You are on page 1of 4

Ulama Lengkong, Lebih Dekat Dengan Mereka 1.

Raden Aria Wangsakara Sejarah dan perkembangan awal Islam di Lengkong Kyai tidak lepas dari peranan yang dimainkan oleh seorang menak (bangsawan) Sumedang, yaitu Raden Aria Wangsakara yang bergelar Pangeran Wiraraja II.1. Nama Raden Aria Wangsakara berasal dari bahasa Jawa Kuno, walau ditemukan pula kata wangsa dan kara dalam bahasa sunda. Dalam Kamus Jawa Kuno Indonesia, P.J. Zoetmolder 2, didapati kata-kata : Raden lih hadyan = orang dari status tinggi, raja/permaisuri, tua, orang yang berpangkat tinggi martabatnya. Sering didahului oleh dan, san, ra ( yang terhormat, yang mulia ) contoh : rahadyan, sanhulun. Arcya = memuja, menyembah, Arjya/arja/lih reja = baik, indah, beruntung. Areja, arja, aharja = cantik, manis, tampan, indah, menarik. Kara3 = sinar cahaya. Akara-kara = bersinar ke semua penjuru Raden Aria Wangsakara yang bergelar Pangeran Wiraraja II atau yang terkenal dengan julukan Imam Haji Wangsaraja atau Kiyai Lenyep, adalah putera Pangeran Wiraraja I yang bergelar Pangeran Lemah Beurum Ratu Sumedanng Larang. 4 Nasab Raden Aria Wangsakara bersambung ke Prabu Geusan Ulun5. Ibu Prabu Geusan Ulun ialah Ratu Intan Dewata yang memerintah Sumedang Larang tahun 1530-1578 m.Setelah menjadi Ratu, beliau mempunyai gelar Ratu Pucuk Umum. Beliau menikah dengan Pangeran Kusamah Dinata I (Pangeran Santeri) putera dari Pengeran Pamerakaran atau Adipati Terung6, putera Arya Damar/sultan Palembang keturunan Majapahit.7 2. KH.Mustaqim Nama panjang KH.Mustaqim ialah Sayyid Habib Mustaqim bin Darda bin Said bin Alwi bin Said (Sayyid-penulis) Husen al-Huseini.8 Mukri Mian menyebutkan bahwa KH.Mustaqim adalah putera dari Darda bin Abi.Khaerudin. Ia masih keturunan Nabi Muhammad Saw. Dari sini bisa disimpulkan bahwa Said ( ayah Darda) yang dimasud adalah Said (Sayyid-penulis) Abi Khaerudin. Halwany Michrob & A.Mujahid Chudori menyebutkan bahwa tugas Haji Wangsakara sebagai pemelihara semangat juang dan keyakinan agama prajurit Banten pada tahun 1659 M digantikan oleh Sayyid Ali utusan Mekah. Jika ini betul, dimungkinkan utusan yang bernama Sayyid Ali itu adalah Abi Khaerudin. 9 Sejarah KH.Mustaqim lebih banyak tersembuyi (kasyaf), hal ini dikarenakan bahwa kekeramatan beliau. Masyarakat tidak berani dan takut salah menceritakan dan menjelaskan tokoh ini. Kiayi Mustaqim tidak berkehendak bahwa dirinya menjadi sanjungan dan membuat anak keturunannya bangga kepada dirinya dan silsilah keturunannya. Bagi KH.Mustaqim silsilah tidak membuat orang lebih di mata Allah swt, ketakwaanlah yang membuat seseorang berarti di mata Allah swt. Ia berkehendak anak keturunannya menjadi
1 2

Zulkarnaen, Pertumbuhan, h.74. P.J. Zoetmulder, Kamus Jawa Kuna Indonesia, Gramedia, 1995) 3 Lihat Magandaru, Kamus Jawa Indonesia, kara = tidak apa-apa. 4 - Mukri MIan, Sejarah, h.3 5 Nama aslinya adalah Raden Angkawijaya (Raja Sumedang Larang ) 6 Sumber lain menyebutkan Raden Husen atau Raden Timbal. Tersebutlah, dua orang putera bupati Palembang yang bernama Raden Fatah serta Raden Timbal atau Raden Husim. Keuduanya berangkat ke tanah Jawa bermaksud menghap Prabu Brawijaya Majapahit. Akan tetapi, di tengan perjalanan keduanya berpisah. Raden Fatah meneruskan perjalanan belajar mengaji di Pesantren Ampel, Raden Timbal meneruskan perjalanan menghadap ke Majapahit, dan diangkat menjadi bupati pecattanda (pembesar pelabuhan), dan diberi tanah kekuasaan, tanah di daerah terung (Lihat R.Atmodarminto, babad Demak, h.43). Dalam tembang Babad Demak diceritakan bahwa Raden Fatah dan Raden Timbal adalah putera Prabu Majapahit yang terakhir. 7 Aceng Hermawan, Riwayat, h.4. 8 Zulkarnae, pertumbuhan, hal 82. 9 KH.Abdul Majid bin Hasyim bin Kamaludin bin Mustaqim bin Darda bin Abi Kaherudin adalah keturnan yang ke 5, jika di rata-ratakan keturunan Abi Kaherudin berusia 60 tahun, maka Abi Kaherudin hidup pada masa Raden Aria Wangsakara.

orang yang berada pada garis depan dalam beramal, bertakwa kepada Allah. Label takwalah yang tertera pada kening mereka, buka label keturunan (nasabiahnya). Ki Mustaqim adalah ulama yang selalu berjikir dalam hati setiap waktu. Kemana ia malangkah dan dimana ia berada gerak hatinya menggema menyebut asma Allah swt. Menurut keterangan warga Lengkong alas yang digunakan ketika ia tidur adalah batok kelapa, hal ini dimaksudkan agar ketika ia mengantuk maka kepala beliau langsung jatuh dari batok itu. Maka iapun langsung bangkit untuk mengambil air wudhu dan berjikir kembali walau dalam keadaan berbaring. Rasa kasih sayang terhadap sesama makhluk hidup selalu ia terapkan dalah kehidupannya. Suatu ketika Ki Mustaqim pergi ke Tangerang, entah tanpa sengaja ada semut yang menempel di pundak beliau, ketika ia sampai di Lengkong betapa kaget beliau melihat ada semut yang menempel di pundak beliau. Ki Mustaqim langsung pergi ke Tangerang lagi dan mengembakikan semut yang menempel tadi ke tempat asalnya sambil berkata hai semut, ini tempat tinggal kamu, di sini banyak teman dan kerabatmu. Karena kedekatan hati beliau dengan Allah, segala kehidupan beliau selalu bersandang pada rasa cinta yang tinggi kepada Allah, inilah yang menghantarkan beliau pada kedaan marifatullah. Keadaan itu pula yang membuat beliau dikarunia ilmu yang dapat mengetahuisesuatu yang tersembunyi seningga mendapat julukan mahabatullah lil adzim yalamu sirrol zasim10 3. Ki Ajhari Ki Ajhari berasal dari Sampora, ayahnya adalah seorang ulama yang ternama. Ayahnya masih keturunan Raden Aria Wangsakara. Berikut nasabiah Ki Ajhari : Ki Ajhari bin Nasib bin Sukara bin Kapiten Tanuwisanta bin Dalem Sutadewangsa bin R.Tumenggung Tanuwisanta bin Raksanegara bin Raden Aria Wangsa kara. Oleh ayahnya, Ki Ajhari di suruh mondok ( mesantren ) di Lengkong tempat asal leluhurnya. Di Lengkong ia belajar kepada KH.Mustaqim, seorang ulama ternama dan karismatik. Suatu ketika Ki Ajhari sedang mengembalakan kambing miliki gurunya. Entah dari mana datangnya, ketika ia haus dan lapar tiba-tiba di hadapnnya ada hidangan (makanan dan minuman ). Setelah ia makan dan minum hidangan itu, ia bergegas lari untuk memberitahukan kepada teman-temannya perihal yang terjadi pada dirinya. Mendengar cerita itu, teman-teman Ki Ajahri segera mendatangi tempat ditemukannya hidangan tersebut. Ternyata ketika mereka datang ternyata hidangan itu sudah tidak ada. Semenjak kejadian itu, tanpa diduga Ki Ajhari mempunyai pengetahuan yang luar biasa. Ia memiliki ilmu yang tanpa orang harus belajar. Orang menamakannya Ilmu laduni. Orang Lengkong menanggap bahwa makanan yang Ki Ajhari makan berasal dari surga. Ki Ajhari merupakan tokoh ulama dan pemimpin pesantren Lengkong. Beliau pun pernah menjadi naib (penghulu)11, se-Kabupaten Tangerang. Diceritakan, seseorang yang akan menemui beliau dengan menggunakan Delman (kendaraan roda dua yang ditarik kuda), untuk berkonsultasi agama atau masalah yang lain. Ketika ia akan kembali ke rumahnya, maka oleh Ki Ajhari akan dibekali beberapa buah kelapa yang nantinya akan ditanam oleh orang tersebut di kampungnya sebagai cirri bahwa beliau pernah datang ke kampong Lengkong Ulama dan untuk menjalin persaudaraan di antara kampungnya dengan kampong Lengkong.12 Ulama dan Kiyai yang ada di tatar Tangerang dan sekitarnya pada jaman beliau ketika menghadapi masalah selalu minta fatwa kepada beliau. Suatu hari datang seorang tamu yang hendak bertanya dan meminta fatwa apakah lauk (ikan) peda itu hukumnya haram, hal ini dikarenakan bahwa ketika makan ikan peda kotorannya selalu tidak buang, langsung dimasak. Ketika baru masuk, sang tamu dipersilahkan untuk langsung makan bersama Ki Ajhari, dalam kesempatan itu, sebelum tamu bertanya, Ki Ajhari langsung memanggil istrinya untuk menyuguhkan ikan peda. Sang tamu-pun langsung menemukan jawabannya. Inilah yang anugrah yang diberikan Allah kepada Ki Ajrai tentang hal yang bakal terjadi.
10

Sumber tidak mau disebutkan namanya, ia mneyuruh untuk melihat bulletin Majdul Auliya, dalam bulletin itu disebutkan Mustaqim Al-Lanqoni (KH.Mustaqim dari Lengkong) adalah salah satu wali yang ada di indonesi. 11 Wawancara dengan Ust.Daud Tabrani, yang dimasud adalah penghulu landrat. wawancara tanggal 12 Wawancara Zulkarnaen dengan Ust.Mukri Mian, tgl 5 Maret 2004.

Diceritakan, pada suatu ketika ada orang yang mau berkorbang kambing ke Ki Ajhari di Lengkong, saudara orang yang berkorbang mengalangi dan agar tidak berkorban ke Ki Ajhari. Ketika orang tersebut memmbawa kambing dan sampai di kediaman Ki Ajhari, beliau menyuruh agar kambing tersebut tidak di potong di Lengkong melainkan di kampunng halaman oaring yang berkorbar.13 Karena kemurahan hati Ki Ajhari suatu ketika ada tukang menteng, karena merasa iba Ki Ajhari membeli semua menteng itu, padahal menteng itu semuanya masam. Hal lain yang menjadi karomah Ki Ajahari bahwa ia pernah berwudhu di atas punggung buaya sewaktu mengambil air wudhu untuk sembahyang subuh.14 Lengkong Ulama, Pagutan, Rumpak Sinang sejaman dulu adalah tempat para ulama berkumpul. Jika ada permasalahan di Rumpak Sinang atau Pagutan maka sering Kiyai di Rumpak Sinang dan Pagutan mengutus santerinya untuk menanyakan perihal permasalahan kepada Ki Ajhari. Sering terjadi ketika Kiyai dari Pagutan hendak menyampaikan surat berisi pertanyaan seputar agama, maka Ki Ajhari sudah menuliskan jawabannya, biasanya Ki Ajhari mengutus santerinya untuk memberikan jawabannya, padahal santeri dari Pagutan belum sampai. Akibatnya antara santeri Pagutan dan Lengkong bertemu di Leuweng. Sebelum santeri dari Pagutan memberikan suratnya, santeri Ki Ajhari langsung memberikan surat jawaban.15 Ki Ajhari meninggal dalam perjalan pulang dari Kademangan di daerah Kibasale (Sampora) setelah mengambil air wudhu. Jenajahnya di bawa oleh kusir/pakatinya yang bernama Ki Ahmad (ayah dari H.Subki) dengan mengendari delman kendaraan Ki Ajhari. Peninggalang Ki Ajhari yang masih ada adalah stempel, mangkok dan kitab Tafsir Jalalen yang masih dirawat oleh cucunya yang bernama Ust.Daud bin Tabrani bin Ki Ajahari. Turunan Ki ajhari banyak menyebar di daerah Lengkong dan sekitar Tangerang, bahkan ada yang tinggal di Belanda. 4. Ki Muhtar Orang Legkong lebih akrab memangngil ulama ini dengan panggilan Ki Utang. Ki sendiri di masyarakat Lengkong diartikan Kiyai = ulama. Supaya singkat, isltilah Kyai diganti Ki. Ki Muntar adalah putera dari Ki Hasan, seorang ulama Indonesia yang tinggal dan mempunyai pesantren di Makkah. Ayah beliau adalah putera dari Ki Qosim bin Ki Darda bin KH.Abi Khaerudin. Ki Muhtar adalah keponakan dari KH.Mustaqim. Ibunda Ki Muhtar adalah Nyi Upi anak Ki Ajahri. Ki Muhtar adalah sosok ulama yang pendiam. Ia tidak akan berbicara kalau tidak ada hal penting. Ia lebih banyak berdzikir dan membaca Al-Quran dalam hati. Kemana-mana ia mengendarai sepeda, sepeda yang di pakai Ki Mukhtar semuanya terbuat dari kayu. Dalam mengendari sepeda-pun, ia terus melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Diceritakan bahwa sering orang Lengkong melihat Ki Muhtar mengendari sepeda di atas sungai Cisadane16 Hal ini dialami oleh banyak orang Lengkong, suatu ketika rombongan orang Lengkong hendak ke Bogor, sebelum berangkat mereka bertemu dengan Ki Mukhtar dan mengajaknya untuk bersama-sama pergi ke Bogor. Ki Mukhtar menolaknya dan meyuruh rombongan tersebut pergi dahulu memakai mobil. Namun sungguh aneh, ketika sampai di Bogor rombongan di kejutkan dengan kehadiran ki Mukhtar. Padahal mereka berangkat dengan memakai mobil, sedangkan Ki Mukhtar memakai sepeda. Ki Mukhtar merupakan pemimpin pesantren Lengkong dari tahun 1949. Pernah menjadi anggota DPRD17 Kabupaten Tangerang, tepatnya pada masa kepemimpinan KH.Amin Abdullah18. Diceritakan, bila menghadiri rapat di dewan, beliau menggunakan sarung dan kopiah (peci) yang amat kontras dengan mayoritas anggota dewan yang lain yang
13 14

Wawancara dengan Ust.Daud Tabrani, tanggal .. Ibid 15 Ibid 16 Sungai ini terbesar dan terpanjang di Tangerang, sungai ini melintasi Kampung Lengkong 17 Berdasarkan Undang-Undang Pokok Pemerintahan Nomor 22 Tahun 1948 yang menyatakan wilayah Republik Indonesia dibagi atas tiga daerah otonom, meliputi propinsi atau daerah swatantra tingkat I, kbupaten atau daerah swatantra tingkat II, dan kota kecil atau desa. Untuk menyelenggarakan otonominya, pemerintah daerah mempunyai perlengkapan yang terdiri atas Dewan Perwakilan Daerah (DPRD), Dewan Pemerintah Daerah atau Badan Pemerintah Harian (BPH), dan Kepala daerah.
18

Tb.Amin Abdullah menjadi Bupati Tangerang periode 1959-1966.

menggunakan pakaian resmi berupa jas. Hal ini dikarenakan prinsip yang dipegang oleh beliau dengan kuat.19 Ki Muktar meninggal di Mekkah, ia di kuburkan di komplek makam siti Khadijah. Diceritakan bahwa ketika meninggal orang berduyun-duyun menyolatkan beliau. Kejadian luar biasa terjadi setelah beliau meninggal dunia. Suatu ketika ada seorang tukang emas datang ke ruamah Ki Mukhtar di Lengkong. Ia mengaku bertemu dengan Ki Muhtar. Ia bercerita bahwa Ki Muntar membeli emas kepada dia dan menyuruhnya untuk memberikan emas tersebut kepada anaknya yang ada di Lengkong. Padahal menurut anaknya Ki Mukhtar bahwa ayahnya sudah meninggal. Ki Unus (Jawara Pemakan hantu) Ki Unus terkenal dengan keimuan agama dan kejawaraannya. Suatu ketika Ki Unus pergi pada malam hari. Dalam perjalanan ada buah kelapa jatuh. Ki Unus membelah kelapa itu menjadi dua bagian dan memakan yang sebagiannya. Namun kelapa yang tersisa berkata bahwa untuk ia tidak di makan.

19

Wawancara Zulkarnaen dengan Ust.Mukri Mian, tanggal 5 Maret 2004

You might also like