You are on page 1of 12

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No.

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN HUKUM

Asher Tumbo
Staff Pengajar Fakultas Hukum UKI-Paulus Makassar

Abstrak

Euthanasia menjadi hal yang diperdebatkan di berbagai belahan dunia, permasalahannya berpangkal pada apakah tindakan Euthanasia itu melanggar Hak Asasi Manusia, hukum dan norma agama atau tidak ?Lalu bagaimana dengan Negara yang telah melegalkan Euthanasia melalui peraturan perundangannya, lalu upayaupaya apa yang dilakukan untuk mensosialisasikan tindakan Euthanasia ini agar diketahui oleh kalayak ramai aspek-aspek dari Euthanasia yang melanggar Hak Asasi Manusia. Euthanasia dalam bentuk apapun aktif maupun pasif keduanya mengarah pada pelanggaran Hak Asasi Manusia terutama mengenai pelanggran hak hidup seorang pasien, karena bagaimanapun di dunia ini tidak dikenal hak untuk mati, karena kematian adalah hak mutlak dari pemberi kehidupan yaitu Tuhan Yang Maha Esa.Kedepan perlu diadakan seminar-seminar untuk memberikan informasi yang lebih luas tentang Euthanasia dan aspek-aspek pelanggarannya terutama kepada keluarga pasien, dokter, penegak hukum dan masyarakat luas tentang pelaggaran Hak Asasi Manusia pada pelaksanaan Euthanasia Kata kunci : Hak Asasi Manusia, Hukum

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup manusia memiliki siklus yang tetap, diawali dengan proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan perbagai permasalahan dan diakhiri dengan kematian. Dari berbagai siklus ini kematian adalah salah satu siklus yang mengadung misteri. Dengan kemajuan teknologi pembuahan yang rumit mulai dapat dikenali dan dipelajari, bahkan sudah ada yang melakukan proses pembuahan buatan yang meniru proses alamiah yaitu cloning. Perkembangan ilmu pengetahuan memacu perkembangan teknologi yang semakin canggih khususnya di bidang kedokteran, dengan kemajuan itu berbagai penyakit diselidiki dan dipelajari sehingga menghasilkan diagnosis yang akurat. Ini semua adalah upaya manusia keluar dari dari kesulitan namun pada akhirnya semuanya akan diakhiri dengan kematian sebagai rangkaian penutup dari kehidupan. Mati adalah sesuatu hal yang pasti terjadi, pengertian kematian itu sendiri mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, pada dasarnya kematian dapat dibedahkan kedalam dua fase yaitu

2. 3.

Dyathanasia , yaitu kematian yang terjadi secra tidak wajar Euthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter

Jenis kematian inilah yang banyak menjadi perbincangan hangat dan mendapat sorotan dunia. Perdebatan seputar mengenai menghilangkann nyawa seseorang dengan permintaan sendiri dan atau tanpa kehendaknya karena rasa kasihan (mercy killing) masih merupakan hal yang menjadi sesuatu yang terus diperdebatkan dengan dalil masingmasing antara yang mendukung seseorang itu mempunyai hak atas hidupnya untuk mengakhirinya atau tidak. Pihak yang menyetujui euthanasia berpendapat bahwa setiap manusia memiliki hak hidup dan hak untuk mengakhiri hidupnya dengan segera dan hal ini dilakukan dengan alasan kemanusiaan. Karena keadaan dirinya yang tidak lagi memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan permohonan untuk mengakhiri hidupnya. Sementara sebagian pihak yang tidak membolehkan euthanasia beralasan bahwa setiap manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya, karena masalah hidup dan mati adalah kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat oleh manusia. Masalah Euthanasia menimbulkan pro dan kontra, para pendukung Euthanasia beralasan atas nama penghormatan atas hak otonom manusia, manusia harus mempunyai hak kontrol secra penuh atas hidup dan matinya sehingga seharusnya ia mempunyai kuasa untuk mengahiri hidupnya jika ia menghendakinya demi mengakhiri penderitaan yang tidak berguna. Apakah pengakhiran hidup semacam ini dapat dibenarkan? Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia dan Hukum. 1.2 Rumusan Masalah

1. Somatic Death (kematian somatik) 2. Biological


biologis) Kematian somatik ditandai dengan hilangnya tandatanda kehidupan seperti denyut jantung, gerakan pernafasan, suhu badan menurun dan tidak adannya ktifasi listrik pada perekam EEG dalam waktu 2 jam dan akan diikuti oleh kematian biologi yang ditandai dengan kematian sel. Kurun waktu 2 jam di antaranya disebut dengan Fase mati Suri. Menurut cara terjadinya kematian menurut ilmu pengetahuan dibedahkan atas tiga yaitu : Death (kematian

1.

Ortholansia, yaitu kematian yang terjadi karena proses alamiah

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

Adapun rumusan masalah yang penulis hendak kemukakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. 2.

Bagaimana Euthanasia dalam perspektif Hak Asasi Manusia? Apakah faktor-faktor yang menyebabkan timbulya pelanggaran Hak Asasi Manusia dan pelanggaran hukum dalam Euthanasia?

manusia mempunyai nilai keabadian, dan Euthanasia merupakan tindkan yang tidak menanggapi arti hidup manusia. Sama halnya dengan Aristoteles yang bertentangan dengan gurunya yang bersimpati terhadap Euthanasia dengan alasan bahwa hidup manusia itu bernilai luhur. Pada tuhun 1920 ada sebuah buku yang sangat populer dengan judul The Permision to Destroy Life unworthy of life. Ditulis oleh seorang psikiatri dari Freiburg bernama Alfredn Hoche dan seorang profesor hukum dari Universitas Leipsig yang bernama Karl Binding. Mereka berpendapat bahwa tindakan membantu seseoarang yang mengalami kematian adalah masalah etika tingkat tinggi yang membutuhkan pertimbangan yang tepat, yang merupakan solusi belas kasihan atas masalah penderitaan. Di Inggris pada tahun 1935 seorang Dokter membentuk The Voluntary Euthanasia Legislation Society, untuk melegalisasi Euthanasia bersama dengan dokter-dokter terkenal lainya. Namun rancangan ini kemudian di tolak oleh Dewan Lord setelah melalui perdebatan di House Of Lord pada tahun 1936. Di Jerman kekuasaan Adolf Hitler memeritahkan untuk melalukan tindakan Mercy killing secara luas yang dikenal dengan Action T4 untuk menghapus kehidupan orang yang dianggap tak berarti dalam kehidupan (Life Under Worty of Life) Di Australia tahun 1995, Australia Northem Territority menyetujui RUU Euthanasia dan berlaku pada tahun 1996 dan dijatuhkan oleh parlemen Australia pada tahun 1997. sedangkan di Oregon negara bagian AS mengelurkan death with dignity Law satu undang-undang yang memeperbolehkan Dokter menolong pasien yang dalam kondisi terminally ill untuk melakukan bunuh diri, sampai pada tahun 1998 sudah ada 100 orang mendapatkan Assisten Suicide. Hal ini terus diperdebatkan di Amerika dan pada tahun 1998 Oregon melegalisis Asisten Suicide dan itu satu-satunya di negara bagian Amerika yang melegalkan Euthanasia. Di Belanda pada tahun 2000 melegalkan Euthanasia Aktif Voluntir ini mendapat berbagai sorotan dari organisasi anti Euthanasia dan juga dari organisasi pro Euthanasia. Seperti Rita Marker dai

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah Euthanasia


memuat pelanggaran Hak Asasi Manusia?

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang


dipandang sebagai pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia dalam pelaksanaan Euthanasia. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini secaara praktis adalah sebagai berikut :

1. Menambah pengetahuan dan pengalaman


penulis dalam penelitian hukum

2. Sebagai

sumbangan bagi ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu pengetahuan hukum tentang Euthanasia dalam perspektif Hak Asasi Manusia dan hukum.

II. TINJAUN PUSTAKA 2.1 Sejarah Euthanasia Dari zaman yunani kuno sudah dikenal tentang Euthanasia, pada zaman Yunani Romawi, penekanan Euthanasia ditekankan pada kehendak manusia untuk melepaskan diri dari penderitaan terutama yang mengalami penyakit para. Selain itu ada kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya Euthanasia yaitu tradisi kurban, alasannya yaitu motivasi pribadi untuk berkurban dan pribadi yang mau memberikan dirinya untuk sesamanya. Tapi tidak semua pemikir zaman ini sepakat dengan Euthanasia seperti Pytagoras yang melawan tindakan ini yang berpendapat bahwa hidup

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

Internasional Againts Euthanasia task force apakah sekarang sebuah kejahatan akan diganti dengan perawatan sedangkan Tamara Langley dari The UK voluntary Euthanasia Society menganggapin isebagai suatu perkebangan, orangorang mengambil keputusan yang mereka buat sendiri. Ebger dari Cristian union mengatahkan bahwa undang undang ini adalah kesalahan sejarah. Tahun 2002 giliran Belgia melegalisir Euthanasia seperti di Belanda. Di Belgia menetapkan kondisi pasien yang ingin mengakhiri hidupnya harus dalam keadaan sadar. Saat penyataan itu dibuat dan menanggulangi permintaan mereka untuk Euthanasia. Sedangkan di Swiss Euthanasia masih ilegal tetapi terdapat tiga organisasi yang mengurus permohonan tersebut dan menyediakan konseling dan obat-obatan yang dapat mempercepat kematian. Di asia jepang adalah satu-satunya negara yang melegalkan Euthanasia Voluntir yang disahkan melalui keputusan pengadilan tinggi pada kasus Yamaguchi di tahun 1962. Namun setelah itu karena faktor budaya yang kuat Euthanasia tidak perna terjadi lagi dijepang setelah itu. 2.2 Pengertian Euthanasia. Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Eu, yang berarti Indah, bagus,terhormat atau Gracefully and With Dignity, dan thanatos yang berarti mati, jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebgai mati dengan baik. Euthanasia dalam Kamus Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama pada kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak tersembuhkan.sedangkan dalam Kamus Kedokteran Dorland euthanasi mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah dan tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita dan tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan, secara hati hati dan disengaja. 2.3 Jenis-jenis Euthanasia Pada dasarnya euthanasia dibedakan atas dua jenis yaitu :

pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia.

2.

Euthanasia Aktif, yaitu perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi Aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. dapat

Ditinjau dari permintaan Euthanasia dibedahkan atas dua jenis yaitu:

1. Euthanasi voluntir ( atas permintaan pasien) 2. Euthanasia involentir (tidak atas permintaan
pasien, biasanya memerintahkan) keluarga pasien yang

Menurut Internasinal Task Force Euthanasia and asistand suicide(200) euthanasia dibedakan atas :

1. Voluntary Euthanasia: when person who is


killed gives consent to be killed

2. Involuntary Euthanasia : when the person who


is killed is incapable of giving consent or does not give consent.

3. Assistand suicide : someone provides an


individual with the information guidance, and means to take his or her own life.

4. Active Euthanasia : oeneperson deliberately kill


other person.

5. Passive euthasia. a. Failure to take action to prevent


death

b. Positive action to cause death.


2.4 Konsepsi Euthanasia Dalam Ilmu Kedoketeran Tugas profesionalisme Dokter adalah sangat mulia dalam pengabdiannya pada sesama manusia yaitu menolong manusia untuk bebas dari penyakit. Demi kemanusiaan Disetiap negara ada kode etik kedokteran namun kesemuanya itu mengacu pada sumpa Hipocrates yang dirumuskan kembali dalam pernyataan himpunan Dokter seduania di london pada oktober

1.

Euthanasia Pasif, yaitu perbuatan penghentian atau mencabut segala tindakan atau

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

1948 dan diperbaiki pada sidang ke 22 himpuna Dokter senudia di Sidney pada agustus 1968. Secara universal kewajiban seorang Dokter tercantum dalam Declaration of Genewa septermber 1948 sebagai berikut : I will maintain the utmos respect for human life the time of conception, even under threat, i will not use mu medical knowledge contary to the law of humanity. Khusus di Indonesia pernyataan semacam ini dicantumkan dalam Kode etik KeDokteran Indonesia yang mulai berlaku sejak tanggal 29 Oktober 1969 berdasarkan keputusan Menteri kesehatan. Menurut kode etik KeDokteran, dokter tidak diperbolehkan melakukan :

3.

Aspek Ilmu pengetahuan, pengetahuan kedoteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Aspek agama, kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya. Penyataan ini menurut ahli agama sekaligus mempertegas melarang tindakan euthanasia. Dokter bisa dikatakan dosa besar melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur.

4.

1. 2.

Menggugurkan provocatus)

Kandungan

Abortus

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian hukum adalah penelitian yang berupaya mengetahui apakah hukum dari suatu peristiwa, tulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif yang diolah secara deskriptif, sehingga penelitian ini beranjak dari norma-norma hukum, yang sangat penting karena penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat sui Generalis sehingga memiliki ciri khas dan karakter tersendiri dari penelitian sosial pada umumnya. Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa peraturan undang-undang, putusan pengadilan serta literaturliteratur yang terkait dengan masalah euthanasia Karena penelitian ini adalah penelitian normatif/penelitian hukum doktiner yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan dan studi dokumen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi, yaitu metode penelitian suatu kelompok manusia, suatu objek, sutu set kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu peristiwa pada masa sekarang. Metode deskriptif merupakan pencarian fakta dengan intepretasi yang tepat.

Mengakhiri hidup seseorang pasien yang menurut ilmu dan pengalamannya tidak akan mungkin sembuh lagi ( Euthanasia).

2.5 Aspek Hukum Euthanasia Dalam mengkaji mengenai aspek tentang Euthanasia yang sampai sekarang masih bagitu banyak pertentangan pro dan kontra terhadap euthanasia, maka dari itu kita patut melihat euthanasia dari beberapa aspek seperti :

1.

Aspek hukum, undang-undang yang tertulis dalam KUHP ( pasal 340, 344) pidana hanya melihat dari Dokter sebagi pelaku utama dalam euthanasia, khususnya etuhanasia Aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana. (pasal 340) Aspek Hak Asasi Manusia, HAM selalu diakaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapi tidak trcantum dengan jelas hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya selalu dihubungkan dengan pelanggaran. Hal ini terbukti dari hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan Dokter. Seharusnya jika dianut hak untuk hidup, secara tidak langsung terbesit hak untuk mati.

2.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

Penulis tidak melakukan penelitian lapangan pada suatu atau beberapa lokasi penelitian tertentu, maka teknik yang digunakan adalah bersifat tunggal, yaitu telaah pustaka. Telaah pustaka yang dihimpun berdasarkan rangkuman dari beberapa literatur/ kepustakaan hukum, jurnal-jurnal hukum, maupun media cetak dan eletronik yang terkait dengan masalah dalam penelitian. 3.3 Analisa Data Karena keseluruhan data yang berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif deskriptif. Artinya, berdasarkan data yang diperoleh sebagai hasil telaah pustaka, akan dideskripsikan (digambarkan) secara utuh sehinggap penggambaran tersebut diharapkan dapat memperoleh kesimpulan mengenai masalah yang sedang dikaji.

Hal ini bertengtangan dengan sumpah hipocrates dan Kodeki Pasal 10 yang berbunyi setiap Dokter harus senantiasa mengingat kewajibannya melindungi hidup makhluk insani. Menurut penulis seorang dokter harus mempunyai hati nurani dan moral yang baik sehingga mempunyai penghargaan akan hak hidup orang lain. Dari segi hukum tindakan ini bertentangan dengan pasal 344 KUHP.

b. Euthanasia Aktif Non Voluntir


Pada jenis ini dokter melakukan tindakan aktif terhadap pasien yang dalam keaadaan terminally ill, dalam ketidakmampuan berkomunikasi menyampaikan pendapat untuk tindakan euthanasia yang kan dilakukan pada dirinya. Oleh kehendak keluarga terdekatnya meminta kepada dokter untuk melakukan tindakan euthanasia terhadap pasien tersebut. Dalam keadaan seperti di atas baik kalangan rohaniawan, medis maupun kalangan hukum takkan satupun yang menyetujui tindakan tersebut karena sangat bertentangan dari segi agama dan hukum ini berkaitan dengan tindakan pembunuhan dengan sengaja 339 dan bila direncanakan akan dikenakan pasal 340 untuk keluarga dan Dokter yang melakukan tindakan tersebut.

IV. PEMBAHASAN 4.1 Euthanasia Dalam Pespektif Hak Asasi Manusia Euthanasia adalah suatu tindakan yang di nilai oleh banyak kalangan sebagai suatu tindakan yang tidak manusiawi. Namun dinilai pula sebagai suatu tindakan yang meringankan penderitaan pasien yang dalam keadaan sekarat dengan berbagai alasan. Untuk menilai suatu tindakan euthanasia dalam perspektif HAM kita perlu mengkualifikasi euthanasia terlebih dahulu dalam berbagai bentuk tindakan euthanasia berdasarkan jenis euthanasia yang secara ringkas saya membagi tiga jenis euthanasia dalam tiga garis besar dari berbagai literatur yaitu :

c. Euthanasia Aktif Involuntir


Dalam euthanasia aktif involuntir, dokter secara aktif memasukkan zat mematikan ke dalam tubuh pasien, sedangkan si pasien masih dalam keadaan sadar dan ingin mempertahankan hidupnya, sama sekali pasien tidak menghendaki itu dilakukan terhadap dirinya. Pada tindakan ini biasanya terjadi pada pasien yang menderita kanker stadium lanjut, bisa saja pasien rela menderita hidup dengan keluarganya. Dari tindakan ini dokter jelas tidak mengamalkan kode etik sama halnya dengan jenis euthanasia sebelumnya. Dari segi hukum tindakan dokter ini berkaitan dengan pasal 338 atas dasar menghilangkan nyawa orang lain. Tindakan ini seperti yang dilakukan

1. Euthanasia Aktif
Dibedakan dalam tiga jenis lagi yaitu :

a. Euthanasia aktif volentir


Pada jenis ini seorang dokter aktif menyuntikkan zat yang mematikan ( lethal injection), seperti morfin atas persetujuan/permintaan pasien yang sadar dan sehat. Tindakan Dokter pada jenis euthanasia ini sama saja dengan membunuh walaupun dengan permintaan sadar dari orang yang ingin mengakhiri hidupnya karena penderitaan yang tak tertahankan.

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

oleh Nazi Jerman atas perintah A. Hittler yang dikenal dengan Action T4 . Dr. Latimer melakukan tindakan euthanasia terhadap anak perempuannya yang mengalami cacat mental karne mengalami Celebral Palsy,Tracy, tidak dapat berbicara, jalan, dan makan. Latimer membunuh anaknya dengan karbon monoksida pada tahun 1993, ia dihukum 10 tahun penjara tanpa pembebasanbersyarat. Dari kasus ini jelas tidak mengamalkan pasal 1 Universal Declaration Of Human right yang menyatakan bahwa setiap manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabatnya dan hak-haknya. Mereka dianugerahi dengan akal yang sehat dan hati nurani . konsep yang kritis disini adalah masalah akal, dalam memberlakukan akal manusia sanggup membuat keputusan yang rasional tentang nasibnya tidak dapat dianggap bahwa orang yang cacat kurang akal, tatapi yang menjadi masalah adalah bahw mereka tidak dapat mengungkapkan akal mereka secara nyata dalam membuat pilihan hidup yng rasional.

Euthanasia Pasif non voluntir adalah tindkan dimana dilakukan penghentian atau pencabutan segala tindakan atau pengobatan untuk tidak mempertahankan hidup manusia, dimana tindakan ini dilakukan tidak atas bersetujuan penderita. Hal ini disebabkan oleh kondisi pasien yang tidak sadar sehingga tidak dapat menentukan keputusan terhadap tindakan yang akan diambil hal ini diakibatkan karena pasien dalam tidak sadar atau koma. Dalam keadaan terminally ill dan koma, yang lambat laun akan meninggal juga, tidak mampu menyatakan pendapatnya terhadapa tindakan yang akan diambil. Tindakan ini pernah diajukan suami Ny. Agian Nauli ke pengadilan karena istrinya berada dalam keadaan koma, dengan alasan masalah ekonomi. Namun masalah ini menjadi pro dan kontra, karena dokter tetap mempertahankan hidup penderita jika dinyatakan belum mati secara medis, masalah ekonomi akan menjadi tanggungjawab pemerintah.

c. Euthanasia Pasif Involuntir


Pada euthanasia pasif involuntir, penghentian pencabutan segal tindakan atau segala pengobatan yang perlu untuk mepertahankan hisup paenderita. Dimana penderita masih ingi hidup. Tindakan ini secara medis tidak dibenarkan. Pasien masih ingin hidup, tapi hidupnya diabaikan tanpa seijinnya. Tentu ini bukan sikap seorang dokter yang harusnya menghormati hidup setiap insani, pasian mempunyai hak hidup yang harus dijunjung tinggi dan dihormati. Jika tindakan itu dilakukan sama saja dengan mengambil hisup pasien yang sama dengan pembunuhan. Walaupun diketahui hidupnya tidak akan lama lagi.

2. Pandangan terhadap Euthanasia Pasif


Euthanasia Pasif juga dibagi dalam 3 jenis yaitu :

a. Euthanasia Pasif Voluntir


Berbeda dengan euthanasia aktif, pada jenis ini dokter tidak secara aktif memasukkan zat mematikan kedalam tubuh pasien. Pada euthanasia pasif dilakukan penghentian atau pencabutan segala tindakan atau pengobatan yang diperlukan untuk mempertahankan hidup manusia. Pada tindakan ini dilakukan atas persetujuan penderita. Dari pandangan iman bisa terjadi jika seseorang sudah merasa siap secara iman untuk meninggal secara bermartabat dengan meninggal secara damai ditengah keluarga, disamping itu juga euthanasia ini dilakukan jika pasien sudah dikatakan mati secara medis.

3. Pandangan terhadap Physician Assisted


Suicide (PAS). Physycian assisted suicide, adalah jenis euthanasia yang banyak diperdebatkan dengan right to die. Di dunia ini, ada beberapa negara yang melegalkan tindakan ini tetapi

b. Euthanasia Pasif Non Volentir

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

dengan syarat yang sangat ketat, negara tersebut seperti Belanda, Belgia dan Oregon. Tindakan PAS berupa pemberian zat yang mematihkan seperti morfin atau insulin yang dapat mematika pasien secara langsung. Pasien dijelaskan seterlebih dahulu akan keadaan dirinya dengan pernyakitnya yang sekarat dan tak akan tersebuhkan lagi, dengan rasa nyeri yang tak tertahankankemudian menjelaskan bahwa tidak ada alternatif lain bagi pasien untuk dapat sembuh atau terhindar dari rasa nyeri itu. Dokter akan memberikan petunjuk untuk tindakan PAS, apabila pasien telah memutuskan untuk melakukan tanpa paksaan atau pengaruh dari prang lain, maka dokter memberikan petunjuk untuk tinggal memencet tombol pada laptop disamping tempat tidurnya yang dapat mengalirkan zat mematikan kedalam tubuh pasien. Untuk negara-negara yang melegalkan tindakan PAS ini tidak bertentangan dengan UU karena pasien telah mengggunakan haknya untuk mmenentukahn pilihannya. Dari segi medis dokter yang melakukan tindakan ini berarti tidak menghormati kode etik kedokteran. Tuhan menciptakan ciptaannya itu pada suatu waktu akan manemui ajalnya. Tidak seorang dokter sehebat manapun akan mencegahnya. Tapi ilmu pengetahuan dan pengalaman yang memberikan pengetahuan pengembangan ilmu pengetahuan untuk menghindari diri dari maut. Jadi intinya dokter tidak boleh melakukan tindakan PAS karena bertentangan dengan sumpah Hipocrates dan kodeki, karena dokter tidak berusaha menolong memelihara kehidupan manusia tapi sebaliknya.seperti yang tercantum dalam pasal 10 kodeki. Dalam KUHP tindakan memberikan pertolongan/bantuan kepada permintaan pasien untuk bunuh diri. ( pasal 344). Agama maupun melarang orang untuk membunuh, karena kehidupan seseorang itu dianggap sebagai pemberian dan milik Allah, dan hanya Dia yang berhak mengambilnya. Dalam agama kristen dinyatakan bahwa Kehidupan itu adalah pemebrian Allah ( Kej. 2 :

7) demikian pula pada ajaran Islam dalam surat Al-Nisa ayat 29 jangan membunuh dirimu, sesunggunya Allah sangat penyayang terhadap kamu. Seorang dokter Kristen jika melakukan tindakan PAS sama saja artinya melanggar hukum ke-6 yang menyebutkan dengan jelas jangan membunuh. Di tengah kontroversi pro dan kontra euthanasia pihak masing-masing bertahan dengan alasan yang diyakini Alasan pro euthanasia adalah sebagai berikut :

1. Rasa kasihan ( mercy killing) 2. Faktor ekonomi 3. Faktor sosial 4. Pasien siap mati wajar 5. Mati batang otak 6. Pasien menolak semua tindakan medis 7. Tindakan medis tidak menolong lagi 8. Setujuh asal dilakukan dinegara yang
melegalkan Euthanasia. Dari beberapa alasan di atas jika kita tinjau dari beberapa sudut pandang seperti sudut pandang agama hanya memungkinkan jika pasien sudah siap mati dengan tenang di tengah keluarganya. Jika dari segi medis jika pasien menolak semua tindakan medis dan pasien sudah mati batang otak dari segi KODEKI tidak melanggar sesuai dengan SK.PB. IDI no. 231/PB/A.4/07/90. Pasien dinyatakan mati bila sudah terdapat kerusakan permanen pada batang otak. Dokter diperkenankan menghentikan perawatan, tetapi tidak berarti dokter bebas dari kewajiban untuk menolong pasien dan memberi perawatan untuk mengurangi rasa sakit pada saat akhir dari penyakitnya. Sedangkan dari segi hukum hanya memungkinkan bila dilakuan di negara yang melegalkan euthanasia seperti di Belanda, Belgia dan Oregon. Sedangkan faktor lain timbul dari keluarga seperti faktor ekonomi dan rasa iba. Hal ini pernah terjadi di indonesia tepatnya tgl 22 Oktober 2004 telah diajuhkan tindakan euthanasia oleh Hasan Kusuma yang tidak tegah melihat

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

penderitaan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahunyang tergolek koma selama 2 bulan dan di samping tidak mampu membayar biaya rumah sakit untuk biaya perawatannya. Sehingga ia mengajuhkan Euthanasia kepengadilan Negeri pusat tetapi, pada akhirnya ditolak oleh PN Jakarta Pusat. 4.2 Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Euthanasia. Melihat pelaksanaan euthanasia dan berdasarkan UU no 39 tahun 1999 Hak Asasi Manusia dan The universal declaration of human right serta KUHP dapat saya simpulkan beberapa hal yang dinilai melanggar Hukum dan HAM dalam euthanasia tetapi tidak secara jelas saya mencoba menyimpulkan berdasarkan berdasarkan beberap hal yang kiranya menurut penilaian umum dinilai setidaknya melanggar HAM dan hukum yang harus kita perhatikan dari berbagai aspek yang kiranya memuat pelanggran Hukum dan HAM dalam pelaksanaan euthanasia Dalam memberikan penilaian kita perlu melihat jenis euthanasia itu sendiri, karena dari jenisnya kita dapat memberikan marka atau penilaian sejauh mana itu dinilai sebagai pelanggaran HAM.

pelanggaran HAM pada jenis euthanasia ini adalah tindakan yang dilakukan dokter yang memberikan suntikan zat mematikan kepada pasien yang memintah mengakhiri hidupnya.

b. Euthanasia Aktif non volentir


Dari jenis ini yang menjadi faktor utama pelanggaran hukum dan HAM adalah karena dokter dan keluarga dekat pasien melakukan tindakan euthanasia secara aktif tanpa persetujuan dari pasien. Rasa kasihan dan sebagainya tidaklah menjadi suatu hal yang membenarkan euthanasia.

c. Euthanasia Aktif involuntir


Pada jenis ini sama saja dengan kedua jenis sebalumnya tetapi hanya terletak dari keadaan bahwa dokter yang secara aktif melakukan tindakan yang dapat mematikan pada pasien tanpa seizin pasien tersebut karena berada dalam keadaan Terminally ill. Jika dilihat dari hukum pidana Indonesia, tindakan ini tidak dibenarkan dan dokter yang melakukan tindakan ini harus siap menerima hukuman karena melanggar pasal 338 atas penghilangan jiwa orang lain.

1. Euthanasia Aktif a. Euthanasia Aktif Volentir


Jika kita simak pasal 1 UU no 39 Tahun 1999 tentang HAM Hak Asasi Manusia itu adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah_Nya yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi penghormatan, serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sedangkan tindakan dokter yang menyuntikkan zat mematikan ke dalam tubuh pasien yang dia tahu akan mengahiri kehidupan pasien yang disuntiknya tersebut dengan zat mematikan itu, juga melanggar KODEKI dan sumpah Hipocrates. Jadi bisa disimpulkan bahwa faktor penyebab

2. Euthanasia Pasif a. Euthanasia Pasif Voluntir


Tindakan dokter yang menghentikan atau mencabut tindakan atau pengobatan yang diperlukan untuk mempertahankan hidup pasien. Walaupun tindakan ini dilakukan atas permintaan pasien. Jika dipikirkan dari sisi pasien ada beberapa aspek yang memungkinkan pasien melakukan itu, misalnya sudah merasa siap untuk menemui ajalnya atau berpikir berobat tidak akan berguna lagi menyelamatkan hidupnya dan akan menghabiskan biaya saja dan akhirnya tetap berujung pada kematian. Dalam euthanasia jenis ini tidak ada pelanggaran HAM, dalam pandangan iman bisa saja euthanasia ini dilakukan dengan catatan bahwa sang pasien sudah bebar-benar siap secara iman untuk meninggal secara

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

bermartabat dengan suasana damai di tengah keluarganya.

b. Euthanasia Pasif non Voluntir


Yang menyebabkan timbulnya pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam tindakan ini adalah adanya tindakan penghentian tindakan penyelamatan atau perawatan terhadap pasien yang tidak sadarkan diri. Mengapa saya mengatakan demikian karena tindakan itu tidak seharusnya dilakukan karena sama saja dengan ketidakpedulian atau penghormatan atas suatu kehidupan yang semestinya dihargai oleh dokter sampai pada akhirnya orang tersebut benar-benar dalam kematian biologis.

Manusia dalam PAS yaitu Membantu melaksanakan niat orang yang ingin mati. Pasal ini menjadi kontroversi sebagai right to die tetapi apakah dalam Hak Asasi Manusia dikenal hak untuk mati? Atau hak menentukan hak kita untuk mati? Di Filipina pada tanggal 22 dan 23 Agustus 1977 pernah diadakan sidang tentang hak untuk mati yang disiarkan langsung oleh televisi Filipina yang diselenggaran oleh WPTLC ( World Peace Through Center). Kasusnya tentang seorang bernama Oscak Aged seorang yang sudah berusia lanjut yang karena dalam keadaan tersiksa akibat penyakitnya yang tak bisa lagi diobati, Dokter tak bisa menolong kecuali mengatakan bahwa Oscar akan menemui ajalnya akibat penyakit yang diidapnya, tidak lama setelah organ tumbunya membusuk dan tidak berfungsi lagi. Oscar sadar dirinya akan menjadi jasad terbaring terus- menerus ditempat tidur tanpa berdaya dan hanya akan tergantung pada orang lain. Semua pengobatan telah diupayakan tapi tidak mabantu oscar aged untuk sembuh atau bantuan dari dokter hanya memberikan rasa nyaman dalam waktu tertentu, bukan untuk sembuh. Menyadari keadaannya Ascar Aged mengajuhkan permohonan kepada Dr. E.M. Pathy, supaya berkenaan mengahiri hidupnya melalui suntikan atau obat, oscar memberikan kuasa penuh kepada sang dokter dalam bentuk dokumen tertulis dan ditandatangani oleh saksi-saksi tentang permohonan mengakhiri hidup tersebut. Menghadapi permohonan mengharuhkan tersebut Dr. mengabulkan permohonan Oscar mengakhiri hidupnya. yang Pathy untuk

c. Euthanasia Pasif Involuntir


Penghentian tindakan pengobatan dan pencabutan segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mepertahankan hidup manusia dilakukan tidak atas persetujuan pasien sedangkan pasien masih ingin hidup. Tindakan demikian diatas sama saja dengan merampas hak hidup pasiendan secara medis ini sangat tidak dibenarkan, karena tindakan ini sama saja denga mengabaikan hak hidup sipasien tanpa seijinnya. Hal ini menunjukkan tindakan seorang dokter yang harus menghormati hidup setiap insani. Tindakan pembiaran merupakan faktor pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam jenis pelanggaran ini juga perampasan hidup pasien karena sang pasien masih ingin hidup tapi di rampas hidupnya karena penghentian tindakan pengobatan.

3. PAS
Kita bisa melihat faktor yang menyebabakan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia seperti yang terkadung dalam pasal 344 KUHP yang mana jelas dinyatahkan dalam pasal ini bahwa membantu pelaksanaan bunuh diri (Suicide)bukanlah hal yang terpuji dan tidak dibenarkan oleh hukum. Berdasarkan pasal 344 inilah kita dapat menarik kesimpulan pelanggaran Hak Asasi

Dalam sidang yang digelar tersebut dihadirkan hakim-hakim terkenal dari berbagai negara dan pengacara terkenal dengan berbagai latar belakang agama dan yahudi yang tidak mengakui adanya Tuhan. Dalam persidangan hakim mengajukan pertanyaan bertubi-tubi kepada Tim pembela Oscar Aged yang telah mengajukan

10

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

permohonan untuk mengakhiri hidupnya walaupun maut sudah diambang pintu. Baik pembela yang beragama Islam, Kristen, Katolik sama-sama berpendapat bahwa hak untuk mati bertentangan dengan agama sebab kehidupan berasal dari Tuhan. Oleh karena itu hanya Tuhan yang berhak menentukannya. Dikatakan bahwa hak untuk mati dan hak hidup sepenuhnya berada di tangan Tuhan, maka sesunggunya mati itu tidak ditentukan oleh manusia. Bagaimanapun tidak dibenarkan karena itu bersangkut paut dengan nyawa seseorang yang walau dengan alasan apapun tidak berhak untuk menghilangkan waupun dari si orang yang ingin mati. Karena hidup ini adalah karunia Tuhan Yang maha esa, dan hanya dia yang berhak mengambilnya. Di Amerika tindakan orang yang gagal melalukan bunuh diri dapat dipidana karena dianggap sebagai Strafbaar feit atau tindakan pidana. Jadi bagaimanapun tindakan PAS tidak mendapat tempat pembenaran di negaranegara yang tidak melegalkan euthanasia, sehingga dianggap sebagai pealnggaran Hak Asasi Manusia.

Tindakan dokter yang membantu dan dalam pelaksanaan euthanasia baik yang diminta sendiri oleh pasien atau tidak atas permintaannya atau permintaan keluarganya, maupun pembiaran atau penghentian tindakan untuk tujuan memperpendek hidup pasien adalah tindakan yang melanggar hak hidup pasien. Masalah Hak Asasi Manusia bukan masalah yuridis semata tetapi juga bersangkut paut dengan nilai-nilai etis dan moral dan agama dalam suatu masyarakat dalam suatu negara. Dalam pandangan hukum kecuali untuk negara yang telah melegalkan euthanasia, tindakan melakukan euthanasia aktif, pasif maupun PAS adalah meupakan penggaran hukum dan harus ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga pelanggaran Hak asasi dan hukum tidak terulang dalam tindakan Euthanasia serta tindakan pembuhunan yang dilegalkan dengan alasan kemanusiaan yang sebenarnya merupakan palanggaran hukum dalam pelaksanaan euthanasia.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya


pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam euthanasia yaitu diakibatkan oleh tindakan yang mengarah pada penghilangan nyawa seseorang, yang dilakukan dengan cara menyuntikkan zat mematikan dan menyarankan untuk melakukan tindakan tersebut serta penghentian tindakan perawatan medis untuk memperpendek hidup pasien adalah tindakan yang tidak manusiawi dan bagi dokter itu adalah tindakan yang melanggar sumpa hipocrates dan kodeki bagi dokter yang ada di indonesia. 5.2 Saran-saran dari hasil kesimpulan yang telah ada diatas kiranya untuk lebih memahami menganai masalah euthanasia sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia dan hukum maka saya menyarankan:

V. PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulans ebagai berikut:

1. Dalam

pandangan Hak Asasi Manusia, euthanasia dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia kecuali di negara-negara yang telah melegalkan euthanasia seperti Belanda Belgia dan Oregon negara bagian AS. Berbagai jenis euthanasia baik Aktif maupun Pasif serta PAS semuanya termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia terutama dalam hal menghilangkan nyawa orang lain apa pun bentuknya karena hak hidup adalah hak mutlak dari pemberi kehidupan, yaitu Tuhan yang maha Kuasa.

1. Perlu

diadakan seminar-seminar tentang euthanasia bagi semua kalangan untuk labih memperkenalkan masalah masalah yang timbul dari tindakan Euthanasia, agar lebih banyak memahami sebagai suatu permasalahn yang serius dalam Hak Asasi Manusia, hukum, moral dan etika serta agama.

11

ADIWIDIA edisi Desember 2010 No. 1

2. Dokter selaku tenaga medis dalam melakukan


kegiatan-kegiatan atau tindakan medis harus dapat melakukan analisa serta diagnosa yang lebih terperinci dan mempunyai kesadaran hukum yang tinggi sehingga dapat diketahui akibat-akibat dari tindakan medis yang akan dialami pasien dan diharapkan juga untuk berhati-hati terhadap pasien yang ingin mati atau dimintakan euthanasia

Hanafiah M.J.; Amir. 1999. Etika kedoketaran dan hukum kesehatan, edisi 3. Penerbit buku keDokteran EGC. Guwadi,J. 1996. Dokter pasien dan hukum;Fakulatas KeDokteran UI. Jakarta W. Chandrawila, 2001, Hukum kedokteran, Mandar Maju. Bandung

Supriadi,

Go,piet, 1998, Euthanasia : beberapa soal etis akhir hidup menurut gereja katolik. Dioma. Malang Soerodibroto, R. Soenarto.2003 KUHP dan KUHAP edisi 5. PT. RajaGrapindo Persada. Jakarta T. Magdalena E. Dr. Euthanasia dalam Perspektif HAM ( Tesis), ukip, makassar. Terbazana L.R. 2005. Euthanasia, Makalah Kontroversi

Peraturan perundangan DAFTAR PUSTAKA Prakoso, Joko,.Nirwanto Djaman Andi. 1984, Euthanasia, dan hukum pidana. Jakarta;Galia Indonesia. Waluyadi, 2005. Ilmu keDokteran kehakiman. Jakarta; Djambatan.

1. UUD NRI 1945 2. Undang-undang No 39 thaun 1999 tentang


Hak Asasi Manusia.

3. Undang-undang no 26 tahun 2000 tentang


peradilan Ham di indonesia

12

You might also like