You are on page 1of 30

Judul asli : Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum

Pengarang : As Syeikh Abd Muhaimin ‘bnu T Rusyd Al Afghani


Penterjemah : Abu Itqon Al Fathubiy Lc.

Daftar Isi

Kata Pengantar

Iftitah

I. SIAPAKAH ITU IKHWAN ?


A. IKHWAN FIDDIN
B. IKHWAN NABI
C. IKHWAN FILLAH

II. SYARAT UNTUK MERAIH GELAR IKHWAN (IKHWAN FIDDIN, IKHWAN


NABI, IKHWAN FILLAH) DAN SYARAT MENJADI ORANG YANG
BERSAUDARA BESERTA KARAKTERISTIKNYA

1. Harus mengerti syarat meraih gelar Ikhwan dengan ilmunya


2. Harus masuk Islam (siap menjadi muslim secara kaffah) dan meninggalkan
pola hidup jahiliyyah dan mati dalam keadan muslim
3. Harus beriman, siap berhijrah atau menjadi kaum anshor dan siap berjihad fi
sabilillah
4. Menjadi orang yang Sholih
5. Siap berupaya untuk bertaqwa (menjadi Muttaqin)
6. Berakhlaq Islami (Akhaq Karimah)
7. Siap dan aktif untuk berdakwah (mengajak manusia ke jalan Allah dan
beramar ma;ruf nahi mungkar)
8. Siap menempuh Shirotol Mustaqim (jalan hidup orang-orang yang
istiqomah/lurus)
9. Siap menghadapi ujian yang banyak, berat dan sengsara serta menyakitkan
dengan sabar, karena yakin dengan pertolongan Allah dan jannah-Nya
10. Tidak menjadi orang munafiq, zholim dan fasiq
11. Harus benar-benar berwala (menolong, setia dan cinta) kepada Allah,
RasulNya dan orang- orang yang beriman saja dan Baro (mengadakan
permusuhan, berlepas diri dan benci) terhadap orang-orang kafir, musyrik,
munafiq dan kaum jahiliyyah
12. Meninggalkan perbuatan Tabdzir dan Laghwun
13. Tidak turut andil membantu program-program syaithon yang bertujuan untuk
menipu dan merusak serta menyesatkan manusia
14. Mau berbusana muslim (berjilbab bagi muslimah) dan berhiaskan pakaian
taqwa dan perilaku hidupnya tidak bertasabuh (menyerupai) orang-orang
jahiliyyah, kafirin/musyrikin
15. Mau mewujudkan Ukhuwah Islamiyyah
16. Mau menjadikan Ikhwan/Akhwat sebagai pasangan hidupnya (suami/istri)
17. Mau dan rela diatur oleh Allah, RasulNya dan Ulil Amri yang beriman

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 1


18. Siap mengadakan janji/sumpah setia kepada Allah, RasulNya atau Ulil almri
yang beriman dan menepati sumpah setia yang diikrarkannya
19. Mau berinfak dalam keadaan longgar atau sempit membayar zakat dan
shodaqoh
20. Harus mengikuti Al Jama’ah dan Iltizam (komitmen) dengannya, tidak
bertafarruq (mengikuti firqoh

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 2


I. SIAPAKAH ITU IKHWAN ?

A. IKHWAN FIDDIN

Ikhwan fiddin adalah gelar yang diberikan langsung oleh Allah Azza wa Jalla, bagi
yang telah bertaubat, menegakkan sholat dan menunaikan zakat.

Bagi orang orang yang belum bertobat (dari kesyirikan, kekafiran dll), belum dapat
disebut Ikhwan Fiddin. Juga bagi orang yang tidak sholat atau hanya sekedar
mengerjakan sholat tanpa memahami ma’na dari sholat tersebut, sehingga sholat yang
dikerjakan hanya sebatas ritual tanpa mempengaruhi pola hidup, sehingga tidak
nampak bekas-bekas sholat mereka ( min atsaris sujud ), sebagaimana para sahabat
Rosul adanya. Sebagaimana yang digambarkan dalam surat Al-Fath ayat 29,namun
sebaliknya sholat mereka hanya siulan dan tepuk tangan belaka, sebagaimana
disebutkan dalam surat Al Anfal ayat 35. Sholatnya tanpa dapat mencegah dari
perbuatan Fahsya dan munkar (QS. Al Ankabut : 45) serta dapat lebih mengingat
Allah (QS. Toha : 14 ), tidak mengabaikan dan tidak melalaikan apa-apa yang telah
diikrarkan dihadapan Allah ketika sedang sholat, berjanji untuk tunduk patuh, rela
diatur akan meng-Ilahkan Allah semata dan tidak mensekutukan Nya dengan sesuatu
apapun.

Juga tidak disebut Ikhwan fiddin bagi yang belum menunaikan zakat, atau
menunaikan zakat tetapi disalurkan fi sabilit Thoghut yang akan digunakan mereka
untuk menghalangi manusia dari jalan Allah ( QS. Al Anfal : 36 )

Dan Allah menerangkan gelar Ikhwan fiddin adalah bagi kaum yang mengetahui
bukan diberikan kepada sembarangan orang yang tidak mengetahui hakikat ini.

"Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat serta membayar zakat maka mereka itu
adalah Ikhwan-Ikhwan fiddin. Dan kami menjelaskan ayat-ayat ini bagi kaum yang
mengetahui". ( QS. At Taubah : 11)

B. IKHWAN NABI

"Bilakah aku bertemu Ikhwan-ikhwan ku ? " Para sahabat berkata : " Bukankah kami
Ikhwan- Ikhwan mu ? " Nabi Saw menjawab : "Kalian adalah sahabat-sahabat ku,
sedangkan ikhwan- ikhwanku adalah orang-orang yang beriman kepadaku tetapi tidak
pernah melihatku dan aku rindu kepada mereka". (HR Abu Syaikh)

"Aku rindu bertemu ikhwan-ikhwanku, yaitu orang-orang yang beriman kepadaku


namun tidak pernah melihatku". (HR Ahmad)

Betapa indahnya gelar Ikhwan dan betapa semua orang mendambakannya, siapa yang
tidak dirindukan oleh sang kekasih Allah.

Merekalah Ummat beliau yang istiqomah, yang tidak pernah menyimpang dari
sunnah nya, menapaki manhajnya dan mereka beriman kepadanya dengan keimanan
yang Amiq walaupun tak pernah melihatnya, apalagi melihatnya, mereka

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 3


menghidupkan sunnahnya dikala manusia mengabaikannya, mereka menapaki
manhajnya ketika manusia meninggalkannya, pantaslah kalau Rasulullah
merindukannya. Itulah Ikhwan Nabi Saw yang didunia tidak bertemu Nabi, lain
halnya dengan para sahabat mereka menyaksikan langsung pribadinya,
kemu’jizatannya, kemuliaan akhlaqnya, keberaniannya dalam membela Al Haq,
kelembutannya terhadap sesama, kegagahan nya dalam mengobarkan jihad bagi
ummatnya, kearifan nya dalam menyelesaikan setiap permasalahan ummatnya,
wajarlah kalau mereka beriman kepada beliau, lain hal dengan Ikhwan yang tidak
pernah sama sekali bertemu dengannya, yang tersisa hanya jejak yang samar dikelabui
zaman yang penuh fitnah, namun hanya Ikhwan /Akhwat sajalah yang dengan rahmat
Allah dapat menapak tilasi jejak /manhaj yang pernah beliau Saw bersama para
sahabatnya praktekkan, sehingga Dinul Islam dapat kembali zhohir ditengah-tengah
gelombang kegelapan. Walaupun ibarat memegang bara api, tetapi Ikhwan/Akhwat
Nabi tetap iltizam menempuh jalan Nabi yang penuh tantangan, karena mereka ingin
bert emu Allah Swt dan Nabi Nya yang menunggu di telaga yang indah.

Dari Abu Hurairah ra. Katanya : "Suatu ketika Rasulullah berkunjung ke sebuah
pekuburan, lalu mengucapkan salam : ’Assalamu’alaikum daara qaumin mu’minin.
Wa inna insya Allah bikum laahiquun’ ( selamat engkau wahai penduduk kampung
kaum mu’min Insya Allah kami akan menyusul kalian). Setelah itu Nabi Saw berkata
: " Aku ingin benar kalaulah kita dapat melihat Ikhwan-Ikhwan kita", para sahabat
berkata : "bukanlah kami Ikhwan-Ikhwan mu, ya Rasulullah ? ", jawab Nabi: " Anda
semua adalah sahabatku, Ikhwan-Ikhwan kita yang kumaksudkan adalah orang-orang
yang belum datang ( tetapi akan datang kelak pada hari kiamat)", mereka bertanya: "
Bagaimana anda dapat mengenal ummat anda yang belum datang tetapi akan datang
di hari kemudian ya Rasulullah ?", jawab Rasulullah Saw: "Bagaimana pendapat anda
jika seseorang mempunyai kuda putih keningnya, kakinya dan tangannya, kemudian
kuda itu berada di tengah kuda-kuda lainnya tetapi hitam semua, dapatkah orang
mengenali kudanya ?", mereka menjawab: "tentu ya Rasulullah, tentu dapat ", Sabda
Nabi Saw: " Nah! mereka nanti akan datang dalam keadaan putih bercahaya-cahaya
mukanya, tangannya dan kakinya, karena dari bekas wudhu. Dan aku mendahului
mereka datang ke telagaku. Ketahuilah ada orang-orang yang aku larang mendekati ke
telaga ku itu, seperti halnya seekor unta sesat, lalu kupanggil mereka: "kemarilah !",
tetapi nanti ada yang mengatakan: "mereka itu telah bertukar agama sepeninggal anda
!", karena itu kuusir mereka, "pergilah jauh-jauh !", kataku. ( HR. Muslim)

C. IKHWAN / AKHWAT FILLAH

Orang-orang yang bersatu dibawah aqidah yang satu (diikat dengan tali Allah) yang
di dalamnya penuh keikhlasan karena Allah mereka itulah Ikhwan’Akhwat fillah.
Mereka saling mencintai karena Allah, saling menyayangi dengan ghiroh karena
Allah, tolong-menolong, lindung-melindungi semata-mata hanya karena Allah, karena
kemuliaan Nya, walaupun diantara mereka tidak ada hubungan nasab, karib kerabat,
bisnis/harta benda tapi semata- mata cinta karena Allah, benci karena Allah,
berkumpul karena Allah, berpisah karena Allah.

"Sungguh diantara hamba-hamba Allah itu , ada orang-orang yang bukan nabi dan
syuhada, tetapi nabi dan syuhada menginginkan keadaan seperti mereka, karena
kedudukannya di sisi Allah", sahabat bertanya:" Kabarkan kepada kami siapa mereka

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 4


itu ?", Rasul Saw menjawab:" mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai
karena kemuliaan Allah walaupun tak ada hubungan karib kerabat diantara diantara
mereka serta tak ada hubungan harta benda yang ada pada mereka, maka Demi Allah
wajah-wajah mereka sungguh bercahaya, sedang mereka tidak takut apa-apa di kala
orang lain takut, dan mereka tidak berduka cita di kala orang lain berduka cita". (HR
Abu Daud)

"Dua orang yang saling mencintai karena Allah keduanya berkumpul karenanya dan
berpisah karenanya"(Bukhori Muslim)

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 5


II. SYARAT UNTUK MERAIH GELAR IKHWAN (IKHWAN FIDDIN,
IKHWAN NABI, IKHWAN FILLAH) DAN SYARAT MENJADI ORANG
YANG BERSAUDARA BESERTA KARAKTERISTIKNYA

1. Harus mengerti syarat meraih gelar Ikhwan dengan ilmunya

Untuk meraih gelar ikhwan harus mengerti akan ilmunya, karena ilmu merupakan
yang pertama bagi amal, dan gelar tanpa mengerti ilmunya adalah sia-sia dan hina.
Dengan mengerti ilmunya, maka Ikhwan dan Akhwat sadar akan dirinya yang
menyandang gelar tersebut, harus bagaimana hidupnya, apa tugas dan kewajibannya,
apa tujuan hidupnya dan balasan apa yang akan didapatnya jika dia komitmen dengan
gelar tersebut. Kalau ada orang yang merasa (mengaku) telah meraih gelar Ikhwan
atau Akhwat tetapi tidak mengerti dan sadar akan gelar tersebut dikarenakan tidak
memahami ilmunya, maka orang itu dusta dan tidak pantas disebut Ikhwan/ AKhwat.
Tentang ilmu Rasulullah Saw pernah bersabda dalam hadist riwayat Bukhori:

"Ilmu itu sebelum perkataan dan perbuatan"

2. Harus masuk Islam ( siap menjadi muslim secara kaffah) dan meninggalkan
pola hidup jahiliyyah dan mati dalam keadaan muslim.

Tidak mungkin mejadi Ikhwan/Akhwat tanpa mejadi muslim apalagi jika masih
jahiliyyah (berkehidupan ala jahiliyyah), karena jahiliyyah lawannya Islam. Al Hadist:

"Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara .. Muslim itu adalah Ikhwan
(saudara) muslim lainya"

Apabila semasa hidupnya menjadi muslim kemudian matinya kafir, mati munafiq/
fasiq, mati jahiliyyah atau mati zholim, maka dia bukan Ikhwan/Akhwat lagi
namanya, gelar Ikhwan Akhwat gugur baginya dan tidak disebut Almarhum ketika
matinya, melainkan dia mendapat gelar baru, yaitu A’Mal’un (yang di la’nat) na’udzu
billahi min dzalik.

3. Harus beriman, siap berhijrah atau menjadi kaum anshor dan siap berjihad fi
sabilillah.

Tentang orang beriman Allah menegaskan :

"Sesungguhnya hanya orang-orang yang beriman saja yang bersaudara ...." (QS.
49:10)

Dengan menjadi mu’min dan konsekuensi dengan keimanannya, maka seseorang


disebut Ikhwanul Mu’minin. Hadist Nabi :

"Orang yang beriman itu adalah cermin saudaranya. Mu’min itu adalah Ikhwan
(saudara) mu’min lainnya, ia menjaga ladangnya atas dirinya dan memeliharanya
ketika ia tidak ada". (HR. Bukhori)

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 6


Juga sebutan mu’minin, Muhajirin, Anshor dan Mujahiddin fi sabilillah harus
menyatu dalam kehidupan diri seseorang yang telah meraih gelar Ikhwan. Sebab iman
tanpa hijrah ( baik secara ma’nawi maupun makani) adalah kedzoliman, Mu’min
tanpa mau menolong (menjadi Anshor) bagi mu’min lainnya adalah iman yang dusta
dan iman tanpa jihad fi sabilillah adalah kemunafikan atau kefasikan . Ketika
keempatnya telah menyatu barulah seseorang disebut Mu’min Haq (Mu’min yang
sebenarnya) yang akan mendapat kemenangan. Allah berfirman dalam surat Al Anfal
ayat 74 yang artinya :

"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad fi sabilillah dan orang-
orang yang memberikan tempat kediaman dan memberikan pertolongan ( kepada
orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman.
Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (ni’mat) yang mulia".

Dan dalam hal ini Allah menggambarkan dengan begitu indahnya dalam ayat lain :

"Dan orang-orang yang telah menempati Daar dan telah beriman (Anshor) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin ), mereka mencintai orang-orang yang telah berhijrah
kepada mereka.. Dan mereka tiada menaruh keinginan di dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang telah diberikan kepada mereka (Muhajirin ), dan mereka mengutamakan
mereka (kaum Muhajirin ), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan
(apa yang mereka berikan itu). Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung".

"Dan Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirain dan anshor), mereka
berdo’a : Yaa Robb kami ampunilah kami dan Ikhwan kami yang telah beriman lebih
dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami
terhadap orang-orang yang beriman , ya Robb kami, sesungguhnya Engkau maha
penyantun lagi maha penyayang". (QS. Al Hasyr : 9-10)

Secara Konsepsional hijrah dibagi menjadi dua:

1. Hijrah Ma’nawi

yang tersirat dalam ayat 5 surat Al Mudatsir

"Dan dari perbuatan dosa hijrahlah (tinggalkan)".

Juga sabda Nabi Saw :

"Orang-orang yang berhijrah adalah orang-orang yang meninggalkan apa-apa yang


dilarang Allah darinya".(Shohih Bukhori, kitabul iman, 1/53 Hadist No.10)

2. Hijrah Makani,

Secara bahasa hijrah berarti pindah , sedangkan secara ishtilahan, berarti :

"Perpindahan dari daerah (negara) kafir ke daerah (negara) beriman".

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 7


Sebagaimana yang tersirat dalam Al Qur’an surat Al Ankabut : 56

"Wahai hamba-hambaku yang beriman sesungguhnya bumiku luas, maka sembahlah


aku saja".

*Albaghowi (Rahimahullah/436-510 H) seorang ahli bidang fiqih hadist dan tafsir


berkata: Ayat ini sababun nuzulnya ditujukan kepada orang-orang muslim yang masih
berada di makkah, mereka belum berhijrah, maka dari itu Allah mengkhitob mereka
dengan seruan "Wahai hamba-hambaku yang beriman", dalam ayat ini tersirat
perintah bagi orang-orang muslim untuk berhijrah dari suatu tempat (negara) yang
disana tidak diberlakukan hukum Islam, berusaha dan terus berusaha untuk mencari
bumi hijrah jangan sampai kita menjadi orang yang mati dalam keadaan menzholimi
diri dikarenakan tidak mau berhijrah, sebagaimana firman Allah Swt, yang artinya:

"Sesungguhnya orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menzholimi diri


sendiri (kepada mereka ) malaikat berkata: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini",
mereka menjawab :"Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (kami)", para
malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah di
bumi itu". Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam dan jahannam itu seburuk-
buruknya tempat kembali".(QS An Nisaa: 97).

Sedangkan jihad fi sabilillah yang terdapat setelah kata hijrah adalah wajib bagi
segenap Ikhwan/Akhwat, dengan pengamalan yang seluas-luasnya tanpa harus
membatasi kata jihad dengan pengertian sungguh- sungguh, karena para sahabat tidak
mengenal kata-kata jihad kecuali mengandung arti Qital, memerangi musuh-musuh
Allah karena jihad merupakan puncaknya Islam, pasport surga dan tamasya nya
ummat Nabi Muhammad Saw, agar mendapatkan syahid yang menjadi cita-cita
segenap Ikhwan / Akhwat.

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi
Allah orang-orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang—orang yang
bersabar". (Qs Ali Imron: 142)

"Pokok urusan adalah Islam, sendi tiangnya adalah sholat dan inti/pokoknya adalah
jihad"(sunan Attirmidzi 7/281, hadist no 2619, ibnu Majah 2/1314 dan terdapat dalam
Hadist Arba’in, Hadist shohih).

"Sesungguhnya tamasya umatku adalah jihad fi sabilillah" (Sunan Abu Daud kitabul
jihad, 3/12, hadist nomor 2486, Mustadrak Al Hakim, 2/73 sanadnya Hasan)

Rasulullah bersabda, yang artinya: "Bagi orang yang mati syahid terdapat enam hal
yang akan diterimanya:

Allah memberikan ampunan ketika mula pertama bergerak dan akan melihat
tempatnya di surga
Selamat dari siksa kubur
Selamat dari denyutan hari kiamat
Akan diberikan kepadanya mahkota yang terbuat dari yakut sebagai tanda
penghormatan yang jauh lebih mahal dari dunia dan seluruh isinya

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 8


Akan dikawinkan dengan tujuh puluh bidadari
Bisa memberikan syafa’at tujuh puluh anggota keluarganya", (HR. At Tirmidzi dan
Ibnu Majah)

"Sesungguhnya nyawa orang yang mati syahid itu berada di dalam burung-burung
berwarna hijau dan baginya terdapat lampu-lampu yang digantungkan di Arsy.
Nyawa-nyawa itu kesana kemari di surga sesuka hati mereka", (HR At Tirmidzi, Ad
Darimi)

4. Menjadi orang yang Sholih

Apabila kita menjadi orang sholih sudah barang tentu akan menjadi Ikhwan (saudara)
orang sholih lainnya. Orang sholih artinya orang yang beriman dan banyak melakukan
amal sholih, dengan demikian akan dipersatukan dan dimasukkan kedalam golongan
hamba-hamba yang sholih, sebagaimana Allah menyatakan dalam surat Al Ankabut :
9,

"Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih benar-benar akan kami
masukkan mereka kedalam (golongan) orang yang sholih".

Dan kaum/jama’ah yang anggotanya orang-orang yang sholih itulah akan mewarisi
bumi dan dapat berkuasa di bumi serta mewujudkan khilafah (pemerintahan Islam
dunia) sebagai janji Allah yang benar-benar akan ditepati.

"Dan Sungguh kami telah tulis di dalam Zabur sesudah (kami tulis di dalam) dalam
lauhul Mahfudz, bahwa bumi ini diwarisi kepada hamba-???

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu &
mengerjakan amal yang sholih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dien yang telah
diridhoi-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar menukar (keadaan) mereka, sesudah
mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku
dengan tiada mensyirikan sesuatu apapun dengan Aku, dan barangsiapa yang (tetap)
kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq". (Qs An Nur :
55)

5. Siap berupaya untuk bertaqwa (menjadi Muttaqin)

Mengapa syarat menjadi Ikhwan/ Akhwat harus bertaqwa ?, karena jika tidak
bertaqwa, kita semua yang tadinya bergaul di dunia dengan akrab, dengan saling
memanggil Akhi.., Ukhti .., tapi jika tidak diiringi saling taqwa dalam artian saling
takut kepada Allah, tidak saling memelihara diri dari yang tidak diridhoi Nya, tidak
saling hati-hati dalam berbuat, maka ketidaktaqwaan nya itu akan menodai gelar
Ikhwan/Akhwat yang telah diraihnya. Akan merusak citra Ikhwan yang seharusnya
menjadi himpunan kaum yang baik atau sebagai Khoiru Ummah, dan akibat dari itu
pula akan menjadi tidak harmonis, hilang rasa ukhuwah yang merupakan ni’mat dari
Allah yang seharusnya disyukuri, sehingga Allah mencabut ni’mat yang tidak

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 9


disyukuri itu, maka ni’mat berubah menjadi azab berupa tafarruq, perpecahan atau
saling iri, dengki hasut dan permusuhan.

"Teman-teman akrab pada hari itu sebahagian nya menjadi musuh bagi sebagian yang
lain kecuali orang-orang yang bertqwa". (Qs Az Zukhruf : 67)

Terdapat pula dalam hadist yang diterangkan dalam Fi Zhilali Qur’an :

"sesungguhnya manusia yang paling baik bagiku adalah orang-orang yang bertaqwa,
siapapun mereka dan bagaimanapun mereka".

6. Berakhlaq Islami (Akhaq Karimah)

Untuk menjadi Ikhwan/Akhwat harus berupaya untuk berprilaku dengan akhlaq yang
islami bukan akhlaq jahiliyyah yang buruk. Dengan akhlaq Islami yang mulia itu,
Ikhwan/ Akhwat akan menjadi ummat yang terbaik. Karena diantara maksud dan
tujuan yang terbaik. Karena diantara maksud dan tujuan diutusnya Nabi adalah untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlaq.

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq mulia". (al Hadist)

"Mumin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaqnya".
(Hr.At Tirmidzi)

"Allah itu indah dan mencintai yang indah , murah hati dan menyukai kemurahan hati,
menyukai akhlaq yang terpuji dan membenci akhlaq yang rendah". (HR Al Baihaqi)

7. Siap dan aktif untuk berdakwah (mengajak manusia ke jalan Allah dan beramar
ma’ruf nahi mungkar)

Sebagai konsekuensi dari ikhwan yang merupakan pengikut Nabi, wajib bagi ikhwan
untuk berdakwah dan beramar ma’ruf nahi mungkar sebagai tugas fariyyah dan
jama’i.

"Katakanlah inilah jalan (dien) ku, aku dan pengikut-pengikutku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah dan aku bukanlah termasuk
musyrikin". (Qs Yusuf :108)

"Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang berdakwah kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung".
(Qs Ali Imron : 104)

Ikhwan adalah bukan orang yang cuma memikirkan dirinya sendiri atau istrinya dan
anaknya saja atau hanya memikirkan cari nafkah saja tetapi juga memikirkan
bagaimana agar ummat manusia mengikuti Risalah Islam, tunduk kepada aturan-
aturan islam dan bagaimana agar Islam bisa berkembang dengan penuh izzah. Tentu
ini adalah tugas para Ikhwan agar menjalankan kewajiban da’wah, karena menjadi
da’i keuntungannya sangat besar, ikhwan harus tahu akan keuntungan ini.

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 10


"Barang yang berdakwah (mengajak) kepada hidayah, mereka memperoleh pahala
seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala-pahala
mereka sedikitpun" (Hr. Muslim dan Ahabus Sunan)

Dari Ali Karromallahu wajhah, bahwasanya Nabi Saw bersabda :

"Demi Allah, melalui kamu Allah memberi hidayah kepada satu orang itu lebih baik
bagimu dari Humrun Na’am ( kendaraan termewah yang menjadi kebanggaan)"
dalam riwayat lain lebih baik dari pada apa-apa yang disinari matahari dan
terbenamnya". (Hr Bukhori)

Humrun Na’am adalah unta merah yang orang-orang arab dulu saling membanggakan
diri karena kehebatan dan keindahan unta tersebut.

Dan juga Allah menegaskan gambaran mengenai ummat terbaik, yaitu mereka yang
ber amar ma’ruf nahi munkar (Qs. Ali Imron: 110 )

Apabila ikhwan/akhwat enggan dan malas dalam menunaikan tugas da’wah dan ber
amar ma’ruf nahi munkar niscaya Allah akan menimpakan kehinaan, kemerosotan
dan kekacauan padanya sebagaimana yang dialami bani Israil dahulu.

"Sesungguhnya kemerosotan dan kejatuhan bani Israil bermula dari orang sholih
dikalangan mereka, ketika melihat seseorang (pelaku kemungkaran) lalu Ia (orang
sholih) itu berkata, wahai saudaraku, bertaqwalah kepada Allah tinggalkan apa yang
kamu perbuat karena hal itu tidak halal kamu lakukan. Esoknya ia pun kembali
menjumpainya dan dia masih tetap melakukan kemungkaran dan dia tidak
melarangnya, bahkan turut makan, minum dan duduk bersamanya, karena perbuatan
mereka itulah Allah mengunci masing-masing hati mereka, kemudian Nabi
membacakan ayat : Telah dila’nat orang-orang kafir dari bani Israil ... (surat Al
Maidah : 78 dst) Kemudian dia bersabda : tidak, sekali-kali tidak!, Demi Allah kalian
harus beramar ma’ruf nahi mungkar, mencegah ulah si zholim dan mengembalikan
dia kepada yang haq atau jika tidak, Allah akan jadikan sama hati sebagian kamu
dengan sebagian yang lain (terkunci dari melihat kemungkaran) lalu Dia mela’nat mu
sebagaimana mela’nat mereka". (Hr Abu Daud dan At Tirmidzi berkata ini hadist
hasan)

8. Siap menempuh Shirotol Mustaqim (jalan hidup orang-orang yang istiqomah/


lurus)

Jalan itu adalah jalan yang teramat berat dan memayahkan tapi akhirnya akan meraih
keni’matan, yaitu jalan hidup yang ditempuh oleh para Nabi, shiddiqin, syuhada dan
sholihin. Bukankah ini yang sering kali kita pinta kepada Allah

"Berikanlah kami hidayah ke jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau berikan ni’mat kepada mereka, bukan (pada jalan yang sesat". (Qs Al Fatihah
: 6-7)

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 11


Coba hayati kehidupan yang dihadapi para Nabi, shiddiqin, syuhada dan sholihin,
kemudian ikuti, teladani, dan titilah (tempuhlah), walaupun berat kita akan dapatkan
ni’mat sebab tanpa meniti/menempuh jalan yang sama mustahil do’a kita terkabul
walaupun kita baca berulang-ulang dalam sholat (yaitu surat Al Fatihah:6-7 pent.),
yang maksudnya agar ditunjuki kepada shirothol mustaqim (jalan yang lurus) yaitu
jalannya orang-orang yang diberi ni’mat.

"Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama
orang- orang yang diberi ni’mat oleh Allah, yaitu : nabi-nabi, para shidiqqin, para
syuhada dan sholihin dan mereka itulah sebaik-baiknya teman". (Qs An Nisa :69)

9. Siap menghadapi ujian yang banyak, berat dan sengsara serta menyakitkan
dengan sabar, karena yakin dengan pertolongan Allah dan jannah-Nya

Ikhwan/akhwat adalah orang-orang yang beriman yang pasti diuji dan selalu diuji
keimanannya oleh Allah yang maha Rahman dan Rahim sebagai sunnatullah menjadi
pengikut Nabi.

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami
telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya Kami telah
menguji orang-orang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sungguh Dia mengetahui orang-orang yang dusta". (Qs. Al Ankabut
:2-4)

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ?
Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (bermacam-
macam cobaan), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman yang
bersamanya: "Kapankah datangnya pertolongan Allah ?" ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amat dekat". (Qs. Al Baqoroh:214).

"Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari
pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka itu menjadi lemah terhadap apa-apa yang
menimpa mereka di jalan Allah, dan mereka tidak lemah dan tidak(pula) menyerah
(kepada musuh) dan Allah mencintai orang-orang yang bersabar". (Qs Ali ‘Imron
:146)

Ikhwan/akhwat adalah orang-orang yang akan mengalami masa-masa yang mana


pada saat itu diperlukan kesabaran.

"Sesungguhnya masa setelah kalian ada hari-hari kesabaran, sabar pada masa itu
beratnya seperti memegang bara api, bagi yang beramal (dengan As Sunnah)
dikalangan mereka, pahalanya lima puluh kali lipat orang-orang yang berbuat seperti
amalnya", dan menambah padaku riwayat lainnya dia berkata, "Ya, Rasulullah !
Pahala lima puluh dari mereka ?, Rasul menjawab : " Pahala lima puluh orang dari
kalian ". (Hr Abu Daud)

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 12


Ikhwan/akhwat seharusnya merasa malu apabila tidak sabar dalam menghadapi ujian
hidup yang merupakan perjuangan (jihad), karena Allah menyindir dalam Surat Ali
Imron : 142 yang artinya:

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk jannah ?, padahal belum nyata bagi
Allah orang- orang yang berjihad diantaramu, dan belum nyata orang-orang yang
sabar".

Ikhwan/akhwat harus tahu dengan itulah pantas mengharapkan jannah dan memang
mu’min yang sabar akan dimasukkan jannah sebagaimana Allah memberikan
keterangan dalam surat Al- Insan:12.

"Dan dia memberikan balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan
jannah dan pakaian sutra).

kemudian bacalah sampai ayat terakhir surar Al Insan itu agar menambah keyakinan ,
keteguhan dalam bersabar.

"Ketahuilah bahwa pertolongan (kemenangan) datangnya dengan kesabaran". (Al


Hadist dalam buku Ikrar Amal Islami hal 265 pent.)

"Dan barang siapa yang berusaha menyabar-nyabarkan diri, maka Allah akan
memberikan kesabaran itu padanya". (al Hadist)

10. Tidak menjadi orang munafiq, zholim dan fasiq

Orang munafiq adalah ikhwannya orang-orang munafiq dan juga ikhwannya orang-
orang kafir, bukan termasuk Ikhwan fiddin, Ikhwan Nabi atau Ikhwan fillah.

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafiq yang berkata kepada


Ikhwan mereka yang kafir diantara ahli kitab..." (Qs Al Hasyr :11)

Meskipun mereka berada di dalam barisan jamaah kaum muslimin, namun mereka
adalah musuh yang sebenarnya karena mereka merusak jamaah kaum muslimin dari
dalam sehingga pantas mendapat imbalan nereka yang paling dalam, Munafiq
biasanya terdiri dari para infiltran thoghut, yahudi dan lainnya dan orang-orang yang
imannya dusta (malas berjihad dengan harta dan jiwanya fi sabilillah)

Walaupun demikian kebusukan dan tipu daya orang munafiq akan diperlihatkan oleh
Allah, dan mereka akan diuji, dibongkar kedoknya dan ditimpakan musibah-musibah
dalam satu tahun sekali atau dua kali.

"Dan tidaklah mereka (orang-orang munafiq) memperhatikan bahwa mereka diuji


sekali atau dua kali dalam setiap tahun kemudian mereka tidak juga bertaubat dan
tidak pula mengambil pelajaran". (Qs. At Taubah:126)

Ikhwan fiddin, ikhwan nabi, ikhwan fillah adalah orang-orang yang meninggalkan
kedzoliman dan kefasikan contoh orang zholim dan fasiq dalam Al Qur’an yaitu

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 13


orang yang tidak mau diatur (tidak berhukum) dengan hukum Allah dan Rasulnya
(hukum Islam)

"Barang siapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka
itu adalah orang-orang zholim" (Qs Al Maidah :45)

"Barang siapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah kepada
mereka, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq". (Qs Al Maidah: 47)

Disamping itu, syirik juga merupakan kezholiman yang paling besar

"Sesungguhnya syirik itu merupakan kezholiman yang paling besar" (Qs. Luqman
:13)

Ikhwan harus terbebas dari kesyirikan, baik syirik dalam Rubbubiyyah Allah,
Uluhiyyah dan Mulkiyyah Nya.

Sedangkan yang termasuk orang fasiq, contohnya adalah orang yang lupa kepada
Allah, menyukai dan mencintai selain dari pada Allah, RasulNya dan jihad fi
sabilillah.

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang
fasiq". (Qs. Al Hasyr:19)

"Katakanlah: jika bapak-bapak mu, anak-anakmu, saudara-saudara mu, istri-istrimu,


kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, bisnis yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasulnya serta berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusannya dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang fasiq". (Qs. At Taubah : 24)

11. Harus benar-benar berwala (menolong, setia dan cinta) kepada Allah,
RasulNya dan orang-orang yang beriman saja dan Baro (mengadakan
permusuhan, berlepas diri dan benci) terhadap orang-orang kafir, musyrik,
munafiq dan kaum jahiliyyah.

Wala adalah loyalitas (kesetiaan) yang merupakan ukuran yang membedakan apakah
seseorang termasuk mu’min atau bukan. Ikhwan/akhwat harus mengambil wali
(pemimpin, pelindung, kekasih dan teman setia) Allah, RasulNya dan orang-orang
yang beriman saja. Apabila mengambil wali selain dari itu semua bukan Ikhwan
namanya, bahkan dia adalah munafik.

"Sesungguhnya wali-wali kamu hanya Allah, Rasulnya, dan orang-orang yang


beriman yang mendirikan sholat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah). Dan barang siapa yang mengambil Allah, RasulNya dan orang-orang
beriman menjadi walinya, maka sesungguhnya pengikut Allah itulah yang pasti
menang". (Qs Al Maidah :55-56)

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 14


"Kabarkan kepada orang-orang munafiq, bahwa mereka akan mendapat siksaan yang
pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi auliyaa
(pemimpin, pelindung, kawan) dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah
mereka mencari izzah di sisi orang kafir itu ? maka sesungguhnya semua izzah
kepunyaan Allah". (Qs An Nisaa : 138-139 )

Kata-kata Auliyaa adalah bentuk jama’ dari wali

12. Meninggalkan perbuatan Tabdzir dan Laghwun

Ikhwan/akhwat adalah mereka yang selamat dari perbuatan tabdzir karena sangat
tidak pantas, bahkan dikarenakan hal tersebut mereka dapat dikategorikan sebagai
ikhwannya syaithon.

"Sesungguhnya orang-orang yang melakukan tabdzir adalah ikhwan nya syaithon, dan
syaithon itu adalah sangat ingkar kepada Robb nya". (Qs Al Israa : 27)

Dan Ikhwan/Akhwat adalah orang-orang yang senang kepada perbuatan yang


bermanfaat, yaitu melakukan amal-amal sholih dan meninggalkan perkataan dan
perbuatan yang sia-sia, bertaubat dengan sebenar-benarnya dan tidak palsu
syahadahnya.

"Dan orang yang bertaubat dengan sebenar-benarnya dan mengerjakan amal sholih,
maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.
Dan orang- orang yang tidak memberikan syahadah palsu dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak
berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya". (Qs 25: 71-72)

13. Tidak turut andil membantu program-program syaithon yang bertujuan untuk
menipu dan merusak serta menyesatkan manusia.

Siapa saja yang mengaku sebagai Ikhwan/Akhwat tetapi mereka masih terlibat dalam
membantu program-program syaithon (dari manusia dan jin) dalam rangka
menyesatkan ummat, maka mereka sebenarnya mendapat gelar ikhwan syaithon atau
ikhwan kafirin dan ikhwan fasiqin.

"Dan Ikhwan-Akhwat mereka (orang-orang kafir dan fasiq) membantu syaithon-


syaithon salam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan) ". (Qs Al
‘Araf : 202)

14. Mau berbusana muslim (berjilbab bagi muslimah) dan berhiaskan pakaian
taqwa dan perilaku hidupnya tidak bertasabuh (menyerupai) orang-orang
jahiliyyah, kafirin/musyrikin.

Bagi orang-orang yang belum berbusana muslim secara syar’i belum pantas disebut
ikhwan/ akhwat, karena tidak berbusana muslim/ berjilbab berarti berbusana
jahiliyyah yang merupakan bentuk (tasabbuh/ meniru/ menyerupai) orang jahiliyyah

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 15


dan budaya kafir. Apabila bertasabbuh dengan mereka berarti termasuk golongan
mereka bukan golongan Ikhwan.

"Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka". (Sunan
Abu Daud, Kitabul Libas 4/134, Hadist no. 4031, Musnan Ahmad 7/142, Hadist No.
5114 Isnadnya Shohih)

Dengan berbusana muslim/muslimah (jilbab) secara zhohir dan dihiasi dengan


ketaqwaan dalam perilaku hidupnya akan menambah keindahan dalam penampilan.
Sebaliknya walaupun berbusana muslim atau berjilbab (bagi Akhwat) namun
perilakunya tidak menampilkan ketaqwaan, yang demikian itu justru merusak
kemuliaan ikhwan, merusak izzah para Akhwat berjilbab. Hal ini karena mereka
bertabarruj (bergaya/ berdandan dan bertingkah laku) seperti orang jahiliyyah.
Padahal itu sangat dilarang seperti yang terdapat di dalam Al Quur’an Al Ahzab ayat
33.

Seorang Ikhwan/Akhwat yang sejati tentu mengerti dan sadar bahwa kehidupan
seorang mu’min berbeda dengan orang kafir, orang jahiliyyah dan musyrikin dalam
segala hal, baik dalam beraqidah (prinsip dan tujuan hidup), berhukum dan berakhlaq
serta lain-lainnya. Sebab apabila pola hidupnya menyerupai mereka berarti bukan
golongan Ikhwan Fiddin atau Ikhwan Nabi tapi termasuk golongan mereka (Jahiliin,
kafiriin, musyrikin), dalam suatu hadist diterangkan :

"Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai selain golongan kami", (Hr
At Tirmidzi, 7/ 333. hadist No2696, Al Bani menganggap hasan)

"Hai anak Adam sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang
paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
mudah-mudahan mereka selalu ingat". (Qs Al’Araf :26)

15. Mau mewujudkan Ukhuwah Islamiyyah

Ikhwan fiddin, ikhwan Nabi dan Ikhwan fillah adalah suatau kaum yang didalamnya
tumbuh rasa cinta yang ikhlas diantara sesama (ikhwan). Bantu membantu, saling
menjaga kehoramtannya, lindung-melindungi, saling melengkapi kekurangan masing-
masing, bagaikan banguan yang amat kokoh. Mengapa demikian ?, karena ikhwan
sudah dijadikan orang yang bersaudara. Sebagaimana dulu pada zaman Nabi Saw.
berkata Ibnu Abdi Bar:

"Bahwa ukhuwah (persaudaraan) itu dua kali satu antara muhajirin secara khusus di
Mekkah dan satu kali antara muhajirin dan anshor". (Lihat Fathul Barri hal 7/191)

Allah Azza wa jalla menerangkan dalam Al Quran ayat 73:

"Adapun orang-orang yang kafir sebagian mereka menjadi Auliya (pelindung,


penolong, teman setia) bagi sebagian yang lain, jika kamu (Hai para muslimin) tidak
melakukan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di
muka bumi dan kerusakan yang besar".

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 16


Yang dimaksud perintah Allah dalam ayat itu adalah keharusan adanya ukhuwah yang
teguh antara sesama kaum muslimin (lihat catatan kaki Al Qur’an terjemah Depag RI
no 625 -pent)

Bukan Ikhwan/Akhwat namanya apabila tidak melaksanakan/menjalin ukhuwah.

16. Mau menjadikan Ikhwan/Akhwat sebagai pasangan hidupnya (suami/istri)

Ikhwan/Akhwat adalah kaum yang bertujuan untuk menegakan dien dengan jalan
jihad fi sabilillah. Oleh karena itu haram menikah dan dinikahi oleh orang kafir, orang
jahil dan orang yang masih berstatus musyrik. Apabila dia sudah berumah tangga ia
akan menawarkan kepada suami atau istri dengan tegas dan cara yang baik, dengan
menggunakan bahasa yang indah:"Wahai suamiku/ istriku, aku sayang padamu,
maukah engkau ikut Islam ? Jika mau, kita tetap bersatu tetapi jika engkau menolak
Islam, tentu Allah akan memisahkan kita berdua" kemudian dia membacakan ayat-
ayat Allah sbb:

"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman


sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu dan janganlah kamu menikahi orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mu’min)". (Qs Al Baqorah : 221)

"Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita- wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki
yang baik, dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik
(pula)...".(Qs An Nur:26)

Berpisah dengan suami/istri yang dicintai memang berat, pada saat itulah dia ingat
dengan surat At Taubah ayat 24 :

"Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum


keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatirkan kerugiannya, dan rumah- rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul Nya dan (dari) berjihad di jalan Nya,
maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya, dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang fasiq".

Dia harus lebih mencintai Allah, Rasul dan berjihad dari pada istri/suami. Berpisah
memang berat tapi itulah demi mengharap cinta dan ridho Allah dan RasulNya dan itu
adalah bagian cinta yang perlu pengorbanan. Walaupun suaminya tampan/istrinya
cantik; tetapi dia ingat pasangannya yang lebih tampan dan lebih cantik bagaikan Al
Lu’lu dan Marjan di jannah (surga) sana. Mari kita bayangkan indah dan asyiknya
pasangan-pasangan di jannah bercengkrama dengan bidadari- bidadari surga.

Dalam ayat lain Allah menegaskan pula, yaitu dalam surat Al Mumtahanah ayat 10:

"Mereka (wanita-wanita mu’minah) tidak halal bagi orang-orang kafir, dan orang-
orang kafir itu tidak halal bagi mereka".

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 17


Juga ditegaskan dalam ayat yang sama:

"Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan wanita-wanita
kafir".

Ibnu Jarir juga berkata: "Maka Umar menceraikan dua istrinya yang musyrikah, saat
itu pula", (Tafsir At Thobari, 16/100, Ahkamu ahlidz Dzimmah Ibnul Qoyyim,1/69)

Kita memahami, dalam ayat ini, bahwa orang-orang kafir yaitu, mereka yang tidak
mau berhukum kepada hukum Allah, mereka tidak rela diatur Allah dan RasulNya
dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Alqur’an dan As sunnah (lihat
pembahasan point 10)

17. Mau dan rela diatur oleh Allah, RasulNya dan Ulil Amri yang beriman

Untuk menjadi Ikhwan/Akhwat harus bersedia patuh dalam keadaan bagaimanapun,


suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, tanpa keterpaksaan, sebab kepatuhan
yang didasari keterpaksaan akan menyebabkan kemunafikan dan kedzoliman.

"Hai orang-orang yang beriman ta’tilah Allah dan ta’atilah Easul Nya dan Ulil amri
diantara kalian ..".(Qs. An Nisaa : 59)

Ta’at harus dilandasi dengan kecintaan dan keikhlasan agar terasa indah walaupun
berat.

Dari Abu Hurairah ra. berkata, berkata Rasulullah Saw: "Siapa yang ta’at kepadaku,
berarti ta’at kepada Allah, dan siapa yang ma’syiat kepadaku berarti ma’syiat kepada
Allah. Dan siapa yang ta’at kepada Amir (pemimpinnya), berarti ta’at kepadaku, dan
siapa yang ma’syiat kepada Amir (pemimpin)nya berarti ma’syiat kepada ku".(Hr
Bukhori)

"Dengarlah dan ta’atilah meskipun yang terangkat memimpin kamu seorang budak
Habasyah yang kepalanya bagaikan kismis".(Hr Bukhori)

Dari Umar Ra. berkata bahwasanya Nabi Saw bersabda: "Seorang muslim wajib
mendengar dan ta’at pada Amirnya dalam apa yang disetujui atau tidak disetujui,
kecuali jika diperintah ma’syiat, maka apabila diperintah ma’syiat tidak wajib
mendengar dan ta’at".(Hr Bukhori dan Muslim)

18. Siap mengadakan janji/sumpah setia kepada Allah, RasulNya atau Ulil almri
yang beriman dan menepati sumpah setia yang diikrarkannya.

Di dunia ini ada tiga macam pegawai, yaitu pegawai negeri (pemerintah) dan pegawai
swasta serta yang ketiga bebas dari keduanya yaitu orang yang tidak mau terikat
dengan kedua itu dinamakan pegawai wiraswasta. Pegawai negeri yang jujur,
walaupun upahnya kecil dia mempunyai harapan untuk masa depannya yaitu jaminan
pensiunan, adapun halnya dengan pegawai swasta, seandainya dia berada di tingkat

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 18


tinggi, maka gajinya pun tinggi namun bila berada di tingkat rendah sama saja dengan
pegawai negeri gajinya kecil yang diterima pada waktu-waktu penerimaan gaji tanpa
harapan pensiunan dia hanya mendapatkan upah ketika dia ada tenaganya jika tidak
tak sedikitpun uang diterimanya. Langit dan bumi adalah kerajaan/ pemerintahan
Allah, silahkan baca surat Al Furqon ayat 2 dan ayat-ayat lainnya:

"Yang kepunyaan Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak,
dan tidak ada kesyirikan baginya dalam kekuasaan/ pemerintahanNya ...".

Salah satu syarat untuk menjadi pegawai negeri adalah pertama kali masuk harus siap
dan bersedia diambil sumpah/jani setianya, apalagi bagi tentara-tentaranya, tentu
tingkatan sumpah/janji setianya lebih kokoh lagi, begitu juga pegawai swasta untuk
memasuki ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Lain halnya dengan wiraswasta dia
tidak ada persyaratan yang mengikatnya untuk dipatuhi. Nah, sumpah/ janji setia
untuk menjadi pegawai negeri atau tentara secara resmi dalam bahasa syari’at Islam
disebut Bai’ah. Persyaratan Bai’ah terdapat dalam Al Qur’an dan merupakann sunnah
Nabi yang pernah dipraktekkan bersama para sahabatnya, baik ketika belum tegaknya
pemerintahan Islam (di Mekkah), ketika bumi Mekkah saat itu dikuasai oleh orang-
orang kafir, maupun ketika sudah tegaknya pemerintahan/ kekuasaan Islam (di
Yastrib) dan juga setelah hari kemenangan (Futuh Mekkah). Dan dalam perjalanan
Nabi dan sahabat berikutnya juga ada dalil-dalil tentang pelaksanaan Bai’ah. Jadi
bai’ah merupakan sunnah Nabi dan para sahabatnya yang wajib diikuti. Namun
disayangkan karena adanya kelompok-kelompok tertentu yang memusuhi Islam
mengetahui bahwa diantara pilar-pilar perjuangan yang amat kokoh adalah bai’ah,
lalu mereka sengaja menyalah gunakan bai’ah untuk merusak citra bai’at dan untuk
menghapuskan pensyari’atan bai’at. Bai’ah mereka untuk mengkafirkan orang lain,
menanggap jahiliyyah muslim lain yang belum berbai’at pada kelompoknya, padahal
kelompok itu adalah firqoh bathil yang sengaja direkayasa oleh para thogut, anehnya
para pengikutnya tidak menyadari dan mengkaji hal itu dengan melihat siroh Nabi dan
para sahabatnya, sehingga karena hal itu, masyarakat muslim yang masih awam phobi
demi mendengar kata-kata bai’ah itu.

Dan ulama-ulama corong thogut juga menyebarkan fitnah-fitnah terhadaphal itu,


sehingga menambah rusaknya citra bai’ah yang syar’i. Disamping itu memang diakui
bahwa ada kelompok-kelompok tertentu yang karena kedangkalan ilmu dan
kefanatikan yang membabi buta dalam mempraktekan bai’ah tanpa melihat dalil yang
shohih dan penafsiran para sahabat dan ulama-ulama salaf, mereka dangan sembrono
menggunakan dalil-dalil bai’ah, sehingga terlalu berlebih-lebihan dalam perkara itu.
Sungguh amat disayangkan hal yang seperti ini, hanya dikarenakan tokohnya yang
tidak faqih dalam berbagai disiplin ilmu dien sehingga menafsirkan bai’ah dan
syari’at lainnya tidak tepat pada proporsinya, hanya demi membela ketokohannya dan
kelompok yang diikuti.

Semangat tanpa diiringi ilmu hanya akan menimbulkan kedzoliman yang


menyesatkan banyak orang, sebagaimana hadist yang diriwayatkan Imam Malik,
bahwa Nabi Saw bersabda :

"Jika terdapat sedikit ilmu, maka akan muncul kebencian dan kebathilan, dan jika
pengetahuan atsar (hadist & riwayat) sedikit maka akan muncul kemauan hawa nafsu,
oleh karena itu akan didapati suatu kaum yang jumlahnya banyak, yang mencintai dan

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 19


membenci suatu kaum hanya berdasarkan hawa nafsu tanpa mengetahui ma’na dan
dalilnya. Bahkan mereka mendukung (umumnya) tanpa mengambil hadist shohih dari
Nabi Saw dan salaf ummat ini, tanpa memikirkan ma’nanya, tidak pula mengetahui
kewajiban dan ketentuan- nya (diambil dari kita Ahlus sunnah wal Jama’ah Ma’alimul
Inthilaqoh al kubro oleh : Muh Abd. Hadi Al Misri penerbit Daar Toyyibah a li’i
Musyri wat tauzi’ Riyadh)

Dilain pihak juga mereka orang-orang munafik dan musuh-musuh Islam berusaha dan
sengaja ingin menghilangkan syariat bai’ah dari kalangan ummat islam, sehingga janji
setia ummat Islam diserahkan kepada penguasa kafir (zholim) dan aparat-aparatnya
untuk menjadi budak-budak thogut dan kaki tangan PBB yang nota bene orang kafir,
sehingga tunduk kepada yahudi dan nasrani dengan memberikan wala kepadanya
yang justru seharusnya dijauhi (Baro).

Dengan itu semua apabila kita ingin mengadakan bai’at sebagai pengukuhan menjadi
pegawai negeri dalam Mulkiyah (pemerintahan) Allah , harus pada wadah (jama’ah)
yang benar dan dengan ulil amri yang benar- benar beriman yang tidak syirik
Mulkiyyah, sebagaimana dalam surat Al Furgon ayat 2 diterangkan bahwa tidak ada
bagi Allah kesyirikan dalam pemerintahan nya.

Setiap oraganisasi/kelompok yang bernaung dibawah firqoh & berwala kepada


pemerintahan sekuler, kafir (yang tidak memberlakukan hukum Allah) seperti
pemerintahan nasionalis, demokrasi, monarki, republik, sosialis ,yang merupakan
budak-budak PBB. Mereka itu adalah himpunan manusia-manusia bathil, munafiq,
jahiliyyah dan musyrik (kafir) walaupun mereka mengaku-ngaku sebagai orang-orang
beriman, mereka bukanlah orang-orang beriman.

"Diantara menusia ada yang mengatakan :"Kami beriman kepada Allah dan hari
kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang yang beriman. Mereka itu
hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka hanya menipu
dirinya sendiri sedangkan mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit lalu
ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta. Dan apabila dikatakan kepada mereka ; "janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi", mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan". Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang
membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar". (Qs Al Baqoroh: 8-12) (Baca buku Al
Wala Wal Baro Terjemahan Indonesia hal 2-5, pent)

Lihatlah negara yang mengaku negara Islam, mereka bukan malah menegakan
Khilafah Islamiyyah tapi malah mendaftarkan diri menjadi anggota PBB yang kafir
itu. PBB adalah sekutu (tandingan) Mulkiyya (pemerintahan) Allah yang paling besar
saat ini. Badan dunia itu adalah tandingan tegaknya khilafah Islamiyyah
( pemerintahan Islam secara internasional) negara mana saja yang menjadi anggota
PBB dengan ber wala ganda kepada Allah yang mempunyai Mulkiyyah langit dan
bumi dan berwala kepada PBB berarti telah menghinakan bangsanya untuk
diperbudak yahudi. Apabila mengaku negara Islam, berarti negara dan rakyatnya yang
loyal terutama kepada penguasanya, mereka telah melakukan kemunafikan dan
mereka berstatus musyrik dalam mulkiyah Allah. Padahal Allah sudah menegaskan
agar jangan melakukan kesyirikan dalam Mulkiyyah Nya sebagaimana juga larangan
syirik terhadap Uluhiyyah Nya, surat Furqon ayat 2, Al Israa ayat 111:

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 20


"Dan tidak ada baginya kesyirikan (tandingan) dalam pemerintahan Nya (kerajaan
Nya)".

"Tidak ada Ilah kecuali Allah dan tidak ada kesyirikan baginya (dalam uluhiyyah
Nya), baginya segala pemerintahan (kerajaan) dan pujian dan dia berkuasa atas segala
sesuatu".

Sekali lagi ditekankan bahwa masyru’iyyah (persyariatan) Bai’at tercantum dalilnya


dalam Al Qur’an dan sunnah nabi dan sahabatnya, maka kita wajib berpegang teguh
kepada keduanya dan menjalankannya. Bagi siapa saja yang ingin mendapatkan gelar
Ikhwan/Akhwat yang sekaligus akan menjadi pegawai negeri dalam pemerintahan
Allah dan menjadi tentara-tentaranya (Mujahid/ Mujahidah), agar meneliti apakah
jama’ahnya atau negaranya dan ulil amrinya serta pelaksanaan bai’ah (sumpah setia)
nya sesuai dengan syariat Allah dan contoh NabiNya atau tidak. Hal ini harus dengan
hati-hati kalau perlu bermusyawarah dan beristikhoroh (minta petunjuk dan pilihan)
kepada Allah berulang-ulang. Bagi Ulil amri yang mengambil bai’ah juga demikian
hendaknya bermusyawarah dan istikhoroh, karena banyak infiltran dari musuh-musuh
Islam (thogut) yang sengaja masuk dan pura-pura berbai’ah tetapi tujuannya adalah
untuk menghancurkan barisan dari dalam. Walaupun para infiltran (yang disebut
munafiq) keadaannya solid namun mereka tak luput dari ujian-ujian dengan
ditimpakan musibah-musibah, dibuka kedok dan makar-makar mereka oleh Allah
melalui tangan orang-orang mu’min yang ikhlas, dan pada akhirnya infiltran
(munafik) yang didunianya menjadi kaki tangan para thogut, akan dicampakkan
kedalam neraka yang paling dalam, karena mereka adalah musuh yang sebenarnya.
Amatlah kasihan mereka para infiltran dari thogut, didunia capek, susah payah
menjadi budak-budak thogut dengan upah yang tidak memuaskan di akhiratpun
disiksa dengan siksaan yang amat mengerikan, dan mereka harus kekal didalamnya,
padahal satu hari di sisi Allah sama dengan seribu tahun. Wahai para infiltran yahudi
dan nasrani, usaha kalian akan dibalas dengan kobaran api neraka yang menyala-nyala
lebih dasyat daripada orang-orang kafir, karena kalian telah menipu Allah dan orang-
orang beriman, wahai infiltran thogut yang mengaku muslim bertaubatlah kalian,
kalian sholat, kalian shaum, kalian pergi haji, supaya kalian dianggap muslim padahal
kalian telah menggadaikan aqidah kalian, kalian telah menggadaikan loyalitas kalian
kepada para thogut jahannam, kalian menjadi antek-antek pemerintahan zholim,
kalian menjadi penjilat-penjilat yang hina, walaupun kalian dari militer, kalian tentara,
apakah kalian berani menghadapi tentara-tentara Allah (para malaikat dan orang-
orang beriman), bertaubatlah sebelum terlambat, perhatikanlah Allah mengancam
kalian, jika kalian tidak bertaubat wahai orang-orang munafiq.

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (dicampakkan) di tempat yang paling bawah


dari neraka. Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolongpun bagi
mereka. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengadakan perbaikan dan
berpegang teguh pada (dien) Allah dan tulus ikhlas (mengamalkan) dien mereka
karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang-orang beriman dan kelak
Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.
Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ?. Dan Allah
maha mensyukuri dan Maha Mengetahui". (Qs An Nisaa 145-147)

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 21


"Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji
sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak
(pula) mengambil pelajaran". (Qs. At taubah : 126)

Kembali kepada masalah bai’at, bahwa bai’at pada zaman Rasulullah dan sahabatnya
banyak sekali peristiwa dan pelaksanaannya, bertahap dengan rapih, sengaja kami
kutip agak banyak agar menambah kejelasan dalil-dalilnya. Disamping permasalahan
bai’ah merupakan masalah yang sensitif dikalangan para aktivis harokah, sehingga
menimbulkan polemik yang cukup serius, yang tidak pernah tuntas, seandainya
mereka menempatkan bai’ah pada proporsinya (Sesuai dengan ketentuan allah dan
sunnah Nabi dan para sahabatnya), maka permasalahan tersebut tidak akan terjadi.
Bai’ah yang paling awal sebelum bai’ah-bai’ah lain, yaitu dinamakan Bai’ah Alal
Islam (bai’ah untuk/ atas dasar Islam) sebagaimana yang pertama kali terjadi di
Aqobah yang memuat enam point prinsip seperti yang terdapat dalam surat Al
Mumtahanah : 12, Ibnu Ishaq berkata :

"Pada tahun berikutnya datanglah orang dari Yastrib menemui Rasulullah di Aqobah,
Aqobah pertama. Mereka kemudian membai’at Rasulullah seperti bai’at kaum wanita,
Bai’at sebelum perang. Diantara mereka terdapat As’ad bin Zurarah, Rafi’ bin Malik,
Ubadah bin Shamit dan Abul Haitsam bin tihan. Dari Ubadah bin Shamit berkata: "
Aku termasuk salah seorang yang hadir pada bai’at pertama, kami berjumlah dua
belas laki-laki. Kemudian kami mengucapkan bai’at kepada Rasulullah seperti bai’at
kaum wanita, sebelum diwajibkan perang, :"Bahwasanya kami tidak akan syirik
kepada Allah dengan apapun juga, kami tidak akan mencuri, kami tidak akan berzina,
kami tidak akan membunuh anak-anak kami, kami tidak akan berdusta untuk
menutup-nutupi apa yang ada di depan atau di belakang kami dan tidak akan
membantah perintah beliau dalam hal ma’ruf...".

Ketika itu Rasulullah mengaskan: "Jika kalian memenuhi janji, niscaya kalian akan
memperoleh jannah, tetapi jika kalian merusak sesuatu dari janji itu, maka persoalan
itu terserah kepada Allah. Bila menghendaki, Allah akan menjatuhkan siksa atau
memberi ampunan menurut kehendaknya " (al Manhaj al Haraki Lis siroh An
Nabawiyyah Juz1).

Bai’at Islam ini perlu kita contoh dan kita praktekkan dalam kehidupan meniti sunnah
Nabi (Dalam rangka Iqomatuddin). Karena Bai’at ini berulang kali dilakukan Nabi
dalam masa perjuangan beliau dengan para sahabat-sahabatnya, baik di Mekkah
maupun di Madinah dsb. Sebagai realisasi kita mengikuti sunnah Nabi, maka kita
harus mengikuti cara-cara beliau dalam menjalankan Dien. Baiat Alal Islam ini
mempunyai pengaruh jiwa dan Aqidah yang menghunjam kesetiap pribadi-pribadi
yang mengikrarkan Bai’at pada saat itu.

Bai’at yang terjadi sesudah tegaknya pemerintah Islam (periode Medinnah)


diantaranya sbb:

Thabrani meriwayatkan dalam kitab Al Kabir dan Al ausad dari Chalifah binti Abil
Haris r.a katanya : "Aku dan Ummi Kuraira datang menghadap kepada Nabi Saw
dalam rombongan wanita muhajirah untuk berbai’at. Waktu itu Nabi sedang dalam
suatu kemah di Abtah. Dalam bai’at itu Nabi mengisyaratkan untuk tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dll sebagaimana yang disebutkan dalam

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 22


ayat". Setelah kami sepakati isi bai’at tadi, kami ulurkan tangan kepada Nabi Saw,
namun Nabi Saw menolal sambil bersabda: "Aku tidak pernah berjabat tangan dengan
wanita".

Kemudian beliau memintakan ampun bagi kami. (Haisamy jilij 6 hal 39)

Aisyah berkata : "Biasanya wanita mu’minat jika berhijrah maka diuji menrut
perintah Allah dalam ayat ke 10 surat Al Mumtahanah, dan ujianya sebagaimana
terdapat dalam ayat 12 surat Al Mumtahanah. "Hai Nabi Saw jika datang kepadamu
wanita mu’minat untuk berbai’at, tidak akan melakukan syirik terhadap Allah dengan
sesuatu apapun dan tidaka akan mencuri dan tidak akan berzina dan tidak akan
membunuh anak-anaknya dan tidak akan melakukan suatu kebohongan yang diada-
adakan diantara tangan atau kaki dan tidak ma’syiat kepadamu dalam kebaikan, maka
terimalah bai’at mereka dan mintakan ampun kepada Allah untuk mereka, sesungguh
Allah Maha pengampun lagi maha Penyayang". Aisyah berkata:" maka siapa yang
menerima syarat-syarat ini berarti lulus dalam ujian. Dan Nabi Saw bersabda kepada
mereka :" Pergilah kalian aku telah membai’at kalian. Demi Allah tangan Nabi Saw
tidak pernah sama sekali menyentuh wanita yang bukan mahrom, hanya selalu Nabi
Saw jika membai’at wanita cukup dengan kata- kata, Demi Allah Rasulullah Saw
tidak menuntut kepada wanita kecuali menurut apa yang diperintahkan Allah
kepadanya, dan bila selesai lalu bersabda kepada mereka: Aku telah membai’at kalian
berupa ucapan sabdanya dengan lisan". (Bukhori, Muslim)

Malik meriwayatkan suatu hadist dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dari Umaimah
bin Rakikah ra. katanya:"Aku dan beberapa wanita datang kepada Rasulullah untuk
berbai’at, kami berkata: "ya Rasulullah kami datang untuk membai’atmu dalam hal
tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak
membunuh anak kami, tidak berbuat nista dan tidak melanggar yang ma’ruf", tanya
Nabi Saw : "Apakah kamu dapat mengerjakan itu semua ?" Jawab kaum wanita itu:
"Allah dan Rasulullah lebih kasihan kepada kami dari diri kami sendiri. Marilah
ulurkan tanganmu untuk kami bai’at ya Rasulullah".

Bahkan dalam satu riwayat istrinya Nabi sendiri (Aisyah ra.) dan shahabiyah yang
lain mengikrarkan bai’at alal Islam sebagaimana hadist berikut:

Ahmad dan Bazzar meriwayatkan dari Aisyah ra. Katanya: "Fatimah binti Utbah bin
Rabiah datang kepada Nabi Saw untuk berbai’at, dalam bai’at itu Nabi saw
mengajarkan agar tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu dan tidak berzina seperti
yang terdapat dalam ayat bai’at. Ketika Fatimah diajak berbai’at seperti itu ia
meletakkan tangannya diatas kepalanya karena malu sehingga nabi sangat heran
melihat kelakuan Fatimah, Aisyah menegur Fatimah, "Hai Fatimah ikrarkanlah
dengan bai’at itu, demi Allah kami semuanya berbai’at sperti itu juga". jwab Fatimah:
"kalau begitu sungguh sangat baik sekali", dan ia pun akhirnya ikut berbai’at. (Al
Majma’ Zawaid jilid 6 hal 37)

Bai’at Alal Islam yang terjadi pada masa kemenangan Islam (Futuh Mekkah) meliputi
seluruh kalangan baik tua, muda, anak-anak, lkai-laki, wanita semuanya turut
berbai’at dan sekaligus mengikrarkan syahadah di hadapan Rasulullah sebagaimana
diceritakan dalam hadist berikut: Ahmad meriwayatkan bahwa Awad ra. berkata:
"Aku pernah melihat Rasulullah Saw pada hari penaklukan kota Mekkah beliau

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 23


sedang duduk di bukit Safa sambil menghadap kepada orang banyak yang hendak
berbai’at. Beliau membai’at mereka Alal Islam dan bersyahadat. Dan waktu itu semua
orang baik wanita, laki-laki, orang tua, maupun anak kecil semuanya ikut berbai’at
Alal Islam dan syahadat".(Haisamy jilid II hal 7)

Ahmad menceritakan dari Abdullah bin Utsman bin Khaitsam bahwa Muhammad bin
Aswad bin khalaf mengabarkan perihal bapaknya, Al Aswad ra., yang melihat
Rasulullah Saw, membai’at manusia pada hari kemenangan ( Al Fath), ia berkata:

"Nabi Saw duduk di atas puncak bukit yang berhadapan, mak beliau membai’at
manusia atas/ dasar Islam dan syahadat. Saya berkata: "Apakah syahadat itu ?", ia
berkata: "Mengabariku Muhammad bin al Aswas bin Khalad bahwa ia membai’at
manusia untuk iman dan syahadat bahwa tiada Ilah kecuali Allah dan Muhammad
adalah hamba dan utusanNya, Nabi Saw membai’at laki-laki dan wanita setelah Futuh
Mekkah, Hindun binti Utbah, istri Abu Sofyan termasuk wanita yang dibai’at".
(Bai’at, M Ramli Kabiy Hayatus Shohabah Al Kandahlawi)

Hindun berkata: "Aku ingin berbai’at kepada Nabi Saw", Nabi bersabda: " Kulihat
engkau adalah seorang kafir", Hindun berkata: "Demi Allah !, Demi Allah ! aku tidak
melihat hamba Allah yang bersungguh-sungguh dalam beribadah di mesjid ini
sebelum malam tiba. Demi Allah mereka datang hanya untuk sholat, ruku dan sujud",
Nabi bersabda: "Sesungguhnya kamu telah melakukan apa yang engkau telah
lakukan, maka pergilah dengan seorang laki-laki dari kaummu!", kemudian ia pergi
kepada Umar dan Umar berangkat bersamanya, Nabipun mengizinkannya, lalu ia
masuk Islam, memakai cadar dan berbai’at. Dalam dialog bersama Nabi ia sangat
mengesankan sekali, karena setiap teks-teks bai’at itu dibacakan kepadanya, maka ia
minta kepada beliau untuk mengulanginya dan menafsirkannya, sebab ia ingin benar-
benar yakin dan mantap dan menerimanya secara gamblang dan sempurna.

Pada ayat (walaa tazniin) Ia bertanya: "Apakah berzina dengan orang merdeka ya
Rasulullah ?". Dan pada Ayat (walaa taqtulna aulad kunna) ia berkata lagi: "Kami
telah memelihara mereka sejak kecil tapi engkau bunuh mereka setelah mereka besar
seraya berkata: "Adakah seorang anak kami yang tersisa pada perang Badar itu ?",
dan ketika nabi menyampaikan ayat: (walaa tasriqun) ia berkata: "sesungguhnya Abu
Sufyan adalah suami yang pelit tidak memberi sesuatupun kepadaku, maka untuk
mencukupi keperluanku terpaksa kuambil dengan tidak memberitahukan kepadanya",
Nabi bersabda: "Ambillah hartanya dengan cara yang baik untuk mencukupi
keperluanmu dan anak-anakmu", diriwayatkan bahwa Abu Sufyan pernah berkata
dalam hal ini: "Hindun tidak mengambil hartaku, apa yang diambilnya dulu sudah
kuhalalkan".

Banyak lagi peristiwa lain yang terjadi berkenaan dengan permasalahan Bai’at, tetapi
kami mengetengahkan contoh-contoh ini karena hal itu, memberikan gambaran proses
bai’at bagi kaum wanita secara konkrit dalam aspek bentuk, cara dan batasan-batasan
jalannya.

Setelah bai’at Alal Islam pada Aqobah pertama maka kemudian juga Nabi membai’at
beberapa orang dari yastrib pada tahun berikutnya sebagaimana yang terjadi pada
bai’at Aqobah kedua yang salah satu isinya adalah masalah keta’atan dsb. Adapun isi
bai’at tersebut yaitu sbb:

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 24


Imam Ahmad meriwayatkan dari Jabir Ra. berkata Jabir: "Ya Rasulullah apakah yang
perlu kami nyatakan dalam bai’at ini kepadamu ?" Nabi Saw menjawab: "Berjanji taat
dan setia dalam keadaan sibuk dan senggang, Berinfak baik dalam keadaan sempit
dan longgar, Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, Teguh membela kebenaran Allah
tanpa takut di cela orang, Tetap membantu dan membelaku bila aku berada ditengah-
tengah kalian sebagaimana kalian membela diri kalian sendiri dan anak istri. Dengan
demikian kalian akan memperoleh surga".

"Sesungguhnya orang-orang yang berbai’at kepadamu, sesungguhnya mereka


berbai’at kepada Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka, maka barangsiapa yang
melanggar bai’atnya niscaya akibat ia melanggar bai’at itu akan menimpa dirinya
sendiri dan barangsiapa menepati bai’atnya kepada Allah, maka Allah akan
memberikan balasan yang besar". (Qs 48: 10)

"Siapa yang melepaskan tangan dari ta’at akan bertemu Allah pada hari kiamat,
dengan tidak dapat berhujjah, dan siapa yang mati sedang tiada di lehernya suatu
bai’at, mati sebagai jahiliyyah". (Hr. Muslim)

Keterangan tentang dalil-dalil bai’ah tentunya masih berpuluh-puluh dalil. Bai’ah itu
merupakan pengukuhan untuk menjadi pegawai Mulkiyyah (pemerintahan) Allah,
yang walaupun gajinya kecil tapi punya harapan untuk mendapatkan pensiunan,
menempati rumah dan taman indah komplek surga yang penuh kenikmatan dengan
segala isinya, dilayani dengan pelayan (bidadari yang cantik-cantik). Sedangkan
pegawai swasta (orang yang tidak ikut menjadi pegawai Khilfah Islam, negara Islam/
Jama’ah Islamiyyah mereka tidak dapat pensiunan surga, sebab balasan/ gajinya
sudah dini’mati di dunia, sehingga yang mereka dapatkan di akhirat hanyalah
pensiunan yang tidak diharapkan yaitu berupa azab karena mereka bersekutu menjadi
pegawai pemerintahan zholim, kafir musyrik dengan berloyalitas kepada toghut demi
membela pemerintahan tandingan Allah tersebut. Berarti justru merekalah yang
dianggap oleh Allah (penguasa pemerintahan dunia/ Akhirat) sebagai orang-orang
ekstrim dan pengacau kedaulatan Allah diwilayah bumi. Apalagi bagi pegawai
wiraswasta, mereka itu adalah orang-orang jahil (bodoh) yang matinya adalah
jahiliyyah, karena mereka menganggap hidup di dunia ini untuk bebas tidak terikat
dengan siapapun juga. Padahal hidup ini harus terikat dengan pengabdian untuk
menjadi abdi-abdi Allah di pemerintahan Nya. (Qs Adz Dzariyaat : 56)

Maka bai’at itu merupakan pengikatan diri degan bersumpah setia kepada Allah
melalui tangan-tangan Ulil Amri yang beriman yang merupakan pejabat-pejabat
pegawai negeri Allah. Kesimpulan Bai’at adalah syarat syahnya menjadi pegawai
negeri dalam Mulkiyayah (pemerintahan) Allah, tanpa mengikrarkan bai’at berarti
belum di resmikan sebagai pegawai negeri/ tentara negeri Allah.

19. Mau berinfak dalam keadaan longgar atau sempit membayar zakat dan
shodaqoh.

Menjadi ikhwan/ Akhwat tanpa mau berinfak adalah munafiq hal itu termasuk
kekikiran (Qs. Al Munafiquun : 7-11). Dan berinfak adalah tand-tand muttaqin dan

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 25


Muhsinin, (Qs. Ali Imron : 133-134). Isi bai’at yang kedua setelah mendengar dan
ta’at adalah berinfak dalam keadaan longgar atau sempit.

"Dan infakkanlah (harta bendamu) di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan..". (Qs. Al Baqoroh : 195)

"Hai orang-orang yang beriman infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu infakkan dari
padanya...".(Qs. Al Baqaroh: 267)

Tentang kewajiban zakat itu adalah fardhu hukumnya, oleh karena itu Ikhwan/
Akhwat harus membayar zakat dan disalurkan fi sabilillah melalui Ulil amri yang
beriman bukan disalurkan pada penguasa-penguasa dan aparat-aparatnya yang berada
di jalan thoghut, jika Ikhwan/ Akhwat menyalurkan infak atau zakatnya kesana maka
batallah apa-apa yang dinfakkan dan dizakatkannya itu, karena para thoghut
menyalurkan infak atau zakat yang diberikan untuk menghalangi manusia dari jalan
Allah.

"Sesungguhnya orang-orang kafir itu menginfakkan harta mereka untuk menghalangi


(manusia) dari jalan Allah. Mereka akan menginfakkan harta mereka itu kemudian
menjadi sesalan bagi mereka dan mereka akan dikalahkan, dan ke neraka jahannamlah
orang-prang kafir itu dikumpulkan". (Qs Al Anfaal : 36)

Dalam kita zakat (Yusuf Qordhowi) menerangkan bahwa zakat tidak boleh diberikan
kepada orang kafir, murtad dan orang-orang yang memerangi Islam (pent). Ulil amri
mu’min wajib memperhatikan mai’syah ummatnya (apakah halal atau haram) dan
memungut zakat, infak shodaqoh dari tiap-tiap ummatnya dan mendo’akan mereka,
sehingga ummatnya bersih dan suci serta tentram jiwanya.

"Ambillah dari sebgian harta mereka shodaqoh (zakat), yang dengan itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Qs. At Taubah : 103)

Nabi tidak mau membai’at sahabat yang tidak mau berzakat (bershodaqoh) dan tidak
mau berjihad, dengan sabdanya:

"Hai .. Basyir kalau kamu tidak mau berzakat (bershodaqoh) dan tidak mau berjihad,
dengan amalan apakah kamu akan masuk jannah ?"

(diceritakan Hasan bin sufya, Thabrani dalam kitan Al Ausal, abu Nu’aim, Al Hakim
dan abu As Sakir semua meriwayatkan dari Basyir ra Dan dalam Hayatus Sahabah, Al
Kandahlawi dan Kanzul Ummal jilid 7 hal 12) atau dalam keterangan lain menolak
dengan bersabda :

"Dien tanpa shodaqoh dan jihad, lalu dengan apa kalian masuk jannah". (Al Hadist)

Harta adalah modal jihad yang harus diinfakkan, di korbankan untuk ditukar dengan
jannah, oleh karena itu harta yang diinfakkan , dizakatkan, dishodaqohkan harus harta

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 26


yang didapat dari cara yang bersih, karena Allah tidak menerima harta yang didapat
dengan cara yang haram, jika jihadnya tercampur barang haram, maka jihadnya tidak
berkah dan tidak membawa ni’mat (keberuntungan) jihadnya batal, karena Allah baik,
tidak menerima kecuali yang baik.

20. Harus mengikuti Al Jama’ah dan Iltizam (komitmen) dengannya, tidak


bertafarruq (mengikuti firqoh).

Untuk mendapatkan gelar Ikhwan/ Akwat harus benar-benar mengetahui keberadaan


Al Jama’ah yang akan dijadikan wadah dalam keimanan dan jihadnya. Beramal diluar
Al Jama’ah hanyalah kesia-siaan belaka, diluar Al Jama’ah adalah firqoh dan firqoh
adalah merupakan bid’ah dholalah, dan Allah tidak menerima amalan ahli bid’ah
sampai dia meninggalkan bid’ahnya itu. Demikian pentingnya Al Jama’ah sehingga
Umar ra. yang digelari Al Faruq (pembeda Al Haq dengan Al Bathil) menyatakan
dalam hadistnya

"Sesungguhnya tiada Islam tanpa Jama’ah dan tiada jama’ah tanpa Imaroh dan tiada
Imaroh tanpa keta’atan. Maka barangsipa yang dijadikan pemimpin oleh kaumnya
atas dasar kefaqihan (pengetahuan Dien) adalah suatu kehidupan baginya dan juga
bagi mereka (kaumnya) dan barang siapa yang dijadikan pemimpin tidak karena dasar
kefaqihan (dien) adalah suatu kehancuran baginya (pemimpin tsb) dan juga bagi
mereka". (Hr. Dailami)

Pengukuhan untuk menjadi Ikhwan/ Akhwat fiddin, Ikhwan nabi dan ikhwan fillah
adalah dalam Al Jama’ah bukan dalam firqoh.

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada Hablillah, dan janganlah kamu berfirqoh-
firqoh dan ingatlah akan ni’mat Allah kepada kamu ketika kamu dahulu (masa
jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan hati-hatimu, lalu menjadilah
kamu karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara (Ikhwan)...". (Qs. ali Imron :
103)

Hablullah menurut sahabat Nabi (Abdullah ra. ) artinya adalah Al Jama’ah. Tanpa
mengikuti Al Jama’ah bukan Ikhwan/ Akhwat namanya atau tidak menjadi orang-
orang yang bersaudara, bahkan yang terjadi hanyalah perselisihan dan permusuhan
karena mereka berada dalam firqoh, sehingga dalam ayat itu disebutkan kata-kata
"Ingatlah kamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyyah/ berfirqoh-firqoh) lalu
menjadilah kamu karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara".

Ikhwan/ Akhwat harus bergabung/ mengikuti Al Jama’ah, maksudnya adalah harus


mengikuti jama’ah yang merupakan himpunan orang-orang yang menetapi kebenaran.
Karena arti jam’ah itu sendiri bukan berarti sembarang kumpulan, organisasi,
golongan atau harokah, tetapi jama’ah sebagaimana menurut sahabat Nabi Saw ang
mendapatkan gelar Baabul ‘ilmi (Ali ra) yaitu berarti:

"Dan jama’ah itu adalah demi Allah himpunan orang-orang yang menetapi kebenaran
walaupun mereka itu sedikit, dan firqoh itu adalah himpunan orang-orang yang
menetapi kebathilan sekalipun mereka banyak jumlahnya".

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 27


Bagaimana untuk mengetahui bahwa sebuah organisasi, kelompok, golongan,
harokah, atau suatu negara itu sebagai jama’ah atau firqoh ? ( Baca buku Gelar
Ikhwan seri kedua, sedang di terjemahkan Insya Allah segera terbit).

Jadi, orang walaupun:

mengaku muslim, mu’min, muhajir, mujahid


mengaku berwala dan baro, sholihin, muttaqiin
mengaku menjalankan ukhuwwah, menjaga istri dan keluarga dari api neraka
mengaku berakhlaq Islami, Da’i (mubaligh)
mengaku menempuh jalan yang lurus, shobirin
mengaku tidak zholim, munafik, fasiq
mengaku tidak bertasabbuh dengan orang-orang musyrik, kafir, jahil
mengaku tidak membantu program syetan
mengaku zakat, infaq, dan shodaqohnya diterima Allah
mengaku rela diatur oleh Allah, RasulNya dan Ulil Amri Mu’minin
Mengaku menepati bai’at (janji setianya) kepada Allah

Anggapan dan semua pengakuannya itu adalah dusta, apabila mereka tidak mau
menetapi/ melazimi Al Jama’ah atau hidupnya berpisah dari Al Jama’ah, masih
mengikuti firqoh sesat. Karena berjihad fi sabilillah, yang merupakan inti/ puncaknya
Islam itu harus dilaksanakan melalui proses atau manajemen yang sudah ditentukan
Allah dan RasulNya.

Berikut ini hadist mengenai proses/ manajemen (manhaj) untuk dapat berjihad fi
sabilillah.

(tulis hadist bhs arab)

"Aku perintahkan kepadamu dengan lima perkara, sebagaimana Allah telah


memerintahkan aku dengan lima perkara tersebut: Dengan Al Jama’ah, Mendengar
dan Tha’at dan Jihad fi sabilillah, karena sesungguhnya barang siapa keluar dari Al
Jama’ah kadar sejengkal, maka ia telah melepaskan tali ikatan Islam dari lehernya
sampai dia kembali. Dan barangsiapa yang berdakwah dengan da’wahan Jahiliyyah,
maka ia bertekuk lutut dalam neraka Jahannam", sahabat bertanya: "ya Rasulullah
sekalipun dia shaum dan dia sholat ?", jawab Rasulullah Saw: "Sekalipun dia shaum
dan dia sholat dan sekalipun dia mengaku muslim".

(Diriwayatkan oleh Ahmad, 4/202, At Thayalisy, no 1161, Ibnu Hibban, no 1550, Al


Hakim, 1.236, dari jalan Al Harits Al Asy’ary, sanadnya shohih)

Jihad fi sabilillah yang merupakan Tijaroh (bisnis) (Qs 61: 10-12), jika dilaksanakan
tanpa manajemen yang benar, maka akan mengalami kerugian dan kesia-siaan. Tanpa
mengaplikasikan manajemen (manhaj) yang ditetapkan tersebut jihad hanya omongan
kosong tanpa arti. Jadi sebelum melaksanakan jihad fi sabilillah untuk menegakkan
sebuah pemerintahan Islam, baik tingkat negara, maupun tingkat Internasional,
terlebih dahulu harus memahami manajemen (manhaj) yang telah ditetapkan oleh
sang Top Manajer (Allah Al Malik) dengan mengambil silabus/juklak sebagaimana
yang dijalankan Rasul Saw dan para sahabatnya ra. Proses setelah keimanan yaitu,

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 28


Jama’ah (organiting), mendengar (listening), Ta’at (obeying), hijrah (depenturing/ to
evacuating), Jihad (struggle) dan Iltizam (comitmen) dengan Jama’ah.

Yang jadi persoalan kita sekarang dan juga merupakan permasalahan kaum muslimin
seluruh dunia pada zaman sekarang, Jama’ah mana ? atau negara Islam mana ? yang
harus kita lazimi dan kita ikuti untuk menjadi wadah bagi kita yang ingin menjadi
Ikhwan Nabi dan para sahabatnya, untuk menjadi Mujahid/ Mujahidah fi sabilillah
dalam rangka menegakkan wujudnya Mulkiyyah Allah (Khilafah Islamiyah),
Walaupun di zaman yang penuh fitnah ini, zamannya MULKAN JABARIYYAH,
dimana ummat Islam dikuasai oleh penguasa- penguasa diktator, namun kita perlu
ingat akan janji Rasul Saw, bahwa Al Jama’ah (Thoifah) penegakkan kebenaran akan
tetap eksis, akan tetap zhohir, hingga datang urusan Allah, bersegeralah
menggabungkan diri dimanapun mereka berada.

"Senantiasa akan akan sekelompok ummatku yang menegakkan kebenaran, sampai


datang ketentuan Allah". (Al Haditst)

Mudah-mudahan pembahasan dalam buku seri II dari buku ini (sedang diterjemahkan)
dapat memberikan jawaban bagi kita sekalian. buku ini merupakan pembahasan yang
lebih rinci dari buku seri I ini. Ambilllah dan amalkan isi buku ini bila sesuai dengan
Allah dan RasulNya. Terimalah kebenaran, apapun resikonya, Jangan menolak Al
Haq, karena Al Haq itu datangnya dari Allah. Menolak Al Haq karena ashobiyyah
(bangga dengan golongan/ ketokohannya), menolak Al Haq karena kesombongan
adalah kebinasaan, karena orang- orang sombong tidak akan masuk surga sampai unta
masuk ke lubang jarum (Qs. 7:40).

"Tidak masuk surga orang yang didalam hatinya terdapat seberat atom (zarrah)
kesombongan", seorang berkata: "Bagaimana kalau orang suka pakaian bagus dan
sandal bagus, apakah itu termasuk kesombongan? ", jawab Rasulullah Saw :
"Sesungguhnya Allah indah dan suka kepada keindahan, kesombongan itu adalah :
Menolak/ menentang kebenaran dan merendahkan orang lain". (Hr. Muslim)

Wallahu A’lam bisshowaab !!

Dari Abu Hurairah ra. katanya: "Suatu ketika Rasulullah berkunjung ke sebuah
pekuburan, lalu beliau mengucapkan salam: "Assalamu’alaikum daara qaumin
mu’minin. Wa inna Insya Allah bikum laahiquun’ (selamatlah engkau wahai
penduduk kampung kaum mu’min Insya Allah kami akan menyusul kalian). Setelah
itu Nabi saw. berkata: "Aku ingin benar kalaulah kita dapat melihat ikhwan-ikhwan
kita", para sahabat berkata: "bukankah kami ikhwan-ikhwanmu, ya Rasulullah ?",
jawab Nabi: "Anda semua adalah sahabatku, Ikhwan-ikhwan kita yang kumaksudkan
adalah orang-orang yang belum datang (tetapi akan datang kelak pada hari kiamat",
mereka bertanya: "Bagaimana anda dapat mengenal ummat anda yang belum datang
tetapi akan datang di hari kemudian ya Rasulullah ?", jawab Rasulullah saw:
"Bagaimana pendapat anda jika seseorang mempunyai kuda putih keningnya, kakinya
dan tangannya, kemudian kuda itu berada ditengah-tengah kuda-kuda banyak tetapi
hitam semuanya, dapatkah orang mengenali kudanya ?", mereka menjawab, "tentu ya
Rasulullah, tentu dapat". Sabda Nabi Saw: "Nah ! mereka nanti akan datang nanti
dalam keadaan putih bercahaya-cahaya mukanya, tangan dan kakinya, karena dari
bekas wudhu. Dan aku mendahului mereka datang ke telagaku, Ketahuilah ada orang-

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 29


orang yang aku larang mendekati ke telagaku itu, seperti halnya seekor unta sesat, lalu
kupanggil mereka: "kemarilah !" tetapi nanti ada yang mengatakan: "mereka itu telah
bertukar agama sepeninggal anda !", karena itu kuusir mereka, "pergilah jauh-jauh!",
kataku. (Hr. Muslim).

Downloaded from:
---------------------------------------------------------
ARS PERSONAL WEBLOG
http://goldenpen007x-donlot.blogdrive.com
---------------------------------------------------------

Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum 30

You might also like