You are on page 1of 17

STATUS PSIKIATRIK

Nomor Catatan Medik Nama Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Umur Pendidikan Status Pernikahan Suku/Bangsa Agama Pekerjaan Alamat Tanggal MRSJ Tanggal Pemeriksaan Yang Mengantar Alamat yang Mengantar

: 4686 : Tn. N : Buton / 30-10-1990 : Laki-laki : 21 tahun : SMA (tamat) : Belum Menikah : Buton/Indonesia : Islam : Tidak ada pekerjaan : Jln Samundra Dok V Bawah : 26 Okterber 2011 : 17 November 2011 : Orang tua pasien( Ayah dan Ibu pasien) : Jln. Samundra Dok V Bawah

Pemberi Informasi Nama Umur Alamat

: Ayah dan Ibu : Tn. L.D : 47 tahu : Jln. Samundra Dok V Bawah

Nama Umur Alamat

: Ny.W.N : 32 tahun : Jln. Samundra Dok V Bawah

LAPORAN PSIKIATRIK

I.

RIWAYAT PSIKIATRIK A. Keluhan Utama Mengamuk, membanting barang, dan mondar-mandir tanpa tujuan.

B. Riwayat Gangguan Sekarang Autoanamnesis Pasien mengaku tidak mengetahui mengapa dia dibawa ke RSJD (Rumah Sakit Jiwa Daerah) karena menurut pasien, dia sehat-sehat saja. Ketika pemeriksa bertanya kepada pasien mengapa mengamuk, membanting barang serta mondar-mandir tanpa tujuan pasien menjawab bahwa dia tidak melakukannya dan dia tahu siapa yang mengamuk dan membanting barang. Pasien mengaku tidak sakit sehingga pasien sering minta pulang. Selain itu pasien juga mengaku tidak mendengar suara-suara bisikkan ditelinga atau bayangan-bayangan seperti dulu saat dirawat pertama kali di RSJD.

Heteroanamnesis Menurut orang tua pasien (Bapak dan Ibu) pasien dibawa ke Poliklinik RSJD Abepura pada tanggal 26 Oktober 2011 yang lalu untuk berobat karena 1 hari sebelumnya pasien sudah mulai menunjukkan perubahan perilaku seperti mengamuk, membanting barang dan mondar-mandir tanpa tujuan. Kurang lebih 1 minggu SMRS (Sebelum Masuk Rumah Sakit) menurut orang tua pasien, pasien sering menggerakkan jar-jari tangan (seperti menghitung uang) serta jari-jari kaki. Karena pasien mengamuk dan ibu pasien takut membahayakan adik-adik pasien yang masih kecil serta membahayakan dirinya sendiri maka pasien diikat kedua tangan dan kakinya. Menurut bapak pasien, pasien menjadi seperti ini karena pasien sudah tidak mengkonsumsi

obat 1 tahun (putus obat) sebab sejak dirawat terakhir menurut keluarga pasien sudah sembuh. Selain itu kelurga pesien juga mengaku bahwa pasien tidak pernah sakit Malaria otak, demam tinggi, kejang, ataupun sakit berat lainnya dan keluarga pasien juga mengaku bahwa pasien tidak pernah mengalami trauma di daerah kepala. Pasien juga selama ini tidak menggunakan obat-obat terlarang (NAPSA), dan minum minuman keras (ALKOHOL).

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya Saat ini pasien dirawat untuk yang ketiga kalinya di RSJD Abepura karena menunjukkan perubahan prilaku seperti mengamuk,

membanting barang dan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas. Perubahan perilaku pada pasien mulai muncul sejak tahun 2009 ketika pasien sedang berada di Buton berupa pasien main-main air yang seharusnya dipakai untuk keperluan sehari-hari, perubahan prilaku juga dirasakan Ibu pasien saat sedang berada di kapal dalam perjalanan kembali ke Jayapura, pasien tiba-tiba pergi dan tidak menghiraukan ibunya. Sehari kemudian pasien kembali pada ibunya dalam kebingungan. Sesampainya di Jayapura pasien tidak dibawah untuk berobat karna pasien masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari hanya saja pasien sering kebingungan sendiri. Pada tahun 2010 pasien di bawah berobat ke Rumah Sakit Angkatan Laut Jayapura karna pasien jarang tidur, jarang makan, suka mondar-mandir, berbicara sendiri karena merasa ada yang mengajak bicara, dan sering merasa ketakutan yangtidak jelas saat sedang sendiri. Menurut pasien saat dia sedang sendiri, pasien merasa ada ular besar yang akan memakannya dan ada setan yang datang. Pasien diberikan obat minum tapi keluarga pasien lupa obat apa yang diberikan oleh dokter, setelah meminum obat tidak ada perubahan pada prilaku pasien sehingga Dokter Rumah Sakit Angkatan Laut menyarankan kepada keluarga untuk membawa pasien ke RSJD Abepura.

Namun sebelum di bawah ke RSJD Abepura pasien sempat di bawa ke Dukun dan di dukun pasien di terapi dengan ekor pari dengan cara memukul-mukul pasien namun tetap tidak ada perunahan pada pasien, sehingga keluarga memutuskan untuk membawa pasien berobat ke RSJD Abapura pada tanggal 19 April 2010, dan dirawat selama 7 hari dengan diagnosa gangguan Skizoafektif tipe Depresif, dengan pengobatan Risperidone 3x2 mg, Chlorpromazine 1x100 mg (malam hari), Triheksiphenidyl 1x2 mg, Fluoxetine 1x20 mg (pagi hari), dengan pengobatan ini pasien menunjukkan perubahan prilaku menjadi lebih tenang dan tidak mendengar suara-suara lagi selain itu komunikasi pasien menjadi lebih baik (nyambung). Pasien dipulangkan dengan pengawasan. Pada tanggal 21 Juli 2010 pasien kembali dirawat untuk kedua kalinya di RSJD dengan keluhan tidak mau makan minum, susah tidur, muncul rasa takut karena mendengar bisikan-bisikan, dan sudah putus obat selama 2 bulan. Dirawat selama 10 hari dengan diaknosis yang sama namun dosis pengobatannya di naikkan, Risperidone 2x3 mg, Chlorpromazine 2x100 mg (malam hari), Triheksiphenidyl 2x2 mg, Fluoxetine 1x10 mg (pagi hari), dan di ECT (elektro komvulsif therapi) sebayak 4 kali dan menunjukan perubahan yang baik. Respon obat pada pasien saat itu cukup baik sehingga dapat menurunkan gejala-gejala yang dialami oleh pasien. Pasien kemudian dipulangkan oleh dokter yang merawat dengan alasan pasien sudah sembuh parsial dan dapat melanjutkan pengobatan dengan Rawat Jalan. Namun pasien kembali di rawat di RSJD Abepura karena pasien menunjukkan perubahan prilaku seperti mengamuk, banting-banting barang dan mondar-mandir tanpa tujuan dikarenakan pasien putus obat. Hal ini terjadi karena keluarga pasien merasa bahwa pasien sudah membaik, sehingga memutuskan untuk tidak melanjutkan pengobatan selanjutnya.

Pasien juga memiliki kebiasaan merokok yang telah dimulai saat pasien masih remaja (SMP kelas 2). Dalam sehari pasien dapat menghabiskan satu bungkus rokok surya 16.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi Riwayat Prenatal dan Perinatal Pasien merupakan anak yang diinginkan. Selama mengandung ibu pasien mengatakan ia sehat dan tidak pernah sakit, tetapi ibu pasien mengandung pasien selama 8 bulan. Ibu pasien mengatakan ia merawat dan menjaga kondisinya dengan baik sampai pasien dilahirkan. Pasien lahir di rumah secara spontan dan dibantu oleh Dukun beranak. Pasien merupakan anak kembar namun saat dilahirkan pasien tidak langsung menangis seperti kembarannya dan menurut dukun pasien sudah meninggal tetapi setelah tali pusarnya diurut pasien kemudian menangis. Pasien lahir tidak cacat dan menurut dukun yang menolong pasien dan kembarangnya lahir dengan berat badan normal. Setelah lahir pasien dan kembarannya mendapat ASI selama 1 tahun. Masa Anak-anak awal (sejak lahir usia 3 tahun). Saat pasien lahir hingga berumur 3 tahun, pasien tidak pernah melihat adanya masalah ataupun tertekan dalam keluarga. Sejak umur 2 bulan pasien sudah diberikan bubur saring. Sejak kecil pasien memiliki pola tidur yang baik dan tidak pernah mengeluh saat keinginannya tidak terpenuhi. Pasien memiliki 5 saudara kandung termasuk kembaranya, dan hunbungan diantara mereka harmonis. Pasien memiliki sifat yang tenang dan suka bermain dengan teman sebayanya. Masa anak-anak pertengahan (usia 3-11 tahun) Sejak kecil pasien dekat dengan kedua orang tuanya, mereka mengasuh serta menjaga pasien dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Ketika pertama kali bersekolah pasien tidak memiliki rasa takut dan pergi ke sekolah dengan kembaranya. Pergaulan dan pertemanan pasien saat masih SD baik, dan pasien berteman dengan

semua anak-anak disekolahnya. Sejak kecil hobi pasien adalah bermain bola, pasien bisa membaca saat kelas 1 dan memiliki prestasi cukup baik, pasien merupakan siswa yang disayangi oleh gurunya. Ayah pasien berusaha memenuhi kebutuhan pasien dan adik-adiknya dengan bekerja sebagai nelayan. Bila memiliki masalah pasien tidak pernah cerita pada orangtuanya. Hubungan pasien dengan saudara-saudaranya berjalan dengan baik. Masa anak-anak akhir (pubertas masa remaja) Pasien mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan seks dari teman-temannya karna pasien tidak pernah bercerita pada kedua orangtuanya. Pasien bersekolah di SMP Negeri 1 Jayapura, awalnya pasien merupakan siswa yang rajin namun setelah kelas 2 SMP pasien mulai menunjukkan prilaku malas dan sering bolos sekolah karena dipengaruhi oleh teman-temannya. Pasien memiliki hubungan yang baik dengan para guru, waktu luang di saat remaja pasien gunakan untuk berenang dan jalan-jalan bersama teman-temannya. Pasien tidak mengetahui pada usia berapa pasien pertama kali mengalami mimpi basah dan pasien merasa biasa saja.

Masa Dewasa Sejak kecil hingga dewasa pasien dikenal sebagai anak yang tenang, mudah bergaul, tidak banyak menuntut dan suka membantu orang tua. Namun setelah sakit pasien sangat berubah menjadi sosok yang pendiam, bingung, suka berbicara sendiri dan sering mondarmandir tanpa tujuan. a. Riwayat Pekerjaan Pasien belum memiliki pekerjaan dan baru tamat SMA sejak tahun 2009. b. Riwayat Perkawinan Pasien belum menikah.

c. Riwayat Pendidikan Pasien berasal dari keluarga yang sederhana dan

berkecukupan, pasien diasuh oleh ayah dan ibu kandungnya. Tingkat pendidikan akhir pasien adalah SMA. Diawal masa sekolah pasien merupakan siswa yang rajin namun pasien mulai malas dan sering bolos bersama teman-temannya saat kelas 2 SMA. Pelajaran yang paling disuka pasien adalah pelajaran Bahasa Indonesia karena menurut pasien pelajaran tersebut mudah dimengerti sedangkan pelajaran yang tidak disukai oleh pasien adalah Sosiologi karena pada pelajaran ini lebih banyak dituntun untuk menghafal. Waktu luang saat dewasa pasien gunakan untuk jalan-jalan bersama temannya. Di sekolah pasien bergaul dengan semua teman-temannya. d. Keagamaan. Seluruh keluarga pasien beragama Islam. Pendidikan agama yang diajarkan oleh keluarga terhadap pasien biasa-biasa saja dan tidak terlalu berlebihan. e. Aktifitas Sosial Hubungan pasien dengan tetangga dan teman-temannya baik. Namun pasien lebih terbuka terhadap teman-temannya

dibandingkan dengan orang tuanya. f. Situasi kehidupan sekarang Sejak kecil hingga dewasa pasien tinggal bersama orang tua kandungnya dan adik-adiknya. Rumah tempat tinggal pasien berada didaerah padat penduduk dipinggir pantai (rumah berlabuh), terbuat dari papan kayu yang terdiri dari tiga kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur. Hubungan keluarga pasien dengan tetangga juga baik. Ayah pasien memberikan perhatian dan berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien dan adik-adiknya, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien sudah tiga kali dirawat di RSJD Abepura. Untuk perawatan saat ini pasien jarang dijengguk oleh keluarganya.

g. Riwayat Hukum Sejak kecil sampai sekarang, pasien tidak pernah terlibat masalah hukum dan melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum. h. Riwayat Psikoseksual Pemeriksa tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang riwayat psikoseksual pasien karena pasien jarang terbuka memberikan informasi mengenai hal-hal yang sensitif kepada keluarga maupun pemeriksa. Menurut keluarga, pasien tidak pernah membawa teman perempuannya ke rumah selain itu pasien juga mengaku tidak pernah pacaran dan tidak pernah melakukan hubungan seksual.

E. Riwayat Keluarga Pasien dan saudara kembarnya merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Dalam keluarga pasien ada anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa yang sama dengan pasien yaitu kakak dari ibu pasien (paman pasien)

Keterangan : Paman Pasien : Pasien

F. Situasi Psikososial sekarang Pasien lulus dari bangku SMA pada tahun 2009 dan tinggal bersama ibu dan ayah kandungnya serta adik-adiknya. Pasien belum menikah, pasien memiliki hubungan yang baik dengan dengan orang

tua dan saudaranya. Pasien sering mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas.

G. Persepsi/ Tanggapan Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya Dari awal perawatan hingga saat ini pasien merasa tidak sakit. Dan setelah mendapatkan pengobatan pasien sudah mulai menunjukkan perubahan gejala kearah perbaikan.

II.

STATUS MENTAL A. Deskripsi Umum 1. Penampilan Seorang pria, usia 21 tahun, tampak sesuai usia, pasien tampak sehat, berkulit sawo matang, berambut lurus, rambut tidak disisir, ekspresi wajah normal, tidak dapat mengurus dirinya (jarang ganti pakaian), makan dan minum sendiri. 2. Kesadaran Kuantitas Kualitas : Compos Mentis (GCS = E4V5M6) : Baik

3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Selama wawancara aktivitas psikomotor pasien tenang dalam berkomunikasi dengan pemeriksa. 4. Pembicaraan Pasien dapat diajak berkomunikasi dengan baik. Pasien juga dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan (koheren) namun kadang-kadang pasien menjawab tidak sesuai. 5. Sikap terhadap Pemeriksa Selama wawancara pasien kooperatif terhadap pemeriksa.

B. Keadaan Afektif dan Mood 1. Mood Mood eutimik 2. Ekspresi Afektif (Afek)

Afek yang sesuai (appropriate affect) 3. Keserasian Terdapat keserasian antara afek dan mood

C. Gangguan Persepsi 1. Halusinasi Tidak Terdapat halusinasi . 2. Ilusi Tidak terdapat ilusi. 3. Depersonalisasi dan Derealisasi Tidak terdapat depersonalisasi dan derealisasi

D. Proses Pikir 1. Arus Pikir Produktivitas Kontinuitas Hendaya Berbahasa 2. Isi Pikiran Waham : Tidak Terdapat : Baik : Baik : Tidak mengalami gangguan berbahasa

E. Fungsi Intelektual 1. Taraf Pendidikan, Pengetahuan Umum dan Kecerdasan Pasien telah menyelesaikan pendidikan SMA. Pengetahuan umum pasien cukup dan kecerdasan dalam rentang normal. 2. Daya Konsentrasi Baik 3. Orientasi Orientasi orang, tempat dan waktu baik 4. Daya Ingat Daya ingat segera, jangka pendek dan jangka panjang baik 5. Pikiran Abstrak Pasien tidak mampu berpikir secara abstrak.

10

6. Kemampuan Menolong Diri Pasien dapat makan dan minum sendiri, namun tidak dapat mengurus diri sendiri (tidak mau mandi dan tidak rapi)

F. Pengendalian Impuls Pengendalian impuls pasien cukup baik karena pasien sudah bisa mengatasi kegelisahannya.

G. Daya Nilai 1. Norma Sosial : Kesan pemeriksa, pasien dapat bersosialisasi dengan baik 2. Uji Daya Nilai : Kurang

3. Penilaian Realitas : Kesan pemeriksa, pasien tidak dapat menilai realita. H. Tilikan Tilikan I = Pasien menunjukkan penyangkalan total (sama sekali) terhadap penyakit atau gangguan jiwanya.

I. Reliabilitas / Keterpercayaan Pasien tidak dapat dipercaya.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT A. Pemeriksaan Fisik 1. Status Internus Keadaan Umum : Tanda-tanda Vital : Bentuk Badan Sistem Kardiovaskular Sistem Pernapasan : Normal : Dalam Batas Normal : Dalam Batas Normal

Sistem Musculoskeletal : Dalam Batas Normal Sistem Gastrointestinal Sistem Urogenital


11

: Dalam Batas Normal : Dalam Batas Normal

Gangguan Khusus

: Dalam Batas Normal

2. Status Neurologis Dalam Batas Normal

B. Status Laboratorium Tidak dilakukan pemeriksaan Laboratorium.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien laki-laki berusia 21 tahun, suku Buton, agama Islam, pendidikan terakhir tamat SMA, pekerjaan tidak ada. Pasien dibawa ke RSJD Abepura pada tanggal 26 Oktober 2011 dengan keluhan utama mengamuk, membanting barang dan mondar-mandir tanpa tujuan. Dari riwayat gangguan sebelumnya didapatkan ada riwayat satu episode psikotik dimasa lampau yang memenuhi diagnosis skizofrenia. Pada wawancara dan pemeriksaan status mental, didapatkan pasien berpenampilan sesuai dengan usianya, tampak kurang mengurus diri. Selama pemeriksaan pasien kooperatif dalam menjawab pertanyaan, terdapat keserasian antara afek dan mood, bicara spontan, tidak terdapat gangguan persepsi, proses berpikir kohoren namun terkadang pasien menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan, produktivitas baik. Dalam pertimbangan tilikan terhadap penyakit, pasien menunjukkan penyangkalan total terhadap gangguan jiwanya (Tilikan derajat 1). Pada pemeriksaan status interna dan status neurologi tidak ditemukan kelainan yang mengindikasikan adanya gangguan medis umum yang secara fisiologis menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita selama ini.

V.

FORMULASI DIAGNOSTIK Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan pasien, pihak keluarga, riwayat psikiatrik dan pemeriksaan status mental pasien yang terangkum dalam ikhtisiar penemuam bermakna di atas tidak

12

ditemukan tanda-tanda atau gejala Gangguan Mental Organik, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat Psikoaktif dan Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif). Sebagian besar dari gejala yang ditunjukkan pasien, memenuhi kriteria diagnosis Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan ditemukan kriteria yang menarah ke diagnosia Skizofrenia Residual.

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL 1. AKSIS I : F. 20.5 Skizofrenia Residual

2. AKSIS II : Tidak ada diagnosis. 3. AKSIS III : Tidak ada diagnosis. 4. AKSIS IV : Tidak ada diagnosis. 5. AKSIS V : GAF 80 71 gejala sementara dan dapat diatasi, disability ringan dalam fungsi secara umum masih baik.

VII. DAFTAR PROBLEM A. Biologis / Somatik Terdapat riwayat gangguan jiwa dalam keluarga (kakak pertama dari ibu pasien) Tidak terdapat riwayat gangguan neurologis sebelumnya.

B. Psikologi Perilaku katatonik minimal.

C. Sosial Penderita selalu menyimpan perasaannya sendiri dan kalaupun menceritakan lebih sering kepada teman-temannya.

VIII. RENCANA TERAPI A. Psikofarmaka yang telah dipakai : Haloperidol 5 mg dan Diazepam 10 mg (IM) hari pertama. Haloperidol 3 x 5 mg/hari. Diberikan pagi, siang dan malam. Triheksiphenidyl 3 x 2 mg/hari. Diberikan pagi, siang dan malam. Chlorpromazine 2 x 100 mg/hari. Diberikan siang dan malam.

13

B. Psikofarmaka yang sedang dipakai : - Clozapine adalah 2 x 100 mg/hari. Diberikan pagi dan malam. - Alprazolam adalah 1 x 0,5 mg/hari. Diberikan pada malam hari jika pasien susah tidur.

C. Psikoterapi Pada pasien : Memberikan edukasi terhadap pasien agar memahami

gangguannya lebih lanjut, cara pengobatan, efek samping yang dapat muncul, pentingnya kepatuhan dan keteraturan minum obat Intervensi langsung dan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri individu, perbaikan fungsi sosial dan pencapaian kualitas hidup yang baik. Memotivasi dan memberikan dukungan terhadap pasien agar pasien tidak merasa putus asa dan semangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak kendur. Pada keluarga : Dengan psiko-edukasi yang menyampaikan informasi kepada keluarga mengenai berbagai kemungkinan penyebab penyakit, perjalanan penyakit, dan pengobatan sehingga keluarga dapat memahami dan menerima kondisi pasien untuk minum obat dan kontrol secara teratur serta mengenali gejala-gejala kekambuhan. Memberikan pengertian kepada keluarga akan pentingnya peran keluarga pada perjalanan penyakit.

IX. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad sanationam : Bonam : Dubia ad malam

14

X.

DISKUSI /PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan pasien dibawa ke RSJD Abepura pada tanggal 26 Oktober 2011 dengan keluhan utama mengamuk, membanting barang dan mondar-mandir tanpa tujuan. Dari riwayat gangguan sebelumnya didapatkan ada riwayat satu episode psikotik dimasa lampau yang memenuhi diagnosis skizofrenia. Pada wawancara dan pemeriksaan status mental, didapatkan pasien berpenampilan sesuai dengan usianya, tampak kurang mengurus diri, pasien kooperatif, tidak terdapat gangguan persepsi namun dalam menjawab pertanyaan kadang tidak sesuai. Dalam pertimbangan tilikan terhadap penyakit, pasien menunjukkan penyangkalan total terhadap gangguan jiwanya (Tilikan derajat 1). Sesuai dengan PPGDJ III pasien ini dikategorikan dengan F.20.5 Skizofrenia Residual karena syarat diagnosis yang harus dipenuhi : a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk. b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis Skizofrenia. c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu 1 tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia. d. Tidak terdapat demensia atau penyakit gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut. Pasien pernah diberikan Electro Convulsive Theraphy (ECT) pada perawatan kedua kalinya di RSJD Abepura yang bertujuan memperpendek

15

serangan skizofrenia, mempermudah kontak dengan pasien, namun tidak dapat mencegah serangan ulang. Pada pasien ini telah diberikan Haloperidol 5 mg dosis tunggal secara IM sebagai antipsikotik dan efektif untuk pengelolaan hiperaktivitas, gelisah dan mania karena haloperidol bekerja mem-blokade Dopamine pada reseptor pasca sinaptik diotak, khususnya disistem limbik dan sistem extrapiramidal (Dopamine D2 reseptor antagonis). Sedangkan Diazepam 10 mg yang diberikan diindikasikan untuk pasien dengan ansietas akut dengan efek samping lainnya sedatif hipnotik dan relaksasi otot. Selanjutnya pasien diberikan terapi oral yaitu Haloperidol 2 x 2 mg untuk mengurangi gejala positif berupa perilaku yang aneh dan tidak terkendali dan gangguan asosiasi pikiran (inkohorensi) dan diberikan bersama dengan Trihexiphenidyl untuk mencegah efek ekstrapiramidal yang ditimbulkan oleh pemakaian dari Haloperidol. Diberikan juga

Chlorpromazine sebagai obat anti psikosis untuk menghilangkan gejala skizofrenia akan tetapi pemakaian obat golongan tipikal ini tidak memperlihatkan perbaikan klinis bermakna karena golongan obat ini hanya mengatasi gejala positif tetapi kurang efektif untuk mengatasi gejala negatif. Pada skizofrenia residual, gejala negatif lebih menonjol maka adapun pengobatan yang disarankan kepada pasien adalah obat-obat antipsikotik golongan atipikal yang dapat meningkatkan dopamine di mesokortikal. Pada pasien ini diberikan Clozapine 2 x 100 mg/hari diberikan pagi dan malam. Obat ini termasuk golongan antipsikotik atipikal yang mempunyai aktivitas antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan antagonis lemah pada reseptor dopamin tipe 2 juga bersifat antihistamin. Efek sampingnya berupa gejala ekstrapiramidal sangat minimal, namun bisa menimbulkan hipotensi ortostatik dan sedatif. Clozapine adalah obat lini kedua yang jelas bagi pasien yang tidak berespon terhadap obat lainnya. Waktu paruh dari Clozapine relatif pendek (12 jam) karena itu Clozapine diberikan dalam dosis terbagi 2 x sehari. Lama pemberian Clozapine berkisar antara 6 bulan-seumur hidup, tergantung dari jumlah periode episode, gejala dan keuntungan terapi, sedangkan untuk

16

pemberhentiannya harus dilakukan secara bertahap selama 1 sampai 2 minggu. Alprazolam diberikan 1 x 0,5 mg /hari hanya pada malam hari. Alprazolam digunakan sebagai obat sedatif, anticemas, atau hipnotik dengan efek untuk menenangkan, mengurangi kecemasan dan mengantuk. Penghentian obat secara mendadak akan menimbulkan gejala putus obat sehingga perlu dilakukan penghentian secara bertahap. Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami sesorang. Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik paa tabel berikut :

No 1. 2. 3. 4. 5.

Prognosis Perjalanan penyakit : Kronis Faktor pecetus : Tidak Jelas Gejala negatif Faktor herediter : Ada Riwayat hubungan sosial dan pekerjaan premorbit

Baik

Buruk + + + +

6. 7. 8. 9.

Status perkawinan : Belum menikah Dukungan keluarga Respon terapi : mau minum obat Adanya gejala neurologi : negatif + + +

Prognosis pasien dubia ad malam karena adanya riwat gangguan psikiatri pada keluarga, gejala negatif dan faktor pencetus yang tidak jelas.

17

You might also like