You are on page 1of 8

TINJAUAN PUSTAKA

Survei Tanah Survei tanah adalah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempengaruhi tanah itulah yang terutama perlu diperhatikan (dalam merencanakan dan melakukan survei tanah). Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan (Rayes, 2007). Adapun tujuan dari survei tanah itu sendiri adalah untuk memberikan atau menyediakan informasi kepada pemakai tentang tanah, bentuk wilayah dan keadaan lain yang perlu diperhatikan, Untuk menyediakan informasi yang akan membantu pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan dan rencana pengembangan wilayah yang disurvei (Hakim, dkk, 1986). Menurut Rayes (2007) dalam survei tanah dikenal 3 macam metode survei, yaitu metode grid (menggunakan prinsip pendekatan sintetik), metode fisiografi dengan bantuan interpretasi foto udara (menggunakan prinsip analitik), dan metode grid bebas yang merupakan penerapan gabungan dari kedua metode survey. Biasanya dalam metode grid bebas, pemeta bebas memilih lokasi titik pengamatan dalam mengkonfirmasi secara sistematis menarik batas dan menentukan komposisi satuan peta Rossiter (2000) mengemukakan bahwa disiplin survei sumber daya lahan kini memasuki era baru karena munculnya teknologi dan metode baru sebagai berikut : 1. Satelit penginderaan jauh (Yang dalam waktu dekat hampir sama detailnya dengan foto udara) yang sangat bermanfaat untuk persiapan peta dasar dan klasifikasi tutupan lahan. 2. GPS (Global Positioning System) yang sangat bermanfaat untuk menentukan lokasi secara akurat, mampu menemukan teknologi pemetaan bawah permukaan, seta berkembangnya model elevasi digital (DEM) untuk memprediksi karakteristik medan. 3. Geostatistik dan teknik interpolasi lainnya. 4. Sistem infomasi geografis (SIG) untuk penyimpanan, transformasi, analisis dan pencetakan peta. Dengan teknologi ini, umumnya tutupan tanah (maupun sumber daya lahan lainnya) dipersepsikan sebagai bidang spasial (yaitu dengan menentukan nilai pada masing masing titik sehingga secara kontiniu terjadi keragaman dalam ruang) yang berbeda dengan satuan peta yang digunakan dalam survei tradisional. (Rayes, 2007). Survei dan pemetaan tanah tidak hanya dapat memberikan gambaran tentang macam tanah yang dijumpai, tetapi harus dapat menggambarkan secara tepat dimana tanah tersebut dijumpai. Hal ini tidak berarti bahwa tanah yang dijumpai

haruslah homogen, melainkan harus dapat menggambarkan bahwa pada suatu polygon yang dicantumkan dalam satuan peta tanah dapat diketahui satuan tanah utama (yang mendominasi) dan satuan peta tanah pendamping (Foth, 1994). Berdasarkan tujuannya (yang akan menentukan intensitas pengamatan), survei tanah dibedakan atas 6 macam, yaitu peta tanah bagan, eksplorasi, tinjau, semi-detail, detail dan sangat detail. Masingmasing peta tersebut memiliki skala peta yang berbeda-beda (Hakim, dkk, 1986).

Konsepsi Umum tentang Lahan

Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi beserta segenap karakteristikkarakteristik yang ada padanya dan penting bagi perikehidupan manusia (Christian dan Stewart, 1968). Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang; yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973; dan FAO, 1976). Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas (i) komponen struktural yang sering disebut karakteristik lahan, dan (ii) komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan. Kualitas lahan ini pada hakekatnya merupakan sekelompok unsur-unsur lahan (complex attributes) yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan (FAO, 1976). Lahan sebagai suatu "sistem" mempunyai komponen- komponen yang terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sys (1985) mengemukakan enam kelompok besar sumberdaya lahan yang paling penting bagi pertanian, yaitu (i) iklim, (ii) relief dan formasi geologis, (iii) tanah, (iv) air, (v) vegetasi, dan (vi) anasir artifisial (buatan). Dalam konteks pendekatan sistem untuk memecahkan permasalahan-permasalahan lahan, setiap komponen lahan atau sumberdaya lahan tersebut di atas dapat dipandang sebagai suatu subsistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem lahan. Selanjutnya setiap subsistem ini tersusun atas banyak bagian-bagiannya atau karakteristik- karakteristiknya yang bersifat dinamis (Soemarno, 1990).

Sistem Sumberdaya Lahan Sebagai suatu ekosistem alam, lahan pertanian mempu- nyai komponen-komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi. Interaksi-interaksi yang berlang sung di dalam ekosistem ini menimbulkan beberapa proses kunci, seperti proses perkembangan tanah (tercermin dalam tingkat kesesuaian lahan), proses erosi dan lim pasan permukaan, proses produksi tanaman dan ternak, dan proses-proses sosial-ekonomi . Proses perkembangan tanah di alam terjadi secara terus menerus, dan dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi satu sama lain . Beberapa faktor yang sangat penting adalah iklim, organisme, batuan induk, topografi, dan waktu. Interaksi faktor-faktor ini menentukan laju pelapukan batuan induk yang hasil-hasilnya akan menyusun salah satu dari komponen-komponen tanah. Sifat- sifat komponen tanah ini selanjutnya akan menentukan tipe tanah dan tingkat kesesuaiannya bagi tanaman (Buol, Hole, dan McCracken, 1980). Sumberdaya lahan mencakup semua karakteristik dan proses-proses serta fenomenafenomena lahan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Salah satu

tipe penggunaan lahan yang penting ialah penggunaan sumberdaya lahan dalam tipe-tipe pemanfaatan lahan (land utilization type) pertanian untuk mendapatkan hasil-hasil pertanian dan ternak (Hardjowigeno, 1985). Upaya pemanfaatan lahan pertanian pada hakekatnya ditujukan untuk mendapatkan hasilhasil dari komoditas pertanian. Aktivitas pengelolaan sumberdaya lahan dalam hal ini pada dasarnya merupakan upaya penyesuaian antara kondisi lahan yang ada dengan persyaratan bagi ko- moditas pertanian (Sitorus, 1985). Kondisi lahan ini menjadi kendala yang membatasi kemampuan dan kesesuaian sumberdaya lahan terhadap persyaratan penggunaan dan pemanfaatan lahan. Secara lebih operasional, konsepsi tentang kondisi lahan ini dapat dijabarkan dalam konsepsi kualitas lahan yang dapat dievaluasi secara lebih kuantitatif dan lebih obyektif (Soemarno, 1990; Janssen, 1991). Hubungan antara kondisi lahan dengan respon tanaman dalam upaya pengelolaan lahan akan menentukan tingkat produktivitas lahan (Wood dan Dent, 1983). Berbagai teknik telah dikembangkan untuk memperkirakan tingkat produktivitas lahan melalui proses evaluasi lahan. Hasil evaluasi ini penting dalam rangka perencanaan dan pengelolaan sumberdaya lahan (Sys, 1985; Soemarno, 1990). Salah satu bentuk pengelolaan lahan yang terkenal adalah menggunakan lahan sebagai komponen sistem usahatani. Suatu sistem usahatani komoditas pada kenyataannya sangatlah kompleks (subsistem sumberdaya alam, dan subsistem sosial-ekonomi-budaya), bersifat dinamis, dan senantiasa berinteraksi dengan sistem-sistem lain. Pendekatan sistemik dipersyaratkan demi keberhasilan penelaahan usahatani komoditas dalam kerangka pewilayahannya (Dent dan Young, 1971; Shanner, et al., 1982). Melalui serangkaian analisis sistem dapat ditelaah struktur sistem dalam upaya mendapatkan struktur yang optimal, sehingga dengan mensimulasi input sistem diharapkan dapat diperoleh output yang diharapkan. Implikasi lebih lanjut ialah dimungkinkannya rekayasa agroteknologi arahan bagi setiap sistem usahatani komoditas di suatu wilayah pengembangan (Soemarno, 1988). Metode survei tanah menggunakan dua pendekatan utama, yaitu pendekatan sintetik dan analitik. 1. Pendekatan sintetik kegiatan yang menampilkan aktivitas dalam hal membedakan,menguji, menggolongkan, menyusun, menguraikan, membandingkan, membuat deduksi, dan memeriksa. Pengamatan dilakukan di lapangan lebih dulu, kemudian dikelompokkan berdasarkan kisaran sifat tertentu. 2. Sementara pendekatan analitik meliputi: merancang, menggabungkan, menambah, membangun, mengembangkan, mengelola, merancang, dan membuat hipotesis. Lansekap didelineasi berdasarkan pembeda alami berdasarkan karakteristik eksternal (bentuk lahan: batuan, relief, dan lereng) baru dilakukan pengamatan di lapangan

Metode survey dibagi kedalam 3 macam ; 1. Metode Grid Kaku Metode ini digunakan pada survei lahan yang detail sampai dengan sangat detail, dimana tidak tersedia foto udara. metoda ini, pengamatan dilakukan dalam pola teratur pada interval titik pengamatan yang berjarak sama dalam kedua arah. Sangat cocok diterapkan pada daerah di mana posisi pemeta sukar ditentukan dengan pasti. 2. Metode Grid Bebas Metode yang memadukan grid kaku dengan metode fisiografi. Pd survei detil sampai dengan semi-detil, yang kemampuan foto udara dianggap terbatas, dan di tempat yang orientasi lapangan cukup sulit. 3. Metode Fisiografi Biasanya sangat efektif pd survei tanah berskala < 1 : 25.000, dan tersedia foto udara berkualitas cukup tinggi. Hampir semua batas satuan peta diperoleh dari IFU, sedangkan kegiatan lapangan hanya untuk mengecek batas satuan peta dan mengidentifikasi sifat dan ciri tanah masing satuan peta. Pengamatan dilakukan pada tempat tertentu pd masing-masing satuan peta.

Pendekatan Dalam Evaluasi Lahan Dalam evaluasi lahan ada 2 macam pendekatan yang dapat ditempuh mulai dari tahap konsultasi awal (initial consultation) sampai kepada klasifikasi kesesuaian lahan (FAO, 1976). Kedua pendekatan itu adalah: 1) pendekatan dua tahapan (two stage approach); dan 2) pendekatan paralel (parallel approach). A. PENDEKATAN DUA TAHAPAN Pendekatan dua tahap terdiri atas tahap pertama adalah evaluasi lahan secara fisik, dan tahap kedua evaluasi lahan secara ekonomi. Pendekatan tersebut biasanya digunakan dalam inventarisasi sumber daya lahan baik untuk tujuan perencanaan makro, maupun untuk studi pengujian potensi produksi (FAO, 1976). Klasifikasi kesesuaian tahap pertama didasarkan pada kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan yang telah diseleksi sejak awal kegiatan survei, seperti untuk tegalan (arable land) atau sawah dan perkebunan. Konstribusi dari analisis sosial ekonomi terhadap tahap pertama terbatas hanya untuk mencek jenis penggunaan lahan yang relevan. Hasil dari kegiatan tahap pertama ini disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang kemudian dijadikan subjek pada tahap kedua untuk segera ditindak lanjuti dengan analisis aspek ekonomi dan sosialnya. B. PENDEKATAN PARALEL Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel), atau dengan kata lain analisis ekonomi dan sosial dari jenis penggunaan lahan dilakukan secara serempak bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik. Cara seperti ini umumnya menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil. Melalui pendekatan paralel ini diharapkan dapat memberi hasil yang lebih pasti dalam waktu yang singkat. Kesesuaian lahan menyatakan keadaan tingkat kecocokan dari sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu bidang lahan ini dapat berbeda-beda tergantung pada tataguna lahan yang diinginkan. Metode FAO ini dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari data yang tersedia. Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini terdiri dari empat kategori, yaitu: 1. Order: keadaan kesesuaian secara global 2. Kelas: keadaan tingkatan kesesuaian dalam order 3. Sub-Kelas: keadaan tingkatan dalam kelas didasarkan pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan. 4. Unit: keadaan tingkstan dalam sub kelas didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. (Soemarno, 2006).

Proses pemetaan atau survei yang sebenarnya terdiri atas berjalan diatas lahan pada interval yang teratur mencatat semua perbedaan tanah dan semua sifat permukaan yang berkaitan, seperti kemiringan lereng, bukti erosi, penggunaan tanah, penutup vegetatif dan sifat penamaan. Batas-batas secara langsung tergambar pada foto udara yang mewakili kebanyakan tempat perubahan dari satu tipe tanah ke yang lainnya (Foth, 1994). Cara survei tanah terinci sebagai kategori terendah merupakan dasar untuk mengetahui survei tanah. Oleh karena itu, langkah-langkah yang diuraikan dalam melakukan survei tanah terinci adalah sebagai berikut: 1. Persiapan 2. Kerja lapang a. Orientasi b. Pemboran c. Penyidikan profil tanah (soil profile identification) d. Data lahan 3. Penyelesaian a. Analisis contoh tanah b. Klasifikasi tanah c. Determinasi jenis tanah d. Penggambaran peta tanah e. Laporan (Darmawijaya,1997). Lahan-lahan yang disurvei dapat digolongkan kedalam kelas-kelas sesuai dengan kemampuannya yang berdasarkan kepada faktor-faktor yang bersifat menunjang dan faktorfaktor yang bersifat menghambat dalam pemanfaatan lahan tersebut terutama untuk bidang pertanian. Berdasakan kemampuan lahan tersebut kemudian dihubungkan dengan kesesuaian penggunaan lahan (Sarief,1986). Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk pelaksanaan klasifikasi kesesuaian lahan, misalnya metode FAO (1976) yang dikembangkan di Indonesia oleh Puslittanak (1993), metode Plantgro yang digunakan dalam penyusunan Rencana Induk Nasional HTI (Hacket,1991 dan National Masterplan Forest Plantation/NMFP, 1994) dan metode Webb (1984). Masing-

masing mempunyai penekanan sendiri dan kriteria yang dipakai juga berlainan. Metoda FAO lebih menekankan pada pemilihan jenis tanaman semusim, sedangkan Plantgro dan Webb lebih pada tanaman keras (Wahyuningrum, dkk, 2003). Kesimpulan 1. Dalam survey tanah terdapat 2 macam pendekatan, yaitu sintetik dan analitik 2. Ada 3 macam metode yang biasa digunakan dalam survey tanah ; metode grid bebas, metode grid kaku dan metode fisiografi 3. Dalam evaluasi lahan ada 2 macam pendekatan yaitu pendekatan dua tahapan dan pendekatan Paralel Daftar Pustaka Sarwono.1995.Ilmu Tanah.Bogor.Akademika Pressindo
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22613/4/Chapter%20II.pdf

You might also like