You are on page 1of 41

FISIOLOGI MENSTRUASI DAN KEHAMILAN

Siklus menstruasi berlangsung di uterus dan ovarium. Siklus uterus : berupa pertumbuhan dan pengelupasan endometrium. Pada akhir fase menstruasi, endometrium kembali menjadi tebal - fase proliferasi . Pasca ovulasi, pertumbuhan endometrium berhenti dan kelenjar endometrium menjadi aktif fase sekresi . Siklus ovarium : mengendalikan perkembangan endometrium. Durasi rata-rata siklus menstruasi 28 hari dan terdiri dari : fase folikuler ovulasi fase luteal (pasca ovulasi) pada siklus menstruasi yang memanjang ( > 28 hari ), fase luteal tetap selama 14 hari, yang berubah adalah fase folikuler. Siklus menstruasi akan berlangsung secara normal bila poros endokrin hipotalamus hipofisis ovarium berlangsung normal. Terdapat folikel yang responsive dalam ovarium. Uterus berfungsi dengan baik . Pengendalian maturasi folikel dan ovulasi dilakukan oleh aksis endokrin hipotalamus hipofisis ovarium. Hipotalamus dipengaruhi oleh pusat yang lebih tinggi dalam otak. Hipotalamus mempengaruhi hipofisis melalui GnRH Gonadotrophin Releasing Hormone. GnRH merangsang hipofise anterior untuk memproduksi : FSH Follicle Stimulating Hormone LH - Luteinizing Hormon FSH : stimulasi maturasi folikel LH : Ovulasi Produksi progesteron oleh corpus luteum

SIKLUS OVARIUM 1. Fase Folikuler ( Hari 1 10 ) : Pada awal siklus, kadar FSH dan LH relatif tinggi dan memicu proses maturasi 10 20 folikel folikel dominan ( hanya satu, yang lain atresia ) Kadar FSH dan LH yang tinggi disebabkan oleh kadar estrogen dan progesteron yang rendah pasca fase haid sebelumnya. Selama dan segera setelah haid, kadar estrogen relatif rendah namun akan kembali meningkat setelah masuk fase proliferasi

2. Fase Folikuler ( Hari 9 -14 ) : Folikel membesar dan membentuk ruang penuh cairan (ANTRUM) - follicle dgraaf. Follicle dgraaf : oosit dikelilingi oleh 2 3 lapisan sel granulosa yang disebut cumulus oophorus Sejalan dengan maturasi folikel maka produksi estrogen (terutama estradiol) oleh sel granulosa meningkat dan mencapai puncaknya 18 jam menjelang ovulasi. Peningkatan estradiol menyebabkan penurunan FSH dan LH ( proses umpan balik negatif ) 3. Ovulasi ( Hari 14 ) : Pembesaran folikel yang cepat dan diikuti dengan protrusi permukaan cortex ovarium serta keluarnya oosit berikut dengan cumulus oophorus ( ovulasi ) Peristiwa ini kadang disertai rasa nyeri : mittelschmerz Kadar estradiol yang meningkat dengan cepat menjelang ovulasi menyebabkan kenaikan kadar LH secara mendadak dan penurunan FSH pada pertengahan siklus (mekanisme umpanbalik positif ) Sesaat sebelum ovulasi : estrogen dan progestron secara mendadak 4. Fase Luteal ( Hari 15 - 28 ) : Sel-sel granulosa dari sisa folikel yang telah mengalami ovulasi mengalami luteinisasi dan sisa folikel berubah menjadi CORPUS LUTEUM Pada pasca ovulasi, corpus luteum merupakan sumber estrogen dan progesteron utama dari ovarium Bila terjadi konsepsi, struktur corpus luteum dipertahankan oleh hCG yang dihasilkan oleh hasil konsepsi. Bila tidak terjadi konsepsi, corpus luteum mengalami regresi dan siklus haid akan dimulai kembali.

SIKLUS UTERUS Produksi hormon steroid secara siklik akan memicu perubahan penting dalam uterus. Perubahan yang terjadi tersebut berlangsung di ENDOMETRIUM dan LENDIR SERVIK. 1. Endometrium : Endometrium terdiri dari 2 lapisan : Lapisan superfisial ( stratum fungsional ) mengelupas saat haid Lapisan profundus ( stratum basalis ) akan tumbuh menggantikan lapisan yang terkelupas pada proses haid 1) Fase Proliferasi :

Pada fase folikuler , endometrium terpapar hormon estrogen. Proses regenerasi endometrium pada akhir menstruasi berlangsung dengan cepat fase proliferasi Bentuk kelenjar lurus dan teratur sejajar satu sama lain dengan sekresi kelenjar yang minimal 2) Fase Sekresi : Setelah ovulasi, produksi progesteron memicu perubahan sekretorik pada kelenjar endometrium. Kelenjar semakin panjang dan berkelok-kelok dan sel epitel kelenjar mengandung mengandung banyak vakuole 3) Fase Menstruasi : Penurunan estrogen dan progesteron terjadi pada akhir fase luteal. Penurunan diikuti dengan kontraksi spasmodik arteri spiralis terjadi nekrosis iskemik pada endometrium terjadi pengelupasan endometrium HAID 2. Lendir Servik : Lendir servik adalah pembatas hubungan langsung antara dunia luar dengan cavum peritonei Kwalitas lendir servik bervariasi selama proses haid : Fase folikuler dini : lendir servik kental dan impermeabel Fase folikuler lanjut : tingginya kadar estrogen merubah komposisi lendir . Kandungan air meningkat secara progresif sehingga sesaat sebelum ovulasi lendir servik menjadi encer dan mudah dipenetrasi oleh sperma ( spinnbarkheit ) Pasca ovulasi : progesteron dari CL melawan efek estrogen sehingga lendir servik kembali mengental dan impermeabel cervical mucus Ferning

PERUBAHAN SIKLIS LAIN : Suhu badan basal Perubahan payudara Perubahan psikologis

Pengertian Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, 2004)

Menstruasi adalah perdarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Greenspan, 1998).

Siklus Menstruasi 1) Gambaran klinis menstruasi Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif, perdarahan menstruasi terjadi setiap 25-35 hari dengan median panjang siklus adalah 28 hari. Wanita dengan siklus ovulatorik, selang waktu antara awal menstruasi hingga ovulasi fase folikular bervariasi lamanya. Siklus yang diamati terjadi pada wanita yang mengalami ovulasi. Selang waktu antara awal perdarahan menstruasi fase luteal relatif konstan dengan rata-rata 14 2 hari pada kebanyakan wanita (Grenspan, 1998). Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi; pada umumnya lamanya 4 sampai 6 hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari fragmen-fragmen kelupasan endrometrium yang bercampur dengan darah yang banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan aliran darahnya terlalu besar, bekuan dengan berbagai ukuran sangat mungkin ditemukan. Ketidakbekuan darah menstruasi yang biasa ini disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam endometrium. Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama satu periode menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl dan kandungan besi Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 12-29 mg besi dan menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg besi untuk setiap hari siklus tersebut atau 150 sampai 400 mg per tahun (Cunningham, 1995). 2) Aspek hormonal selama siklus menstruasi

Mamalia, khususnya manusia, siklus reproduksinya melibatkan berbagai organ, yaitu uterus, ovarium, vagina, dan mammae yang berlangsung dalam waktu tertentu atau adanya sinkronisasi, maka hal ini dimungkinkan adanya pengaturan, koordinasi yang disebut hormon. Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang langsung dialirkan dalam peredaran darah dan mempengaruhi organ tertentu yang disebut organ target. Hormonhormon yang berhubungan dengan siklus menstruasi ialah ; a) Hormon-hormon yang dihasilkan gonadotropin hipofisis : Luteinizing Hormon (LH) Folikel Stimulating Hormon (FSH) Prolaktin Releasing Hormon (PRH)

b) Steroid ovarium Ovarium menghasilkan progestrin, androgen, dan estrogen. Banyak dari steroid yang dihasilkan ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal atau dapat dibentuk di jaringan perifer melalui pengubahan prekursor-prekursor steroid lain; konsekuensinya, kadar plasma dari hormon-hormon ini tidak dapat langsung mencerminkan aktivitas steroidogenik dari ovarium. 3) Fase-fase dalam siklus menstruasi Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi dalam uterus. Fase-fase ini merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi antara hipofisis anterior, ovarium, dan uterus. Fase-fase tersebut adalah : a) Fase menstruasi atau deskuamasi Fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Fase ini berlangsung selama 3-4 hari. b) Fase pasca menstruasi atau fase regenerasi Fase ini, terjadi penyembuhan luka akibat lepasnya endometrium. Kondisi ini mulai sejak fase menstruasi terjadi dan berlangsung selama 4 hari. c) Fase intermenstum atau fase proliferasi Setelah luka sembuh, akan terjadi penebalan pada endometrium 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasi.

Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenali dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel. Fase proliferasi madya, terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenali dari epitel permukaan yang berbentuk torak yang tinggi. Fase proliferasi akhir, berlangsung antara hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenali dari permukaan yang tidak rata dan dijumpai banyaknya mitosis. d) Fase pramenstruasi atau fase sekresi Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang berkelok-kelok dan mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Bagian dalam sel endometrium terdapat glikogen dan kapur yang diperlukan sebagai bahan makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu : Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari fase sebelumnya karena kehilangan cairan. Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium berkembang dan menjadi lebih berkelok-kelok dan sekresi mulai mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan lemak. Akhir masa ini, stroma endometrium berubah kearah sel-sel; desidua, terutama yang ada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan terjadinya nidasi (Hanafiah, 1997). 4) Mekanisme siklus menstruasi Selama haid, pada hari bermulanya diambil sebagai hari pertama dari siklus yang baru. Akan terjadi lagi peningkatan dari FSH sampai mencapai kadar 5 ng/ml (atau setara dengan 10 mUI/ml), dibawah pengaruh sinergis kedua gonadotropin, folikel yang berkembang ini menghasilkan estradiol dalam jumlah yang banyak. Peningkatan serum yang terus-menerus pada akhir fase folikuler akan menekan FSH dari hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi, kadar

estradiol mencapai 150-400 pg/ml. Kadar tersebut melebihi nilai ambang rangsang untuk pengeluaran gonadotropin pra-ovulasi. Akibatnya FSH dan LH dalam serum akan meningkat dan mencapai puncaknya satu hari sebelum ovulasi. Saat yang sama pula, kadar estradiol akan kembali menurun. Kadar maksimal LH berkisar antara 8 dan 35 ng/ml atau setara dengan 30-40 mUI/ml, dan FSH antara 4-10 ng/ ml atau setara dengan 15-45 mUI/ml. Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14, maka pada saat ini folikel akan mulai pecah dan satu hari kemudian akan timbul ovulasi. Bersamaan dengan ini dimulailah pembentukan dan pematangan korpus luteum yang disertai dengan meningkatnya kadar progesteron, sedangkan gonadotropin mulai turun kembali. Peningkatan progesteron tersebut tidak selalu memberi arti, bahwa ovulasi telah terjadi dengan baik, karena pada beberapa wanita yang tidak terjadi ovulasi tetap dijumpai suhu basal badan dan endometrium sesuai dengan fase luteal. Awal fase luteal, seiring dengan pematangan korpus luteum. Sekresi progesteron terus menerus meningkat dan mencapai kadar antara 6 dan 20 ng/ml. Estradiol yang dikeluarkan terutama dari folikel yang besar yang tidak mengalami atresia, juga tampak pada fase luteal dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada selama permulaan atau pertengahan fase folikuler. Produksi estradiol dan progesteron maksimal dijumpai antara hari ke-20 dan 23 (Jacoeb, 1994).

Proses Kehamilan Proses kehamilan ini dibagi menjadi proses sebelum terbentuknya embrio dan setelah terbentuknya embrio. Proses sebelum terbentuknya embrio terbagi atas fase di uterus dan fase di ovarium. 1. Fase pada uterus Fase ini terbagi menjadi tiga fase yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu: 1. Fase Proliferasi 2. Fase Sekresi 3. Fase Menstruasi

2. Fase pada ovarium Fase ini terbagi menjadi tiga bagian yang saling berhubungan selain satu sama lain, juga berhubungan dengan fase pada uterus, yaitu: 1. Fase Follikularis 2. Fase Ovulasi 3. Fase Luteal Seorang anak perempuan, mempunyai ovum dan selubungnya yang disebut folikel primordial. Folikel ini yang akan memberikan makanan pada ovum dan membuat ovum tetap dalam keadaan primordial. Setelah masa pubertas, bila FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) dari kelenjar hipofise anterior disekresi dalam jumlah besar, maka seluruh ovarium dan folikel akan mulai bertumbuh. Perkembangan selanjutnya dari folikel primordial ini akan membentuk suatu folikel primer. Diperkirakan pada seorang wanita dewasa terdapat kira-kira 100.000 folikel primer. Tiap bulan satu folikel akan keluar, kadang-kadang dua folikel, yang dalam perkembangannya akan menjadi Folikel De Graaf. Perkembangannya ini mulai pada saat jumlah FSH yang meningkat sehingga merangsang terbentuknya suatu folikel De Graaf. Proses ini dikenal dengan fase Follikularis. Folikel ini merupakan bagian terpenting dari ovarium dan dapat dilihat di korteks ovarii dalam letak yang beraneka ragam dan pula dalam tingkat tingkat perkembangan dari satu sel telur dikelilingi oleh satu lapisan sel-sel saja sampai menjadi folikel de Graaf yang matang terisi dengan likour folikuli, mengandung estrogen, dan siap untuk berovulasi. Fase follikularis ini berlanjut dengan fase proliferasi pada endometrium. Dimana dinding endometrium yang meluruh pada saat fase menstruasi akan kembali terbentuk. Proses yang terjadi pada fase ini adalah sel-sel epitel dari dasar kelenjar pada lapisan basalis akan berproliferasi banyak sekali dan dengan cepat bermigrasi ke permukaan superficial mukosa untuk menutupi permukaan yang terbuka. Hal ini terjadi karena stimulasi dari hormon estrogen yang dihasilkan oleh sel theca pada folikel de Graaf. Selanjutnya pada fase ovulasi, dimana pada wanita yang mempunyai siklus seksual normal 28 hari, terjadi 14 hari sesudah terjadinya menstruasi.

Fase ovulasi awalnya terjadi karena hormon LH meningkat, disebabkan karena hormon FSH yang yang telah menurun setelah menstimulasi folikel primer menjadi folikel de Graaf. LH kemudian menggantikan fungsi FSH. Produksi LH yang semakin banyak akan membuat folikel menjadi pecah dan ovum, yang ditutupi oleh lapisan sel granulanya, akan keluar dari folikel. Setelah ovulasi, sel telur berjalan didalam TUBA FALOPII dan tetap berada disana sampai bertemu dengan sperma yang akan mengadakan penetrasi dalam proses FERTILISASI. Bila sel sperma bertemu dan mengadakan penetrasi sel telur maka terjadilah sebuah proses pembuahan atau fertilisasi. Proses fertilisasi memerlukan waktu sekitar 24 jam. Setelah proses fertilisasi terjadi perubahan pada permukaan sel telur untuk mencegah terjadinya penetrasi oleh sperma lain. Saat penetrasi , proses genetik telah berlangsung sempurna termasuk dalam hal jenis kelamin mudigah. Sel telur yang telah dibuahi membelah dengan cepat , bertumbuh dalam pars ampularis tuba falopii menjadi beberapa sel (stadium MORULA). Morula meninggalkan tuba falopii dan masuk kedalam uterus 3 4 hari pasca fertilisasi (stadium BLASTULA). Kadang-kadang, oleh karena sebab tertentu sel telur yang telah mengalami fertilisasi tetap berada didalam tuba falopii sehingga

menyebabkan terjadinya keadaan yang membahayakan jiwa ibu yaitu kehamilan ektopik. Setelah berada dalam uterus, sel telur yang telah mengalami fertilisasi menempel pada endometrium yang disebut proses implantasi. sel-sel telur terus membelah diri..

Folikel yang pecah tadi nantinya akan membentuk suatu badan yaitu korpus rubrum. Perkembangan dari korpus rubrum ini akan membentuk corpus luteum jika terjadi fertilisasi pada endometrium dan akan membentuk korpus albikans jika tidak terjadi pembuahan pada oosit. Proses terbentuknya corpus luteum disebut dengan fase luteal. Korpus luteum ini akan memproduksi hormon progesteron yang berperan dalam pemberian makanan pada endometrium sehingga ketebalannya dapat terjaga. Proses ini dikenal dengan fase sekresi dari endometrium. Jadi jika yang terjadi sebaliknya yaitu terbentuk korpus albikans, maka hormon progesterone tidak akan

terbentuk dan dinding endometrium tidak akan terjaga lagi ketebalannya. Hal ini menyebabkan dinding endometrium pada dua lapisan luarnya akan meluruh dan terjadilah fase menstruasi. Umumnya embrio hasil implantasi ini mengambil makanannya dari sel-sel pada dinding endometriumnya. Akan tetapi, setelah bulan kedua kehamilan, terbentuklah plasenta yang menyediakan nutrien dan oksigen bagi embrio dan sebagai saluran keluar hasil metabolisme dari embrio. Selain itu, plasenta juga berfungsi dalam mensekresi HCG (Human Corionic Gonadotropin) yang digunakan untuk mempertahankan corpus luteum sehingga progesteron dan estrogen tetap terproduksi. Juga untuk merangsang sel intertisiel laydig yang ada dalam alat kelamin jantan.

10

FISIOLOGI PLASENTA DAN JANIN

Fisiologi Plasenta
Plasenta memiliki beberapa fungsi, termasuk pemindahan nutrien dan oksigen dari ibu ke janin, pembersihan produk sisa janin dan sintesis protein dan hormon. Pemindahan memalui plasenta terjadi memalui difusi pasif (oksigen, CO2, elektrolit, gula sederhana), transpor aktif (zat besi, vitamin C) atau difusi yang difasilitasi oleh pembawa (carrier) (glukosa, imunoglobulin).

Fisiologi janin
Nutrisi Embrio hampir seluruhnya terdiri dari air. Meskipun demikian, setelah mencapai usia 10 minggu, janin bergantung pada nutrien dari sirkulasi ibu melalui plasenta yang sedang berkembang. Berat janin aterm rata-rata adalah 3400 gram. Berat badan lahir dipengaruhi oleh ras, status sosioekonomi, paritas, faktor genetik, diabetes, kebiasaan merokok, dan gender janin.

Sistem kardiovaskular Jantung janin mulai berdenyut pada usia gestasi 4-5 minggu. Volume darah fetoplasental saat aterm adalah 120 mL/kg (atau dengan jumlah total sekitar 420 mL). Setelah lahir, sirkulasi janin mengalami perubahan hemodinamika yang jelas. Pembuluh umbilikus, duktus arteriosus, foramen ovale, dan duktus venosus mengalami penyusutan atau kontriksi. Keadaan ini dianggap disebabkan oleh perubahan tegangan oksigen dalam waktu beberapa menit setelah lahir. Bagian distal arteri umbilikalis mengalami atrofi dalam waktu 3-4 hari hingga membentuk ligamentum umbilikalis, dan vena umbilikalis berubah menjadi ligamentum teres. Duktus venosus menutup secara fungsional dalam waktu 10-90

11

jam setelah lahir, tetapi penutupan anatomis dan pembentukan ligamentum venosum baru mencapai saat usia bayi 2-3 minggu. Sistem pernafasan Dalam waktu beberapa menit setelah lahir, paru janin harus mampu menyediakan oksigen dan mengeluarkan CO2 jika janin ingin bertahan hidup di luar rahim. Pergerakan dada janin dapat dideteksi pada usia 11 minggu. Kemampuan janin untuk menghirup cairan amnion ke dalam paru pada usia 16-22 minggu tampaknya penting bagi perkembangan paru normal. Surfaktan merupakan substansi heterogen menyerupai detergen yang menurunkan tegangan permukaan alveoli dan mencegah kolaps alveoli setelah lahir. Surfaktan dibuat di dalam paru oleh pneumosit tipe II.

Darah janin Lokasi hematopoiesis berubah sejalan dengan usia gestasi. Hemoglobin darah janin meningkat sampai tingkat dewasa sebanyak 15 g/dl pada pertengahan kehamilan, dan meningkat hingga 18 g/dL saat aterm. Hemoglobin F (hemoglobin janin) memiliki afinitas untuk oksigen yang lebih tinggi dibandingkan dengan hemoglobin A (hemoglobin dewasa). Hemoglobin A ditemukan dalam janin sejak usia 11 minggu dan meningkat secara linear sejalan dengan meningkatnya usia gestasi. Peralihan dari hemoglobin F ke homoglobin A dimulai pada usia sekitar 32-34 minggu. Saat term, 75% dari hemoglobin total adalah hemoglobin A.

Sistem gastrointestinal Usus halus mampu melakukan peristaltik pada usia 11 minggu. Pada usia 16 minggu, janin sudah dapat menelan. Hati janin menyerap obat dengan cepat tetapi memetabolismenya dengan lambat karena jalur hepatik untuk detoksifikasi obat dan inaktivasi obat berkembang secara lambat sampai di akhir masa janin. Selama trimester akhir, hati menyimpan sejumlah besar glikogen dan jalur enzim bertanggung jawab untuk sintesis glukosa matang.

12

Sistem genitourinaria Pengeluaran urin janin dimulai masa awal kehamilan, dan urin janin

merupakan unsur utama cairan amnion, terutama setelah melewati usia 16 minggu. Fungsi ginjal berkembang lamabat selama kehamilan.

Sistem saraf Pekembangan saraf terus berlanjut sepanjang kehamilan dan setidaknya sampai tahun kedua kehidupan diluar rahim. Perkembangan sistm saraf pusat memerlukan aktivitas tiroid yang normal. Janin mampu mempresepsikan suara pada usia 24-26 minggu. Pada usia 28 minggu,mata janin sensitif terhadap cahaya

Sistem imun IgGG janin (imunoglobin G) hamoir seluruhnya berasal dari ibu. Transpor igG yang diperantarai reseptor dari ibu kejanin diperoleh dalam 4 minggu terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi preterm memiliki kadar igG yang rendah dalam sirkulasi. igM (imunoglobulin M) tidak ditranspor secara aktif melintasi plasenta. Dengan demikian, kadar IgM dalam janin secara akurat mencerminkan respon sistem imun janin terhadap infeksi.

Adaptasi maternal terhadap kehamilan


Sistem pernafasan Mekanika respirasi berubah pada saat hamil. Tulang rusuk menonjol ke arah luar dan ketinggian diafragma naik 4 cm.

Sistem kardiovaskular Progesteron menurunkan retensi vaskular sistemik pada awal kehamilan yang menyebabkan penurunan tekanan darah. Akibatnya, curah jantung meningkat sebanyak 30-50%.

13

Aktivasi sistem renin-angiotensin menyebabkan peningkatan angiotensin II dalam sirkulasi yang mendorong retensi natrium dan air (menyebabkan peningkatan volume darah sebesar 40%) Dan secara langsung membuat susunan pembuluh vaskular perifer berkontraksi.

Saluran gastrointestinal Mual, terjadi pada >70% kehamilan. Gejala biasanya mereda setelah usia gestasi melewati 17 minggu Progesteron menyebabkan relaksasi otot polos gastrointestinal sehingga terjadi penundaan pengosongan lambung dan penibgkatan aliran balik makanan. Kehamilan merupakan suatu keadaam keaadaan diabetogenik yang terbukti dengan adanya retensi insulin dan penurunan ambilan glukosa perifer (akibat peningkataan kadar hormon anti-insulin plasenta, terutama laktogen plasenta manusia. Mekanisme ini dirancang untuk memastikan pasokan glukosa secara berkesinambungan ke janin.

Sistem genitouria Laju filtrasiglomerulus menibgkat 50% pada masa awal kehamilan yang menyebabkan peningkatan bersihan kreatinin, dan penurunan konsentrasi kreatin dan urea sebanyak 25%. Peningkatan LFG menyebabkan peningkatan natrium difiltrasi. Kadar aldosteron meningkat 2-3 kal lipat untuk mengabsorbsi kembali natrium ini. Peningkatan LFG juga menyebabkan penurunan resorpsi glukosa. Dengan demikian, 15 % wanita hamil yang normal memperlihatkan glikosuria.

Sistem hematologis Peningkatan volume intravaskular menyebabkan anemia yang disebabkan oleh pengenceran. Peningkatan ringan pada hitung sel darah putih (leukositosis) dapat terlihat selama kehamilan. Trombositopenia ringan terlihat pada 15% ibu hamil. Keadaan ini mungkin disebabkan pengenceran dan jarang memiliki makna secara klinis. Kehamilan memperlihatkan keadaan yang dapat mengalami hiperkoagulasi dengan meningkatnya kadar faktor II (fibrinogen), VII, IX, X

14

dalam sirkulasi. Perubahan-perubahan ini melindungi ibu darikehilangan darah secara berlebihan selama melahirkan, tetapi juga menjadi predissposisi untuk tromboembolisme.

Sistem endokrin Eestrogen meningkatkan produksi globulin pengikat tiroid oleh hati sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi hormon tiroid total. Kadar kalsium serum menurun selama kehamilan sehingga menyebabkan peningkatan hormon paratiroid, yang mendorong konversi kolekalsiferol (vitamin d3) menjadi metabolit aktifnya 1,25-dihidroksikolekalsiferol, oleh 1-hidroksilase dalam plasenta. Keadaan ini menyebabkan peningkatan absorbsi kalsiumm di usus. Aldosteron dan kortisol meningkat selama kehamilan. Prolaktin meningkat selama kehamilan, tetapi fungsinya tidak diketahui. Prolaktin mungkin lebih penting untuk menyusui setelah persalinan.

Sistem imun Imunitas selular ditekan selama kehamilan. Sebagai akibatnya, ibu hamil akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi virus dan tiuberkulosis.

Sistem muskoloskeletal dan dermatologi Perubahan poster dan ketegangan pada punggung bagian bawah merupakan hal yang sering ditemukan pada kehamilan. Peningkatan estrogen dan hormon penstimulasi melanosit dapat

meneybabkan hiperpigmentasi umbilikus, puting, garis, tengahh pada abdomen (linea nigra ) dan wajah (kloasma) Peningkatan estrogen dapat pula menyebabkan perubahan warna Peningkatan estrogen dapat pula menyebabkan perubahan kulit seperti spider angioma, dan eritema pada telapak tangan

15

FISIOLOGI PERSALINAN DAN MEKANISME PERSALINAN NORMAL


I. Fase-fase Persalinan Persalinan merupakan proses saat janin dan plasenta serta membrannya keluar dari uterus ke dunia luar. Persalinan didefinisikan sebagai kontraksi miometrium yang teratur yang menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks sehingga hasil konsepsi dapat keluar dari uterus. Sangat berguna untuk mendefinisikan persalinan sebagai suatu seri dari 4 fase fisiologis uterus yang bersesuaian dengan transisi-transisi fisiologis pada miometrium dan serviks sepanjang kehamilan. Adapun fase-fase tersebut antara lain: 1. Fase 0 Uterus pada Partus Selama fase ini uterus dalam keadaan tenang akibat satu atau lebih penghambat kontraktilitas. Zat-zat penghambat meliputi progesterone, protasiklin, nitrat oksida, Parathyroid hormone-related peptide (PTHrP), Calcitonin gene-related peptide, relaksin,

adrenomedulin, dan Vasoactive Intestinal Peptide. Pada fase ini otot polos miometrium dibuat tidak responsive alami dan terjadi paralisi kontraktil relative terhadap sekelompok tantangan mekanik dan kimiawi yang sebaliknya akan mencetuskan pengosongan isi uterus. Ketidakresponan kontraktil miometrium pada fase 0 demikian luar biasa sehingga mendekati akhir kehamilan miometrium harus bangun dari masa tidur yang panjang ini dalam persiapan untuk bersalin. Selama fase 0, ketika miometrium dipertahankan dalam status tenang, serviks harus tetap kencang dan tak mudah terangsang. Pemeliharaan integritas anatomic dan structural serviks ini penting dalam keberhasilan fase 0. Dilatasi serviks dini, inkompetensi structural, atau keduanya, menandakan hasil akhir kehamilan yang tidak menguntungkan yang paling sering menyebabkan pelahiran preterm.

16

2.

Fase 1 Uterus pada Partus Menjelang akhir kehamilan yang normal, uterus mengalami proses aktivasi. Selama aktivasi, sejumlah protein yang berhubungan dengan kontraksi meningkat di bawah pengaruh oksigen. Protein ini meliputi reseptor miometrium untuk prostaglandin dan oksitosin, kanal ion membrane dan koneksin 43, suatu komponen kunci pada gap junction. Perubahan-perubahan spesifik fungsi uterus berkembang seiring terhentinya fase 0 uterus antara lain: Peningkatan mencolok reseptor oksitosin miometrium Peningkatan sambungan-sambungan celah (gap junction) dalam jumlah dan luas permukaannya antara sel-sel miometrium. Iritabilitas uterus Keresponsifan terhadap uterotonin Transisi dari status kontraktil yang terutama ditandai dengan kontraksi-kontraksi kadang-kadang tanpa nyeri menjadi status kontraktil dengan kontraksi yang lebih sering terjadi. Pembentukan segmen bawah uterus. Perlunakan serviks. Dengan berkembangnya segmen bawah uterus yang terbentuk dengan baik, kepala janin seringkali turun atau bahkan melewati pintu atas panggul ibu.

3.

Fase 2 Uterus pada Partus Fase 2 sinonim dengan persalinan aktif. Oksitosin dan Prostaglandin yang menstimulasi seperti PGE2 dan PGF2 dapat menginduksi kontraksi pada uterus. Kontraksi uterus ini yang menghasilkan dilatasi serviks progresif dan pelahiran konseptus.

4.

Fase 3 Uterus pada Partus Fase 3 meliputi peristiwa-peristiwa nifaspemulihan ibu dari melahirkan, kontribusi ibu untuk kelangsungan hidup bayi, dan

17

pemulihan fertilitas ibu melahirkan. Pada fase ini miometrium harus dipertahankan pada kondisi keras, dan melakukan kontraksi menetap, yang menyebabkan kompresi pembuluh-pembuluh besar uterus dan thrombosis lumen-lumennya. Dengan koordinasi ini, perdarahan postpartum dapat dicegah. Pada fase ini juga terjadi involusi uterus, yaitu memulihkan organ ini ke keadaan tidak hamil. Biasanya diperlukan empat sampai enam minggu untuk mencapai involusi sempurna uterus.

II.

Inisiasi Persalinan Rata-rata masa kehamilan adalah 280 hari (40 minggu) sejak awal periode

menstruasi terakhir. Pemicu yang pasti pada persalinan belum diketahui. Namun seperti spesies lain yang melahirkan anaknya, unit feroplasenta tampaknya berperan dalam mengatur kapan persalinan akan terjadi dalam usia gestasi. Stimulus diperkirakan berasal dari CRH (corticothropin-releasing hormone) plasenta. CRH plasenta identik dengan CRH hipotalamus ibu dan janin namun berbeda dari segi regulasinya. Glukokortikoid menyebabkan umpan balik negative pada sintesis dan pelepasan CRH hipotalamus, namun menstimulasi CRH plasenta. CRH plasenta tampaknya menstimulasi produksi ACTH janin dan sintesist steroid adrenal janin. CRH plasenta juga memiliki efek local pada uterus, membantu vasodilatasi plasenta, produksi prostaglandin, dan kontraktilitas miometrium. Prostaglandin meningkatkan Ca2+ intraselular dengan meningkatkan influx Ca2+ melewati membrane sel sehingga memicu sel miometrium untuk berkontraksi. Oksitosin, merupakan hormone hipofisis posterior, memiliki peran yang penting dalam proses persalinan. Oksitosin bekerja melalui reseptor membrannya pada sel miometrium untuk mengaktivasi anggota subfamili protein-G. Kemudian protein ini mengaktivasi fosfolipase C dan inositol trifosfat yang menyebabkan pelepasan Ca2+ intraselular.

18

Pada kenyataannya konsentrasi oksitosin pada sirkulasi maternal belum mulai meningkat sampai tahap ekspulsi persalinan dimulai. Namun reseptor oksitosin pada miometrium mengalami peningkatan. Sehingga oksitosin dapat digunakan secara klinis untuk menginduksi dan menstimulasi persalinan.

III. Diferensiasi Aktivitas Uterus Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda. Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan berlangsung. Bagian bawah, relatif pasif dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus analog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis pada perempuan yang tidak hamil; Segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekali pun selaput ketuban belum pecah. Segmen atas uterus merupakan bagian uterus yang berkontraksi secara aktif; segmen bawah adalah bagian yang diregangkan, normalnya jauh lebih pasif. Seandainya seluruh dinding otot uterus, termasuk segmen bawah uterus dan serviks, berkontraksi secara bersamaan dan dengan intensitas yang sama, maka gaya dorong persalinan akan jelas menurun. Di sinilah letak pentingnya pembagian uterus menjadi segmen atas yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih pasif yang berbeda bukan hanya secara anatomik melainkan juga secara fisiologik. Segmen atas berkontraksi, mengalami retraksi, dan mendorong janin keluar; sebagai respons terhadap gaya dorong kontraksi segmen atas; sedangkan segmen bawah uterus dan serviks akan semakin lunak berdilatasi; dan dengan cara demikian membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular yang menipis sehingga janin dapat menonjol keluar. Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi relatif menetap pada panjang yang lebih pendek. Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontraksi. Bagian atas uterus atau segmen aktif, berkontraksi ke bawah meski pada saat isinya berkurang, sehingga tegangan miometrium tetap konstan. Efek akhirnya

19

adalah mengencangkan yang kendur, dengan mempertahankan kondisi yang menguntungkan yang diperoleh dari ekspulsi janin dan mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada sisi uterus. Sebagai konsekuensi retraksi, setiap kontraksi yang berikutnya mulai di tempat yang ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga uterus menjadi sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan serat otot yang terus-menerus pada setiap kontraksi, segmen atas uterus yang aktif menjadi tebal sekali tepat setelah pelahiran janin. Fenomena retraksi segmen atas uterus bergantung pada berkurangnya volume isi uterus, terutama pada awal persalinan ketika seluruh uterus benarbenar merupakan sebuah kantong tertutup dengan hanya sebuah lubang kecil pada ostium serviks. Ini memungkinkan semakin banyak isi intrauterin mengisi segmen bawah dan segmen atas hanya beretraksi sejauh mengembangnya segmen bawah dan dilatasi serviks. Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tetapi lebih merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang pada setiap kontraksi segmen atas dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya tetapi relatif tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang; namun, tegangan pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya. Otot-otot masih menunjukkan tonus, masih menahan regangan dan masih berkontraksi sedikit pada saat ada rangsangan. Ketika persalinan maju, pemanjangan berturutturut serabut otot di segmen bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa milimeter pada bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen bawah uterus dan bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya ditandai oleh suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus, yang disebut sebagai cincin retraksi fisiologik. Jika pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis, seperti pada partus macet, cincin ini sangat menonjol, sehingga membentuk cincin Bandl. Adanya suatu gradien aktivitas fisiologik yang semakin mengecil dari fundus sampai serviks dapat diketahui dari pengukuran bagian atas dan bawah uterus pada persalinan normal.

20

IV. Perubahan Bentuk Uterus Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai pengurangan diameter horisontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efekefek penting pada proses persalinan. Pertama, pengurangan diameter horisontal menimbulkan pelurusan kolumna vertebralis janin, dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan menuju ke panggul. Pemanjangan janin berbentuk ovoid yang ditimbulkannya diperkirakan telah mencapai antara 5-10 cm; tekanan yang diberikan dengan cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu janin. Kedua, dengan memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik tegang dan karena segmen bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah janin. Efek ini merupakan faktor yang penting untuk dilatasi serviks pada otot-otot segmen bawah dan serviks.

V.

Gaya-gaya Tambahan pada Persalinan Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada proses

ekspulsi janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intraabdominal ibu yang meninggi. Gaya ini terbentuk oleh kontraksi otot-otot abdomen secara bersamaan melalui upaya pernapasan paksa dengan glotis tertutup. Gaya ini disebut mengejan. Sifat gaya yang ditumbulkan sama dengan gaya yang terjadi pada defekasi, tetapi intensitasnya biasanya jauh lebih besar. Pentingnya tekanan intraabdominal pada ekspulsi janin paling jelas terlihat pada persalinan penderita paraplegi. Perempuan seperti ini tidak menderita nyeri, meskipun uterus mungkin berkontraksi kuat sekali. Dilatasi serviks yang sebagian besar adalah hasil dari kontraksi uterus yang bekerja pada serviks yang melunak berlangsung secara normal, tetapi ekspulsi bayi dapat terlaksana dengan lebih mudah kalau ibu diminta mengedan dan dapat melakukan perintah tersebut selama terjadi kontraksi uterus. Meskipun tekanan intraabdominal yang tinggi diperlukan untuk

menyelesaikan persalinan spontan, tenaga ini akan sia-sia sampai serviks sudah membuka lengkap. Secara spesifik, tekanan ini merupakan bantuan tambahan yang diperlukan oleh kontraksi-kontraksi uterus pada kala dua persalinan, tetapi

21

mengejan hanya membantu sedikit pada kala satu selain menimbulkan kelelahan belaka. Tekanan intraabdominal mungkin juga penting pada kala tiga persalinan, terutama bila ibu yang melahirkan tidak diawasi. Setelah plasenta lepas, ekspulsi spontan plasenta dapat dibantu oleh tekanan intraabdominal ibu yang meningkat.

VI. Perubahan-perubahan pada Serviks Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus, yang selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi dua perubahan mendasar-pendataran serviks-pada serviks yang sudah melunak. Untuk lewatnya rata-rata kepala janin aterm melalui serviks, saluran serviks harus dilebarkan sampai berdiameter sekitar 10 cm; pada saat ini serviks dikatakan telah membuka lengkap. Mungkin tidak terdapat penurunan janin selama pendataran serviks, tetapi paling sering bagian terbawah janin mulai turun sedikit ketika sampai pada kala dua persalinan, penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas agak lambat pada nulipara. Namun, pada mutlipara khususnya yang paritasnya tinggi, penurunan bisa berlangsung sangat cepat.

Pendataran Serviks Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari panjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas. Proses ini disebut sebagai pendataran (effacement) dan terjadi dari atas ke bawah. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas atau dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os eksternum untuk sementara tetap tidak berubah. Pemendekan dapat dibandingkan dengan suatu proses pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan lubang keluar melingkar kecil. Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapan uterus untuk persalinan, pendataran sempurna pada serviks yang lunak kadangkala telah selesai sebelum persalinan aktif mulai.

22

Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mukus ketika saluran serviks memendek. Dilatasi Serviks Jika dibandingkan dengan corpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi kontraksi, struktur-struktur ini mengalami peregangan, yang dalam prosesnya serviks mengalami tarikan sentrifugal. Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong amnion akan melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada bagian terbawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion di depan kepala, yang akan diuraikan secara rinci kemudian.

VII. Pola-pola Perubahan pada Persalinan Pola Dilatasi Serviks Friedman, dalam risalahnya tentang persalinan; menyatakan bahwa; ciriciri klinis kontrkasi uterus yaitu frekuensi, intensitas, dan durasi tidak dapat diandalkan sebagai ukuran kemajuan persalinan dan sebagai indeks normalitas persalinan. Selain dilatasi serviks dan turunnya janin, tidak ada ciri klinis pada ibu melahirkan yang tampaknya bermanfaat untuk menilai kemajuan persalinan.pola dilatasi serviks yang terjadi berlangsungnya persalinan normal mempunyai bentuk kurva sigmoid. Dua fase dilatasi serviks adalah fase laten dan fase aktif. Fase aktif dibagi lagi menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimum, dan fase deselerasi. Lamanya fase laten lebih bervariasi dan rentan terhadap perubahan oleh faktor-faktor luar dan oleh sedasi (pemanjangan fase laten). Lamanya fase laten kecil hubungannya dengan perjalanan proses persalinan berikutnya, sementara ciri-ciri fase akselerasi biasanya mempunyai nilai prediktif yang lebih besar terhadap hasil akhir persalinan tersebut.

23

Friedman menganggap fase landai maksimum sebagai alat ukur yang bagus terhadap efisiensi mesin ini secara keseluruhan, sedangkan sifat fase deselerasi lebih mencerminkan hubungan-hubungan fetopelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif persalinan dihasilkan oleh retraksi serviks di sekeliling bagian terbawah janin. Setelah dilatasi serviks lengkap, kala dua persalinan mulai; sesudah itu hanya progresivitas turunnya bagian terbawah janin merupakan satu-satunya alat ukur yang tersedia untuk menilai kemajuan persalinan. Pola Penurunan Janin Pada banyak nulipara, masuknya bagian kepala janin ke pintu atas panggul telah tercapai sebelum persalinan mulai dan penurunan janin lebih jauh tidak akan terjadi sampai awal persalinan. Sementara itu, pada multipara masuknya kepala janin ke pintu atas panggul mula-mula tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh akan terjadi pada kala satu persalinan. Dalam pola penurunan aktif biasanya terjadi setelah dilatasi serviks sudah maju untuk beberapa lama. Pada nulipara, kecepatan turun biasanya bertambah cepat selama fase lereng maksimum dilatasi serviks. Pada waktu ini, kecepatan turun bertambah sampai maksimum dan laju penurunan maksimal ini dipertahankan sampai bagian terbawah janin mencapai dasar perineum.

VIII. Kriteria Persalinan Normal Friedman2 juga berusaha memilih kriteria yang akan memberi batasanbatasan persalinan normal sehingga kelainan-kelainan persalinan yang signifikan dapat segera diidentifikasi. Kelompok perempuan yang diteliti adalah nulipara dan multipara yang tidak mempunyai disproporsi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda dan tidak ada yang diobati dengan sedasi berat, analgesia konduksi, oksitosin atau intervensi operatif. Semuanya mempunyai panggul normal, kehamilan aterm dengan presentasi verteks, dan bayi berukuran rata-rata. Dari penelitian ini, Friedman mengembangkan konsep 3 bagian fungsional persalinan yaitu persiapan, dilatasi dan pelvik untuk menjelaskan sasaran fisiologik pada setiap bagian persalinan. Ia menemukan bahwa bagian persiapan dalam persalinan mungkin sensitif terhadap sedasi dan analgesi konduksi. Meskipun terjadi dilatasi

24

serviks kecil pada waktu ini, terjadi perubahan besar pada matriks ekstraselular (kolagen dan komponen-komponen jaringan ikat lainnya) pada serviks. Bagian dilatasi persalinan, sewaktu terjadi dilatasi dengan laju yang paling cepat, pada prinsipnya tidak terpengaruh oleh sedasi atau analgesi konduksi. Bagian pelvik persalinan mulai bersamaan dengan fase deselerasi dilatasi serviks. Mekanismemekanisme klasik persalinan yang melibatkan pergerakan-pergerakan utama janin, terutama terjadi selama bagian pelvik persalinan ini. Awal bagian pelvik ini jarang dapat dipisahkan secara klinis dari bagian dilatasi persalinan. Selain itu, kecepatan dilatasi serviks tidak selalu berkurang ketika telah dicapai dilatasi lengkap; bahkan mungkin malah lebih cepat.

IX. Ketuban Pecah Pecah ketuban secara spontan paling sering terjadi sewaktu-waktu pada persalinan aktif. Pecah ketuban secara khas tampak jelas sebagai semburan cairan yang normalnya jernih atau sedikit keruh, hampir tidak berwarna dengan jumlah yang bervariasi. Selaput ketuban yang masih utuh sampai bayi lahir lebih jarang ditemukan. Jika kebetulan selaput ketuban masih utuh sampai pelahiran selesai, janin yang lahir dibungkus oleh selaput ketuban ini dan bagian yang membungkus kepala bayi yang baru lahir kedangkala disebut caul. Pecah ketuban sebelum persalinan mulai pada tahapan kehamilan mana pun disebut ketuban pecah.

X.

Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah lapisan

jaringan yang bersama-sama membentuk dasar panggul. Struktur yang paling penting adalah m. levator ani dan fasia yang membungkus permukaan atas dan bawahnya yang demi praktisnya dapat dianggap sebagai dasar panggul. Kelompok otot ini menutup ujung bawah rongga panggul sebagai sebuah diafragma sehingga memperlihatkan permukaan atas yang cekung dan bagian bawah yang cembung. Di sisi lain, m. levator ani terdiri atas bagian pubokoksigeus dan iliokoksigeus. Bagian posterior dan lateral dasar panggul yang tidak diisi oleh m. levator ani, diisi oleh m. piriformis dan m. koksigeus pada sisi lain.

25

Ketebalan m.levator ani bervariasi dari 3-5 mm meskipun tepi-tepinya yang melingkari rektum dan vagina agak tebal. Selama kehamilan ini, m. levator ini biasanya mengalami hipertrofi. Pada pemeriksaan pervaginam tepi dalam otot ini dapat diraba sebagai tali tebal yang membentang ke belakang dari pubis dan melingkari vagina sekitar 2 cm di atas himen. Sewaktu kontraksi, m. levator ani menarik rektum dan vagina ke atas sesuai arah simfisis pubis sehingga bekerja menutup vagina. Otot-otot perineum yang lebih superfisial terlalu halus untuk berfungsi lebih dari sekedar sebagai penyokong. Pada kala satu persalinan selaput ketuban dan bagian terbawah janin memainkan peran penting untuk membuka bagian atas vagina. Namun, setelah ketuban pecah perubahan-perubahan dasar panggul seluruhnya dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh bagian terbawah janin. Perubahan yang paling nyata terdiri atas peregangan serabut-serabut mm. levatores ani dan penipisan bagian tengah perineum yang berubah bentuk dari massa jaringan berbentuk baji setebal 5 cm menjadi (kalau tidak dilakukan episiotomi) struktur membran tipis yang hampir transparan dengan teba < 1 cm. Ketika perineum teregang maksimal, anus menjadi jelas membuka dan terlihat sebagai lubang berdiameter 2-3 cm dan di sini dinding anterior rektum menonjol. Jumlah dan besar pembuluh darah yang luar biasa yang memelihara vagina dan dasar panggul menyebabkan kehilangan darah yang amat besar kalau jaringan ini robek.

XI. Pelepasan Plasenta Kala tiga persalinan dimulai setelah kelahiran janin dan melibatkan pelepasan dan ekspulsi plasenta. Setelah kelahiran plasenta dan selaput janin, persalinan aktif selesai. Karena bayi sudah lahir, uterus secara spontan berkontraksi keras dengan isi yang sudah kosong berupa suatu massa otot yang hampir padat, dengan tebal beberapa sentimeter di atas segmen bawah yang lebih tipis. Fundus uteri sekarang terletak di bawah batas ketinggian umbilikus. Penyusutan ukuran uterus yang mendadak ini selalu disertai dengan pengurangan bidang tempat implantasi plasenta. Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri terhadap permukaan yang mengecil ini, organ ini memperbesar ketebalannya tetapi elastisitas plasenta terbatas, plasenta terpaksa menekuk. Tegangan yang

26

dihasilkannya menyebabkan lapisan desidua yang paling lemah lapisan spongiosa atau desidua spongiosa mengalah, dan pemisahan terjadi di tempat ini. Oleh karena itu, terjadi pelepasan plasenta dan mengecilnya ukuran tempat implantasi di bawahnya. Pada seksio sesaria fenomena ini mungkin dapat diamati langsung bila plasenta berimplantasi di posterior. Pemisahan plasenta amat dipermudah oleh sifat struktur desidua spongiosa yang longgar, yang dapat disamakan dengan garis perforasi pada perangko. Ketika pemisahan berlangsung, terbentuk hematoma di antara plasenta yang sedang terpisah dan desidua yang tersisa. Pembentukan hematoma biasanya merupakan akibat, bukan penyebab dari pemisahan tersebut karena pada beberapa kasus perdarahan dapat diabaikan. Namun, hematoma dapat mempercapat proses pemisahan. Karena pemisahan plasenta melalui lapisan spongiosa desidua, bagian dari desidua tersebut dibuang bersama plasenta, sementara sisanya tetep menempel pada miometrium. Jumlah jaringan desidua yang tertinggal di tempat plasenta bervariasi. Pemisahan plasenta biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah pelahiran. Brandt4 da peneliti lain, berdasarkan hasil yang diperoleh dari gabungan penelitian klinis dan radiografik mendukung gagasan bahwa karena bagian perifer plasenta mungkin merupakan bagian yang paling mendekat, pemisahan biasanya mulai di mana pun. Kadangkala beberapa derajat pemisahan dimulai sebelum kala tiga persalinan yang mugkin menjelaskan terjadinya kasuskasus deselerasi denyut jantung janin tepat sebelum ekspulsi janin.

XII. Pemisahan Amniokorion Pengurangan besar-besaran luas permukaan rongga uterus secara bersamaan menybabkan membran janin (amniokorion) dan desidua parietalis terlepas menjadi lipatan yang banyak sekali dan menambah ketebalan lapisan tersebut dari <1 mm menjadi 3-4 mm. lapisan uterus pada awal stadium ketiga menunjukkan bahwa banyak lapisan parietal desidua parietalis termasuk di dalam lipatan-lipatan amnion dan korion laeve yang melekuk-lekuk tersebut. Membranmembran tersebut biasanya tetap in situ sampai pemisahan plasenta hampir

lengkap. Kemudian membran ini terkelupas dari dinding uterus, sebagian karena

27

kontraksi miometrium yang lebih kuat dan sebagian karena tarikan yang dilakukan oleh plasenta yang terlepas, yang terletak di segmen bawah uterus yang lebih tipis atau di bagian atas vagina. Korpus uteri pada waktu itu normalnya membentuk suatu massa otot yang hampir padat, yang dinding posteriornya masing-masing mempunyai ketebalan 4-5 cm, terletak saling menempel sehingga rongga uterus hampir hilang.

XIII. Ekstrusi Plasenta Setelah plasenta terpisah dari tempat implantasinya, tekanan yang diberikan padanya oleh dinding uterus menyebabkan organ ini menggelincir turun menuju ke segmen bawah uterus atau bagian atas vagina. Pada beberapa kasus, plasenta dapat terdorong keluar dari lokasi-lokasi itu akibat meningginya tekanan abdomen, tetapi ibu yang dalam posisi telentang sering tidak dapat mendorong keluar plasenta secara spontan. Dengan demikian, diperlukan cara-cara artificial untuk menyelesaikan stadium ketiga. Metode yang biasa dilakukan adalah bergantian menekan dan menaikkan fundus sambil melakukan traksi ringan pada tali pusat. Mekanisme Ekstrusi Plasenta Bila terjadi pemisahan plasenta tipe sentral atau tipe biasa, hematoma retroplasenta dipercaya mendorong plasenta menuju ke rongga uterus, pertama bagian tengan dan kemudian sisanya. Dengan demikian, plasenta mengalami inversi dan dibebani oleh hematoma tersebut kemudian turun. Karena membran di sekitarnya menempel kaku pada desidua, plasenta hanya dapat turun dengan menyeret membran secara perlahan-lahan; kemudian membran-membran tersebut mengelupas bagian perifernya. Akibatnya kantong yang terbentuk oleh membran tersebut mengalami inversi, dan yang muncul di vulva adalah amnion yang mengilap di atas permukaan plasenta atau ditemukan di dalam kantong inversi. Pada proses ini yang dikenal sebagai ekspulsi plasenta secara mekanisme Schultze, darah dari tempat plasenta tercurah ke dalam kantong inversi tersebut dan tidak mengalir keluar sampai setelah ekspulsi plasenta. Cara ekstrusi plasenta yang lain dikenal sebagai mekanisme Duncan yakni pemisahan plasenta pertama kali terjadi di perifer, dengan akibat darah mengumpul di antara membran dinding

28

uterus dan keluar dari plasenta. Pada situasi ini, plasenta turun ke vagina secara menyamping dan permukaan ibu adalah yang pertama kali terlihat di vulva.

XIV. Mekanisme Persalinan Normal Tujuan penatalaksanaan pada peristiwa persalinan [partus] adalah memungkinkan berlangsungnya proses tersebut secara normal dengan komplikasi ibu atau janin yang sangat minimal. Staf penolong persalinan harus melakukan segala sesuatu untuk : 1. Memberikan kenyamanan bagi pasien dan menumbuhkan adanya interaksi staf kamar bersalin dengan keluarga. 2. 3. Menjelaskan proses persalinan yang sedang berlangsung. Memberi kesempatan bagi ibu untuk kontak fisik sedini mungkin dengan bayinya yang baru dilahirkan. 4. Mengantisipasi setiap permasalahan atau komplikasi yang terjadi. Penatalaksanaan terbaik pada peristiwa persalinan adalah observasi yang baik dan melakukan intervensi dengan cara dan pada saat yang tepat. Persalinan dan kelahiran adalah peristiwa kompleks yang

melibatkan prostaglandin,cytokine dan hormon seksual steroid. Jenis persalinan didasarkan pada usia kehamilan sehingga dikenal adanya persalinan preterm yang terjadi pada kehamilan < 37 minggu, sedangkan persalinan aterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan > 37 minggu. Persiapan Fisiologis Menjelang Persalinan Sebelum onset true labor terjadi beberapa perubahan fisiologis. Pada nulipara, biasanya kepala janin masuk panggul 2 minggu sebelum persalinan [lightening]. Kontraksi Braxton Hicks menjadi semakin sering (setiap 10 20 menit). Beberapa hari sebelum persalinan, servik menjadi lunak-mendatar dan sedikit membuka serta terdapat show (berupa lendir bercampur darah) . Disebut inpartu, biasanya bila dilatasi servik sudah mencapai 2 cm.

29

True labor : 1. Kontraksi uterus berlangsung secara teratur dan semakin sering serta intensitas yang semakin kuat. 2. Rasa tak nyaman pada punggung dan abdomen . 3. Terjadi dilatasi servik. 4. Kontraksi uterus tak dapat dihentikan dengan pemberian sedasi. False labor 1. Kontraksi uterus tidak teratus dan interval semakin panjang dan intensitas tidak berubah. 2. Rasa nyaman terutama pada bagian bawah abdomen. 3. Tidak terdapat dilatasi servik. 4. Rasa sakit umumnya hilang dengan pemberian sedasi. Karakteristik Persalinan Normal Stadium persalinan dibagi menjadi 3 : 1. Persalinan kala I : mulai saat inpartu sampai dilatasi lengkap 2. Persalinan kala II : mulai dilatasi lengkap sampai janin lahir 3. Persalinan kala III : Kala pengeluaran plasenta 4. [Persalinan kala IV] : 2 jam pasca persalinan

30

Gambar Kurve persalinan normal dan posisi kepala janin

Menurut Friedman 1967, Persalinan kala I terdiri dari 2 fase :


Fase LATEN (dilatasi 0 3 cm) Fase AKTIF (dilatasi 3 10 cm)

Fase aktif :

Fase akselerasi Fase dilatasi maksimal Fase deselerasi

Pada fase aktif, kecepatan dilatasi servik pada nulipara 1.2 cm dan pada multipara 1.5 cm. Lama kala I persalinan pada nulipara 8 jam dan pada multipara 5 jam. Evaluasi Kemajuan Persalinan Persalinan Kala I dinilai melalui kecepatan perubahan pendataran dan dilatasi servik serta desensus bagian terendah janin. Frekuensi dan durasi kontraksi uterus bukan tanda-tanda untuk menilai kemajuan proses persalinan pada kala I. Persalinan kala II dimulai saat pembukaan lengkap. Kemajuan persalinan kala II dinilai dari desensus - fleksi dan putar paksi dalam bagian terendah janin.

Seven Cardinal Movements of Labor Selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati panggul -seven cardinal movements of labor yang terdiri dari : 1. Engagemen
31

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Fleksi Desensus Putar paksi dalam Ekstensi Putar paksi luar Ekspulsi

Gerakan-gerakan tersebut terjadi pada presentasi kepala dan presentasi bokong. Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan janin dapat mengatasi rintangan jalan lahir dengan baik sehingga dap[at terjadi persalinan per vaginam secara spontan. Engagement o Suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah melewati pintu atas panggul. o Pada 70% kasus, kepala masuk pintu atas panggul ibu pada panggul jenis ginekoid dengan oksiput melintang (tranversal) o Proses engagemen kedalam pintu atas panggul dapat melalui

proses normalsinklitismus , asinklitismus anterior dan asinklitismus posterior : Normal sinklitismus : Sutura sagitalis tepat diantara simfisis pubis dan sacrum. Asinklitismus anterior : Sutura sagitalis lebih dekat kearah sacrum. Asinklitismus posterior: Sutura sagitalis lebih dekat kearah simfisis pubis(parietal bone presentasion

Fleksi Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan servik, dinding panggul dan otot dasar panggul. Fleksi kepala diperlukan agar dapat terjadi engagemen dan desensus. Bila terdapat kesempitan panggul, dapat terjadi ekstensi kepala sehingga terjadi letak defleksi (presentasi dahi, presentasi muka).

32

Desensus Pada nulipara, engagemen terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut sampai awal kala II; pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan dilatasi servik. Penyebab terjadinya desensus : 1. Tekanan cairan amnion 2. Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong 3. Usaha meneran ibu 4. Gerakan ekstensi tubuh janin (tubuh janin menjadi lurus) Faktor lain yang menentukan terjadinya desensus adalah :

Ukuran dan bentuk panggul Posisi bagian terendah janin

Semakin besar tahanan tulang panggul atau adanya kesempitan panggul akan menyebabkan desensus berlangsung lambat. Desensus berlangsung terus sampai janin lahir. Putar paksi dalam- internal rotation Bersama dengan gerakan desensus, bagian terendah janin mengalami putar paksi dalam pada level setinggi spina ischiadica (bidang tengah panggul). Kepala berputar dari posisi tranversal menjadi posisi anterior (kadangkadang kearah posterior). Putar paksi dalam berakhir setelah kepala mencapai dasar panggul.

Ekstensi Aksis jalan lahir mengarah kedepan atas, maka gerakan ekstensi kepala harus terjadi sebelum dapat melewati pintu bawah panggul. Akibat proses desensus lebih lanjut, perineum menjadi teregang dan diikuti dengancrowning Pada saat itu persalinan spontan akan segera terjadi dan penolong persalinan melakukan tindakan dengan perasat Ritgen untuk mencegah

kerusakan perineum yang luas dengan jalan mengendalikan persalinan kepala janin. Episiotomi tidak dikerjakan secara rutin akan tetapi hanya pada keadaan tertentu. Proses ekstensi berlanjut dan seluruh bagian kepala janin lahir.

33

Setelah kepala lahir, muka janin dibersihkan dan jalan nafas dibebaskan dari darah dan cairan amnion. Mulut dibersihkan terlebih dahulu sebelum melakukan pembersihan hidung. Setelah jalan nafas bersih, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat sekitar leher dengan jari telunjuk. Lilitan talipusat yang terjadi harus dibebaskan terlebih dahulu. Bila lilitan talipusat terlalu erat dapat dilakukan pemotongan diantara 2 buah klem. Putar paksi luar- external rotation Setelah kepala lahir, terjadi putar paksi luar (restitusi) yang menyebabkan posisi kepala kembali pada posisi saat engagemen terjadi dalam jalan lahir. Setelah putar paksi luar kepala, bahu mengalami desensus kedalam panggul dengan cara seperti yang terjadi pada desensus kepala. Bahu anterior akan mengalami putar paksi dalam sejauh 450 menuju arcus pubis sebelum dapat lahir dibawah simfisis. Persalinan bahu depan dibantu dengan tarikan curam bawah pada samping kepala janin .Setelah bahu depan lahir, dilakukan traksi curam atas untuk melahirkan bahu posterior. Traksi untuk melahirkan bahu harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari cedera pada pleksus brachialis. Ekspulsi Setelah persalinan kepala dan bahu, persalinan selanjutnya berlangsung pada sisa bagian tubuh janin dengan melakukan traksi pada bahu janin. Setelah kelahiran janin, terjadi

pengaliran darah plasenta pada neonatus bila tubuh anak diletakkan dibawah introitus vagina. Penundaan yang terlampau lama pemasangan klem pada talipusat dapat mengakibatkan terjadinya hiperbilirubinemia neonatal akibat aliran darah plasenta tersebut.

34

Sebaiknya neonatus diletakkan diatas perut ibu dan pemasangan dua buah klem talipusat dilakukan dalam waktu sekitar 15 20 detik setelah bayi lahir dan kemudian baru dilakukan pemotongan talipusat diantara kedua klem. Persalinan Kala III Persalinan kala III adalah periode persalinan antara lahirnya janin sampai lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Akibat masih adanya kontraksi uterus, ukuran plasenta dan plasental site mengecil sampai tersisa 25% hematoma retroplasenta terjadi separasi plasenta. Separasi plasenta umumnya terjadi 5 menit setelah anak lahir. Penatalaksanaan kala III : 1. Penatalaksanaan klasik atau tradisional 2. Penatalaksanaan aktif Penatalaksanan fisiologik (ekspektatif) Separasi plasenta dan selaput ketuban dibiarkan terjadi secara spontan. Tanda separasi plasenta : 1. Darah segar keluar dari vagina. 2. Talipusat didepan vulva menjadi bertambah panjang. 3. Fundus uteri naik. 4. Bentuk uterus menjadi bulat dan mengeras Setelah tanda separasi muncul, dilakukan masase uterus agar terjadi kontraksi uterus. Uterus yang sedang berkontraksi didorong kearah pelvis sehingga plasenta dan selaput ketuban bergerak seperti piston keluar vagina. Plasenta yang keluar dicekap dan dipeluntir agar plasenta dan selaput ketuban dapat keluar secara utuh. Penatalaksanaan aktif Cara ini diyakini dapat menurunkan angka kejadian perdarahan pasca persalinan dari 4% menjadi 2%. 1. Setelah janin lahir, disuntikkan methergin 0.5 ml i.m (atau oksitosin bila terdapat kontra-indikasi pemberian methergin) 2. Untuk menghindari inversio uteri traksi talipusat hanya dilakukan saat ada kontraksi uterus dan dengan meletakkan tangan suprasimfisis

35

3. Klem talipusat dipegang dengan tangan kanan dan talipusat diregangkan. 4. Tangan kiri melakukan masase fundus uteri, bila sudah timbul kontraksi uterus, tangan kiri dipindahkan supra-simfisis dan kemudian dilakukan tarikan talipusat secara terkendali untuk melahirkan plasenta. 5. Jangan melakukan tarikan pada talipusat untuk melahirkan plasenta pada saat tidak ada kontraksi uterus untuk mencegah terjadinya inversio uteri.

Inspeksi Plasenta dan selaput ketuban

Plasenta dan selaput ketuban diperiksa dengan jalan memegang talipusat untuk membuat plasenta dalam keadaan tergantung dan memeriksa fetal surface untuk melihat adanya pembuluh darah yang melewati tepi selaput ketuban.

Selaput ketuban diperiksa untuk memastikan tidak adanya selaput yang tertinggal dalam uterus. Maternal surface plasenta diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kotiledon yang tertinggal dalam uterus.

Retensio Plasenta

Batasan umum yang digunakan untuk retensio plasenta adalah bila plasenta tetap berada dalam uterus selama 1 jam.

Keadaan ini sering disertai dengan perdarahan pasca persalinan.

Etiologi: 1. Inkarserasi dari plasenta yang sudah lepas seluruhnya dengan ostium servik yang sudah menutup.

36

2. Atonia uteri. 3. Plasenta akreta ( melekat pada desidua dan miometrium) atau plasenta perkreta ( menembus sampai peritoneum viseralis/serosa). Penatalaksanaan :

Bila perdarahan sangat banyak maka plasenta harus segera dilahirkan dengan cara-cara yang sudah dijelaskan atau dilakukan plasenta manual.

Plasenta akreta atau plasenta perkreta memerlukan tindakan histerektomi.

Inspeksi Jalan Lahir


Setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, perdarahan biasanya berhenti. Bila terdapat robekan perineum atau terdapat luka akibat tindakan episiotomi maka hal tersebut memerlukan perbaikan.

Pada persalinan dengan ekstraksi cunam, inspeksi jalan lahir harus meliputi servik.

Perbaikan Luka Jalan Lahir Episiotomi Episiotomi adalah insisi pada perineum dan vagina yang sudah sangat teregang untuk mencegah agar tidak terjadi perluasan dan robekan jalan lahir tak beraturan yang akan dapat menyebabkan terjadinya prolapsus uteri kelak. Pandangan saat ini adalah bahwa tindakan episiotomi tidak boleh dilakukan secara rutin oleh karena dapat menyebabkan nyeri perineum yang berkepanjangan dan gangguan hubungan seksual sampai 6 bulan pasca episiotomi. Bila luka episiotomi meluas menjadi ruptura perinei derajat III dan IV, sfingter ani harus diperbaiki dengan baik agar tidak terjadi inkontinensia urine dan atau inkontinensia ani. Bila episiotomi harus dikerjakan karena regangan perineum yang sangat berlebihan, maka maksud dan tujuan dari tindakan tersebut harus dijelaskan pada pasien dan keluarganya terlebih dahulu. Tindakan episotomi harus dengan ijin pasien. Episiotomi harus dikerjakan dengan anestesi regional atau lokal. Episotomi dapat dikerjakan secara medial [midline] atau mediolateral. Episiotomi Mediana :

37

Perdarahan sedikit. Mudah meluas menjadi ruptura perinei totalis. Tehnik perbaikan lebih mudah. Keluhan dispareunia atau nyeri pasca persalinan minimal .

Episiotomi Medio-lateral: Perdarahan lebih banyak. Jarang meluas menjadi ruptura perinei totalis. Tehnik perbaikan lebih sulit. Keluhan dispareunia dan nyeri pasca persalinan lebih sering terjadi.

Ruptura perinei Dikenal 4 derajat ruptura perinei : 1. Derajat I : cedera pada commisura posterior, mukosa vagina dan otot dibelakangnya menjadi terbuka. 2. Derajat II : cedera dinding vagina bagian posterior dan otot perineum, sfingter ani utuh. 3. Derajat III : robekan pada sfingter ani namun mukosa rektum utuh. 4. Derajat IV : kanalis ani terbuka dan robekan dapat meluas ke rectum. Prinsip perbaikan luka episiotomi : 1. Hemostasis. 2. Restorasi anatomis tercapai tanpa jahitan berlebihan. 3. Benang yang digunakan chromic cat-gut atau poliglikolik.

38

Perbaikan pada ruptura perinei derajat IV a. Mendekatkan mukosa dan

submukosa anorektum dengan benang absorable (misalnya chromic # 3-0 atau 4-0 atau Vicryl. Dilakukan identifikasi tepi atas laserasi canalis ani dan jahitan ditempatkan melalui submukosa anorektum dengan jarak 0.5 cm kearah lubang anus. b. Lapisan kedua ditempatkan melalui otot rectum dengan Vicryl 3-0 secara jelujur atau terputus. Lapisan penguat ini harus disatukan dengan ujung luka pada sfingter ani ( berupa otot polos sirkuler sejauh 2 3 cm dari canalis ani) c. Dilakukan identifikasi ujung sfingter ani eksterna yang putus dan kemudian dijepit dengan Allis klem d.

4 jahitan terputus pada otot sfingter ani yang terputus posisi jam 3-6-9-12

Robekan servik Robekan servik dapat terjadi bila pasien meneran pada saat dilatasi servik belum lengkap dan ketuban sudah pecah.

39

Pasca tindakan persalinan operatif pervaginam (ekstraksi cunam), dapat menyebabkan terjadinya robekan servik.

Untuk keperluan hemostasis perbaikan robekan servik harus dimulai pada apex luka.

Penatalaksanaan Pasca Persalinan Sebelum dirawat di ruang perawatan nifas, pasien pasca persalinan harus 1. Keadaan umum baik . 2. Kontraksi uterus baik dan tidak terdapat perdarahan pervaginam. 3. Cedera perineum sudah diperbaiki. 4. Kandung kemih kosong.

40

DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologist: Optimal goals for anaesthesia care in obstetrics. Committee Opinion No 256, May 2001 Cunningham FG et al : Normal Labor and Delivery in Williams Obstetrics , 22nded, McGraw-Hill, 2005 DeCherney AH. Nathan L : The course & Conduct of Normal Labor and Delivery ini Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Therapy , McGraw Hill Companies, 2003 J.Heffner Linda. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi. Erlangga. Llewelyn-Jones : Obstetrics and Gynecology 7th ed. Mosby, 1999 Norwitz, Errol. 2007. At a glance Obstetri dan Ginekologi. Erlangga. Poen AC, Felt-Nersma RJ, Strijers RL et al: Third degree obstetric perineal tear: Long-term clinical and functional result after primary repair. Br J surg 85:1433, 1998

41

You might also like