You are on page 1of 25

Ahmad Taqiyuddin Ar Radhy | B2A110008

ojk

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

Tugas akhir Hukum Perbankan Dosen Pembimbing : Prof (emeritus) Edy Djhony Iskandar, S.H. , M.M Rachmadi Usman Syaifuddin

Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat 2012, Banjarmasin

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hukum Perbankan Indonesia telah memasuki babak baru, dengan diundangkannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 22 November 2011. Dimana pengaturan dan pengawasan sektor perbankan tidak lagi berada pada Bank Indonesia namun dialihkan kepada otoritas jasa keuangan, yaitu sebuah lembaga independen yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang untuk melakukan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan terhadap industri jasa keuangan di Indonesia.1 dengan demikian seluruh kegiatan jasa keuangan sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya ada dalam kewenangan OJK. Sektor perbankan mendapat perhatian yang lebih dibanding sektor jasa keuangan lainnya dalam isu pembentukan OJK. Disamping dikarenakan dominasi sektor perbankan dalam industri jasa keuangan di ndonesia yang masih besar. dipisahkannya fungsi pengawasan perbankan dari bank sentral adalah hal yang paling mempengaruhi dalam proses panjang terbentuknya Undang-Undang OJK. Pemisahan fungsi pengawasan perbankan dari bank sentral juga terjadi di banyak negara, keputusan untuk menempatkan fungsi pengawasan perbankan di bank sentral atau memilih menempatkan dalam sebuah badan yang independen di

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

luar bank sentral pada masing-masing negara mempunyai alasan tertentu. Di Indonesia pilihan untuk menempatkan fungsi pengawasan perbankan tidak lagi pada bank Indonesia namun dipindahkan dalam sebuah badan independen mempunyai dasar yuridis pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, pada Pasal 34 Undang-Undang tersebut ditentukan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga yang dalam pasal tersebut disebut sebagai lembaga pengawasan sektor jasa keuangan (LPJSK) yang sifatnya independen dan oleh Undang-Undang tersebut di amanatkan paling lambat pada 30 Desember 2010 sudah terbentuk undang-undang untuk LPJSK. Sebelumnya upaya untuk membentuk lembaga tersebut pernah dilakukan namun gagal dan tidak dapat dipenuhi target waktunya karena menurut UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, lembaga tersebut harus sudah terbentuk paling lambat 31 Desember 2002. Melewati tahun 2002 LPJSK belum dapat terbentuk sehingga perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 mengundurkan target waktu menjadi paling lambat 31 Desember 2010. Dalam perjalanannya LPJSK yang dalam Rancangan Undang-Undang di beri nama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memasuki tahap pembahasan di DPR baru pada tahun 2010. Bahkan melewati tahun 2010 pun RUU OJK belum di undangkan, ada banyak dinamika dalam proses pembahasan RUU OJK, baik di dalam DPR maupun di luar DPR.

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

Ada beberapa alasan yang terbentuk sehinnga pemerintah mengajukan usulan untuk memisahkan fungsi pengawasan dari bank Indonesia, selain pada saat itu ada tren pemisahan pengawasan bank di negara maju seperti Inggris, Australia, dan Korea Selatan juga di dorong oleh krisis perbankan 1998, dimana bank Indonesia di nilai gagal dalam menjalankan fungsi pengawasan perbankan sehingga pemerintah saat itu untuk memulihkan keadaan perbankan di indonesia mengeluarkan dana rekapitulasi sebesar Rp 420 Triliun.2 Dalam naskah akademik pembentukan otoritas jasa keuangan, disebutkan salah satu alasan harus dipisahkannya pengawasan perbankan dari bank Indonesia adalah untuk menghindari konflik kepentingan, dimana dinilai bahwa 2 fungsi yang berbeda dalam bank Indonesia yaitu fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan yang sekaligus juga fungsi otoritas moneter yang dipunyainya akan menyebabkan bank Indonesia cenderung lebih memilih menggunakan instrumen kebijakan moneter berupa bantuan likuiditas untuk menyehatkan kondisi keuangan dari bank-bank yang diawasinya, daripada lebih memperkuat fungsi pengaturan dan pengawasannya dengan jalan mengedepankan pendekatan prudensial (peraturan kehati-hatian).3 Para pihak yang tidak setuju fungsi peraturan dan pengawasan perbankan dipisahkan dari bank Indonesia sebagai bank Sentral, umumnya mengajukan argumen bahwa apabila dipisahkan fungsi tersebut dari bank Indonesia maka
2

Ec Abdul Mongid, Bank Indonesia : Independensi, Pengawasan Bank dan Stabiitas Sistem Keuangan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010, hal. 26. 3 Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 2010. Hal. 10.

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

performa bank Indonesia dalam tugasnya menjaga stabilitas ekonomi Indonesia akan mengalami hambatan. Dikarenakan Bank Indonesia membutuhkan segala informasi menyangkut keadaan sistem perbankan di Indonesia secara keseluruhan, yang di dapatkan melalui pengaturan dan pengawasan yang berkelanjutan terhadap seluruh kegiatan perbankan di Indonesia. selain itu juga ada keterkaitan yang kuat antara sistem perbankan dengan kebijakan moneter yang akan diambil oleh bank Indonesia. Bismar Nasution, profesor hukum ekonomi USU memberikan catatan terhadap RUU OJK yang waktu itu masih dalam tahap pembahasan. Dalam catatan beliau RUU OJK harus dikritisi secara mendalam apakah amanat pembentukan badan pengaturan dan pengawasan di luar bank Indonesia tersebut dapat membuat pengawasan bank lebih baik serta dapat membawa perubahan lebih baik dalam sistem ekonomi.4 Bismar Nasution mengajukan prinsip pendekatan hukum dan pembangunan ekonomi. Dimana terdapat beberapa unsur yang semestinya ada dalam hukum supaya tidak menghambat ekonomi, sebagai pendekatan dalam upaya mengkritisi RUU OJK saat itu, supaya pembentukan OJK justru tidak menghambat ekonomi. Dalam kalimat lain dengan terpenuhinya unsur-unsur tersebut dalam RUU OJK yang nantinya akan menjadi UndangUndang OJK maka pembentukan OJK dapat memperlancar sistem ekonomi Indonesia.

Bismar Nasution, Kajian Terhadap RUU Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 2, Mei, 2010, hal. 5.

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

Unsur-unsur tersebut adalah predictability (kemampuan membuat prediksi), procedural capability (kemampuan prosedural) , codification of goals (kesatuan tujuan), balance (dapat menciptakan keseimbangan) , serta definition and clarity of status (dapat menentukan definisi dan status yang jelas)). Unsur-unsur diatas adalah konsep hukum sebagai dasar pembangunan ekonomi yang berasal dari pendapat J.D Ny Hart.5 Pasca lahirnya Undang-Undang OJK maka pendekatan tersebut sangat relevan untuk digunakan kembali sebagai pendekatan untuk mengkritisi dan menilai apakah Undang-Undang OJK sudah mampu memenuhi unsur-unsur tersebut. Disamping itu hukum perbankan sebagai bagian dari lapangan hukum ekonomi, yang secara tegas mentransformasi konsep ekonomi menjadi konsepkonsep hukum yang kemudian menjadi norma-norma hukum dalam hukum perbankan, maka hukum tidak bisa memalingkan wajah dari pertimbanganpertimbangan ekonomi dalam pembentukan hukum itu sendiri, karena itu kajian mengenai apakah sudah terpenuhi pertimbangan-pertimbangan dalam aspek ekonomi terhadap pembentukan OJK juga begitu relevan dalam mengkritisi Undang-Undang OJK. Legal reasoning tidak bisa berdiri sendiri dalam lapangan hukum yang tegas berhubungan dengan ekonomi, maka dibutuhkan economic reasoning sebagai penunjangnya. Dengan latar belakang diatas penulis begitu tertarik untuk melakukan kajian terhadap Undang-Undang otoritas Jasa Keuangan dalam kerangka pendekatan
5

Lihat J.D. Nyhart, The Role Of Law and Economic Developement, Working Paper School of Industrial Management, Massachusetts Institute Of Technoligy. 1964.

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

hukum dan pembangunan ekonomi. Maka judul makalah tugas akhir hukum perbankan ini adalah Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi.

B. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang dalam pendahuluan di atas, dirumuskan permasalahn penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah keberadaan dan substansi Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dalam kajian teori hukum dan pembangunan ekonomi. Untuk menjawab permasalahan tersebut pembahasan akan dibagi kedalam dua bagian, pertama akan di bahas mengenai teori hukum dan pembangunan ekonomi. dan bagian kedua merupakan pembahasan mengenai Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dalam kajian teori hukum dan pembangunan ekonomi.

C. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Peneltian ini merupakan kajian literatur. Dalam hal ini data peneltian diperoleh melalui kajian pustaka. Adapaun yang menjadi sumber data primer adalah Undang-Undang. Sedangkan data sekunder berupa literatur tertulis berupa buku, jurnal, makalah, maupun pemberitaan.

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pemikiran Teori Hukum dan Pembangunan Ekonomi ketertarikan akademisi terhadap hubungan antara hukum dan pembangunan sudah dimulai sejak lama, faktanya pada abad 18, 19 dan awal 20 tokoh seperti montesquieu, Maine dan Weber telah mempunyai ketertarikan mendalam terhadap berbagai aspek dalam hubungan tersebut pada konteks negara-negara eropa. Para sarjana barat juga sejak lama tertarik terhadap peran yang dapat dimainkan oleh hukum sepanjang periode kolonisasi di abad 18 dan 19, selain itu sejak abad 19 akademisi dari negara-negara berkembang telah mempelajari peran kuat yang dapat dilakukan oleh hukum di negara mereka terhadap pembagunan sosial maupun ekonomi.6 Pemikiran hukum dan pembangunan ekonomi sangat dipengaruhi oleh pemikiran tentang moderinisasi, dimana negara yang ingin berkembang seperti negara maju harus berubah dari sistem tradisionalnya kepada sistem modern, seperti halnya yang negara maju telah lalui.7 Negara berkembang harus melewati

Kevin E Davis and Michael J Trebilcock, The Relationship Between Law And Developement : Optimists Versus Skeptics, Law and Economic Research paper Series, Working Paper No. 08-24, New York Univesity School of Law, 2008, hal. 8. 7 Ibid.

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

proses yang sama secara ekonomi, sosial serta karakteristik maupun struktur kebudayaanya termasuk juga dalam aspek hukum.8 Paham modernisasi kemudian tersebar ke banyak negara di seluruh dunia, maka bermunculanlah sistem-sistem yang ada di negara barat dalam negaranegara tersebut. pasar bebas, sistem multi partai dalam politik, reformasi birokrasi, sistem hukum, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Dimana semua sistem tersebut dibutuhkan untuk proses pertumbuhan ekonomi yang menurut paham modernisasi akan membawa pada kesejahteraan di sebuah negara. Untuk melalui semua hal tersebut negara akan berperan sebagai agen utama dari perubahan sosial.9 Gelombang pertama kemunculan teori hukum dan pembangunan ekonomi mulai muncul pada 1960, dengan dasar pemahaman bahwa sistem hukum yang baik dan kuat seperti yang ada pada negara maju, juga harus ada pada negara yang ingin berkembang, karena hukum akan membantu proses modernisasi, sehingga sistem hukum yang kuat dipercaya sebagai prasayarat pembangunan ekonomi. Contoh nyata dari pemahaman tersebut Pada tahun 1966 kongres Amerika mengundangkan Foreign Asistance Act of 1966 dengan tujuan untuk
8

Walau ternyata proses yang dilalui negara yang sedang berkembang saat ini tidak dapat disamakan dengan proses yang pernah dilalui oleh negara maju, karena terdapat perbedaaan mendasar dalam tahapan-tahapan pembangunan bangsa-bangsa negara berkembang belakangan ini. Ahli-ahli sosial barat mencatat bahwa bangsa-bangsa maju saat ini menjalani tiga tahap pembangunan satu demi satu dari unification, industrialization dan soial welfare. Sedangkan negara berkembang saat ini ingin mencapai ketiga tahapan tersebut sekaligus, dalam waktu yang sama. Hal ini dapat diakibatkan proses globalisasi sehingga memaksa negara berkembang mengejar tahapan-tahapan tersebut secara sekaligus untuk menyesuaikan dengan kehidupan globalisasi. Lihat Erman Rajagukguk dalam Hukm Ekonomi Indonesia : Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Makalah Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII, 14-18 Juli 2003. 9 Ibid, hal.9.

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

membantu pembangunan negara-negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dengan jalan memperbaharui dan memperkuat sistem hukum.10 Hukum dipandang sebagai instrumen kuat dalam hubungannya dengan pembangunan ekonomi, Seperti yang didefinisikan oleh Burg, konsepsi ini melihat hukum sebagai kekuatan yang dapat membentuk dan menggerakkan ke arah perubahan tingkah laku manusia dan mencapai pembangunan. Sehingga hukum tidak dipandang melulu sebagai respon terhadap perkembangan ekonomi namun menjadi instrumen kuat yang dapat menggerakkan perkembangan ekonomi. Pembahasan teori hukum dan ekonomi menempatkan pemerintah sebagai institusi yang memainkan peran penting dalam hubungannya dengan upaya pembangunan ekonomi, selain pemerintahan institusi hukum lainnya juga dipandang punya peran strategis dalam upaya tersebut. institusi hukum dapat diefinisikan sebagai badan yang membuat maupun menegakkan hukum sehingga institusi hukum selain pemerintah juga mencakup badan legislatif, administratif dan judikatif dan bahkan profesi hukum.11 Kesemuanya memainkan peranan yang penting untuk membawa perubahan kepada sistem norma-norma dan nilai-nilai dalam pembangunan.

10

Erman Rajagukguk dalam Hukm Ekonomi Indonesia : Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Makalah Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII, 14-18 Juli 2003, hal. 1. 11 Thomas S. Ulen, The Role of Law In Economic Growth and Developement, Paper for the Bonn Law & Economic Workshop, University Hyderabad, 27 April, 2010, hal. 33.

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

Institusi hukum tersebut dapat berperan penting dengan cara membuat dorongan-dorongan kepada masyarakat untuk bertingkah laku dalam tujuan untuk mencapai pertumbuhan. Membuat masyarakat menjadi baik dengan

mempengaruhi masyarakat untuk bertindak baik.12 Dengan demikian ada aspek yang sedemikan luas yang menuntut peran vital institusi hukum dalam perannya tersebut. misalnya dalam lapangan ekonomi bisnis, institusi dapat mendorong dengan tepat organisasi bisnis untuk berproduksi dan mendapatkan keuntungan di pasar, namun juga organisasi binis harus di dorong untuk menghormati kepentingan konsumen dan pekerja dengan tidak menyebabkan kerugian oleh produk yang konsumen bayar atau yang pekerja produksi. Dan proses produksi tidak menghasilkan polusi pada udara dan air.13 Contoh lain misalnya dalam lapangan hukum hak kekayaan intelektual, institusi hukum harus dapat memastikan para inventor dapat menikmati manfaat ekonomi dari aktivitas dan temuannya. Tentu saja banyak hal lagi dari sedemikian luas lapangan peran institusi hukum dalam hubungannya dengan pembangunan ekonomi. Untuk menunjang peran vitalnya institusi hukum harus stabil, produktif dan bijaksana dalam merespon keadaan dalam negaranya. Disamping institusi hukum tentu saja substansi hukum adalah hal yang vital, dalam hubungan hukum dan pembangunan ekonomi terdapat konsep dasar dari hukum yang berguna untuk menentukan apakah secara signifikan hukum membantu atau justru menghambat pembangunan ekonomi tersebut. JD Nyhart
12 13

Ibid. hal. 34. Ibid.

10

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

memberikan pandangan mengenai konsepsi dasar hukum yang harus dipenuhi sebuah peraturan sebagai berikut: 1. Prediktabilitas Konsep ini menekankan kepada fungsi substansi hukum yang menjalankan perannya dengan kemampuan memprediksi. JD Nyhart menjelaskan dalam hukum modern setiap tindakan manusia akan melibatkan kekuatan negara di dalamnya. Dengan peraturan-peraturan yang di buat oleh pemerintah untuk tingkah laku individu dalam masyarakat. Individu akan mendapat pedoman dalam tindakannya saat berhubungan dengan yang lain dan dia mendapat keyakinan untuk dapat menilai bagaimana individu lain akan bertindak.14 Dalam kebutuhan hukum untuk aktivitas ekonomi, seperangkat aturan untuk tuntunan hubungan ekonomi antara masyarakat telah di tetapkan dalam banyak lapangan hukum, seperti hukum kontrak, hukum perusahaan, hukum ketanagakerjaan, hukum konsumen dan lain-lain. Dengan kata lain untuk menjamin substansi hukum dapat menjalankan fungsi prediktabilitas nya, harus terdapat kepastian hukum dalam aturan hukum tersebut. selain itu dapat di pahami juga bahwa akibat-akibat tindakan yang di rumuskan dalam peraturan hukum di kemudian hari dapat direalisasikan.

14

J.D. Nyhart, The Role Of Law and Economic Developement, Working Paper School of Industrial Management, Massachusetts Institute Of Technology, 1946, hal. 12.

11

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

2. Kemampuan Prosedural Pembinaan hukum acara memungkinkan hukum material untuk dapat merealisasikan dirinya dengan baik. Ke dalam pengertian hukum acara ini termasuk tidak hanya ketentuan-ketentuan hukum prundangundangan melainkan juga semua prosedur penyelesaian yang disetujui oleh para pihak yang bersengketa.15 3. Kodifikasi dari Tujuan-tujuan Dalam perundang-undangan biasanya dapat ditemukan pernyataan pemerintah mengenai tujuan dari pembangunan negara melalui undangundang tersebut. Tujuan tersebut dapat secara tegas di ungkapkan

namun dapat pula hanya secara implisit di ungkapkan dalam undangundang itu sendiri. Kejelasan mengenai tujuan tersebut memberikan pemahaman yang jelas bagi sebuah institusi hukum pembuat kebijakan untuk memahami dengan pasti tujuan institusi hukum tersebut yang telah di tetapkan undang-undang.16 4. Menciptakan Keseimbangan Dalam upaya keras untuk meningkatkan petumbuhan ekonomi. Negara akan menghadapi berbagai permasalahan kompleks yang harus

15 16

Ibid. Ibid.

12

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

di

selesaikan.

Banyaknya

permasalahan

yang

terjadi

dapat

mengakibatkan ketidakseimbangan dalam nilai-nilai sosial, dan ini justru menambah tantangan yang di hadapi. Maka sistem hukum dalam bentuk substantif dan prosedural dapat dioptimalkan untuk menjadi kekuatan yang mampu memelihara keseimbangan nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Ia memberikan kesadaran akan keseimbangan dalam usaha-usaha negara melakukan pembangunan ekonomi. 17 5. Kejelasan mengenai satus dan definisi Hukum memberikan definisi dan status dalam berbagai hal yang diaturnya, hukum dalam kondisi perubahan yang cepat dari ekonomi harus mempunyai kualitas dalam kejelasan mengenai definisi serta status dari hal yang diaturnya. Hal ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap arah dari perubahan yang diambil.18 Konsep dasar dari pendapat JD Nyhart di atas dapat di gunakan untuk mengukur sebuah peraturan hukum dalam konteks pembangunan ekonomi. Sehingga dapat di pahami apakah sebuah substansi hukum betul-betul dapat berperan dalam pembangunan ekonomi. Konsep-konsep dasar tersebut dapat di elaborasi dan dapat di kembangkan kembali dalam sebuah konteks tertentu untuk mendapatkan sebuah kualitas dari substansi hukum.

17 18

Ibid. hal. 13. Ibid.

13

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

B. Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan akhirnya di undangkan pada tanggal 22 November 2011, undang-undang ini menandai episode baru bagi hukum perbankan di Indonesia, bagaimana tidak kewenangan pengaturan dan pengawasan yang sebelumnya sejak lama melekat pada tugas dan fungsi Bank Indonesia akhirnya di pindahkan pada sebuah badan independen yang di proyeksikan pada 2013 akan sudah terbentuk secara kelembagaan. Undang-undang ini terdiri dari 72 Pasal yang mencakup 14 bab. Secara umum undang-undang ini mengatur mengenai kelembagaan Otoritas jasa keuangan. Ada banyak aspek yang bisa kita kaji dalam undang-undang ini dalam hubungannya atau perannya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia khusunya dalam aspek perbankan, bagaimana OJK dengan tugas fungsi dan wewenangnya dapat mewujudkan kesehatan dan kekuatan sistem perbankan di Indonesia. aspekaspek yang dapat di kaji adalah seperti sudah tepatkah bagi Indonesia pengawasan perbankan itu berada terpisah dari bank sentral, kemudian aspek independensi OJK juga dapat menjadi kajian yang menarik Sejak lama, sejak pembentukan lembaga ini di amanatkan oleh UndangUndang Bank Indonesia, yaitu Undang-Undang No 23 Tahun 1999 sebagaimana

14

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

di rubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang bank Indonesia, sudah menghadapi berbagai kontroversi mengenai sudah tepatkah pilihan kita untuk menempatkan fungsi tersebut tidak lagi pada bank Indonesia. Dalam Penjelasan Undang-Undang OJK di sebutkan bahwa di butuhkan lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan komprehensif agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.19 Dalam penjelasan tersebut di identifikasi beberapa permasalahan yang melatar belakangi di butuhkannya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dalam satu lembaga. Bahwa terjadinya proses globalisasi di sistem keuangan, pesatnya kemajuan di bidang teknologi juga inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang begitu kompleks, dinamis dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Selain alasan tersebut Undang-Undang OJK di buat dengan semangat untuk mengurangi moral hazard dalam sektor jasa keuangan, kemudian mengoptimalkan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.

19

Lihat Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

15

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

Dengan mengacu pada konsep dasar hukum menurut JD Nyhart dalam peran hukum untukpembangunan ekonomi di elaborasikan dan dapat dilihat apakah Undang-Undang OJK sudah mempunyai unsur-unsur tersebut yang akan diuraikan sebagai berikut:20 Pertama, Undang-Undang OJK harus dapat membuat prediksi, yaitu apakah dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi industri jasa keuangan terutama dampak dari struktur pengawasan pada aspek kesehatan sistem perbankan yang meliputi keselamatan dan kesehatan sistem bank, stabilitas sistemik dan pengembangan sistem perbankan dan keuangan. Hal ini penting bahwa penentuan Undang-Undang terhadap OJK apakah dapat mengganggu atau tidak terhadap pelaksanaan tugas BI dan pencapaian tujuan BI. Hal ini mengingat pengaturan dan pengawasan bank telah lama ada dalam kesatuan pada sistem bank sentral, selain kebijakan moneter dan sistem pembayaran. Untuk kondisi ini pada dasarnya dapat diantisipasi oleh Undang-Undang OJK, dimana penempatan salah satu anggota dewan komisaris adalah ex officio Bank Indonesia (Pasal 10 ayat 4) dapat memberikan kepastian kepada Bank Indonesia bahwa segala kebutuhan terkait informasi yang di butuhkan BI dalam tugas dan fungsinya untuk kebijakan moneter dapat dikoordnasikan melalui wakilnya tersebut. bahkan kemudian pada Pasal 40 ayat1 disebutkan bahwa dalam hal BI untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, BI dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank

20

Pendekatan ini adalah elaborasi konsep dasar hukum oleh JD Nyhart yang digunakan Bismar Nasution dalam tulisannya saat mengkritisi RUU OJK.

16

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

tersebut dengan menyampaiakan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. Sehingga kekhawatiran tersebut dapat diatasi. Kedua, Undang-Undang OJK harus mempunyai kemampuan prosedural dalam struktur pengawasan, Bismar Nasution mengelaborasi konsep ini dalam konteks pembiayaan OJK yang berasal dari fee yang wajib dibayar oleh industri jasa keuangan. Menurutnya pemungutan fee dari industri akan menimbulkan benturan kepentingan antara OJK dan industri jasa keuangan dan dampak yang tidak baik terhadap industri itu sendiri maupun terhadap masyarakat. Pembiayaan OJK yang berasal dari industri jasa keuangan akan dapat menambah beban biaya yang harus di tanggung industri keuangan atau bank, biaya tersebut pada akhirnya akan di bebankan industi perbankan kepada nasabah sehingga berpotensi mendorong peningkatan suku bunga. Hal mengenai pembiayaan OJK memang merupakan hal yang penting yang harus di kaji mendalam. Pasal 34 Undang-Undang OJK menyatakan anggaran OJK bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Artinya pembiayaan OJK tidak sepenuhnya berasal dari fee yang dibayarkan industri jasa keuangan. Hal ini menimbulkan keraguan kembali. Asas independensi yang di punyai OJK seharunya membuat OJK lebih tepat apabila pembiayaannya sepenuhnya dari fee industri jasa keuangan, hal ini diperlukan untuk tetap menajaga independensi OJK yang juga termasuk independensi dalam hal anggaran.

17

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

Memang tidak ada konsep baku mengenai pembiayaan terhadap badan yang mengawasi sektor jasa keuangan. Apakah dengan pembiayaan pemerintah atau melalui fee yang ditarik dari industri keuangan. Pilihannya cenderung politis dan bergantung pada kebijakan dari negara-negara yang bersangkutan.21 Pendanaan yang dipungut dari lembaga-lembaga yang di awasi dapat dalam bentuk :22 a. Biaya registrasi untuk lembaga-lembaga keuangan baru b. Iuran tahunan c. Iuran untuk kegiatan audit, dan d. Denda, bunga atau bentuk lainnya. Biaya registrasi dapat ditetapkan sama besarnya untuk setiap lembaga yang akan diawasi. Iuran tahunan dapat ditentukan menurut besar kekayaan dari lembaga tersebut. adapun iuran untuk kegiatan audit dapat ditetapkan sama besar untuk semua lembaga atau bervariasi menurut besar kekayaan masing-masing.23 OJK harus mempunyai aturan yang jelas untuk pembiayaan OJK tersebut kedepan, OJK harus dapat menghitung besar biaya atau iuran-iuran tersebut agar cukup untuk mendanai seluruh kegiatannya. Dengan peraturan yang jelas

21

Donato Masciandaro, Maria J Nieto and Henriette Prast, Financial Governance of Banking Supervision, Documentos de Trabajo Banco De Espana, 2007. Hal. 17 22 Darmin Nasution, Konsepsi Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Persiapan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, www.legalitas.org. 23 Ibid.

18

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

setidaknya benturan kepentingan antara OJK dengan industri keuangan dapat dihindari. Sayangnya dalam aturan mengenai anggaran OJK tidak diatur mengenai kondisi apabila OJK justru kekurangan dana untuk membiayai kegiatankegiatannya, padahal dapat diatur bahwa dalam kondisi tersebut OJK dapat diberi wewenang untuk mencari dan mendapatkan dana dari pihak pemerintah misalnya dengan cara meminjam.24 Sarana pendanaan darurat ini seharusnya dapat di atur dengan perumusan yang baik untuk menghindari pemanfaatan secara tidak benar oleh OJK atau pejabat-pejabatnya. Ketiga, Dalam Pasal 4 Undang-Undang OJK, di nyatakan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan kosumen dan masyarakat. Dalam konteks sistem perbankan tujuan yang sedemikian luas tersebut akan sulit di implementasikan apabila fungsi OJK hanya berupa pengawasan terhadap perbankan sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Tentang Bank Indonesia. Namun dengan fungsi pengaturan juga yang di berikan kewenangannya pada OJK sudah cukup membuat OJK diyakini mampu mencapai tujuannya, hanya saja yang perlu tetap menjadi prioritas OJK bagi industri perbankan adalah menjaga kesehatan sistem perbankan nasional.
24

Ibid.

19

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

Keempat, Undang-Undang OJK harus dapat berperan menciptakan keseimbangan karena hal ini berkaitan dengan inisiatif pembangunan ekonomi. Yang perlu dilihat dalam konsep ini adalah keseimbangan kewenangan antara bank Indonesia dengan OJK. Dalam artian tidak boleh ada kewenangan yang salip menyalip antara OJK dengn bank Indonesia. Undang-Undang OJK telah memberikan cakupan kewenangan kepada OJK yaitu salah satunya melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan (Pasal 6 huruf a). Dalam Pasal 7 undang-Undang OJK diatur lebih jauh mengenai kewenangan OJK yang dimaksud dalam Pasal 6 huruf a tersebut dimana OJK mempunyai wewenang Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank, pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank, pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, dan aspek pemeriksaan bank. Dengan demikian kewenangan yang sebelumnya ada pada bank Indonesia telah beralih pada OJK.25 Dan telah terdapat demarkasi yang jelas mengenai OJK dengan bank Indonesia. Kelima, Undang-Undang OJK harus dapat berperan dalam menentukan definisis dan status yang jelas. Dalam hal ini hukum harus memberikan status dan definisi yang jelas mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi tugas dan wewenang OJK. Hal yang masih menjadi pertanyaan mengenai kejelasan status dalam kelembagaan OJK adalah mengenai ke independensian OJK. Bahwa dalam Pasal 10 mengenai dewan komisioner dalam ayat 4 huruf i
25

Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan akan beralih dari Bank Indonesia ke OJK, sejak tanggal 31 Desember 2013. Bunyi Pasal 55 ayat 2 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan.

20

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

mentebutkan bahwa salah satu anggota dewan komisioner adalah ex officio dari kementerian keuangan. Sayangnya hal ini tidak sesuai dengan asas independensi OJK sendiri dimana dikehendaki bahwa OJK dalam menjalankan tugasnya independen yang kedudukannya di luar pemerintah. Dimana perlu dipahami bahwa lembaga yang independen tidak dapat dilihat sebagai bagian cabang eksekutif. Keindependensian dapat menjamin bahwa fungsinya tidak

disalahgunakan oleh eksekutif. Penempatan wakil dari kementerian keuangan dapat mengurangi independensi OJK, penempatan wakil dari kementerian keuangan kemungkinan untuk memenuhi terdapatnya wakil dari BAPEPAM sebagai lemabaga yang pada awalnya mengawasi pasar modal yang akhirnya kemudian kewenangan tersebut di lebur ke OJK. Untuk anggota dewan komisioner yang merupakan ex officio BI bukan permasalahan karena BI sendiri merupakan lembaga independen di luar pemerintahan berbeda dengan BAPEPAM yang ada di bawah Kementerian Keuangan.

21

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

BAB III

Penutup
A. Kesimpulan Pengamatan berbagai hal dari substansi Undang-Undang OJK melalui kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi menunjukkan bahwa Undang-Undang OJK secara keselruhan sudah memenuhi konsep dasar untuk memainkan pernanan penting dalam hubungan hukum dengan pembangunan ekonomi. Walau masih terdapat hal-hal yang bisa jadi sifatnya krusial bagi pelaksanaan fungsi tugas dan wewenang OJK nantinya. Persoalan independensi adalah persoalan mendasar bagi OJK, baik indepensi dalam hal kelembagan maupun independensi dalam pembiayaan OJK. Diharapkan dengan indepenensinya OJK menjadi lembaga yang stabil untuk mencapai segala tujuannya.

B. Saran Saran yang dapat diajukan adalah OJK harus mempertahankan

independensinya. Harus komitmen yang kuat dalam lembaga OJK bahwa OJK tidak boleh mendapat interfensi baik dari pemerintah ataupun industri jasa keuangan sendiri. Selain itu dalam hal independensi anggaran OJK sebaiknya menetapkan sumber pembiayaan OJK dari fee yang ditarik dari industri jasa keuangan. Untuk mempertahankan indepensi OJK dalam aspek anggaran.

22

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

Daftar Pustaka
Bismar Nasution, Kajian Terhadap RUU Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 2, Mei, 2010. Darmin Nasution, Konsepsi Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Persiapan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan,PDF Paper pada www.legalitas.org. Download tanggal 6 Januari 2011. Donato Masciandaro, Maria J Nieto and Henriette Prast, Financial Governance of Banking Supervision, Documentos de Trabajo Banco De Espana, 2007. Ec Abdul Mongid, Bank Indonesia : Independensi, Pengawasan Bank dan Stabiitas Sistem Keuangan, Buletin Hukum Perbankan dan

Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010.


Erman Rajagukguk dalam Hukm Ekonomi Indonesia : Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Makalah Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII, 14-18 Juli 2003.

J.D. Nyhart, The Role Of Law and Economic Developement, Working Paper School of Industrial Management, Massachusetts Institute Of Technoligy. 1964. Kevin E Davis and Michael J Trebilcock, The Relationship Between Law And Developement : Optimists Versus Skeptics, Law and Economic Research paper Series, Working Paper No. 08-24, New York Univesity School of Law, 2008.

23

Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi

Thomas S. Ulen, The Role of Law In Economic Growth and Developement, Paper for the Bonn Law & Economic Workshop, University Hyderabad, 27 April, 2010. Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 2010. .

24

You might also like