You are on page 1of 12

Artikel Krisis Energi Di Indonesia Listrik Jawa-Bali Terancam Pemadaman Bergilir Rabu, 20 Juni 2007 15:05 WIB | Jakarta

(ANTARA News) - Sistem interkoneksi listrik di wilayah Jawa-Bali mulai Kamis (21/6) terancam mengalami pemadaman listrik bergilir, menyusul terjadinya gangguan sejumlah pembangkit yang memasok daya sekitar 1.840 MW. General Manager Pusat Pengaturan dan Penyaluran Beban Jawa-Bali PLN, Muljo Adji, di Jakarta, Rabu, mengatakan pasokan daya Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Tawar, Bekasi, berkapasitas 6140 MW mulai Kamis (21/6) terhenti total akibat ketiadaan bahan bakar minyak (BBM). Seluruh unit pembangkit di PLTGU Muara Tawar berhenti operasi mulai besok, katanya. Gangguan pasokan daya listrik juga terjadi di PLTU Paiton Unit 7, Jatim berdaya 600 MW milik PT Paiton Energy Company (PEC) sejak Selasa (19/6), PLTU Cilacap Unit 2, Jateng 300 MW, dan PLTGU Cilegon, Banten sekitar 100 MW yang harus dimatikan karena proses penyambungan pipa. Menurut Muljo, akibat gangguan pembangkit-pembangkit ini, sistem Jawa-Bali akan mengalami defisit listrik yang berpotensi pemadaman bergilir. Sistem Jawa-Bali tidak akan mengalami pemadaman bergilir jika defisit listrik yang terjadi tidak besar, ujar Muljo. Seperti hari ini, Jawa-Bali defisit 300 MW, tapi tidak ada pemadaman, karena masih bisa diatasi dengan mengimbau industri mengurangi daya. Tapi, kalau defisitnya besar, ya harus padam, katanya. Menurut dia, kalau PLTU Paiton pada Kamis (21/6) bisa beroperasi kembali, maka defisit listrik tidak terlalu besar dan pemadaman bisa dihindari. Tapi, kalau tidak, terpaksa dilakukan pemadaman bergilir, katanya. Pasokan BBM ke Muara Tawar terganggu karena kapal yang pengangkut 32 kiloliter BBM yang sudah bersandar di Muara Tawar mengalami kerusakan pompa, sehingga BBM tidak dapat masuk ke tangki penampungan milik pembangkit tersebut. BBM sudah dibongkar lima kiloliter, tapi pompanya rusak. Jadi, harus diganti dengan kapal lain yang baru masuk Rabu sore ini atau besok, katanya. Akibat gangguan itu, PLTGU Muara Tawar paling cepat mulai beroperasi sebagian pada Jumat

KRISIS ENERGI MULAI MENGANCAM Magetan,MN Energi Listrik merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa di tinggalkan pada zaman serba mesin seperti yang kita rasakan saat ini. Apabila tidak adanya pengelolaan yang baik serta penghematan tentulah semakin hari akan semakin berkurang dan tidak menutup kemungkinan akan habis.Menurut Kepala Bidang Energi Ketenaga Listrikan Dinas Energi dan Sumber Daya Alam Jawa Timur Effendi Ashariyanto saat mengadakan sosialisasi terkait pelaksanaan penghematan energi dan air di Kabupaten Magetan mengatakan, kondisi Indonesia saat ini mengalami krisis kelangkaan pasokan energi, utamanya energi listrik, bahan bakar minyak (BBM) dan gas, di tambah lagi jumlah penduduk yang semakin hari terus bertambah, apalagi saat ini kondisi perilaku pengguna energi dan air yang cenderung boros serta tidak efektif dan efisien dalam pemanfaatnya. Di katakana Effendi beberapa prinsip penghematan energi dan air serta pengelolaan lingkungan hidup di antaranya tercukupinya kebutuhan pokok energi dan air secara berimbang dan berkeadilan serta hak azasi untuk mendapatkan kehidupan yang layak di ligkungan yang bersih dan sehat. Selain itu mengindari kecenderungan berlebihan atau kemewahan dalam pemanfaatan energi dan air serta meningkatkan kecenderungan hidup dengan pola peduli terhadap lingkungan. Saat ini negara-negara penghasil minyak sudah kesulitan mendapatkan air bersih, seperti yang terjadi di Negara Skotlandia. Terang Effendi.Untuk menghadapi krisis yang terjadi di masa yang akan datang telah di kembangkan pengelolaan energi terbaru dari energi angin, air maupun energi panas bumi. Untuk itulah Effendi berharap penghematan energi harus terus di lakukuan demi anak cucu kita. (tok) Krisis Energi Di Dunia Gempa Jepang Memicu Krisis Energi Dunia?

OPINI | 24 March 2011 | 10:42 Negara Jepang merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia, terutama di bidang industri. Perkembangan ekonomi Jepang yang cukup menakjubkan terutama juga didukung oleh sumberdaya energi. Sejak tahun 1970an, Jepang menikmati sumberdaya energi gas bumi terutama dalam bentuk LNG (Liquefied Natural Gas) dari Indonesia untuk mengembangkan industri negaranya. Selain itu, Jepang juga sudah mengembangkan nuklir sebagai pembangkit energi utama. Terjadinya gempa dahsyat berskala 8.9 Richter di bagian timur Jepang menimbulkan kegemparan yang begitu dahsyat. Apalagi disertai oleh gelombang tsunami yang meluluhlantakkan daerah pesisir Timur pulau Honshu. Gempa dahsyat tersebut memang hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada bangunan-bangunan di Jepang yang sudah didesain secara khusus untuk bertahan menghadapi gempa. Namun, gempa tersebut telah menimbulkan potensi kebocoran di Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima.

Sekarang ini, Jepang mengalami krisis energi terutama karena kekurangan suplai listrik karena tidak beroperasinya sejumlah PLTN yang seharusnya mampu menghasilkan 12 GW tenaga listrik. Diperkirakan ada 4 (empat) reaktor nuklir atau sekitar 4.7 GW yang kelihatannya tidak bisa dioperasikan lagi karena injeksi air laut yang bersifat korosif untuk mencegah pemanasan reaktor. Selain itu, sebesar 7.7 GW tidak dapat beroperasi paling tidak selama setahun. Ketakutan akan bahaya nuklir ini tidak hanya menyebabkan ditutupnya PLTN di Jepang, tetapi juga menimbulkan kepanikan di Amerika Serikat dan Eropa yang menutup sebagian PLTN-nya. Jerman sudah menutup 7 pembangkit tenaga nuklir karena ketakutan tersebut. Dengan tidak beroperasinya Pusat Listrik Tenaga Nuklir di Jepang, maka negara itu sekarang harus bergantung kepada sumberdaya energi lain, seperti minyak dan gas bumi serta batubara. Hal ini memicu peningkatan permintaan sumberdaya migas dan batubara yang diperlukan oleh Jepang. Tak pelak lagi, harga gas bumi terutama harga spot gas bumi di Eropa mengalami kenaikan tajam karena permintaan sumberdaya gas dari Jepang. Kenaikan harga gas tersebut sebelumnya juga pernah terjadi di tahun 2007/2008 di mana Jepang meningkatkan impor LNG, sehingga harga gas mencapai $20/mmbtu. Kemungkinan besar, permintaan Jepang akan gas bumi akan terus meningkat selama 1-2 tahun mendatang dan akan memicu kenaikan harga gas dunia. Bahkan pihak Jepang pun sudah melakukan pendekatan kepada negara-negara produsen gas untuk membantu suplai gas ke Jepang. Indonesia pun sudah diminta oleh Jepang untuk meningkatkan suplai gas LNG untuk mengatasi krisis energi di Jepang. Kilang LNG Bontang di Kalimantan sudah mengindikasikan akan menawarkan 20 kargo LNG gas untuk membantu krisis energi Jepang. Permintaan energi yang besar dari Jepang untuk menutupi kekurangan energi nuklirnya, tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi harga gas dunia. Ditambah lagi dengan krisis yang muncul di Libia akan menimbulkan ketidakpastian ekonomi dunia dengan menurunnya produksi migas dari Libia, dan akan berpotensi meningkatkan harga minyak dan gas bumi karena Libia merupakan salah satu negara produsen migas yang cukup besar. Padahal harga minyak dunia sekarang sedang merangkak naik dan menembus batas psikologis $100/barel. Karena pengaruh krisis energi Jepang, konflik sekutu di Libia akan memicu lagi kenaikan harga minyak dengan potensi harga minyak sebear $150-200/barel dalam waktu beberapa bulan mendatang. Kenaikan harga minyak dan gas bumi tentunya akan menimbulkan pengaruh yang cukup signifikan untuk ekonomi nasional, terutama karena Indonesia masih menerapkan kebijakan subsidi migas. Defisit anggaran nasional akan semakin dalam, dan tentunya akan menimbulkan tekanan bagi pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan subsidi migas sehingga anggaran pemerintah tidak terkuras untuk membiayai subsidi migas. Dunia Kekurangan Energi 2030 Menyalakan lampu akan menjadi sulit di tahun 2030 nanti, seiring ancaman krisis energi yang melanda dunia. Analisa International Energy Agency (IEA) menyatakan peningkatan ekonomi negara-negara berkembang berpadu kebutuhan energi negara-negara industri yang terus beranjak naik 45% dari kebutuhan saat ini, yang berarti akan menghantar dunia kembali ke masa batu. Sedikitnya dunia harus membangun 20 pembangkit listrik tenaga nuklir, 20 pembangkit

tenaga air, 3000 pembangkit matahari dan 30 pembangkit tenaga batubara dalam 20 tahun kedepan agar penduduk dunia masih bisa menikmati listrik di malam hari. Kebutuhan ini juga berarti kabar buruk bagi bumi sendiri. Dari semua pembangkit listrik ini diperkirakan emisi karbon bumi akan baik 97% dalam 20 tahun kedepan hanya dari negara ekonomi berkembang seperti China dan India saja. Skenario ini tidak hanya akan membahayakan kebutuhan energi dunia, tapi juga akan berdampak buruk pada lingkungan, sosial dan ekonomi, kata Richard Bradley Kepala tim efesiensi energi IEA. Menurutnya dunia harus melakukan efesiensi energi hingga menurunkan total karbon global pada tingkat 450 ppm pasca 2012. Dan pemotongan emisi karbon ini tak bisa hanya dilakukan negara-negara industri saja, tapi juga harus melibatkan negara-negara ekonomi berkembang seperti China, India, Brazil atau Indonesia, kata Bradley. Dengan patokan target 450 ppm pun suhu bumi 20 tahun ke depan masih akan meningkat hingga 2 derajat celcius. Permintaan energi global akan terus meningkat, sekalipun hanya separuh dari kebutuhan tanpa kebijakan efesiensi energi. Kabar baik akan terlihat dari penurunan kadar emisi besar- besaran di negara-negara ekonomi berkembang, berimbang dengan memantapnya pasar karbon dunia dengan harga US$ 180 per ton. Namun di lain pihak, untuk efesiensi energi negara-negara sedikitnya memerlukan investasi tambahan sekitar 0,6% dari Gross Domestic Product (GDP) mereka. Masalahnya sekarang banyak negara-negara dunia yang tidak memiliki cukup dana untuk melakukannya, hingga pembangkit listrik batubara tetap menjadi pilihan utama, kata Helen Mountford, analis OECD, badan analisa kerugian GDP akibat pemotongan karbon internasional. Kontroversi juga menanti di balik pilihan-pilihan pembangkit listrik yan efesien energi ini sendiri. Nuklir sampai saat ini mendapat tentangan keras dari berbagai kelomppok pro lingkungan, akibat belum bisa menyelesaikan masalah limbah radiasinya. IEA sendiri akhirnya mengakui, alternatif pembangkit tenaga nuklir saat ini lebih cocok digunakan di Asia, daripada Eropa, mengingat kerasnya gerakan hijau di benua itu yang terus menentang dampak negatif nuklir. Sementara pembangkit listrik tenaga air juga mulai menimbulkan masalah sosial, saat pemerintah membendung sungai yang tadinya mengairi sawah-sawah penduduk. Alternatifnya memang mengembangkan energi terbarukan, namun saya khawatir teknologi ini tidak akan mampu menjawab kebutuhan energi global dalam waktu dekat ini, kata Mountford, mengacu pada kenyataan energi terbarukan seperti matahari, panas bumi atau angin masih membutuhkan investasi teknologi yang mahal. Namun tetap saja, dunia tak bisa tidak harus berhemat energi. IEA menemukan fakta jika semua penduduk bumi mencabut alat-alat eletronik mereka setelah dipakai, maka akan terjadi

penghematan energi hingga 40% secara global. Sementara pemerintah negara-negara industri maupun berkembang pun harus mulai menerapkan kebijakan energi ramahj lingkungan dengan memadukan energi-energi terbarukan. Jika tidak, emisi karbon bumi akan terus meningkat 70% pada 2050 nanti. Memang tidak ada peluru perak yang dapat menyelesaikan masalah energi ini. Tapi era dimana minyak murah sudah berakhir dan kita harus memerbaiki dampaknya saat ini, kata Bradley, mengacu pada era revolusi industri abad 19 saat dunia mengalami lonjakan emisi karbon yang tinggi akibat murahnya minyak bumi. Menurutnya negara-negara juga tak bisa lagi egois berusaha mengembangkan teknologi energi terbarukan hanya untuk dijual ke negara lain. Antar negara harus mulai bekerjasama mengembangkan teknologi energi terbarukan bersama sejak semula, agar pada akhirnya teknologi tersebut bisa lebih murah dan dapat bermanfaat bagi banyak orang, kata Bradley. Kebijakan Energi Di Indonesia Indonesia paparkan kebijakan energi di KTT APEC Senin, 14 November 2011 17:14 WIB | 2057 Views Honolulu (ANTARA News) - Indonesia menyampaikan kebijakan yang dianut dalam bidang energi kepada 21 negara anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada pertemuan puncak ke-19 di Honolulu, Kepulauan Hawaii. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi pers mengakhiri kunjungan kerja di Honolulu, Minggu malam atau Senin sore waktu Indonesia bagian barat, Presiden Amerika Serikat Barack Obama memintanya untuk menyampaikan pandangan tentang ketahanan dan efisiensi energi pada pertemuan para pemimpin negara anggota APEC. "Saya sampaikan policy yang telah, sedang, dan akan terus kita lakukan kedepan agar Indonesia menjadi bagian untuk menjamin energy security dan energy efficiency," ujarnya. Kepala Negara di hadapan para pemimpin negara anggota APEC mengisahkan kesuksesan Indonesia mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dengan cara konversi penggunaan minyak tanah ke penggunaan elpiji. Selain lebih ramah lingkungan, menurut Presiden, konversi tersebut telah membuka industri tabung elpiji senilai 2,5 miliar dolar AS yang menyerap 40 ribu tenaga kerja. Indonesia juga menyampaikan kebijakan untuk terus melakukan diversifikasi energi guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mencari peluang baru untuk menggali potensi sumber yang lebih ramah lingkungan seperti panas bumi. Untuk itu, Presiden dalam pertemuan puncak pemimpin negara angoota APEC menawarkan kerjasama untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia. "Maka harapan saya, mari kerja sama di bidang teknologi dan investasi sehingga bisa memproduksi lebih banyak lagi," ujarnya. Indonesia, lanjut Presiden, juga berkomitmen untuk terus melakukan penataan subsidi yang tidak tepat sasaran dan berpotensi untuk mencemari lingkungan dengan cara mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Diversifikasi sumber energi yang dilakukan oleh Indonesia, menurut Presiden, dilakukan sejalan dengan perkembangan ekonomi yang terus tumbuh di Indonesia ~ Paradigma Kebijakan Energi Di Indonesia Jakarta, Kompas - Paradigma kebijakan energi di Indonesia selama ini mengedepankan pertumbuhan ekonomi tanpa memerhatikan ketersediaan energi nasional. Hal itu mengakibatkan upaya pembangunan energi tidak terintegrasi sehingga menimbulkan krisis energi. Agar ketergantungan bahan bakar minyak berkurang, pemerintah perlu subsidi bahan bakar gas dan panas bumi. Kebijakan ketahanan energi lewat pemanfaatan energi terbarukan justru mendorong ekonomi, kata anggota Dewan Energi Nasional, Rinaldy Dalimy, dalam diskusi Evaluasi Cetak Biru Energi Nasional, Kamis (11/3) di Jakarta. Penyelesaian masalah energi justru dilakukan di luar sektor energi. Sejumlah badan usaha milik negara bidang energi lebih berorientasi laba, bukan ketahanan energi. Karena itu, kebijakan kewajiban alokasi gas untuk domestik, strategi menjaga cadangan migas, dan harga energi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Manajer Hubungan Publik, Pemerintah, dan Kebijakan Chevron Geothermal and Power Usman Slamet menyatakan, sejumlah kendala dihadapi pelaku usaha dalam mengembangkan panas bumi, antara lain belum ada kepastian pembelian dari PT PLN dalam dokumen tender dan kepastian harga jual uap atau listrik yang dihasilkan panas bumi. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, terjadi perubahan landasan hukum panas bumi. Aturan itu memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tender, sementara kemampuan pemda melakukan tender yang profesional masih bervariasi. Menurut pengamat energi dari Universitas Indonesia, Widodo Wahyu, pemerintah salah kaprah dalam menerapkan kebijakan subsidi energi. Pemerintah memilih menyubsidi energi komersial atau bahan bakar minyak. Energi terbarukan seperti panas bumi malah tak ada subsidi. Pengamat energi, A Qoyyum Tjandranegara, menambahkan, pemerintah membiarkan bahan bakar gas yang murah diekspor. Harga gas alam cair yang diekspor tidak lebih dari 55 persen harga impor BBM. Tiap Indonesia menjual gas alam cair, pada saat sama harus menambah devisa 45 persen untuk impor BBM, ujarnya. (EVY) Kebijakan Energi Dunia

Jepang Revisi Kebijakan Energi Nuklir Kebijakan energi yang telah ditetapkan sampai 2030 akan direvisi seluruhnya. Jum'at, 18 November 2011, 11:33 WIB Denny Armandhanu

VIVAnews - Upaya rekonstruksi pasca bencana gempa dan tsunami Maret lalu, diperparah dengan bencana reaktor nuklir, masih terus dilakukan oleh pemerintah Jepang. Sebagai upaya pencegahan bencana serupa, Jepang melakukan revisi kebijakan energi, terutama terkait energi nuklir. Menurut Juru Bicara Perdana Menteri, Yoshihiko Noda, Noriyuki Shikata, pemerintah Jepang akan merevisi seluruh kebijakan energi yang telah ditetapkan sampai tahun 2030. Jepang, lanjutnya, akan membuat strategi dan rencana yang dijadwalkan akan dilakukan pada pertengahan tahun depan. "Kami akan mencari cara mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit tenaga nuklir sekecil mungkin, baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang," kata Noriyuki, di selasela KTT ASEAN di Bali, Jumat 18 November 2011. Selain itu, pemerintah Jepang juga akan membenahi sistem keamanan di berbagai instalasi nuklir, terutama instalasi milik Tepco di Fukushima. Namun, sebelumnya, pemerintah Jepang akan menyelesaikan lebih dulu krisis di instalasi nuklir tersebut. Noriyuki mengatakan, pemerintah Jepang akan mematikan reaktor nuklir di Fukushima pada akhir tahun ini. Selain itu, juga akan dilakukan proses dekontaminasi radiasi nuklir di sekitar kawasan tersebut. "Volume radioaktif yang terdapat di udara telah menurun dari waktu ke waktu. Perintah evakuasi juga telah dicabut di radius 20km dari instalasi nuklir Daiichi," kata Noriyuki. Dalam proses rekonstruksi, Noriyuki menjelaskan bahwa Jepang telah berkomitmen untuk memperkuat kerja sama dengan komunitas global. Bantuan untuk proses pemulihan Jepang, jelasnya, telah datang dari 163 negara dan 43 organisasi internasional. "Kami bersyukur atas niatan baik yang diberikan oleh negara-negara tersebut," kata Noriyuki. VIVAnews Penerapan Energi Bagi Industri Peranan Progam konservasi dan Audit Energi dalam mengantisipasi perubahan iklim global Senin, 31 Mei 2010 Sejak tahun 2008, JICA telah memberikan komitmen bantuan kepada Indonesia untuk program Climate Change. Demikian juga tahun ini JICA, ADB dan Bank dunia sedang membahas rencana kerja sama dalam memberikan bantuan program pinjaman untuk program climate change berikutnya. Kebijakan mitigasi didalam program bantuan ini diutamakan pada sektor kehutanan dan efisiensi energi yang meliputi kegiatan pembuatan regulasi untuk efisiensi energi, public efisiensi energi, energy audit, serta reduksi emisi CO2. Studi lebih lanjut dilakukan oleh Kementerian ESDM dan Kem-Industri bekerja sama dengan JICA dilaksanakan untuk memaksimalkan berbagai kegiatan dimaksud serta mengembangkan inisiatif dari kedua kementerian tersebut. Selama ini, JICA sudah melakukan studi tentang peningkatan efisiensi dan konservesi energi di indonesia serta memberikan berbagai rekomendasi baik roadmap maupun action plan, seperti program manager energy, labeling program, demand side management program, dan

program lainnya. Rekomendasi JICA tersebut didasari atas keberhasilan jepang dalam merumuskan efisiensi energi yang salah satunya dalam sektor industri dimana konsumen padat energi harus memiliki manager energi bersertifikat didalam organisasinya serta harus melaporkan jumlah dan rencana penggunaan energinya. Selain itu, di sektor konsumen sistem labeling efisiensi energi sangat efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penghematan energi. Konservasi Energi Pada hakekatnya kita mengetahui bahwa efisiensi energi merupakan bagian dari konservasi energi. Dalam kebijakan energi nasional disebutkan bahwa konservasi energi merupakan upaya yang sistematis terencana dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Bagi Indonesia, upaya konservasi energi ini sangat penting mengingat besarnya kesenjangan antara sisi permintaan dan sisi penyediaan dan kesenjangan ini terus melebar. Latar belakang pelaksanaan konservasi energi adalah adanya global warming yang disebabkan adanya climate change, krisis energi yang semakin terbatas yang menganggu aktifitas konsumen, dan kebutuhan atau keinginan dunia untuk keberlangsungan generasi mendatang yang lebih baik. Selain itu apabila indonesia tidak melakukan program efisiensi energi maka diperkirakan pada tahun 2020 emisi CO2 diprediksi mencapai 3,3 Giga Ton. Hal ini disebabkan pada umumnya teknologi Indonesia menggunakan teknologi yang tergolong tua sehingga mengakibatkan penggunaan energi tidak efisien terutama pada industri baja. Selain itu banyak industri yang belum tahu betul jika mereka melakukan konservasi energi ini, sejauh mana hal ini akan memberikan keuntungan dan daya saing bagi perusahaan. Untuk itu pemerintah telah melakukan tindakan antara lain memberikan komitmen menurunkan emisi CO2 sebelum tahun 2020 sebesar 41% (jika mendapatkan bantuan dana dari luar) atau 26% (jika menggunakan dana sendiri), menerbitkan energy act no. 30/1997 dan no. 30/2007, peraturan presiden no 5/2006, perpu no 70/2009, dan national action plan on GHG tahun 2006. Saat ini konsumsi energi kita lebih banyak dipenuhi oleh energi fosil sementara cadangan energi fosil nasional semakin terbatas sedangkan laju pertumbuhan cadangan baru jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan konsumsi energi nasional. Untuk mengatasi kondisi tersebut pemerintah telah mengeluarkan kebijakan energi nasional melalui peraturan presiden no. 5 tahun 2006 dengan sasaran menurunkan elastisitas energi dibawah 1 pada tahun 2025 dan menetapkan target untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi minyak bumi. Dalam perpres tersebut juga disebutkan bahwa sasaran kebijakan energi nasional adalah terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional sebagai berikut:

minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen). gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen). batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen). biofuel menjadi lebih dari 5% (lima persen). panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen). energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya, Biomasa, Nuklir, Tenaga Air Skala Kecil, Tenaga Surya, dan Tenaga Angin menjadi lebih dari 5% (lima persen).

Bahan Bakar Lain yang berasal dari pencairan batubara menjadi lebih dari 2% (dua persen). Patut disukuri bahwa akhir tahun lalu Indonesia telah menerbitkan peraturan pemerintah no. 70 tahun 2009 tentang konservasi energi dan ini merupakan turunan dari UU energi no 30 /2007. secara umum peraturan pemerintah itu mengatur hal pokok seperti tanggungjawab para pemangku kepentingan, pelaksanaan konservasi energi, standard dan type untk peralatan hemat energi, pemberian kemudahan, disentif dan insentif di bidang konservasi energi serta pembinaan dan pengawasan pelaksanaan konservasi energi. Dalam hal pelaksanaannya, konservasi energi dilaksanakan mencakup seluruh tahap pengelolaan energi mulai dari penyedian, pengusahaan, pemanfaatan, dan juga mengenai konservasi sumber daya energi. Disisi pemanfaatan energi pelaksanaan konservasi energi oleh pengguna energi dilakukan melalui penerapan managemen energi dan penggunaan ekologi yang hemat energi. Dalam penerapan managemen energi, khusus bagi pegguna energi dalam jumlah besar atau miniml 6000 toe/tahun ini dilaksanakan dengan menunjuk manager energi menyusun program konservasi energi, melaksanakan audit energi secara berkala, melaksanakan rekomendasi hasil audit energi, dan melaksanakan konservasi energi setiap tahun. Sebagai tindaklanjut dari peraturan pemerintah tersebut, saat ini sedang disusun petunjuk pelaksanaan yang akan dituangkan ke dalam peraturan menteri ESDM. Diharapkan dengan adanya peraturan pemerintah no 70/2009 tersebut beserta peraturan operasional dibawahnya depermentasi efisiensi dan konservasi energi di indonesia ini bisa lebih diperketat. Progam Kemitraan Konservasi dan Audit Energi Sektor industri dan bangunan gedung sebagai penguna energi besar tergolong masih boros menggunakan energi, ini ditunjukan oleh intensitas energinya yang masih cukup tinggi. Hal ini selain disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran akan penggunaan energi yang efisien juga karena harga energi di idonesia masih sangat murah dibandingkan dengan negara lain. Berkaitan dengan hal tersebut pemerinah terus berusaha meningkatkan kesadaran pengguna energi untuk menerapkan konservasi energi. Khusus unutuk pegelola industri dan bangunan itu, pemerintah antara lain memberikan pelayanan audit energi melalui progam kemitraan konservasi energi. Program ini juga merupakan salah satu bentuk insentif pemerintah di bidang konservasi energi sebagaimana diamanatkan dalam peraturan pemerintah. Program kemitraan ini telah dilaksanakan sejak tahun 2003 dan selama ini memang dilakukan secara sukarela jadi belum merupakan suatu mandatory. Hingga tahun 2009 energy audit telah dilaksanakan pada sekitar 290 industri dan bangunan sedangkan pada tahun 2010 sendiri energy audit direncanakan akan dilaksanakan pada 105 industri dan 55 bngunan. Dari seluruh peserta program kemitraan yang telah diaudit umumnya industri dan bangunan telah mengimplementasikan rekomendasi hasil audit khususnya yang bersifat tanpa biaya atau berbiaya rendah. Sedangkan yang berbiaya sedang atau tinggi pada umumnya belum diterapkan dengan alasan minimnya pendanaan. Program Kemitraan Konservasi energi merupakan persetujuan sukarela pihak-pihak yang berminat dalam implementasi konservasi energi baik pemerintah maupun pengguna energi (bangunan dan industri). Adapun tujuan dari program kemitraan tersebut adalah selain untuk Mendorong pengguna energi (industri dan bangunan) untuk melakukan upaya penghematan energi melalui pelayanan audit energi dengan pendanaan dari APBN, Audit energi juga merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi titik-titik pemborosan energi yang terjadi pada suatu sistem pemanfaatan energi, merencanakan, menganalisis dan merekomendasikan langkah-langkah dalam meningkatkan efisiensi energi.

Manfaat Program Kemitraan adalah sebagai berikut: Bagi pemerintah, dapat mengurangi beban subsidi untuk listrik (jangka pendek) serta dapat menghemat cadangan energi nasional, terutama energi fossil (jangka panjang). Bagi industri dan bangunan, dapat menekan biaya energi sekaligus dapat meningkatkan daya saing. Bagi penyedia energi, dapat memberikan pelayaanan kepada masyarakat dengan lebih baik (antara lain tidak perlu lagi melakukan pemadaman) serta dapat menunda pembangunan pembangkit baru yang memerlukan investasi cukup besar Bagi pelaksana audit energi, membuka lapangan pekerjaan Bagi lembaga finansial, memperoleh keuntungan dari dana yang dipinjamkan untuk investasi penghematan energi (sesuai schema penjaminan). Walaupun disadari pada sektor industri dan bangunan tersebut mulai tumbuh kesadaran untuk penghematan energi, namun dalam pelaksanaannya masih sangat terbatas dan fluktuasi harga minyak yang tidak menentu juga belum memberikan dorongan untuk melaksanakan konservasi energi lebih baik lagi. Padahal, berdasarkan pareto analysis chart, dari penggunaan listrik oleh seluruh industri yang berjumlah sekitar 360 industri, 80% konsumsi ternyata dilakukan oleh 9 industri saja yakni industri semen, industri baja, industri tekstil, industri petrokimia, industri pulp dan kertas, industri keramik, industri fertilizer, industri makanan dan beverages, dan industri mainan. Ini berarti, apabila terjadi kenaikan biaya listrik maka indistri tersebut yang akan terkena dampak terbesar. Pemerinah terus berusaha meningkatkan kesadaran pelaku usaha akan pentingnya audit terhadap penggunaan energinya karena bermanfaat untuk Meningkatkan pengetahuan tentang efisiensi energi Mengidentifikasi biaya energi yang digunakan Mengidentifikasikan dan meminimumkan hal yang terbuang Membuat perubahan prosedur, peralatan, dan sistem untuk menyimpan energi Menghematkan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui Menjaga lingkungan dengan mengurangi pembangkitan tenaga Mengurangi running costs Audit secara konvensional dapat dilakukan dengan kegiatan inventarisasi peralatan sarana dan prasarana, serta mencatat segala aktivitas komponen-komponen proses. Dengan demikian dokumentasi telah disiapkan yang secara otomatis dan sewaktu-waktu diperlukan dapat perbandingkan dnegan penggunaan mendatang secara kontinyu. Adapun pencatatan untuk audit energi harus mencakup semua peralatan-peralatn energi seperti proses yang digunakan, penerangan, HVAC (Heating, Ventilation, Air Conditioning), motor, dll Demikian sekilas mengenai peranan konservasi energi dan program audit energi, semoga dapat bermanfaat buat kita semua. Akhir kata mohon maaf apabila terdapat beberapa kekeliruan akibat kurangnya informasi yang diperoleh penulis.

Selasa, 18 Oktober 2011 | 07:53 WIB Energi Terbarukan Didorong Untuk Industri NERACA JakartaPemerintah berencana menerapkan program pemanfaatan energi baru terbarukan bagi industri yang boros listrik. Hal ini karena pemanfaatan energi terbarukan baru sebesar 4,4%. Program mandatory pemanfaatan energi baru terbarukan itu akan dirumuskan bagi industri boros listrik, kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Kardaya Warnika di Bali, 18/10 Menurut Kardaya, industri-industri yang menyedot banyak energi tersebut diwajibkan memasang listrik yang berasal dari energi terbarukan, misalnya energi matahari. Dengan program itu maka para pemilik modal yang memiliki gedung atau industri dengan konsumsi listrik besar diwajibkan menerapkan hal tersebut. Penerapan program ini selain untuk menggiatkan penggunaan energi baru terbarukan, juga guna memberikan dampak positif pada lingkungan, terangnya Lebih jauh kata Kardaya, penerapan program tersebut diproyeksikan bagi seluruh industri, termasuk hingga kontraktor migas atau tambang akan tetap dikenakan. Karena itu pemerintah melalui Dirjen EBTKE tidak akan memotong penggunaan energi. Pada konteks ini, pemerintah hanya melakukan efisiensi terhadap energi fosil. Penerapannya, semisal pada gedung dengan enam ton equivalen minyak setahun, bangunan itu harus punya manajer energi. Kami akan memberikan tindakan jika mereka tidak menerapkannya, tambahnya. Dikatakan Kardaya. sejumlah kota besar yang banyak tamannya atau mungkin semacam hutan kecil kini sudah berubah menjadi mal. Maka gedung mal yang banyak berdiri itu diwajibkan memasang pembangkit listrik dari renewable energy di atapnya. Kita akan melaksanakan audit energi kepada setiap instansi termasuk juga kontraktor migas dan tambang,tuturnya. Jika ada salah satu dari mereka yang pemakaian energinya mencapai 6 ton ekuivalen minyak, maka mereka harus memiliki manager energi. Itu akan disiapkan untuk berlaku secara menyeluruh. Jika tidak dipenuhi maka akan dikenakan sanksi. Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Hilmi Panigoro mengatakan, berbagai regulasi dari Kementerian ESDM melalui Dirjen EBTKE akan didukung sepanjang penggunaan renewable energy. Kami sangat mendukung kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah tersebut, imbuhnya Ditempat terpisah, Kepala Bidang Operasional PT Inter Pacific Energy Rudy Hartajo mengatakan sejumlaha daerah sudah menerapkan Smart Hydro Energy (SHE) seperti Jawa Timur, Sumatra Selatan, Riau, Batam dan Kalimantan Timur baik untuk skala perumahan hingga industri. Teknologi ini sebagai jawaban atas krisis energi di Indonesia karena tidak perlu sumber daya alam cukup dengan memanfaatkan air, ungkapnya

Rudy menjelaskan, air tawar yang telah ditampung untuk menggerakkan generator kemudian menciptakan angin yang akhirnya bisa menghasilkan energi listrik. Pendek kata, lewat sirkulasi air itulah yang kemudian prosesnya melahirkan energi listrik. Dari sekitar 30 meter kubik air misalnya, lewat teknologi SHE ini akan menghasilkan sekira 250 kilowatt sehingga cukup sebagai sumber pasokan listrik suatu desa. Dia berharap masyarakat di pedesaan bisa memanfaatkan teknologi ini karena sangat menopang go green dan mencegah kerusakan lingkungan. **cahyo

You might also like