurut beliau anak di bawah umur dan atas dasar dengan memperhatikan berat ringannya kejahatan atau kesan yang dilakukan dan dengan memperhatikan keadaan anak, orang tua, hubungan antara anggota keluarga, dan laporan dari petugas BISPA anak tersebut dapat dikenakan sanksi berupa tindakan dapat bekerjasama dengan dinas sosial atau bisa juga dimasukkan ke BAPAS anak di martapura Kalimantan Selatan. Dan apabila anak yang melakukan tindak pidana narkotika tersebut berumur di atas 12 tahun dengan mempertimbangkan keadaan anak, orang tua, laporan dari BISPA anak tersebut dapat dijatuhkan sanksi berupa pidana dan dapat dimasukkan ke LAPAS, sebenarnya LAPAS anak di Banjarmasin tidak ada jadi LAPASnya tetap di LAPAS dewasa tetapi ruangannnya dipisahkan (wawancara Tanggal 31 Oktober 2006). Pidana adalah hukuman yang dijatuhkan atas diri seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, ancaman pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak yang melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 26 (1) UU No.3 Tahun 1997 paling lama setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Pidana pokok menurut UU No,3 Tahun 1997 Pasal 23 ayat 2 terdiri dari: pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana pengawasan.

Terhadap anak yang belum berumur 12 tahun dan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a UU No.3 Tahun 1997 yang diancam dengan pidana penjara sementara waktu, tidak diancam dengan hukuman mati/seumur hidup dijatuhkan sanksi akan tetapi dikenakan sanksi berupa tindakan, adapun tindakan yang dapat dikenakan kepada anak (Pasal 24 UU No.3 Tahun 1997 diantaranya : dikembalikan kepada orang tua/wali/orang tua asuh, diserahkan kepada negara, dan diserahkan kepada Departemen sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan (Prinst, 2003, hal 41 ). LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan) anak adalah tempat pendidikan dan pembinaan bagi anak pidana, anak negara, dan anak sipil. Penempatannya dilakukan terpisah dari narapidana dewasa sesuai Pasal 60 Undang-undang No.3 Tahun 1997. Anak yang ditempatkan di LAPAS anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan latihan sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta memperoleh hak-hak lainnya, sedangkan sistem pemasyarakatan berarti suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila, dengan demikian diharapkan warga binaan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana lagi. Akhirnya diharapkan dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan dapat ikut aktif berperan dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (Prinst, 2003, hal 57 ) Selain LAPAS anak juga terdapat BAPAS (Balai Pemasyarakatan). Kedua Lembaga ini tidak sama fungsinya, pada lembaga pemasyarakatan atau LAPAS tugasnya adalah melakukan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan, sedangkan BAPAS bertugas untuk melaksanakan bimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan (Pasal 6 ayat (1) UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). Jadi pada prinsipnya BAPAS di dalam sistem pemasyarakatan anak yang terlibat tindak pidana berperan untuk memberikan bimbingan agar nantinya anak tersebut dapat diterima kembali oleh masyarakat dan dapat hidup secara wajar sebagai warga masyarakat yang baik (Supramono, 2000, hal. 129).

Penerapan penjatuhan sanksi anak yang menggunakan narkotika dengan status sebagai pemakai menurut hakim anak dapat dijatuhkan sanksi tindakan yaitu dapat di masukkan ke panti rehabilitasi narkoba. Tetapi tetap mendapat pengawasan dari salah satu petugas BAPAS anak (wawancara Tanggal 31 Oktober 2006) Berikut adalah gambaran secara keseluruhan putusan penjatuhan sanksi anak dibawah umur yang terlibat penyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri Banjarmasin dan dapat kita lihat pada tabel berikut ini :
Penerapan Penjatuhan Sanksi Bagi Anak di Bawah Umur Yang Melakukan Tindak Pidana Narkotika di Pengadilan Negeri Banjarmasin Tahun 2005-Oktober 2006 No Melanggar Tuntutan Tuntutan Tuntutan Putusan Menurut UU No Menurut UU No Jaksa Hakim Pasal 22/97 3/97 1 82 (b) UU 15 Tahun 7 Tahun 2 Tahun 4 Bulan 22/97 2 82 (c) UU 10 Tahun 5 Tahun 2 Tahun 3 Bulan 22/97 3 82 (c) UU 10 Tahun 5 Tahun 1 Tahun 6 3 Bulan 22/97 Bulan 4 82 (c) UU 10 Tahun 5 Tahun 9 Bulan Bapas 4 22/97 Bulan 5 82 (c) UU 10 Tahun 5 Tahun 1 Tahun Bapas 4 22/97 Bulan 6 85 (c) UU 1 Tahun 6 Bulan 4 Bulan Panti 22/97 Rehabilitasi 7 85 (a) UU 4 Tahun 2 Tahun 6 Bulan Panti 22/97 Rehabilitasi 8 85 (a) UU 4 Tahun 2 Tahun 5 Bulan Panti 22/97 Rehabilitasi Sumber : Pengadilan Negeri Banjarmasin, 2006

Yang diserahkan ke Bapas ada 2 orang dan kedua orang tersebut adalah terpidana bersyarat, dimana selama menjalani pidana bersyarat tidak akan melakukan tindak pidana lagi, selain itu tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dan dengan tetap memperhatikan kebebasan anak. Bapas bekerja sama dengan badan sosial untuk diberikan pembinaan pengembangan mental, pengembangan kreativitas dan pengembangan

kemampuan. Terpidana yang dimasukkan ke Bapas juga diberikan keterampilan diantaranya pertukangan, perbengkelan, elektro dll (Abdul Halim Amran, S.H.,

Hakim Anak di Pengadilan Negeri Banjarmasin. Wawancara tanggal 31 Oktober 2006, Hasil Wawancara diolah) Dari tabel diatas juga disebutkan bahwa ada anak yang mendapat sanksi pidana selama 4 bulan yaitu 1 anak dan anak tersebut diserahkan ke LAPAS anak yang terdapat di LP dewasa tetapi ruangannya terpisah dan anak yang dijatuhkan sanksi pidana selama 4 bulan adalah anak yang berstatus sebagai pengedar ganja. Menurut Pasal 82 (1) huruf b UU No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika menyebutkan barang siapa melawan hukum mengimpor, mengekspport, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana paling lama 15 tahun. tetapi dalam kasus narkotika yang pelakunya anak berarti tetap mengacu kepada UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sehingga hukumannya paling lama setengah dari hukuman orang dewasa. Menurut salah satu hakim anak di Pengadilan Negeri Banjarmasin Penjatuhan sanksi terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika yang berstatus sebagai pengedar di Banjarmasin tetap dijatuhkan pidana dan tetap dimasukkan ke Lapas yang terpisah dari orang dewasa. Hal ini menghindari penularan kejahatan dari orang dewasa. Mengenai sanksinya tersebut hakim yang menjatuhkan harus melihat kepentingan yang terbaik bagi si pelaku anak tersebut, berdasarkan keterangan si anak tersebut dan laporan sosial mengenai latar belakang hidupnya (Abdul Halim Amran, S.H., Hakim Anak di Pengadilan Negeri Banjarmasin. Wawancara tanggal 31 Oktober 2006, Hasil Wawancara diolah) Jadi Penerapan penjatuhan sanksi kepada anak yang melakukan

penyalahgunaan narkotika lebih mengacu pada Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, karena dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1997 Tentang narkotika tidak disebutkan secara spesifik mengenai penjatuhan sanksi kepada anak di bawah umur yang menyalahgunakan narkotika, selain dalam penjatuhan sanksinya hakim juga mempertimbangkan laporan dari petugas BISPA mengenai latar belakang si anak, selain itu keterangan anaknya sendiri lebih dinilai sangat penting dalam penjatuhan sanksi, dan penjatuhan sanksi kepada

anak baik sanksi pidana maupun sanksi tindakan, hakim dan penyidik melihat sanksi apa yang terbaik dan yang lebih dibutuhkan bagi si anak. KESIMPULAN Penerapan penjatuhan sanksi kepada anak yang melakukan tindak pidana narkotika di Banjarmasin dari tahun 2005 sampai dengan Oktober 2006 tidak semuanya dijatuhkan sanksi pidana, tergantung dari berat ringan kasusnya. Kalau berat tetap dilanjutkan ke pengadilan dan apabila ringan dapat pertimbangkan oleh hakim. Penjatuhan sanksi terhadap anak terbagi atas 2 yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan. Di Banjarmasin penerapan sanksi pidana ada yang dijatuhkan 3 bulan dan 4 bulan, padahal menurut pasal 81 (1) huruf a UU No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika menyebutkan pidana penjara paling lama 15 Tahun, tetapi dalam UU tersebut tidak disebutkan secara spesifik berapa lama penjatuhan pidana bagi anak. Bagi anak yang dikenakan sanksi tindakan ada yang diserahkan ke dinas sosial dan di serahkan ke Bapas yang lamanya 4 bulan. Bagi anak yang berstatus sebagai pemakai akan diserahkan ke panti rehabilitasi yang bekerja sama dengan dinas sosial, yang akan diberikan siraman rohani dan diberikan pengembangan kemampuan sesuai dengan bidang yang diminati. Jadi dalam penerapannya penjatuhan sanksi anak yang melakukan tindak pidana narkotika hakim dalam memberikan putusan tetap mengacu pada UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, karena dalam UU No 22 Tahun 1997 Tentang narkotika tidak mengatur secara spesifik tentang penjatuhan sanksi kepada anak yang melakukan tindak pidana narkotika. Saran Dalam kejahatan penyalahgunaan narkotika yang pelakunya adalah anak di bawah umur dalam penjatuhan sanksinya sebaiknya memperhatikan kepentingan si anak, misalnya bagi anak yang berstatus sebagai pemakai haruslah dimasukkan ke panti rehabilitasi yang dilengkapi dengan tenaga medis yang bisa menyembuhkan kecanduan karena itu sangat penting sedangkan di Banjarmasin sebenarnya ada panti rehabilitasi tetapi tidak dilengkapi dengan tenaga medis

padahal hal tersebut sangat penting, jadi diharapkan kepada pemerintah khususnya disini Dinas Sosial untuk membuat panti rehabilitasi dengan dilengkapi tenaga medis untuk menyembuhkan kecanduan narkotika. DAFTAR PUSTAKA Agung Abdul Rasul, 2003, Kinerja Polri Dalam Memberantas Tindak Pidana Narkoba, Jurnal Studi Kepolisian, Edisi Juni 2003. Agung Wahyono, Ny. Siti Rahayu, 1993, Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Danny I. Yatim, Irwanto, 1991, Kepribadian Keluarga dan Narkotika, Arcan, Jakarta. Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Djoko Prakoso, Bambang Riyadi Lani, Mukhsin, Kejahatan-Kejahatan Yang Merugikan dan Membahayakan Negara, Penerbit Bina Aksara. Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta. Hari Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung. Jeane Mandagi, M. Wresniwiro, Masalah Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Serta Penanggulangannya, Penerbit Pramuka Saka Bhayangkara, Jakarta. Moh. Taufik Makaro, 2005, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta. Romli Atmasasmita, 1992, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Eresco, Surabaya. Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, 2003, Kriminologi, PT Raja Grafindo, Jakarta. Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

BIODATA PENULIS
Ketua Pelaksana Nama Tempat / Tgl Lahir Nim Alamat di Malang Telp Alamat asal Telp Riwayat Pendidikan No Nama Sekolah 1. SDN SISIR 02 2. SMPN 1 Batu 3. SMAN 1 Batu 4. FH-UMM : Sunandar Rizqy S. : Malang / 24 mei 1985 : 04400141 : Jl Arjuno 35, Batu Malang : (0341)5414103 : Jl Arjuno 35, Batu Malang : (0341)598221 Tahun Lulus 1997 2000 2003 2004-sekarang

Kegiata Ekstra dan Intra No Kegiatan 1. Sekertaris Bidang BEM UMM 2. Departemen Pelatihan Hukum HMI Komisariat Hukum UMM 3. Reporter Lembaga Pers Mahasiswa AzaS FHUMM Anggota: Nama Tempat / Tgl Lahir Nim Alamat di Malang Telp Alamat asal Telp

Tahun 2006-2007 2006-2007 2006-sekarang

: Afan Ari Kartika : Jember, 3 Desember 1984 : 04400149 : Jl. Bandulan Gg. 8B/457 Malang : 0341-584149/085649171234 : Jl. Bandulan Gg. 8B/457 Malang : 0341-584149/085649171234

Riwayat Pendidikan No Nama Sekolah 1. SDN BALUNG LOR 4 JEMBER 2. SLTP NEGERI 8 MALANG 3. SMU LAB. SCHOOL MALANG 4. FH-UMM Kegiata Ekstra dan Intra No Kegiatan 1. Ketua Kelatnas Perisai Diri SMU Lab. School 2. KaSekbid Keislaman IKRESMA ( Ikatan Keluarga Remaja Sapta Marga) Kota Malang 3. Ketua Bidang Keprofesian HMI Cabang Malang Komisariat Hukum UMM 4. Asisten Laboratorium Hukum FH-UMM 5. Redaktur Pelaksana Lembaga Pers Mahasiswa AzaS FH-UMM

Tahun Lulus 1997 2000 2003 2004-sekarang

Tahun 2001-2002 2000 2006-2007 2006-sekarang 2006-sekarang

Karya Ilmiah Yang Pernah Di Publikasikan: 1. Praktek Penyimpangan Peradilan Dalam Persidangan ( Studi di Pengadilan Negeri Kota Malang ), Tahun 2005

2. 3. 4.

5. 6.

Dinamika Dan Bangkitnya Sang Negeri Pagi ( KOREA), Tahun 2005 Urgensi Revisi UU No. 20 Tahun 2001 Terhadap UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Tahun 2006 Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Pembuangan Limbah Alkohol Pada Daerah Resapan Air di Bukit Bale (Studi Kasus di Dusun Paras, Desa Mulyoarjo Kecamatan Lawang Kabupaten Malang), Tahun 2006 Implikasi Yuridis Keberadaan Mahkamah Konstitusi Dalam Aspek Penegakan HAM Di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Tahun 2006 Analisis Yuridis-Empiris Keberadaan Malang Olympic Garden (MOG), Studi Kasus Di Kota Malang, Tahun 2006

Nama : Putri Noor Adha Tempat / Tgl Lahir : Banjarmasin / 24 Juli 1988 Nim : 06400017 Alamat di Malang : BCT Blok BB No.7 Telp : 08195107977 Alamat asal : Jl Wildan Sari II No. 26, RT. 02, Banjarmasin 70119 Telp : 08195107977 Riwayat Pendidikan No Nama Sekolah Tahun Lulus 1. SDN Mawar 3 Banjarmasin 2000 2. SMPN 1 Banjarmasin 2003 3. SMAN 2 Banjarmasin 2006 4. Kegiata Ekstra dan Intra No Kegiatan 1. OSIS SMAN 2 Banjarmasin

Tahun 2006

You might also like